mekanisme respon inflamasi

3
Mekanisme respon inflamasi Setelah terjadi trauma pada jaringan tubuh, yang pertama kali bereaksi adalah dinding pembuluh darah di sekitarnya. Pada dinding pembuluh darah terjadi vasokonstriksi arteriol sementara. Dapat disebabkan oleh reflek neurogenik setempat, bisa berkembang tetapi hanya bertahan dalam beberapa menit. Tujuan vasokonstriksi ini adalah untuk menahan agar jejas tidak masuk lebih dalam atau menyebar ke dalam tubuh. Kemudian dengan cepat diikuti oleh dilatasi arteriol berkepanjangan yang menyebabkan terjadinya kenaikan aliran darah setempat dan dilatasi kapiler setempat. Pada peristiwa ini banyak dikeluarkan histamin dari sel mast lokal yang merupakan perantara penting respon awal. Dilatasi arteriol ini menyebabkan daerah yang mengalami trauma menjadi berwarna kemerahan (rubor) dan menjadi lebih panas (kalor) dari sekelilingnya sebab darah yang disalurkan tubuh ke permukaan daerah yang terkena lebih banyak daripada yang disalurkan ke daerah normal. Selain itu pembuluh darah yang berdilatasi tersebut menekan pembuluh saraf di sekitarnya yang menyebabkan timbulnya rasa sakit pada daerah trauma (dolor). Selanjutnya terjadi kenaikan permeabilitas kapiler yang disebabkan dua faktor utama. Pertama, dilatasi

Upload: arofah-noor-berliana

Post on 16-Sep-2015

9 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

inflamasi akut

TRANSCRIPT

Mekanisme respon inflamasiSetelah terjadi trauma pada jaringan tubuh, yang pertama kali bereaksi adalah dinding pembuluh darah di sekitarnya. Pada dinding pembuluh darah terjadi vasokonstriksi arteriol sementara. Dapat disebabkan oleh reflek neurogenik setempat, bisa berkembang tetapi hanya bertahan dalam beberapa menit. Tujuan vasokonstriksi ini adalah untuk menahan agar jejas tidak masuk lebih dalam atau menyebar ke dalam tubuh.Kemudian dengan cepat diikuti oleh dilatasi arteriol berkepanjangan yang menyebabkan terjadinya kenaikan aliran darah setempat dan dilatasi kapiler setempat. Pada peristiwa ini banyak dikeluarkan histamin dari sel mast lokal yang merupakan perantara penting respon awal. Dilatasi arteriol ini menyebabkan daerah yang mengalami trauma menjadi berwarna kemerahan (rubor) dan menjadi lebih panas (kalor) dari sekelilingnya sebab darah yang disalurkan tubuh ke permukaan daerah yang terkena lebih banyak daripada yang disalurkan ke daerah normal. Selain itu pembuluh darah yang berdilatasi tersebut menekan pembuluh saraf di sekitarnya yang menyebabkan timbulnya rasa sakit pada daerah trauma (dolor). Selanjutnya terjadi kenaikan permeabilitas kapiler yang disebabkan dua faktor utama. Pertama, dilatasi arteriol menaikkan tekanan hidrostatik kapiler, menyebabkan aliran air lebih besar larut ke dalam cairan interstitial. Kedua, permeabilitas endotelial venular dan kapiler ditingkatkan sehingga memungkinkan molekul lebih besar memasuki jaringan interstitial. Molekul ini mengubah tekanan osmotik setempat dan menarik lebih banyak air ke dalam jaringan. Akumulasi cairan (inflammatory oedema) ini berasal dari hasil-hasil sirkulasi. Cairan ini biasa disebut eksudat merupakan dasar dari terjadinya pembengkakan (tumor). Eksudat mengandung protein diantaranya albumin, globulin dan fibrinogen. Kenaikan konsentrasi protein plasma menghasilkan peningkatan viskositas darah sehingga aliran darah kapiler melambat bahkan menjadi statis. Dalam radang akut sel-sel darah putih yang beredar mula-mula netrofil polimorf kemudian monosit bergerak keluar untuk meghasilkan :Penepian leukosit (marginasi), pengumpulan sel-sel darah merah ke tengah membentuk rouleaux, terjadi perlekatan leukosit ke sel endotel kapiler (sticking) diikuti dengan perpindahan aktif oleh gerakan ameboid ke dalam jaringan perivaskular melalui celah-celah di antara sel endotel, dan keluarnya leukosit dari pembuluh darah (emigrasi).Leukosit dapat pindah dengan cara kemotaksis, proses dimana sel ditarik menuju ke substansi kimia tertentu yang konsentrasinya lebih tinggi. Pergerakan ini menghasilkan akumulasi sejumlah leukosit di tempat trauma. Kemudian leukosit melakukan tugas utamanya yaitu menelan, mencerna dan membuang benda-benda asing tertentu khususnya bakteri dan sel-sel rusak (fagositosis).Sumber : Lawler,William. Ali Ahmed, William J. Hume. 1992. Buku Pintar Patologi Untuk Kedokteran Gigi. Hal : 10-11. EGC : Jakarta.