mekanika
TRANSCRIPT
Mekanika batuan
LABORAN
PRAKTIKUM MEKANIKA BATUAN
ITB, 12 – 13 JUNI 2009
1. I. Latar Belakang
Mekanika batuan adalah salah cabang disiplin ilmu geomekanika. Mekanika batuan
merupakan ilmu yang mempelajari sifat-sifat mekanik batuan dan massa batuan. Hal
ini menyebabkan mekanika batuan memiliki peran yang dominan dalam operasi
penambangan, seperti pekerjaan penerowongan, pemboran, penggalian, peledakan
dan pekerjaan lainnya.
Sehingga untuk mengetahui sifat mekanik batuan dan massa batuan dilakukan
berbagai macam uji coba baik itu dilaboratorium maupun dilapangan langsung atau
secara insitu.
Untuk mengetahui sifat mekanik batuan dilakukan beberapa percobaan seperti uji
kuat tekan uniaksial, uji kuat tarik, uji triaksial dan uji tegangan insitu.
Mekanika batuan sendiri mempunyai karakteristik mekanik yang diperoleh dari
penelitian ini adalah kuat tekan batuan (σt), kuat tarik batuan (σc ), Modulus Young
(E), Nisbah Poisson (v), selubung kekuatan batuan (strength envelope), kuat geser
(τ), kohesi (C), dan sudut geser dalam (φ).
Masing-masing karakter mekanik batuan tersebut diperoleh dari uji yang berbeda.
Kuat tekan batuan dan Modulus Young diperoleh dari uji kuat tekan uniaksial. Pada
penelitian ini nilai kuat tekan batuan dan Modulus Young diambil dari nilai rata-rata
hasil pengujian lima contoh batuan. Untuk kuat tarik batuan diperoleh dari uji kuat
tarik tak langsung (Brazillian test). Sama dengan uji kuat tekan uniaksial, uji kuat
tarik tak langsung menggunakan lima contoh batuan untuk memperoleh kuat tarik
rata-rata. Sedangkan selubung kekuatan batuan, kuat geser, kohesi, dan sudut geser
dalam diperoleh dari pengujian triaksial konvensional dan multitahap.
Selain mengamati sifat mekanik atau dinamik dari batuan dalam praktikum ini juga
akan diamati sifat fisik batuan tersebut, dengan mengamati bobot dan masa
jenisnya dalam beberapa keadaan.
1. II. Teori Dasar
1. A. Uji Kuat Tekan Uniaksial ( UCS )
Penekanan uniaksial terhadap contoh batuan selinder merupakan uji sifat mekanik
yang paling umum digunakan. Uji kuat tekan uniaksial dilakukan untuk menentukan
kuat tekan batuan (σt ), Modulus Young (E), Nisbah Poisson (v) , dan kurva tegangan-
regangan. Contoh batuan berbentuk silinder ditekan atau dibebani sampai runtuh.
Perbandingan antara tinggi dan diameter contoh silinder yang umum digunakan
adalah 2 sampai 2,5 dengan luas permukaan pembebanan yang datar, halus dan
paralel tegak lurus terhadap sumbu aksis contoh batuan. Dari hasil pengujian akan
didapat beberapa data seperti:
1. Kuat Tekan Batuan (σc)
Tujuan utama uji kuat tekan uniaksial adalah untuk mendapatkan nilai kuat tekan
dari contoh batuan. Harga tegangan pada saat contoh batuan hancur didefinisikan
sebagai kuat tekan uniaksial batuan dan diberikan oleh hubungan :
σc = F
A
Keterangan :
σc = Kuat tekan uniaksial batuan (MPa)
F = Gaya yang bekerja pada saat contoh batuan hancur (kN)
A = Luas penampang awal contoh batuan yang tegak lurus arah gaya (mm)
2. Modulus Young ( E )
Modulus Young atau modulus elastisitas merupakan faktor penting dalam
mengevaluasi deformasi batuan pada kondisi pembebanan yang bervariasi. Nilai
modulus elastisitas batuan bervariasi dari satu contoh batuan dari satu daerah
geologi ke daerah geologi lainnya karena adanya perbedaan dalam hal formasi
batuan dan genesa atau mineral pembentuknya. Modulus elastisitas dipengaruhi
oleh tipe batuan, porositas, ukuran partikel, dan kandungan air. Modulus elastisitas
akan lebih besar nilainya apabila diukur tegak lurus perlapisan daripada diukur
sejajar arah perlapisan (Jumikis, 1979).
Modulus elastisitas dihitung dari perbandingan antara tegangan aksial dengan
regangan aksial. Modul elastisitas dapat ditentukan berdasarkan persamaan :
Е= Δσ………………………………………………………………………………………..(2.2)
Δεa
Keterangan: E = Modulus elastisitas (MPa)
Δσ. = Perubahan tegangan (MPa)
Δεa = Perubahan regangan aksial (%)
Terdapat tiga cara yang dapat digunakan untuk menentukan nilai modulus
elastisitas
yaitu :
1. Tangent Young’s Modulus, yaitu perbandingan antara tegangan aksial dengan
regangan aksial yang dihitung pada persentase tetap dari nilai kuat tekan.
Umumnya diambil 50% dari nilai kuat tekan uniaksial.
2. Average Young’s Modulus, yaitu perbandingan antara tegangan aksial dengan
regangan aksial yang dihitung pada bagian linier dari kurva tegangan-
tegangan.
3. Secant Young’s Modulus, yaitu perbandingan antara tegangan aksial dengan
regangan aksial yang dihitung dengan membuat garis lurus dari tegangan nol
ke suatu titik pada kurva regangan-tegangan pada persentase yang tetap dari
nilai kuat tekan. Umumnya diambil 50% dari nilai kuat tekan uniaksial.
Gambar 2.1 Metode perhitungan modulus young
3. Nisbah Poisson ( Poisson Ratio )
Nisbah Poisson didefinisikan sebagai perbandingan negatif antara regangan lateral
dan regangan aksial. Nisbah Poisson menunjukkan adanya pemanjangan ke arah
lateral (lateral expansion) akibat adanya tegangan dalam arah aksial. Sifat mekanik
ini dapat ditentukan dengan persamaan :
V = – ε l ………………………………………………………………………………………..(2.3)
εa
Keterangan:
V = Nisbah Poisson
ε l = regangan lateral (%)
εa= regangan aksial (%)
Pada uji kuat tekan uniaksial terdapat tipe pecah suatu contoh batuan pada saat
runtuh. Tipe pecah contoh batuan bergantung pada tingkat ketahanan contoh
batuan dan kualitas permukaan contoh batuan yang bersentuhan langsung dengan
permukaan alat penekan saat pembebanan.
Kramadibrata (1991) mengatakan bahwa uji kuat tekan uniaksial menghasilkan tujuh
tipe pecah, yaitu :
a. Cataclasis
b. Belahan arah aksial (axial splitting)
c. Hancuran kerucut (cone runtuh)
d. Hancuran geser (homogeneous shear)
e. Hancuran geser dari sudut ke sudut (homogeneous shear corner to corner)
f. Kombinasi belahan aksial dan geser (combination axial dan local shear)
g. Serpihan mengulit bawang dan menekuk (splintery union-leaves and buckling)
Gambar 2.2 Tipe hancuran batuan pada kuat tekan uniaksial
(Kramadibrata, 1991)
1. B. Uji Kuat Tarik Tak Langsung ( Brazilian Test )
Sifat mekanik batuan yang diperoleh dari uji ini adalah kuat tarik batuan (σt).
Ada dua metode yang dapat dipergunakan untuk mengetahui kuat tarik contoh
batuan di laboratorium, yaitu metode kuat tarik langsung dan metode kuat tarik tak
langsung. Metode kuat tarik tak langsung merupakan uji yang paling sering
digunakan. Hal ini disebabkan uji ini lebih mudah dan murah daripada uji kuat tarik
langsung. Salah satu uji kuat tarik tak langsung adalah Brazilian test.
Pada uji brazilian, kuat tarik batuan dapat ditentukan berdasarkan persamaan:
σt= 2.F…………………………………………………………………………………….(2.4)
π.D.L
Keterangan :
σt = Kuat tarik batuan (MPa)
F = Gaya maksimum yang dapat ditahan batuan (KN)
D = Diameter contoh batuan (mm)
L = Tebal batuan (mm)
Gambar 2.3 Uji Brazilian
1. Uji Kecepatan Rambat Gelombang Ultrasonik
Uji kecepatan rambat gelombang ultrasonik dilakukan untuk menentukan cepat
rambat gelombang ultrasonik yang merambat melalui contoh batuan. Pada uji ini,
waktu tempuh gelombang primer yang merambat melalui contoh batuan diukur
dengan menggunakan Portable Unit Non-destructive Digital Indicated Tester
(PUNDIT). Kecepatan rambat gelombang primer ditentukan melalui persamaan 2.5.
Vp= L ………………………………………………………………………………………….(2.5)
tp
Keterangan:
L = panjang contoh batuan yang diuji (m)
Vt= waktu tempuh gelombang ultrasonik primer (detik)
tp = cepat rambat primer atau tekan (m/detik)
Cepat rambat gelombang ultrasonik yang merambat di dalam batuan dipengaruhi
oleh beberapa faktor, yaitu: ukuran butir dan bobot isi, porositas dan kandungan air,
temperature kehadiran bidang lemah.
1.c.i. Ukuran butir dan bobot isi
Batuan yang memiliki ukuran butir halus atau kecil memiliki cepat rambat
gelombang lebih besar daripada batuan dengan ukuran butir kasar atau besar. Hal
ini disebabkan karena batuan berbutir kasar akan memberikan ruang kosong antar
butir lebih besar dibandingkan batuan berbutir halus. Ruang kosong inilah yang
menyebabkan cepat rambat gelombang menurun karena tidak ada media
perambatannya. Sama halnya dengan ukuran butir, batuan berbutir halus memiliki
bobot isi yang lebih padat dibandingkan batuan berbutir kasar. Karena kerapatan
antar butir yang tinggi dan sedikitnya ruang kosong yang dimiliki batuan. Oleh
karena itu, batuan yang memiliki bobot isi tinggi memiliki cepat rambat gelombang
yang tinggi.
1. Porositas dan kandungan air
Porositas merupakan banyaknya rongga dalam suatu batuan terhadap volume
keseluruhan. Jadi semakin tinggi nilai porositas akan menunjukan semakin banyak
rongga atau ruang kosong di dalam batuan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
semakin tinggi porositas maka cepat rambat gelombang akan semakin kecil.
Kandungan air dalam batuan yang cenderung berpori akan merubah kecepatan
rambat gelombang di dalam batuan tersebut. Pada nilai porositas tertentu,
kecepatan rambat gelombang akan bertambah besar karena terjadinya peningkatan
derajat
kejenuhan air. Hal ini terjadi karena kecepatan rambat gelombang di dalam air jauh
lebih besar dari di udara.
2.Temperatur
Kecepatan rambat gelombang ultrasonik juga diperngaruhi. Temperatur tinggi
pada saat pengujian akan menurunkan cepat rambat gelombang yang merambat
melalui contoh batuan.
3. Kehadiran bidang lemah
Bidang lemah yang berada didalam batuan akan mempengaruhi cepat rambat
gelombang ultrasonik. Bidang lemah yang merupakan bidang batas antara dua
permukaan akan menhadirkan ruang kosong berisi udara. Ruang kosong ini akan
memperlambat cepat rambat gelombang ultrasonik. Dengan demikian, kehadiran
bidang lemah akan menurunkan cepat rambat gelombang yang merambat melalui
batuan.
1. Pengujian Point Load ( Point Load Test )
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kekuatan ( strength ) dari percontoh batu
secara tidak langsung dilapangan. Percontoh batuan dapat berbentuk silinder.
Peralatan yang digunakan mudah dibawa-bawa, tidak begitu besar dan cukup
ringan. Pengujian cepat, sehingga dapat diketahui kekuatan datuan dilapangan,
sebelum pengujian dilaboratorium dilakukan.
Dari pengujian ini didapat :
Is = P
D2
Dimana : Is = Point load strength index ( Index Franklin )
P = Beban maksimum sampai percontoh pecah
D = Jarak antara dua konus penekan
Hubungan antara index franklin (Is) dengan kuat tekan (σt) menurut BIENIAWSKI
sebagai berikut:
σc = 18 – 23 Is untuk diameter percontoh = 50 mm. Jika Is = 1 MPa maka index
tersebut tidak lagi mempunyai arti sehingga disarankan untuk menggunakan
pengujian lain dalam penentuan kekuatan ( strength ) batuan.
Uji triaxial
Tujuan utama uji triaksial adalah untuk menentukan kekuatan batuan padakondisi
pembebanan triaksial melalui persamaan kriteria keruntuhan. Kriteria keruntuhan
yang sering digunakan dalam pengolahan data uji triaksial adalah criteria Mohr-
Coulomb. Hasil pengujian triaksial kemudian diplot kedalam kurva Mohr- Coulomb
sehingga dapat ditentukan parameter-parameter kekuatan batuan sebagai berikut:
o Strength envelope (kurva intrinsik)
o Kuat geser (Shear strength)
o Kohesi (C)
o Sudut geser dalam (φ)
Pada pengujian triaksial, contoh batuan dimasukkan kedalam sel triaksial, diberi
tekanan pemampatan (σ3), dan dibebani secara aksial (σ1), sampai runtuh. Pada uji
ini, tegangan menengah dianggap sama dengan tekanan pemampatan (σ3= σ1).
Alat uji triaksial yang digunakan merupakan merujuk pada alat triaksial yang
dikembangkan oleh Von Karman pada tahun 1911 (Gambar 2.4). Di dalam apparatus
ini, tekanan fluida berfungsi sebagai tekanan pemampatan (σ3 ) yang diberikan
kepada contoh batuan. Fluida dialirkan dengan menggunakan pompa hidraulik dan
dijaga agar selalu konstan.
Gambar 2.4 Aparatus uji triaksial Von Karman, 1911 (Patterson, 1978)
Pada mulanya, beban aksial merupakan instrumen utama yang mengendalikan uji
ini. Namun dengan perkembangan teknologi masa kini sudah memungkinkan untuk
mengendalikan uji ini melalui kontrol beban atau deformasi yang dialami contoh
batuan, bahkan dengan menggunakan katup servo, regangan aksial dan tekanan
pori dapat juga diatur besarnya. Untuk penelitian ini, digunakan mesin tekan Control
seri 85060715 CAT C25/B tanpa katup servo.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Uji Triaksial
1. Tekanan pemampatan
Tekanan pemampatan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi dalam uji
triaksial. Besarnya tegangan aksial pada saat contoh batuan runtuh saat pengujian
triaksial selalu lebih besar daripada tegangan aksial saat contoh batuan runtuh pada
pengujian kuat tekan uniaksial. Hal ini disebabkan karena adanya penekanan
(pemampatan) dari arah lateral dari sekeliling contoh batuan pada uji triaksial.
Berbeda pada pengujian kuat tekan uniaksial, tekanan pemampatannya adalah nol
(zero confining pressure), sehingga tegangan aksial batuan lebih kecil. Berdasarkan
penelitian Von Karman (1911) pada batuan marbel Carrara dapat dilihat dengan
adanya tekanan pemampatan pada contoh batuan mengakibatkan kenaikan tekanan
aksial dan bersifat lebih ductile. Gambar 2.5 menunjukkan semakin tingginya
tegangan puncak (peak) jika tekanan pemampatannya semakin besar.
2. Tekanan pori
Dari penelitian Schwartz pada tahun 1964 yang mempelajari tentang tekanan pori
pada uji triaksial terhadap batuan sandstone (lihat Gambar 2.6). Dapat disimpulkan
bahwa naiknya tekanan pori akan menurunkan kekuatan batuan.
Gambar 2.5 Pengaruh tekanan pemampatan terhadap kurva tegangan-
regangan pada batuan Carrara marble oleh Von Karman, 1911
(Vutukuri & Katsuyama, 1994)
Gambar 2.6 Pengaruh tekanan pori terhadap kurva tegangan-regangan
pada batu sandstone oleh Schwartz, 1964 (Vutukuei, Lama & Saluja,
1974)
3. Temperatur
Secara umum, kenaikan temperatur menghasilkan penurunan kuat tekan batuan dan
membuat batuan semakin ductile. Gambar 2.7 menunjukkan kurva tegangan
diferensial (deviatoric stress,
σ3-σ1) – regangan aksial untuk batuan granit pada tekanan pemampatan 500 MPa
dan pada temperatur yang berbeda-beda. Pada temperatur kamar, sifat batuan
adalah brittle, tetapi pada temperatur 800 0C batuan hampir seluruhnya ductile. Efek
temperatur terhadap tegangan diferensial saat runtuh untuk setiap tipe batuan
adalah berbeda. Pada penelitian ini, pengaruh temperature diabaikan.
Gambar 2.7 Pengaruh temperatur terhadap kurva tegangan diferensial-
regangan aksial untuk batuan granit pada tekanan pemampatan 500
MPa oleh Griggs, 1960 (Vutukuri & Katsuyama, 1994)
4. Laju deformasi
Kenaikan laju deformasi secara umum akan menaikkan kuat tekan batuan. Hal ini
terbukti dari penelitian-peneliatian terdahulu. Pada tahun 1961, Serdengecti dan
Boozer melakukan penelitian tentang pengaruh kenaikan laju deformasi pada uji
triaksial. Dari penelitian mereka pada batuan limestone dan gabbro solenhofen,
Gambar 2.8 Pengaruh laju deformasi terhadap kurva kuat tekan-
tekanan pemampatan untuk batuan Westerly granite oleh Logan dan
Handin, 1970 (Vutukuri & Katsuyama, 1994)
4. Bentuk dan Dimensi contoh batuan
Bentuk contoh batuan pengujian triaksial sama seperti uji kuat tekan uniaxial bentuk
silinder.
Semakin bertambahnya ukuran contoh batuan, kemungkinan tiap contoh batuan
dipengaruhi oleh bidang lemah akan semakin besar. Oleh karena itu, semakin besar
contoh batuan yang akan diuji, kekuatan contoh batuan tersebut akan berkurang.
Variasi perbandingan panjang terhadap diameter contoh batuan ( /d) diketahui akan
mempengaruhi kekuatan contoh batuan. Kekuatan contoh batuan akan menurun
seiring dengan menaiknya perbandingan panjang terhadap diameter contoh batuan (
/d). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Mogi pada tahun 1962.
Menurut ISRM (1972) untuk contoh batuan pada uji triaksial dan kuat tekan uniaksial,
perbandingan antara tinggi dan diameter contoh silinder yang umum digunakan
adalah 2 sampai 2,5 dengan area permukaan pembebanan yang datar, halus dan
paralel tegak lurus terhadap sumbu aksis contoh batuan.
5. Tipe Deformasi Batuan pada Uji Triaksial
Secara garis besar tipe deformasi yang terjadi saat contoh batuan runtuh dapat
dibedakan menjadi dua tipe, yaitu brittle fracture dan ductile fracture. Serdengecti
dan Boozer menyebutkan bahwa brittle fracture terjadi pada tekanan pemampatan
yang rendah, temperatur yang rendah dan laju deformasi yang besar. Sebaliknya,
ductile fracture lebih sering terjadi pada tekanan pemampatan yang tinggi,
temperatur yang tinggi dan laju deformasi yang rendah (Vutukuri, Lama & Saluja,
1974).
Griggs & Handin (1960) menjelaskan deformasi makroskopik yang dialami
batuan pada tekanan pemampatan yang tinggi dalam uji triaksial. Mereka mendapati
lima tipe deformasi yang terjadi yang dialami contoh batuan saat diberi tekanan
pemampatan yang tinggi dalam uji triaksial tersebut (lihat Gambar 2.9).
Tipe 1 menunjukkan deformasi brittle yang ditandai oleh bentuk runtuh atau pecah
yang berupa splitting. Splitting dianggap sebagai rekahan yang sejajar terhadap
arah gaya tekan aksial yang mengindikasikan lepasnya ikatan antarbutir dalam
contoh batuan karena tarikan.
Tipe 2 masih menunjukkan deformasi brittle, sudah terlihat adanya deformasi plastis
sebelum contoh batuan runtuh (seiring dengan naiknya tekanan pemampatan).
Belahan yang berbentuk kerucut dengan arah aksial menunjukkan terjadinya
tegangan kompresif, sedangkan belahan kerucut akan memiliki arah lateral ketika
terjadi tegangan tarik.
Tipe 3 sudah mulai menunjukkan transisi dari brittle ke ductile. Penambahan
tekanan pemampatan menyebabkan contoh batuan runtuh in shear. Shear runtuh
terjadi ketika butiran yang terikat berpindah sepanjang bidang geser. Proses ini
terjadi secara perlahan dari tarikan (tension) dan berakhir dengan geseran (shear).
Karena tekanan pemampatan semakin naik, contoh batuan mulai terdeformasi
secara ductile (laju deformasi semakin menurun) dan contoh batuan sudah mulai
bersifat plastis (tipe 4). Apabila tekanan pemampatan dinaikkan kembali, contoh
batuan akan bersifat sangat plastis dan akan sukar untuk mendapatkan kekuatan
puncaknya (tipe 5).
Gambar 2.9 Diagram skematik berbagai tipe deformasi batuan pada
pengujian triaksial oleh Griggs dan Handin, 1960 (Vutukuri &
Katsuyama, 1994)
1. III. PERCOBAAN
1. Prosedur Kerja
A.1. Uji Sifat Fisik Contoh Batuan
ü Tujuan : Untuk Mendapatkan sifat-sifat fisik batuan di laboratorium dengan
peralatan yang tersedia.
ü Cakupan :
o Bobot isi asli ( natural density )
o Bobot isi kering ( dry density )
o Bobot isi jenuh ( saturated density )
o Berat jenis sejati ( apparent specific gravity )
o Berat jenis sejati ( true specific gravity )
o Kadar air asli ( natural water content )
o Kadar air jenuh ( saturated water content )
o Drajad kejenuhan ( degree of saturation )
o Porosity
o Void ratio
ü Peralatan :
o Timbangan
o Oven
o Eksikator dan pompa
o Bak air dan air
ü Langkah Kerja
1. Siapkan contoh batuan yang akan dipreparasi
2. Penimbangan berat contoh batuan: Wn
3. Kemudian contoh batuan dimasukan kedalam eksikator
4. Eksikator dibersihkan kemudian bibir dan tutupnya diolesi vaselin
5. Isi eksikator dengan air hingga penuh dan udara dalam eksikator dihisap dengan
bantuan pompa vakum sampai tidak ada gelembung udara yang keluar dari
contoh batuan
6. Penimbangan berat contoh batuan jenuh: Ww, ( setelah contoh batuan
dijenuhkan dengan air didalam eksikator yang hampa udara selama 24 jam ).
7. Peimbangan berat contoh batuan jenuh tergantung didalam air: ws
8. Penimbangan berat contoh batuan kering: Wo, ( setelah contoh batuan
dikeringkan didalam oven selama 24 jam pada temperature oven 900
A.2. Uji Sifat Dinamik Batuan ( Sonic Velocity Test )
ü Tujuan :
o Untuk mengukur cepat rambat gelombang Ultrasonic pada contoh batuan yang
biasanya dilakukan sebelum uni UCS
o Untuk menentukan modulus elastisitas dinamik (E)
ü Cakupan : Cepat rambat gelombang ultrasonic, modulus elastisitas dinamik (E)
ü Peralatan :
o Portable Unit Non destructive Digital Indicated Tester (PUNDIT)
o Jangka Sorong
o Pasta / Gemuk
Uji Sonic Velocity
ü Langkah Kerja
1. Mempersiapkan alat uji yaitu Portable Unit Non destructive Digital Indicated
Tester (PUNDIT)
2. Lakukan pengoreksian / kalibrasi waktu perambatan pada PUNDIT
1. Lumasi permukaan dan bawah material kalibrasi agar seluruh permukaan
mengalami kontak yang merata dengan transduser
2. Tempatkan material yang sudah diketahui perambatan gelombang
primernya diantara transduser
3. Mengukur waktu perambatan gelombang primer contoh batuan.
Lumasi permukaan atas dan bawah contoh batuan agar seluruh permukaan
mengalami kontak yang merata dengan transdufer
1. Tempatkan contoh batuan dengan transdufer
2. Berikan beban rendah pada transdufer penerima
3. Hidupkan PUNDIT dan catat waktu perambatan gelombang primer pada display
(µsec)
A.3. Uji Kuat Tekan ( Unconfined Compressive Strength / UCS Test)
ü Tujuan : Untuk menentukan Unconfined Compressive Strength (UCS), Young’s
Modulus, dan Poisson Ratio
ü Cakupan : Nilai UCS, Young’s Modulus, dan Poisson Ratio
ü Peralatan :
o Mesin tekan ”Controls”
o Dial Gauge
o Jangka Sorong
o Stopwatch
ü Langkah Kerja
1. Gunakan safety glasses dan safety shoes.
2. Siapkan formulir data jika pengambilan data dilakukan secara manual.
3. Contoh uji harus memenuhi syarat L/D = 2.
4. Lakukan persiapan alat mesin tekan, letakkan contoh batuan dipusat antara plat
atas dan plat bawah mesin tekan. Contoh batuan diletakkan dengan permukaan
bawah menempel pada plat bawah.
5. Pada mesin tekan dipasang tiga buah dial gauge untuk mengukur deformasi
aksial, lateral 1, dan lateral 2.
6. Pompa dihidupkan, sehingga oli yang bertekanan tinggi akan masuk kedalam
silinder. Piston dalam silinder bergerak kebawah sampai permukaan contoh
batuan menyentuh plat tekan bagian atas. Karena kedua permukaan contoh
batuan telah menyentuh plat tekan menyebabkan kenaikan piston terhambat
sehingga gaya didalam contoh batuan meningkat. Besarnya gaya yang ada di
dalam contoh batuan ini ditransmisikan ke system alat pengukur gaya. Matikan
pompa.
7. Atur jarum penunjuk pada ketiga dial gauge pada posisi nol
8. hidupkan kembali pompa dan mulai lakukan pembacaan gaya setiap interval 2
kN hingga terjadi failure dan dicatat proses pembebanan deformasi aksial dan
lateralnya.
9. Alat pengukur gaya terdiri dari dua buah jarum penunjuk yaitu jarum hitam dan
jarum merah. Jarum hitam menunjukkan gaya di dalam contoh batuan,
sedangkan jarum merah di gerakkan oleh jarum hitam. Bila contoh batuan
hancur (failure) gaya di dalam contoh batuan berkurang, jarum hitam akan
bergerak kembali ke nol dan jarum merah tertinggal pada skala terakhir yang
ditunjukkan jarum hitam. Maka gaya maksimum yang mampu ditahan oleh
contoh batuan akan ditunjukkan oleh jarum merah.
10. Matikan motor dan catat juga lamanya waktu percobaan. Lakukan cara yang
sam untuk contoh batuan yang lain.
F
Plat tekan
Dial gauge pengukuran lateral
Dial gauge pengukuran aksial
Sample batuan
F
Uji Kuat Tekan
A.4. Uji Kuat Tarik Tak Langsung (Brazilian Test)
ü Tujuan : Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kuat tarik (tensile strength)
dari percontoh batu berbentuk silinder secara tak langsung.
ü Cakupan : Mengetahui nilai kuat tarik (tensile strength) tak langsung dari
batu yang di uji.
ü Peralatan :
o Mesin Tekan ” Controls”
o Dial Gauge
o Jangka Sorong
o Stop Watch
P
2R
H
ü Langkah Kerja
1. Gunakan safety glasses dan safety shoes
2. Siapkan formulir data jika pengambilan data dilakukan secara manual
3. siapkan contoh batuan dengan ukuran dimensi panjang = setengah kali
diameter
( L = ½ D )
1. Lakukan persiapan mesin tekan. Letakkan contoh batuan dipusat antara plat
atas dan plat bawah mesin tekan, dengan dinding silinder menempel pada plat
atas dan plat bawah dengan terlebih dahulu dilapisi kertas karbon untuk
pembacaan sudut
2. Pasang dial gauge untuk mengukur deformasi aksial
3. Hidupkan mesin tekan sehingga contoh batuan menyentuh plat tekan bagian
atas
4. Lakukan pembacaan penambahan gaya setiap interval 1 kN atau 2 kN
Dan catat proses pembebanan deformasi aksial sampai contoh batuan pecah dan
jarum hitam akan bergerak kembali ke nol.
A.5. Uji Kuat Geser ( Direct Shear Test)
ü Tujuan : Untuk mengetahui kuat geser batuan, harga kohesi dan sudut geser
dalam baik puncak (peak), semu ( apparent) atau sisa dari batuan pada tegangan
normal tertentu.
ü Cakupan :
o Garis coulomb’s shear strength
o Kohesi (C)
o Sudut Geser Dalam (ө)
o Kuat Geser (Mpa)
ü Peralatan :
o Direct Shear Box Apparatur Test
o Jangka Sorong
o Stop watch
F normal
F geser
F geser
Uji Geser Langsung
ü Langkah Kerja :
1. Gunakan safety glasses dan safety shoes
2. Contoh batuan diletakkan dalamsuatu cetakan beton dengan perbandingan
tertentu sehingga merupakan suatu kesatuan dengan beton tersebut.
3. Letakkan contoh batuan yang telah berada dalam cetakan beton ke dalam
alat shear box.
4. Pasang dial gauge untuk mrngukur perpindahan pada arah pergeseran. Atur
pada posisi nol.
5. Berikan gaya normal menggunakan bandul dengan berat tertentu.
6. Berikan gaya gaser dengan besar tertentu menggunakan mesin direct shear
otomatis.
7. Lakukan pembacaan pertambanhangaya setiap interval deformasi sebesar 0,5
mm. Lakukan tegangan geser mencapai puncak (kondisi residual).
8. Setelah contoh patah, berikan gaya yang berlawanan arah dengan gaya yang
sebelumnya sampai tegangan gesernya mencapai puncak (kondisi residual).
9. Selama pemberian gaya, lakukan pula pembacaan gaya setiap interval
deformasi sebesar atau 0,5 mm.
A.6. Uji Point Load
ü Tujuan : Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kekuatan dari sample batuan
secara tidak langsung di lapangan. Sample batuan ini berbentuk silinder atau tidak
beraturan.
ü Cakupan : Mencari nilai Point Load Index / Indeks Franklin (Is)
ü Peralatan
o Point Load Tester
o Jangka Sorong
P P
D
P P
ü Langkah Kerja
1. Gunakan safety glasses dan safety shoes
2. Contoh batuan yang disarankan untuk pengujian ini adalah berbentuk silinder
dengan diameter = 50 mm.
3. Tempatkan contoh batuan di antara konus penekan.
4. Atur kedua konus dengan menggunakan pompa hidrolik sampai contoh batuan
dalam keadaan terjepit oleh kedua konus penekan.
5. Kalibrasi alat pengukur beban dalam keadaan nol, kemudian set dalam
keadaan peak
6. Ukur jarak antara kedua konus penekan sebelum pengujian.
7. Tambah tekanan kedua konus pada contoh batuan secara konstan sampai
batuanfailure.
8. Catat beban maksimum saat contoh batuan failure dan ukur jarak antar kedua
konus penekan setalah pengujian.
A.7. Uji Triaksial
ü Tujuan
Dari hasil pengujian triaksial dapat di buat kurva Mohr Coulomb sehingga dapat
ditemukan :
o Strength Envelope (kurva instrinsik)
o Kuat Geser (Shear Strength)
o Sudut Geser Dalam (ө)
o Kohesi (C)
ü Cakupan :
o Kurva Mohr Coulomb
o Strength Envelope
o Kuat Geser
o Sudut Geser Dalam
o Kohesi
ü Peralatan
o Mesin Tombol ”Controls”
o Sex Triaksial
o Dial Gauge
o Jangka Sorong
o Stop watch
o Karet Ban
Oli
Karet
Sampel
Mekanisme Sel Triaksial
ü Langkah Kerja
1. Gunakan safety glasses dan safety shoes.
2. Contoh batuan yang digunakan berdimensi panjang = dua kali diameter.
3. Contoh batuan dimasukkan ke dalam selubung karet kemudian ditutup kedua
ujungnya dengan menggunakan plat, kemudian diletakkan kedalam sel triaksial
dan ditutup. Didalam sel triaksial ini akan dipompakan oli bertekanan dari
pompa hidrolik untuk memberikan tekanan pengukungan.
4. Letakkan sel triaksial yang berisi contoh batuan di pusat antara plat atas dan
plat bawah mesin tekan. Contoh batuan diletakkan dengan permukaan bawah
menempel pada plat bawah.
5. Pada alat mesin tekan dipasang dial gauge untuk mengukur deformasi aksial.
6. Hidupkan mesin tekan sehingga sel triaksial menyentuh plat tekan bagian atas.
Matikan mesin.
7. Atur jarum penunjuk dial gauge pada posisi nol.
8. Oli dipompakan ke dalam sel triaksial dengan menggunakan pompa hidrolik
sampai pada tekanan tertentu (tekanan pengukungan 1 = x1). Pada saat
bersamaan, hidupkan kembali mesin tekan dan mulai lakukan pembacaan gaya
setiap interval tertentu (2 kN atau 1 kn) hingga terjadi failure.
9. Catat deformasi aksial pada setiap pembacaan gaya selama proses
pembebanan.
10. Bila contoh batuan hancur (failure) yang ditunjukkan oleh jarum hitam yang
bergerak kembali ke nol, matikan motor dan catat juga lamanya waktu percobaan.
11. Lakukan prosedur yang sama untuk contoh batuan ke-2 dan ke-3, tetapi dengan
pengukungan yang berbeda ( x2 dan x3)