materi kuliah hukum ps

Download Materi Kuliah Hukum PS

If you can't read please download the document

Upload: hamdan-yuafi

Post on 28-Dec-2015

5 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

MateriMateri KuliahMateri Kuliah HukumMateri Kuliah Hukum PS

TRANSCRIPT

No

UU DAN PERATURAN TERKAIT PERBANKAN SYARIAH

DI INDONESIA

A. Hierarki Peraturan Terkait Perbankan Syariah

Di Indonesia, sistem perundang-undangan yang terkait dengan hierarki perundang-undangan sejak kemerdekaan sampai sekarang mengalami beberapa perubahan. Perubahan hierarki tata perundang-undangan ini terjadi seiring dengan perubahan paradigma politik hukum yang berkembang dari waktu ke waktu. Berdasarkan UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan hierarkinya adalah sebagai berikut:

1). UUD 1945

2). Ketetapan MPR

3). UU/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang

4). Peraturan Pemerintah

5).Peraturan Presiden

6). Perda Provinsi

7). Perda Kabupaten/Kota.

Terkait dengan urgensi Perbankan Syariah berikut penjelasan mengenai hierarki peraturan yang terkait dengan Perbankan Syariah di Indonesia:

1. Perbankan Syariah dalam UUD 1945

Dari sisi kostitusi UUD 1945 Perbankan Syariah sudah mendapatkan tempat dalam Pembukaan UUD bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa. Ini berarti aspirasi masyarakat yang berbasiskan Ketuhanan Yang Maha Esa harus diakomodasikan dalam kehidupan berbangsa. Dalam Pasal 33 ayat (4) UUD disebutkan bahwa :Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar asas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.Dan institusi ekonomi yang paling tepat untuk menerjemahkan hal diatas adalah Perbankan Syariah. Dalam Pasal 29 ayat (2) UUD juga menjelaskan tentang jaminan kemerdekaan bagi setiap penduduk untuk memeluk dan beribadah menurut agamanya masing-masing. Sedangkan dalam pandangan islam ibadah tidak hanya mencakup hubungan manusia dengan Allah (mahdhah), tetapi juga meliputi hubungan sesama manusia (muamalah).

2. Perbankan Syariah dalam UU

Undang-Undang No. 14 Tahun 1967 tentang pokok-pokok Perbankan merupakan undang-undang perbankan pertama yang dibuat oleh pemerintah RI pasca kemerdekaan. Sedangkan keberadaan sistem bagi hasil dalam kegiatan operasional perbankan di Indonesia untuk pertama kali diadopsi secara formal melalui pemberlakuan UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan terutama terdapat dalam Pasal 1 ayat 12, Pasal 6 huruf m dan Pasal 13 huruf c yang secara garis besar hanya memberikan indikasi mengenai kemungkinan suatu bank memberikan fasilitas perbankan berdasarkan bagi hasil. Sehingga UU No.7 Tahun 1992 tentang perbankan tersebut dinilai belum memberikan landasan hukum yang kuat terhadap perkembangan perbankan syariah di Indonesia, mengingat belum ada ketegasan pemberlakuan prinsop syariah.

Karena itu, melalui lembaran negara RI Nomor 182 tanggal 10 November 1998 disahkan UU No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan. Dalam undang- undang ini ketentuan tentang perbankan syariah dinyatakan secara lebih tegas seperti terlihat pada Pasal 1 angka 3 dan 4 bahwa (3) Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran; (4) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Selanjutnya prinsip-prinsip syariah dijelaskan dalam Pasal 13 UU No. 10 Tahun 1998. Namun kelemahan undang-undang ini dalam perspektif Perbankan Syariah adalah UU ini mengatur ketentuan untuk semua bank, baik bank konvensional maupun Bank Syariah sebagaimana terlihat dari pendefinisian BU dan BPRS tadi. UU ini dianggap telah merancukan batasan antara bank konvensinal dengan Bank Syariah yang sekan- akan ketentuan tentang BU dan BPR dapat pula mengatur Perbankan Syariah.

Setelah mengalami perjalanan yang panjang, Undang-Undang No.21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah disahkan pada tanggal 16 Juli 2008 dengan terdiri dari 13 bab dan 70 pasal. Secara garis besar UU ini memberikan kepastian hukum Bank Syariah di Indonesia, penyebutan kata syariah memberikan identitas yang jelas bagi Bank Syariah dan bertanggung jawab terhadap syariah (shariah complience), Bank Syariah menjalankan fungsi sosial dan juga menyebutkan dukungan terhadap konversi dan perubahan bank konvensional menjadi Bank Syariah dan tidak sebaliknya.

3. Perbankan Syariah dalam Peraturan Pemerintah (PP)

Terdapat empat Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang Perbankan Syariah. Pertama, PP No. 70 Tahun 1992 tentang Bank Umum dan perubahan-perubahannya. Hal penting dari PP ini berkaitan dengan Bank Syariah, sebagaimana tertera dalam Pasal 2 PP No. 38 Tahun 1998 tentang Perubahan atas PP No. 70 Tahun 1992 adalah tentang modal disetor utuk mendirikan Bank Umum dan Bank Campuran yang sekurang-kurangnya sebesar Rp. 3 triliun. Kedua, PP No.71 Tahun 1992 tentang BPR yang dalam penjelasannya disebutkan bahwa BPR yang berdasarkan prinsip bagi hasil adalah bank sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan tentang bank berdasarkan prinsip bagi hasil. Ketiga, PP No.72 Tahun 1992 tentang Bank berdasarkan prinsip bagi hasil disebutkan bahwa bank yang melaksanakan prinsip bagi hasil harus memperhatikan prinsip-prinsip syariah, harus adanya DPS dan larangan melakukan kegiatan usaha yang bertentangan dengan prinsip bagi hasil. Keempat, PP No. 30 Tahun 1999 tentang pencabutan tiga PP diatas dikarenakan pemberlakuan UU No. 10 Tahun 1998 maka ketentuan pelaksanaan Bank Umum dan BPR yang melaksanakan prinsip bagi hasil menjadi wewenang BI bukan Pemerintah. Sehingga regulasinya tidak lagi diatur PP melainkan oleh PBI dan yang berwenang melakukan pembinaan dan pengawasan berpindah dari pemerintah melalui Departemen Keuangan ke Bank Indonesia.

Selain itu, muncul PP no 39 tahun 2005 tentang Penjaminan Berdasarkan Syariah. PP ini merupakan pelaksanaan dari Pasal 96 UU No 24 tahun 2004 tentang LPS, yang mengatur mengenai penjaminan simpanan nasabah bank berdasarkan prinsip syariah. Pokok-pokok yang diatur dalam PP ini meliputi:

LPS menjamin simpanan nasabah dari bank berdasarkan prinsip syariah, baik bank umum dan bank prekreditan rakyat yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, maupun Unit Usaha Syariah (UUS) dari bank konvensional, sesuai dengan ketentuan dalam UU No. 24 Tahun 2004 tentang LPS.Simpanan nasabah berdasarkan prinsip syariah yang dijamin oleh LPS berbentuk: Giro berdasarkan prinsip Wadiah;Tabungan berdasarkan prinsip Wadiah;Tabungan berdasarkan prinsip mudharabah muthlaqah atau prinsip mudharabah muqayyadah yang risikonya ditanggung oleh bank;Deposito berdasarkan prinsip mudharabah muthlaqah atau prinsip mudharabah muqayyadah yang risikonya ditanggung oleh bank; dan/atauSimpanan berdasarkan prinsip syariah lainnya yang ditetapkan oleh LPS setelah mendapat pertimbangan Lembaga Pengawas Perbankan.

4. Perbankan Syariah Dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI)

Peraturan Bank Indonesia (PBI) adalah peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia untuk mengawasi dan membina semua bank yang berbadan hukum Indonesia atau beroperasi di Indonesia. Karena PBI tidak termasuk dalam salah satu hierarki hukum nasional, maka PBI tidak dapat berdiri sendiri. Melainkan harus merujuk atau melaksanakan perintah dari salah satu hierarki hukum tersebut.

Dalam UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah terdapat banyak pasal yang memerintahkan tentang keberadaan PBI. Setidaknya terdapat 21 ketentuan dalam UU tersebut memerintahkan pengaturan lebih lanjut hal tertentu dalam PBI. Berikut ini adalah Peraturan Bank Indonesia Tentang Bank Syariah Tahun 2000 s/d 2011

Peraturan Bank Indonesia No. 2/7/PBI 2000 tentang Giro Wajib Minimun dalam Rupiah dan Valuta Asing Bagi Bank Umum yang Melakukan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah. Ringkasan:Bank Devisa Adalah Bank yang memperoleh surat penunjukan dari bank Indonesia untuk dapat melakukan kegiatan usaha perbankan dalam valuta asing dan atau melakukan transaksi perbankan dengan pihak-pihak luar negeri.Giro wajib minimum (statutory reserve) adalah simpanan minimum bank dalam bentuk giro pada bank Indonesia yang besarnya ditetapkan oleh bank Indonesia.Giro wajib minimun dalam rupiah ditetapkan sebesar 5% dari DPK bank dalam rupiah.Giro wajib minimun dalam rupiah ditetapkan sebesar 3% dari DPK bank dalam valuta asing.Peraturan Bank Indonesia No. 2/8/PBI/2000 tentang Pasar Uang Antar Bank Berdasarkan Prinsip Syariah Ringkasan:Pasar uang antar bank berdasarkan prinsip syariah, yang untuk selanjutnya disebut PUAS, adalah kegiatan investasi jangka pendek dalam rupiah antar peserta pasar berdasarkan prinsip mudharabah.Sertifikat investasi mudharabah antar bank yang selanjutnya disebut Sertifikat IMA adalah sertifikat yang digunakan sebagai sarana untuk mendapatkan dana dengan prinsip mudharabah.Peraturan Bank Indonesia No. 2/9/PBI/2000 Tentang Sertifikat Wadiah Bank Indonesia. Ringkasan:Sertifikat Wadiah Bank Indonesia(SWBI) adakah sertifikat yang diterbitkan BI sebagai bukti penitipan dana berjangka pendek dengan prinsip wadiah.Jumlah dana yang dititipkan sekurang-kurangnya Rp.500.000.000,00 dan penitipan dana diatas Rp.500.000.000,00 hanya dapat dilakukan dalam kelipatan Rp.50.000.000,00.Jangka waktu penitipan dana ditetapkan satu minggu, 2 minggu, satu bulan yang dinyatakan dalam hari.BI dapat memberikan bonus atas penitipan dana.Peraturan Bank Indonesia No. 4/1/PBI/2002 tentang Perubahan Kegiatan Usaha Bank Umum Konvensional Menjadi Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah dan Pembukaan Kantor Bank Berdasarkan Prinsip Syariah oleh Bank Umum Konvensional. Ringkasan:Izin perubahan adalah dari dewan gubenur bank Indonesia.Pemberiaan izin dilakukan melalui dua tahap yaitu: persetujuan prinsip dan izin perubahan usaha.Menjelaskan tentang pembukaan kantor cabang syariah, pembukaan kantor dibawah kantor cabang syariah dan kegiatan kas diluar kantor bank didalam negeri, pemindahan alamat kantor, serta peningkatan dan penurunan status kantor.Peraturan Bank Indonesia No. 5/3/PBI/2003 tentang Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek Bagi Bank Syariah. Ringkasan:Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek bagi bank syariah yang kemudian disebut FPJPS adalah fasilitas pembiayaan dari bank Indonesia kepada bank syariah yang hanya dapat digunakan untuk mengatasi kesulitan jangka pendek.Kesulitan pendanaan jangka pendek adalah keadaan yang dialami oleh bank syariah yang disebabkan oleh terjadinya arus dana masuk lebih kecil dibanding dengan dana yang keluar.Bank syariah yang dapat mengajukan FPJPS adalah bank yang memenuhi kriteria tingkat kesehatan bank dalam tiga bulan terakhir.BI memperoleh imbalan atas setiap FJPS yang diterima oleh bank syariah.Peraturan Bank Indonesia No. 5/3/PBI/2003 tentang Kualitas Aktiva Produktif Bagi Bank Syariah. Ringkasan:Aktiva produktif adalah penanam dana bank syariah baik piutang, qard, surat berharga syariah, penempatan, penyertaan modal sementara, komiten, kontijengsi pada transaksi rekening administrative serta SWBIKualitas aktiva produktif dalam bentuk pembiayaan, piutang, dan atau qard dinilai berdasarkan: prospek usaha, kondisi keuangan dengan penekanan arus kas nasabah, kemampuaan membayar.Kualitas pembiayaan dutetapkan menjadi empat yaitu: lancar, kurang lancar, diragukan, macet.Kualitas piutang dan qard ditetakan menjadi lima golongan yaitu: lancar, dalam perhatiaan khusus, kurang lancar, diragukan dan macet.Kualitas aktiva produktif wajib dinilai secara bulanan.Peraturan Bank Indonesia No. 5/9/PBI/2003 tentang : Penyisihan Penghapusan Akiva Produktif Bagi Bank Syariah. Ringkasan:Penyisihan penghapusan aktiva produktif adalah cadangan yang harus dibentuk sebesar presentase tertentu dari baki debet berdasarkan penggolongan aktiva produktif sebagaimana ditetapkan oledh peraturan bank Indonesia.Bank syariah wajib membentuk penyisihan penghapusan aktiva poduktif berupa cadangan umum dan cadangan khusus guna menutup resiko kerugiaan.Cadangan PPAP sekurang-kurangnya ditetapkan sebesar:1% untuk aktiva produktif yang tergolong lancar.5% dari aktiva produktif yang digolongkan dalam perhatiaan khusus.15% dari aktiva produktif yang digolongkan kurang lancar setelah dikurangi nilai agunan.50% dari aktiva produktif yang digolongkan diragukan setelah dikurangi nilai agunan.100% dari aktiva produktif yang digolongkan macet setelah dikurangi nilai agunan. Peraturan Bank Indonesia Nomor :6/24/Pbi/2004 tentang Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah. Ringkasan: Bank umum adalah bank yang melaksanakan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatanya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaranPrinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha atau kegiatan lainya dan dinyatakan sesuai dengan syariahBentuk hukum suatu bank dapat berupa perseroan terbatas,koperasi atau perusahaan daerahMenjelaskan tentang DSN,DPS,Komisaris,pejabat eksekutif dan pemegang saham pengendaliMenjelaskan tentang perijinan, kepemilikan dan perubahan modal bank, kegiatan usaha, pembukaan kantor bank, peningkatan dan penurunan status kantor bank, pemindahan alamat kantor bank, perubahan nama dan bentuk badan hukum, serta penutupan kantor bank.Peraturan Bank Indonesia Nomor: 7/35/Pbi/2005 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor :6/24/Pbi/2004 Tentang Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah. Ringkasan: Modal disetor untuk mendirikan bank ditetapkan sekurang-kurangya sebesar Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah)

Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/46/Pbi/2005 tentang Akad Penghimpunan Dan Penyaluran Dana Bagi Bank Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah. Ringkasan: Akad adalah perjanjian tertulis yang memuat ijab (penawaran) dan qabul (penerimaan) antar bank dengan pihak lain yang berisi hak dan kewajiban masig-masing pihak sesuai dengan prinsip syariahAkad diantaranya yaitu wadiah, mudharabah, musyarakah, murabahah, salam, istishna, ijarah dan qardh.Menjelaskan tentang persyaratan kegiatan penghimpunan dana dalam bentuk giro atau tabungan berdasarkan wadiah, penghimpunan dana dalam bentuk giro berdasarkan mudharabah, penghimpunan dana dalam bentuk tabungan atau deposito berdasarkan mudharabah.Menjelaskan persyratan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan mudharabah, mudharabah muqoyyadah, musyarakah, murabahah, salam, istishna, ijarah, ijarah muntahiya bitamlik, dan qardh.Menjelaskan tentang ketentuan ganti rugi atau tawidh dalam pembiayaan serta peyelesaian sengketa bank dan nasabah.

Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/3/Pbi/2006 tentang Perubahan Kegiatan Usaha Bank Umum Konvensional Menjadi Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah Dan Pembukaan Kantor Bank Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah Oleh Bank Umum Konvensional. Ringkasan:Menjelaskan tentang Ketentuan Umum BankMejelaskan tentang pembukaan kantor yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah oleh bank, misalnya : Unit Usaha Syariah, Dewan Pengawas Syariah dan pembukaan kantor cabang syariah pertama kali.Menjelaskan tentang Ketentuan PeralihanMenjelaskan tentang saksi-saksi.Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/Pbi/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum. Ringkasan: Menjelaskan tentang pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank umum gubernur bank Indonesia.Menjelaskan tentang Dewan Komisaris jumlah, komposisi, criteria dan independensi Dewan KomisarisMenjelaskan tentang Direksi, tugas dan tanggung jawab, rapat, aspek transparasi direksiMenjelaskan tentang Struktur dan Keanggotaan, jabatan rangkap, tugas dan tanggung jawab, dan rapat KomiteMenjelaskan tentang Fungsi kepatuhan, Audit Intern dan Audit EksternMenjelaskan tentang penerapan manajemen risiko, penyediaan dana kepada pihak terkait dan penyediaan dana besarMenjelaskan tentang Rencana Strategis Bank, Aspek Transparasi Kondisi Bank, Laporan dan Penilaian pelaksanaan Good Corporate GovernanceMenjelaskan tentang pelakasanaan Good Corporate Governance pada kantor cabang bank asing.Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/Pbi/2006 Tentang Mediasi Perbankan Gubernur Bank Indonesia. Ringkasan: Menjelaskan tentang mediasi perbankan Menjelaskan tentang proses beracara pada mediasi perbankan. Peraturan Bank Indonesia No. 9/19/PBI/2007 Pelaksanaan Prinsip Syariah Dalam Kegiatan Penghimpunan Dana Dan Penyaluran Dana Serta Pelayanan Jasa Bank Syariah. Ringkasan:Dalam melaksanakan kegiatan penghimpunan dana, penyaluran dana dan pelayanan jasa, Bank syariah (Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah) wajib memenuhi Prinsip Syariah. Pemenuhan Prinsip Syariah dilaksanakan dengan memenuhi ketentuan hukum Islam antara lain prinsip keadilan dan keseimbangan ('adl wa tawazun), kemaslahatan (maslahah), dan universalisme (alamiyah) serta tidak mengandung gharar, maysir, riba, dzalim, riswah, dan objek haram. Pemenuhan Prinsip Syariah dilakukan baik dalam kegiatan penghimpunan dana yaitu dengan mempergunakan antara lain Akad Wadi'ah dan Mudharabah, penyaluran dana / pembiayaan yaitu dengan mempergunakan antara lain Akad Mudharabah, Musyarakah, Murabahah, Salam, Istishna', Ijarah, Ijarah Muntahiya Bittamlik dan Qardh, maupun pelayanan jasa yaitu dengan mempergunakan antara lain Akad Kafalah, Hawalah dan Sharf. Penyelesaian sengketa antara Bank dengan Nasabah dapat dilakukan antara lain melalui musyawarah, mediasi perbankan, arbitrase syariah atau lembaga peradilan. Ketentuan lebih lanjut tentang pelaksanaan Peraturan Bank Indonesia ini akan diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia.

Peraturan Bank Indonesia No. 9/6/PBI/2007 Perubahan Kedua Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum Konvensional Menjadi Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah dan Pembukaan Kantor Bank Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah oleh Bank Umum Konvensional. Ringkasan: Dalam rangka mendorong pergerakan sektor riil, diperlukan peran yang lebih besar dari perbankan melalui pembiayaan kepada dunia usaha. Sehubungan dengan itu, dalam rangka memfasilitasi percepatan pembiayaan, diperlukan beberapa perubahan terhadap pengaturan penilaian kualitas aktiva bank umum dengan tetap memperhatikan faktor penerapan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko pada bank. Bank wajib menetapkan uniform classification system (UCS) terhadap Aktiva Produktif yang: diberikan kepada 1 debitur atau 1 proyek yang sama dengan jumlah lebih dari Rp10 milyar; diberikan kepada 1 debitur atau 1 proyek yang sama dengan jumlah lebih dari Rp500 juta sampai dengan Rp10 milyar, yang merupakan 50 debitur terbesar Bank. diberikan berdasarkan perjanjian pembiayaan bersama Bank dapat tidak menetapkan UCS apabila: debitur memiliki beberapa proyek yang berbeda; dan terdapat pemisahan yang tegas antara arus kas (cash flow) dari masing-masing proyek. Keringanan penetapan kualitas Penempatan berupa Kredit kepada BPR dalam rangka Linkage Program dengan pola executing, khususnya untuk kualitas Kurang Lancar dan Macet, yaitu dinilai Kurang Lancar apabila terdapat tunggakan pembayaran pokok dan atau bunga sampai dengan 30 hari dan Macet apabila terdapat tunggakan pembayaran pokok dan atau bunga lebih dari 30 hari. Penetapan kualitas berdasarkan ketepatan pembayaran pokok dan bunga, yaitu untuk: Kredit dan penyediaan dana lain dengan jumlah kurang dari atau sama dengan Rp500 juta. Kredit dan penyediaan dana lain kepada Usaha Kecil dan Menengah (UKM)Penilaian kualitas berdasarkan ketepatan pembayaran pokok dan bunga tidak diberlakukan untuk Kredit dan penyediaan dana lain dengan jumlah lebih dari Rp500 juta yang merupakan: Kredit yang direstrukturisasi; dan atau penyediaan dana kepada 50 debitur terbesar Bank. Penambahan jenis agunan yang dapat menjadi pengurang Penyisihan Penghapusan Aktiva (PPA) dengan: mesin yang merupakan satu kesatuan dengan tanah dan diikat dengan hak tanggungan; dan resi gudang yang diikat dengan hak jaminan atas resi gudang. Nilai yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang PPA pada tambahan jenis agunan sebagaimana tersebut di atas adalah tetap sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yaitu sesuai dengan jangka waktu dilakukannya penilaian terakhir

Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/9/PBI/2007 Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/21/PBI/2006 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah. RingkasanPenilaian kualitas penyediaan dana untuk nasabah berdasarkan 1 (satu) pilar yaitu kemampuan membayar diperluas menjadi kepada nasabah usaha kecil dan menengah (UKM) sampai dengan jumlah tertentu dengan ketentuan:

Penyediaan dana sampai dengan Rp20 milyar bagi bank umum syariah memiliki:

Predikat penilaian kecukupan sistem pengendalian risiko agregat credit risk sangat memadai (strong);Penilaian tingkat kesehatan Cukup Sehat atau memiliki Peringkat Komposit 3 ; danKPMM minimal 8%

Penyediaan dana sampai dengan Rp10 milyar bagi bank umum syariah memiliki:

predikat penilaian kecukupan sistem pengendalian risiko agregat credit risk dapat diandalkan (acceptable);penilaian tingkat kesehatan Cukup Sehat atau memiliki Peringkat Komposit 3; dan KPMM minimal 8% Batasan Penyediaan dana sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b tersebut tidak berlaku untuk:Nasabah yang termasuk 50 debitur terbesar bank, danPenyediaan dana/Pembiayaan yang di-restrukturisasi.Bagi Unit Usaha Syariah (UUS), batasan jumlah penyediaan dana (treshold) yang mempergunakan 1 (satu) pilar yaitu kemampuan membayar mengacu kepada hasil penilaian kecukupan sistem pengendalian risiko agregat credit risk dari hasil penilaian UUS-nya, sedangkan untuk hasil penilaian tingkat kesehatan dan KPMM berdasarkan hasil penilaian bank konvensional induknya. Batasan jumlah penyediaan dana yang diperbolehkan mempergunakan 1 (satu) pilar di UUS berlaku sepanjang nasabah tersebut bukan termasuk 50 nasabah terbesar UUS dan tidak termasuk pembiayaan yang direstrukturisasi.Agunan yang diperhitungkan sebagai pengurang dalam pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva (PPA) diperluas selain seperti pada ketentuan yang sudah berlaku, ditambah dengan:Mesin yang melekat dengan tanah dan bangunan yang diikat dengan hak tanggungan;Resi gudang yang sesuai dengan UU No.9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang.Dalam rangka mendorong penyaluran pembiayaan kepada nasabah UKM melalui BPRS, maka terdapat pelonggaran ketentuan untuk kriteria penilaian kualitas penempatan dalam rangka Linkage Program pada BPRS khususnya untuk kriteria Kurang Lancar dan Macet, yaitu :Yang semula dinilai Kurang Lancar apabila terdapat tunggakan angsuran s.d 5 (lima) hari kerja diubah menjadi s.d 30 (tiga puluh) hari; dan Yang semula dinilai Macet apabila terdapat tunggakan pembayaran angsuran lebih lebih dari 5 (lima) hari kerja diubah menjadi lebih dari 30 (tiga puluh) hari.

Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/16/PBI/2008 - Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/19/PBI/2007 tentang: Pelaksanaan Prinsip Syariah Dalam Kegiatan Penghimpunan Dana Dan Penyaluran Dana Serta Pelayanan Jasa Bank Syariah. Ringkasan : Dalam rangka mendorong pertumbuhan dan perkembangan industri perbankan syariah yang berkelanjutan maka diperlukan satu pemahaman yang sama dari seluruh stakeholder mengenai keberadaan, bentuk kegiatan usaha dan operasional perbankan syariah. Dalam melaksanakan jasa perbankan melalui kegiatan penghimpunan dana, penyaluran dana dan pelayanan jasa Bank wajib memenuhi Prinsip Syariah. Pemenuhan Prinsip Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan memenuhi ketentuan pokok hukum Islam antara lain prinsip keadilan dan keseimbangan (adl wa tawazun), kemaslahatan (maslahah), dan universalisme (alamiyah) serta tidak mengandung gharar, maysir, riba, zalim dan objek haram. Peraturan Bank Indonesia No. 10/17/PBI/2008 tentang: Produk Bank Syariah Dan Unit Usaha Syariah. Ringkasan : Adanya pendefinisian dari Produk Bank dan Produk Non Bank. Kewajiban Bank untuk menyampaikan laporan kepada Bank Indonesia atas pengeluaran Produk Bank baru yang memenuhi kriteria tertentu yaitu memiliki karakteristik sebagaimana dimaksud dalam Buku Kodifikasi Produk Perbankan Syariah, paling lambat 30 (tiga puluh hari) sebelum Produk Bank baru dikeluarkan. Kewajiban Bank untuk memperoleh persetujuan Bank Indonesia dalam hal Produk Bank baru yang akan dikeluarkan tidak termasuk dalam Buku Kodifikasi Produk Perbankan Syariah. Bank wajib memberikan penjelasan (termasuk melakukan presentasi) atas Produk Bank baru yang wajib mendapatkan persetujuan Bank Indonesia. Sedangkan terhadap produk, sbb : (1) Produk baru yang wajib dilaporkan, (2) Produk Bank yang telah dikeluarkan dan (3) Produk Non Bank, Bank Indonesia dapat meminta Bank untuk melakukan penjelasan (termasuk presentasi). Bank Indonesia dapat menghentikan kegiatan Produk Bank dimana penghentian tersebut dapat bersifat sementara atau tetap. Penghentian Produk Bank dilakukan apabila : (1) tidak memenuhi ketentuan pelaporan dan persetujuan kepada Bank Indonesia, (2) tidak sesuai dengan prinsip syariah dan (3) tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/18/PBI/2008 tentang: Restrukturisasi Pembiayaan Bagi Bank Umum Syariah Dan Unit Usaha Syariah. Ringkasan : Restrukturisasi Pembiayaan adalah upaya yang dilakukan Bank dalam rangka membantu nasabah agar dapat menyelesaikan kewajibannya, antara lain melalui penjadualan kembali (rescheduling), persyaratan kembali (reconditioning) dan penataan kembali (restructuring). Bank dilarang melakukan Restrukturisasi Pembiayaan dengan tujuan untuk menghindari: Penurunan penggolongan kualitas Pembiayaan; Pembentukan penyisihan penghapusan aktiva (PPA) yang lebih besar; atau Penghentian pengakuan pendapatan margin atau ujrah secara akrual. Restrukturisasi Pembiayaan hanya dapat dilakukan atas dasar permohonan secara tertulis dari nasabah. Restrukturisasi Pembiayaan hanya dapat dilakukan untuk Pembiayaan dengan kualitas Kurang Lancar, Diragukan dan Macet yang wajib didukung dengan analisis dan bukti-bukti yang memadai serta terdokumentasi dengan baik. Restrukturisasi Pembiayaan dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) kali dalam jangka waktu akad Pembiayaan awal. Restrukturisasi Pembiayaan kedua dan ketiga dapat dilakukan paling cepat 6 (enam) bulan setelah Restrukturisasi Pembiayaan sebelumnya. Pembiayaan yang direstrukturisasi lebih dari 3 (tiga) kali digolongkan Macet sampai dengan Pembiayaan lunas. Bank wajib memiliki kebijakan dan Standard Operating Procedure tertulis mengenai Restrukturisasi Pembiayaan. Bank wajib melaporkan Restrukturisasi Pembiayaan kepada Bank Indonesia. Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/23/PBI/2008 tentang: Perubahan Kedua Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/21/PBI/2004 Tentang Giro Wajib Minimum Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Bagi Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah. Ringkasan : Kondisi perekonomian global telah mengalami krisisi keuangan yang berpotensi memiliki dampak terhadap sistem keuangan dan perbankan nasional, termasuk perbankan syariah. Berkaitan dengan hal itu diperlukan upaya untuk dapat menjaga kepercayaan masyarakat terhadap sistem keuangan dan perbankan nasional dengan menjaga ketersediaan dana (likuiditas) yang cukup, baik bagi pelaku perbankan maupun pelaku perekonomian di Indonesia. Pengendalian likuiditas melalui penyesuaian instrumen moneter bank sentral berupa Giro Wajib Minimum merupakan salah satu pilihan (opsi) untuk menjaga ketersediaan likuiditas baik Rupiah maupun Valuta Asing bagi pelaku perbankan dan pelaku perekonomian di Indonesia. Jumlah penyediaan Giro Wajib Minimum dalam Valuta Asing bagi perbankan syariah diturunkan dari semula sebesar 3% (tiga persen) dari jumlah Dana Pihak Ketiga dalam valuta asing menjadi 1% (satu persen) dari jumlah dana Pihak Ketiga dalam valuta asing. Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/24/PBI/2008tentang: Perubahan Kedua Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/21/PBI/2006 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip SyariahDalam rangka meningkatkan perkembangan sektor keuangan (financial deepening) dan mendukung pengembangan surat berharga syariah di Indonesia perlu dilakukan penyesuaian/perubahan atas ketentuan mengenai penilaian kualitas aktiva untuk Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah. Penyesuaian/perubahan atas ketentuan tersebut terkait dengan penambahan kategori penempatan surat berharga syariah yang sebelumnya harus dimiliki hingga jatuh tempo (hold to maturity) ditambah dengan dapat dipindahtangankan (tersedia untuk dijual available for sale dan diperdagangkan trading). Dengan adanya penambahan kategori penempatan pada surat berharga syariah tersebut, maka penentuan kualitas untuk penempatan pada surat berharga syariah disesuaikanberdasarkan pencatatan yang dilakukan oleh perbankan syariah, yaitu: Surat berharga syariah diakui berdasarkan nilai pasar Surat berharga syariah diakui berdasarkan harga perolehan atau diakui berdasarkan nilai pasar namun tidak aktif diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan/atau tidak terdapat informasi yang transparan Surat berharga syariah di luar huruf a dan huruf b, yang diterbitkan oleh nasabah. Surat berharga syariah yang diterbitkan atau diendos oleh perbankan syariah. Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/32/PBI/2008 tentang: Komite Perbankan Syariah, Ringkasan :Keanggotaan Komite Perbankan Syariah terdiri dari perwakilan Bank Indonesia, Departemen Agama, dan unsur masyarakat yang komposisinya berimbang, dengan jumlah anggota paling banyak terdiri dari 11 (sebelas) orang serta diketuai oleh perwakilan dari Bank Indonesia. Masa jabatan anggota Komite Perbankan Syariah di luar Bank Indonesia adalah 2 (dua) tahun, dan dapat diperpanjang paling banyak 2 (dua) kali masa jabatan. Tugas Komite Perbankan Syariah adalah membantu Bank Indonesia dalam : menafsirkan fatwa MUI yang terkait dengan perbankan syariah. memberikan masukan dalam rangka implementasi fatwa MUI kedalam PBI. melakukan pengembangan industri perbankan syariah. Komite Perbankan Syariah bertanggung jawab kepada Bank Indonesia. Dalam pelaksanaan tugasnya, Komite Perbankan Syariah dibantu oleh Sekretariat Komite. Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/31/PBI/2009 tentang: Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah. Ringkasan : Latar belakang pengaturan mengenai uji kemampuan dan kepatutan (fit and proper test) Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah adalah untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan masyarakat, mendorong pertumbuhan dan mendorong pelaksanaan tata kelola yang baik (good corporate governance) Bank Syariah dan UUS melalui sumber daya manusia perbankan syariah yang mampu memelihara amanah dan memiliki integritas serta profesional. Calon Pemegang Saham Pengendali (PSP), calon anggota Dewan Komisaris dan calon anggota Direksi Bank Syariah, termasuk calon Direktur UUS yang hanya bertugas mengelola UUS, wajib mengikuti uji kemampuan dan kepatutan sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia ini, untuk memperoleh persetujuan Bank Indonesia. Hasil akhir uji kemampuan dan kepatutan diklasifikasikan menjadi 2 (dua) predikat yaitu Memenuhi Persyaratan (Lulus) atau Tidak Memenuhi Persyaratan (Tidak Lulus). Uji kemampuan dan kepatutan terhadap calon PSP, calon anggota Komisaris dan calon angota Direksi, termasuk calon Direktur UUS yang hanya bertugas mengelola UUS adalah untuk memperoleh keyakinan bahwa yang bersangkutan memiliki integritas, kompetensi dan kelayakan/reputasi keuangan melalui proses penelitian administratif dan wawancara. Peraturan Bank Indonesia No. 11/ 3 /PBI/2009 tentang: Bank Umum Syariah. Ringkasan :Penyempurnaan pengaturan karena penyesuaian dengan UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, antara lain: Bentuk badan hukum Bank adalah Perseroan Terbatas; Muatan anggaran dasar Bank; Tambahan kategori pemilik Bank yaitu Pemerintah Daerah; Pencantuman kata syariah sesudah kata Bank atau setelah nama Bank; Calon anggota DPS harus mendapat rekomendasi dari MUI; dan Pengaturan mengenai pencabutan izin usaha atas permintaan Bank (self liquidation). Penyempurnaan pengaturan terkait harmonisasi dengan ketentuan lainnya, antara lain: Istilah Kegiatan Kas di Luar Kantor diganti menjadi Kegiatan Pelayanan Kas (KPK); Jenis kas keliling selain kas mobil dan kas terapung juga diatur counter Bank non permanen; Perangkat Perbankan Elektronis (PPE) selain ATM juga dimungkinkan bentuk lainnya; Persyaratan kepemilikan Bank paling tinggi sebesar modal sendiri bersih berlaku bagi badan hukum Indonesia maupun asing; Penerbitan saham Bank melalui penawaran umum di bursa efek (go public) wajib dilaporkan kepada Bank Indonesia; Pemberhentian dan/atau pengunduran diri anggota Dewan Komisaris, Direksi, dan/atau DPS wajib dilaporkan kepada Bank Indonesia; Persyaratan bagi pejabat eksekutif selain tidak termasuk Daftar Tidak Lulus (DTL), ditambah dengan tidak termasuk dalam Daftar Kredit Macet (DKM) dan memenuhi aspek integritas; dan Bank wajib melaporkan kepada Bank Indonesia setiap perubahan anggaran dasar Bank. Penyempurnaan pengaturan untuk mendukung perkembangan Bank yang sehat dan tangguh, antara lain: Rapat Umum Pemegang Saham harus dipimpin oleh Presiden Komisaris atau Komisaris Utama; Perubahan PSP sebagai akibat adanya pewarisan tidak diperlakukan sebagai pengambilalihan (akuisisi) namun tetap wajib memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia; Penyempurnaan pengaturan rangkap jabatan bagi Dewan Komisaris, Direksi, dan DPS; Calon anggota Dewan Komisaris, Direksi, dan/atau calon DPS yang telah mendapat persetujuan Bank Indonesia namun tidak diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal persetujuan diterbitkan, maka persetujuan terhadap calon anggota Dewan Komisaris, Direksi, dan/atau DPS menjadi tidak berlaku; Jumlah anggota DPS paling banyak 50% (lima puluh persen) dari jumlah anggota Direksi; Rencana KC atau Kantor di bawah KC untuk tidak beroperasi di hari kerja wajib memperoleh persetujuan Bank Indonesia; Penyempurnaan persyaratan pembukaan Kantor di bawah KC yang dapat beralamat yang sama dengan kantor lain; Rencana pembukaan KPK cukup dilaporkan dalam Rencana Bisnis Bank (RBB). Demikian pula halnya dengan pelaksanaan pembukaan, pemindahan alamat, dan penutupan KPK cukup dilaporkan dalam Laporan Realisasi RBB triwulanan; Peningkatan status kantor dari Kantor di bawah KC menjadi KC cukup dengan memenuhi ketentuan pembukaan KC; Penurunan status kantor dari KC menjadi Kantor di bawah KC cukup dilaporkan kepada Bank Indonesia; Penutupan KC Bank di dalam negeri cukup dilakukan dalam 1 tahap; dan Penutupan kantor Bank di luar negeri cukup dilaporkan kepada Bank Indonesia. Peraturan Bank Indonesia No.11/10/PBI/2009 tentang: Unit Usaha Syariah. Ringkasan:Bank Umum Konvensional dapat melakukan kegiatan usaha Syariah dengan mengajukan permohonan izin usaha pembukaan UUS kepada Bank Indonesia.Modal kerja UUS paling kurang sebesar Rp100.000.000.000,00 (seratus milyar rupiah).Anggota Direksi BUK yang bertanggung jawab penuh terhadap UUS harus memiliki kompetensi dan komitmen dalam pengembangan UUS serta mengikuti proses wawancara yang dilakukan oleh Bank Indonesia.BUK yang memiliki UUS wajib memiliki Dewan Pengawas Syariah minimal 2 (dua) dan maksimal 3 (tiga) orang.UUS wajib dipisahkan (spin-off) dari BUK apabila:

nilai aset UUS telah mencapai 50% (lima puluh persen) dari total nilai aset BUK induknya; atau

paling lambat 15 (lima belas) tahun sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

Pemisahan UUS dari BUK dapat dilakukan dengan cara:mendirikan BUS baru; ataumengalihkan hak dan kewajiban UUS kepada BUS yang telah ada.Modal disetor BUS hasil Pemisahan paling kurang sebesar Rp500.000.000.000,00 (lima ratus milyar rupiah) dan wajib ditingkatkan secara bertahap menjadi paling kurang sebesar Rp1.000.000.000.000,00 (satu trilyun rupiah) paling lambat 10 (sepuluh) tahun setelah izin usaha BUS diberikan.Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/15/PBI/2009 tentang: Perubahan Kegiatan Usaha Bank Konvensional Menjadi Bank Syariah. Ringkasan : Bank Syariah dilarang melakukan perubahan kegiatan usaha menjadi Bank Konvensional. Bank Konvensional dapat melakukan perubahan kegiatan usaha menjadi Bank Syariah dengan mengajukan permohonan izin perubahan kegiatan usaha kepada Bank Indonesia disertai:

perubahan misi dan visi kegiatan usaha menjadi Bank Syariah;

perubahan rancangan anggaran dasar;

nama dan data identitas dari calon Pemegang Saham Pengendali, calon anggota Dewan Komisaris, calon anggota Direksi, dan calon anggota DPS;

rencana bisnis Bank Syariah;

studi kelayakan mengenai peluang pasar dan potensi ekonomi; dan

rencana penyelesaian hak dan kewajiban nasabah. Selain itu, Bank Konvensional harus memberikan penjelasan mengenai keseluruhan rencana perubahan kegiatan usaha menjadi Bank Syariah melalui presentasi di Bank Indonesia.

Persyaratan Bank Umum Konvensional yang akan melakukan perubahan kegiatan usaha menjadi Bank Umum Syariah yaitu:

memiliki rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) paling kurang sebesar 8 % (delapan persen) dan memiliki modal inti paling kurang sebesar Rp.100.000.000.000,00 (seratus milyar rupiah).

Dewan Komisaris dan Direksi Bank Umum Syariah harus memenuhi ketentuan Bank Indonesia yang terkait dengan Bank Umum Syariah.

membentuk DPS yang harus memenuhi persyaratan DPS sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai Bank Umum Syariah yang berlaku.

Bank Konvensional yang telah mendapat izin perubahan kegiatan usaha menjadi Bank Syariah wajib melakukan langkah-langkah sebagai berikut: Mencantumkan secara jelas kata Syariah pada penulisan nama bank, dan mencantumkan logo iB pada formulir, warkat, produk, kantor dan jaringan kantor Bank Syariah. Melakukan kegiatan usaha sebagai Bank Syariah paling lambat 60 hari sejak izin perubahan kegiatan usaha (konversi) diberikan. Mengumumkan kepada masyarakat mengenai rencana kegiatan operasional sebagai Bank Syariah paling lambat 10 hari sebelumnya. Melaporkan kepada Bank Indonesia mengenai telah dimulainya kegiatan operasional sebagai Bank Syariah. Menghentikan seluruh kegiatan usaha secara konvensional kecuali dalam rangka penyelesaian hak dan kewajiban dari kegiatan usaha secara konvensional. Menyelesaikan hak dan kewajiban dari kegiatan usaha secara konvensional paling lambat 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal izin perubahan kegiatan usaha diberikan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/24/PBI/2009 tentang: Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Syariah Bagi Bank Umum Syariah

Ringkasan :

Bank Umum Syariah yang mengalami Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek dapat memperoleh FPJPS berdasarkan akad Mudharabah. FPJPS hanya dapat diajukan apabila Bank memiliki rasio kewajiban penyediaan modal minimum (capital adequacy ratio) positif dan memiliki agunan berkualitas tinggi. Plafon FPJPS diberikan berdasarkan perkiraan jumlah kebutuhan likuiditas selama 14 (empat belas) hari ke depan sampai dengan Bank memenuhi GWM dalam mata uang rupiah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pencairan FPJPS dilakukan sebesar kebutuhan Bank untuk memenuhi kewajiban GWM dalam mata uang rupiah. Agunan FPJPS harus bebas dari segala bentuk perikatan, sengketa, dan tidak sedang dijaminkan kepada pihak lain dan/atau Bank Indonesia, yang dinyatakan dalam surat pernyataan Direksi Bank kepada Bank Indonesia dan Bank yang telah memperoleh FPJPS dilarang untuk memperjualbelikan dan/atau menjaminkan kembali agunan surat berharga yang masih dalam status sebagai agunan FPJPS. Bank wajib mengganti dan/atau menambahkan agunan FPJPS apabila tidak memenuhi kondisi-kondisi tersebut. Jangka waktu setiap FPJPS paling lama adalah 14 (empat belas) hari dan Jangka waktu tersebut dapat diperpanjang secara berturut-turut dengan jangka waktu FPJPS keseluruhan paling lama 90 (sembilan puluh) hari, dan terhadap perpanjangan dimaksud tidak ada beban imbalan tambahan kepada Bank. Bank Indonesia memperoleh imbalan atas setiap FPJPS yang diterima oleh Bank Pada saat FPJPS jatuh tempo, Bank Indonesia mendebet rekening giro rupiah Bank yang bersangkutan di Bank Indonesia sebesar nilai FPJPS dan imbalan FPJPS. Dalam hal FPJPS jatuh tempo dan saldo giro rupiah Bank yang bersangkutan di Bank Indonesia tidak mencukupi untuk membayar pokok dan imbalan FPJPS dan Bank tidak lagi memenuhi persyaratan untuk memperoleh perpanjangan FPJPS, maka agunan FPJPS dieksekusi. Bank wajib menyampaikan rencana tindak perbaikan (action plan) untuk mengatasi kesulitan likuiditas paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah pencairan FPJPS dan wajib menyampaikan laporan kepada Bank Indonesia mengenai penggunaan FPJPS dan kondisi likuiditas Bank pada setiap akhir hari kerja. Bank Indonesia menetapkan Bank penerima FPJPS dalam status pengawasan khusus. Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/33/PBI/2009 tanggal 7 Desember 2009 tentang: Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah

Ringkasan :

Pelaksanaan GCG bagi Bank Umum Syariah (BUS) paling kurang diwujudkan dalam:

pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi;

kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite-komite dan satuan kerja yang menjalankan fungsi pengendalian intern BUS;

pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah (DPS) ;

penerapan fungsi kepatuhan, audit intern dan audit ekstern;

batas maksimum penyaluran dana; dan

transparansi kondisi keuangan dan non keuangan BUS.

Laporan pelaksanaan GCG bagi BUS disampaikan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun buku berakhir, dan paling kurang meliputi:

kesimpulan umum dari hasil penilaian self assesment atas pelaksanaan GCG BUS;

kepemilikan saham anggota Dewan Komisaris, hubungan keuangan dan hubungan keluarga anggota Dewan Komisaris dengan anggota Dewan Komisaris lain, anggota Direksi, dan/atau pemegang saham pengendali BUS serta jabatan rangkap pada perusahaan atau lembaga lain;

kepemilikan saham anggota Direksi serta hubungan keuangan dan hubungan keluarga anggota Direksi dengan anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi lain, dan/atau pemegang saham pengendali BUS;

rangkap jabatan sebagai anggota DPS pada lembaga keuangan syariah lainnya;

daftar konsultan, penasihat atau yang dipersamakan dengan itu yang digunakan oleh BUS;

kebijakan remunerasi dan fasilitas lain (remuneration packages) bagi Dewan Komisaris, Direksi, dan DPS;

rasio gaji tertinggi dan gaji terendah;

frekuensi rapat Dewan Komisaris;

frekuensi rapat DPS;

jumlah penyimpangan (internal fraud) yang terjadi dan upaya penyelesaian oleh BUS;

jumlah permasalahan hukum perdata maupun pidana dan upaya penyelesaian oleh BUS;

transaksi yang mengandung benturan kepentingan;

buy back shares dan/atau buy back obligasi BUS;

penyaluran dana untuk kegiatan sosial baik jumlah maupun pihak penerima dana; dan

pendapatan non halal dan penggunaannya.

e. Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI)

Dalam UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah menentukan bahwa perincian mengenai prinsip syariah difatwakan oleh MUI yang kemudian diupayakan menjadi PBI setelah melalui penggodokan di Komite Perbankan Syariah yang dibentuk BI. Sebagaimana tercantum dalam Pasal 26 UU Perbankan Syariah bahwa:

(1). Kegiatan usaha Perbankan Syariah dan/atau produk dan jasa syariah, wajib tunduk kepada prinsip syariah.

(2). Prinsip Syariah itu difatwakan oleh MUI.

(3). Fatwa MUI dituangkan dalam PBI.

(4). Dalam rangka penyusunan PBI, Bank Indonesia membentuk Komite Perbankan Syariah.

DAFTAR FATWA MUI TERKAIT KEUANGAN SYARIAH

No.

NOMOR FATWA

TENTANG

1

01/DSN-MUI/IV/2000

Giro

2

02/DSN-MUI/IV/2000

Tabungan

3

03/DSN-MUI/IV/2000

Deposito

4

04/DSN-MUI/IV/2000

Murabahah

5

05/DSN-MUI/IV/2000

Jual Beli Salam

6

06/DSN-MUI/IV/2000

Jual Beli Istishna

7

07/DSN-MUI/IV/2000

Pembiayaan Mudharabah (Qiradh)

8

08/DSN-MUI/IV/2000

Pembiayaan Musyarakah

9

09/DSN-MUI/IV/2000

Pembiayaan Ijarah

10

10/DSN-MUI/IV/2000

Wakalah

11

11/DSN-MUI/IV/2000

Kafalah

12

12/DSN-MUI/IV/2000

Hawalah

13

13/DSN-MUI/IX/2000

Uang Muka Dalam Murabahah

14

14/DSN-MUI/IX/2000

Sistem Distribusi Hasil Usaha Dalam LKS

15

15/DSN-MUI/IX/2000

Prinsip Distribusi Hasil Usaha Dalam LKS

16

16/DSN-MUI/IX/2000

Diskon Dalam Murabahah

17

17/DSN-MUI/IX/2000

Sanksi Atas Nasabah Mampu Yang Menunda-Nunda Pembayaran

18

18/DSN-MUI/IX/2000

Pencadangan Penghapusan Aktiva Produktif Dalam LKS

19

19/DSN-MUI/IX/2000

Al-Qardh

20

20/DSN-MUI/IX/2000

Pedoman Pelaksanaan Investasi Untuk Reksa Dana Syariah

21

21/DSN-MUI/X/2001

Pedoman Umum Asuransi Syariah

22

22/DSN-MUI/III/2002

Jual Beli Istishna Paralel

23

23/DSN-MUI/III/2002

Potongan Pelunasan Dalam Murabahah

24

24/DSN-MUI/III/2002

Safe Deposit Box

25

25/DSN-MUI/III/2002

Rahn

26

26/DSN-MUI/III/2002

Rahn Emas

27

27/DSN-MUI/III/2002

Al-Ijarah Al-Muntahiya Bi Al-Tamlik

28

28/DSN-MUI/III/2002

Jual Beli Mata Uang (Al-Sharf)

29

29/DSN-MUI/VI/2002

Pembiayaan Pengurusan Haji LKS

30

30/DSN-MUI/VI/2002

Pembiayaan Rekening Koran Syariah

31

31/DSN-MUI/VI/2002

Pengalihan Utang

32

32/DSN-MUI/IX/2002

Obligasi Syariah

33

33/DSN-MUI/IX/2002

Obligasi Syariah Mudharabah

34

34/DSN-MUI/IX/2002

L/C Impor Syariah

35

35/DSN-MUI/IX/2002

L/C Ekspor Syariah

36

36/DSN-MUI/X/2002

Sertifikat Wadiah Bank Indonesia

37

37/DSN-MUI/X/2002

Pasar Bank Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah

38

38/DSN-MUI/X/2002

Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank (Sertifikat IMA)

39

39/DSN-MUI/X/2002

Asuransi Haji

40

40/DSN-MUI/X/2003

Pasar Modal Dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah Di Bidang Pasar Modal

41

41/DSN-MUI/III/2004

Obligasi Syariah Ijarah

42

42/DSN-MUI/V/2004

Syariah Charge Card

43

43/DSN-MUI/VIII/2004

Ganti Rugi (Tawidh)

44

44/DSN-MUI/VII/2004

Pembiayaan Multi Jasa

45

45/DSN-MUI/II/2005

Line Facility (Al Tashilyat As Saqfiyah

46

46/DSN-MUI/II/2005

Potongan Tagihan Murabahah

47

47/DSN-MUI/II/2005

Penyelesaian Piutang Murabahab Bagi Nasabah Tidak Mampu Bayar

48

48/DSN-MUI/II/2005

Penjadwalan Kembali Tagihan Murabahah

49

49/DSN-MUI/VII/2005

Konversi Akad Murabahah

50

50/DSN-MUI/III/2006

Akad Mudharabah Musytakarah

51

51/DSN-MUI/III/2006

Akad Mudharabah Musytarakah Pada Asuransi Syariah

52

52/DSN-MUI/III/2006

Akad Wakalah Bil Ujrah Pada Asuransi Syariah Dan Re-Asuransi Syariah

53

53/DSN-MUI/III/2006

Akad Tabarru` pada Asuransi Syariah

54

54/DSN-MUI/X/2006

Syariah Card

55

55/DSN-MUI/V/2007

Pembiayaan Rekening Koran Syarah Msyarakah

56

56/DSN-MUI/V/2007

Ketentuan Review Ujrah pada Lembaga Keuangan Syariah

57

57/DSN-MUI/V/2007

Letter of Credit (L/C) dengan Akad Kafalah bil Ujrah

58

58/DSN-MUI/V/2007

Hawalah bil Ujrah

59

59/DSN-MUI/V/2007

Obligasi Syariah Mudharabah Konversi

60

60/DSN-MUI/V/2007

Penyelesaian Piutang dalam Ekspor

61

61/DSN-MUI/V/2007

Penyelesaian Piutang dalam Impor

62

62/DSN-MUI/XII/2007

Akad Ju`alah

63

63/DSN-MUI XII/2007

Sertifikat Bank Indonesia Syariah

64

64/DSN-MUI/XII/2007

Sertifikat Bank Indonesia Syariah Ju`alah (SBIS Ju`alah)

65

65/DSN-MUI/III/2008

Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) Syariah

66

66/DSN-MUI/III/2008

Waran Berdasarkan Prinsip Syariah

67

67/DSN-MUI/III/2008

Anjak Piutang Syariah

68

68/DSN-MUI/III/2008

Rahn Tasjili

69

69/DSN-MUI/VI/2008

Surat Berharga Syariah Negara

70

70/DSN-MUI/VI/2008

Metode Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara

71

71/DSN-MUI/VI/2008

Sale and Lease Back

72

72/DSN-MUI/VI/2008

Surat Berharga Syariah Negara Ijarah Sale And Lease Back

73

73/DSN-MUI/XII/2008

Musyarakah Mutanaqisah

74

74/DSN-MUI/I/2009

Penjaminan Syariah

75

75/DSN-MUI/II/2009

Pedoman Penjualan Langsung Berjenjang Syariah (PLBS)

76

76/DSN-MUI/VI/2010

SBSN Ijarah Asset To Be Leased

77

77/DSN-MUI/V/2010

Jual Beli Emas secara Tidak Tunai

78

78/DSN-MUI/VI/2010

Mekanisme dan Instrumen Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah

79

79/DSN-MUI/III/2011

Qardh Dengan Menggunakan Dana Nasabah

80

80/DSN-MUI/III/2011

Penerapan Prinsip Syariah Dalam Mekanisme Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas Di Pasar Reguler Bursa Efek

81

81/DSN-MUI/III/2011

Pengembalian Dana Tabarru' bagi Peserta Asuransi yang Berhenti Sebelum Masa Perjanjian Berakhir

82

82/DSN-MUI/VIII/2011

Perdagangan Komoditi Berdasarkan Prinsip Syariah di Bursa Komoditi.

83

83/DSN-MUI/VI/2012

Penjualan Langsung Berjenjang Syariah Jasa Perjalanan Umrah

84

84/DSN-MUI/XII/2012

Metode Pengakuan Keuntungan al-Tamwil bi al-Murabahah (Pembiayaan Murabahah) di Lembaga Keuangan Syariah

Fatwa tentang SimpananFatwa No. 1: Giro (download)Fatwa No. 2: Tabungan (download)Fatwa No. 3: Deposito (download)Fatwa tentang MudharabahFatwa No. 7: Pembiayaan Mudharabah (Qiradh) (download)Fatwa No. 38: Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank (Sertifikat IMA) (download)Fatwa No. 50: Akad Mudharabah Musytarakah (download)Fatwa tentang MusyarakahFatwa No. 8 : Pembiayaan Musyarakah (download)Fatwa No. 55: Pembiayaan Rekening Koran Syariah Musyarakah (download)Fatwa No. 73: Musyarakah Mutanaqisah (download)Fatwa tentang MurabahahFatwa No. 4: Murabahah (download)Fatwa No. 13: Uang Muka Murabahah (download) Fatwa No. 16: Diskon dalam Murabahah (download)Fatwa No. 23: Potongan Pelunasan dalam Murabahah (download)Fatwa No. 46: Potongan Tagihan Murabahah (Khashm fi al-Murabahah (download)Fatwa No. 47: Penyelesaian Piutang Murabahah bagi Nasabah Tidak Mampu Membayar (download)Fatwa No. 48: Penjadualan Kembali Tagihan Murabahah (download)Fatwa No. 49: Konversi Akad Murabahah (download)Fatwa No. 84: Metode Pengakuan Keuntungan al-Tamwil bi al-Murabahah (Pembiayaan Murabahah) di Lembaga Keuangan Syariah (download)Fatwa tentang Salam dan Istishna'Fatwa No. 5: Jual Beli Salam (download)Fatwa No. 6: Jual Beli Istishna' (download)Fatwa No. 22: Jual Beli Istishna' Paralel (download)Fatwa tentang IjarahFatwa No. 9: Pembiayaan Ijarah (download)Fatwa No. 27: Al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik (IMBT) (download)Fatwa No. 56: Ketentuan Review Ujrah pada LKS (download)Fatwa tentang Hutang dan PiutangFatwa No. 19: Qardh (download)Fatwa No. 17: Sanksi atas Nasabah Mampu yang Menunda Pembayaran (download)Fatwa No. 31: Pengalihan Hutang (download)Fatwa No. 67: Anjak Piutang Syariah (download)Fatwa No. 79: Qardh dengan Menggunakan Dana Nasabah (download)Fatwa tentang HawalahFatwa No. 12: Hawalah (download)Fatwa No. 58: Hawalah bil Ujrah (download)Fatwa tentang Rahn (Gadai)Fatwa No. 25: Rahn (download)Fatwa No. 26: Rahn Emas (download)Fatwa No. 68: Rahn Tasjiliy (download)Fatwa tentang Sertifikat Bank IndonesiaFatwa No. 36: Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) (download)Fatwa No. 63: Sertifikat Bank Indonesia Syariah (download)Fatwa No. 64: Sertifikat Bank Indonesia Syariah Ju'alah (download)Fatwa tentang Kartu (Card)Fatwa No. 42 : Syariah Charge Card (download)Fatwa No. 54 : Syariah Card (download)Fatwa tentang Pasar UangFatwa No. 28: Jual Beli Mata Uang (al-Sharf) (download)Fatwa No. 37: Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah (download)Fatwa No. 78: Mekanisme dan Instrumen Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah (download)Fatwa tentang Asuransi SyariahFatwa No. 21: Pedoman Umum Asuransi Syariah (download)Fatwa No. 39: Asuransi Haji (download)Fatwa No. 51: Akad Mudharabah Musytarakah pada Asuransi Syariah (download)Fatwa No. 52: Akad Wakalah bil Ujrah pada Asuransi Syariah dan Reasuransi Syariah (download)Fatwa No. 53: Akad Tabarru' pada Asuransi Syariah (download)Fatwa No. 81: Pengembalian Dana Tabarru' bagi Peserta Asuransi yang Berhenti Sebelum Masa Perjanjian Berakhir (download)Fatwa tentang Pasar Modal SyariahFatwa No. 20: Pedoman Pelaksanaan Investasi untuk Reksadana Syariah (download)Fatwa No. 40: Pasar Modal & Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal (download)Fatwa No. 65: Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) Syariah (download)Fatwa No. 66: Waran Syariah (download)Fatwa No. 80: Penerapan Prinsip Syariah dalam Mekanisme Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas di Pasar Reguler Bursa Efek (download)Fatwa tentang Obligasi SyariahFatwa No. 32: Obligasi Syariah (download)Fatwa No. 33: Obligasi Syariah Mudharabah (download)Fatwa No. 41: Obligasi Syariah Ijarah (download)Fatwa No. 59: Obligasi Syariah Mudharabah Konversi (download)Fatwa tentang Surat Berharga NegaraFatwa No. 69: Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) (download)Fatwa No. 70: Metode Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) (download)Fatwa No. 72: Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) Ijarah Sale and Lease Back (download)Fatwa No. 76: Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) Ijarah Asset to Be Leased (download)Fatwa tentang Ekspor / ImporFatwa No. 34: Letter of Credit (L/C) Impor Syariah (download)Fatwa No. 35: Letter of Credit (L/C) Ekspor Syariah (download)Fatwa No. 57: Letter of Credit (L/C) dengan Akad Kafalah bil Ujrah (download)Fatwa No. 60: Penyelesaiann Piutang dalam Ekspor (download)Fatwa No. 61: Penyelesaian Utang dalam Impor (download)Fatwa tentang Multi Level Marketing (MLM)Fatwa No. 75: Penjualan Langsung Berjenjang Syariah (PLBS) (download)Fatwa No. 83: Penjualan Langsung Berjenjang Syariah Jasa Perjalanan Umrah (download)Fatwa tentang Hasil Usaha dalam Lembaga Keuangan Syariah (LKS)Fatwa No. 14: Sistem Distribusi Hasil Usaha dalam LKS (download)Fatwa No. 15: Prinsip Distribusi Hasil Usaha dalam LKS (download)Fatwa tentang PembiayaanFatwa No. 29: Pembiayaan Pengurusan Haji LKS (download)Fatwa No. 30: Pembiayaan Rekening Koran Syariah (download)Fatwa No. 44: Pembiayaan Multijasa (download)Fatwa No. 45: Line Facility (at-Tashilat as-Saqfiyah) (download)Fatwa tentang PenjaminanFatwa No. 11: Kafalah (download)Fatwa No. 74: Penjaminan Syariah (download)Fatwa LainFatwa No. 10: Wakalah (download)Fatwa No. 18: Pencadangan Penghapusan Aktiva Produktif dalam LKS (download)Fatwa No. 24: Safe Deposit Box (download)Fatwa No. 43: Ganti Rugi (Ta'widh) (download)Fatwa No. 62: Akad Ju'alah (download)Fatwa No. 71: Sale and Lease Back (download)Fatwa No. 77: Jual Beli Emas secara tidak tunai (download)Fatwa No. 82: Perdagangan Komoditi Berdasarkan Prinsip Syariah di Bursa Komoditi (download)

2. Perkembangan UU Perbankan Syariah

Di Indonesia eksistensi Perbankan Syariah secara yuridis sebenarnya telah dimulai dengan dikeluarkanya Paket Kebijakan Desember 1983 (Pakdes 83) tentang penghapusan pagu kredit dan menyebutkan bahwa bank bebas menentukan suku bunga kredit, tabungan dan deposito. Kemudian dikeluarkan Paket Kebijakan Oktober 1988 (Pakto 88) tentang izin pendirian usaha bank baru. Kemudian secara kelembagaan dimulai dengan berdirinya PT. Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada tahun 1991 sebagai satu- satunya bank saat itu yang secara murni menerapkan prinsip syariah berupa prinsip bagi hasil dalam operasional kegiatan usahanya. Ketika krisis berlangsung secara faktual BMI merupakan salah satu bank yang sehat, karena mempunyai CAR (Capital Adequacy Ratio) dengan kategori A (4% keatas) sehingga ia hanya diwajibkan menyusun rencana bisnis.

Perbankan Syariah semakin berkembang setelah dikeluarkannya Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan membagi bank menjadi Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). UU ini secara eksplisit juga memperbolehkan bank menjalankan usahanya berdasarkan prinsip bagi hasil (Pasal 1 ayat 12, Pasal 6 huruf m dan Pasal 13 huruf c). Hal tersebut kemudian dipertegas dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil. Bank Indonesia mengeluarkan Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) No. 25/4/BPPP tanggal 29 Februari 1993 yang menegaskan:

1). Bank berdasarkan bagi hasil adalah bank umum dan bank perkreditan rakyat yang melakukan usaha semata-mata berdasarkan prinsip bagi hasil.

2). Prinsip bagi hasil yang dimaksud adalah prinsip bagi hasil yang berdasarkan syariah.

3). Bank berdasarkan prinsip bagi hasil wajib memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS).

4). Bank Umum atau BPR yang kegiatan usahanya semata-mata berdasarkan prinsip bagi hasil tidak diperkenankan melakukan usaha yang tidak berdasarkan prinsip bagi hasil.

Dengan demikian, UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan tersebut dinilai belum memberikan payung hukum yang kuat terhadap perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia, mengingat belum ada ketegasan pemberlakuan prinsip syariah. Penggunaan istilah bagi hasil dalam perundang-undangan pada saat itu belum mencakup secara tepat pengertian Perbankan Syariah yang memiliki cakupan lebih luas. Karena itu melalui lembaran negara Republik Indonesia No. 182 tanggal 10 November 1998 disahkan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang memuat perubahan atas UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan, menambah pasal tentang Bank Syariah, menambah beberapa pasal terkait perbankan syariah, mengenalkan prinsip syariah (Pasal 1 dan beberapa pasal lainnya) dan mengenalkan prinsip mudharabah, musyarakah, murabahah dan ijarah (Pasal 1). Ketentuan dalam UU No. 10 Tahun 1998 ini menunjukkan dimulainya era sistem perbankan ganda (dual banking system) yang diharapkan akan mempercepat perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia. Di era ini, bagi Bank Umum Konvensional dapat memberikan layanan syariah melalui pembentukan UUS. Sementara BPR hanya boleh memberikan layanan secara konvensional atau secara syariah.

Setelah mengalami perjalanan yang panjang, Undang-Undang No.21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah disahkan pada tanggal 16 Juli 2008 dengan terdiri dari 13 bab dan 70 pasal. Secara garis besar UU ini memberikan kepastian hukum Bank Syariah di Indonesia, penyebutan kata syariah memberikan identitas yang jelas bagi Bank Syariah dan bertanggung jawab terhadap syariah (shariah complience), Bank Syariah menjalankan fungsi sosial dan juga menyebutkan dukungan terhadap konversi dan perubahan bank konvensional menjadi Bank Syariah dan tidak sebaliknya.

3. Hubungan antara UU Perbankan Syariah, PBI dan Fatwa DSN-MUI

Dalam Peraturan Perundangan yang menjadi payung hukum Perbankan di Indonesia disebutkan bahwa semua Bank baik konvensional maupun syariah yang beroperasi di Indonesia berada di bawah pengawasan dan pembinaan dari Bank Indonesia sebagai bank sentral. Begitu juga dengan bank syariah yang dalam operasionalnya juga berada di bawah pembinaan dan pengawasan BI. Sehingga untuk memperkuat kewenangan sebagai bank sentral yang mengurusi sistem keuangan syariah di Indonesia, BI perlu menjalin kerja sama dengan DSN-MUI yang memiliki otoritas di bidang hukum syariah. Bentuk kerja sama tersebut diwujudkan dalam nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MOU) untuk menjalankan fungsi pembinaan dan pengawasan terhadap perbankan syariah. Dengan adanya kerja sama tersebut, berarti keberadaan DSN-MUI menjadi penting dalam pengembangan sistem ekonomi dan perbankan syariah negeri ini.

Dalam operasionalnya, kegiatan usaha Perbankan Syariah dan/atau produk dan jasa syariah wajib tunduk kepada prinsip syariah( Pasal 26 UU Perbankan Syariah). Dan untuk mengimplementasikan landasan yuridis tersebut maka BI menjalin MOU dengan MUI dalam meregulasi operasional Bank Syariah karena MUI sebagai lembaga yang menghimpun semua organisasi islam yang ada di Indonesia. MUI kemudian mengeluarkan fatwa Dewan Syariah Nasional MUI yang nantinya menjadi rujukan khususnya bagi kegiatan usaha bank syariah. Fatwa DSN-MUI tersebut kemudian direkomendasikan ke BI karena telah ada kerja sama antara kedua lembaga tersebut. Kemudian BI membentuk Komite Perbankan Syariah untuk merumuskan Peraturan Bank Indonesia yang beranggotakan unsur-unsur dari Bank Indonesia, Departemen Agama, dan unsur masyarakat dengan komposisi yang berimbang, memiliki keahlian di bidang syariah dan berjumlah paling banyak 11 (sebelas) orang (Pasal 26 ayat 4). Kemudian PBI yang terbentuk tersebut dilimpahkan kepada Lembaga Keuangan Syariah dan BPR agar dijadikan landasan dan rujukan dalam kegiatan usaha, produk serta jasa yang ada dalam bank syariah. Dan untuk mengawasi dan mengefektifkan kinerja bank syariah dalam menjalankan transaksi yang berlandaskan syariah, maka DSN-MUI juga menginstruksikan pembentukan Dewan Pengawas Syariah (DPS) di setiap lembaga keuangan syariah. DSN-MUI telah mengeluarkan surat rekomendasi nama-nama yang duduk sebagai Dewan Pengawas Syariah (DPS) pada suatu lembaga keuangan syariah. Tujuan pembentukan DPS adalah untuk menjalankan fungsi pengawasan terhadap aspek syariah yang ada dalam perbankan dengan bekerja sama dengan Bank Indonesia sebagai bank sentral yang membina dan mengawasi seluruh operasional bank di Indonesia agar tercipta iklim keuangan yang kondusif, meningkatkan geliat perekonomian nasional dan bagi IB (Islamic Bank) dapat benar- benar eksis menjadi lembaga keuangan yang memegang teguh prinsip syariah dalam setiap transaksi yang dijalankan.