materi komisi rekomendasi -...
TRANSCRIPT
MATERI
KOMISI REKOMENDASI
Ketua: H. Masduki Baidlowi
Wakil Ketua:
H. Imdadun Rahmat
Anggota: KH. Saiful Bahri Hj. Sri Mulyati Rofiqul Umam Arif Fachrudin
H. Ahmad Rumadi H. Suadi D. Pranoto
Ahmad Baso Kholid Saerozi
Berly Martawardaya Khoirul Sholeh Rasyid
Alisa Wahid Zamzam
H. Ahmad Suaedy Hj. Anisa Rahmawati
MATERI KOMISI REKOMENDASI
A. Rekomendasi ke-NU-an:
Membangkitkan kembali semangat dan gerakan Mabadi Khairo Ummah
Nahdlatul 'Ulama telah sejak awal memperhatikan aspek pembangunan karakter dan kualitas
kualitas jam'iyah dan jama'ah Nahdlatul 'Ulama. Pada tahun 1935, KH Machfud Siddiq
menginisiasi gerakan Mabadi' Khaira Ummah yang bermakna "dasar-dasar permulaan bagi
pembinaan umat terbaik."
Kalimat Khaira Ummah bersumber dari Al-Qur‟an Surat Ali Imran ayat 110 yang berbunyi
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab
beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan
kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.(S.Ali Imran:110)
Konsep Mabadi' Khaira Ummah ini merupakan bagian tak terpisahkan dari upaya memenuhi
tujuan berdirinya NU sebagaimana tercantum dalam AD/ART yaitu menciptakan
kemaslahatan masyarakat, kemajuan bangsa dan ketinggian harkat dan martabat
manusia. Para ulama meyakini masalah pembinaan akhlaq, karakter, sikap mental dan
tingkah laku adalah syarat mutlak bagi pembinaan umat seutuhnya. Sebelum akhlaq atau
sikap mental terbina dengan baik, maka segala program pembinaan, perbaikan dan
pembangunan di berbagai bidang yang lain akan sulit terlaksana. Pemimpin-pemimpin NU
menunjuk beberapa prinsip dasar berupa nilai-
nilai paling strategis dari ajaran agama sebagai kunci pemecahan atau obatnya.
Pada muktamar NU tahun 1992, 3 butir akhlaq yang ditanamkan pada awalnya kemudian
dilengkapi dengan 2 butir tambahan, sehingga kita memiliki 5 butir akhlaq yang menjadi
prinsip dasar (panduan) dalam gerakan Mabadi Khaira Ummah, yaitu:
1. Asshidqu ( .kejujuran, kebenaran, kesungguhan, dan keterbukaan : ( الصدق
2. Al-amanah walwafa bil’ahdi ( بالعهد والوفى األمانه ) : dapat dipercaya, dapat
mempertanggungjawabkan amanah, dan menepati janji.
3. Atta’awun ( ألت عاو ن) : tolong-menolong, setia kawan, gotong-royong utamanya dalam
kebaikan dan taqwa.
4. Al-'adalah (ألعادلة): bersikap adil, obyektif, proporsional dan taat asas
5. Al Istiqomah (أالستقامه): konsisten, ajeg, berkesinambungan dan berkelanjutan.
Tekad untuk mengembangkan NU demi menciptakan kemaslahatan umat dengan sendirinya
mensyaratkan prinsip-prinsip dasar yang akan menjadi akhlaq organisasi. Tantangan
keumatan saat ini muncul dalam berbagai wujudnya, beberapa di antaranya: kemiskinan dan
kesejahteraan, kesenjangan kualitas umat (di satu sisi terjadi peningkatan jenjang pendidikan,
namun di sisi lain persoalan sosial yang semakin luas dan beragam), mobilitas warga NU dari
desa ke kota yang berakibat tercerainya Nahdliyin dari tradisi NU, kepengurusan NU yang
belum mampu menjawab kebutuhan umat secara menyeluruh, munculnya kelompok-
kelompok Islam ekstrimis yang bertentangan dengan prinsip Aswaja NU, dan lain-lain.
Mempehatikan kondisi jam'iyah dan jama'ah Nahdlatul 'Ulama pada saat ini, maka semangat
dan gerakan Mabadi Khaira' Ummah sangat relevan untuk kembali diaktualisasikan. Gerakan
ini bukan hanya untuk panduan pengembangan karakter Nahdliyin saja, tetapi selayaknya
menjadi karakter kepengurusan dan organisasi NU, demi meningkatkan ketangguhan
organisasi dan mengoptimalkan potensi-potensi yang dimilikinya. Praktik keorganisasian
juga diselaraskan agar tidak melanggar prinsip-prinsip dasar tersebut. Dengan demikian,
persoalan-persoalan seperti money politics, fokus kepada program-program kemaslahatan
umat, efektivitas kepengurusan, dan lain-lain; dapat diatasi.
Aktualisasi gerakan Mabadi Khaira Ummah dilakukan sebagaimana diteladankan para
pemimpin NU sepanjang tahun 1935-1940an, yaitu dengan mengerahkan segenap elemen
jama'ah dan jam'iyah untuk secara masif mengkampanyekan kelima butir akhlaq. Dengan
penguatan gerakan ini, maka NU akan semakin mendekat kepada citra Khaira Ummah yang
dicita-citakan NU.
Memperkuat penanaman Paham dan Nilai Aswaja An-Nahdliyah melalui pendidikan
pesantren
Dewasa ini, tantangan bagi umat Islam di Indonesia dan khususnya tantangan bagi NU baik
jam'iyah dan jama'ah, semakin besar. Berbagai persoalan keumatan semakin rumit dan
melemahkan upaya menciptakan kemaslahatan masyarakat yang menjadi tujuan organisasi
NU. Salah satu tantangan khusus bagi NU adalah semakin lemahnya pemahaman umat
terhadap paham Aswaja an-Nahdliyah yang menjadi karakter dasar setiap Nahdliyin. Hal ini
terjadi karena berbagai faktor, di antaranya mobilitas penduduk yang tinggi, globalisasi yang
berdampak interaksi kultural, kesenjangan kesejahteraan penduduk Indonesia yang semakin
tajam dan tidak menguntungkan warga NU, dan lain-lain.
NU meyakini bahwa paham ASWAJA an-Nahdliyah adalah panduan bagi seluruh warga NU
dalam bersikap, berpikir, bertindak, bertradisi, dan berorganisasi. Karena itu, melemahnya
pemahaman atas prinsip ini akan berdampak kepada kualitas diri Nahdliyin di tengah pusaran
zaman yang penuh karut-marut persoalan. Lebih jauh lagi, kualitas Nahdliyin akan
berpengaruh pada ketangguhan NU sebagai jam'iyah.
Aswaja merupakan paham yang mengutamakan kemaslahatan yang lebih luas dalam
menyelesaikan berbagai persoalan umat. Nilai-nilai yang ditanamkan dan dipraktikkan
mengarahkan jama'ah dan jam'iyah NU untuk melaksanakannya. NU telah terbukti secara
konsisten mempraktikkan prinsip-prinsip syura (musyawarah), tawassuthiy (pola pikir
moderat), ishlahiy (reformatif), tathowwuri (dinamis), dan manhaji (metodologis) yang
senantiasa bersikap tawazun (seimbang), tasamuh (toleran), „adalah (adil), musawah (setara),
dan hikmah (bijaksana).
Maka, melemahnya paham ASWAJA NU akan membuat umat menjauh dari prinsip dan
sikap di atas. Umat menjadi lebih rentan dan mudah dipengaruhi oleh paham esktrim yang
bertentangan dengan nilai dan paham ASWAJA. Bahkan, umat dapat dipengaruhi untuk
menafikkan dasar-dasar tradisi yang telah diletakkan para ulama pendiri dan pemimpin NU,
sebagaimana mulai marak terjadi akhir-akhir ini dengan perdebatan mengenai bid'ah dan
berbagai paham ASWAJA NU.
Untuk itu, diperlukan upaya yang lebih serius untuk memperkuat paham ASWAJA An-
Nahdliyah sebagai sumbu kehidupan NU baik jam'iyah maupun jama'ahnya. Seluruh elemen
jam'iyah NU perlu menghidupkannya melalui berbagai dimensi kegiatan berorganisasi.
Secara khusus, peran pondok pesantren sebagai salah satu elemen terbesar dalam NU adalah
sangat krusial.
Pondok pesantren sebagai pusat kehidupan masyarakat setempat dan sebagai pusat
pendidikan lintas-generasi memegang peranan penting dalam penanaman paham ASWAJA
An-Nahdliyah. Pondok pesantren adalah pilihan utama warga NU, tidak hanya untuk belajar
ilmu pengetahuan, tetapi untuk mempersiapkan kematangan pribadinya. Kekuatan sistem
pendidikan dalam pondok pesantren adalah paduan ilmu pengetahuan, pengembangan
karakter pribadi, dan hidup bermasyarakat dalam gemblengan ulama. Ketiga unsur inilah
yang menjadi kunci efektivitas penanaman paham ASWAJA An-Nahdliyah.
NU perlu memperkuat pendekatan melalui pondok pesantren ini dengan beberapa strategi:
Menyusun sebuah perencanaan tingkat nasional yang komprehensif tentang
penanaman paham ASWAJA An-Nahdliyah.
Membangun sistem kerjasama nasional untuk memfasilitasi pelaksanaan program
dari tingkat pusat sampai lokal pesantren.
Melibatkan pondok pesantren dan RMI secara penuh.
Mengupayakan dukungan dan kerjasama dengan Pemerintah, baik pusat maupun
daerah, dalam pelaksanaan program-program penanaman paham ASWAJA An-
Nahdliyah melalui pondok pesantren
Keberhasilan penguatan paham ASWAJA An-Nahdliyah akan menghasilkan generasi
Nahdliyin unggulan (khaira ummah), menjaga dan mengembangkan ajaran ulama, dan siap
menjadi kader pemimpin bangsa. Amar Ma‟ruf Nahi Munkar berlandaskan hikmah dan
mau‟izhah hasanah (nasehat yang santun) akan semakin terwujud. Dan tujuan organisasi NU:
menciptakan kemaslahatan masyarakat, kemajuan bangsa dan ketinggian harkat dan
martabat manusia pun akan lebih mudah untuk dicapai.
B. REKOMENDASI TENTANG KEUMATAN
1. Kondisi dan situasi keumatan (internal umat Islam) di Indonesia dewasa ini
membutuhkan perhatian sungguh-sungguh dari umat Islam sendiri. Salah satunya
adalah berkembangnya dakwah oleh kelompok-kelompok tertentu diinternal Islam yang
keras yang membuat garis demakrasi yang tegas dan tegas antara dirinya dan kelompok
Islam di luar dirinya. Di satu sisi kelompok-kelompok tersebut mengklaim dirinyalah
sebagai pengamal ajaran Islam secara murni, di sisi lain suka menyalahkan golongan
umat Islam lainnya yang dianggap tidak menganut dan menjalankan Islam secara benar.
Melalui berbagai media dakwah, kelompok-kelompok ini dengan bersemangat memberi
label golongan umat Islam lainnya senang melakukan berbagai kegiatan bid‟ah,
menyatakan kelompok umat Islam lainnya berada dalam jalan yang sesat, atau bahkan
menyatakan orang lain sebagai musyrik atau kafir.
2. NU berpandangan kondisi ini sungguh tidak tepat untuk dibiarkan karena akan merusak
citra ajaran agama Islam dan citra umat Islam itu sendiri. Selain itu menimbulkan
keresahan dan kegelisahan serta kecemasan di kalangan mayoritas umat Islam yang
cinta damai, toleran, dan santun. Perasaan yang sama juga muncul dari orang Indonesia
di luar Islam karena dalam lingkup lebih luas, gerakan kelompok-kelompok Islam garis
keras ini di tataran kehidupan kemasyarakatan dan kebangsaan dapat menyentuh atau
bersinggungan dengan kepentingan dan hak mereka. Adapun bagi negara dan
pemerintah, sikap dan perilaku sebagian kecil kelompok Islam garis keras tersebut
dapat menjadi pemicu bagi berkembangnya sikap dan kebijakan negara dan pemerintah
yang kurang kondusif dan ramah terhadap umat Islam Indonesia dan akan berdampak
kurang positif bagi kehidupan dan perkembangan umat Islam secara keseluruhan dan
dapat menyebabkan ketidakstabilan politik di tanah air.
3. Atas dasar itu, NU mendorong kepada semua komponen NU di seluruh penjuru tanah
air untuk menggelorakan dan meningkatkan kerja-kerja dakwah, baik bil lisan maupun
bil hal melalui semua media komunikasi yang ada untuk menyuarakan dakwah yang
damai, santun, teduh, moderat, dan toleran. Dalam melaksanakan dakwah teduh dan
santun tersebut, para dai dan daiyah, para muballigh dan muballighot, para kiai dan
tokoh NU, para pengurus dan aktivis NU untuk berpedoman kepada nilai-nilai Ahlus
Sunnah Wal Jamaah NU yang menjadi ciri khas NU, yakni tawassuth (moderat),
tasamuh (toleran), tawazun (seimbang), dan i’tidal (tegak lurus), serta memposisikan
Islam sebagai rahmatan lil alamin (rahmat bagi alam semesta).
4. Apabila sampai saat ini berkembang paham di sebagian kelompok umat Islam
Indonesia yang tidak mencerminkan Islam sebagai rahmatan lil alamin, yang bersikap
dan berperilaku tidak mencerminkan nilai-nilai Ahlus Sunnah Wal Jamaah
sebagaimana menjadi ciri NU, maka hal itu menunjukkan belum optimal dan efektifnya
kerja-kerja dakwah ormas-ormas Islam Ahlus Sunnah Wal Jamaah di tanah air. Untuk
itu, NU mendorong peningkatan kinerja dakwah ormas-ormas Islam di kalangan kaum
muslimin sampai tingkat akar rumput agar ajaran Islam Ahlus Sunnah wal Jamaah yang
santun, damai, dan toleran dapat lebih mengakar dan menjadi panduan kehidupan umat
Islam Indonesia dari seluruh lapisan masyarakat.
C. REKOMENDASI BIDANG POLITIK
Sejak reformasi 1998, bangsa Indonesia sudah melaksanakan 4 (empat) kali pemilu
(1999, 2004, 2009 dan 2014) yang semuanya berjalan relatif baik. Dari sisi ini bisa dikatakan
implementasi demokrasi dengan sistem multi partai berjalan dengan baik. Masyarakat
Indonesia juga semakin terbiasa dengan perbedaan pilihan partai. Jika pemilu tahun 1999
sempat terjadi insiden kekerasan, namun hal dalam pemilu-pemilu berikutnya konflik politik,
terutama yang berbasis agama, semakin tidak terdengar. Demikian juga, sejak tahun 2005,
pemilihan kepala daerah secara langsung juga mulai dilakukan. Dengan segala kelebihan dan
kekurangannya, hal tersebut menunjukkan demokratisasi di Indonesia sudah berjalan dengan
baik. Dari sisi ini, Indonesia bisa dikatakan sebagai salah satu Negara demokrasi terbesar di
dunia.
Proses tersebut juga meruntuhkan mitos sebagian kalangan yang meragukan bahwa
demokrasi tidak compatible yang masyarakat muslim. Pengalaman Indonesia berdemokrasi
menunjukkan, umat Islam Indonesia bisa mempraktikkan demokrasi tanpa kehilangan jati diri
keislamannya. Berbeda dengan sejumlah negeri muslim yang masih terus bergolak, dilanda
konflik sectarian dan tidak mulus dalam proses transisi demokrasi, Indonesia bisa melewati
masa-masa kritis dengan relatif aman. Memang di sana-sini ada konflik dan pergolakan, tapi
bangsa Indonesia mampu melokalisasi kekerasan, sehingga tidak sampai meruntuhkan sendi-
sendi kebangsaan.
Meski Indonesia sudah menjadi salah satu Negara demokrasi terbesar di dunia, namun
sejumlah persoalan mendasar masih terus menggelayuti bangsa in. Hal yang paling tampak
adalah belum adanya korelasi positif antara demokrasi yang berjalan selama ini dengan
keadilan dan tingkat kesejahteraan masyarakat. Bangsa ini juga belum terbebas dari gurita
korupsi.
Data yang dikeluarkan Transparansi Internasional (TII) menunjukkan Indeks Persepsi
Korupsi (IPK) Indonesia masih cukup memprihatinkan. IPK tahun 2012, Indonesia berada di
peringkat 118 dari 177 negara dengan skor 32 (skala 0-100). Di kawasan Asia Tenggara,
Indonesia berada di urutan ke-6 setelah Singapura (skor 87); Brunei (skor 55); Malaysia (skor
49) ; Thailand (skor 37); Filipina (skor 34); Timor Leste (skor 33). Tahun 2010 peringkat
Indonesia lebih baik, yaitu 110.
Skor IPK Indonesia tahun 2013, stagnan diangka 32 meskipun peringkatnya sedikit
lebih baik, yaitu peringkat 114. Skor Indonesia sedikit lebih baik dari Albania (31), Nepal
(31), Vietnam (31), dan sedikit lebih buruk dari Ethiopia (33), Kosovo (33), dan Tanzania
(33). Di ASEAN, skor Indonesia jauh di bawah Brunei (60) dan Malaysia (50). Indonesia
sedikit di bawah Filipina (36) dan Thailand (35). Namun skor Indonesia sedikit lebih baik
dari Vietnam (31), Timor Leste (30), Laos (26) dan Myanmar (21).
Data tersebut menunjukkan, meskipun setiap hari ada berita koruptor ditangkap KPK,
namun hal ini ternyata belum mempunyai korelasi positif terhadap IPK. Pemberantasan
korupsi memerlukan komitmen politik yang kuat dari pengelola Negara dan seluruh unsur
masyarakat. Komitmen inilah yang tampaknya masih bermasalah.
Penegakan hukum juga masih menjadi persoalan serius bangsa ini. Aparat penegak
hukum juga belum bisa sepenuhnya keluar dari sindiran: “tajam ke bawah, tumpul ke atas”.
Belum lagi persoalan yang terkait konflik lembaga penegak hukum, terutama Polri dan KPK,
yang hingga kini belum sepenuhnya pulih. Pelemahan KPK dan komplikasi hukum di sekitar
KPK dan pemberantasan korupsi menjadi persoalan pelik bangsa ini.
Partai politik sebagai pilar penting demokrasi juga belum menampakkan kinerja yang
memuaskan. Partai politik lebih sebagai sarana untuk merebut kekuasaan dan elitis daripada
sebagai sarana artikulasi kepentingan rakyat. Partai politik yang semestinya melindungi dan
memperjuangkan kepentingan rakyat, lebih banyak menjadi sarana melindungi kepentingan
para elitnya. Kita menyaksikan, kehidupan partai politik yang mengarah pada oligarkhi di
satu pihak, atau partai politik yang terpecah karena ketidakmampuan mengkanalisasi
kepentingan para elitnya. Partai politik hanya menjadi “rukun Negara demokrasi” yang lebih
menekankan pada aspek prosedural, daripada memperjuangkan substansi dan nilai-nilai dasar
demokrasi. Karena itu, perlu mendorong agar partai politik menjadi lebih sehat. Partai politik
yang sehat akan mengantarkan pada kehidupan demokrasi yang sehat, demokrasi yang sehat
akan mengantarkan pada kehidupan bangsa yang sehat pula.
Berdasar ilustrasi kehidupan politik tersebut, Nahdlatul Ulama merekomendasikan
beberapa hal sebagai berikut:
1. Partai politik harus menjadi pilar untuk menyehatkan demokrasi, tidak boleh menjadi
pilar yang justru memperlemah demokrasi dengan tabiat partai yang hanya dijadikan
sebagai sarana untuk memperoleh kekuasaan politik. Menyehatkan partai politik bisa
pada level ideologi, integritas pengelola parpol, dan pendanaan partai politik. Harus
diakui, pendanaan partai politik menjadi persoalan serius. Meskipun dalam pemilu
dan pilpres KPU mewajibkan semua parpol membuat laporan keuangan, namun hal
itu belum sepenuhnya efektif untuk menjadikan parpol menjadi lebih bersih. Untuk
menyehatkan parpol pada aspek pendanaan, pemerintah sebaiknya mulai
mempertimbangkan melakukan pendanaan melalui APBN secara lebih memadai
untuk operasional pengelolaan parpol. Hal ini dilakukan tentu bukan tanpa syarat,
terutama terkait dengan pengelolaan partai politik yang mengedepankan prinsip-
prinsip clean governance. Jika keuangan partai politik sepenuhnya dibiayai APBN,
maka kontrol keuangan partai politik lebih mudah dilakukan dan hal ini bisa
mendorong kehidupan partai lebih sehat karena tidak dibebani dengan mengumpulkan
uang untuk operasional. Jika sudah dibiayai APBN namun partai politik melalui
pengelolanya masih melakukan tindakan “tidak halal” maka bisa dikenai ancaman
yang tegas.
2. Pemberantasan korupsi harus menjadi gerakan semesta Indonesia. Seluruh komponen
masyarakat sudah pasti akan mendukung upaya pemerintah dan aparat penegak
hukum untuk melakukan pemberantasan korupsi. Sayangnya, masyarakat sudah
terlalu sering dibuat kecewa oleh aparat penegak hukum, terutama yang menangani
persoalan korupsi. Konflik Polri dan KPK hanya merupakan bagian kecil dari
kekecewaan rakyat yang mengindikasikan belum adanya kesepahaman dalam
pemberantasan korupsi. Bahkan, adanya indikasi untuk melemahkan satu penegak
hukum dengan penegak hukum yang lain jelas merupakan ironi besar bangsa ini.
D. BIDANG EKONOMI
I. Latar Belakang
Pembangunan ekonomi yang dijalankan pemerintah sejak Indonesia merdeka
hingga kini belum sepenuhnya memenuhi salah satu amanat konstitusi, yaitu memajukan
kesejahteraan umum. Ekonomi memang tumbuh, tetapi belum merata. Kue ekonomi
membesar, tetapi baru dihasilkan dan dinikmati oleh segelintir orang. Pasal 33 UUD
1945 jelas menegaskan kehadiran negara sebagai instrumen penting pendorong
kesejahteraan umum. Negara bukan sekadar wasit, tetapi pelaku yang terlibat dalam
arena ekonomi melalui kebijakan fiskal (APBN) dan instrumen bisnis yang bernama
BUMN (Badan Usaha Milik Negara).
Pada masa Orde Lama, Presiden Soekarno mengumandangkan jargon Trisakti,
yaitu: berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi, dan berkepribadian
dalam kebudayaan. Jargon ini berhenti sebagai jargon karena gelora kehidapan politik
tidak dibarengi dengan pembangunan ekonomi. Ketika rezim berakhir, ekonomi
terpuruk, inflasi menembus 600 persen. Pada masa Orde Baru, Presiden Soeharto
menggemakan jargon Trilogi pembangunan: stabilitas politik, pertumbuhan ekonomi,
dan pemerataan kesejahteraan. Ideologi ekonominya adalah trickle down effect:
pemerataan kesejahteraan merupakan dampak dari isi gelas yang penuh dan kemudian
menetes ke bawah. Strateginya, besarkan kue, remah-remahnya pasti akan dinikmati
banyak orang. Formulasi strateginya dituangkan dalam GBHN (Baris-garis Besar Haluan
Negara). Yang kemudian terjadi adalah gelasnya bocor, sehingga tidak pernah penuh dan
tetesannya tidak sampai ke bawah. Ketika Soeharto jatuh oleh gabungan krisis ekonomi
dan politik, kekuasaan penggantinya nyaris harus kembali membangun Indonesia dari
titik nol.
Orde Reformasi ditandai oleh transisi demokrasi yang mencakup liberalisasi
ekonomi dan politik. Kekuasaan Presiden Habibie, Gus Dur, dan Megawati berlangsung
pendek, sehingga belum sampai mengonsolidasikan pembangunan ekonomi. GBHN,
yang merupakan warisan Orde Baru, dihapuskan sehingga setiap Presiden “bebas”
mengelola sendiri arah pembangunan ekonomi berdasarkan tafsir dan keyakinannya
terhadap konstitusi.
Presiden SBY berkuasa 10 tahun. Pada masanya, pembangunan ekonomi
dilakukan dengan membesarkan kue, yang terlihat dari lonjakan nominal APBN dan
PDB, yang naik lebih tiga kali lipat dalam satu dekade. Kelas menengah naik,
pendapatan per kapita tumbuh membesarkan hati. Namun, cacat pembangunan ekonomi
yang diwarisi sejak Orde Baru tidak hilang, yang dicirikan oleh trilogi ketimpangan,
yaitu ketimpangan pendapatan antarpenduduk, kesenjangan pembangunan antarkawasan,
dan diskrepansi pertumbuhan antarsektor ekonomi. Hal ini tercermin dari gini rasio yang
naik menembus level ketimpangan menengah (0,413), 81 persen PDB disumbang oleh
PDRB Jawa dan Sumatera, dan sektor ekonomi riil (tradable) penyerap tenaga kerja
tumbuh lambat dibanding sektor jasa dan keuangan (non-tradable). Pasar uang dan pasar
modal tumbuh pesat, tetapi sektor pertanian dan industri manufaktur terpuruk. Jumlah
petani menyusut akibat penyusutan lahan pertanian, menurunnya produktivitas lahan
karena serbuk-serbuk kimia, hancurnya infrastruktur irigasi, dan penguasaan benih oleh
sindikasi perusahaan asing.
Industrialisasi juga tidak berkembang baik karena Indonesia asyik menikmati
devisa dari ekspor komoditas primer berbasis sumber daya alam. Indonesia kenyang
devisa dari ekspor bahan baku mentah tanpa nilai tambah karena yang dijual adalah
“tanah air” untuk tambang mineral, CPO di sektor perekebunan, ikan mentah di sektor
kelautan dan seterusnya yang menjadikan Indonesia bangsa kuli di antara bangsa-bangsa
lain. Indonesia memasok dunia dengan bahan baku mentah, untuk dibeli kembali dengan
harga tinggi oleh sentuhan teknologi bangsa lain. Industri hilir sama sekali tidak tumbuh.
Berbagai komoditas pertanian unggulan, seperti minyak sawit, karet, kopi, kakao, teh,
rempah-rempah dan produk biji-bijian, dijual dalam bentuk mentah tanpa nilai tambah.
Akibatnya fatal: sumber daya alam terkuras habis, lingkungan rusak, tetapi rakyat tetap
miskin. Karena industrialisasi tidak berkembang, 70 persen tenaga kerja nasional
menyemut di sektor informal, yang bekerja subsisten yakni bekerja sekadar
menyambung hidup.
Presiden Jokowi datang dengan menggemakan kembali jargon Trisakti dengan
tagline: Revolusi Mental! Program-program unggulannya adalah realokasi subsidi BBM
untuk pembangunan infrastruktur energi dan pertanian. Jokowi juga berjanji
mengarusutamakan maritim sebagai basis ekonomi dan pertahanan. Jokowi harus
berpacu dengan waktu melawan kesabaran dan daya tahan rakyat terhadap naiknya
harga-harga barang akibat pencabutan dan pengurangan subsidi BBM. Jika mampu
meyakinkan rakyat, Jokowi akan bertahan karena program-programnya itu, jika betul-
betul dilaksanakan, baru akan dirasakan manfaatnya paling cepat tiga tahun.
I. Rekomendasi
NU berpendapat bahwa belum tercapainya maksud pembangunan ekonomi
sebagaimana amanat konstitusi adalah terutama karena penyimpangan kiblat yang
dilakukan para pengurus pemerintah terhadap roh dan jiwa konstitusi. Penyimpangan
yang dilakukan berlangsung baik dalam bentuk liberalisasi undang-undang yang durhaka
terhadap jiwa konstitusi, kebijakan fiskal yang tidak berjiwa konstitusi, dan fungsi
moneter yang terlepas dari amanat konstitusi.
Pertama, sejak reformasi, telah disahkan banyak undang-undang sektor
perekonomian, yang setelah diuji materi oleh Mahkamah Konstitusi, terbukti tidak
konstitusional seperti UU Migas, UU Sumber Daya Air, UU Perkebunan, dan UU
Penanaman Modal.
Kedua, kebijakan fiskal dalam bentuk APBN juga belum mencerminkan spirit
memajukan kesejahteraan umum. Ini terbukti dari postur APBN yang bias kota, yang
memelihara terjadinya ketimpangan terus berlangsung antargenerasi. Belanja rutin
APBN untuk mengurus birokrasi lebih besar ketimbang anggaran infrastruktur pangan,
energi, dan kesehatan.
Ketiga, Bank Indonesia sebagai otoritas monoter terlepas dari fungsi sosial
karena perannya, menurut UU, hanya menjaga inflasi dan nilai tukar. Bank Indonesia
tidak mempunyai misi sosial untuk mengurangi kesenjangan. Karena itu, perbankan
nasional belum ramah terhadap kredit UKM dan pertanian. Data Kementerian KUKM
menunjukkan, 99,92 persen struktur usaha nasional berbentuk mikro dan kecil, tetapi
hanya 12 persen yang mendapatkan akses permodalan dari perbankan. Sektor pertanian
yang menyerap 38 persen tenaga kerja nasional, juga hanya 6 persen yang mendapatkan
kredit perbankan.
Bertolak dari kenyataan ini, NU merekomendasikan beberapa hal sbb:
1. Menyerukan kepada seluruh penyelenggara negara untuk patuh, loyal, dan setia
terhadap jiwa dan ruh konstitusi dalam menyelenggarakan pembangunan ekonomi.
Kesetiaan terhadap konstitusi, khususnya Pasal 33 UUD 1945, harus tercermin dalam
legislasi, politik, anggaran, dan kebijakan moneter. Produk legislasi yang “durhaka”
terhadap konstitusi harus segera dicabut. APBN harus bersemangat pemerataan
pembangunan dengan mengalokasikan porsi anggaran lebih besar untuk pendidikan,
pertanian, perdesaan, infrastruktur, KUKM, dan kesehatan. UU BI harus direvisi
dengan menambahkan fungsi sosial dalam menjalankan tugas dan fungsinya.
2. Merekomendasikan kepada penyelenggara negara untuk menghidupkan kembali
GBHN sebagai kompas pembangunan yang berumur panjang, sehingga haluan
pembangunan tidak berubah setiap kali ganti pemerintahan. GBHN disahkan oleh Tap
MPR, yang kedudukan hukumnya, menurut UU No. 12 Tahun 2011, di bawah
konstitusi dan di atas undang-undang.
3. Merekomendasikan kepada penyelenggara negara untuk mengarusutamakan
kooperasi dalam pembangunan nasional sebagai soko guru perekonomian. Belajar
dari banyak negara penganut welfare-state, tidak mustahil sektor-sektor usaha yang
strategis dijalankan secara koperasi. Salah satu bank terbesar di Belanda, yaitu
Rabobank, berbentuk koperasi. Salah satu media terbesar di Jerman, Die
Tageszeitung, berbentuk koperasi. Bahkan Associated Press di Amerika Serikat pun
berbentuk koperasi. Salah satu satu pondok pesantren tertua di Indonesia, yaitu PP
Sidogiri, Pasuruan, membangun koperasi yang asetnya mencapai Rp 1,3 triliun.
Koperasi ini kemudian membentuk Bank bernama BPR Syariah UMMU.
Pengarusutamaan koperasi mengandaikan revisi UU No. 17 Tahun 2012 tentang
Perkoperasian yang telah mereduksi koperasi sebagai lembaga keuangan berskema
permodalan finansial, tidak berbeda dengan perseroan, serta mengesampingkan modal
sosial sebagaimana dijiwakan konstitusi. Sektor-sektor yang bersifat high capital,
high risk, dan high technology seperti pertambangan migas, dikelola oleh BUMN.
Koperasi dan BUMN merupakan instrumen konstitusional untuk menyelenggarakan
pembangunan.
4. Merekomendasikan kepada PBNU untuk menyusun buku platform ekonomi sesuai
dengan khittah konstitusi dan khittah NU sebagai organisasi dîniyyah ijtimâ’iyyah.
Buku ini harus menggambarkan pandangan dan sikap NU terhadap pembangunan
nasional, haluan pembangunan nasional, dan rencana kerja NU dalam menggerakan
kegiatan ekonomi umat dan organisasi.
E. BIDANG PENDIDIKAN
Pendidikan merupakan salah satu penentu bagi kemajuan sebuah bangsa karena
menjadi salah satu saluran penting bagi terjadinya mobilitas sosial dan pertumbuhan kelas
menengah. Menjalani masa “bonus” demografi yang dimulai sejak 2015 hingga 2030 nanti,
Indonesia perlu merancang dan menjalankan strategi yang matang untuk menjalankan
program pendidikan bagi 65 juta anak muda usia 15-19 tahun.
Terlepas dari beberapa capaian positif yang diperoleh saat ini, ada beberapa persoalan
dalam dunia pendidikan yang perlu mendapatkan perhatian serius dari pemerintah maupun
masyarakat;
1. Sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam, bangsa Indonesia harus terus
meningkatkan ketahanan dan daya saingnya di kancah globalisasi, yang ditandai
dengan perubahan paradigma dari keunggulan komaparatif (comparative advantage)
ke keunggulan kompetitif (competitive advantage). Lonjakan kelas menengah sebagai
syarat utama menuju bangsa yang maju, dalam konteks persaingan global perlu
diimbangi dengan meningkatnya jumlah enterpreneur yang mampu melakukan
kapitalisasi terhadap kekayaan sumber daya alam yang ada serta mendorong
terjadinya transformasi tenaga kerja semaksimal mungkin. Data hingga April 2015
menunjukkan bahwa jumlah enterpreneur di Indonesia hanya sebesar 1,65% dari total
jumlah penduduk di Indonesia. Padahal, negara bisa menjadi maju paling tidak
didukung oleh 2%-3% enterpreneur. Hal ini menyebabkan kekayaan alam yang ada di
Indonesia tidak bisa secara maksimal dikelola secara mandiri, meskipun “eksploitasi”
dengan modal dan SDM asing terus dilakukan.
2. Konsep “knowledge economy” yang oleh WTO dan OECD ditindaklanjuti dengan
menjadikan pendidikan sebagai salah satu bidang jasa yang bisa diperjualbelikan
(komersil) telah melahirkan masalah-masalah serius di berbagai belahan dunia.
Pendidikan yang prinsip dasarnya adalah pelayanan hak rakyat untuk tujuan
pencerdasan kehidupan bangsa mengalami distorsi karena menjadi jasa yang
diperjualbelikan. Lebih dari itu, orientasi bisnis yang membabi buta juga menjadi
ancaman serius bagi pelestarian nilai-nilai kebangsaan, semangat nasionalisme, serta
berbagai kearifan lokal lainnya, dikarenakan praktek pendidikan hanya ditujukan
untuk melayani kepentingan-kepentingan industrialisasi di sektor-sektor komersil.
Secara sosial-budaya, praktek pendidikan yang seperti ini bahkan sudah membentuk
mindset tersendiri di tengah-tengah masyarakat yang menganggap bahwa bahwa
untuk memperoleh pendidikan yang berkualitas mereka harus membayar mahal.
Akibatnya, terjadi elitisasi pendidikan yang makin mempersempit akses pendidikan
bagi masyarakat luas serta kesenjangan mutu yang memilah-milah kelompok
masyarakat berdasarkan daya belinya terhadap pelayanan pendidikan.
3. Salah satu ciri sikap hidup bangsa Indonesia adalah moderat, toleran serta
mengedepankan dialog dalam memecahkan berbagai persoalan kehidupan
masyarakatnya yang majemuk dengan berbagai macam latar belakang, baik dari segi
agama, etnis, ras, dan sebagainya. Semangat Bhineka Tunggal Ika dalam
membangung masyarakat yang adil dan makmur dan sejahtera harus ditanamkan sejak
dini khususnya melalui lembaga pendidikan. Ke arah inilah pendidikan konsep
pendidikan karakter yang salah satunya diperkuat oleh dasar-dasar keagamaan
dikembangkan. Tapi, kondisi Indonesia sebagai negara yang terbuka dalam beberapa
hal justru menjadi sasaran empuk bagi kelompok-kelompok yang ingin menanamkan
paham-paham radikal, khususnya di bidang keagamaan. Bahkan beberapa kelompok
dengan tanpa hambatan menjalankan gerakan-gerakan yang mengancam keutuhan
NKRI melalui berbagai media pendidikan, kegiatan-kegiatan sosial dan politik. Sadar
atau tidak, sebagian dari muatan kurikulum keagamaan dan budi pekerti yang
diberikan di lembaga-lembaga pendidikan telah menyerap anasir-anasir tertentu dari
paham-paham semacam ini. Dalam posisi demikian, bangsa ini tidak boleh
dilengahkan oleh upaya-upaya peningkatan mutu pendidikan yang hanya mengejar
indikator-indikator saintifik yang kasat mata yang ditetapkan oleh organisasi ataupun
lembaga-lembaga tertentu baik di level lokal, regional, maupun internasional. Di atas
semua itu, hal yang juga harus diperjuangkan adalah membangun konsep yang utuh
tentang bagaimana semangat keagamaan dan kebangsaan ditanamkan kepada peserta
didik agar menjadi manusia berkepribadian Indonesia yang menguasai ilmu
pengetahuan, mempunyai kecakapan hidup dan keterampilan individual dan sosial,
serta memberikan manfaat sebanyak-banyaknya bagi kehidupan bersama.
Menghadapi masalah-masalah di atas, maka perlu ditetapkan fokus utama dan
dijalankan program-program pendidikan meliputi: (a) pengembangan kapasitas kelembagaan
dan mutu pendidikan berikut penguatan relevansinya terhadap kebutuhan-kebutuhan
pemberdayaan bangsa; (b) pengembangan infrastruktur pendidikan dengan menjadikannya
sebagai bidang layanan umum dan tidak dilakukan privatisasi terhadapnya; (c) pelibatan
secara optimal kelompok-kelompok keagamaan dan kebudayaan dalam pengembangan
pendidikan karakter serta menjadikannya sebagai tolak ukur utama dalam standar pendidikan
nasional dalam rangka peningkatan daya saing dan penguatan jati diri keagamaan dan
kebangsaan
F. NU DAN BONUS DEMOGRAFI
Sejak tahun 2012, Indonesia mengalami perubahan struktur jumlah penduduk.
Penduduk usia kerja (15-64 tahun) berjumlah lebih besar daripada penduduk usia anak dan
lansia (0-14 dan 60+ tahun). Dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, setiap penduduk usia
kerja menanggung lebih sedikit kehidupan penduduk usia anak dan lansia. Jumlah penduduk
usia kerja akan mencapai 70 persen (180 juta jiwa). Sisanya sekitar 60 juta jiwa (30 persen),
adalah penduduk yang tidak produktif (anak dan lansia).
Dengan banyaknya penduduk usia kerja, diasumsikan akan banyak tenaga kerja yang tersedia
dan lapangan kerja yang tercipta. Rantai kegiatan ekonomi yang terjadi pun akan meningkat
pesat. Dengan jumlah tanggungan dalam keluarga yang lebih kecil, diasumsikan
kesejahteraan keluarga akan meningkat.
Bonus Demografi adalah istilah yang menunjukkan pesatnya ekonomi negara, karena
banyaknya penduduk usia kerja (usia produktif) dan sedikitnya tanggungan (usia non
produktif) ini. Indonesia akan mengalaminya antara tahun 2012-2034, dengan puncaknya
pada tahun 2028-2031. Berbagai negara (Korea Selatan, Thailand, Tiongkok, dan lain-lain)
telah membuktikan lonjakan pertumbuhan ekonomi dengan memanfaatkan kurun waktu
Bonus Demografi ini.
Pemerintah Indonesia pun saat ini memberikan perhatian lebih kepada persiapan Bonus
Demografi melalui kebijakan-kebijakan publik. Persiapan ini diperlukan sebab Bonus
Demografi tidak secara otomatis terjadi akibat menurunnya angka rasio ketergantungan dan
besarnya penduduk usia produktif. Bila dipersiapkan dengan baik, dalam kurun waktu ini
jumlah penduduk yang bekerja/produktif dan menabung/berinvestasi akan meningkat pesat.
Bila tidak dipersiapkan dengan baik, peluang Bonus Demografi akan berubah menjadi Mimpi
Buruk Demografi, di mana negara akan memiliki banyak penduduk usia kerja yang
menganggur dan angka kemiskinan yang tinggi.
Beberapa hal terkait dengan Bonus Demografi adalah:
Kualitas SDM yang baik. Diperlukan sumber daya manusia yang sehat, terdidik, dan
terampil, sehingga produktif dan berorientasi investasi, bukan hanya konsumsi. Bila
penduduk usia produktif kurang terdidik dan terampil, peluang ekonomi tidak akan
dapat dikelola. Kesehatan dan pendidikan menjadi prioritas
Ketrampilan dan Kompetensi Tenaga Kerja perlu disiapkan secara khusus. Tanpa
daya saing dalam ketrampilan dan kompetensi tenaga kerja, penduduk Indonesia
hanya akan menjadi konsumen, bukan produsen. Apalagi dengan dimulainya
Masyarakat Ekonomi Eropa tahun 2015.
Struktur ekonomi yang memberikan ruang dan insentif kepada penduduk usia
produktif untuk bekerja dan berinvestasi. Kualitas SDM yang baik tanpa struktur
ekonomi yang memadai, akan mengakibatkan penduduk tidak dapat mengoptimalkan
potensi ekonominya. Sistem ekonomi kapitalistik dan liberalistik yang dikuasai
kelompok oligark perlu dikembalikan kepada semangat ekonomi konstitusi yang
berpihak kepada rakyat kecil.
Mobilitas penduduk yang terkelola dengan baik. Berdasarkan sensus penduduk tahun
2010, jumlah penduduk usia remaja di perkotaan sudah menjadi lebih besar daripada
di pedesaan. Gelombang urbanisasi terjadi karena faktor penghidupan di sektor
ekonomi agraria tidak menjanjikan peningkatan kesejahteraan.
Peledakan jumlah penduduk pada saat tahun bonus perlu dihindari, di mana kategori
usia dini dapat dijaga untuk tidak membesar. Bila penduduk usia produktif tidak
mampu merencanakan keluarganya dengan baik, maka angka ketergantungan akan
meningkat lebih cepat dan masa Bonus Demografi berakhir lebih cepat. Karena itu
program Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi menjadi faktor kunci.
Tema kependudukan adalah tema yang tak dapat dilepaskan dari karakter dan peran NU
sebagai jam'iyah dan jama'ah, juga sebagai salah satu organisasi kemasyarakatan terbesar di
Indonesia.
Dalam AD/ART dinyatakan, NU sebagai jam'iyah bertujuan menciptakan kemaslahatan
masyarakat, kemajuan bangsa dan ketinggian harkat dan martabat manusia.
Dengan demikian, NU memiliki kewajiban untuk mempersiapkan jama'ah NU agar dapat
memanfaat peluang Bonus Demografi ini. Kewajiban ini datang baik kepada jam'iyah NU,
kepada jama'ah, maupun sebagai kontribusi kepada bangsa dan negara. NU dituntut untuk
dapat mencermati dan merespons dengan baik berbagai tantangan dan peluang
kependudukan.
Terkait dengan peluang Bonus Demografi, merekomendasikan kepada PBNU untuk:
1. Mengambil peran aktif dalam penyusunan kebijakan publik dan program pemerintah
untuk menghadapi Bonus Demografi, agar aspirasi jam'iyah dan jama'ah NU dapat
tersampaikan dan dikelola dengan baik.
a. Kebijakan pembangunan secara umum, yang lebih berpihak kepada rakyat
kecil.
b. Kebijakan ekonomi dan ketenagakerjaan yang memperkuat rakyat kecil dan
ekonomi agraria
c. Kebijakan Kependudukan yang mendukung pelayanan pendidikan, kesehatan,
dan keluarga berencana, terutama pada masyarakat desa
d. Kebijakan pendidikan yang mampu mencetak sumber daya manusia yang
berkualitas
2. Menyusun strategi komprehensif untuk pengelolaan peluang dan tantangan Bonus
Demografi, yang diaplikasikan secara menyeluruh melalui semua elemen jam'iyah
dan jama'ah NU.
3. Memberikan mandat kepada banom dan lembaga NU yang terkait untuk secara
terfokus mengelola program-program terkait Bonus Demografi secara sistematis.
4. Dalam hal pendidikan dan kesehatan, NU perlu menyusun langkah strategis untuk
meningkatkan kualitas warga NU, agar dapat mencetak angkatan kerja yang sehat,
terdidik, dan terampil serta memiliki daya saing.
5. Dalam hal kesejahteraan keluarga, NU perlu menyusun program komprehensif untuk
mencetak keluarga maslahah. Karakter keluarga, penguatan ekonomi keluarga,
perencanaan keluarga, dan kesehatan reproduksi menjadi prioritas program.
G. REKOMENDASI INTERNASIONAL
Sebagai bagian dari bangsa Indonesia dan warga dunia, dan berangkat dari ciri dan
karakteristik Nahdlatul Ulama sebagai cermin dari Islam Nusantara, maka tidak berlebihan
jika pada Mukatamr ke-33 ini PBNU mengajukan sejumlah rekomendasi baik kepada diri
sendiri sebagai pengurus PBNU yang akan datang, kepada pemerintah Indonesia maupun
kepada masyarakat dunia dan lembaga-lembaga dunia:
1. Tentang Palestina:
Meskipun pergeseran geopolitik dan aliansi antara berbagai kekuatan dan negara tampak
sedang terjadi di tingkat dunia dan Timur Tengah sekarang ini, namun satu hal bahwa nasib
dari mereka yang tertindas dan menjadi korban persaingan antar mereka, belum berubah.
Salah satu bangsa dan negara itu adalah Pelastina. Sudah sejak lama rakyat Palestina hidup di
bawah penindasan dan dirampas hak-haknya untuk merdeka di tangan Israel atas dukungan
kekuatan dunia, baik AS maupun PBB.
PBNU memandang bahwa rakyat dan negara Palestina adalah bangsa dan negara yang
plural yang di dalamnya bermukim penduduk dari berbagai agama dan etnis. Tidak ada
alasan untuk tidak mendukung kemerdekaan Palestina karena alasan agama dan etnis tertentu.
Penindasan terhadap bangsa lain dengan alasan apapun tidak bisa dibenarkan. Sebagai rakyat
yang mendiami sebuah tanah kelahiran dan milik sendiri, Palestina berhak memperoleh hak
hidup, hak memerintah dan hak mengolah alam yang ada di dalam dan di atasnya secara
mandiri tanpa campur tengan pihak lain, serta berhak memperoleh kedamaian. Maka
dukungan bagi kemerdekaan rakyat dan negara Palestina tidak bisa ditangguhkan.
Oleh karena itu, PBNU mendukung sepenuhnya kemerdekaan negara Palestina dan
mendesak agar PBB segera memberikan dan mengesahkan keanggota negara Palestina
menjadi anggota resmi PBB dan memberikan hak yang setara dengan rakyat dan negara yang
merdeka manapun. PBNU juga mengimbau bagi bangsa dan negara yang cinta kepada
perdamaian, tanpa penindasan dan diskriminasi untuk mendukung bagi diakuinya negara
Pelestina sebagai anggota PBB yang sah dan resmi untuk memperoleh hak yang setara
dengan bangsa-bangsa merdeka yang lain.
2. Tentang Ancaman ISIS
Fenonena kekerasan yang mengatasnamakan agama dan melakukan intervensi kepada rakyat
di negara lain adalah membahayakan perdamaian dan harmoni bagi kehidupan negara dan
bangsa lainnya. Fenomena ISIS maupun kelompok dan jaringan lainnya yang membawa
agama dengan karakter kekerasan dan ideologi radikal dan fundamentalistik kini telah
merasuk ke dalam sendi-sendi kehidupan bangsa dan negara Indonesia. Bahkan mereka telah
menguasai sejumlah tempat ibadah atau masjid baik yang dibangun oleh rakyat dengan cara
gotong royong maupun oleh pemerintah sendiri. Di tempat lain, mereka juga telah masuk dan
menguasai sebagian dari sendi-sendi para aparatur negara penjaga kedaulatan seperti TNI,
Polisi dan birokrasi.
Mereka bukan hanya merusak harmoni dan hidup saling menghormati yang menjadi
tradisi Islam Nusantara dan bangsa Indonesia melainkan mereka telah menggerogoti sendi-
sendi dan dasar negara Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika yang menjadi perekat kehidupan
bangsa Indonesia. Sedangkan pemerintah dan aparatnya cenderung berada di bawah tekanan
dan takut untuk bersikap tegas kepada mereka serta permisif terhadap ideologi anri dialog
dan cedening kepada kekerasan dan pemaksaan yang dibawa oleh mereka. Munculnya
berbagai peraturan baik nasional maupun lokal yang menyudutkan dan mendiskriminasi
rakyat pribumi tertentu adalah bukti bahwa pemerintah telah tidak berdaya dan permisif
terhadap ideologi yang membahayakan bangsa Indonesia tersebut. Ketidaktegasan
pemerintah dalam menanggulangi rong-rongan terhdap Pancasila dan bhineka tunggal ika itu
juga menunjukkan kelemahan pemerintah dalam menjaga eksistensi bangsa dan keutuhan
negara kesatuan Republik Indonesia.
NU hendak mengingatkan bahwa perkembangan tersebut sudah sampai pada tingkat
membahayakan bagi kehidupan bangsa Indonesia dan eksistensi negara kesatuan Republik
Indonesia. Pemerintah harus segera sadar untuk bertindak menghadapi mereka dengan sikap
tegas dan mengembalikan semangat Pancasila atas berbagai peraturan untuk melindungi
seluruh bangsa Indonesia tanpa membedakan etnis, agama dan asal-usul. PBNU mengimbau
agar pemerintah menegakkan sikap disiplin dalam bernegara dan berbangsa, serta
mengembalikan nilai-nilai luhur dan konstitusi yang mendasari kebangsaan Indonesia.
C. Tentang Rohingya:
Pada level Asia Tenggara kami juga melihat masih adanya negara-negara yang
memperlakukan diskriminasi terhadap pemeluk agama dan etnis minoritas, baik pribumi
maupun pendatang. Perlakuan yang paling ekstrim adalah pemerintah Myanmar atas etnis
Rohingya. Tanpa melihat latar belakang agama, etis atau apapun bagi Rohingya, perlakuan
pemerintah Myanmar yang menolak mengakui keberadaan mereka sebagai warganegara yang
telah tinggal ratusan tahun di negara itu sebelum negara itu merdeka, merupakan
pengkhianatan terhadap tugas negara bagi bangsanya sendiri. Penindasan, pengabaian
kesehatan dan pendidikan bagi anak, kekerasan dan pengusiran secara paksa dari negara itu
adalah pelanggaran berat bagi Hak Asasi Manusia.
Oleh karena itu, NU mendesak agar pemerintah Myanmar menghentikan penindasan
dan pengusiran terhadap Rohingya. Pemerintah Indonesia sebagai salah satu negara besar di
Asia Tenggara dan inisiator bagi berdirinya ASEAN layak untuk mengambil peran menekan
pemerintah Myanmar agar menghentikan penindasan dan pengusrian terhadap Rohingya.
NU juga mendesak agar Amerika Serikat sebagai negara besar di dunia dan PBB sebagai
lembaga yang mewadahi negara dan bangsa untuk segera mengambil peran melindungi
Rohingya dan mendesak pemerintah Myanmar untuk menghentikan diskriminasi, penindasan
dan pengusiran terhadap Rohingya.
Jika pemerintah Myanmar tidak juga menghentikan diskriminasi, penindasan dan
pengusiran serta tetap menolak memberikan status warganegara kepada Rohingya maka NU
mendesak agar AS dan PBB memberikan sangsi ekonomi dan politik kepada pemerintah
Myanmar dengan segera. Sangsi ini dimaksudkan agar pemerintah Myanmar sadar akan tugas
dan kewajibannya sebagai pemerintah sebuah bangsa, dan negara bertugas memberikan
perlindungan dan pelayanan kepada seluruh warganegara.
B. Tentang Komunitas Ekonomi ASEAN
Diberlakukannya ASEAN Commuity (Komuitas ASEAN) yang diajukan pada tahun 2015,
akan segera dirasakan pengaruhnya bagi pola komunikasi dan informasi serta pergerakan
manusia, bukan hanya sesama negara anggota ASEAN melainkan juga negara lain dari mana
pun, karena seluruh negara ASEAN terbuka bukan hanya untuk sesama warga aSEAN
melainkan juga di luarnya.
NU prihatin mengingat hal itu akan berpengaruh bagi nasib rakyat dalam jangka
panjang, kkususnya dalam hal ASEAN Economic Community (AEC) atau Komunitas
Ekonomi ASEAN. Itu berarti terjadinya integrasi ekonomi di antara negara-negara anggota
ASEAN. Persaingan lapangan kerja, produk-produk lokal dan harga serta ekspor – impor
akan bersaing secara bebas bukan hanya sesama negara ASEAN melainkan produk dari luar
ASEAN.
NU berpandangan bahwa melihat situasi pengagguran, kemiskinan, jarak ekonomi
antara kaya - miskin di Indonesia dan eksploitasi sumbedaya alam yang belum mampu
dikendalikan oleh pemerintah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Indonesia. Maka
Nahdlatul Ulama meminta dengan tegas dan keras kepada pemerintah Indonesia untuk
memperhitungkan betul implikasi pemberlakuan, baik ASEAN Community maupun ASEAN
Economic Community bagi Indonesia. Pemerintah harus melindungi sector-sektor ekonomi
kerakyatan yang justru terancam dengan permberlakukan AEC maupun AC.[ ]