materi kanker serviks
DESCRIPTION
kanker serviksTRANSCRIPT
A. Definisi Penyakit
Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut rahim
sebagai akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan
merusak jaringan normal di sekitarnya (FKUI, 1990; FKKP, 1997). Kanker ini
menyerang daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke
arah rahim. Letaknya antara rahim (uterus) dengan liang senggama wanita
(vagina).
Kanker ini 99,7% disebabkan oleh human papilloma virus (HPV)
onkogenik, yang menyerang leher rahim. Berawal terjadi pada leher rahim,
apabila telah memasuki tahap lanjut, kanker ini bisa menyebar ke organ-organ lain
di seluruh tubuh penderita.
Kanker serviks atau kanker leher rahim adalah jenis penyakit kanker yang
terjadi pada daerah leher rahim. Yaitu, bagian rahim yang terletak di bawah, yang
membuka ke arah liang vagina. Berawal dari leher rahim, apabila telah memasuki
tahap lanjut, kanker ini bisa menyebar ke organ-organ lain di seluruh tubuh.
Kanker serviks mungkin merupakan yang terpenting di antara penyakit-
penyakit alat kandungan lainnya, disebabkan oleh karena frekuensinya yang tinggi
dan akibatnya terhadap penderita. Mamma ca lebih tinggi frekuensinya, tetapi
cervix ca lebih sering mematikan.
B. Penyebab dan Mekanisme Penyakit
Sebab langsung dari kanker serviks masih belum diketahui. Ada bukti
kuat kejadiannya mempunyai hubungan erat dengan sejumlah factor ekstrinsik di
antaranya yaitu:
1. Coitus pertama (coitarche) pada usia di bawah 16 tahun
Pada umur 12-20 tahun, organ reproduksi wanita sedang aktif
berkembang. Idealnya, ketika sel sedang membelah secara aktif, tidak terjadi
kontak atau rangsangan apa pun dari luar. Kontak atau rangsangan dari luar,
seperti penis atau sperma, dapat memicu perubahan sifat sel menjadi tidak normal.
Sel yang tidak normal ini kemungkinan besar bertambah banyak kalau ada luka
saat terjadi hubungan seksual. Sel abnormal inilah yang berpotensi tinggi
menyebabkan kanker mulut rahim.
Hubungan seksual pada usia terlalu dini bisa meningkatkan risiko
terserang kanker leher rahim sebesar 2 kali dibandingkan perempuan yang
melakukan hubungan seksual setelah usia 20 tahun.
2. Jarang dijumpai pada suaminya yang disunat (sirkumsisi)
Ini disebabkan karena laki-laki yang tidak disunat kebersihan penisnya
tidak terawat karena ada kumpulan-kumplan smegma.
3. Terlalu sering menggunakan pembersih vagina
Tidak semua bakteri merugikan. Ada juga bakteri dalam vagina yang
berfungsi membunuh bakteri yang merugikan tubuh. Jika terlalu sering
menggunakan sabun pembersih vagina, bakteri baik pun akan mati. Selain itu
sabun vagina juga dapat menyebabkan iritasi. Kulit pada mulut rahim sangat tipis
sehingga iritasi yang timbul dapat memicu abnormalitas sel. Kondisi ini rentan
memicu kanker mulut rahim.
4. Sering ditemukan pada wanita yang terinfeksi virus HPV tipe 16 atau 18
Penyebab terbesar kanker leher rahim atau disebut kanker servik adalah
infeksi HPV yang menular lewat hubungan seksual. Seorang wanita bisa
terinfeksi virus ini pada usia belasan tahun dan baru diketahui mengidap kanker
20 atau 30 tahun kemudian setelah infeksi kanker menyebar.
Kanker serviks disebabkan oleh virus HPV (Human Papilloma Virus). Virus
ini memiliki lebih dari 100 tipe, di mana sebagian besar di antaranya tidak
berbahaya dan akan lenyap dengan sendirinya. Jenis virus HPV yang
menyebabkan kanker serviks dan paling fatal akibatnya adalah virus HPV tipe 16
dan 18. Namun, selain disebabkan oleh virus HPV, sel-sel abnormal pada leher
rahim juga bisa tumbuh akibat paparan radiasi atau pencemaran bahan kimia yang
terjadi dalam jangka waktu cukup lama.
5. Kebiasaan merokok
Sel-sel mulut rahim yang teracuni oleh nikotin dalam darah juga memiliki
kecenderungan mempengaruhi selaput lendir pada tubuh, termasuk selaput lendir
mulut rahim yang dapat memicu abnormalitas sel pada mulut rahim. Resiko
kanker mulut rahim lebih tinggi pada wanita perokok.
Ada banyak penelitian yang menyatakan hubungan antara kebiasaan
merokok dengan meningkatnya risiko seseorang terjangkit penyakit kanker
serviks. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan di Karolinska Institute di
Swedia dan dipublikasikan di British Journal of Cancer pada tahun 2001. Menurut
Joakam Dillner, M.D., peneliti yang memimpin riset tersebut, zat nikotin serta
“racun” lain yang masuk ke dalam darah melalui asap rokok mampu
meningkatkan kemungkinan terjadinya kondisi cervical neoplasia atau tumbuhnya
sel-sel abnormal pada rahim. “Cervical neoplasia adalah kondisi awal
berkembangnya kanker serviks di dalam tubuh seseorang,” ujarnya.
6. Aktivitas seksual yang sering berganti-ganti pasangan (promiskuitas)
Berdasarkan penelitian, resiko kanker serviks meningkat lebih dari 10 kali
sempurna bila berhubungan dengan 6 atau lebih mitra seks, atau bila berhubungan
seks pertama di bawah 15 tahun. Resiko juga meningkat bila berhubungan seks
dengan laki-laki yang beresiko tinggi (laki-laki yang berhubungan seks dengan
banyak wanita), atau laki-laki dengna kondiloma akuminatum (penyakit ‘jengger
ayam’) di penisnya.
7. Trauma kronis pada serviks
Insidensi meningkat dengan tingginya paritas, apalagi bila jarak
persalinan terlampau dekat. Trauma ini terjadi karena persalinan berulang kali
(banyak anak), adanya infeksi dan iritasi menahun.
8. Defisiensi zat gizi
Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa wanita yang rendah konsumsi
beta karoten dan vitamin (A, C, dan E) memiliki resiko tinggi terkena kanker
serviks.
9. Jarang ditemukan pada perawan (virgin).
10. Insidensi lebih tinggi pada mereka yang kawin daripada yang tidak kawin.
11. Higiene genitalia yang jelek.
Karsinoma serviks timbul di batas antara epitel yang melapisi ektoserviks
(porsio) dan endoserviks kanalis serviks yang sering disebut sebagai squoma-
columnar junction (SCJ). Pada awal perkembangannya kanker serviks tak
memberi tanda-tanda dan keluhan. Pada pemeriksaan dengan speculum, tampak
sebagai porsio yang erosif (metaplasia skuamosa) yang fisiologik atau patologik.
Serviks yang normal, secara alami mengalami proses metaplasi (erosion)
akibat saling desak mendesaknya kedua jenis epitel yang melapisi. Dengan
masuknya mutagen, porsio yang erosive (metaplasia skuamosa) yang semula
fisiologik dapat berubah menjadi patologik (displastik-diskariotik) melalui
tingkatan NIS I, II, III dan KIS untuk akhirnya menjadi karsinoma invasive.
Sekali menjadi mikro invasive atau invasive, proses keganasan akan berjalan
terus.
Kanker serviks paling sering bermula dengan sel datar, tipis yang membentuk
dasar selviks (sel skuamosa). Karsinoma sel squamosa merupakan 80% dari kasus
kanker serviks. Kanker serviks dapat juga terjadi pada sel kelenjar yang
membentuk bagian atas dari serviks. Dapat disebut dengan adenocarcinoma,
prevalensi kanker ini yaitu 15% dari kanker serviks. Kadang-kadang kedua tipe
sel ditemukan pada kanker serviks. Terdapat kanker lain pada sel lain di serviks
namun persentasenya sangat kecil.
Apa yang menyebabkan sel skuamos atau sel glandular menjadi abnormal dan
berkembang menjadi kanker belum begitu jelas. Namun, telah jelas bahwa Human
papiloma virus (HPV) pada infeksi menular seksual berperan. Bukti bahwa HPV
ditemukan pada hampir semua kanker serviks. Namun, HPV merupakan virus
yang sangat umum dan kebanyakan wanita dengan HPV tidak pernah mengidap
kanker serviks. Ini berarti faktor resiko lainnya, seperti faktor genetik, lingkungan,
dan gaya hidup, juga menentukan apakah seseorang akan terkena kanker serviks.
1. Stadium preklinis
Tidak dapat dibedakan dengan cervicitis chronica biasa.
2. Stadium permulaan (early stage)
Sering tampak sebagai lesi di sekitar ostium externum, pada batas kedua jenis
epitel. Tampaknya sebagai daerah yang granuler, keras, lebih tinggi dari
sekitarnya dan mudah berdarah. Kadang-kadang permukaannya ditutup oleh
pertumbuhan yang papiler.
3. Stadium setengah lanjut (moderately advanced stage)
Telah mengenai sebagian besar atau seluruh bibir portio. Bentuk seperti ini
disebut exophytic. Bila tumbuhnya ke dalam jaringan disebut endophytic.
4. Stadium lanjut (advanced stage)
Terjadi pengrusakan dari jaringan cervix, sehingga tampaknya seperti ulcus
dengan jaringan yang rapuh dan mudah berdarah. Vagina di sekitarnya jadi keras,
juga lig. Latum sebagai akibat infiltrasi jaringan ca dan juga karena infeksi. Kalau
tumbuhnya hanya exophytic saja, cervix dapat sedemikian besarnya, sehingga
mengisi seluruh vagina tetapi tanpa mengisi infiltrasi ke jaringan sekitarnya.
Selanjutnya jaringan ca dapat mengenai rectum, kandung kencing, dan
menyebabkan fistula.
C. Klasifikasi Stadium Kanker Serviks Menurut FIGO
1. Stadium I. Kanker leher rahim hanya terdapat pada daerah leher rahim
(serviks)
a) Stadium IA. Kanker invasive didiagnosis melalui mikroskopik
(menggunakan mikroskop), dengan penyebaran sel tumor mencapai
lapisan stroma tidak lebih dari kedalaman 5 mm dan lebar 7 mm.
1) Stadium IA1. Invasi lapisan stroma sedalam 3 mm atau kurang
dengan lebar 7 mm atau kurang.
2) Stadim IA2. Invasi stroma antara 3- 5 mm dalamnya dan dengan
lebar 7 mm atau kurang.
b) Stadium IB. tumor yang terlihat hanya terdapat pada leher rahim atau
dengan pemeriksaan mikroskop lebih dalam dari 5 mm dengan lebar 7
mm.
1) Stadium IB1. Tumor yang terlihat sepanjang 4 cm atau kurang.
2) Stadium IB2. Tumor yang terlihat lebih panjang dari 4 cm.
2. Stadium II. Kanker meluas keluar dari leher rahim namun tidak mencapai
dinding panggul. Penyebaran melibatkan vagina 2/3 bagian atas.
1) Stadium IIA. Kanker tidak melibatkan jaringan penyambung
(parametrium) sekitar rahim, namun melibatkan 2/3 bagian atas vagina.
2) Stadium IIB. Kanker melibatkan parametrium namun tidak
melibatkan dinding samping panggul.
3. Stadium III. Kanker meluas sampai ke dinding samping panggul dan
melibatkan 1/3 vagina bagian bawah. Stadium III mencakup kanker yang
menghambat proses berkemih sehingga menyebabkan timbunan air seni di ginjal
dan berakibat gangguan ginjal.
1) Stadium IIIA. Kanker melibatkan 1/3 bagian bawah vagina namun
tidak meluas sampai dinding panggul.
2) Stadium IIIB. Kanker meluas sampai dinding samping vagina yang
menyebabkan gangguan berkemih sehingga berakibat gangguan ginjal.
4. Stadium IV. Tumor menyebar sampai ke kandung kemih atau rectum, atau
meluas melampaui panggul.
1) Stadium IVA. Kanker menyebar ke kandung kemih atau rectum.
2) Stadium IVB. Kanker menyebar ke organ yang jauh.
D. Gejala dan Tanda Penyakit
1. Keputihan
Keputihan merupakan gejala yang sering ditemukan. Getah yang keluar
dari vagina ini makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis
jaringan.
2. Pendarahan
Akan terjadi bila sel-sel rahim telah berubah sifat menjadi kanker dan
menyerang jaringan-jaringan di sekitarnya.
3. Pendarahan hebat diluar siklus menstruasi, dan setelah berhubungan seks
Sifatnya bisa intermenstruil, atau perdarahan kontak. Perdarahan kontak adalah
perdarahan yang dialami setelah berhubungan seksual. Perdarahan yang timbul
akibat terbukanya pembuluh darah makin lama akan lebih sering terjadi, juga di
luar sanggama. Perdarahan ini merupakan gejala karsinoma serviks (75-80%).
4. Rasa nyeri saat berkemih
Ini disebabkan karena terjadinya kerentanan pada vesika urinaria (bladder
irritabillty) dan perangsangan rectum (rectal discomfort). Kemudian bisa timbul
fistel vesico vaginal atau recto vaginal. Ureter bisa tersumbat dan penderita
meninggal karena uremia.
5. Siklus menstruasi tidak teratur.
6. Nyeri selama berhubungan seks.
7. Nyeri sekitar panggul.
8. Pendarahan pada masa pra atau paska menopause.
9. Bila kanker sudah mencapai stadium tinggi, akan terjadi pembengkakan
diberbagai anggota tubuh seperti betis, paha, tangan dsb.
E. Patofisiologi Kanker Serviks
Karsinoma serviks adalah penyakit yang progresif, mulai dengan
intraepitel, berubah menjadi neoplastik, dan akhirnya menjadi kanker serviks
setelah 10 tahun atau lebih. Secara histopatologi lesi pre invasif biasanya
berkembang melalui beberapa stadium displasia (ringan, sedang dan berat)
menjadi karsinoma insitu dan akhirnya invasif. Berdasarkan karsinogenesis
umum, proses perubahan menjadi kanker diakibatkan oleh adanya mutasi gen
pengendali siklus sel. Gen pengendali tersebut adalah onkogen, tumor supresor
gene, dan repair genes. Onkogen dan tumor supresor gen mempunyai efek
yang berlawanan dalam karsinogenesis, dimana onkogen memperantarai
timbulnya transformasi maligna, sedangkan tumor supresor gen akan
menghambat perkembangan tumor yang diatur oleh gen yang terlibat dalam
pertumbuhan sel. Meskipun kanker invasive berkembang melalui perubahan
intraepitel, tidak semua perubahan ini progres menjadi invasif. Lesi preinvasif
akan mengalami regresi secara spontan sebanyak 3 -35%.
Bentuk ringan (displasia ringan dan sedang) mempunyai angka regresi
yang tinggi. Waktu yang diperlukan dari displasia menjadi karsinoma insitu
(KIS) berkisar antara 1 – 7 tahun, sedangkan waktu yang diperlukan dari
karsinoma insitu menjadi invasif adalah 3 – 20 tahun (TIM FKUI, 1992).
Proses perkembangan kanker serviks berlangsung lambat, diawali adanya
perubahan displasia yang perlahan-lahan menjadi progresif. Displasia ini dapat
muncul bila ada aktivitas regenerasi epitel yang meningkat misalnya akibat
trauma mekanik atau kimiawi, infeksivirus atau bakteri dan gangguan
keseimbangan hormon. Dalam jangka waktu 7 – 10 tahun perkembangan
tersebut menjadi bentuk preinvasif berkembang menjadi invasif pada stroma
serviks dengan adanya proses keganasan.
F. Pengobatan Kanker Serviks
Terapi karsinoma serviks dilakukan bila mana diagnosis telah
dipastikan secara histologik dan sesudah dikerjakan perencanaan yang matang
oleh tim yang sanggup melakukan rehabilitasi dan pengamatan la njutan (tim
kanker / tim onkologi). Pemilihan pengobatan kanker leher rahim tergantung
pada lokasi dan ukuran tumor, stadium penyakit, usia, keadaan umum
penderita, dan rencana penderita untuk hamil lagi. Lesi tingkat rendah biasanya
tidak memerlukan pengobatan lebih lanjut, terutama jika daerah yang abnormal
seluruhnya telah diangkat pada waktu pemeriksaan biopsi. Pengobatan pada
lesi prekanker bisa berupa kriosurgeri (pembekuan), kauterisasi (pembakaran,
juga disebut diatermi), pembedahan laser untuk menghancurkan sel-sel yang
abnormal tanpa melukai jaringan yang sehat di sekitarnya dan LEEP (loop
electrosurgical excision procedure) atau konisasi (Wiknjosastro, 1997).
1. Pembedahan
Pada karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks
paling luar), seluruh kanker sering kali dapat diangkat dengan bantuan
pisau bedah ataupun melalui LEEP (loop electrosurgical excision
procedure) atau konisasi. Dengan pengobatan tersebut, penderita masih
bisa memiliki anak. Karena kanker bisa kembali kambuh, dianjurkan
untuk menjalani pemeriksaan ulang dan Pap smear setiap 3 bulan selama 1
tahun pertama dan selanjutnya setiap 6 bulan. Jika penderita tidak
memiliki rencana untuk hamil lagi, dianjurkan untuk menjalani
histerektomi. Pembedahan merupakan salah satu terapi yang bersifat
kuratif maupun paliatif. Kuratif adalah tindakan yang langsung
menghilangkan penyebabnya sehingga manifestasi klinik yang
ditimbulkan dapat dihilangkan. Sedangkan tindakan paliatif adalah
tindakan yang berarti memperbaiki keadaan penderita. Histerektomi
adalah suatu tindakan pembedahan yang bertujuan untuk mengangkat
uterus dan serviks (total) ataupun salah satunya (subtotal). Biasanya
dilakukan pada stadium klinik IA sampai IIA (klasifikasi FIGO). Umur
pasien sebaiknya sebelum menopause, atau bila keadaan umum baik, dapat
juga pada pasien yang berumur kurang dari 65 tahun. Pasien juga harus
bebas dari penyakit umum (resiko tinggi) seperti penyakit jantung, ginjal
dan hepar.
2. Terapi penyinaran (radioterapi)
Terapi radiasi bertujuan untuk merusak sel tumor pada serviks
serta mematikan parametrial dan nodus limpa pada pelvik. Kanker serviks
stadium II B, III, IV sebaiknya diobati dengan radiasi. Metoda radioterapi
disesuaikan dengan tujuannya yaitu tujuan pengobatan kuratif atau paliatif.
Pengobatan kuratif ialah mematikan sel kanker serta sel yang telah
menjalar ke sekitarnya atau bermetastasis ke kelenjar getah bening
panggul, dengan tetap mempertahankan sebanyak mungkin kebutuhan
jaringan sehat di sekitar seperti rektum, vesika urinaria, usus halus, ureter.
Radioterapi dengan dosis kuratif hanya akan diberikan pada stadium I
sampai III B. Apabila sel kanker sudah keluar ke rongga panggul, maka
radioterapi hanya bersifat paliatif yang diberikan secara selektif pada
stadium IV A. Terapi penyinaran efektif untuk mengobati kanker invasif
yang masih terbatas pada daerah panggul. Pada radioterapi digunakan
sinar berenergi tinggi untuk merusak sel-sel kanker dan menghentikan
pertumbuhannya.
Ada dua jenis radioterapi yaitu radiasi eksternal yaitu sinar berasal
dari sebuah mesin besar dan penderita tidak perlu dirawat di rumah sakit,
penyinaran biasanyadilakukan sebanyak 5 hari/minggu selama 5-6
minggu. Keduannya adalah melalui radiasi internal yaitu zat radioaktif
terdapat di dalam sebuah kapsul dimasukkan langsung ke dalam serviks.
Kapsul ini dibiarkan selama 1-3 hari dan selama itu penderita dirawat di
rumah sakit. Pengobatan ini bisa diulang beberapa kali selama 1-2 minggu.
Efek samping dari terapi penyinaran adalah iritasi rektum dan
vagina, kerusakan kandung kemih dan rektum dan ovarium berhenti
berfungsi (Gale & Charette, 2000).
3. Kemoterapi
Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian obat
melalui infus, tablet, atau intramuskuler. Obat kemoterapi digunakan utamanya
untuk membunuh sel kanker dan menghambat perkembangannya. Tujuan
pengobatan kemoterapi tegantung pada jenis kanker dan fasenya saat didiag nosis.
Beberapa kanker mempunyai penyembuhan yang dapat diperkirakan atau dapat
sembuh dengan pengobatan kemoterapi. Dalam hal lain, pengobatan mungkin
hanya diberikan untuk mencegah kanker yang kambuh, ini disebut pengobatan
adjuvant. Dalam beberapa kasus, kemoterapi diberikan untuk mengontrol penyakit
dalam periode waktu yang lama walaupun tidak mungkin sembuh. Jika kanker
menyebar luas dan dalam fase akhir, kemoterapi digunakan sebagai paliatif untuk
memberikan kualitas hidup yang lebih baik. Kemoterapi secara kombinasi telah
digunakan untuk penyakit metastase karena terapi dengan agen-agen dosis tunggal
belum memberikan keuntungan yang memuaskan. Contoh obat yang digunakan
pada kasus kanker serviks antara lain CAP (Cyclophopamide Adrem ycin
Platamin), PVB (Platamin Veble Bleomycin) dan lain –lain (Prayetni, 1997).
DAFTAR PUSTAKA
Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran.
1981. Ginekologi. Bandung: Elfstar Offset.
Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kandungan. Jakarta: PT. Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
Price, Sylvia Anderson, Lorraine McCarty Wilson. 2005. Patofisiologi: Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.
http: www.wikipedia.co.id
http: www.google.co.id
http://www.cancer.gov/cancertopics diakses : tanggal 13 November 2012
http://www.cdc.gov/cancer/knowledge diakses : tanggal 13 November 2012
http://www.womenshealth.gov diakses : tanggal 13 November 2012
MMWR, Quadrivalent Human Papillomavirus Vaccine Recommendation of
the Advisory Committee on Immunization Practices. 2007. Dept. of
Health & Human Services. Center for Disease Control & Prevention.
Visser, O., Coebergh, JWW., Otter.R. Gynecologic Tumors In Netherland.
1997.
Cancer incidence in five continents, IARG VIII; No. 155, 1-5.
www.kankerserviks.comdiakses : tanggal 13 November 2012