mata kuliah dasar-dasar manajemen pendidikan islam

63
MATA KULIAH DASAR-DASAR MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM Penyusun: Dr. Asep Kurniawan, M.Ag JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN IAIN SYEKH NURJATI CIREBON 2016

Upload: others

Post on 30-Nov-2021

15 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: MATA KULIAH DASAR-DASAR MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

MATA KULIAH

DASAR-DASAR MANAJEMEN

PENDIDIKAN ISLAM

Penyusun:

Dr. Asep Kurniawan, M.Ag

JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

IAIN SYEKH NURJATI CIREBON

2016

Page 2: MATA KULIAH DASAR-DASAR MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
Page 3: MATA KULIAH DASAR-DASAR MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

1

RPS Dasar-dasar Manajemen Pendidikan Islam Dr. Asep Kurniawan, M.Ag

A. Visi, Misi dan Tujuan Pendidikan Jurusan

1. Visi :

2. Misi :

3. Tujuan

Pendidikan

:

B. Capain Pembelajaran Mata Kuliah

Capaian pembelajaran Jurusan Manajemen Pendidikan Islam sebagai berikut:

UNSUR SNPT

DAN KKNI

CAPAIAN PEMBELAJARAN

Sikap

a. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mampu menunjukkan

sikap relijius;

b. Menjungjung tinggi nilai kemanusiaan dalam menjalankan tugas

berdasarkan agama, moral, dan etika;

c. Menginternalisasikan nilai, norma, dan etika akademik;

d. Berperan sebagai warga negara yang bangga dan cinta tanah air,

memiliki nasionalisme serta rasa tanggungjawab pada negara dan

bangsa;

e. Menghargai keanekaragaman budaya, pandangan, agama, dan

kepercayaan, serta pendapat atau temuan orisinal orang lain;

f. Berkontribusi dalam peningkatan mutu kehidupan bermasyarakat,

berbangsa, bernegara, dan kemajuan peradaban berdasarkan

Pancasila;

g. Bekerja sama dan memiliki kepekaan sosial serta kepedulian

terhadap masyarakat dan lingkungan;

h. Taat hukum dan disiplin dalam kehidupan bermasyarakat dan

bernegara;

i. Menginternalisasi semangat kemandirian, kejuangan, dan

kewirausahaan;

j. Menunjukkan sikap bertanggungjawab atas pekerjaan di bidang

keahliannya secara mandiri

UNSUR SNPT &

KKNI

CAPAIAN PEMBELAJARAN

Penguasaan

Pengetahuan

a. Menguasai konsep, teoritis, metode dan perangkat analisis

manajemen pendidikan Islam, karakteristik, prinsip-prinsip dasar,

dan mekanisme membangun konsep manajemen pendidikan Islam.

b. Menguasai konsep manajemen aneka lembaga pendidikan Islam

yang meliputi pesantren, madrasah, dan perguruan tinggi Islam,

c. Menguasai konsep, teoritis, metode dan perangkat analisis

manajemen komponen-komponen dasar pendidikan Islam yang

meliputi manajemen kepegawaian, kesiswaan, kurikulum,

keuangan, sarana-prasarana.

d. Menguasai komponen penyempurnaan pendidikan Islam yang

meliputi manajemen masyarakat pendidikan Islam, layanan

pendidikan Islam, mutu pendidikan Islam, perubahan pendidikan

PENDAHULUAN

Page 4: MATA KULIAH DASAR-DASAR MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

2

RPS Dasar-dasar Manajemen Pendidikan Islam Dr. Asep Kurniawan, M.Ag

Islam, struktur pendidikan Islam, dan konflik pendidikan Islam.

e. Menguasai tehnik, kaidah, prinsip komunikasi lintas fungsi

manajemen pendidikan Islam.

f. Menguasai etika dan nilai-nilai relijius manajemen pendidikan

Islam.

g. Menguasai konsep, kaidah kepemimpinan pendidikan Islam.

h. Menguasai minimal salah satu bahasa internasional, terutama

bahasa Inggris.

Keterampilan

Umum

a. Menerapkan pemikiran logis, kritis, sistimatis, dan inovatif dalam

konteks pengembangan dan implementasi ilmu pengetahuan

dan/atau teknologi sesuai dengan bidang keahliannya;

b. Mengkaji implikasi pengembangan atau implementasi ilmu

pengetahuan, teknologi, atau seni sesuai dengan keahliannya

berdasarkan kaidah tata cara dan etika ilmiah untuk menghasilkan

solusi, gagasan, desain, atau kritik seni serta menyusun deskripsi

saintifik hasil kajiannya dalam bentuk laporan tugas akhir;

c. Mengambil keputusan secara tepat dalam konteks penyelesaian

masalah di bidang keahliannya, berdasarkan hasil analisis terhadap

informasi dan data;

d. Mengelola pembelajaran secara mandiri;

e. Mengembangkan dan memelihara jaringan kerja dengan

pembimbing kolega, sejawat baik di dalam maupun di luar

lembaganya.

Keterampilan

khusus

a. Mampu merumuskan fungsi manajemen pendidikan Islam pada

level operasional di berbagai lembaga pendidikan Islam;

b. Mampu melaksanakan fungsi organisasi dan kepemimpinan

pendidikan Islam;

c. Mampu mengidentifikasi masalah manajerial pendidikan Islam

pada level operasional, serta mengambil tindakan solutif yang tepat

berdasarkan alternatif yang kewirausahaan yang berakar pada

kearifan lokal;

d. Mampu berkontribusi dalam penyusunan rencana strategis

organisasi dan menjabarkan rencana strategis menjadi rencana

operasional organisasi pada level fungsional;

e. Mampu mengambil keputusan manajerial yang tepat di berbagai

ragam lembaga pendidikan Islam pada tingkat operasional,

berdasarkan analisis data dan informasi pada fungsi manajemen

pendidikan Islam;

f. Mampu melakukan kajian empirik dan permodelan dengan

menggunakan metode ilmiah pada berbagai tipe organisasi

pendidikan Islam berdasarkan fungsi organisasi;

g. Mampu berkomunikasi efektif lintas fungsi dan level manajemen

pendidikan Islam.

Page 5: MATA KULIAH DASAR-DASAR MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

3

RPS Dasar-dasar Manajemen Pendidikan Islam Dr. Asep Kurniawan, M.Ag

A. Nama dan Bobot SKS, Kode Mata Kuliah dan Semester Penawaran

1. Nama Mata Kuliah : Dasar-dasar Manajemen Pendidikan Islam

2. Bobot SKS : 2 SKS

3. Semester : I

B. Ketercapaian Pembelajaran Berdasarkan Sikap, Penguasaan Pengetahuan,

Keterampilan Umum dan Keterampilan Khusus melalui Mata Kuliah yang

Bersangkutan

Capaian pembelajaran yang dimiliki oleh mahasiswa setelah mengikuti Mata Kuliah

Dasar-dasar Manajemen Pendidikan Islam adalah:

SOFTSKILL

SIKAP 1. Menginternalisasi nilai, norma, dan etika akademik

2. Menunjukkan sikap bertanggungjawab atas pekerjaan di bidang

keahliannya secara mandiri.

3. Mengelola pembelajaran secara mandiri

HARDSKILL

PENGUASAAN

PENGETAHUAN

Menerapkan pemikiran logis, kritis, sistematis, dan inovatif dalam

konteks pengembangan atau sesuai dengan bidang keahliannya.

KETERAMPILAN

UMUM

Mengambil keputusan secara tepat dalam konteks penyelesaian

masalah di bidang keahliannya.

KETERAMPILAN

KHUSUS

1. Mampu mengambil keputusan manajerial yang tepat di berbagai

tipe lembaga pendidikan Islam pada tingkat operasional,

berdasarkan analisis data dan informasi pada fungsi organisasi.

2. Mampu melakukan kajian empirik dan pemodelan dengan

menggunakan metode ilmiah pada berbagai tipe lembaga

pendidikan Islam berdasarkan fungsi organisasi.

C. Evaluasi

No Kegiatan % Aspek

1 Tatap Muka 15% Proses

2 Keaktipan positif-akademik dan etika di

kelas

15%

3 Diskusi (presentasi, respon) 10%

4 Diskusi (Joyful, Moderator,

Compactness)

5%

5 Tugas 10% Hasil

6 Ujian Tengah Semester 20%

6 Ujian Akhir Semester 25%

Total 100%

INFORMASI MATA KULIAH

95-100 A

90-94 A-

85-89 B+

80-84 B

75-79 B-

70-74 C+

65-69 C

60-64 C-

55-59 D

<54 E

Page 6: MATA KULIAH DASAR-DASAR MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

4

RPS Dasar-dasar Manajemen Pendidikan Islam Dr. Asep Kurniawan, M.Ag

D. Kedisiplinan

1. Kehadiran

a. Minimal 75%

b. Tepat waktu dengan toleransi terlambat maksimal 15 menit, jika melebihi maka

mahasiswa boleh mengikuti kuliah tetapi dianggap tidak hadir.

2. Pakaian

a. Laki-laki

Sopan (pakaian pantas mengajar), tidak memakai sendal, jeans, dan kaos

b. Perempuan

Sopan (pakaian pantas mengajar), memakai rok, tidak memakai sendal, jeans, dan

kaos

Page 7: MATA KULIAH DASAR-DASAR MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

5

RPS Dasar-dasar Manajemen Pendidikan Islam Dr. Asep Kurniawan, M.Ag

C. Matrik Pembelajaran

Pert Kemampuan akhir yg

diharapkan

Bahan Kajian Materi/Pokok Bahasan Strategi/Bentuk

Pembelajaran

Kriteria Penilaian

(indikator)

Refns

1 HARDSKILL

1. Mahasiswa mampu membangun

hubungan baik antara dosen dgn

mahasiswa serta mahasiswa dgn

mahasiswa.

2. Mahasiswa mengetahui bahan,

materi, dan jadwal perkuliahan.

3. Mahasiswa mengetahui dan

memahami kompetensi yang

akan dicapai pada mata kuliah.

4. Menerapkan pemikiran logis,

kritis, sistematis, dan inovatif

dalam konteks pengembangan

atau implementasi ilmu

pengetahuan dan/atau teknologi

sesuai dengan bidang

keahliannya.

SOFTSKILL

1. Mahasiswa memiliki

kemampuan membangun

hubungan interpersonal.

2. Menunjukkan sikap

bertanggungjawab atas

pekerjaan di bidang keahliannya

secara mandiri

1. Kontrak belajar

2. Penjelasan RPS

3. Pendahuluan

1. RPS

2. Pengertian dan lingkup

praktik manajemen

pendidikan Islam dan

implikasinya

1. Self Directed

Learning dalam

bentuk:

a. Ceramah

b. Brainstorming

c. Ice Breaking

2. Mahasiswa diminta

untuk persiapan

materi minggu

depan

1. Interaksi akrab

dosen dgn mhsswa

antar mhssw.

2. Motivasi mhssw utk

belajar mandiri.

3. Mahasiswa dpt

mengikuti

perkuliahan sesuai

jadwal perkuliahan

1,2

2 HARDSKILLS

Menerapkan pemikiran logis,

kritis, sistematis, dan inovatif

dalam konteks pengembangan atau

implementasi ilmu pengetahuan

dan/atau teknologi sesuai dengan

Pendahuluan: Seputar

Manajemen Pendidikan

Islam

1. Karakteristik manajemen

pendidikan Islam

2. Prinsip-prinsip dasar

manajemen pendidikan

Islam

3. Mekanisme membangun

1. Contextual

instruction dalam

bentuk:

a. Ceramah

b. Brainstorming

2. Discovery Learning

1. Partisipasi

2. Keaktifan

3. Kebenaran

penjelasan

4. Kemampuan

menyampaikan

1,2

Page 8: MATA KULIAH DASAR-DASAR MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

6

RPS Dasar-dasar Manajemen Pendidikan Islam Dr. Asep Kurniawan, M.Ag

bidang keahliannya.

SOFTSKILLS

Menunjukkan sikap

bertanggungjawab atas pekerjaan

di bidang keahliannya secara

mandiri

konsep manajemen

pendidikan Islam

pendapat

berdasarkan

pengalaman

3 HARDSKILLS

Menerapkan pemikiran logis,

kritis, sistematis, dan inovatif

dalam konteks pengembangan atau

implementasi ilmu pengetahuan

dan/atau teknologi sesuai dengan

bidang keahliannya.

SOFTSKILLS

Menunjukkan sikap

bertanggungjawab atas pekerjaan

di bidang keahliannya secara

mandiri

Manajemen berbagai macam

lembaga pendidikan Islam

1. Manajemen lembaga

pendidikan Islam

2. Manajemen pesantren

1. Contextual

instruction dalam

bentuk:

a. Ceramah

b. Brainstorming

2. Small group

discussion

1. Partisipasi

2. Keaktipan

3. Kebenaran

penjelasan

4. Kemampuan

menyampaikan

pendapat

berdasarkan

pengalaman

1, 3,

4 HARDSKILLS

Menerapkan pemikiran logis,

kritis, sistematis, dan inovatif

dalam konteks pengembangan atau

implementasi ilmu pengetahuan

dan/atau teknologi sesuai dengan

bidang keahliannya.

SOFTSKILLS

Menunjukkan sikap

bertanggungjawab atas pekerjaan

di bidang keahliannya secara

mandiri

Manajemen berbagai macam

lembaga pendidikan Islam

3. Manajemen madrasah

4. Manajemen perguruan

tinggi Islam

1. Contextual

instruction dalam

bentuk:

a. Ceramah

b. Brainstorming

2. Everyone is teacher

here

1. Partisipasi

2. Keaktipan

3. Kebenaran

penjelasan

4. Kemampuan

menyampaikan

pendapat

berdasarkan

pengalaman

1,2

5 HARDSKILLS

Menerapkan pemikiran logis,

Manajemen Komponen-

komponen Dasar Pendidikan

1. Manajemen

kepegawaian pendidikan

1. Contextual

instruction dalam

1. Partisipasi

2. Keaktipan

1, 3,

Page 9: MATA KULIAH DASAR-DASAR MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

7

RPS Dasar-dasar Manajemen Pendidikan Islam Dr. Asep Kurniawan, M.Ag

kritis, sistematis, dan inovatif

dalam konteks pengembangan atau

implementasi ilmu pengetahuan

dan/atau teknologi sesuai dengan

bidang keahliannya.

SOFTSKILLS

Menunjukkan sikap

bertanggungjawab atas pekerjaan

di bidang keahliannya secara

mandiri

Islam Islam

2. Manajemen kesiswaan

pendidikan Islam

bentuk:

a. Ceramah

b. Brainstorming

2. Small group

discussion

3. Kebenaran

penjelasan

4. Kemampuan

menyampaikan

pendapat

berdasarkan

pengalaman

6 HARDSKILLS

Menerapkan pemikiran logis,

kritis, sistematis, dan inovatif

dalam konteks pengembangan atau

implementasi ilmu pengetahuan

dan/atau teknologi sesuai dengan

bidang keahliannya.

SOFTSKILLS

Menunjukkan sikap

bertanggungjawab atas pekerjaan

di bidang keahliannya secara

mandiri

Manajemen Komponen-

komponen Dasar Pendidikan

Islam

3. Manajemen kurikulum

pendidikan Islam

4. Manajemen keuangan

pendidikan Islam

5. Manajemen sarana

prasarana pendidikan

Islam

1. Contextual

instruction dalam

bentuk:

a. Ceramah

b. Brainstorming

2. Ball game

1. Partisipasi

2. Keaktipan

3. Kebenaran

penjelasan

4. Kemampuan

menyampaikan

pendapat

berdasarkan

pengalaman

1, 3

7 HARDSKILLS

Menerapkan pemikiran logis,

kritis, sistematis, dan inovatif

dalam konteks pengembangan atau

implementasi ilmu pengetahuan

dan/atau teknologi sesuai dengan

bidang keahliannya.

SOFTSKILLS

Menunjukkan sikap

bertanggungjawab atas pekerjaan

Manajemen Komponen

Penyempurna Pendidikan

Islam

1. Manajemen masyarakat

pendidikan Islam

2. Manajemen layanan

pendidikan Islam

3. Manajemen mutu

pendidikan Islam

1. Contextual

instruction dalam

bentuk:

a. Ceramah

b. Brainstorming

2. Case study analysis

1. Partisipasi

2. Keaktipan

3. Kebenaran

penjelasan

4. Kemampuan

menyampaikan

pendapat

berdasarkan

pengalaman

1,2,

3,4,5,6

Page 10: MATA KULIAH DASAR-DASAR MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

8

RPS Dasar-dasar Manajemen Pendidikan Islam Dr. Asep Kurniawan, M.Ag

di bidang keahliannya secara

mandiri

8 Evaluasi capaian pembelajaran

(UTS)

Pemahaman komprehensif

tentang seputar manajemen

pendidikan Islam dan

manajemen berbagai macam

lembaga pendidikan Islam

Ujian tertulis Soal pilihan ganda Ketepatan menjawab

9 HARDSKILLS

Mampu mengambil keputusan

manajerial yang tepat di berbagai

kondisi manajemen pendidikan

Islam pada tingkat operasional,

berdasarkan analisis data dan

informasi pada fungsi organisasi

SOFTSKILLS

1. Menginternalisasi nilai, norma,

dan etika akademik

2. Menunjukkan sikap

bertanggungjawab atas

pekerjaan di bidang

keahliannya secara mandiri

Manajemen Komponen

Penyempurna Pendidikan

Islam

4. Manajemen perubahan

pendidikan Islam

5. Manajemen struktur

pendidikan Islam

1. Contextual

Instruction

dalam bentuk:

a. Ceramah

b. Brainstorming

2. Group

Discussion

1. Partisipasi

2. Kerjasama

3. Keaktifan

4. Penguasaan materi

5. Ketepatan dlm

pencarian kasus

6. Kemampuan dalam

menganalisis kasus

7. Keberanian dalam

mengemukakan

pendapat

8. Inovatif

9. Komunikasi yang

baik

10. Penguasa

an bahasa Inggris

1,2,4

10 HARDSKILLS

Mampu mengambil keputusan

manajerial yang tepat di berbagai

kondisi manajemen pendidikan

Islam pada tingkat operasional,

berdasarkan analisis data dan

informasi pada fungsi organisasi

SOFTSKILLS

3. Menginternalisasi nilai, norma,

dan etika akademik

4. Menunjukkan sikap

Manajemen Komponen

Penyempurna Pendidikan

Islam

6. Manajemen konflik

pendidikan Islam

1. Contextual

Instruction

dalam bentuk:

c. Ceramah

d. Brainstorming

2. Group

Discussion

1. Partisipasi

2. Kerjasama

3. Keaktifan

4. Penguasaan materi

5. Ketepatan dlm

pencarian kasus

6. Kemampuan dalam

menganalisis kasus

7. Keberanian dalam

mengemukakan

pendapat

8. Inovatif

1,2,4

Page 11: MATA KULIAH DASAR-DASAR MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

9

RPS Dasar-dasar Manajemen Pendidikan Islam Dr. Asep Kurniawan, M.Ag

bertanggungjawab atas

pekerjaan di bidang

keahliannya secara mandiri

9. Komunikasi yang

baik

10. Penguasa

an bahasa Inggris

11 HARDSKILLS

Mampu mengambil keputusan

manajerial yang tepat di berbagai

kondisi manajemen pendidikan

Islam pada tingkat operasional,

berdasarkan analisis data dan

informasi pada fungsi organisasi

SOFTSKILLS

5. Menginternalisasi nilai, norma,

dan etika akademik

6. Menunjukkan sikap

bertanggungjawab atas

pekerjaan di bidang

keahliannya secara mandiri

Manajemen Komponen

Penyempurna Pendidikan

Islam

7. Manajemen komunikasi

pendidikan Islam

1. Contextual

Instruction

dalam bentuk:

e. Ceramah

f. Brainstorming

2. Group

Discussion

1. Partisipasi

2. Kerjasama

3. Keaktifan

4. Penguasaan materi

5. Ketepatan dlm

pencarian kasus

6. Kemampuan dalam

menganalisis kasus

7. Keberanian dalam

mengemukakan

pendapat

8. Inovatif

9. Komunikasi yang

baik

10. Penguasa

an bahasa Inggris

1,2

12 HARDSKILLS

Mampu mengambil keputusan

manajerial yang tepat di berbagai

kondisi manajemen pendidikan

Islam pada tingkat operasional,

berdasarkan analisis data dan

informasi pada fungsi organisasi

SOFTSKILLS

7. Menginternalisasi nilai, norma,

dan etika akademik

8. Menunjukkan sikap

bertanggungjawab atas

pekerjaan di bidang

keahliannya secara mandiri

Kepemimpinan Pendidikan

Islam

1. Kepemimpinan

pendidikan Islam

1. Contextual

Instruction

dalam bentuk:

g. Ceramah

h. Brainstorming

2. Group

Discussion

1. Partisipasi

2. Kerjasama

3. Keaktifan

4. Penguasaan materi

5. Ketepatan dlm

pencarian kasus

6. Kemampuan dalam

menganalisis kasus

7. Keberanian dalam

mengemukakan

pendapat

8. Inovatif

9. Komunikasi yang

baik

10. Penguasa

1,2,4,5

Page 12: MATA KULIAH DASAR-DASAR MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

10

RPS Dasar-dasar Manajemen Pendidikan Islam Dr. Asep Kurniawan, M.Ag

an bahasa Inggris

13 HARDSKILLS

Mampu mengambil keputusan

manajerial yang tepat di berbagai

kondisi manajemen pendidikan

Islam pada tingkat operasional,

berdasarkan analisis data dan

informasi pada fungsi organisasi

SOFTSKILLS

9. Menginternalisasi nilai, norma,

dan etika akademik

10. Menunjukkan sikap

bertanggungjawab atas

pekerjaan di bidang

keahliannya secara mandiri

Kepemimpinan Pendidikan

Islam

2. Kepala madrasah

sebagai pemimpin

lembaga pendidikan

Islam

1. Contextual

Instruction

dalam bentuk:

i. Ceramah

j. Brainstorming

2. Group

Discussion

1. Partisipasi

2. Kerjasama

3. Keaktifan

4. Penguasaan materi

5. Ketepatan dlm

pencarian kasus

6. Kemampuan dalam

menganalisis kasus

7. Keberanian dalam

mengemukakan

pendapat

8. Inovatif

9. Komunikasi yang

baik

10. Penguasa

an bahasa Inggris

1,2,4,5

14 HARDSKILLS

Mampu mengambil keputusan

manajerial yang tepat di berbagai

kondisi manajemen pendidikan

Islam pada tingkat operasional,

berdasarkan analisis data dan

informasi pada fungsi organisasi

SOFTSKILLS

11. Menginternalisasi nilai, norma,

dan etika akademik

12. Menunjukkan sikap

bertanggungjawab atas

pekerjaan di bidang

keahliannya secara mandiri

Kepemimpinan Pendidikan

Islam

3. Keputusan-keputusan

pemimpin lembaga

pendidikan Islam

1. Contextual

Instruction

dalam bentuk:

k. Ceramah

l. Brainstorming

2. Group

Discussion

1. Partisipasi

2. Kerjasama

3. Keaktifan

4. Penguasaan materi

5. Ketepatan dlm

pencarian kasus

6. Kemampuan dalam

menganalisis kasus

7. Keberanian dalam

mengemukakan

pendapat

8. Inovatif

9. Komunikasi yang

baik

10. Penguasa

an bahasa Inggris

1,2,4,5

15 HARDSKILLS

Mampu mengambil keputusan

Kepemimpinan Pendidikan

Islam

4. Produktivitas

pendidikan Islam

1. Contextual

Instruction

1. Partisipasi

2. Kerjasama

1,2,4,5

Page 13: MATA KULIAH DASAR-DASAR MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

11

RPS Dasar-dasar Manajemen Pendidikan Islam Dr. Asep Kurniawan, M.Ag

manajerial yang tepat di berbagai

kondisi manajemen pendidikan

Islam pada tingkat operasional,

berdasarkan analisis data dan

informasi pada fungsi organisasi

SOFTSKILLS

13. Menginternalisasi nilai, norma,

dan etika akademik

14. Menunjukkan sikap

bertanggungjawab atas

pekerjaan di bidang

keahliannya secara mandiri

dalam bentuk:

m. Ceramah

n. Brainstorming

2. Group

Discussion

3. Keaktifan

4. Penguasaan materi

5. Ketepatan dlm

pencarian kasus

6. Kemampuan dalam

menganalisis kasus

7. Keberanian dalam

mengemukakan

pendapat

8. Inovatif

9. Komunikasi yang

baik

10. Penguasa

an bahasa Inggris

16 Evaluasi capaian pembelajaran

(UAS)

Pemahaman komprehensif

tentang manajemen

komponen dan

kepemimpinan pendidikan

Islam

Ujian tertulis Soal isian pilihan

ganda

Ketepatan menjawab

E. Buku Rujukan

1. Mujamil Qomar, 2008, Manajemen Pendidikan Islam, Jakarta: Erlangga.

2. Muhaimin, Suti’ah, dan Sugeng, 2009, Manajemen Pendidikan: Aplikasi dalam Penyusunan Rencana Pengembangan Sekolah/Madrasah, Jakarta:

Kencana Prenada Media Group.

3. Asep Kurniawan, 2011. Manajemen Pendidikan di Sekolah. Cirebon: IAIN SN Press

4. Khaliq Ahmad, Management from an Islamic Perspective, Selangor, Malaysia: Prentice Hall

5. Asep Kurniawan, 2010. Manajemen Pendidikan Islam: Upaya Menuju Penataan Pendidikan Islam yang Bermutu dalam Menjawab Tuntutan

Globalisasi. Cirebon: IAIN Syekh Nurjati Press.

6. Edward Sallis, 2002, Total Quality Manajemet in Education, London: Kogan Page.

Page 14: MATA KULIAH DASAR-DASAR MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

1

HANDOUT DASAR-DASAR MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

Dr. Asep Kurniawan, M.Ag

A. Pertemuan Ke-1

Materi: Pendahuluan

Manajemen pendidikan Islam adalah suatu proses pengelolaan lembaga pendidikan Islam

secara Islami dengan cara menyiasati sumber-sumber belajar dan hal-hal lain yang terkait

untuk mencapai tujuan pendidikan Islam secara efektif dan efisien. Lebih lanjut definisi di

atas dapat dijabarkan sebagai berikut untuk mempermudah pemahaman dan implikasi yang

ada.

Pertama, proses pengelolaan lembaga pendidikan secara Islami. Dalam proses

pengelolaan ini aspek yang ditekankan adalah nilai keIslaman yang bersandar pada al-Qur‘an

dan al-Hadist. Misalnya terkait dengan pemberdayaan, penghargaan, kualitas, dan lain-lain.

Kedua, lembaga pendidikan Islam. Fokus dan manajemen pendidikan Islam adalah

menangani lembaga pendidikan Islam mulai dan pesantren, madrasah, perguruan tinggi dan

sebagainya.

Ketiga, proses pengelolaan pendidikan Islam secara Islami. Proses pengelolaan harus

sesuai dengan kaidah-kaidah Islam atau memakai kaidah-kaidah manajerial yang sifatnya

umum tapi masih sesuai dengan nilai-nilai keIslaman.

Keempat dengan cara menyiasati. Hal ini mengandung makna strategi, karena

manajemen penuh siasat atau strategi yang diarahkan untuk mencapai tujuan. Demikian pula

dengan manajemen pendidikan Islam yang selalu memakai strategi tertentu.

Kelima, sumber-sumber belajar dan hal-hal yang terkait. Sumber-sumber belajar di sini

memiliki cakupan yang luas, yaitu:

1. Manusia, yang meliputi: guru, murid, pegawai dan pengurus

2. Bahan, yang meliputi buku, perpustakaan, dan lain-lain

3. Lingkungan merupakan segala hal yang mengarah ke masyarakat

4. Alat dan peralatan seperti alat peraga, laboratorium, dan sebagainya

5. Aktivitas yang meliputi keadaan sosio politik, sosio kultural dalam masyarakat

Keenam, tujuan pendidikan Islam. Tujuan merupakan hal yang vital yang mengendalikan

dan mempengaruhi komponen-komponen dalam lembaga pendidikan agama Islam.

Ketujuh, efektif dan efisien. Artinya, manajemen yang berhasil mencapai tujuan dengan

penghematan tenaga, waktu dan biaya.

Lalu, dari sini muncul pertanyaan: Apa perbedaan manajemen pendidikan Islam dengan

manajemen lainnya misalnya dengan manajemen pendidikan umum? Memang secara general

sama. Artinya, ada banyak atau bahkan mayoritas kaidah-kaidah manajerial yang dapat

digunakan oleh kedua jenis manajemen tersebut, bahkan oleh seluruh manajemen. Namun,

secara spesifik terdapat kekhususan-kekhususan yang membutuhkan penanganan yang spesial

pula. Dalam hal ini, inti manajemen dalam bidang apa pun sama, hanya saja variabel yang

dihadapinya bisa berbeda, tergantung pada bidang apa manajemen tersebut digunakan

dan dikembangkan. Perbedaan variabel ini membawa perbedaan kultur yang kemudian

memunculkan berbagai perbedaan.

B. Pertemuan Ke-2

Materi: Pendahuluan

1. Karakteristik Manajemen Pendidikan Islam

Manajemen pendidikan Islam adalah suatu proses penataan/pengelolaan lembaga

pendidikan Islam yang melibatkan sumber daya manusia muslim dan non manusia dalam

menggerakkannya untuk mencapai tujuan pendidikan Islam secara efektif dan efisien.

Page 15: MATA KULIAH DASAR-DASAR MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

2

Pembahasan manajemen pendidikan Islam senantiasa melibatkan wahyu dan budaya

kaum muslimin, ditambah kaidah-kaidah manajemen pendidikan secara umum. Maka

pembahasan ini akan mempertimbangkan bahan-bahan sebagai berikut.

a. Teks-teks wahyu baik al-Qur‘an maupun hadits yang terkait dengan manajemen

pendidikan.

b. Perkataan-perkataan (aqwal) para sahabat Nabi maupun ulama dan cendekiawan

muslim yang terkait dengan manajemen pendidikan.

c. Realitas perkembangan lembaga pendidikan Islam.

d. Kultur komunitas (pimpinan dan pegawai) lembaga pendidikan Islam.

e. Ketentuan kaidah-kaidah manajemen pendidikan.

Teks-teks wahyu sebagai sandaran teologis; perkataan-perkataan para sahabat Nabi,

ulama, dan cendekiawan muslim sebagai sandaran rasional; realitas perkembangan

lembaga pendidikan Islam serta kultur komunitas (pimpinan dan pegawai) lembaga

pendidikan Islam sebagai sandaran empiris; sedangkan ketentuan kaidah-kaidah

manajemen pendidikan sebagai sandaran teoritis. Jadi, bangunan manajemen pendidikan

Islam ini diletakkan di atas empat sandaran, yaitu sandaran teologis, rasional, empiris, dan

teoritis.

Sandaran teologis menimbulkan keyakinan adanya kebenaran pesan-pesan wahyu

karena berasal dari Tuhan, sandaran rasional menimbulkan keyakinan kebenaran

berdasarkan pertimbangan akal-pikiran. Sandaran empiris menimbulkan keyakinan adanya

kebenaran berdasarkan data-data riil dan akurat, sedangkan sandaran teoritis menimbulkan

keyakinan adanya kebenaran berdasarkan akal pikiran dan data sekaligus serta telah

dipraktekkan berkali-kali dalam pengelolaan pendidikan.

Selanjutnya, penerapan manajemen pendidikan Islam dalam pengelolaan lembaga

pendidikan juga menghadapi berbagai kendala/hambatan, baik yang bersifat politis,

ekonomik-finansial, intelektual, maupun dakwah. Hambatan-hambatan tersebut dapat

dirinci sebagai berikut:

a. Ideologi, Politik, dan Tekanan (Pressure) Kelompok-Kelompok Kepentingan.

Dalam lembaga-lembaga pendidikan Islam terutama yang berstatus negeri, acap

kali terjadi pertentangan ideologi antar organisasi sosial keagamaan utamanya, misalnya

antara Muhammadiyah dan NU, atau antar organisasi kemahasiswaan, terutama antara

HMI dengan PMII, HMI dengan IMM, atau IMM dengan PMII. Lantaran pertentangan-

pertentangan ini, akhirnya politik kepentingan memasuki arena lembaga pendidikan

dengan memberikan tekanan-tekanan tertentu.

Mantan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama, Yahya Umar,

pernah mencoba mengamati dan menyelami kehidupan kampus UIN, IAIN, maupun

STAIN di seluruh Indonesia. Pengamatan tersebut akhirnya menghasilkan suatu

kesimpulan yang singkat tetapi penuh makna, bahwa di kalangan PTAIN tidak ada

civitas akademika, sebaliknya yang ada justru civitas politika. Kesimpulan ini

tampaknya memang benar karena nuansa politik di kalangan dosen, mahasiswa, bahkan

karyawan sangat dominan, mengalahkan nuansa akademik. Oleh karenanya, kegiatan di

lingkungan kampus lebih mengarah pada gerakan-gerakan politik daripada

pemberdayaan intelektual.

Dengan demikian, menguatnya ideologi dari organisasi menyebabkan

kecenderungan ini memasuki wilayah pendidikan. Alhasil, proses pendidikan yang

semestinya diniatkan untuk membangun sumber daya manusia peserta didik agar

pandai, berakhlak, dan terampil pada akhirnya justru bergeser karena mereka dibentuk

untuk menjadi anak-anak yang militan dan fanatik dalam mengikuti organisasi sosial

keagamaan. Kasus ini telah melenceng jauh dari substansi misi pendidikan Islam.

Berbagai kasus ideologi, politik, organisasi, dan tekanan-tekanan kelompok

kepentingan tersebut sangat mewarnai lembaga pendidikan Islam negeri sehingga

Page 16: MATA KULIAH DASAR-DASAR MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

3

membuat lembaga pendidikan Islam negeri berbeda dengan lembaga pendidikan umum.

Jika dilihat dari segi problem dan konsekuensinya, dibutuhkan strategi khusus untuk

mengatasi dan menyelesaikan masalah ini.

b. Kondisi Sosio-Ekonomik Masyarakat dan Animo-Finansial Lembaga

Masyarakat santri di Indonesia secara sosio-ekonomik rata-rata berada dalam

kategori kelas menengah ke bawah. Ekonomi orangtua siswa lemah. Ini merupakan

kendala serius bagi lembaga pendidikan Islam untuk memacu kemajuan yang

signifikan.

Ekonomi orangtua siswa yang lemah menyebabkan pendapatan keuangan pada

lembaga pendidikan Islam sangat minim, sebab mayoritas kehidupan lembaga

pendidikan Islam swasta hanya mengandalkan keuangan dari SPP, sumbangan uang

gedung, dan iuran lainnya yang kesemuanya berasal dari orangtua siswa atau

mahasiswa. Ketergantungan sumber keuangan yang hanya berasal dari siswa atau

mahasiswa ini tergolong sumber keuangan yang lemah sekali. Sebab, mestinya sebuah

lembaga pendidikan didukung sumber dana yang lebih kuat, misalnya donator tetap,

pengusaha, pengembangan bisnis, dan lain-lain.

c. Komposisi Status Kelembagaan dan Diskriminasi Kebijakan Pemerintah

Diskriminasi kebijakan pemerintah terhadap lembaga pendidikan Islam ternyata

bukan hanya terjadi pada lembaga pendidikan Islam swasta, tetapi juga pada lembaga

pendidikan Islam negeri. Pada zaman Orde Baru, anggaran untuk empat belas IAIN di

seluruh Indonesia sama dengan anggaran satu IKIP Negeri. Sekarang, zaman sudah

berganti menjadi Orde Reformasi, tetapi saying kebijakan pemerintah tentang anggaran

keseimbangan itu belum juga tereformasi. Anggaran untuk lembaga pendidikan Islam

masih tetap jauh di bawah lembaga pendidikan umum, meskipun ada sedikit

peningkatan. Hal ini berdampak negatif pada seluruh komponen lembaga pendidikan

Islam, baik pada guru/dosen, siswa/mahasiswa, maupun fasilitas yang dibutuhkan untuk

memajukan lembaga pendidikan Islam.

d. Keadaan Potensi Intelektual Siswa/Mahasiswa

Di samping secara ekonomi siswa/mahasiswa dalam lembaga pendidikan Islam

berada dalam kategori kelas menengah ke bawah, secara intelektual, potensi mereka

juga lemah. Rata-rata siswa/mahasiswa mendaftar di berbagai lembaga pendidikan

Islam karena merasa tidak mungkin diterima di lembaga pendidikan umum yang maju

dan terutama berstatus negeri. Sebagian dari mereka yang telah gagal masuk di lembaga

pendidikan umum negeri kemudian memilih lembaga pendidikan Islam. Dengan

demikian, lembaga pendidikan Islam menjadi tempat pelarian siswa/mahasiswa yang

gagal masuk lembaga pendidikan umum negeri.

e. Keberadaan Motif Dakwah Pada Pendidirian Lembaga Pendidikan Islam

Keberadaan lembaga pendidikan Islam kebanyakan berangkat dari bawah, berawal

dari inisiatif tokoh-tokoh agama yang kemudian didukung oleh masyarakat sekitar.

Mereka mendirikan lembaga pendidikan tersebut dengan motif dakwah, upaya

sosialisasi, dan penanaman ajaran-ajaran Islam ke tengah-tengah masyarakat.

Dengan adanya motif dakwah tersebut, timbullah konsekuensi-konsekuensi yang

menjadi akibat. Misalnya, lembaga tersebut didirikan asal-asalan dan tanpa melalui

perencanaan matang untuk memenuhi berbagai komponen pendukungnya. Layaknya

gerakan dakwah yang senantiasa berangkat dari bawah, dengan menggunakan

pendekatan pahala dan konsep lillahi ta’ala sehingga terkadang mengabaikan

kesejahteraan pegawai dan menerima semua pendaftar tanpa seleksi.

Berdasarkan lima macam hambatan tersebut, maka karakteristik manajemen

pendidikan Islam bersifat holistik, artinya strategi pengelolaan manajemen pendidikan

Islam dilakukan dengan memadukan sumber-sumber belajar dan mepertimbangkan

keterlibatan budaya manusianya, baik budaya yang bercorak politis, ekonomis, intelektual,

Page 17: MATA KULIAH DASAR-DASAR MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

4

maupun teologis. Secara detail, kaidah-kaidah manajemen pendidikan Islam yang

dirumuskan haruslah:

a. Dipayungi oleh wahyu (al-Qur‘an dan hadits),

b. Diperkuat oleh pemikiran rasional,

c. Didasarkan pada data-data empirik,

d. Dipertimbangkan melalui budaya, dan

e. Didukung oleh teori-teori yang telah teruji validitasnya.

2. Prinsip-prinsip Dasar Manajemen Pendidikan Islam

Prinsip-prinsip dasar manajemen pendidikan Islam.

1. Surah al-Hasyr: 18:

إن الله خبير با وات قوا الله يا أي ها الذين آمنوا ات قوا الله ولت نظر ن فس ما قدمت لغد ت لون

―Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri

memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah

kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.‖

Ayat ini memberi pesan kepada orang-orang yang beriman untuk memikirkan masa

depan. Dalam bahasa manajemen, pemikiran masa depan yang dituangkan dalam

konsep yang jelas dan sistematis ini disebut perencanaan (planning). Perencanaan ini

menjadi sangat penting karena berfungsi sebagai pengarah bagi kegiatan, target-target,

dan hasil-hasilnya di masa depan sehingga apapun kegiatan yang dilakukan dapat

berjalan dengan tertib.

2. Perkataan (qawl) sayyidina Ali bin Abi Thalib

ب لن ا اب ل ا اب ب ا ل ب ب ب ب ا ام ب ا ا ل ا ق ―Kebenaran yang tidak terorganisasi dapat dikalahkan oleh kebatilan yang

terorganisasi‖

Qawl sayyidina Ali ini menginspirasi pendidikan berorganisasi. Dari sisi wadah,

organisasi memayungi manajemen, yang berarti organisasi lebih luas daripada

manajemen. Akan tetapi, dari sisi fungsi, organisasi (organizing) merupakan bagian dari

fungsi manajemen, yang berarti organisasi lebih sempit daripada manajemen.

3. Hadits riwayat al-Bukhari

لا اب ل ب ب ا د ب ثالا ا د يا ب ا ل ا ا أا بي عا ل ا ا ام عا ل عا ا ام عا ل عا ي ل ب ب ا ب ثالا ا د ب ب اا ب لل ب د عا

ب اا ب ل ب ا ا : ا ا ب صا دى د ا ل ا : ا ا . د عا ا ا ل ا ب ب ا ب ا اا ب ن ا ب إبذا : ا ا د ا عا ا ل ب د

ب؟ اا ب ل ا ا إب ا عا بها لب ا إبذا : ا ا د د عا ا ل ا ب ب ا أا ل ب ب ا ل ب إب اى لاا ل ب أب ل―(Imam al-Bukhari menyatakan) Muhammad bin Sinan menyampaikan (riwayat)

kepada kami, Qulaih bin Sulaiman telah menyampaikan (riwayat) kepada kami,

Hilal bin ‗Ali telah menyampaikan (riwayat) kepada kami, (riwayat itu) dari Atha‘,

dari Yasar, dari Abu Hurairah ra yang berkata: Rasulullah Saw bersabda: Apabila

suatu amanah disia-siakan, maka tunggulah saat kehancurannya. (Abu Hurairah)

bertanya: Bagaimana meletakkan amanah itu, ya Rasulullah? Beliau menjawab:

Apabila suatu perkara diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka

tunggulah saat kehancurannya.‖

Hadits ini menarik dicermati karena menghubungkan antara amanah dengan

keahlian. Kalimat ―Apabila suatu urusan diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya

maka tunggulah saat kehancurannya‖ merupakan penjelas untuk kalimat pertama:

―Apabila amanah disia-siakan, maka tunggulah saat kehancurannya.‖

Hadits ini ternyata memberikan peringatan yang perspektif manajerial karena

amanah berarti menyerahkan suatu perkara kepada seseorang yang profesional.

4. Hadits riwayat Ibnu Majah

Page 18: MATA KULIAH DASAR-DASAR MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

5

ثالا ل ا د اب ثالا . ن ا ل بيق ل ا ب ل ب ل ب ا د يق عا ب د ا ل ب ا ب ل ب ل ب ا ل ب ا د ثالا . د ا ب ل ب د ل ا ب عا ل ب ا د

، ل ب ا ل ب ب عا ل ب عا ل أا ب ل ب، عا ل أا ل ا ا ، ل ب د ب اا ب ل ب ا ا : ا ا عب ا ا أاال ا ل ا أا ل ا ب ب ل ا اا أاعل ب ل : د

ب ب عا ا ا ب د ―(Ibnu Majah menyatakan), al-Abbas bin Walid al-Dimasyqiy telah menyampaikan

(riwayat) kepada kami, Wahb bin Sa‘id bin ‗Athiyyah al-Salamiy telah

menyampaikan (riwayat) kepada kami, ‗Abd al-Rahman bin Zaid bin Aslam telah

menyampaikan (riwayat) kepada kami, (riwayat itu) dari ayahnya, dari Abdullah

bin Umar berkata, Rasulullah bersabda: Berikanlah gaji/upah pegawai sebelum

kering keringatnya.‖

Hadits tersebut berisi pendidikan penghargaan, dan dalam mengelola suatu

lembaga, termasuk lembaga pendidikan Islam, penghargaan ini sangat kondusif untuk

mewujudkan kepuasan pegawai yang selanjutnya mampu membangkitkan tanggung

jawab dan kedisiplinan.

5. Surah al-Nisa‘: 35:

إبال ثب ا للبهب ا ب ا اا ب ل ب ل ا ا ل ا كا أا ل ب ب ب ل ا كا ب ب ا إبال أا ل بها ب ل ا ا ب ب ا ن ب إبصل ا ا للاهب ا د

ا إباد ا ب عا ب ا اا د―Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah

seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan.

jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah

memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi

Maha Mengenal.‖

Intisari ayat ini adalah mekanisme manajemen konflik, model pengelolaan konflik

menurut ayat ini ditempuh dengan cara melibatkan pihak ketiga sebagai mediator.

6. Surah al-Shaff: 2-3:

ت ا لا ت أا عل ، ت ا لا ت ا ا ل ذ أ ه ―Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang

tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan

apa-apa yang tidak kamu kerjakan.‖

Ayat ini menyentuh persoalan kesesuaian antara perkataan dengan perbuatan yang

sekarang popular dengan istilah konsisten. Sikap konsisten bagi manajer adalah suatu

keharusan sebab dia adalah pemimpin yang dianut oleh bawahannya.

3. Mekanisme Membangun Konsep Manajemen Pendidikan Islam

Salah satu kelemahan umat Islam, bahkan para cendekiawannya adalah kebiasaan

berhenti pada konsep normatif sehingga mereka seakan telah puas hanya dengan hafal

dalil-dalil al-Qur'an dan hadis. Maka, wajar jika belakangan ini terjadi kelangkaan karya-

karya kreatif sebagai pembangkit peradaban Islam.

Untuk merespons gejala kelangkaan itu, harus ada agenda alternatif pemikiran

paradigmatik bagi cendekiawan muslim Indonesia. Agenda pertama adalah mengubah

tradisi berpikir normatif menjadi tradisi berpikir teoretis. Tradisi berpikir normatit

berorientasi pada dakwah. Hal yang paling tidak menguntungkan dari sifat berpikir

tersebut adalah bisa menimbulkan stagnasi. Sementara itu, tradisi berpikir teoritis

berorientasi pada keilmuan dan tentu memotivasi dinamika keilmuan dan dinamika

peradaban.

Secara materi, sebenarnva banyak sekali bahan keilmuan yang berserakan dalam

herbagai bidang keilmuan, termasuk bahan-bahan manajemen pendidikan Islam.

Selanjutnya, perlu dikenali dahulu posisi dan fungsi bahan-bahan keilmuan manajemen

pendidikan Islam tersebut untuk memudahkan pemahaman bagaimana mekanisme

membangun konsep-konsep teoretis tentang manajemen pendidikan Islam. Berikut ini

bahan-bahan keilmuan manajemen pendidikan Islam tersebut.

Page 19: MATA KULIAH DASAR-DASAR MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

6

Teks-teks wahyu, baik al-Qur'an maupun hadis sahih sebagai pengendali bangunan

rumusan kaidah-kaidah teoretis manajemen pendidikan Islam.

Aqwal (perkataan-perkataan) para sahabat Nabi, ulama, dan cendekiawan muslim

sebagai pijakan logis-argumentatif dalam menjelaskan kaidah-kaidah teoretis manajemen

pendidikan Islam seeara rasional.

Perkembangan lembaga pendidikan Islam sebagai pijakan empiris dalam mendasari

perumusan kaidah-kaidah teo­retis manajemen pendidikan Islam.

Kultur komunitas (pimpinan dan pegawai) dalam 1embaga pendidikan Islam sebagai

pijakan empiris dalam merumuskan kemungkinan strategis yang khas dalam mengelola

lembaga pendidikan Islam.

Ketentuan-ketentuan kaidah manajemen pendidikan sebagai pijakan teoritis dalam

mengelola lembaga pendidikan Islam.

Mekanisme ini mempertegas sikap bahwa dalam wilayah keilmuan sekalipun, Islam

melalui wahyu hadir untuk memberikan inspirasi-kreatif dalam membangun konsep

ilmiah.Rincian detailnya tentu saja diserahkan pada para ahli pendidikan Islam berdasarkan

inspirasi-kreatif dari wahyu tersebut. Tetapi, dalam pembahasan ini, kita juga harus

bersikap adaptif-edukatif terhadap kaidah-kaidah manajemen pendidikan yang terdapat

dalam berbagai literatur dan dipengaruhi oleh pemikiran dan pengalaman orang-orang

Barat. Sikap adaptif ini didasarkan pada pemikiran bahwa secara umum kaidah-kaidah

manajemen pendidikan itu bersifat general atau universal yang juga dapat diterapkan

dalam mengelola lembaga pendidikan Islam. Hanya saja, mungkin ada kaidah-kaidah

tertentu yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam atau realita yang dihadapi lembaga

pendidikan Islam lantaran faktor budaya tertentu yang unik dan khas, sehingga dibutuhkan

sikap selektif dengan mengkritisi kaidah-kaidah manajemen pendidikan secara umum itu,

untuk kemudian diganti atau disempurnakan.

C. Pertemuan Ke-3

Materi: Manajemen Berbagai Macam Lembaga Pendidikan Islam

1. Manajemen Lembaga Pendidikan Islam

Pendidikan Islam di Indonesia merupakan warisan peradaban Islam, sekaligus aset

bagi pembangunan pendidikan nasional. Yang merupakan amanat sejarah untuk dipelihara

dan dikembangkan oleh umat Isam dari masa ke masa. Sedangkan sebagai asset,

pendidikan Islam yang terbesar di berbagai wilayah ini membuka kesempatan bagi bangsa

Indonesia untuk menata dan mengelolanya sesuai dengan pendidikan nasional.

Upaya pengelolaan maupun pengembangan lembaga pendidikan Islam merupakan

keniscayaan dan beban kolektif bagi para penentu kebijakan pendidikan Islam. Mereka

memiliki kewajiban untuk merumuskan strategi dan mempraktikannya guna memajukan

pendidikan Islam. Perumusan strategi itu juga akan mempertimbangkan eksistensi lembaga

pendidikan Islam secara riil dan orientasi pengembangannya.

a. Esistensi Lembaga Pendidikan Islam

Esistensi lembaga pendidikan Islam di Indonesia terutama dalam bentuk pesantren

telah cukup tua, seiring dengan keberadaan para penyebar Islam. Lembaga tersebut

telah mengalami berbagai perkembangan dengan berdirinya madrasah, sekolah umum,

perguruaan tinggi, lembaga kursus serta pelayan umat.

Secara kuantitatif, lembaga lembaga tersebut mengalami peningkatan dari tahun ke

tahun. Akan tetapi, secara kualitatif lembaga lembaga tersebut mengalami banyak

masalah, baik masalah internal maupun eksternal. Bahkan lembaga-lembaga yang

dinilai terkemuka juga masih jauh dari penilaian ideal. Jadi tidak heran jika bila kita

lihat kondisi pendidikan Islam yang hanya mapu bertaha beberapa tahun dan berakhir

dengan kondisi yang biasa disebut oleh slogan ―laa yahya walaa yamuutu‖, hidup

Page 20: MATA KULIAH DASAR-DASAR MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

7

enggan matipun tak mau, tidak berdaya dan tidak bermutu, senagai cermin keadaan

yang memperihatinkan secara berkesinambungan.

Secara umum lembaga pendidikan Islam masih tertinggal secara kualitas. Kita

harus menerima kenyataan yang pahit bahwa posisi pendidikan Islam di Indonesia

menempati posisi ―kelas ekonomi‖. Posisi ini melekat setelah bersanding dengan

lembaga pendidikan katolik dan lembaga pendidikan umum negeri. Ternyata dua

lembaga pendidikan tersebut lebih maju dan jauh meninggalkan lembaga pendidikan

Islam.

Apabila faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat dalam memilih lembaga

pendidikan diidentifikasi, paling tidak ada tiga hal yang menjadi pertimbangan

masyarakat dalam memilih suatu lembaga pendidikan yaitu cita-cita atau gambaran

hidup masa depan, nilai-nilai (agama), dan status sosial. Faktor-faktor tersebut

menunjukan bahwa nlai-nilai agama hanya menjadi salah satu pertimbangan masyarakat

dalam memilih lembaga pendidikan. Sedangkan cita-cita atau gambaran hidup masa

depan merupakan pertimbangan yang utama.

Oleh karena itu para pemimpin lembaga pendidikan Islam harus mampu membaca

selera masyarakat tersebut caranya adalah dengan memiliki orientasi yang jelas dan

melakukan pembenahan-pembenahan melalui strategi-strategi baru untuk meningkatkan

kemajuan sehingga menjadi lembaga pendidikan Islam yang menjanjikan mesa depan

baik jaminan keilmuan, kepribadian, maupun ketrampilan.

b. Orientasi pengelolaan lembaga pendidikan Islam

Orientasi merupakan jalur yang harus dilalui untuk mencapai tujuan oleh karena itu

orientasi dapat membuat gerak pendidikan lebih terarah, teratur, dan terencana. Untuk

merumuskan orientasi tersebut perlu mempertimbangkan fenomena-fenomena yang

terjadi terkait dengan pendidikan. Sekurang-kurangnya ada empat hal yang harus dilihat

dalam gerak pendidikan, yaitu pertumbuhan, perubahan, pembeharuan, dan

keberlanjutan.‖

Pendidikan Islam harus memiliki orientasi visioner yang multidimensi. Orientasi

tersebut harus berlandasan pada pengadaan dari berbagai kemampuan yang harus

dimiliki oleh lembaga pendidikan sebagai jawaban terhadap berbagai tuntutan dan

tantangan yang dihadapi dalam era globalisasi sekarang. Seorang lulusan dari lembaga

pendidikan apapun ketika memiliki keunggulan yang belum dimiliki lembaga yang lain,

pasti akan mengangkat derajat dan martabat tempat ia belajar.

Untuk mewujudkan kualitas pendidikan yang teruji dengan baik, ada beberapa

prinsip orientasi strategi dalam mengembangkan pendidikan Islam, yaitu

1) Orientasi pengembangan sumberdaya

2) Mengarah pada pendidikan Islam multikulturalis

3) Mempertegas misi dasar buntuk menyempurnakan akhlak manusia

4) Mengutamakan spiritualisasi watak kebangsaan

Empat prinsip tersebut mewakili eampat dimensi yang terjalin secara intergral yang

menjadi orientasi pendidikan Islam, yaitu dimensi potensial, dimensi kultural, dimensi

etik, dimensi spiritual. Dimensi potensial mengarahkan alur pendidikan pada

pengembangan sumberdaya manusia menuju terbentuknya masyarakat madani. Dimensi

kultural mengarahkan gerak pendidikan supaya ramah terhadap budaya local sehingga

bersikap inklusif. Dimensi etik mengarahkan alur pendidikan agar benar-benar

mengemban misi menanamkan moral pada seluruh bangsa. Sedangkan dimensi spiritual

mengarahkan pendidikan agar mempunyai jiwa keimanan sebagai dasar dalam

mengarungi kehidupan sehari-hari yang penuh percobaan.

c. Strategi pengelolaan lembaga pendidikan Islam

Page 21: MATA KULIAH DASAR-DASAR MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

8

Lembaga pendidikan Islam dalam semua bentuknya harus dikelola dengan strategi

tertentu yang mampu menyehatkan keberadaan lembaga-lembaga tersebut, bahkan

dapat mengantarkan pada kemajuan yang signifikan.

Namun, strategi yang dipilih harus mempertimbangkan berbagai kondisi yang

dirasakan lembaga pendidikan Islam itu, sehingga menjadi strategi yang fungsional.

Suatu strategi yang benar-benar mampu menyelesaikan masalah-masalah yang sedang

dihadapi sehingga ia dapat berfungsi layaknya resep yang mujarab dalam mengatasi

berbagai masalah.

Strategi semacam itu harus berbentuk langkah-langkah operasional yang dapat

dipraktekan dengan suatu mekanisme tertentu yang memberikan jalan keluar. Ada

beberapa strategi yang perlu ditawarkan dalam mengelola lembaga pendidikan Islam

baik yaitu:

1) Merumuskan visi, misi dan tujuan lembaga secara jelas serta mewujudkannya

melalui kegiatan-kegiatan riil sehari-hari.

2) Membangun kepemimpinan yang benar-benar professional

3) Menyiapkan pendidik yang benar-benar berjiwa pendidika sehingga mengutamakan

tugas-tugas pendidikan dan bertanggungjawab terhadap kesuksesan peserta

didiknya

4) Menyempurnakan strategi rekrutmen siswa/santri/mahasiswa secar proaktif dengan

menjemput bahkan mengejar bola.

5) Berusaha keras untuk memberi kesadaran pada para siswa/satri/mahasiswa bahwa

belajar merupakan kewajiban dan kebutuhan paling mendasar yang menentukan

masa depan mereka

6) Meningkatkan promosi untuk membangun citra

7) Mempublikasikan kualitas proses dan hasil pembelajaran kepada publik secara

terbuka.

8) Membangun jaringan kerjasama dengan pihak-pihak lain yang menguntungkan,

baik secara finasial maupun sosial.

9) Menjalin hubungan erat dengan masyarakat untuk mendapat dukungan secara

maksimal.

10) Beradaptasi dengan budaya lokal dan kebhinekaan

11) Menyingkronkan kebijakan-kebijakan lembaga dengan kebijakan-kebijakan

pendidikan nasional.

Sebaliknya ada juga keadaan yang harus dihindari dan sedapat mungkin berusaha

dikeluarkan dari lembaga pendidikan Islam yaitu:

1) Politik kepentingan

2) Kecenderungan bisnis pribadi

3) Pemborosan

2. Manajemen Pesantren

Perkataan Pesantren berasal dari kata santri, dengan awalan pe- dan akhiran –an yang

berarti tempat para santri. Sedangkan menurut Nurcholis Madjid terdapat dua pendapat

tentang arti kata ―santri‖ tersebut. Pertama, pendapat yang mengatakan berasal dari kata

―sastri‖, yaitu sebuah kata sansekerta yang berarti melek huruf. Kedua, pendapat yang

mengatakan bahwa kata tersebut berasal dari bahasa Jawa ―cantrik‖ yang berarti seseorang

yang selalu mengikuti seorang guru kemanapun guru ini pergi menetap. Selain itu,Yasamdi

mengatakan bahwa nama, ―pesantren‖ sering kali dikaitkan dengan kata ―santri‖ yang

mirip dengan istilah bahasa India ―shastri‖ yang berarti orang yang mengetahui buku-buku

suci agama Hindu atau orang yang ahli tentang kitab suci.

Mengenai pendiri pesantren pertama kali, Lembaga Research Islam (Pesantren Luhur),

mengatakan bahwa Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik) sebagai peletak dasar

berdirinya pesantren, selanjutnya dilanjutkan oleh Raden Rahmad (Sunan Ampel) dan

Page 22: MATA KULIAH DASAR-DASAR MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

9

Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati). Sehingga dapat disimpulkan bahwa usia

pesantren di Jawa hampir sama dengan usia Agama Islam di Jawa sendiri.

Pondok Pesantren memiliki akar tradisi yang sangat kuat di lingkungan masyarakat

Indonesia. Pesantren merupakan salah satu simbol budaya pendidikan asli Indonesia

(Nusantara). Secara hitoris sistem pendidikan yang berkembang di pesantren memang

berakar pada tradisi pendidikan keagamaan semasa agama Hindu dan Budha yang

berkembang di Indonesia. Islamisasi yang berlangsung sangat intensif di Nusantara sejak

awal abad ke XIII telah mentransformasikan budaya pendidikan tersebut menjadi bentuk

pondok pesantren. Dalam hal ini, Islamisasi nusantara memberikan muatan pemaknaan

baru dari versi Islam terhadap sistem pendidikan keagamaan Hindu dan Budha tersebut.

Tentang ciri khas pesantren tradisional dari segi tradisi pendidikannya terdapat lima

unsur utama yang sangat mencolok terutama di daerah Jawa. Pertama, pondok (asrama

untuk para santri). Kedua, masjid (tempat melakukan kegiatan ritual dan sekaligus tempat

proses belajar). Ketiga, santri (murid-murid yang belajar ilmu agama). Keempat, Kiai

(tokoh utama yang memberikan pengajaran dan bimbingan agama yang dijadikan panutan

santri). Kelima, kitab kuning (kitab-kitab klasik tentang masalah pokok ajaran agama

Islam.

Kelima unsur pokok diatas merupakan ciri khusus yang dimiliki pesantren yang

membedakannya dengan lembaga pendidikan yang lain.

a. Kelemahan Manajemen Pesantren Tradisional

Nilai-nilai salafiyah harus tetap menjadi prinsip sebagai benteng utama dalam

menetralisir aspek-aspek negatif yang ditimbulkan dari dampak modernisasi yang saat

ini mulai mempopulerkan diri dalam ranah pendidikan di Indonesia termasuk lembaga

pendidikan pesantren. Sehingga pesantren tidak dikatakan latah dan cenderung menjadi

bulan-bulanan peradaban modern yang kandungan nilai-nilainya tidak kesemuanya

sesuai dengan prinsip-prinsip salaf.

Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang sangat tua di Indonesai.

Keberadannya menjadi salah satu wadah dalam dakwah Islam yang dianggap cukup

efektif di dalam menggembleng para santri agar memiliki pengetahuan agama yang

luas. Peran pesantren dalam menciptakan generasi pelaku dakwah sangatlah menonjol,

sehingga pendidikan di pesantren sangat sangat terfokus pada pengajaran tentang dasar-

dasar ajaran Islam yang bersumber dari kitab-kitab klasik.

Tetapi, dalam perjalanannya yang sudah sangat tua itu, terdapat banyak kelemahan

dalam hal menegerialnya, sehingga hal ini menjadi kendala bagi pesantren tradisional

untuk dapat berkembang dan maju. Sistem tradisional yang digunakan menjadi

bomerang bagi pesantren, sehingga keberadaannya akan tetap stabil tanpa ada

peningkatan.

Dengan kondisi manajemen pesantren yang sangat memprihatinkan ini sangatlah

memprihatinkan, nampak jelas pada kondisi pesantren yang ala kadarnya itu, selain itu

juga banyak pesantren yang merosot jumlah santrinya. Kenyataan ini menggambarkan

bahwa kebanyakan pesantren tradisional dikelola berdasarkan tradisi, bukan

profesionalisme berdasarkan keahlian (skill), baik human skill, conceptual skill,

maupun technical skill secara terpadu. Akibatnya, tidak ada perencanaan yang matang,

distribusi kekuasaan atau kewenangan yang baik, dan sebagainya.

Selain itu, faktor yang mempengaruhi kurangnya kemampuan pesantren mengikuti

dan menguasai perkembangan zaman terletak pada lemahnya visi dan tujuan yang

dibawa pendidikan pesantren. Hal ini lebih banyak disebabkan bahwa pesantren tidak

memiliki tujuan yang jelas serta menuangkannya dalam tahapan-tahapan rencanaa kerja

atau program.

Pelaksanan pendidikan dengan cara tradisional, dan kurang adanya sistem

kurikulum yang baik, mengakibatkan proses pendidikan dan pengajaran di pesantren

Page 23: MATA KULIAH DASAR-DASAR MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

10

terhambat. Proses pengajaran yang simple dan tradisional tersebut berdampak kepada

kelemahan santri dalam mengembangkan dirinya. Tidak ada kesempatan bagi santri

pesantren untuk mengembangkan skill, bakat dan keahliannya, hal ini juga disebabkan

karena minimnya failitas pendidikan di lingkungan pesantren. Kegiatan di pesantren

kebanyakan hanya mengkaji karya-karya lama, tanpa dapat menghasilkan karya tulis.

Santri dan pengajar kebanyakan hanya dapat mengkaji, tanpa dapat, meneliti dan

mengembangkan teori keagamaan. Hal ini merupakan dampak dari lemahnya manajerial

pesantren selama ini.

Nurkholis madjid menambahkan, bahwa metode yang digunakan kiai dalam proses

belajar mengajar terlalu mengabaikan aspek kognitif yang dapat berdampak negatif

pada output pesantren sendiri. Seorang Kiai menggunakan metode pengajian, yang

mana hal ini kurang menekankan aspek kognitif santri. Santri hanya dapat

mendengarkan tanpa dapat menanggapi atau mengembangkannya, karena ada konsep

su’ul adab jika melanggar perintah atau tidak patuh pada perintah seorang kiai.

b. Ciri Khas Pesantren dan Posisi Kekuasaan Kiai

Ciri-ciri pesantren yang masih berpegang teguh pada nilai-nilai salafiyah dapat di

defininisikan sebagai berikut (Sulthon dan Ridlo, 2006:12-13):

1) Adanya hubungan yang akrab antara santri dengan kiainya. Kiai sangat

memperhatikan santrinya. Hal ini memungkinkan karena tinggal dalam satu

kompleks dan sering bertemu baik disaat belajar maupun dalam pergaulan sehari-

hari. Bahkan sebagian santri diminta menjadi asisten kiai (Khadam).

2) Kepatuhan santri kepada kiai. Para santri menganggap bahwa menentang kiai, selain

tidak sopan juga dilarang agama. Bahkan tidak memperoleh berkah karena durhaka

kepada sang guru.

3) Hidup hemat dan sederhana benar-benar diwujudkan dalam lingkungan pesantren.

Hidup mewah hampir tidak didapatkan disana.

4) Kemandirian amat terasa di pesantren. Para santri mencuci pakaian sendiri,

membersihkan kamar tidurnya, bahkan sampai memasak sendiri.

5) Jiwa tolong menolong dan suasana persaudaraan (Ukhuwwah Islamiyyah) sangat

mewarnai pergaulan di pesantren. Ini disebabkan selain kehidupan yang mereta

dikalangan santri, juga karena mereka harus mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang

sama, seperti shalat berjamaah, membersihkan masjid, dan belajar bersama.

6) Disiplin sangat dianjurkan. Untuk menjaga kedisiplinan ini pesantren biasanya

memberikan sanksi-sanksi edukatif.

7) Keprihatinan untuk mencapai tujuan mulia. Hal ini sebaai akibat kebiasaan puasa

sunnah, dzikir, dan i‘tikaf, shalat tahajjud, dan bentuk-bentuk riyadlah kainnya atau

menauladani kiainya yang terbiasa dengan kehidupan zuhud.

8) Pemberian ijazah. Yaitu pencantuman nama dalam satu daftar mata rantai pengalihan

pengetahuan yang diberikan kepada santri-santri yang berprestasi. Hal ini

menandakan adanya restu kiai kepada santrinya untuk mengajarkan sebuah teks kitab

yang dikuasai penuh.

Para santri menyadari bahwa kiai merupakan sosok insan yang hebat secara

pengetahuan, berakhlak mulia, dan bijaksana sehingga sangat disegani. Upaya santri

untuk berhubungan dengan kiai selalu diwujudkan dalam sikap hati-hati, penuh

seksama dan hormat. Kiai memiliki posisi tinggi di masyarakat, dan mendapatkan

kedudukan yang terhormat. Seorang Kiai berperan besar terhadap kemajuan dan nilai

suatu pesantren. Karena seorang Kiai dijadikan profil bagi pesantren tersebut.

Kebiasaan yang ada bahwa sebuah pesantren akan ternama sebagaimana nama

seorang kiai-nya.

Posisi kiai sebagai seorang tuntunan dan panutan, secara langsung akan

mempengaruhi pola pemikiran para santri. Seorang Kiai ahli Fiqih, akan

Page 24: MATA KULIAH DASAR-DASAR MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

11

mempengaruhi pesantrennya dengan kajian Fiqih, demikian seterusnya, bahwa

keahlian seorang kiai akan berpengaruh terhadap idealisme fokus kajian di pesantren

tersebut.

Seorang Kiai dalam sebuah pesantren memiliki multi fungsi, yaitu; sebagai guru

yang mengajarkan ilmu agama, sebagai mubaligh yang menyampaikan dakwah, dan

manajer yang memerankan pengendalian dan pengaturan pada bawahannya. Dari tiga

fungsi tersebut, tampaknya fungsi sebagai mubaligh yang lebih mempengaruhi

performance-nya, termasuk juga penampilan ketika mengelola pesantren.

Nur Syam menambahkan lagi tiga fungsi lain: pertama, sebagai agen budaya.

Kiai berperan sebagai penyaring budaya yang merambah masyarakat. Kedua, sebagai

mediator, yakni menjadi penghubung antara kepentingan berbagai segmen

masyarakat. Ketiga, sebagai penyaring makelar budaya dan mediator, mengajarkan

budaya Islami pada masyarakat, sekaligus penghubung berbagai kepentingan

masyarakat. Kiai menguasai dan mengendalikan seluruh sektor kehidupan pesantren,

karena memiliki karismatik.

Kerugian kepemimpinan karismatik ini akhirnya mengakibatkan kerugain

pesantren akibat sikap dan penampilan kiai yang membentuk mata rantai kelemahan

nya. Nurkholis Madjid memaparkan sebagai berikut:

a) Karisma

Pola kepemimpinan karismatik sudah cukup menunjukkan segi tidak demokratis,

sebab tidak rasional, hal ini terbukti dengan tindakan kiai yang menjaga jarak

dengan santri.

b) Personal

Karena kepemimpinan kiai merupakan kepemimpinan karismatik maka dengan

sendirinya juga bersifat pribadi dan personal. Kenyataan ini mengandung

implikasi bahwa seorang kiai tidak dapat digantikan oleh orang lain serta sulit

ditundukkan dalam rule of game sistem administrasi dan manajemen pesantren

c) Religio-Feodal

Seorang kiai selain menjadi pemimpin agama sekaligus merupakan tradisional

mobility dalam masyarakat feodal. Feodalisme yang terbungkus keagamaaan ini

bila disalah gunakan akan jauh lebih berbahaya dari pada feodalisme biasa.

d) Kecakapan Teknis

Karena dasar kepemimpinan dalam pesantren seperti itu, maka faktor kecakapan

teknis menjadi tidak begitu penting. Kekurangan inimenjadi salah satu sebab

pokok tertinggalnya pesantren dalam perkembangan zaman.

Kelemahan-kelemahan kepemimpinan kiai tersebut membutuhkan solusi yang

strategis untuk mengatasinya. Meskipun terasa sulit diperbaiki karena telah begitu

membudaya dan berurat akar hingga sekarang ini. Hal ini khususnya terjadi di

pesantren salafiyah.

c. Strategi Pengelolaan Pesantren

Keberhasilan dan kemajuan sebuah pesantren tidak terlepas dari faktor manajerial.

Jika sebuah pesantren dikelola secara profesional dan dengan manajemen yang bagus,

maka sebuah pesantren akan menjadi berkembang dan menjadi maju. Sebaliknya, jika

sebuah pesantren yang dikelola dengan manajemen yang rendah dan tidak profesional,

maka dapat dipastikan bahwa sebuah pesantren akan kalah dalam menghadapi tantangan

multi dimensi.

Pola kepemimpinan karismatik dalam pesantren menjadi salah satu faktor

kelemahan pesantren, selain faktor lainnya. Perlu diadakan pembaharuan dalam

manajerial pesantren dan membutuhkan solusi-solusi yang lebih komprehensif dan

menyebar ke berbagai komponen pendidikan, untuk mengembangkan dan memperbaiki

Page 25: MATA KULIAH DASAR-DASAR MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

12

kwalitas dan kwantitas pesantren. Solusi beserta langkah-langkah yang dimaksud adalah

sebagai berikut:

Pertama, menerapkan manajemen secara profesional. Hal ini dapat ditempuh

melalui langkah-langkah sebagai berikut:

1) Mengusai ilmu dan praktik tentang pengelolaan pesantren.

2) Menerapkan fungsi-fungsi manajemen, mulai dari perencanaan, pengorganisasian,

penggerakan, dan pengawasan.

3) Mampu menunjukkan skill yang dibutuhkan pesantren.

4) Memiliki pendidikan, pelatihan, atau pengalaman yang memadai tentang

pengelolaan.

5) Memiliki kewajiban moral untuk memajukan pesantren.

6) Memiliki kemiripan yang tinggi terhadap kemajuan pesantren.

7) Memiliki kejujuran dan disiplin tinggi

8) Mampu memberi teladan dalam pelaksanaan dan perbuatan kepada bawahan.

Kedua, menerapkan kepemimpinan yang kolektif. Strategi ini dapat diwujudkan

melalui langkah-langkah berikut:

1) Mendirikan yayasan

2) Mengadakan pembagian wewenang secara jelas

3) Memberikan tanggung jawab kepada masing-masing pegawai

4) Menjalankan roda organisasi bersama-sama sesuai dengan kewenangan masing-

masing pihak secara proaktif

5) Menanggung resiko bersama-sama

Ketiga, menerapkan demokratisasi kepemimpinan. Strategi ini dapat ditempuh

melalui langkah-langkah berikut:

1) Mengurangi dominasi kiai dalam penentuan kebijakan

2) Menekankan partisipasi masyarakat pesantren dalam menentukan pilihannya sendiri

3) Keputusan-keputusan yang diambil kiai memnpertimbangkan usaha-usah dari bawah

4) Memberikan kebebasan kepada bawahan untuk memilih pimpinan unit-unit

kelembagaan secara terbuka dan mandiri

Keempat, menerapkan manajemen struktur. Strategi ini dapat dilalui sebagai

berikut:

1) Menyusun sturktur organisasi secara lengkap

2) Menyusun deskripsi pekerjaan (job description)

3) Menjelaskan hubungan kewenangan antar pegawi dan pimpinan, baik secara vertikal

maupun horizontal

4) Menanamkan komitmen terhadap tugas masing-masing pegawai

5) Menjaga kode etik kewenangan masing-masing pegawai

Kelima, menanamkan sikap sosio-egaliterianisme. Strategi ini dapat ditempuh

melalui langka-langkah berikut:

1) Menggusur sikap feodalisme yang berkedok agama

2) Memandang semua orang memiliki derajat dan martabat sosial yang sama sesuai

amanat al-Qur‘an

3) Menghapus diskriminasi di kalangan santri antara kelompok putra dan putri kiai

dengan santri biasa

4) Menghapus sikap mengkultuskan para kiai

5) Menghapus penghormatan yang berlebih kepada kiai

6) Menghapus sikap mengistewakan seseorang atau kelompok tertentu

7) Membebaskan para santri dari perasaan sebagai ―hamba‖ dihadapan kiai sehingga

mereka dapat menjadi santri yang sopan tetapi penuh inisiatif.

Keenam, menghindarkan pemahaman yang menyucikan pemikiran agama (taqdis

afkar al-dini). Strategi ini dapat ditempuh dengan langkah-langkah berikut:

Page 26: MATA KULIAH DASAR-DASAR MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

13

1) Membiasakan telaah terhadap isi kandungan sesuatu kitab

2) Membinasakan pendekatan perbandingan pemikiran para ulama dalam proses

pembelajaran.

3) Membiasakan kritik konstruktif dalam proses pembelajaran

4) Menanamkan kesadaran bahwa pemikiran para penulis kitab sangat dipengaruhi oleh

situasi dan kondisi yang terjdai sangat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi yang

terjadi pada saat penulisan kitab itu.

5) Menanamkan kesadaran bahwa betapapun hebatnya seoarang penulis kitab, dia pasti

memiliki kelemahan tertentu.

Ketujuh, memperkuat penguasaan epistimologi dan metodologi. Strategi ini dapat

dirinci melalui langkah-langkah berikut:

1) Menyajikan pelajaran teori pengetahuan

2) Memotivasi santri senior untuk mengembangkan pengetahuan

3) Memperkuat ilmu-ilmu wawasan, seperti sejarah, filsafat, mantiq, perbandingan

madzhab, agama dan ilmu-ilmu al-Qur‘an

4) Memperkuat ilmu-ilmu pendekatan atau metode, seperti ushul fiqh dan kaidah-

kaidah ilmu fikih

5) Mengajarkan metodologi penelitian

6) Mengajarkan metodologi penulisan karya ilmiah

7) Mengajarkan metode berpikir ilmiah

8) Memberikan tugas-tugas penulisan ilmiah

9) Mendorong keberanian para santri-santri senior untuk menulis buku-buku ilmiah

Kedelapan, mengadakan pembaruan secara berkesinambungan, sebagai berikut:

1) Mengadakan pembaruan dan/atau penamabahan institusi

2) Mengadakan pembaruan sistem pendidikan

3) Mengadakan pembaruan sistem kepemimpinan

4) Mengadakan pembaruan sistem pembelajaran

5) Mengadakan pembaruan kurikulum

6) Mengadakan pembaruan strategi, pendekatan, dan metodogi

7) Mempurkuat SDM para ustadz, perpustakaan, dan laboratorium.

Kesembilan, mengembangkan sentra-sentra perekonomian. Strategi ini dapat

dilakukan sebagai berikut:

1) Mendirikan toko-toko yang menyediakan kebutuhan para santri

2) Mengelola konsumsi para santri (tata boga)

3) Mendirikan koperasi

4) Mendirikan pusat-pusat pelayanan publik yang berorientasi pada keuntungan

finansial

5) Membuat jaringan kerjasama dengan pihak lain yang saling menguntungkan

6) Mendirikan usaha-usaha produktif lainnya.

D. Pertemuan Ke-4

Materi: Manajemen berbagai macam lembaga pendidikan Islam 1. Manajemen Madrasah

Madrasah merupakan terjemahan dari istilah sekolah dalam bahasa Arab. Namun

konotasi madrasah dalam hal ini bukan pengertian etimologi tersebut, melainkan pada

kualifikasinya. Selam ini madrasah dianggap sebagai lembaga pendidikan Islam yang

mutunya lebih rendah daripada mutu lembaga pendidikan lainnya, terutama sekolah umum,

walaupun beberapa madrasah justru lebih maju daripada sekolah umum.

1. Penyebab Kelemahan Madrasah

Page 27: MATA KULIAH DASAR-DASAR MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

14

Adapun faktor-faktor yang membuat kualitas madrasah rendah adalah kualitas

pengelola, sistem feodalisme, kondisi kultur masyarakat, kebijakan politik negara, dan

terlalu banyak beban yang harus dijalani siswa.

Perilaku pemimpin atau pengelola memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

maju mundurnya sebuah madrasah perilaku positif dan proaktif dapat mendukung

kemajuan madrasah. Sebaliknya perilaku negatif dan kontra produktif justru

menghambat kemajuan perilaku negatif ini terkait dengan tradisi kurang baik yang

berlangsung dan berkembang di suatu madrasah.

Praktek manajemen di madrasah sering menggunakan manajemen tradisional yaitu

manajemen feodalistik. Penghormatan yang berlebihan pada senior justru menimbulkan

dua macam kelemahan. Pertama, kalangan senior tidak merasa tertantang sehingga

kreatifitasnya tidak terbangkitkan sama sekali. Kedua, kalangan junior merasa

gagasanya terbelenggu sehingga merasa pesimis dalam menghadapi tantangan-

tantangan lembaga pendidikan dimasa depan.

Selama ini madrasah dipersepsikan sebagai lembaga pendidikan kelas ekonomi,

tidak bermutu, hanya mengajarkan agama, jurusan akhirat, tempat penampungan anak-

anak orang miskin, bersistem kolot dan tidak bisa melanjutkan ke sekolah umum atau

perguruan tinggi umum negeri.

Ada banyak faktor lain yang juga menyebabkan mutu madrasah lemah termasuk

masalah yang berhubungan yang harus dijalani siswa. Beban yang diwajibkan pada

siswa madrasah jauh lebih berat daripada beban siswa umum. Apalagi madrasah yang

berada dalam pesantren, beban siswa lebih berat lagi karena disamping siswa mengikuti

pelajaran di madrasah juga mengikiti pelajaran pesantren.

2. Srategi mengatasi kelemahan madrasah

Mengingat banyaknya faktor yang menyebabkan lemahnya lembaga pendidikan

madrasah maka perlu adanya strategi untuk mengatasi asalah tersebut. Sejumlah

pemerhati lembaga pendidikan mencoba menawarkan berbagai konsep untuk mengatasi

kelemahan-kelemahan madrasah. Tawaran konseptual ini merupakan kepedulian

mereka untuk berpartisipasi dalam membentu mutu madrasah yang maju dan unggul.

Rahim menyatakan bahwa paradigm manajemen harus bergeser dari paradigma

lama ke paradigma baru. Dengan perubahan paradigma ini, pemimpin madrasah dituntut

untuk melakukan langkah-langkah ke arah perwujudan visi madrasah. Langkah-langkah

tersebut di antaranya:

1) Membangun kepemimpinan madrasah yang kuat dengan meningkatkan koordinasi,

menggerakan semua komponen madrasah, mensinergikan semua potensi,

merangsang perumusan tahapan-tahapan perwujudan visi dan misi madrasaah, serta

mengambil prakarsa yang berani dalam pembaruan.

2) Menjalankan manajemen madrasah yang terbuka dalam pengambilan keputusan

dan penggunaan keuangan madrasah.

3) Mengembangkan tim kerja yang solid, cerdas, dan dinamis.

4) Mengupayakan kemandirian madrasah untuk melakukan langkah terbaik bagi

madrasah.

5) Menciptakan proses pembelajaran yang efektif, dengan ciri-ciri:

6) Proses itu memberdayakan siswa aktif dan partisipatif,

7) Target pembelajaran sampai dengan tahap pemahaman ekspresif,

8) Mengutamakan proses internalisasi ajaran agama dengan kesadaran sendiri,

9) Merangsang siswa untuk mempelajari berbagai cara belajar, dan

10) Menciptakan semangat yang tinggi dalamm menjalankan tugas.

3. Prospek Madrasah ke Depan

Mengenai eksistensi madrasah dan masyarakatnya, mengantarkan kepada

penglihatan lebih jauh mengenai prospek madrasah berangkat dari kerangka acuan

Page 28: MATA KULIAH DASAR-DASAR MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

15

strategis. Pendidikan di madrasah tidak hanya diarahkan bagi peserta didik sebagai

individu, tetapi juga sebagai anggota masyarakat. Jangkauan waktu pun tidak hanya

untuk sekarang, tetapi jauh ke depan. Pembinaan semacam ini perlu direncanakan

matang, karena hal itu merupakan proses normatif dan teknis, yang tentu saja akan bisa

dicapai melalui satu pertumbuhan panjang dan kompleks, di mana semua aspek-

aspeknya tidak mudah dikuantifikasikan.

Di sinilah diperlukan sebuah strategi yang, di satu segi mengutamakan kenyataan-

kenyataan yang hidup ―di sini hari ini‖, sedangkan di segi lain mengutamakan, aspirasi

pendidikan Islam yang perlu direalisasikan ―di hari esok‖. Segi pertama berjangka

pendek, yang kedua berjangka panjang.

Agar bernilai strategis, kebutuhan jangka pendek tidak dapat dibiarkan

berhubungan semata-mata atas pengaruh kebutuhan pragmatis, tetapi harus ditetapkan

dan dirancang; secara selektif agar dengan perkembangan itu dapat dicapai sisi kedua

secara sinkron dan serasi. Dalam hal tersebut, sejak sekarang madrasah perlu

merumuskan langkah-langkah kongkrit yang mempunyai nilai spesifik dalam konteks

komunitas nasional.

Tapi intensitas pendidikan dan pengajaran Islam yang universal tetap dicernakan

dalam suatu kerangka acuan paripurna dan terpadu antara pemenuhan kebutuhan

pragmatis (produktivitas kerja) dan pembentukan watak dan karakter ―ke-akram-an‖

dalam arti ―kelebihtakwaan‖. Watak ketakwaan itu tidak saja menekankan hal-hal yang

semata-mata ritual formal, akan tetapi meliputi etika kemasyarakatan dan segala aspek

kehidupan.

Dalam tahapan tertentu harus ditanamkan juga kemampuan menerima kenyataan

hidup dan penyesuaian antara kebutuhan manusia dan ajaran agama. Demikian juga

kebutuhan akan penafsiran atau reinterpretasi ajaran agama sampai titik tertentu, untuk

menjaga aktualitas dan kontekstualitas ajaran agama serta untak mengenali kaitan kuat

antara agama dan kehidupan.

Konsep ini akan mengantarkan madrasah mampu melaksanakan transformasi

kultural yang sarat dengan motivasi dan nilai-nilai Islamiyah. Bila madrasah tidak

mampu melakukan tugas transformasi kultural secara total, ia justru akan terbawa

proses transformasi budaya di luarnya.

Karena itu, pendidikan agama harus mampu menumbuhkan sikap dan tingkah laku

pribadi yang tanggap terhadap masalah sektoral yang terjadi dalam kehidupan, baik

yang berwawasan mikro mau pun makro. Konsekuensinya, pendidikan agama harus

menumbuhkan keberanian manusia didiknya untuk melakukan pilihan-pilihan yang

dianggap tepat bagi kehidupan, untuk merumuskan sendiri jawaban yang dituntut oleh

berbagai tantangan yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Kemampuan madrasah dalam hal membentak dirinya sendiri seperti di atas dengan

konsep-konsep yang aplikatif serta dapat diproyeksikan dalam berbagai kegiatan nyata,

diharapkan akan dapat membentuk imuan-ilmuan Muslim yang akram serta shalih. Di

samping itu, ia juga memiliki kepekaan yang tinggi dan antisipasi jauh terhadap

problem dan kemaslahatan makhluk dalam rangka melaksanakan tugasnya sebagai

khalifah Allah, yakni 'ibadatullah dan 'imaratul ardli, yang pada gilirannya akan

mampu rnencapai tujuan akhir dari kehidupan ini, yaitu sa'adatud darain.

Di sinilah letak tanggung jawab madrasah untuk mempertahankan identitasnya,

menjadi lembaga tafaqquh fiddin secara utuh dan paripurna. Dalam komunitas nasional

dan dalam lingkaran sistem pendidikan nasional, madrasah bisa menjadi alternatif ideal

yang mampu melahirkan ilmuwan Muslim yang mempunyai integritas keagamaan dan

sosial.

2. Manajemen Perguruan Tinggi Islam

1. Polarisasi PTAI dan Problematikanya

Page 29: MATA KULIAH DASAR-DASAR MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

16

Pada umumnya, PTAIN lebih maju dari PTAIS karena PTAIN memperoleh

pendanaan yang lebih memadai, manajemen yang lebih profesional, control yang lebih

ketat, serta dukungan masyarakat yang lebih kuat dan luas. Namun, secara khusus,

dalam kasus-kasus tertentu, mungkin saja ada perguruan tinggi Islam swasta yang lebih

berkualitas daripada perguruan tinggi negeri. Perbedaan kualitas itu tidak hanya terjadi

dikalangan perguruan tinggi Islam, tetapi kecenderungan yang sama juga telah lama

terjadi di kalanan perguruan tinggi umum. Karena itu, kesan yang terbangun di

Indonesia adalah perguruan tinggi negeri, baik yang berlebel Islam maupun umum,

lebih berkualitas daripada perguruan tinggi swasta.

Pengembangan PTAIN menghadapi Kendala politis, kultural, sosial, dan

psikologis. Kendala politis itu terjadi misalnya menyangkut kelembagaan seperti yang

terjadi pada zaman orde baru. PTAIN juga mendapat perlakuan sangat diskriminatif

berkaitan dengan pendanaan, terutama pada masa orde baru. Di dalam PTAIN sendiri

juga terdapat kendala politis yang tentunya juga sangat mengganggu perkembangan

tradisi akademik yang baik dan mutu pendidikan.

Kendala lain yang dihadapi PTAIN adalah kendala kultural. Misalnya motifasi

dakwah mendomonasi langkah-langkah civitas akademika sehingga berimplikasi pada

munculnya kegiatan tanpa perencanaan yang matang, kecenderungan pada penampilan,

upaya konservasi lebih kuat, kecenderungan menjadi masyarakat yang suka mendengar

dan bercakap-cakap, lebih suka melakukan pendekatan doktrinal dan lain-lain.

Kendala selanjutnya berhubungan dengan dimensi sosial. Masyarakat memiliki

daya tarik yang rendah terhadap PTAIN mereka yang kuliah di PTAIN masih terbatas

pada masyarakat santri sedangkan masyarakat non santri belum tertarik pada PTAIN.

Hal ini disebabkan karena masyarakat menduga PTAIN hanya mengajarkan mata kuliah

agama sedangkan mata kuliah umum tidak diajarkan.

Kendala berikutnya adalah kendala psikologis masyarakat Indonesia secara

psikologis belum bisa diajak maju, baik masyarakat yang berasal dari level pejabat,

kalangan pendidikan, siswa atau mahasiswa, maupun para orang tua.

2. Solusi Penataan PTAI

Problem-problem serius yang dialami PTAI harus segera diatasi. Pihak yang

bertanggungjawab adalah para pemimpin perguruan tinggi agama Islam tersebut karena

mereka merupakan pengeandali, meskipun problem-problem itu bisa saja terjadi karena

ulah orang lain. Kemudian, seluruh civitas akademik harus merespon dengan kompak

untuk mendukung pimpinan dalam mengadakan pembenahan.

Adapun solusi yang dapat dilakukan untuk menata PTAI adalah: Dalam

menyelesaikan kendala politis yang bersifat eksternal dapat dilakukan melalui cara

berikut:

1) Lobi-lobi dari pejabat yang dimulai dari tingkata dirjen pendidikan Islam, sekjen,

bahkan menteri agama.

2) Menggalang dukungan dari DPR

3) Menunjukan kesiapan konsep, fisik, dan mekanisme kerja.

4) Menunjukan keseriusan dan komitmen yang btinggi untuk mengembangkan lembaga

menjadi lebih besar.

Bagi kendala politis yang bersifat internal dapat diselesaikan dengan dua cara yaitu

cara kuratif dan preventif. Cara kuratif dapat dilaksanakan dengan cara:

1) Membawa dosen ke dalam suasana akademik

2) Memperkuat tradisi akademik dan

3) Mengkreasi kesibukan-kesibukan akademik yang melibatkan mereka sehingga

mereka tidak sempat bermain politik.

Sedangkan cara preventif diberlakukan dengan:

Page 30: MATA KULIAH DASAR-DASAR MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

17

1) Melakukan penyaringan atau seleksi pada calon dosen yang benar-benar

mencerminkan sosok akademis

2) Menghindarkan diri dari calon dosen atau karyawan yang cenderung terlalu fokus

pada bisnis pribadi dan politik.

3) Membuat surat perjanjian yang harus ditanda tangani calon pegawai untuk bekerja

secara professional.

4) Membuat pernyataan yang harus ditanda tangani caln pegawai untuk tidak terlibat

dalam hal politik.

Dalam menghadapi kendala kultural bisa menempu beberapa cara:

1) Mengharuskan para bawahanya untuk mengadakan perencanaan, penorganisasian,

penggerakan, dan pengontrolan secara ketat.

2) Menggerakan bawahan pada orientasi kreasi dan kekaryaan.

3) Menggerakan terwujudnya reading-writing society pada civitas akademik.

4) Menanamkan semangt berprestasi unggul.

5) Membudyakan kritik konstruktif-argumentatif.

6) Mentradisikan penelitian penulisan karya ilmiah.

7) Mendorong keberanian untuk mempublikasikan hasil-hasil karya ilmiah ke ruang

publik.

Untuk mengatasi kendala sosial sebaiknya melakukan hal-hal berikut:

1) Penyebaran informasi secara memadai kepada masyarakat luas terutama melalui

radio kampus.

2) Membangun opini atau kesan tentang berbagai kelebihan perguruan tinggi Islam

3) Menggiring masyarakat agar memiliki persepsi yang benar pada perguruan tinggi

Islam sesuai dengan realitas yang ada.

4) Mengundang masyarakat ke kampus pada even-even tertentu.

5) Melibatkan masyarakat dalam kegiatan-kegiatan tertentu.

6) Mengajak masyarakat untuk memasukan putra putrinya keperguruan tinggi Islam.

Adapun dalam mengatasi kendala psikologis dapat dilakukan hal berikut:

1) Menanamkan pendidikan berbasis kesadaran di kampus.

2) Mengondisikan lingkungan yang aman dan menyenangakan.

3) Melaksanakan proses pembelajaran secara ketat.

4) Menggunakan pendekatan, srategi, dan metode pembelajaran yang akseleratif.

5) Memiliki perhatian khusus pada mahasisiwa yang potensinya lemah melalui

penambahan pembelajaran dan strategi khusus.

6) Melakukan evaluasi secara objektif, ketat, dan menyeluruh

E. Pertemuan Ke-5

Materi: Manajemen Komponen-komponen Dasar Pendidikan Islam 1. Manajemen Personalia Pendidikan Islam

a. Pengertian Manajemen Personalia

Secara etimologi Manajemen Personelia terdiri dari dua kata, yaitu Manajemen

berasal dari bahasa inggris ―manage‖ yang artinya mengatur, dan Personalia yang

artinya anggota. Sedangkan secara terminologi personalia yang dimaksud disini adalah

semua anggota organisasi yang bekerja untuk kepentingan organisasi yaitu untuk

mencapai tujuan yang sudah ditentukan.

Personalia organisasi pendidikan mencakup para guru, para pegawai, dan para

wakil siswa/mahasiswa. Termasuk para manager pendidikan yang mungkin dipegang

oleh beberapa guru (Made Sidarta, 2004:108). Tidak hanya mereka yang paling aktif

dalam proses pendidikan yaitu para guru dan karyawan namun wakil siswa seperti

anggota OSIS atau Senat Mahasisawa serta alumni juga dapat dimasukkan sebagai

Page 31: MATA KULIAH DASAR-DASAR MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

18

personalia pendidikan karena paling tidak mereka dimintai umpan balik dalam

mengambil keputusan atau dapat berpartisipasi dalam lembaga pendidikan.

Manajemen personalia ialah manajemen yang memperhatikan orang-orang dalam

organisasi. Yang merupakan salah satu sebsusi manajemen, perhatian terhadap orang-

orang itu mencakup, merekrut, menempatkan sebagai fungsi manejemen personalia

(Made Sidarta, 2004:109).

Ada juga yang mengatakan manajemen personalia adalah manajemen yang

menitikberatkan perhatiannya kepada soal-soal pegawai atau personalia dalam suatu

organisasi.

Manajemen personalia ialah bagian manajemen yang memperhatikan orang-orang

dalam organisasi, yang merupakan salah satu sub sistem manajemen, perhatian terhadap

orang-orang itu mencakup merekrut, menempatkan, melatih dan mengembangkan dan

meningkatkan kesejahteraan mereka yang dikatakan sebagai fungsi manajemen

personalia fungsi ini menunjukkan apa yang harus ditangani oleh manajer pada segi

personalia

Jadi manajemen personalia adalah seni dan ilmu memperoleh, memajukan dan

memanfaatkan tenaga kerja sedemikian rupa sehingga tujuan organisasi dapat direalisir

secara berdaya guna dan berhasil akan adanya kegairahan kerja dari para tenaga kerja.

b. Prinsip Dasar Manajemen Personalia

Kepala Sekolah sebagai top leader di sekolah wajib mendayagunakan seluruh

personel secara efektif dan efisien agar tujuan penyelenggaraan pendidikan di sekolah

tersebut tercapai secara optimal. Adapun efektif disini menyangkut hal-hal yang bersifat

ekstren yaitu kwalitas jasa pelayanan yang mempuyai pengaruh pada dunia luar yang

dilayani oleh organisasi tersebut. Dan untuk mengukur seberapa efektifkah organisasi

tersebut maka caranya dengan memperhatikan dua faktor yaitu seberapa besar

pencapaian sasaran dan bagaimana kualitas jasa pelayanan. Sedangkan efisien disini

berorientasi pada hal-hal yang bersifat intren yakni berkaitan dengan energi, kegiatan

dan vitalitas dalam organisasi. Adapun indikatornya yaitu kerjasama, motivasi,

prosedur-prosedurnya, dan supervise (Iwa Sukiswa, 1986:40-41). Untuk itu kepala

sekolah setidaknya mempunyai prinsip dasar yang harus dipegang dalam menerapkan

manejemen personalia agar tercapai tujuan penyelenggaran pendidikan, yaitu:

Dalam mengembangkan sekolah, sumber daya manusia adalah komponen paling

berharga.

Sumber daya manusia akan berperan secara optimal jika dikelola dengan baik

sehingga mendukung tercapainya tujuan institusi/lembaga sekolah.

Kultur dan suasana organisasi di sekolah, serta prilaku manajerial kepala sekolah

sangat berpengaruh terhadap pencapaian tujuan pengembangan sekolah.

Manajemen personalia di sekolah pada prinsipnya mengupayakan agar setiap warga

dapat bekerja sama dan saling mendukung untuk mencapai tujuan sekolah (Hasbullah,

2010:113).

Dalam proses rekrutmen dan pembinaan struktural staf sekolahlah yang terlibat dan

harus bertanggung jawab. Sementara itu, pembinaan profesional dalam rangka

pembangunan kapasitas dan kemampuan kepala sekolah serta pembinaan ketrampilan

guru dalam mengimplementasikan kurikulum termasuk staf kependidikan lainnya yang

dilakukan secara terus menerus atas inisiatif sekolah.

Personalia pendidikan yang kreatif dan berpartisipasi aktif dalam pengembangan

organisasi sangat dibutuhkan. Akibat tuntutan perubahan zaman maka merekalah orang

yang mampu mempertahankan kelangsungan organisasi dari kepunahan. Kemudian

untuk membina kreatifitas dan partisipasi maka dengan memberi kesempatan dan

tanggung jawab untuk melaksanakan tugas tertentu yang bersifat non rutin inilah

menjadi cara pembinaan tersebut.

Page 32: MATA KULIAH DASAR-DASAR MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

19

c. Peran Manajemen Personalia

Suatu lembaga pendidikan dalam memajukan kualitas pendidikan yang sedang

ditanganinya untuk mencapai tujuan pendidikan maka membutuhkan peran dari masing-

masing menejemen sesuai dengan bidangnya. Manajemen personalia merupakan bagian

manajemen yang memperhatikan orang-orang dalam organisasi, yang menjadi salah

satu sub sistem manajemen (Made Sidarta, 2004:109).

Adapun tugas manajer dalam mewujudkan keberhasilan pendidikan yakni ia harus

memperhatikan segala sesutu mengenai personalia mulai dari merencanakan, merekrut,

menyeleksi, meneliti untuk perbaikan hingga memberhentikan atau memberi pensiun

pegawai hal tersebut dilakukan karna merupakan kunci keberhasilan pendidikan.

Terkadang, meskipun secara konsep personalia pendidikan merupakan kunci

keberhasilan pendidikan namun faktanya mereka kurang mendapat perhatian dari

manajer. Pembahasan dalam rapat-rapat atau seminar hanya membahas mengenai

kurikulum mengenia proses belajar mengajar, namun pembahasan mengenai bagaimana

cara agar proses belajar mengajar dapat dilaksanakan oleh tenaga pengajar hampir tidak

pernah dibahas. Maka dari itu untuk menghindari penyebab kegagalan inovasi dalam

proses belajar mengajar sebaiknya para manager pendidikan memberikan perhatiannya

kepada personalia yang sama besarnya dengan sub sistem manajemen yang lain.

Diharapkan dengan perhatian yang sama besar, manajer dapat mewujudkan perilaku

organisasi pada setiap anggota organisasi.

Dalam manajemen personalia tidak hanya manager saja yang mendayagunakan

lembaga pendidikan namun tenaga kependidikan pun mempunyai peran dalam

memajukan sekolah yang mencakup perencanaan pegawai, pengadaan pegawai,

pembinaan dan pengembangan pegawai, promosi dan mutasi, pemberhentian pegawai,

kompensasi, dan penilaian pegawai. Agar apa yang diharapkan tercapai maka perlu

dilakukan dengan baik dan benar, dengan tenaga kependidikan yang diperlukan yaitu

tenaga yang mempunyai kualifikasi dan kemampuan yang sesuai serta dapat

melaksanakan pekerjaan dengan baik dan berkualitas.

Perencanaan pegawai merupakan kegiatan untuk menentukan kebutuhan pegawai,

baik secara kuantitatif dan kualitatif untuk sekarang dan masa depan dalam penyusunan

rencana yang baik dan tepat memerlukan informasi yang lengkap dan jelas tentang

pekerjaan atau tugas yang harus dilakukan dalam organisasi. Untuk itu sebelum

menyusun rencana perlu dilakukan analisis pekerjaan dan analisis jabatan untuk

memperoleh diskripsi pekerjaan. Kemudian pengadaan pegawai merupakan kegiatan

untuk memenuhi kebutuhan pegawai pada suatu lembaga, baik jumlah maupun

kualitasnya. Untuk itu dilakukan kegiatan rekruitmen yaitu usaha untuk mencari dan

mendapatkan calon-calon pegawai yang memenuhi syarat sebanyak mungkin, untuk

kemudian dipilih calon terbaik dan tercakap (Made Sidarta, 2004:43).

Sebelumnya telah dijelaskan bahwa manajemen personalia pendidikan bertujuan

untuk mendayagunakan tenaga kependididkan secara afektif dan efisien untuk mencapai

hasil yang optimal namun tetap dalam kondisi yang menyenangkan. Sehubungan

dengan itu selain peran pendidik di atas juga peran manager yang harus dilaksanakan di

antaranya menarik, mengembangkan, menggaji, dan memotivasi personil guna

mencapai tujuan sistem, membantu anggota mencapai posisi dan standar perilaku,

memaksimalkan pengembangan karier tenaga kependidikan, menyelaraskan tujuan

individu dan organisasi

Kebutuhan akan jumlah tenaga kependididkan memang sudah direncanakan oleh

pemerintah untuk jangka waktu tertentu dengan maksud pemerintah mencetak guru-

guru sementara yang disebut program diploma. Dalam hubungan ini para manager

pendidikan tinggal menerima rincian dari pemerintah yang menjadi masalah ialah belum

Page 33: MATA KULIAH DASAR-DASAR MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

20

semua lembaga pendidikan menerima dan memiliki tenaga-tenaga kependidikan yang

mencukupi.

d. Tanggung Jawab Manajemen Personalia

Kaitannya dengan tanggung jawab manajemen personalia, hal ini yang paling

berperan adalah kepala sekolah. Ada tiga aspek penting yang perlu dilakukan kepala

sekolah sebagai tanggung jawab dalam pengembangan tenaga di sekolah yaitu

peningkatan profesionalisme, pembinaan karir, dan kesejahteraan.

1) Peningkatan Profesionalisme,

Peningkatan kemampuan guru dan staf administrasi dapat dilakukan melalui:

a) Mengikutsertakan guru/staf pada pelatihan yang sesuai. Mereka yang selesai

mengikuti pelatihan harus menularkan pengetahuannya kepada yang lain.

b) Sekolah perlu menyediakan buku atau referensi yang memadai bagi guru/staf.

c) Mendorong dan menfasilitasi guru/staf untuk melakukan tutorial sebaya. Kepala

sekolah juga perlu mendorong pertemuan berkala antar guru mata pelajaran sejenis

di sekolah.

2) Pembinaan Karir

Untuk pembinaan karir guru dan staf administrasi, kepala sekolah harus

membantu, mendorong, dan menfasilitasi agar mereka dapat meningkatkan karirnya

(Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1999:79-80).

3) Pembinaan Kesejahteraan

Kesejahteraan harus diartikan material dan non material yang mengarah kepada

kepuasan kerja. Harus di ingat bahwa personelia sekolah merupakan orang terdidik,

sehingga kesejahteraan non material seringkali sangat diperlukan. Untuk itu perlu di

lakukan antara lain:

a) Memberikan apa yang menjadi hak guru dan staf administrasi.

b) Memberikan penghargaan baik berupa material mauun non material bagi yang

berprestasi atau telah mengerjakan tugas dengan baik.

c) Membina hubungan kekeluargaan diantara para guru/staf beserta keluarganya.

d) Jika kondisi memungkinkan mengupayakan kesejahteraan guru dalam RAPBS,

sepanjang tidak menyalahi aturan yang berlaku.

e. Manajemen Personalia Lembaga Pendidikan Islam

Kualitas pendidikan masih tergolong rendah. Salah satu penyebabnya adalah

kualitas guru yang kurang optimal. Guru memainkan peranan penting dalam membina

generasi muda yang siap pakai, handal, terampil dan responsive menghadapi masa

depan.

Dalam perspektif pendidikan Islam, pengembangan sumber daya manusia

merupakan suatu keharusan. Artinya Islam sangat peduli terhadap peningkatan harkat

dan martabat manusia, karena dalam Islam manusia berada pada posisi yang terhormat.

Hal ini sesuai, dengan QS. al-Isra‘: 70.

ولقد كرمنا بن آدم وحلناهم ف الب ر والبحر ورزق ناهم من الطيبات وفضلناهم على ۞ ك ير ن خلقنا ت فضييلا

―dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkat mereka di

daratan dan di lautan Kami beri mereka rezki yang baik-baik dan Kami lebihkan

mereka dengan kelebihan yang sempuran atas kebanyakan makhluk yang telah

Kami ciptakan.‖

2. Manajemen Kesiswaan Manajemen Pendidikan Islam

Manajemen kesiswaan adalah pengelolaan kegiatan yang berkaitan dengan peserta

didik mulai dari awal masuk hingga tamat dari lembaga pendidikan. Dalam konteks

pendidikan Islam, manajemen kesiswaan memiliki makna yang relatif sama dengan

Page 34: MATA KULIAH DASAR-DASAR MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

21

manajemen kemahasiswaan dan manajemen kesantrian. Istilah yang terakhir ini khususnya

berlaku di kalangan pesantren dan berbeda dengan pengertian santri secara umum yang

orang yang menjalankan ibadah wajib terutama shalat,.

Manajemen kesiswaan bertujuan untuk mengatur berbagai kegiatan dalam bidang

kesiswaan agar kegiatan pembelajaran di sekolah dapat berjalan dengan lancar, tertib,

teratur, serta mampu mencapai tujuan pendidikan sekolah. Tujuan tersebut meliputi

dimensi waktu yang panjang seklai, sehingga manajemen kesiswaan tidak hanya terbatas

pada pengaturan siswa ketika mereka mengikuti proses pembelajaran di sekolah, tetapi

juga ketika mereka akan keluar untuk studi lanjut ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi

ataupun jika mereka memilih masuk ke dunia kerja.

F. Pertemuan Ke-6

Materi: Manajemen Komponen-komponen Dasar Pendidikan Islam 1. Manajemen Kurikulum Pendidikan Islam

Kurikulum adalah rancangan segala kegiatan yang mendukung tercapainya tujuan

pendidikan memiliki peran yang penting, setidaknya, dalam mewarnai kepribadian

seseorang. Oleh karena itu kurikulum perlu dikelola dengan baik.

Kurikulum pendidikan Islam memiliki ciri-ciri tertentu. Al-Syaibani mencatat ciri-ciri

tersebut sebagai berikut:

a. Menonjolkan tujuan agama dan akhlak pada berbagai tujuan, kandungan, metode alat,

dan tehniknya.

b. Memiliki keseimbangan antara kandungan kurikulum dari segi ilmu dan seni,

kemestian, pengalaman, dan kegiatan pengajaran yang beragam.

c. Berkecenderungan pada seni halus, aktivitas pendidikan jasmani, latihan militer,

pengetahuan tehnik, latihan kejuruan, dan bahasa asing untuk perorangan maupun bagi

mereka yang memiliki kesediaan, bakat, dan keinginan.

d. Keterkaitan kurikulum dengan kesediaan, minat, kemampuan, kebutuhan, dan

perbedaan perorangan di antara mereka.

Ciri-ciri ini menggambarkan adanya berbagai tuntutan yang harus ada dalam

kurikulum pendidikan Islam. Tuntutan ini terus berkembang sesduai dengan tantangan

zaman yang sedang dihadapi. Tantangan pendidikan Islam di zaman sekarang ini tentu

sangat berbeda dengan zaman klasik dulu. Tuntutan di di zaman sekarang ini lebih

komplek. Oleh karena itu, sebaiknya ada cirri-ciri permanen dan cirri-ciri responsif

terhadap tuntutan zaman di dalam kurikulum pendidikan Islam. Ciri-ciri permanen

merupakan ciri-ciri elementer yang melekat pada pendidikan Islam, misalnya dijiwai oleh

nilai-nilai ketauhidan., Sementara itu, ciri-ciri responsif merupakan sikap dalam

menghadapi tuntutan perkembangan zaman, seperti bersikap adaptif selektif terhadap

kecenderungan global.

Manajemen kurikulum sebenarnya menekankan pada strategi pengelolaan proses

pembelajaran secara efektif dan efisien untuk mencapai hasil pendidikan secara maksimal.

Proses pembelajaran tampaknya memang menjadi penentu kualitas pendidikan melebihi

komponen-komponen lainnya. Namun demikian, semua komponen tetap diperlukan untuk

mewujudkan tujuan pendidikan.

2. Manajemen Keuangan Pendidikan Islam

Pengertian manajemen keuangan dalam arti sempit adalah tata pembukuan. Sedangkan

dalam arti luas adalah pengurusan dan pertanggungjawaban dalam menggunakan

keuangan, baik pemerintah pusat maupun daerah. Adapun Maisyarah menjelaskan bahwa

manajemen keuangan adalah suatu proses melakukan kegiatan mengatur keuangan dengan

menggerakkan tenaga orang lain. Kegiatan ini dapat dimulai dari perencanaan,

pengorganisasian, pelaksanaan sampai dengan pengawasan. Dalam manajemen keuangan

Page 35: MATA KULIAH DASAR-DASAR MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

22

di sekolah tersebut dimulai dengan perencanaan anggaran sampai dengan pengawasan dan

pertanggung jawaban keuangan (Sulistiyorini, 2009:130).

Keuangan nampaknya mempunyai peran yang signifikan dalam suatu lembaga

apapun, khususnya lembaga pendidikan. Mujamil Qomar mengatakan, ada dua hal yang

menyebabkan besarnya perhatian pada keaungan, yaitu: Petama, keuangan termasuk kunci

penentu kelangsungan dan kemajuan lembaga pendidikan. Kenyataan ini mengandung

konsekuensi bahwa program-program pembaruan atau pengembangan pendidikan menjadi

gagal dan berantakan manakala tidak didukung oleh keuangan yang memadai; dan kedua,

lazimnya keuangan itu sulit sekali didapatkan dalam jumlah yang besar khususnya bagi

lembaga pendidikan swasta yang baru berdiri (2008:150-151).

Manajemen keuangan di sekolah Islam atau madrasah terutama berkenaan dengan kiat

sekolah dalam menggali dana, kiat sekolah dalam mengelola dana, pengelolaan keuangan

dikaitkan dengan program tahunan sekolah, cara mengadministrasikan dana sekolah, dan

cara melakukan pengawasan, pengendalian serta pemeriksaan. Inti dari manajemen

keuangan adalah pencapaian efisiensi dan efektivitas. Oleh karena itu, disamping

mengupayakan ketersediaan dana yang memadai untuk kebutuhan pembangunan maupun

kegiatan rutin operasional di sekolah, juga perlu diperhatikan faktor akuntabilitas dan

transparansi setiap penggunaan keuangan baik yang bersumber pemerintah, masyarakat

dan sumber-sumber lainnya (Siagian, 2001:120).

3. Manajemen Sarana Prasarana Pendidikan Islam

a. Pengertian

Sarana pendidikan adalah semua fasilitas yang diperlukan dalam proses belajar

mengajar baik yang bergerak maupun tidak bergerak agar pencapaian tujuan pendidikan

dapat berjalan dengan lancar, efektif, teratur dan efisien (Suharsimi Arikunto dan Lia

Yuliana, 2008:273). Misalnya: gedung, ruang kelas, meja kursi serta alat-alat media

pengajaran. Adapun yang dimaksud dengan prasarana adalah fasilitas yang secara tidak

langsung menunjang jalannya proses pendidikan atau pengajaran. Seperti halaman,

kebun, taman, jalan menuju madrasah, tetapi jika dimanfaatkan secara langsung untuk

proses belajar mengajar, seperti taman madrasah untuk pengajaran biologi, halaman

madrasah sebagai lapangan olahraga, komponen tersebut merupakan sarana pendidikan.

Manajemen sarana prasarana dapat diartikan sebagai proses kerjasama

pendayagunaan semua sarana dan prasarana pendidikan secara efektif dan efisien

(Sulistyorini, 2009:85). Dari definisi tersebut menunjukkan bahwa sarana dan prasarana

yang ada harus didayagunakan dan dikelola untuk kepentingan proses pembelajaran.

Pengelolaan sarana dan prasarana tersebut dimaksudkan agar penggunaannya bisa

berjalan dengan efektif dan efisien.

Manajemen sarana dan prasarana pendidikan bertugas mengatur dan menjaga

sarana dan prasarana pendidikan agar dapat memberikan kontribusi pada proses

pendidikan secara optimal dan berarti. Kegiatan pengelolaan ini meliputi kegiatan

perencanaan, pengadaan, pengawasan, penyimpanan inventarisasi, dan penghapusan

serta penataan (Mulyasa, 2002:49-50). Sarana dan prasarana pendidikan itu dalam

lembaga pendidikan Islam sebaiknya dikelola dengan sebaik mungkin dengan

mengikuti kebutuhan-kebutuhan sebagai berikut (Mujamil Qomar, 2008:171):

1) Lengkap, siap dipakai setiap saat, kuat dan awet.

2) Rapi, indah, bersih, anggun, dan asri sehingga menyejukkan pandangan dan perasaan

siapa pun yang memasuki komplek lembaga pendidikan Islam.

3) Kreatif, inovatif, responsif dan bervariasi sehingga dapat merangsang timbulnya

imajinasi peserta didik.

4) Memiliki jangkauan waktu yang panjang melalui perencanaan yang matang untuk

menghindari kecenderungan bongkar pasang bangunan.

Page 36: MATA KULIAH DASAR-DASAR MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

23

5) Memiliki tempat khusus untuk beribadah maupun pelaksanaan kegiatan sosio-

religius seperti mushalla atau masjid.

Ketentuan ini ketika diterapkan pada jenjang pendidikan yang berbeda, akan

menghasilkan keputusan yang berbeda pula. Misalnya pada ketentuan harus kreatif,

inovatif, responsif, dan bervariasi antara lembaga madrasah Ibtidaiyah dengan madrasah

aliyah sangat berbeda, seperti penataan meja. Penataan ini pada madrasah Ibtidaiyah

bisa berbeda-beda antara semua kelas. Ada yang seluruh meja di depan papan tulis

seperti yang terjadi selama ini, ada kelas yang penataan mejanya dalam bentuk oval,

separuh oval, beberapa meja bulat, dan sebagainya. Tetapi untuk madrasah Aliyah tidak

perlu sevariasi itu.

Untuk penataan lingkungan dalam kompleks sekolah/madrasah/perguruan

tinggi/pesantren seharusnya rapi, indah, bersih, anggun dan asri. Keadaan ini setidaknya

menjadikan peserta didik merasa betah (kerasan) berada di lembaga pendidikan baik

sewaktu proses pembelajaran berlangsung di kelas, waktu istirahat, ketika berkunjung

ke sekolah, bahkan tamu-tamu dari luar juga diharapkan merasakan hal yang sama.

Kenyataan di lapangan kebanyakan lembaga pendidikan Islam kurang memperhatikan

kerapian, kebersihan, keindahan, keanggunan dan keasrian tersebut apalagi pesantren,

kecuali dalam jumlah yang amat sedikit seperti pesantren al-Nur Bululawang Malang

yang telah mengelola lingkungan dalam komplek pesantren cukup indah. Taman-

tamannya diatur bagus dan ada semacam kebun binatang mini. Nabi pernah bersabda:

ل ا ا ا ا ب ب ق ا ب ل ل ا إااد ―Sesungguhnya Allah itu indah, Dia menyukai terhadap keindahan‖.

Gedung-gedung yang dibangun harus diupayakan melalui perencanaan yang

matang sehingga minimal digunakan dalam waktu 25 tahun. Untuk itu gedung harus

kuat, awet dan posisinya tepat sehingga tidak sampai dibongkar kemudian didirikan

gedung baru di tempat yang sama dalam waktu yang relatif cepat, karena cara itu adalah

pemborosan. Sebaiknya gedung itu dibangun bertingkat yang mengandung manfaat di

samping menghemat tanah juga terkesan kokoh. Bentuk gedung pun sebaiknya juga

indah dan memiliki gaya arsitektur yang khas yang menyebabkan orang yang

memandang merasa tertarik (Mujamil Qomar, 2008:172).

Di samping itu, suatu keharusan juga untuk membangun masjid atau setidaknya

mushalla. Bangunan ini bukan sekadar simbol bagi lembaga pendidikan Islam tetapi

memang merupakan kebutuhan riil untuk beribadah ketika pegawai dan peserta didik

berada di sekolah. Masjid atau Mushalla itu juga bisa dimanfaatkan sebagai

laboratorium ibadah bagaimana cara berwudhu yang benar, dan bagaimana

mempraktekkan shalat yang benar, keduanya bisa dilaksanakan di tempat tersebut.

Lebih dari itu, masjid atau mushalla diupayakan ikut mewarnai perilaku Islami warga

sekolah sehari-hari dengan mengoptimalkan kegiatan keagamaan maupun kegiatan

ilmiah yang ditempatkan di masjid atau mushalla (Mujamil Qomar, 2008:173).

Dalam mengelola sarana dan prasarana di sekolah dibutuhkan suatu proses

sebagaimana terdapat dalam manajemen yang pada umumnya, yaitu mulai dari

perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pemeliharaan dan pengawasan. Apa yang

dibutuhkan oleh sekolah perlu direncanakan dengan cermat berkaitan dengan semua

sarana dan prasarana yang mendukung terhadap proses pembelajaran.

Tujuan dari pada pengelolaan sarana dan prasarana sekolah ini adalah untuk

memberikan layanan secara profesional berkaitan dengan sarana dan prasarana

pendidikan agar proses pembelajaran bisa berlangsung secara efektif dan efisien.

Berkaitan dengan tujuan ini. Bafadal (2003) menjelaskan secara rinci tentang tujuan

manajemen sarana dan prasarana pendidikan sebagai berikut (Sulistyorini, 2009:86):

Page 37: MATA KULIAH DASAR-DASAR MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

24

1) Untuk mengupayakan pengadaan sarana dan prasarana sekolah melalui sistem

perencanaan dan pengadaan yang hati-hati dan seksama, sehingga sekolah memiliki

sarana dan prasarana sesuai dengan kebutuhan.

2) Untuk mengupayakan pemakaian sarana dan prasarana sekolah secara tepat dan

efisien.

3) Untuk mengupayakan pemeliharaan sarana dan prasarana pendidikan, sehingga

keadaannya selalu dalam kondisi siap pakai dalam setiap diperlukan oleh semua

personil sekolah.

Manajemen sarana dan prasarana yang baik diharapkan dapat menciptakan

sekolah/sekolah Islam yang bersih, rapi, indah, sehingga menciptakan kondisi yang

menyenangkan baik bagi guru maupun untuk berada di sekolah Islam. Di samping itu

juga diharapkan tersedianya alat-alat fasilitas belajar yang memadai secara kuantitatif,

kualitatif, dan relevan dengan kebutuhan serta dapat dimanfaatkan secara optimal untuk

kepentingan proses pendidikan dan pengajaran, baik oleh guru sebagai pengajar maupun

murid-murid sebagai pelajar.

b. Prinsip-Prinsip Manajemen Sarana dan Prasarana Pendidikan Islam

Dalam mengelola sarana dan prasarana sekolah terdapat beberapa prinsip yang

perlu diperhatikan agar tujuan bisa tercapai dengan maksimal. Menurut Bafadal prinsip-

prinsip tersebut antara lain:

1) Prinsip pencapaian tujuan

Pada dasarnya manajemen perlengkapan sekolah di lakukan dengan maksud agar

semua fasilitas sekolah dalam keadaan kondisi siap pakai. Oleh sebab itu,

manajemen perlengkapan sekolah dapat di katakan berhasil bilamana fasilitas

sekolah itu selalu siap pakai setiap saat, pada sat seorang personel sekolah akan

menggunakannya.

2) Prinsip Efisiensi

Dengan prinsip efisiensi semua kegiatan pengadaan sarana dan prasarana sekolah di

lakukan dengan perencanaan yang hati-hati, sehingga bisa memperoleh fasilitas yang

berkualitas baik dengan harga yang relatif murah. Dengan prinsip efisiensi berarti

bahwa pemakaian semua fasilitas sekolah hendaknya dilakukan dengan sebaik-

baiknya, sehingga dapat mengurangi pemborosan. Maka perlengkapan sekolah

hendaknya dilengkapi dengan petunjuk teknis penggunaan dan pemeliharaannya.

Petunjuk teknis tersebut di komunikasikan kepada semua personil sekolah yang di

perkirakan akan menggunakannya. Selanjutnya, apabila di pandang perlu, dilakukan

pembinaan terhadap semua personel.

3) Prinsip Administratif

Yaitu manajemen sarana dan prasarana di sekolah harus selalu memperhatikan

undang-undang, instruksi, dan petunjuk teknis yang diberlakukan oleh pihak yang

berwenang.

4) Prinsip kejelasan tanggung jawab

Di Indonesia tidak sedikit adanya kelembagaan pendidikan yang sangat besar dan

maju. Oleh karena besar, sarana dan prasarananya sangat banyak sehingga

manajemennya melibatkan banyak orang. Bilamana hal itu terjadi maka perlu adanya

pengorganisasian kerja pengelolaan perlengkapan pendidikan. Dalam

pengorganisasiannya, semua tugas dan tanggung jawab semua orang yang terlibat itu

perlu dideskripsikan dengan jelas.

5) Prinsip kekohesifan

Dengan prinsip kekohesifan berarti manajemen perlengkapan pendidikan di sekolah

hendaknya terealisasikan dalam bentuk proses kerja sekolah yang sangat kompak.

Oleh kerena itu, walaupun semua orang yang terlibat dalam pengelolaan

Page 38: MATA KULIAH DASAR-DASAR MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

25

perlengkapan itu telah memiliki tugas dan tanggungjawab masing-masing, namun

antara satu dengan yang lainnya harus selalu bekerja sama dengan baik.

c. Proses Manajemen Sarana dan Prasarana Pendidikan Islam

Manajemen sarana dan prasarana pendidikan disekolah berkaitan erat dengan

aktivitas-aktivitas pengadaan, pendistribusian, penggunaan dan pemeliharaan,

inventarisasi, serta penghapusan sarana dan prasarana pendidikan Islam. Hal ini

menunjukkan bahwa perlu adanya suatu proses dan keahlian di dalam mengelolanya.

Dan tindakan prefentif yang tepat akan sangat berguna bagi instansi.

Dalam pengelolaan sarana dan prasarana pendidikan agar dalam kondisi siap pakai,

diperlukan tugas khusus yang menanganinya. Hal ini dimaksudkan untuk membantu

guru dalam mempersiapkan perlengkapan yang dibutuhkan, utamanya yang berkaitan

erat dengan sarana dan prasarana yang menunjang.

1) Perencanaan Sarana dan Prasarana Pendidikan Islam

Perencanaan sarana dan prasarana pendidikan Islam merupakan suatu proses analisis

dan penetapan kebutuhan yang diperlukan dalam proses pembelajaran sehingga

muncullah istilah kebutuhan yang diperlukan (primer) dan kebutuhan yang

menunjang. Dalam proses perencanaan ini harus dilakukan dengan cermat dan teliti

baik berkaitan dengan karakteristik sarana dan prasarana yang dibutuhkan,

jumlahnya, jenisnya dan kendalanya (manfaat yang didapatkan), beserta harganya.

Perencanaan pengadaan perlengkapan pendidikan di sekolah harus diawali dengan

analisis jenis pengalaman pendidikan yang diprogramkan di sekolah menurut

Sukarna (1987) adalah sebagai berikut:

a) Menampung semua usulan pengadaan perlengkapan sekolah yang diajukan oleh

setiap unit kerja dan atau mengiventarisasi kekurangan perlengkapan sekolah.

b) Menyusun rencana kebutuhan perlengkapan sekolah untuk periode tertentu.

c) Memadukan rencana kebutuhan yang telah disusun dengan perlengkapan yang

tersediasebelumya.

d) Memadukan rencana kebutuhan dengan dana atau anggaran sekolah yang tersedia.

Dalam hal ini, jika dana yang tersedia tidak mencukupi untuk pengadaan semua

kebutuhan yang diperlukan, maka perlu diadakan seleksi terhadap semua

kebutuhan perlengkapan yang telah direncanakan dengan melihat urgensi setiap

perlengkapan yang diperlukan.

e) Memadukan rencana (daftar) kebutuhan perlengkapan yang urgen dengan dana

atau anggaran yang tersedia, maka perlu diadakan seleksi lagi dengan melihat

skala prioritas menngenai perlengkapan yang paling penting.

f) Penetapan rencana pengadaan akhir.

2) Pengadaan Sarana dan Prasarana Pendidikan di Sekolah

Memilih sarana dan prasana pendidikan Islam bukanlah berupa resep yang lengkap

dengan petunjuk-petunjuknya, lalu pendidik menerima resep itu begitu saja. Sarana

pembelajaran hendakaya direncanakan, dipilih dan diadakan dengan teliti sesuai

dengan kebutuhan sehingga penggunaannya berjalan dengan wajar. Untuk itu

pendidik hendaknya menyesuaikan dengan sarana pembelajaran dengan faktor-faktor

yang dihadapi, yaitu tujuan apakah yang hendak dicapai, media apa yang tersedia,

pendidik mana yang akan mempergunakannya, dan yang peserta didik mana yang di

hadapi. Faktor lain yang hendaknya dipertimbangkan dalam pemilihan sarana

pembelajaran adalah kesesuaian dengan ruang dan waktu.

3) Inventarisasi Sarana dan Prasarana Pendidikan

Inventarisasi dapat diartikan sebagai pencatatan dan penyusunan barang-barang milik

negara secara sistematis, tertib, dan teratur berdasarkan ketentuan-ketentuan atau

pedoman-pedoman yang berlaku. Hal ini sesuai dengan keputusan menteri keuangan

RI Nomor Kep. 225/MK/V/4/1971 bahwa barang milik negara berupa semua barang

Page 39: MATA KULIAH DASAR-DASAR MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

26

yang berasal atau dibeli dengan dana yang bersumber baik secara keseluruhan atau

bagian sebagainya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ataupun

dana lainnya yang barang-barang dibawah penguasaan kantor departemen dan

kebudayaan, baik yang berada di dalam maupun luar negeri.

4) Pengawasan dan Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Pendidikan

Pengawasan merupakan salah satu fungsi manajemen yang harus dilaksanakan oleh

pimpinan organisasi. Berkaitan dengan sarana dan prasarana pendidikan di sekolah,

perlu adanya kontrol baik dalam pemeliharaan atau pemberdayaan. Pengawasan

(control) terhadap sarana dan prasarana pendidikan di sekolah merupakan usaha

yang ditempuh oleh pimpinan dalam membantu personel sekolah untuk menjaga atau

memelihara, dan memanfaatkan sarana dan prasarana sekolah dengan sebaik

mungkin demi keberhasilan proses pembelajaran di sekolah.

Pemeliharaan terhadap sarana dan prasarana pendidikan di sekolah merupakan

aktivitas yang harus dijalankan untuk menjaga agar perlengkapan yang dibutuhkan

oleh personel sekolah dalam kondisi siap pakai. Kondisi siap pakai ini akan sangat

membantu terhadap kelancaran proses pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah.

Oleh karena itu, semua perlengkapan yang ada di sekolah membutuhkan perawatan,

pemeliharaan, dan pengawasan agar dapat diperdayakan dengan sebaik mungkin.

5) Penghapusan Sarana dan Prasarana Pendidikan

Pengahapusan sarana dan prasarana pendidikan adalah kegiatan meniadakan barang-

barang milik lembaga (bisa juga milik negara) dari daftar inventaris dengan cara

berdasarkan perundang-undangan yang berlaku.

G. Pertemuan Ke-7

Materi: Manajemen Komponen Penyempurna Pendidikan Islam:

1. Manajemen Masyarakat Pendidikan Islam Manajemen pendidikan Islam perlu menangani masyarakat atau hubungan lembaga

pendidikan Islam dengan masyarakat. Kita harus menyadari bahwa masyarakat memiliki

peranan yang sangat penting terhadap keberadaan, kelangsungan, bahkan kemajuan

lembaga pendidikan Islam. Setidaknya, salah satu parameter penetu nasib lembaga

pendidika Islam adalah masyarakat. Bila ada lembaga pendidikan Islam yang maju,

hamper bias dipastikan salah satu faktor keberhasilan tersebut adalah keterlibatan

masyarakat yang maksimal. Begitu pula sebaliknya, bila ada lembaga pendidikan Islam

yang bernasib memprihatinkan, salah satu penyebabnya bias jadi karena masyarakat

enggan mendukung. Sikap masyarkat ini bias jadi akibat dari hal lain dalam kaitannya

dengan lembaga pendidikan Islam, baik yang bersifat internal maupun eksternal.

Disini kepercayaan masyarakat menjadi salah satu kunci kemajuan lembaga

pendidikan Islam. Ketika masyarakat memiliki kepercayaan terhadap lembaga pendidikan

Islam, mereka akan mendukung penuh bukan saja dengan memasukkan putra-putrinya ke

dalam lembaga pendidikan tersebut, tetapi bahkan mempengaruhi orang lain untuk

melakukan hal yang sama. Sebaliknya, ketika masyarakat tidak percaya, mereka bukan

hanya tidak mau memasukkan putra-putrinya ke lembaga tersebut, tetapi bahkan

memprovokasi tetangga atau kawannya. Ini bararti masyarakat merupakan komponen

strategis yang harus mendapat perhatian penuh oleh manajer pendidikan Islam.

Menurut Mulyasa (2003:173-174), ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan

untuk menggalang partisipasi masyarakat.

a. Melibatkan masyarakat dalam berbagai program dan kegiata di sekolah yang bersifat

sosial kemasyarakatan. Misalnya, bakti sosial, perpisahan, peringatan hari besar

nasional dan keagamaan, serta pentas seni.

b. Mengidentifikasi tokoh masyarakat, yaitu orang-orang yang mampu mempengaruhi

masyarakat pada umumnya.

Page 40: MATA KULIAH DASAR-DASAR MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

27

c. Melibatkan tokoh masyarakat tersebut dalam berbagai program dan kegiatan sekolah

yang sesuai dengan minat mereka.

d. Memilih waktu yang tepat untuk melibatkan masyarakat sesuai dengan kondisi dan

perkembangan masyarakat.

2. Manajemen Layanan Pendidikan Islam

Layanan merupakan salah satu persoalan yang serius bagi manajemen pendidikan

Islam. Ini terutama ketika mereka menghendaki peningkatan di segala bidang sebagai

modal dasar dalam memajukan lembaga yang dikendalikannya. Jika suatu lembaga ingin

mengungguli lembaga lain, tentu pelayanan menjadi salah satu komponen pengelolaan

pendidikan yang harus mendapat perhatian khusus.

Allah berfirman dalam QS. al-Hasyr ayat 9:

يمان من ق بلهم يبون من هاجر إليهم ول يدون ف صدورهم حاجةلا ا أوتوا ار وال والذين ت ب وءوا الد ومن يوو ن فسه ف ول هم ال فلحون وي ؤثرون على أن فسهم ولو كان بم خصاصة

Artinya: ―dan orang-orang yang telah menmpati kota madinah dan telah beriman

(Anshor) sebelum (kedatangan) mereka nuhajirin), maka mencintai orang yang hijrah

kepada mereka. Dan mereka tidak menaruh keinginan dalam hati mereka kepada apa-

apa yang diberikan kepada mereka (muhajirin), dan mereka mengutamakan

(muhajirin), atas diri mereka sendiri, meskipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa

yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung‖.

3. Manajemen Mutu Pendidikan Islam

Kriteria umum yang telah disepakati bahwa sesuatu itu dikatakan bermutu, pasti ketika

bernilai baik atau mengandung makna yang baik. Secara esensial istilah mutu menunjukan

kepada sesuatu ukuran penilaian atau penghargaan yang diberikan atau dikenakan kepada

barang dan atau kinerjanya (Aan Komariah dan Cepi Triatna, 2008:9). Menurut B.

Suryobroto, konsep mutu mengandung pengertian makna derajat keunggulan suatu produk

(hasil kerja/upaya) baik berupa barang maupun jasa, baik yang tangible maupun intangible

(Suryobroto, 2004:210).

Mutu mempunyai makna ukuran, kadar, ketentuan dan penilaian tentang kualitas

sesuatu barang maupun jasa (produk) yang mempunyai sifat absolut dan relatif. Dalam

pengertian yang absolut, mutu merupakan standar yang tinggi dan tidak dapat diungguli.

Biasanya disebut dengan istilah baik, unggul, cantik, bagus, mahal, mewah dan sebagainya

(Edward Sallis, 2012:52). Jika dikaitkan dengan konteks pendidikan, maka konsep mutu

pendidikan adalah elit, karena hanya sedikit institusi yang dapat memberikan pengalaman

pendidikan dengan mutu tinggi kepada anak didik. Dalam pengertian relatif, mutu

memiliki dua pengertian. Pertama, menyesuaikan diri dengan spesifikasi. Kedua,

memenuhi kebutuhan pelanggan (Edward Sallis, 2012:54). Mutu dalam pandangan

seseorang terkadang bertentangan dengan mutu dalam pandangan orang lain, sehingga

tidak aneh jika ada pakar yang tidak mempunyai kesimpulan yang sama tentang bagaimana

cara menciptakan institusi yang baik (Edward Sallis, 2012:29-30).

Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa manajemen mutu adalah ilmu atau

seni yang mengatur tentang proses pendayagunaan sumber daya manusia maupun sumber-

sumber lainnya yang mendukung pencapaian tujuan secara efektif dan efisien. berdasarkan

ukuran, kadar, ketentuan dan penilaian tentang kualitas sesuatu barang maupun jasa

(produk) sesuai dengan kepuasan pelanggan.

Manajemen mutu dalam pendidikan (Islam) lebih populer dengan sebutan istilah Total

Quality Education (TQE). Secara filosofis, konsep ini menekankan pada pencarian secara

konsisten terhadap perbaikan yang berkelanjutan untuk mencapai kebutuhan dan kepuasan

pelanggan. Strategi yang dikembangkan dalam penggunaan manajemen mutu dalam dunia

Page 41: MATA KULIAH DASAR-DASAR MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

28

pendidikan adalah institusi pendidikan memposisikan dirinya sebagai institusi jasa atau

dengan kata lain menjadi industri jasa. Yakni institusi yang memberikan pelayanan

(service) sesuai dengan apa yang diinginkan pelanggan (custumer).

Manajemen pendidikan mutu berlandaskan kepada kepuasaan pelanggan sebagai

sasaran utama. Pelanggan pendidikan ada dua aspek, yaitu; pelanggan internal dan

pelanggan eksternal (Edward Sallis, 2012:6). Pendidikan berkulitas apabila:

a. Pelanggan internal (kepala sekolah, guru, dan karyawan) berkembang baik fisik maupun

psikis. Secara fisik antara lain mendapatkan imbalan finasial. Sedangkan secara psikis

adalah bila mereka diberi kesempatan untuk terus belajar mengembangkan kemampuan,

bakat dan kreativitasnya.

b. Pelanggan eksternal:

1) Eksternal primer (para siswa): Menjadi pembelajar sepanjang hayat, komunikator

yang baik, punya keterampilan dalam kehidupan sehari-hari, integritas tinggi,

pemecah masalah, dan pencipta pengetahuan serta menjadi warga negara yang

bertanggungjawab.

2) Eksternal sekunder (orang tua, pemerintah, dan perusahaan): Para lulusan dapat

memenuhi harapan orang tua, pemerintah, dan perusahaan dalam hal menjalankan

tugas-tugas yang diberikan kepadanya.

3) Eksternal tersier (pasar kerja dan masyarakat luas): Para lulusan memiliki

kompetensi dalam dunia kerja dan pengembangan masyarakat, sehingga

mempengaruhi pada pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan rakyat, dan keadilan

sosial.

Maka dari itu, untuk memposisikan institusi pendidikan Islam sebagai industri jasa

harus memenuhi standar mutu. Institusi dapat disebut bermutu, harus memenuhi spesifikasi

yang telah ditetapkan. Secara operasional, mutu ditentukan dua faktor, yaitu terpenuhinya

spesifikasi yang telah ditentukan sebelumnya dan terpenuhinya spesifikasi yang

diharapkan menurut tuntutan dan pengguna jasa. Mutu yang pertama disebut, mutu

sesungguhnya, mutu yang kedua disebut mutu persepsi.

Standar mutu produksi dan pelayanan diukur dengan kriteria sesuai dengan spesifikasi,

cocok dengan tujuan pembuatan dan penggunaan, tanpa cacat, dan selalu baik sejak awal.

Mutu dalam persepsi diukur dari kepuasaan pelanggan atau pengguna, meningkatnya minat

dan harapan serta kepuasaan pengguna. Dalam penyelenggaraannya mutu sesungguhnya

merupakan profil lulusan institusi pendidikan yang sesuai dengan kualifikasi tujuan

pendidikan, yang berbentuk standar kemampuan dasar berupa kualifikasi akademik

minimal yang dikuasai peserta didik. Sedangkan pada mutu persepsi pendidikan adalah

kepuasaan dan bertambahnya minat pelanggan eksternal terhadap lulusan institusi

pendidikan.

Beranjak dari pembahasan tersebut dalam operasi manajemen mutu dunia pendidikan

Islam ada beberapa hal yang harus diperhatikan:

a. Perbaikan secara terus menerus

Konsep ini mengandung pengertian bahwa pihak pengelola pendidikan Islam

(manajemen personalia) senantiasa melakukan berbagai perbaikan dan peningkatan

terus menerus untuk menjamin semua komponen penyelenggara pendidikan telah

mencapai standar mutu yang telah ditetapkan. Konsep ini juga berarti bahwa antara

institusi pendidikan senantiasa memperbaharui proses berdasarkan kebutuhan dan

tuntutan pelanggan. Jika tuntutan dan kebutuhan pelanggan berubah, maka pihak

pengelola institusi pendidikan Islam dengan sendirinya akan merubah mutu, serta selalu

memperbaharui komponen produksi atau komponen-komponen yang ada dalam institusi

pendidikan Islam.

Perbaikan terus-menerus ini dilakukan secara menyeluruh meliputi semua unsur-

unsur manajemen pendidikan Islam, seperti; manajemen pembelajaran dan kurikulum

Page 42: MATA KULIAH DASAR-DASAR MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

29

pendidikan Islam, manajemen personalia di lembaga pendidikan Islam, perencanaan

kebutuhan sumber daya manusia manajemen peserta didik di lembaga pendidikan Islam,

dan manajemen hubungan lembaga pendidikan Islam dengan masyarakat (Mukhamad

Ilyas dan Nanik Nurhayati, 74-106).

b. Menentukan standar mutu

Paham ini digunakan untuk menetapkan standar-standar mutu dari semua

komponen yang bekerja dalam proses produksi atau transformasi lulusan institusi

pendidikan Islam. Standar mutu pendidikan Islam misalnya, dapat berupa kepemilikan,

kemampuan dasar pada masing-masing pembelajaran dan sesuai dengan jenjang

pendidikan yang ditempuh. Selain itu, pihak manajemen juga harus menentukan standar

mutu materi kurikulum dan standar evaluasi yang akan dijadikan sebagai alat untuk

mencapai standar kemampuan dasar.

Standar mutu proses pembelajaran harus pula ditetapkan, dalam arti bahwa pihak

manajemen pendidikan Islam perlu menetapkan standar mutu proses pembelajaran yang

diharapkan dapat berdayaguna untuk mengoptimalkan proses produksi dan untuk

melahirkan produk yang sesuai, yaitu yang menguasai standar mutu pendidikan berupa

penguasaan standar kemampuan dasar. Pembelajarn yang dimaksud sekurang-

kurangnya memenuhi karakteristik: menggunakan pendekatan pembelajaran aktif,

pembelajaran kooperatif dan kolaboratif, pembelajaran konstruktif, dan pembelajaran

tuntas.

Begitu pula pada akhirnya, pihak pengelola pendidikan Islam menentukan standar

mutu evaluasi pembelajaran. Standar mutu evaluasi yaitu, bahwa evaluasi harus dapat

mengukur tiga bentuk penguasaan peserta didik atas dasar standar kemampuan dasar,

yaitu penguasaan materi, penguasaan metodologi, dan penguasaan keterampilan yang

aplikatif dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain penilaian diarahkan pada dua

aspek hasil pembelajaran, yaitu instructional effects dan nurturant effects. Instructional

effects adalah hasil-hasil yang kasat mata dari proses hasil pembelajaran, sedangkan

nurturant effects adalah hasil-hasil laten proses pembelajaran, seperti kebiasaan

membaca dan kebiasaan memecahkan masalah.

Bagi pendidikan Islam, mutu yang mengacu kepada output harus menghasilkan

minimal dua ranah yaitu, pertama terciptanya manusia yang dapat mengakomodasi

seluruh fenomena kehidupannya sesuai dengan ajaran atau dasar al-Qur‘an dan as-

Sunnah, kedua terbentuknya manusia yang mempunyai skill kompetitif di bidang ilmu

pengetahuan dan teknologi (ITC) sesuai dengan perkembangan zaman.

c. Perubahan kultur

Konsep ini bertujuan membentuk budaya organisasi yang menghargai mutu dan

menjadikan mutu sebagai orientasi semua komponen organisasi. Jika manajemen ini

diterapkan di institusi pendidikan Islam maka pihak pimpinan harus berusaha

membangun kesadaran para anggotanya, mulai dari pemimpin sendiri, staff, guru,

pelajar, dan berbagai unsur terkait seperti yayasan, orang tua dan para pengguna lulusan

pendidikan Islam akan pentingnya mempertahankan dan meningkatkan mutu

pembelajaran baik mutu hasil maupun proses pembelajaran. Disinilah letak penting

dikembangkannya faktor rekayasa dan faktor motivasi agar secara bertahap dan pasti

kultur mutu itu akan berkembang di dalam organisasi institusi pendidikan Islam.

Perubahan kultur ke arah kultur mutu ini antara lain dilakukan dengan menempuh cara-

cara rumusan keyakinan bersama, intervensi nilai-nilai keagamaan Islam, yang

dilanjutkan dengan perumusan visi-misi organisasi pendidikan Islam sesuai dengan

ajaran sumber ajaran Islam.

d. Perubahan organisasi

Jika visi-misi serta tujuan organisasi sudah berubah atau mengalami perkembangan,

maka sangat dimungkinkan terjadinya perubahan organisasi. Perubahan organisasi ini

Page 43: MATA KULIAH DASAR-DASAR MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

30

bukan berarti perubahan wadah organisasi, melainkan sistem atau struktur organisasi

yang melambangkan hubungan-hubungan kerja struktur organisasi yang melambangkan

hubungan-hubungan kerja dan kepengawasan dalam organisasi. Perubahan ini

menyangkut perubahan kewenangan, tugas-tugas dan tanggungjawab. Misalnya, dalam

kerangka manajemen berbasis sekolah struktur organisasi dapat berubah terbalik

dibandingkan dengan struktur konvensional. Berdirinya yayasan dalam pendidikan

Islam merubah pola kepemimpinan manajemen organisasi di pesantren maupun

madrasah.

e. Mempertahankan hubungan dengan pelanggan

Karena organisasi pendidikan Islam berbasis mutu menghendaki kepuasan

pelanggan, maka perlunya mempertahankan hubungan baik dengan pelanggan menjadi

sangat penting. Inilah yang dikembangkan dalam unit publik relations (Mukhamad

Ilyasin dan Nanik Nurhayati, 2012:117)

Berbagai informasi antara organisasi pendidikan dan pelanggan harus terus-

menerus dipertukarkan, agar institusi pendidikan senantiasa dapat melakukan

perubahan-perubahan atau improvisasi yang diperlukan terutama berdasarkan

perubahan sifat dan pola tuntutan serta kebutuhan pelanggan. Apalagi mengingat bahwa

pendduduk Indonesia mayoritas Islam, tentu pendidikan Islam harus mampu mengambil

―hati‖ masyarakat Indonesia.

Untuk itu, pelanggan juga diperkenankan melakukan kunjungan, pengamatan,

penilaian, dan pemberian masukan kepada institusi pendidikan Islam. Selanjutnya

semua masukan itu akan diolah dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan mutu

proses dan hasil-hasil pembelajaran. Dan yang perlu diperhatikan adalah bahwa dalam

manajemen berbasis sekolah, guru dan staff justru dipandang sebagai pelanggan

internal, sedangkan pelajar termasuk orang tua pelajar dan masyarakat umum masuk

pada pelanggan eksternal. Jerome S. Arcaro menyampaikan bahwa terdapat lima

karakteristik sekolah atau lembaga pendidikan yang bermutu yaitu: 1) fokus pada

pelanggan, 2) keterlibatan total, 3) pengukuran, 4) komitmen, dan 5) perbaikan

berkelanjutan (Jerome S. Arcaro, 2007:36). Maka, pelanggan baik internal maupun

eksternal harus dapat terpuaskan melalui interval kreatif pimpinan insititusi pendidikan

Islam.

B. Pertemuan Ke-8 UTS

C. Pertemuan Ke-9

Materi: Manajemen Komponen Penyempurna Pendidikan Islam

1. Manajemen Perubahan Pendidikan Islam

Perubahan adalah proses alamiah yang suatu ketika harus terjadi, baik disadari atau

tidak, karena merupakan suatu dinamika. Namun, tidak semua perubahan membawa

kemaslahatan. Adakalnya perubahan justru menjadi malapetaka dalam kehidupan

organisasi. Oleh karena itu, manajer pendidikan Islam harus mampu mengelola perubahan

agar mengarah pada upaya dan orientasi penyempurnaan yang terkendali.

Setiap perubahan hendaknya mengarah pada pembaruan. Kegiatan pembaruan

pendidikan, misalnya senantiasa berupaya melakukan pembenahan-pembenahan

pendidikan guna mencapai hasil yang lebih baik daripada hasil-hasil sebelumnya sehingga

parameter yang digunakan adalah efektifitas dan efisiensi. Dalam hal ini yang perlu

diperhatikan adalah bagaimana mengefektifkan dan mengefisienkan pelaksanaan

pendidikan.

Page 44: MATA KULIAH DASAR-DASAR MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

31

Perubahan sosial ini memiliki sandaran teologis dalam Islam. Di dalam al-Qur‘an

ditemukan firman Allah yang terkait dengan perubahan ini yaitu pada surah al-Ra‘d: 11

dan al-Anfal: 53.

اد إ ا ب ام ا ب ا ن ب لاا د هب ل ا ب ا ن ب ا دىى ب ا ل ب ا ل ب ب

Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah

keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.

ب ا ا ب ااد ذاى ها ب ل ا ب ا ن ا ب ا ل د ام عا اىى أا ل ا ا هب ل ا ب ا ن ب ا دىى ا ل أااد ب ا ل ب ب ا ا عا ب ل ا ب يل د

(Siksaan) yang demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan

meubah sesuatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum, hingga

kaum itu meubah apa-apa yang ada pada diri mereka sendiri, dan sesungguhnya Allah

Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Kedua ayat tersebut sama-sama membicarakan perubahan. Hanya saja pada surat al-

Rad: 11. Allah menekankan bahwa Dia akan mengubah kemunduran suatu kaum sehingga

mereka berusaha mengubah kemunduran tersebut menjadi kemajuan. Sementara itu, pada

surah al-Anfal: 53 Allah menekankan bahwa Dia akan mencabut nikmat kemajuan yang

telah dilimpahkan kepada suatu kaum selama mereka tetap taat dan bersyukur kepada

Allah. Hal ini berarti perubahan itu mengandung dimensi ganda, bahkan berlawanan. Ada

perubahan dari kemunduran menuju kemajuan atau dari kenikmatan menjadi kesengsaraan.

Perubahan perlu dikelola secara bertahap. Adapun tahapa-tahapan pengelolaan

perubahan meliputi:

a. Penemuan kasus

b. Pengomunikasian temuan

c. Pengkajian atas temuan

d. Pencarian sumber pendukung

e. Percobaan langkah perubahan yang akan ditempuh

f. Perluasan dukungan dari berbagai pihak, dan

g. Pembaharuan perubahan

2. Manajemen Struktur Pendidikan Islam

Manajemen struktur merupakan pengelolaan tugas-tugas yang diterima oleh setiap

personalia, kepada siapa mereka bertanggungjawab, kepada siapa mereka melaporkan hasil

kerjanya, dengan siapa mereka bekerja sama, dengan siapa mereka berinteraksi, terhadap

siapa mereka memiliki kewenangan untuk memerintah, dan pekerjaan apa saja yang

menjadi kewajiban mereka masing-masing.

Dalam pemetaan struktur tersebut, setiap personalia harus memerhatikan segitiga

interaksi, yaitu interaksi ke atas yang berarti interaksi dengan orang yang memberi

tanggungjawab dan pihak yang menerima laporan hasil kerjanya; interaksi ke samping,

yaitu mitra kerja atau pihak-pihak yang diajak bekerjasama; dan interaksi ke bawah, yaitu

hubungan seorang personalia dengan orang lain yang menjadi bawahannya sekaligus objek

perintah dan binaan.

Dalam lembaga pendidikan Islam, terutama di madrasah-madrasah lingkungan

pesantren, pemetaan tugas seperti itu sangat kacau. Banyak kasus kepala madrasah

Page 45: MATA KULIAH DASAR-DASAR MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

32

dilangkahi oleh tenaga tata usaha hanya karena dia menjadi orang kepercayaan kiai.

Misalnya, tenaga tata usaha berani meliburkan para siswa sementara kepala madrasah

justru tidak tahu dan tidak diberi tahu. Acapkali kewenangan mereka semrawut dan

berjungkir balik. Kepala madrasah seakan hanya jabatan simbolis untuk menduduki

jabatan manajer, tetapi dalam praktiknya bekerja layaknya staf. Segala sesuatunya

ditentukan oleh kiai sehingga kepala madrasah hanya melaksanakan perintah kiai semata.

Sebaliknya, seringkali terjadi kasus seorang staf mengambil kebijakan padahal semestinya

hanya bekerja dalam wilayah operasional.

Hal demikian ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut. Jika dibiarkan bisa menyebabkan

hilangnya sinergi kerja, kewenangan yang tumpang tindih, bahkan tidak jarang menjadi

pemicu konfik. Banyak terjadi kasus kepala madrasah mengundurkan diri dari jabatannya

lantaran tidak kuat menghadapi kesemrawutan kewenangan dan pembagian tugas.

Walaupun dia memiliki pengetahuan manajerial yang cukup, tetapi pengetahuan tersebut

tidak mendapat penyaluran secara professional, fungsional, dan proporsional.

Ditinjau dari segi kelompok pekerjaan, harus dibedakan antara sekelompok pekerjaan

atau unit kerja (job), jabatan (posisition), dan tugas (task). Ketiga kelompok pekerjaan

tersebut merupakan suatu hirarki dalam organisasi. Hirarki yang paling tinggi adalah unit

kerja, kemudia disusul jabatan, dan terakhir adalah tugas. Pekerjaan-pekerjaan dalam

organisasi mula-mula dibagi menjadi unit-unit tertentu, kemudian setiap unit dijabarkan

lagi menjadi beberapa jabatan, dan setiap jabatan dijabarkan pula menjadi beberapa tugas.

Tugas-tugas inilah yang pada umumnya dikerjakan secara individual. Unit kerja

mencerminkan tempat kerja, jabatan mencerminkan fasilitas yang menimbulkan

kewenangan mengendalikan kerja, sedangkan tugas mencerminkan kewajiban yang harus

dijalani. Para pejabat harus menyadari bahwa di samping ada tempat kerja, ada

kewenangan, ada juga kewajiban. Ketiganya berangkat menjadi satu-kesatuan yang utuh.

Dari segi keterampilan manajerial, manajer puncak dituntut dominan memiliki human

skill (keterampilan-keterampilan keamnusiaan), manajer madya dituntut dominan pada

manajerial dan human skill, sedangkan manajer rendah dituntut berpikir secara holistik dan

integralistik, manajer madya dituntut berpikir secara departemental/inkremental, sedang

manajer terendah dituntut berpikir secara otomik.

Dari segi kerangka konseptual, manajer puncak dituntut memiliki kerangka konseptual

yang berkaitan dengan hal-hal yang strategis, manajer madya dituntut ahli pada taktik-

taktik yang perlu diciptakan, sedangkan manajer terendah dituntut dominan pada hal-hal

yang bersifat operasional. Sementara itu, dari segi sifat pengetahuan generalis, manajer

madya dituntut berpengetahuan spesialistik, sedngakn manajer terendah dituntut

berpengaetahuan teknis.

Ketiga manajer tersebut memiliki kewenangan masing-masing secara hierarkis.

Manajer puncak berwenang menentukan kebijakan lembaga dan manajer madya

menerjemahkan kebijakan itu menjadi kegiatan sehari-hari yang harus dikendalikan oleh

manajer rendah.

D. Pertemuan Ke-10

Materi: Manajemen Komponen Penyempurna Pendidikan Islam Dalam setiap organisasi yang melibatkan banyak orang, disamping ada proses kerja sama

untuk mencatat tujuan organisasi, tidak jarang juga terjadi perbedaan pendangan,

Page 46: MATA KULIAH DASAR-DASAR MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

33

ketidakcocokan, dan pertentangan yang bias mengarah pada konflik. Di dalam organisasi

manapun terdapat konflik, baik yang masih tersembunyi maupun yang sudah muncul terang-

tarangan. Dengan demikian, konflik merupakan kewajaran dalam suatu organisasi, termasuk

dalam lembaga pendidikan Islam.

Setidaknya ada dua pandangan yang bahkan telah menjadi semacam aliran ekstrim

berlawanan secara diametrical tentang koflik. Perbedaan pandangan ini bias jadi terkait

dengan akibat atau pengaruh ganda konflik tersebut. Pandangan pertama menganggap bahwa

konflik merupakan suatu gejala yang membahayakan dan pertanda instabilitas

organisasi/lembaga. Implikasinya, manakala suatu lembaga pendidikan memiliki konflik,

berarti lembaga tersebut semakin tidak stabil dan rentan akan bahaya sehingga haus segera

diatasi. Sebaliknya, pandangan kedua beranggapan bahwa konflik itu menunjukkan adanya

dinamika dalam organisasi/lembaga, yang bisa mengantarkan pada kemajuan. Apabila dalam

organisasi/lembaga tidak ada konflik, justru ini menunjukkan tidak ada dinamika sama sekali

yang berarti jauh dari trasdisi kemajuan, kendatipun konflik juga harus dikelola dengan baik.

Sebaiknya, manajer lembaga pendidikan Islam dapat menyelesaikan konflik saat baru

memasuki tahapan pertama, yakni tahap laten yang masih berupa perbedaan baik karena

faktor individu, organisasi, maupun lingkungan. Dengan begitu, konflik bisa dibendung

secepatnya sehingga masih relatif mudah diselesaikan. Penyelesaian pada tahapa perbedaan

ini meskipun tidak termasuk upaya preventif, tetapi merupakan penyelesaian cepat tanggap

yang berpengaruh secara signifikan dalam menekan terjadinya konflik yang sesunggunhnya.

Perbedaan pendapat sebenarnya tidak selalu jelek, bahkan ada ungkapan yang popular di

kalangan umat Islam:

اا ل ا ل أب د بي ب ل ب ا ب

Perbedaan pendapat di kalangan umatku adalah rahmat.

Idealnya perbedaan pendapat justru harus bisa menghasilkan hal positif. Bila terjadi

perbedaan pendapat tetapi mengarah pada konflik terbuka berarti ada hal-hal yang

kontraproduktif yang terkait dengan pendapat itu.

Untuk mengatasi perbedaan pendapat yang mengarah kepada konflik, perlu

dikembangkan beberapa etika berikut ini:

1. Melihat perbedaan sebagai sesuatu yang harus diterima

2. Menyadari bahwa pendapat yang dikemukakan seseorang mungkin mengandung

kebenaran atau kesalahan.

3. Bersikap terbuka, mau menerima pendapat, saran, dan kritik orang lain karena mungkin

pendapat kita keliru.

4. Bersikap obyektif, lebih berorientasi mencari kebenaran, dan bukan mencari pembenaran.

5. Tidak memandang perbedaan pendapat sebagai pertentangan atau permusuhan, tetapi

sebaggai khazanah dan kekayaan yang amat berguna untuk memecahkan berbagai

masalah.

6. Menjungjung tinggi nilai-nilai luhur yang universal seperti persaudaraan, kejujuran,

keadilan, kebenaran, dan lain-lain.

Saran tersebut tidak bermaksud membenarkan seluruh pendapat yang dikemukakan setiap

orang. Kita harus berani mengatakan bahwa pendapat tersebut salah dan harus ditolak apabila

bertentangan dengan nilai-nilai kandungan al-Qur‘an dan al-sunnah, bertentangan dengan

akhlak yang mulia, megajak permusuhan, merusak akidah, bertentangan dengan akal sehat,

dan sebagainya. Namun penolakan itu harus dilakukan dengan etika yang luhur dan penuh

kesopanan.

Apabila perbedaan pendapat mengarah kepada konflik itu tidak dapat dibendung, maka

konflik yang sesungguhnya akan terjadi dan gejala ini harus segera diatasi. Dalam mengatasi

konflik itu, Allah berfirman al-Nisa 35:

Page 47: MATA KULIAH DASAR-DASAR MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

34

إبال ثب ا للبهب ا ب ا اا ب ل ب ل ا ا ل ا كا أا ل ب ب ب ل ا كا ب ب ا إبال أا ل بها ب ل ا ا ب ب ا ن ب إبصل ا إباد ا للاهب ا د

ا ا ب عا ب ا اا د

Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang

hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua

orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik

kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.

Ayat ini memberi pemahaman bahwa: (1) Anjuran untuk segera mungkin menyelesaikan

konflik secara dini; (2) Cara menyelesaikan konflik adalah melalui mediator yang disebut

hakam; (3) Mediator (hakam) merupakan sosok pribadi yang beanr-benar bisa diteladani; (4)

Mediator (hakam) itu sebanyak dua orang yang mewakili masing-masing pihak (dalam

konteks ayat tersebut berarti suami-isteri); dan (5) Ada keinginan kuat untuk melakukan

ishlah (penyelesaian konflilk) dari masing-masing pihak.

Ayat tersebut mengandung pesan penyelesaian konflik yang terjadi dalam ―lembaga‖

pendidikan keluarga. Namun, pesan resolusi konflik dalam ayat ini bias diterapkan juga pada

lembaga pendidikan yang lebih luas/besar, yakni di lembaga pendidikan formal seperti

sekolah, madrasah, perguruan tinggi, atau pesantren. Di samping itu, ayat tesebut juga

memberi gambaran tentang penyelesaian konflik. Para manajer harus memperhatikan

berbagai prosees penyelesaian konflik, cara penyelesaian, syarat orang yang menyelesaikan,

dan niat baik dari pihak-pihak yang berkonflik.

E. Pertemuan Ke-11

Materi: Manajemen Komponen Penyempurna Pendidikan Islam: Manajemen Komunikasi

Pendidikan Islam

1. Komunikasi Pendidikan Islam

Komunikasi merupakan komponen yang sangat penting bagi seseorang dalam

pergaulan sosial maupun dalam hubungan kerja. Dari komunikasi itu bisa diperoleh

suasana yang akrab dan harmonis, bahkan terkadang bisa mendamaikan dua pihak yang

bertingkai. Namun, bisa juga sebaliknya, terjadi pertentangan, benturan, atau permusuhan

karena komunikasi yang salah. Kesalahan komunikasi bisa menyangkut isinya atau

caranya. Acapkali terjadi kasus salah paham baik dalam pergaulan sosial maupun

hubungan kerja. Misalnya, seseorang sedang berbicara dengan orang lain. Sebenarnya, dia

tidak memiliki keinginan menyinggung perasaan lawan bicaranya, tetapi ternyata lawan

bicaranya tersebut tersinggung lantaran komunikasi yang salah. Ada ungkapan dalam

bahasa Arab yang patut direnungkan,‖Salamat al-insan fi hifdhi al-lisan‖ (keselamatan

seseorang terletak dalam menjaga lisan).

Dengan begitu, bagi manajer pendidikan Islam, komunikasi harus mendapat perhatian

semaksimal mungkin. Manajemen komunikasi yang baik diharapkan tidak hanya berfungsi

menghindari salah paham, ketersinggungan, bahkan permusuhan, melainkan juga bisa

mengharmoniskan pergaulan sosial maupun hubungan kerja, sehingga tercipta kondusif

untuk memajukan lembaga pendidikan Islam. Harmonisasi ini menjadi salah satu pilar

kekompakkan dalam menjalankan roda organisasi apa saja, termasuk juga organisasi

pendidikan Islam.

Arikunto mengartikan komunikasi sebagai suatu usaha yang dilakukan oleh pimpinan

lembaga untuk menyebarluaskan informasi yang terjadi di dalam maupun hal-hal di luar

lembaga yang ada kaitannya dengan kelancaran tugas mencapai tujuan bersama.

Komunikasi erat hubunganya dengan usaha pengarahan dan pengorganisasian karena

komunikasi yang baik bukan hanya terjadi satu arah dari atasan, melainkan juga datang

Page 48: MATA KULIAH DASAR-DASAR MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

35

dari bawah ke atas atau antar-kawan kerja. Cara-cara yang digunakan untuk media

komunikasi dalam suatu lembaga dapat bersifat lisan maupun tulisan.

Komunikasi dalam perspektif psikologis memusatkan perhatian pada perilaku manusia

dan mencoba menyimpulkan proses kesadaran yang menyebabkan terjadinya perilaku itu.

Dalam perspektif ini, komunikasi didefinisikan sebagai pengungkapan respons melalui

simbol-simbol itu bertindak sebagai perangsang (stimuli) bagi respons yang terungkap tadi.

Sedangkan, komunikasi dalam perspektif sosiologis memandang komunikasi sebagai

interaksi sosial dalam mencapai tujuan-tujuan kelompok. Komunikasi perspektif ini

didefinisikan sebagai usaha untuk membuat satuan sosial dari individu dengan

menggunakan bahasa dan tanda. Komunikasi dalam perspektif sosiologis memiliki

serangkaian peraturan untuk berbagai kegiatan mencapai tujuan.

Untuk itu, komunikasi harus senantiasa dikelola dengan baik. Jalaluddin Rahmat

menuturkan, ―Para pakar komunikasi sepakat dengan para psikolog bahwa kegagalan

komunikasi berakibat fatal baik secara individual atau sosial.‖ Hubungan persahabatan bisa

berbalik permusuhan, dan ini bisa menjadi lebih fatal lagi, jika salah satu pihak tidak

menyadari kesalahanya, sehingga tidak ada upaya untuk melakukan pendekatan-

pendekatan yang mengarah pada rekonsiliasi (ishlah).

Sebagaimana dikutip Rakhmat, ―Al-Syaukani dalam Fath al-Qadir, mengartikan al-

bayan sebagai kemampuan berkomunikasi.‖ Selain al-bayan, kata kunci untuk komunikasi

yang banyak disebut dalam al-Qur'an adalah al-qawl. Baik al-bayan maupun al-qawl,

keduanya mengarah kepada komunikasi. Melalui keduanya itu, terutama al-qawl terdapat

cara atau etika komunikasi yang bermacam-macam bentuknya.

Kata al-bayan, atau dalam bentuk isim nakirah (kata benda yang bersifat umum) yaitu

bayan, di dalam al-Qur'an terdapat dalam tiga ayat, yaitu Ali Imron: 138, al-Rahman: 4,

dan al-Qiyamah: 19. Misalnya, dalam surah al-Rahman berikut.

ب ا اا ا ا ا ﴾ ٢ ﴿ ل ب ل اا عا د ا ﴾ ١ ﴿ د ل ا ى ب ل ا ا اا عا د ا ب ﴾ ٣ ﴿ الArtinya: (Tuhan) Yang maha pemurah, yang telah mengajarkan al-Qur'an, Dia

menciptakan mausia. Dia mengajarkanya (manusia) pandai berbicara/ berkomunikasi

(Q.S. al-Rahman:1-4).

Suatu pembicaraan adakalanya menimbulkan kesan psikologis yang berbeda padahal

materi pembicaraanya sama, hanya orang yang menyampaikan tidak sama. Adakalanya

penyampain sesuatu pada khalayak bisa menimbulkan rasa antusias sehingga para

pendengar tetap bersemangat, walaupun pembicaraan berlangsung dalam waktu yang

panjang. Mereka tidak merasa lelah atau jenuh dalam medengarkan penjelasan-penjelasan

yang disampaikan. Namun, sebaliknya, tidak jarang penyampain suatu informasi bisa

mengakibatkan para pendengar jenuh meskipun disampaikan hanya dalam waktu singkat.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi daya tarik komunikasi

Berdasarkan kenyataan ini, harus dicari metode agar komunikasi bisa menarik

perhatian orang lain. Kita perlu mengevaluasi dua kasus tersebut: Faktor-faktor apa saja

yang perlu terlibat mengkondisikan penyampaian oleh orang pertama sehingga

menimbulkan rasa antusias, dan ini perlu ditiru. Sebaliknya, faktor-faktor apa saja yang

turut menyebabkan penyampaian oleh orang kedua itu sehingga menjenuhkan dan

membosankan para pendengarnya, dan ini perlu kita hindari.

Tampaknya memang ada keterlibatan faktor-faktor tertentu yang memengaruhi daya

tarik komunikasi itu, yaitu sebagai berikut.

a. Pribadi komunikan. Pada aspek pribadi ini ada beberapa prinsip yang perlu

diperhatikan, pribadi harus dipandang sebagai kesatuan yang utuh, pribadi itu dinamis,

setiap pribadi mempunyai nilai sendiri, setiap pribadi itu unik, dan pribadi itu sukar

dinilai.

Page 49: MATA KULIAH DASAR-DASAR MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

36

b. Arti kata atau kalimat. Setiap orang mengartikan kata sesuai dengan pengalaman

hidupnya. Maka dalam berkomunikasi, kata-kata kunci harus dijelaskan secara rinci

dengan disertai contoh.

c. Kosep diri. Ketepatan memahami konsep diri ini sangat membantu efektivitas

komunikasi.

d. Empati. Hal ini perlu diperoleh dari orang lain sehingga komunikasi bisa efektif karena

ada kesamaan sudut pandang antara komunikator dan komunikan.

e. Umpan balik. Komunikator dalam komunikasi perlu mendapatkan umpan balik dari

komunikan untuk mengetahui kemungkinan terjadinya kesalahan/perbedaan tafsir.

3. Prinsip komunikasi secara efektif

Di samping itu ada delapan prinsip yang perlu dilakukan agar komunikasi bisa

dikerjakan dengan efektif, yaitu sebagai berikut.

a. Berpikir dan berbicara dengan jelas.

b. Ada sesuatu yang penting untuk disampaikan.

c. Ada tujuan yang jelas.

d. Penguasaan terhadap masalah.

e. Pemahaman proses komunikasi dan penerapanya dengan konsisten.

f. Mendapatkan empati dari komunikan.

g. Selalu menjaga kontak mata, suara yang tidak terlalu keras atau lemah serta

menghindari ucapan pengganggu.

h. Komunikasi harus direncanakan (apa pesan yang ingin dikomunikasikan, siapa

komunikan yang dituju, buatlah skenario yang jelas, dan hendaknya mempersiapkan diri

agar menguasai masalah).

Apabila diamanati, delapan prinsip tersebut ada yang terkait dengan komunikator,

komunikan, dan komunikasi itu sendiri. Ketika prinsip itu dipenuhi, maka komunikasi akan

berjalan yang efektif. Ini membuktikan bahwa komunikasi yang berjalan mampu

mengubah perilaku komunikan sesuai dengan yang diharapkan komunikator. Perubahan

perilaku komunikan ini menjadi suatu target dalam komunikasi karena perubahan ini

menjadi harapan bagi komunikator. Keampuhan komunikasi itu ditentukan oleh perubahan

perilaku tersebut, yang berarti komunikan mengikuti apa yang disampaikan komunikator.

Semakin cepat komunikan berubah mengikuti keinginan komunikan, semakin efektif

komunikasi yang disampaikan. Bagaimana cara mengubah perilaku komunikan itu,

tentunnya tergantung bagaimana komunikator berusaha mempengaruhinya.

Oleh karena itu, dibutuhkan keahlian berkomunikasi. Menurut jamal Madhi, keahlian

komunikasi itu meliputi tujuh sikap, yakni cekatan (mubadara), kecepatan (sur'ah),

ketekunan (mutsabarah), fleksibilitas (murunah), penguasaan (saitharah), kemampuan

untuk memperhatikan (istgha'), dan meminimalisasi tenaga.

Menurut, Aristoteles seperti dikutip Rakhmat, ada tiga cara persuasi untuk

memengaruhi manusia yang efektif, yakni ethos, logos, dan pathos. Dengan ethos kita

merujuk pada kualitas komunikator. Bagi komunikator yang jujur, dapat dipercaya, dan

memiliki kemampuan yang tinggi, sangat mudah memengaruhi khalayaknya. Dengan

logos, kita menyakinkan orang lain tentang kebenaran argumentasi yang telah kita

sampaikan. Dengan pathos, kita bujuk khalayak untuk mengikuti kita. Kemudian kita

getarkan emosi mereka, kita sentuh keinginan dan kerinduan mereka, serta kita redakan

kegelisahan dan kecemasan mereka. Kemudia kondisi yang terkait dengan komunikan,

misalnya, dia memiliki kebutuhan menyerap materi yang dikomunikasikan, dia sedang

memburu informasi yang dikomunikasikan, dia memiliki tingkat pengetahuan yang

memadai untuk menangkap substansi dari materi yang dikomunikasikan, dan dia harus

mampu menguasai bahasa yang dipakai oleh komunikator. Dalam dua hal terakhir ini

terdapat ungkapan yang terkait sehingga menjadi pertimbangan komunikator, yaitu: Kami

Page 50: MATA KULIAH DASAR-DASAR MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

37

para nabi, diperintahkan untuk menempatkan seseorang sesuai posisi mereka, berbicara

dengan seseorang sesuai kapasitas akal mereka.

Dalam lembaga pendidikan Islam, kepala sekolah/madrasah/perguruan

tinggi/pesantren dalam kapasitasnya sebagai manejer seharusnya berupaya menerapkan

komunikasi yang benar-benar efektif dengan terlebih dahulu mengondisikan kualitas

komunikator, komunikan, pesan-pesan dalam komunikasi, lingkungan komunikasi, media

komunikasi, dan sebagainya. Semua mengondisikan ini untuk melakukan komunikasi yang

benar-benar mampu mengubah perilaku komunikan, baik para tenaga pengajar/pendidik,

karyawan, siswa/mahasiswa/santri, atau siapapun yang sedang dalam posisi diajak

berkomunikasi, termasuk juga wali murid/ wali mahasiswa/ wali santri.

F. Pertemuan Ke-12

Materi: Kepemimpinan Pendidikan Islam Ada hubungan antara manajemen dengan kepemimpinan. Siagian menegaskan bahwa inti

manajemen ialah kepemimpinan. Manifestasi yang paling nyata dari manajemen ialah

kepemimpinan (Siagian, 1989:8). Dengan pengertian lain, manajemen lebih luas daripada

kepemimpinan atau kepemimpinan berada dalam lingkup manajemen.

Dalam Islam, kepemimpinan bagitu penting sehingga mendapat perhatian yang sangat

besar. Begitu pentingnya kepemimpinan ini, mengharuskan setiap perkumpulan untuk

memiliki pimpinan bahkan perkumpulan dalam jumlah yang kecil sekalipun. Nabi

Muhammad saw bersabda:

ا ا ا إذا : ع ص ى اا ب ل ب ا ا : ا لا علله ا ي ب ا ل ا ا بيل ا ا ب ل م أ بيل عا ب

أا ا ا ب ل ا ل بؤا ن ب ل ا ا م بيل ثا اثا ل Dari Abu Sa‘id dan Abu Hurairah Radhiyallahu ‗anhuma, mereka berdua berkata,

Rasulullah Shallallahu ‗alaihi wa sallam bersabda,‖Jika ada tiga orang yang keluar

hendak bepergian, maka hendaklah mereka menunjuk salah seorang dari mereka sebagai

pemimpin.

Model keberadaan seorang pemimpin sebagaimana terdapat dalam hadis tersebut adalah

model pengangkatan. Model ini merupakan model yang paling sederhana karena populasinya

hanya tiga orang. Jika populasinya banyak, mungkin saja modelnya lebih sempurna karena

ada beberapa odel perwujudan pemimpin.

Kepemimpinan diperlukan untuk membawa perubahan-perubahan konstruksi dalam

program-program pengajaran sesuai dengan berbagai nilai dan tujuan para pembuat

keputusan. Ujung tombak pendidikan adalah pembelajaran. Gedung sekolah boleh sederhana,

demikkian juga fasilitas perkantoran, alat transfortasi, bangku, meja, dan lain-lian. Akan

tetapi, pembelajaran harus mendapat perhatian yang lebih besar daripada aspek lainnya.

Kualitas pendidikan akan dipertaruhkan melalui proses pembelajaran ini. Sementara itu,

kualitas proses pembelajaran melibatkan pengondisian baik profesionalisme guru, kesadaran

siswa untuk belajar dengan rajin, media pendidikan/pembelajaran, dan lingkungan

pembelajaran.

Kegiatan belajar hingga sekarang ini sebenarnya menyisakan teka-teki yang masih sulit

dijawab. Banyak teori atau aliran yang membicarakan belajar, tetapi belum ada satupun yang

telah berhasil memberikan pemecahan problem belajar secara tuntas. Meskipun belajar itu

kelihatannya hanya kegiatan sederhana, tetapi masih banyak masalah muncul akibat

penerapan belajar yang membutuhkan penyelesaian dengan segera, Maka, belajar

sesungguhnya merupakan kegiatan yang sangat kompleks. Kegiatan ini dipengaruhi oleh

motivasi internal maupun eksternal dari peserta didik, cara-cara belajar, gaya belajar,

rintangan belajar, tujuan belajar, kesulitan belajar, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, harus

ada bimbingan belajar di lembaga pendidikan sebagai bagian integral Dario tugas pimpinan

pendidikan.

Page 51: MATA KULIAH DASAR-DASAR MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

38

Dari sini tentu hubungan antara kepemimpinan dan belajar. Kesempatan-kesempatan

belajar secara kolaboratif sebagai inti aktivitas perluasan dari kapasitas kepemimpinan, dan

sebagai kunci untuk mengembangkan komunitas-komuniktas belajar secara professional.

Realisasi komunitas belajar atau masyarakat belajar itu seharusnya dikondisikan terlebih

dahulu. Melalui komunitas atau masyarakat belajar itu terkadang peserta didik telah

melakukan kegiatan belajar yang sesungguhnya meskipun kurang disadari. Bahkan, dalam

Contextual Teaching and Learing (CTL), keberadaan komunitas belajar merupakan suatu

kondisi yang sangat penting, terutama dalam mewujudkan keberhasilan belajar.

Di dalam lembaga pendidikan Islam, pemimpin benar-benar harus dipersiapkan dan

dipilih secara selektif, mengingat peran yang dimainkan pemimpin dapat mempengaruhi

kondisi seluruh organisasi. Maju-mundurnya lembaga pendidikan Islam lebih ditentutkan oleh

faktor pemimpin daripada faktor-faktor lain.

G. Pertemuan Ke-13

Materi: Kepemimpinan Pendidikan Islam: Kepala madrasah sebagai pemimpin lembaga

pendidikan Islam

1. Pendahuluan

Para pakar pendidikan berpendapat, bahwa kepala sekolah merupakan tokoh kunci

keberhasilan suatu sekolah. Kepala sekolah sama dengan kepala madrasah. Dengan kata

lain, kepala madrasah adalah kunci keberhasilan pendidikan di madrasah. Karena itu,

Sudarwan Danim (2004:96) menyebut kepala sekolah (baca madrasah) sebagai the key

person — penanggungjawab utama atau faktor kunci – untuk membawa madrasah

menjadi center of excellence, pusat keunggulan dalam mencetak dan mengembangkan

sumberdaya manusia madrasah. Apakah madrasah itu menjadi efektif, menjadi madrasah

yang sukses atau sebaliknya, semua tergantung dengan peran seorang kepala madrasah.

Ini berarti, profesionalisme kepala madrasah menjadi sebuah keharusan. Keller

memperjelas pernyataan ini dengan ungkapan sebagai berikut: ―The key to the

educational cookie is the principal. The principal is the motivational yeast: how high the

students and the teachers rise to their challenge is the principal’s responsibility‖,

(Sudarwan Danim, 2006:97). Bahkan De Roche (1987) mengungkapkan bahwa tidak ada

sekolah yang baik tanpa kepala sekolah yang baik. Tegasnya, pemeran utama dan

penanggungjawab utama adalah kepala sekolah. Karena itu, Sergiovanni (1987) membuat

kesimpulan bahwa tidak ada siswa yang tidak dapat dididik. Yang ada adalah guru yang

tidak berhasil mendidik. Selanjutnya, tidak ada guru yang tidak berhasil mendidik, yang

ada adalah kepala sekolah yang tidak mampu membuat guru berhasil menjadi pendidik.

Secara operasional kepala madrasah adalah orang yang paling bertanggungjawab

mengkoordinasikan, menggerakkan, dan menyelaraskan semua sumber daya (resources)

madrasah. Kepemimpinan kepala madrasah merupakan faktor pendorong untuk

mewujudkan visi, misi, tujuan dan sasaran madrasah yang dipimpinnya menuju madrasah

yang bermutu. Bermutu di bidang pelayanan, di bidang pembelajaran, di bidang sarana

prasarana, pengembangan SDM, di bidang prestasi akademik dan non akademik. Itulah

tugas suci seorang kepala madrasah: menciptakan madrasah yang bermutu.

Karena tugas keseharian kepala madrasah bergelut dengan mutu, sudah seharusnya

pengangkatan kepala madrasah diprioritaskan untuk guru-guru senior yang paling

bermutu, yang memiliki kualifikasi untuk menduduki jabatan itu. Di Jepang, calon kepala

sekolah yang direkrut, selalu berasal dari kalangan guru yang dipandang terbaik untuk

menduduki jabatan itu.

Sedikit berbeda dengan kalangan madrasah di Indonesia. Walaupun sebagian

provinsi sudah memberlakukan rekrutmen calon kepala madrasah lewat tes lisan dan

tertulis, tetapi praktik finalnya masih banyak didominasi oleh aspek loyalitas dan

kedekatan dengan pejabat struktural, masih ada aroma kolusi dan nepotisme dengan

Page 52: MATA KULIAH DASAR-DASAR MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

39

birokrat-birokrat pendidikan, sehingga mengabaikan aspek kompetensi dan

profesionalitas. Cara seperti ini seharusnya tidak perlu terjadi. Karena menetapkan

seorang kepala madrasah berbeda dengan menetapkan kepala kantor urusan agama

kecamatan, atau kepala seksi di Kandepag dan lain sebagainya.

Ketika birokrasi pendidikan di Departemen Agama ingin menunjuk seorang kepala

madrasah, sebelumnya akan lebih bagus jika merujuk lebih dahulu kepada hasil studi

yang dilakukan oleh Gilberg Austin terhadap semua kepala sekolah di Amerika Serikat.

Hasil studi itu menunjukkan perbedaan yang tajam antara sekolah yang berprestasi tinggi

dengan yang berprestasi rendah, disebabkan oleh pengaruh yang besar dari kepala

sekolahnya. Sehingga Ruth Love menyatakan: ―I never seen a good school without a

good principals‖. Atau seperti yang dinyatakan oleh James B. Conant (1996), ―the

difference between a good and a poor school is often the difference between a good and a

poor principals‖ (Sudarwan Danim, 2006:97).

Dewasa ini, salah satu aspek yang paling lemah dalam dunia madrasah adalah aspek

manajemen. Banyak guru senior yang trampil dan berpengalaman dalam mengajar, tetapi

miskin dengan management ability. Padahal pemberdayaan madrasah hanya dapat

dilakukan apabila kepala madrasah memiliki kemampuan manajerial yang lebih dari pada

kemampuan yang dimiliki sekarang, untuk membawa madrasah menjadi madrasah yang

berkualitas.

2. Kepemimpinan Kepala Sekolah/Madrasah

Paradigma baru manajemen pendidikan dalam rangka meningkatkan kualitas secara

efektif dan efisien, perlu didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas. Dalam

hal ini pengembangan SDM merupakan proses peningkatan kemampuan manusia agar

mampu melakukan pilihan-pilihan. Pengertian ini memusatkan perhatian pada

pemerataan dalam peningkatan kemampuan manusia dan pemanfaatan kemampuan itu.

Paradigma pendidikan yang memberikan kewenangan luas kepada kepala sekolah

dalam mengembangkan berbagai potensinya memerlukan peningkatan kemampuan

kepala sekolah dalam berbagai aspek manajerialnya, agar dapat mencapai tujuan sesuai

dengan visi dan misi yang diemban sekolahnya.

Kepala sekolah merupakan salah satu komponen pendidikan yang paling berperan

dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Seperti yang diungkapkan Supriadi bahwa ada

kaitan yang erat antara mutu kepala sekolah dengan berbagai aspek kehidupan sekolah

seperti disiplin sekolah, iklim budaya sekolah dan menurunnya perilaku nakal peserta

didik (Mulyasa, 2003:24).

Dalam pada itu, kepala madrasah bertanggung jawab atas manajemen pendidikan

secara mikro, yang secara lansung berkaitan dengan proses pembelajaran sekolah.

Sebagaimana dikemukakan dalam Pasal 12 ayat 1 PP 28 tahun 1990 bahwa: ―Kepala

sekolah bertanggung jawab atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan, administrasi

sekolah, pembinaan tenaga kependidikan lainnya dan pendayagunakan serta

pemeliharaan sarana dan prasarana‖.

Apa yang diungkapkan di atas menjadi lebih penting sejalan dengan semakin

kompleksnya tuntutan kepala sekolah, yang menghendaki dukungan kinerja yang

semakin efektif dan efisien. Disamping itu, perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi

seni, dan budaya yang diterapkan dalam pendidikan di sekolah juga cenderung bergerak

maju semakin pesat, sehingga menuntut penguasaan secara professional.

Menyadari hal tersebut, setiap kepala sekolah dihadapkan pada tantangan untuk

melaksanakan pengembangan pendidikan secara terarah, berencana, dan

berkesinambungan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Dalam kerangka inilah

dirasakan perlunya peningkatan manajemen kepala sekolah secara professional untuk

menyukseskan program-program pemerintah yang sedang digulirkan. Yakni otonomi

Page 53: MATA KULIAH DASAR-DASAR MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

40

daerah, desentralisasi dan sebagainya, yang ke semuanya ini menuntut peran aktif dan

kinerja profesionalisme kepala sekolah.

Kepala sekolah harus memiliki visi dan misi, serta strategi manajemen pendidikan

secara utuh dan berorientasi kepada manajemen pendidikan secara utuh dan berorientasi

kepada mutu. Startegi ini dikenal dengan Manajemen Mutu Terpadu (MMT) atau Total

Quality Manajement (TQM).

Strategi ini merupakan usaha sistematis dan terkoordinasi untuk secara terus menerus

memperbaiki kualitas layanan, sehingga fokusnya diarahkan ke pelanggan dalam hal ini

peserta didik, orang tua peserta didik, pemakai lulusan, guru, karyawan, pemerintah dan

masyarakat.

Pengembangan profesionalisme kepala sekolah merupakan tugas dan wewenang para

pengawas yang berada di bawah dan tanggung jawab kepada Kepala Dinas Pendidikan

Nasional. Menurut Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 118

tahun 1996, tanggung jawab Pengawas Sekolah adalah:

1) Melaksanakan pengawasan penyelenggaraan pendidikan di sekolah, dan

2) Meningkatkan kualitas pembelajaran dan hasil belajar, serta bimbingan peserta didik

dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.

Sedangkan wewenang Pengawas Sekolah adalah:

1) Memilih dan menentukan metode kerja untuk mencapai hasil yang optimal dalam

melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kode etik profesi,

menetapkan tingkat kinerja guru dan tenaga lain yang di awasi serta faktor-faktor yang

mempengaruhi, dan

2) Menentukan dan atau mengusukan program pembinaan serta melakukan pembinaan.

Terkait dengan kepemimpinan madrasah, Wahjosumidjo mendefinisikan kepala

madrasah sebagai seorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin

suatu madrasah dimana diselenggarakan proses belajar mengajar, atau tempat dimana

terjadi interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima

pelajaran‖ (Wahjosumidjo, 2005:83).

H. Pertemuan Ke-14

Materi: Kepemimpinan Pendidikan Islam: Keputusan-keputusan pemimpin lembaga

pendidikan Islam

1. Pendahuluan

Setiap tindakan manusia dalam kehidupan sehari-hari, sesungguhnya didasari oleh

keputusan yang diambil. Mulai dari aktivitas individual hingga aktivitas dalam organisasi,

semuanya didasari pada keputusan yang diambil. Akan tetapi, karena keputusan-keputusan

tersebut telah rutin diambil, maka biasanya seseorang atau kelompok organisasi tidak lagi

berlama-lama berfikir untuk menetapkan keputusan tersebut. Setiap tindakan seolah-olah

dilakukan begitu saja secara alami tanpa perlu pertimbangan. Padahal, sesungguhnya

tidaklah sepenuhnya seperti itu.

Diluar tindakan rutin tersebut, dalam kehidupan sehari-hari sering kali seseorang dan

organisasinya dihadapkan oleh permasalahan yang perlu dipertimbangkan matang-matang

sebelum mengambil keputusan. Karena semua keputusan yang dibuat tentunya didasari

pada pertimbangan matang dari berbagai kemungkinan yang ada agar dalam sebuah

organisasi mendapatkan pilihan yang baik.

Akan tetapi keputusan untuk memilih ini tidak selalu mudah, terutama karena kita

mempunyai berbagai keterbatasan. Bila keputusan dipaksa untuk mendapatkan sesuatu

yang sangat ideal, tidak jarang keputusan tersebut menjadi salah akibat keterbatasan-

keterbatasan tersebut. Akibatnya kita harus menanggung resiko memilih pilihan yang

kurang tepat sehingga merugikan diri sendiri maupun organisasi.

Dalam penyusunan makalah ini akan dibahas tentang:

Page 54: MATA KULIAH DASAR-DASAR MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

41

a. Definisi keputusan dalam organisasi.

b. Dasar pengambilan keputusan

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan.

d. Proses pengambilan keputusan dalam organisasi

2. Pengertian Pengambilan Keputusan dalam Organisasi

Dilihat dari segi pengertian keputusan adalah suatu pemutusan atau pengakhiran dari

pada suatu proses pemikiran tentang suatu masalah atau problem, untuk menjawab

pertanyaan apa yang harus diperbuat guna mengatasi masalah tersebut, dengan menjadikan

pilihan pada salah satu alternatif tertentu (Prajudi, 1982:87).

Sedangkan dari pendapat lain, Keputusan merupakan pilihan yang dibuat dari jumlah

alternatif yang ada (Hafulyon, 2010:47).

Jadi dapat dikatakan bahwasanya keputusan merupakan suatu pemutusan atau

pengakhiran dari pada suatu proses pemikiran dari jumlah alternatif yang ada, untuk

menjawab pertanyaan apa yang harus diperbuat guna mengatasi masalah tersebut.

Pengambilan keputusan sangat erat hubunganya dengan seluruh kegiatan organisasi,

dan meliputi seluruh fungsi manajemen dalam organisasi, seperti lembaga-lembaga

pendidikan tidak akan terlepas dari pengambilan keputusan itu sendiri, baik pengambilan

keputusan pada tingkat yang sederhana maupun pada tingkat yang sulit sesuai dengan

alternative yang digunakan.

Keputusan bedasarkan berbagai pertimbangan merupakan tingkat keputusan yang

lebih banyak membutuhkan informasi dan informasi tersebut dikumpulkan serta dianalisis

untuk dipertimbangkan agar menghasilkan keputusan. Contohnya seseorang yang akan

membeli Handpone akan membandingkan antara beberapa merek. Ia membandingkan

harganya, kualitasnya serta modelnya dan untuk mengambil keputusan mungkin ia akan

memerlukan waktu beberapa jam bahkan beberapa hari sebelum menjatuhkan keputusan.

Sehingga memang pengambilan keputusan adalah melakukan penilaian dan

menjatuhkan pilihan. Keputusan ini diambil setelah melalui beberapa perhitungan dan

pertimbangan alternatif. Sebelum pilihan dijatuhkan, ada beberapa tahap yang mungkin

akan dilalui oleh pembuat keputusan. Tahapan tersebut bisa saja meliputi identifikasi

masalah utama, menyusn alternatif yang akan dipilih dan sampai pada pengambilan

keputusan yang terbaik didalam organisasi tersebut.

Setiap organisasi, baik dalam skala besar maupun kecil, terdapat terjadi perubahan-

perubahan kondisi yang dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan eksternal dan internal

organisasi. Dalam menghadapi perkembangan dan perubahan yang terjadi maka diperlukan

pengambilan keputusan yang cepat dan tepat. Proses pengambilan keputusan yang cepat

dan tepat dilakukan agar roda organisasi beserta administrasi dapat berjalan terus dengan

lancar.

Pengambilan keputusan tersebut dilakukan oleh seorang pemimpin. Kegiatan

pembuatan keputusan meliputi pengindentifikasian masalah, pencarian alternatif

penyelesaian masalah, evaluasi dari pada alternatif-alternatif tersebut, dan pemilihan

alternatif keputusan yang terbaik. Kemampuan seorang pimpinan dalam membuat

keputusan dapat ditingkatkan apabila ia mengetahui dan menguasai teori dan teknik

pembuatan keputusan. Dengan peningkatan kemampuan pimpinan dalam pembuatan

keputusan maka diharapkan dapat meningkatkan kualitas keputusan yang dibuatnya,

sehingga akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja organisasi.

Pembuatan keputusan diperlukan pada semua tahap kegiatan organisasi dan

manajemen. Misalnya, dalam tahap perencanaan diperlukan banyak kegiatan pembuatan

keputusan sepanjang proses perencanaan tersebut. Keputusan-keputusan yang dibuat dalam

proses perencanaan ditujukan kepada pemilihan alternatif program dan prioritasnya. Dalam

pembuatan keputusan tersebut mencakup kegiatan identifikasi masalah, perumusan

masalah, dan pemilihan alternatif keputusan berdasarkan perhitungan dan berbagai dampak

Page 55: MATA KULIAH DASAR-DASAR MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

42

yang mungkin timbul. Begitu juga dalam tahap implementasi atau operasional dalam suatu

organisasi, para manajer harus membuat banyak keputusan rutin dalam rangka

mengendalikan usaha sesuai dengan rencana dan kondisi yang berlaku. Sedangkan dalam

tahap pengawasan yang mencakup pemantauan, pemeriksaan, dan penilaian terhadap hasil

pelaksanaan dilakukan untuk mengevalusai pelaksanaan dari pembuatan keputusan yang

telah dilakukan.

Hakikatnya kegiatan administrasi dalam suatu organisasi adalah pembuatan

keputusan. Kegiatan yang dilakukan tersebut mencakup seluruh proses pengambilan

keputusan dari mulai identifikasi masalah sampai dengan evaluasi dari pengambilan

keputusan yang melibatkan seluruh elemen-elemen dalam administrasi sebagai suatu

sistem organisasi.

Pada akhirnya, kegiatan pengambilan keputusan yang cepat dan tepat merupakan

bagian dari kegiatan administrasi dimaksudkan agar permasalahan yang akan menghambat

roda organisasi dapat segera terpecahkan dan terselesaikan sehingga suatu organisasi dapat

berjalan secara efisien dan efektif dalam rangka mencapai suatu tujuan organisasi.

Pengambilan keputusan dapat dianggap sebagai suatu hasil dari proses yang membawa

pada pemilihan suatu jalur tindakan di antara beberapa alternatif yang tersedia, Setiap

proses pengambilan keputusan selalu menghasilkan satu pilihan, Keputusan dibuat berguna

untuk mencapai tujuan tertentu.

3. Dasar Pengambilan Keputusan

Pengambilan keputusan sangat dibutuhkan dalam mengimplementasikan fungsi-fungsi

dasar-dasar manajemen, seorang pemimpin tidak akan dapat menjalankan fungsi-fungsi

manajemen (Planing, Organizing, Actuating, dan Controling), tampa pengambilan

keputusan.

Menurut Terry di buku syamsir Torang, Bahwa ada 4 hal yang dapat dijadikan

dasaratau rujukan dalam mengambil keputusan, yaitu Instuisi, fakta, pengalaman, dan

kekuasaan.

a. Instuisi

Pengambilan keputusan yang didasarkan pada Instuisi adalah cara seorang pemimpin

mengambil keputusan dengan mengunakan ‗inner feeling‘ ada dua advantages yang

dapat diperoleh dengan mengunakan intuisi dalam mengambil keputusan, yaitu cepat

dan pengarunya dapat dibatasi.

b. Fakta

Pengambilan keputusan berdasarkan pada fakta adalah cara seorang pemimpin dalam

mengambil keputusan dengan mengunakan fakta-fakta yang cukup mendukung,

pengambilan keputusan yang didasarkan pada fakta lebih rasional dan objektif karena

menggunakan metodologi. Sebelum pengambilan keputusan, fakta tersebut dianalisa,

diklasifikasikan, dan diinterprestasikan.

c. Pengalaman

Kita tentu masih ingat peribahasa yang menjelaskan bahwa; ‗pengalaman adalah guru‘.

Pengambilan keputusan yang didasarkan pada ‗experience‘ adalah cara seorang

pemimpin mengambil keputusan dengan menjadikan peristiwa masa lalu (past events)

sebagai acuan dalam mengambil keputusan. Namun pengambilan keputusan yang

didasari pada ‗experience‘ cenderung lebih bersifat ‗tradisional‘ dan menjaga ‗status

quo‘

d. Kekuasaan

Kekuasaan (authority) dan pengambilan keputusan saling berhubungan dan tidak dapat

dipisahkan. Kekuasaan (authority) adalah kekuatan/ kekuasaan yang dimiliki oleh

seorang pemimpin dalam mengambil keputusan dan keputusannya dilaksanakan oleh

bawahannya. Di sisi lain dapat dikatakan bahwa penerima keputusan memberikan

‗authority‘ kepada pembuat keputusan (decision maker).

Page 56: MATA KULIAH DASAR-DASAR MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

43

Kelebihan pada keputusan yang didasarkan atas kekuasaan adalah karena keputusan

tersebut sangat mudah diikuti atau diterima. Namun kelemahan keputusan yang

didasarkan atas kekuasaan adalah karena keputusan tersebut akan menjadi sesuatu yang

sangat rutin dan gemanya/gaungnya tidak seperti mendikte.

e. Logika

Menurut Brinckloe di buku syamsir Torang, pengambilan keputusan yang didasarkan

pada ‗logika‘ adalah cara seorang pemimpin mengambil keputusan dengan melakukan

studi rasional terhadap setiap informasi yang yang terkait dengan keputusan yang akan

diambil. Agar keputusan yang akan diambil tersebut efektif, efisien, dan rasional, maka

tingkat reliabilitas informasi harus diperhitungkan.

f. Rasional

Menurut McGrew di buku syamsir Torang, proses pengambilan keputusan rasionl

mengutamakan hubungan antara ‗tujuan‘ keputusan yang akan diambil dengan ‗sasaran‘

keputusan (Torang, 2013:184).

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan sebagai berikut :

a. Kondisi/kedudukan.

Dalam kerangka pengambilan keputusan, posisi/kedudukan seseorang dapat dilihat

dalam hal letak posisi; dalam hal ini apakah sebagai pembuat keputusan (decision

maker), penentu keputusan (decision taker) ataukah staf (staffer).

b. Masalah

Masalah atau problem adalah apa yang menjadi penghalang untuk tercapainya tujuan,

yang merupakan penyimpangan dari pada apa yang diharapkan, direncanakan atau

dikehendaki dan harus diselesaikan.

c. Situasi

Situasi adalah keseluruhan faktor-faktor dalam keadaan, yang berkaitan satu sama lain,

dan yang secara bersama-sama memancarkan pengaruh terhadap kita beserta apa yang

hendak kita perbuat.

d. Kondisi

Kondisi adalah keseluruhan dari faktor-faktor yang secara bersama-sama menentukan

daya gerak, daya ber-buat atau kemampuan kita. Sebagian besar faktor-faktor tersebut

merupakan sumber daya-sumber daya.

e. Tujuan.

Tujuan yang hendak dicapai, baik tujuan perorangan, tujuan unit (kesatuan), tujuan

organisasi, maupun tujuan usaha, pada umumnya telah tertentu/ telah ditentukan.

Tujuan yang ditentukan dalam pengambilan keputusan merupakan tujuan antara atau

objektif.

5. Proses Pengambilan Keputusan Dalam Organisasi

Dalam arti mendasar sebenarnya pengambilan keputusan sudah mengandung arti

adanya pemecahan masalah. Setiap keputusan yang digunakan untuk memecahkan ataupun

mengurangi masalah dalam sebuah organisasi, dalam pemecahan masalah ada beberapa

langkah ataupun proses pengambilan keputusan dalam Organisasi yaitu:

a. Mengidentifikasi Masalah

Masala-masalah dalam sebuah organisasi biasanya cukup luas terkadang bercampur-

aduk dengan berbagai masalah lain sehingga terlihat sulit dan seolah-olah tidak dapat

terselesaikan ataupun mudah diatasi, untuk berbagai masalah yang muncul perlu adanya

urain masalah sehingga jelas masalah-masalah yang akan dikaji dan jelas batas-

batasnya.

b. Merumuskan masalah

Seorang pemimpin harus tanggap dan sensitif terhadap masalah yang muncul dalam

organisasinya. Langkah ini merupakan sesuatu yang paling kritis di dalam langkah-

Page 57: MATA KULIAH DASAR-DASAR MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

44

langkah pengambilan keputusan karena baik tidaknya dan jelas tidaknya rumusan

masalah akan menentukan difahami dan diterimanya masalah tersebut oleh orang lain

sebagai masalah tersebut oleh anggota organisasi sebagai masalah yang perlu

dipecahkan. Bagi masalah tersebut lebih penting di spesifikasikan kesulitan-kesulitanya.

c. Menentukan Alternatif-alternatif

Untuk langkah-langkah ini, perlu diingat factor-faktor yang menyebabkan timbulnya

masalah dan hal-hal yang berkenan dengan hadirnya masalah yang akan dipecahkan.

Beberapa alternatif yang layak harus dipilih satu alternatif yang terbaik. Pemilihan

alternatif harus mempertimbangkan ketersediaan sumberdaya, keefektifan alternatif

dalam memecahkan persoalan, kemampuan alternatif untuk mencapai tujuan dan

sasaran, dan daya saing alternatif pada masa yang akan datang.

d. Mengidentifikasi akibat atau konsekuensi dari pengambilan keputusan setiap alternatif.

Mengadakan antisipasi terhadap akibat dari pemilihan alternatif ini barangkali

merupakan aspek yang paling menyulitkan dalam pemecahan masalah, dan hal ini

disebabkan karena banyak faktor yang harus dipertimbangkan. Setiap langkah

pengambilan keputusan tentu mengandung akibat, sebagai contoh seorang kepala

sekolah harus mempertimbangkan hasil keputusan yang akan diambil, dengan

mengambil keputusan pengadaan peralatan-peralatan sekolah untuk keperluan sekolah

apakah dengan adanya peralatan tersebut apakah nantinya dapatnya mendukung

kesuksesan kegiatan belajar yang maksimal.

e. Memilih alternatif yang baik

Apabila sudah dipertimbangkannya mengenai antisipasi terhadap akibat-akibat yang

mungkin timbul disebabkan karena pengambilan alternatif yang diajukan, seorang

pemimpin organisasi sebaiknya selalu membuat pertimbangan, untuk dijadikan sebagai

pemecah masalah. Bila orang yang menentukan pilihan ini tidak sendirian dan jumlah

alternatif yang di ajukan banyak dan memusingkan, maka dalam hal ini harus diadakan

penentuan berdasarkan skala perioritas sebuah lembaga ataupun organisasi.

Selama puluhan tahun terkhir dunia bisnis dan dunia pendidikan mengenal satu konsep

yang sangat popular dikenal dengan ―Management-by-Objektives‖ disingkat dengan

MBO, dimana telah diterima dikalangan luas sebagai suatu cara atau pendekatan di

dalam pengambilan keputusan.

Geoge Odiorne dalam buku Arikunto menjelaskan pengertian MBO adalah suatu proses

dimana pimpinan dan bawahan manejer di dalam sebuah organisasi bersama-sama

merumuskan tujuan, menentukan lingkup tanggung jawab untuk mencapai hasil tertentu

serta mengunakanya sebagai pedoman pelaksanaan dan ukuran hasil bagi setiap anggota

untuk mengukur keberhasilan tersebut (Arikunto, 1993:228).

f. Evaluasi

Setelah alternatif dilaksanakan, bukan berarti proses pengambilan keputusan telah

selesai. Pelaksanaan alternatif harus terus diamati, apakah berjalan sesuai dengan yang

diharapkan. Bila langkah-langkah pelaksanaan telah dilakukan dengan benar tetapi hasil

yang dicapai tidak maksimal, sudah waktunya untuk mempertimbangkan kembali

pemilihan alternatif lainnya.

I. Pertemuan Ke-15 Materi: Kepemimpinan Pendidikan Islam: Produktivitas pendidikan Islam

Produktivitas dalam dunia pendidikan merupakan perbandingan terbaik antara hasil yang

diperoleh (output) dengan jumlah sumber yang dipergunakan (input). Produktivitas dapat

dinyatakan dengan kuantitas maupun kualitas. Kuantitas output merupakan jumlah lulusan,

sedangkan input merupakan jumlah tenaga kerja sekolah, dan sumber daya lainnya.

Sedangkan produktivitas dalam ukuran kualitas tidak dapat diukur dengan uang, ia

digambarkan dari ketetapan penggunaan metode dan alat yang tersedia sehingga volume dan

Page 58: MATA KULIAH DASAR-DASAR MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

45

beban kerja dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang tersedia serta mendapatkan respon

positif bahkan pujian dari orang lain atas hasil kerjanya.

Ada pula yang menekankan produktivitas pada sisi pemberian perhatian dan kepuasan

kepada pelanggan, sehingga semakin banyak dan banyak dan semakin memuaskan pelayanan

yang diberikan sebuah corporate atau lembaga terhadap customer, maka semakin produktif

lembaga tersebut.

Produktivitas dalam dunia pendidikan Islam berkaitan erat dengan keseluruhan proses

penataan dan penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan

efisien. Dalam konteks produktivitas pendidikan, sumber-sumber pendidikan dipadukan

dengan cara-cara yang berbeda. Perpaduan tersebut sama halnya dengan upaya memproduksi

pakaian yang menggunakan teknik-teknik yang berbeda dalam memadukan buruh, modal, dan

pengetahuan. Untuk mengusai teknik-teknik tersebut diperlukan proses belajar.

Seiring dengan bertambahnya waktu, semakin besar pula modal untuk pendidikan.

Madrasah pun semakin berkembang seiring dengan besarnya tuntutan pendidikan yang harus

dikembangkan. Perubahan dalam intensitas tenaga kependidikan pun kemudian harus

dilakukan dan disesuaikan dengan kebutuhan. Sehingga perlu diaplikasikan model

ketrampilan mengajar yang bervariasi.

Secara sederhana produktivitas pendidikan Islam dapat diukur dengan melihat indeks

pengeluaran riil pendidikan seperti dalam National Income Blue Book, dengan cara

menjumlahkan pengeluaran dari banyaknya peserta didik yang dididik. Namun cara ini

merupakan pengukuran cara kasar terhadap produk riil kependidikan. Cara ini pun tidak

menceritakan sama sekali tentang kualitas lulusan lembaga pendidikan, juga derajat efisiensi

berbagai sumber yang digunakan. Sehingga pengukuran output pendidikan dengan cara yang

rasional penting untuk dipertimbangkan, namun juga perlu disadari bahwa pengukuran ini

tidak dapat memberi indikasi langsung mengenai kuantitas pengajaran yang diterima setiap

peserta didik.

Produktifitas pendidikan dapat ditinjau dari 3 dimensi sebagai berikut:

1. Meninjau produktifitas sekolah dari segi keluaran administratif, yaitu seberapa besar dan

seberapa baik layanan yang dapat diberikan dalam proses pendidikan, baik oleh guru

kepala sekolah maupun pihak lain yang berkepentingan.

2. Meninjau produktifitas dari segi keluaran perubahan prilaku, dengan melihat nilai-nilai

yang diperoleh peserta didik sebagai suatu gambaran prestasi akademik yang telah

dicapainya dalam periode belajar tertentu di sekolah.

3. Melihat produktifitas sekolah dari keluaran ekonomis yang berkaitan dengan pembiayaan

layanan pendidikan di sekolah. Hal ini mencakup ―harga‖ layanan yang diberikan

(pengorbanan atau cost) dan ―perolehan‖ yang ditimbulkan oleh layanan itu atau disebut

―peningkatan nilai baik‖.

Dari uraian di atas, nampak jelas bahwa pengukuran produktivitas pendidikan Islam erat

kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi, yang sangat bergantung pada akurasi kerangka yang

digunakan dalam analisis dan kualitas data. Dalam konteks ini agaknya tidak perlu

diperdebatkan bagaimana pengukuran pendidikan dalam pertumbuhan ekonomi, sebab

umumnya riset mengenai ini membuktikan bahwa peranan pendidikan tetap substansial dalam

pertumbuhan ekonomi. Sehubungan dengan hal tersebut, untuk mengetahui produktivitas

pendidikan dalam konteks peningkatan mutu pendidikan, antara lain dapat dilakukan dengan

analisis efektifitas dan efisiensi biaya, analisis biaya minimal, dan analisis manfaat.

Produktivitas terkait dengan efektivitas dan efisiensi pendidikan. Lebih lanjut dapat

dijelaskan sebagai berikut:

1. Efektivitas Pendidikan

Efektifitas merupakan sebuah fenomena yang mengandung banyak segi, sehingga

sedikit sekali orang yang dapat memaksimalkan keefektivitasan sesuai dengan

keefektivitasan itu sendiri. Atau dapat dikatakan bahwa efektivitas masih merupakan

Page 59: MATA KULIAH DASAR-DASAR MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

46

sebuah konsepsi yang bersifat elusive (sulit diraih) yang harus didefinisikan secara jelas.

Sehingga efektivitas organisasi atau lembaga pendidikan memiliki arti yang berbeda bagi

setiap orang, bergantung pada kerangka acuan yang dipakai.

Bagi Etzioni, keefektifan merupakan derajat di mana sebuah organisasi mencapai

tujuaannya. Sedangkan menurut Sergiovani, keefektifan merupakan kesesuaian antara hasil

yang dicapai oleh organisasi dengan tujuan yang telah dirumuskan

Kemudian Scheerens mengemukakan bahwa efektivitas sebagai konsep kausal secara

esensial, di mana hubungan maksud-hingga-tujuan (means-to-end relationship) serupa

dengan hubungan sebab-akibat (cause-effect relationship), terdapat tiga komponen utama

yang harus diperhatikan dalam studi tentang efektivitas organisasi pendidikan, yaitu: (1)

cakupan pengaruh; (2) kesempatan aksi yang digunakan untuk mencapai pengaruh tertentu

(ditandai sebagai mode pendidikan); dan (3) fungsi-fungsi dan mekanisme yang mendasari

yang menjelaskan mengapa tindakan tertentu mendorong ke arah pencapain-pengaruh

Dari definisi tersebut dapatlah dipahami bahwa efektifitas organisasi merupakan

kemampuan organisasi untuk merealisasikan berbagai tujuan dan kemampuannya untuk

beradaptasi dengan lingkungan dan mampu bertahan agar tetap eksis/hidup. Sehingga

organisasi dikatakan efektif jika organisasi tersebut mampu menciptakan suasana kerja

dimana para pekerja tidak hanya melaksanakan tugas yang telah dibebankan kepadanya,

tetapi juga membuat suasana supaya pekerja lebih bertanggung jawab, bertindak secara

kreatif demi peningkatan efisiensi dalam mencapai tujuan.

Konsep efektivitas pendidikan mengacu pada kinerja unit organisasi, oleh sebab itu

maksud dari efektivitas sesungguhnya pencapaian tujuan, maka asumsi kriteria yang

digunakan harus mencerminkan sasaran akhir dari organisasi itu sendiri. Efektifitas

pendidikan dalam setiap tahapannya berproses pada das sollen dan dessein dengan

indikator-indikator sebagai berikut:

a. Indikator input, meliputi karakteristik guru, fasilitas, perlengkapan dan materi

pendidikan serta kapasitas manajemen.

b. Indikator proses, meliputi prilaku administratif, alokasi waktu guru, dan alokasi waktu

peserta didik.

c. Indikator out put, berupa hasil-hasil dalam bentuk perolehan peserta didik meliputi hasil

prestasi belajar, sikap, keadilan dan persamaan.

d. Indikator out come, meliputi jumlah lulusan ketingkat pendidikan berikutnya, prestasi

belajar di sekolah yang lebih tinggi dan pekerjaan serta pendapatan

Sebagaimana dijelaskan diatas bahwa efektifitas merupakan satu dimensi tujuan

manajemen yang berfokus pada hasil, sasaran, dan target yang diharapkan. Lembaga

pendidikan yang efektif adalah lembaga pendidikan yang menetapkan keberhasilan pada

input, proses, output, dan outcome yang ditandai dengan berkualitasnya indikator-indikator

tersebut. Sehingga dengan demikian, efektifitas lembaga pendidikan bukan sekedar

pencapaian sasaran dan terpenuhinya berbagai kebutuhan untuk mencapai sasaran, tetapi

berkaitan erat dengan syaratnya indikator tersebut dengan mutu, atau dengan kata lain

ditetapkannya pengembangan mutu lembaga pendidikan.

Mulyasa kemudian memberikan barometer terhadap efektifitas sebuah lembaga

pendidikan. Menurutnya barometer efektifitas dapat dilihat dari kualitas program,

ketepatan penyusunan, kepuasan, keluwesan, dan adaptasi, semangat kerja, motivasi,

ketercapaian tujuan, ketepatan waktu, serta ketepatan pendayagunaan sarana, prasarana,

dan sumber belajar dalam meningkatkan mutu lembaga pendidikan

Dari uraian di atas nampak jelas bahwa kajian tentang efektifitas pendidikan harus

dilihat secara sistemik mulai dari input sampai dengan outcome, dengan indikator yang

tidak hanya bersifat kuantitatif, tetapi juga bersifat kualitatif. Sudah lama kita

mendambakan sebuah pendidikan yang berkualitas, sehingga tuntutan terhadap kualitas

Page 60: MATA KULIAH DASAR-DASAR MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

47

sangat semarak dan perwujudannya sangat urgen karena mutu sudah menjadi a very

critical competitive variable dalam persaingan internasional.

2. Efesiensi Pendidikan

Efisiensi menurut Dharma dalam Mulyasa mengacu pada ukuran penggunaan daya

yang langka oleh organisasi. Efisiensi juga ditekankan pada perbandingan antara

input/sumber daya dengan out put. Sehingga suatu kegiatan dikatakan efisien bila tujuan

dapat dicapai secara optimal dengan penggunaan atau pemakaian sumber daya yang

minimal. Efisiensi dengan demikian merupakan perbandingan antara input dengan out put,

tenaga dengan hasil, perbelanjaan dan masukan, serta biaya dengan kesenangan yang

dihasilkan. Apabila biaya dan tenaga yang dikerahkan tergolong tinggi sedangkan hasil

yang dicapai rendah berarti sangat tidak efisien, bahkan pemborosan.

Dalam pandangan Islam, pemborosan itu menjadi larangan karena mengarah pada

kerugian, bahkan kehancuran. Allah berfirman:

كب ا ا د ب ل ب ل اى ذا ا آب لا د ب ب ا ل ا ا ل ب ل ال ا اب ا إباد تا لذب تب اذن د ا اب ب إب ل ا اا ا ب ل ب اذن

ا ب ا ب ا ن ب د ل ا اب ا ا اا 26. Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang

miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-

hamburkan (hartamu) secara boros. 27. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah

saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.

Ayat ini mengandung beberapa pesan yang dapat kita angkat: (1) Seseorang perlu

memiliki prioritas tertentu, (2) Prioritas itu diberikan kepada orang-orang yang

membutuhkan, (3) Anjuran bersikap hemat dalam mengatur ekonomi, (4) Larangan

bersikap boros (menjadi pemboros), (5) Pemborosan bikan hanya terkait dengan dimensi

ekonomi melainkan juga terkait dengan dimensi teologi.

Efisiensi dalam dunia pendidikan dapat diartikan sebagai kegairahan atau motivasi

belajar yang tinggi, semangat kerja yang besar, kepercayaan berbagai pihak, dan

pembiayaan, waktu, dan tenaga sekecil mungkin tetapi hasil yang didapatkan maksimal.

Dengan demikian, efisiensi merupakan faktor yang sangat urgen dalam rangka manajemen

peningkatan mutu pendidikan Islam. Hal ini karena lembaga pendidikan Islam secara

umum dihadapkan pada masalah kelangkaan sumber dana, yang secara langsung

berdampak terhadap kegiatan manajemen.

Di atas telah dikemukakan bahwa efisiensi merupakan perbandingan antara input dan

output. Dalam pendidikan, input adalah sumber daya yang digunakan untuk melaksanakan

kegiatan pendidikan dan pengajaran dalam rangka mencapai tujuan yang telah dirumuskan.

Sumber daya tersebut terkait dengan nilai, serta faktor manusia dan ekonomi. Nilai

menggariskan tujuan serta isi pendidikan, faktor manusia merupakan pelaksana

pendidikan, dan faktor ekonomi menyangkut biaya dan fasilitas penyelenggaraan. Secara

operasional, masukan tersebut adalah peserta didik, guru, ruang kelas, buku teks, peralatan,

kurikulum serta sarana pendidikan. Masukan ini bisa dinyatakan dalam bentuk biaya

pendidikan per peserta didik setiap tahun . Sehingga untuk mengetahui tingkat efisiensi

pengelolaan lembaga pendidikan, dapat dihitung dari banyaknya tahun yang dihabiskan

peserta didik dalam siklus tertentu untuk menyelesaikan studinya. Efisiensi ini akan

menurun jika ada peserta didik yang mengulang atau DO.

Selain dianalisis dari perbandingan komponen input dan output, efisiensi juga bisa

ditinjau dari sisi proses pendidikan, dimana merupakan interaksi antara faktor manusiawi

dan non manusiawi dalam rangka mencapai tujuan yang dirumuskan sesuai dengan rentang

waktu yang telah ditentukan. Sehingga pendidikan dikatakan efisien jika proses atau

kegiatan pengelolaan lembaga pendidikan dilakukan dalam waktu yang relatif singkat.

Page 61: MATA KULIAH DASAR-DASAR MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

48

Aan Komariah dan Cepi Triatna mengklasifikasikan efisiensi menjadi efisiensi

internal dan eksternal. Efisiensi internal menunjuk kepada hubungan antara output

pendidikan dan input (sumber daya) yang digunakan untuk memproses atau menghasilkan

output pendidikan.

Menurut Coomb dan Hallak sebagaimana dikutip Aan Komariah, terdapat tiga

kategori teknik untuk memperbaiki efisiensi sistem pendidikan:

a. Efisiensi dapat diperbaiki dengan mengubah jumlah, kualitas, dan proporsi input atau

dengan menggunakan input-input yang ada secara lebih intensif, tanpa mengubah secara

mendasar kondisi dan teknologi yang ada atau fungsi produksi.

b. Tahap berikutnya, efisiensi dapat ditingkatkan dengan memodifikasi rancangan dasar

sistem secara substansial, meliputi pengenalan komponen-komponen dan teknologi baru

yang berbeda, seperti pengajaran tim, televisi pendidikan, dan laboratorium bahasa.

c. Pendekatan yang lebih radikal untuk memperbaiki efisiensi yang ada untuk merancang

alternatif baru ―sistem belajar mengajar‖ yang membedakan secara radikal dari yang

konvensional

Diatas telah dikemukakan bahwa efisiensi diklasifikasikan menjadi (1) efisiensi

internal dan (2) efisiensi eksternal. Dalam kajian sistem pendidikan, dengan

diberlakukannya school based management diharapkan mampu meningkatkan mutu

pendidikan melalui perbaikan serta peningkatan efisiensi internal pendidikan melalui

inovasi manajemen serta pembelajaran yang menyertainya, seperti peningkatan peran

dewan sekolah, penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), dll. Sementara

itu efisiensi eksternal merujuk pada hubungan antara keuntungan kumulatif yang diperoleh

dari sistem lebih dari satu periode tertentu dan input-input yang sesuai digunakan dalam

menghasilkan keuntungan.

Dalam dunia pendidikan, upaya dalam rangka meningkatkan efisiensi pendidikan

dalam konteks peningkatan mutu, paling tidak dapat ditentukan oleh dua hal, yakni

manajemen pendidikan yang profesional dan partisipasi dalam pengelolaan pendidikan

yang meluas. Dalam hal ini, analisis terhadap efisiensi pendidikan juga dapat dilakukan

dengan dua pendekatan, yaitu pendekatan dengan tidak memperhatikan secara terinci

unsur-unsur biaya yang digunakan dalam proses pendidikan (agregate approach), serta

pendekatan yang memperhitungkan kontribusi biaya secara terinci dalam proses

pendidikan untuk menghasilkan keluaran (ingredient approach). Kedua pendekatan

nampak berbeda dalam memperhitungkan biaya dalam proses pendidikan, yang satu

menggunakan total biaya dalam menilai kontribusi biaya terhadap pendidikan, sedangkan

yang satu memperhitungkan kontribusi per unsur. Namun demikian, tujuan yang ingin

dicapai kedua pendekatan tersebut sama, yaitu mengidentifikasi dampak mapun ekses

penggunaan biaya.

Dari penjelasan di atas nampak jelas bahwa perbedaan karaktersitik situasi dan input

yang terlibat mempunyai implikasi pada biaya pendidikan yang diperlukan. Karena itu

keputusan tentang efisiensi haruslah kontekstual dan proporsional. Keputusan kontekstual

dan proporsional ini sangat membutuhkan ketersediaan informasi tentang karakteristik

situasi dan input yang terlibat dalam proses pendidikan dalam jumlah dan mutu yang

memadai.

Dengan demikian, dalam menganalisis efektifitas mutu pendidikan sebagaimana juga

dalam efektifitas pendidikan harus diperhatikan aspek input dan proses pendidikan

tersebut. Berkenaan dengan hal tersebut, maka sistem pendataan yang akurat, tepat guna,

dan waktu perlu dikonstruks secara mendasar melalui peningkatan infrastruktur teknologi

informasi pada setiap lembaga pendidikan, yang meliputi kemampuan staf, arus data yang

melekat dalam proses manajemen, pusat pelatihan pendataan, serta sarana prasarana

pendukung.

Page 62: MATA KULIAH DASAR-DASAR MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

49

Dalam konteks peningkatan mutu pendidikan melalui efisiensi pengelolaan

pendidikan, analisis serta pengkajian data dan informasi perlu dilakukan secara simultan,

terus-menerus, dan mendalam agar setiap unit kerja dalam lembaga pendidikan dapat

melaksanakan manajemen secara efisien.

J. Pertemuan Ke-16 UAS

DAFTAR PUSTAKA

Arcaro, Jerome S., 2007, Pendidikan Berbasis Mutu: Prinsip-Prinsip Perumusan Dan Tata

Langkah Penerapan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Arikunto, Suharsimi, 1993, Organisasi dan Administrasi Pendidikan dan Teknologi dan

Kejuruan, Jakarta: Rajawali Perss.

__________dan Lia Yuliana, 2008, Manajemen Pendidikan, Yogyakarta: Aditya Media.

Danim, Sudarwan, 2005, Visi Baru Manajemen, Dari Unit Birokrasi ke Lembaga Akademik,

Jakarta: Bumi Aksara.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1999, Manajemen Sekolah, Jakarta: Diknas.

Ellyasin, Muhammad dan Nanik Nurhayati, 2012, Manajemen Pendidikan Islam. Yogyakarta:

Aditya Media Publishing.

Hafulyon. 2010, Dasar-dasar Manajemen, Batusangkar: Batusangkar Press

Hasbullah, 2010, Otonomi Pendidikan, Jakarta: Rajawali Pers

Ilyas, Mukhamad dan Nanik Nurhayati, 2012, Manajemen Pendidikan Islam: Konstruksi Teoritis

dan Praktis, Malang: Aditya Media Publishing

Komariah, Aan dan Cepi Triatna, 2008, Visionary Leadership: Menuju Sekolah Efektif, Jakarta:

PT. Bumi Aksara.

Mulyasa, 2002, Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep, strategi, dan Implementasi, Bandung: PT

Remaja Rosdakarya.

________, 2003, Menjadi Kepala Sekolah Profesional dalam Konteks Menyukseskan MBS dan

KBK, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Pidarta, Made, 2004, Manajemen Pendidikan Indonesia, Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Prajudi, Atmosudirdjo S. 1982, Beberapa Pandangan Umum Tentang Pengambilan Keputusan:

Decision Making. Jakarta : Ghalia Indonesia

Salim, Peter, 1987, The Contemporary English Indonesian Dictionary, Jakarta: Modern English

Press.

Sallis, Edward, 2012, Total Quality Management in Education, terj. Ahmad Ali Riadi &

Fahrurozi, Yogyakarta: Ircisod.

Siagian, Sondang P., 2001, Audit Manajemen, Jakarta: PT Bumi Aksara.

________, 1989, Fungsi-fungsi Manajemen, Jakarta: Bina Aksara

Sukiswa, Iwa, 1986, Dasar-Dasar Umum Menejemen Pendidikan, Bandung: Tarsito

Page 63: MATA KULIAH DASAR-DASAR MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

50

Sulistiyorini, 2009, Manajemen Pendidikan Islam: Konsep, strategi, dan Aplikasi, Yogyakarta:

Teras.

Suryobroto, B., 2004, Manajemen Pendidikan di Sekolah, Jakarta: Rieneka Cipta.

Torang, Syamsir, 2013, Organisasi dan Manajemen Prilaku, struktur, Budaya dan Perubahan

Organisasi, Bandung: Alfabeta.

Qomar, Mujamil, 2008, Manajemen Pendidikan Islam: Strategi Baru Pengelolaan Lembaga

Pendidikan Islam, Jakarta: Erlangga.

Wahjosumidjo, 2005, Kepemimpinan Kepala Sekolah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada