masosnr08_kelompok 4 kriminalitas

22
Korupsi sebagai Refleksivitas Keagenan Abstrak Tulisan ini berupaya untuk mengungkap korupsi sebagai refleksivitas keagenan, dalam melakukan korupsi diperlukannya keterlibatan struktur dan agen yang kedua-duanya memiliki saling keterkaitan, agen akan bertransisi menjadi aktor setelah agen melakukan aktivitas yang berulang-ulang. Korupsi bukan bagian yang tunggal melainkan mempunyai hubungan yang dialektis yang diakibatkan oleh kehidupan sosial antara agen dan struktur. Refleksivitas keagenan merupakan kesadaran dalam melakukan tindakan praktik sosial, struktur dan upaya penciptaan kesadaraan. Seseorang dalam melakukan praktik korupsi telah melalui serangkaian kesadaran, baik dan buruk dari aktivitas perulangan. Tindakan korupsi yang dilakukan secara berulang-ulang sebagai sesuatu yang tidak bermasalah. (Kata kunci: Korupsi, Kriminalitas, Strukturasi, Refleksivitas Keagenan) Pengantar Permasalahan sosial di negara dunia ketiga atau negara- negara berkembang seperti Indonesia, yakni masalah sumber daya manusia (SDM) yang kurang potensial, masalah kemiskinan, masalah korupsi, pendidikan, ketidakadilan sosial, dll. Masalah yang paling mendasar terletak pada masalah pendidikan. Pendidikan adalah salah satu aspek penting (yang terpenting malah) dalam pembangunan suatu bangsa. 1 Namun, demikan pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional kurang mendukung pembangun bangsa melalui jembatan pendidikan dengan kebijakan yang kurang berpihak pada praktik pendidikan. Ada tiga elemen penting dalam proses pendidikan, yakni kecerdasan kognitif, afektif dan psikomotorik. Pendidikan 1 Tim penulis CIReS. Post Washington Consesus dan Politik Privatisasi di Indonesia. Marjin kiri. Jakarta. 2007. Hal 147 1

Upload: nh-eddart

Post on 03-Jul-2015

192 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: masosNR08_KELOMPOK 4 KRIMINALITAS

Korupsi sebagai Refleksivitas Keagenan

Abstrak

Tulisan ini berupaya untuk mengungkap korupsi sebagai refleksivitas keagenan, dalam melakukan korupsi diperlukannya keterlibatan struktur dan agen yang kedua-duanya memiliki saling keterkaitan, agen akan bertransisi menjadi aktor setelah agen melakukan aktivitas yang berulang-ulang. Korupsi bukan bagian yang tunggal melainkan mempunyai hubungan yang dialektis yang diakibatkan oleh kehidupan sosial antara agen dan struktur. Refleksivitas keagenan merupakan kesadaran dalam melakukan tindakan praktik sosial, struktur dan upaya penciptaan kesadaraan. Seseorang dalam melakukan praktik korupsi telah melalui serangkaian kesadaran, baik dan buruk dari aktivitas perulangan. Tindakan korupsi yang dilakukan secara berulang-ulang sebagai sesuatu yang tidak bermasalah.

(Kata kunci: Korupsi, Kriminalitas, Strukturasi, Refleksivitas Keagenan)

Pengantar

Permasalahan sosial di negara dunia ketiga atau negara-negara berkembang seperti

Indonesia, yakni masalah sumber daya manusia (SDM) yang kurang potensial,

masalah kemiskinan, masalah korupsi, pendidikan, ketidakadilan sosial, dll. Masalah

yang paling mendasar terletak pada masalah pendidikan. Pendidikan adalah salah satu

aspek penting (yang terpenting malah) dalam pembangunan suatu bangsa.1 Namun,

demikan pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional kurang

mendukung pembangun bangsa melalui jembatan pendidikan dengan kebijakan yang

kurang berpihak pada praktik pendidikan.

Ada tiga elemen penting dalam proses pendidikan, yakni kecerdasan kognitif, afektif

dan psikomotorik. Pendidikan membentuk pribadi manusia dalam tiga elemen penting

dalam proses pendidikan, untuk mengahadapi dunia sosial. Seseorang manusia yang

berpendidikan harus mampu menjembatani ketiga elemen ini, untuk kepentingan

orang banyak. Banyak manusia yang berpendidikan hanya mencapai kecerdasan

kognitif saja, sehingga kecerdasan afektif dan psikomotorik terbelakang. Hal ini

terjadi pada kasus Gayus Tambunan salah satu Pegawai Negeri Sipil golongan III

Direktoral Jenderal Pajak. Lulusan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) dengan

predikat memuaskan, terlibat kasus korupsi hingga Miliyaran Rupiah.

1 Tim penulis CIReS. Post Washington Consesus dan Politik Privatisasi di Indonesia. Marjin kiri. Jakarta. 2007. Hal 147

1

Page 2: masosNR08_KELOMPOK 4 KRIMINALITAS

Gayus Tambunan hanyalah satu dari sekian banyak mafia pajak yang terdeteksi

aksinya oleh aparat penegak hukum. Dari kasus korupsi oleh Gayus Tambunan

menambah deretan panjang masalah sosial yang melibatkan berbagai pihak. Tindakan

korupsi memberikan reaksi sosial dari berbagai kalangan masyarakat dan mendapat

kritik sosial atas kerugian yang dilakukan oleh pelaku. Reaksi dan pengambilan

respon atas permasalah korupsi yang dirasakan oleh lapisan masyarakat terbagi

menjadi dua. Pertama, reaksi nyata. Rekasi nyata oleh masyarakat terhadap kasus

korupsi yang terjadi dapat dilihat melaui tindakan masyarakat setelah terjadinya.

Contoh, masyarakat tidak mau membayar pajak, akibat dari kriminalitas yang

cerminkan oleh pelakunya. Reaksi tidak nyata yakni, hilangnya kepercayaan

masyarakat kepada lembaga-lembaga sosial yang masih dalam perenungan.

Korupsi sepertinya sudah menjadi suatu patology social (penyakit social) yang sangat

berbahaya yang mengancam semua aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan

bernegara. Korupsi telah mengakibatkan kerugian negara yang sangat besar dalam

bentuk uang. Seharusnya jumlah uang yang cukup banyak tersebut digunakan sesuai

alurnya. Atau memungkinkan uang tersebut digunakan untuk kesejahteraan warga

negara, sayangnya kerena hasrat ingin mendapatkan nikmat lebih rela mengorbankan

orang lain. Namun yang lebih memprihatinkan lagi adalah terjadinya perampasan dan

pengurasan keuangan negara yang dilakukan secara kolektif oleh sejumlah anggota

legislatif dengan dalih studi banding, THR, uang pesangon dan lain sebagainya di luar

batas kewajaran. Hal ini merupakan cerminan rendahnya moralitas dan rasa malu,

sehingga yang menonjol adalah sikap kerakusan.

Dalam kehidupan sosial tindakan korupsi terkontruksi secara laten dan membudaya

sebagai perilaku manusia. Pikiran manusia yang telah dibentuk oleh praktik sosial

untuk mendapatkan nikmat lebih, dari tindakan secara efesiensi dipengaruhi oleh

motivasi. Sebagai konsekuensinya, hak-hak yang di luar pada dirinya dianggap

sebagai milik pribadi. Korupsi tergolong sebagai tindakan kriminalitas yang apabila

dalam hukum negara dan termasuk sebagai tindak kejahatan yang merugikan banyak

pihak.

2

Page 3: masosNR08_KELOMPOK 4 KRIMINALITAS

Lahirnya Korupsi Di Indonesia

Kata korupsi itu sendiri berasal dari bahasa Latin Corruptio atau Corruptus.2

Adapun makna dari kata-kata tersebut yaitu corruptio yang artinya penyuapan serta

corruptus yang berarti merusak. Sedangkan berdasarkan Kamus Bahasa Indonesia,

korupsi diartikan sebagai perbuatan menggunakan kekuasaan untuk kepentingan

sendiri (seperti menggelapkan uang atau menerima uang sogok).3 Selain itu dalam

ilmu politik, korupsi didefinisikan sebagai penyalahgunaan jabatan dan administrasi,

ekonomi atau politik baik yang disebabkan oleh diri sendiri maupun orang lain yang

ditujukan untuk memperoleh keuntungan pribadi, sehingga menimbulkan kerugian

bagi masyarakat umum, perusahaan atau pribadi lainnya.

Dari beberapa definisi korupsi diatas dapat disimpulkankan bahwa korupsi adalah

suatu bentuk prilaku yang menyalahgunaan kekuasaan atau wewenang yang

mempunyai tujuan untuk memenuhi dan memuaskan kepentingan pribadi. Seperti,

penyuapan yang dapat menimbulkan suatu kerugian bagi orang lain dan diri yang

melakukan tidakan korupsi itu sendiri. Karena sangat merugikan orang lain inilah

sampai-sampai korupsi dikatakan sebagai suatu tindak pidana yang luar biasa (extra

ordinary crime)4, sehingga prilaku ini perlu penanganan yang luar biasa juga.

Jika kita tela’ah lebih mendalam dari pengertian korupsi itu sendiri, dapat dijelskan

bahwa sejarah korupsi sudah berakar dari dahulu dan sepertinya telah menggenerasi

dari zaman nenek moyang kita. Jadi, pantas saja korupsi dianggap sebagai suatu

masalah yang sulit diselesaikan hingga tahap yang lebih terinci. Hal ini juga dikarena

korupsi telah membudaya sehingga sulit dipisahkan dengan prilaku umum dalam

masyarakat tersebut. Selain itu juga, korupsi dapat diistilahkan sebagai candu bagi

penikmatnya. Dalam hal ini pelaku dan perilaku korupsi sebab proses pembudidayan,

korupsi berasal dari suatu kegiatan pembiasaan atau sosialisasi yang salah akibat dari

lingkungan dan lemahnya moral. Situasi ini menjadi suatu bentuk kebiasaan yang

mendarah daging. Sehingga, proses kebiasaan korupsi ini terjadi dengan sangat

tersistem dan terstruktur.

2 Mansyur Semma, Negara dan Korupsi: Pemikiran Mochtar Lubis Atas Negara, Manusia Indonesia dan Prilaku Politik, (Yayasan Obor Indonesia: Jakarta, 2008), hal. 32. 3 Dendy Sugono dkk, Kamus Bahasa Indonesia, (Pusat Bahasa: Jakarta, 2008) hal. 831. 4 Kompas, Jangan Bunuh KPK: Perlawanan terhadap Usaha Pemberantasan Korupsi, PT Kompas Media Nusantara: Jakarta, 2009, hal. IX.

3

Page 4: masosNR08_KELOMPOK 4 KRIMINALITAS

Ditinjau dari sejarahnya, budaya koruspsi di Indonesia berawal dari kekuasan-

kekuasaan pada zaman kerajaan kuno yang mana kekuasaan dan kekayaan atau

kepentingan dijadikan sebagai suatu motif dari tindakan tersebut. Seperti contoh

posisi orang suruhan dalam kerajaan yang mana dalam sisi kekuasaan zaman ini,

cenderung selalu bersikap manis untuk menarik simpati rada atau sultan.5 Hal ini

akan menjadikan suatu kecenderungan para pesuruh atau abdi dalem tersebut dalam

membentuk sikap opurtunisme6 dalam diri mereka dan sikap ini jugalah yang menjadi

cikal-bakal pembentukan potensi dari korupsi itu sendiri. Sejarah budaya korupsi

selanjutnya beralih kezaman penjajahan.

Pada zaman penjajahan budaya korupsi di Indonesia pun semakin menjadi. Hal ini

tidak terlepas dari peranan para penjajah itu sendiri terutama pada zaman penjajahan

Belanda yang sengaja dikembangkan dikalangan tokoh-tokoh lokal demi melancarkan

kepentingan para kolonialisme itu sendiri. Adapun bentuk korupsi yang sangat

dirasakan oleh masyarakat pada zaman tersebut lebih mengenah pada proses

pemungutan upeti atau pajak dan kemudian meluas menjadi suatu bentuk pemerasan

kepada rakyat, pemaksaan penyerahan hasil bumi diatas target dan menerima hadiah

dari pada penjilat.7 Berdasarkan bentuk-bentuk korupsi tersebut, tidak heran juga jika

korupsi dianggap sebagai suatu kesempatan bagi penyalahgunaan kekuasaan untuk

memperkaya diri seseorang tanpa memperdulikan nasib orang lain atau dampak

korupsi tersebut bagi orang yang ada disekitarnya.

Sehingga korupsi tersebut dapat diibarakan sebagai parasit atau lintah penghisap

darah. Selayaknya parasit atau lintah penghisap darah, korupsi tidak akan lepas jika

tidak dibasmi sampai keakar-akarnya. Terakhir tentang budaya korupsi yang

meregenerasi. Beralih kezaman modern, budaya korupsi era ini dimulai pada saat

Indonesia lepas dari penjajahan. Hal ini karena budaya yang ditinggalkan oleh

Belanda tidak serta merta lenyap begitu saja. Penjajahan Belanda bukan saja hanya

5 Diakses pada tanggal 17 Mei 2011 dari http://herdiansyahblog.blogspot.com/2010/04/membongkar-jejak-sejarah-korupsi-di.html . 6 Opertunisme adalah suatu paham, terutama di bidang politik, yg semata-mata hendak mengambil keuntungan dr kesempatan yg ada tanpa berpegang pd prinsip-prinsip tertentu. Dendy Sugono dkk, opcit, hal. 1109.7 Diakses pada tanggal 17 Mei 2011 dari http://herdiansyahblog.blogspot.com/2010/04/membongkar-jejak-sejarah-korupsi-di.html .

4

Page 5: masosNR08_KELOMPOK 4 KRIMINALITAS

memberikan dampak materil saja, namun sepertinya juga memberikan dampak

batiniah yang sangat mendalam bagi rakyat Indonesia.

Dampak batiniah ini dangat tampak dan masih meregenerasi pada masyarakatnya

yangmana dapat dilihat pada pewarisan pola pembentukan pikiran dan mentalitas

masyarakatnya. Seperti halnya pada pewarisan budaya prilaku korupsi dari zaman

Belanda yang tercermin dari prilaku-prilaku korup pejabat-pejabat pemerintahan.

Prilaku korup yang dilakukan oleh pejabat pemerintahan ini sangat mengalami

peningkatan yang pesat pada era Orde Baru zaman pemerintahan Suharto hingga saat

ini. Tetapi bukan berarti, era Orde lama zaman pemerintahan Sukarno bebas dari

korupsi. Justru pada era Orde lama ini lah yang menjadi cikal bakal tumbuh suburnya

praktek korupsi di Indonesia.

Selayang Pandang Kriminalitas dan Teori Strukturasi Anthony Giddens

Kriminalitas adalah segala sesuatu yang melanggar hukum yang berlaku dan

merugikan masyarakat. Tindakan kriminalitas mengarah pada pola tingkah laku

kejahatan yang mendapatkan reaksi sosial masyarakat. Kriminalitas erat dengan

hukuman. Hukuman itu bisa berupa sanksi pidana ataupun sanksi-sanksi yang telah

ditetapkan oleh institusi yang bersangkutan. Tidak hanya itu reaksi sosial masyarakat

juga bisa berupa sanksi moral apabila melangar norma-norma yang dianut, pelabelan,

diskriminasi, atau sekedar menjadi bahan pembicaraan yang tidak sedap. Kriminalitas

bisa terjadi pada siapa saja. Bisa didukung oleh faktor kesempatan, lingkungan,

bahkan disebabkan oleh bakat.

Bahkan beberapa orang menyatakan bahwa kriminalitas merupakan bentuk ekspresi dari bakat. Para penulis Jerman mengatakan bahwa bakat itu diwariskan. Pemelopor aliran ini, Lombroso, yang dikenal dengan aliran Italia, menyatakan sejak lahir penjahat sudah berbeda dengan manusia lainnya, khususnya jika dilihat dari ciri tubuhnya. Ciri bukan menjadi penyebab kejahatan melainkan merupakan predisposisi kriminalitas. Ajaran bahwa bakat ragawi merupakan penyebab kriminalitas telah banyak ditinggalkan orang, kemudian muncul pendapat bahwa kriminalitas itu merupakan akibat dari bakat psikis atau bakat psikis dan bakat ragawi.8

Bakat psikis dan bakat ragawi seolah menjadi jawaban mengapa ada kriminalitas.

Namun tidak menjadi satu-satunya faktor kuat perbuatan kriminal. Seperti yang

sudah disebutkan diatas bahwa ada faktor lingkungan, kesempatan juga satu faktor

8 Di akses pada 16 Mei 2011 http://wisnu.blog.uns.ac.id/2009/07/28/kriminologi

5

Page 6: masosNR08_KELOMPOK 4 KRIMINALITAS

penting lain yaitu hasil belajar. Kasus kriminalitas mudah kita lihat dalam media

massa. Media massa dapat memberikan informasi dan manfaat tentang perbuatan

kriminal agar penikmat berita menjadi waspada. Namun di sisi lain, media massa bisa

menjadi sarana belajar bagaimana berbuat kriminal.

Banyak tokoh sosiologi yang membahas tentang struktur. Bicara struktur, pasti akan

membahas tentang aktor. Menurut Emile Durkhaim, Struktur menentukan aktor.

Kemudian menurut Weber, Struktur di tentukan oleh aktor. Anthony Giddens

membahas tentang teori strukturasi. Giddens melihat agen dan struktur sebagai

dualitas, keduanya tak dapat dipisahkan. Agen terlibat dalam struktur, dan struktur

melibatkan agen.9 Giddens melihat struktur baik sebagai pemaksa maupun penyedia

peluang. Agen dan struktur menurut Giddens seperti dua hal yang menjadi satu. Teori

strukturasi Giddens memusatkan pada praktik sosial yang berulang yang pada

dasarnya menghubungkan antara agen dengan struktur.

Seluruh tindakan sosial memerlukan struktur dan seluruh struktur memerlukan

tindakan sosial. Agen dan struktur saling jalin menjalin tanpa terpisahkan dalam

praktik atau aktivitas manusia.10 Struktur di definisikan sebagai komponen-komponen

yang bersistem. Strukturasi meliputi hubungan dialektika antara agen dan struktur,

struktur dan keagenan adalah dualitas; struktur takkan ada tanpa keagenan dan

demikian sebaliknya.11 Menurut Giddens, struktur hanya ada dalam dan melalui

aktivitas agen manusia. Struktur diciptakan, dipertahankan, dan diubah melalui

tindakan-tindakan agen. Sedangkan tindakan-tindakan itu sendiri dapat dipahami

melalui kerangka struktur.

Selain Giddens, Pierre Bordieu juga berbicara struktur. Namun, dalam kajiannya

tentang habitus. Habitus adalah ”struktur mental atau kognitif” yang digunakan aktor

untuk menghadapi kehidupan sosial. 12 Aktor melakukan sesuatu dengan nilai yang

sudah terinternalisasi dalam ruang kognisinya. Habitus adalah seuah pandangan dan

skema berpikir aktor. Habitus diartikan secara dialektika sebagai hasil tindakan yang

9 George Ritzer, Teori Sosiologi Modern, cet ke-5,(Jakarta : Kencana, 2008), hlm. 101.10 Ibid., hlm. 508.11 Ibid., hlm. 511.12 Ibid., hlm. 522.

6

Page 7: masosNR08_KELOMPOK 4 KRIMINALITAS

diciptakan kehidupan sosial. Baik menghasilkan atau dihasilkan oleh kehidupan

sosial.

Habitus menghasilkan, dan dihasilkan oleh kehidupan sosial. Habitus adalah ”struktur yang menstruktur” (structuring structure); artinya habitus adalah sebuah strktur yang menstruktur kehidupan sosial. Dilain pihak, habitus adalah ”struktur yang terstruktur”(structured strucure) yakni, ia adalah struktur yang distrukturasi oleh dunia sosial. 13

Artikel Kasus

Seputar Gayus Tambunan, Satgas Mafia Hukum, Tikus Korupsi Kolusi Perpajakan

Sejak mencuatnya kasus mafia hukum dan makelar kasus, terbentuklah Satgas Mafia Hukum, Apalagi saat Susno Djuaji berbicara berani mengungkap adanya dugaan mafia hukum di tubuh POLRI khususnya masalah pajak yang di promotori oleh Gayus tambunan? Siapa Sebenarnya Dia? Apa Benar Bahwa GAyus dibelakang itu semua? Saya Pribadi nggak yakin kalo model seorang gayus bisa selihai itu,, Berikut ini artikel terbaik yang kami sajikan buat anda,

Ditjen Pajak Berani Tegas, SBY Jangan Mau Kalah

JAKARTA — Kasus Gayus Tambunan adalah pintu masuk untuk serius tangani pemberantasan korupsi. Oleh karena itu, Presiden SBY harus melakukan penguatan instrumen hukum yang ada.“Kepolsian dan kejaksaan harus dibenahi, Presiden jangan sekedar ultimatum. Itu bisa dengan pemberhentian Kapolri atau Jaksa Agung kalau tidak bisa selesaikan kasus-kasus korupsi pajak lain,” jelas Ketua Masyarakat Profesional Madani (MPM), Ismed Hasan Putro, kepada media Online, sesaat lalu.

Di dalam Ditjen Pajak, lanjut Ismed, sudah ada keberanian untuk menonaktifkan pegawai yang berada di bagian Keberatan dan Banding Ditjen Pajak. Seperti diungkapkan Dijen Pajak Mochammad Tjiptardjo, 10 orang pimpinan Gayus dinonaktifkan untuk proses pemeriksaan.“Nah, di tingkatan aparat hukum belum ada. Tapi tak bisa abaikan harus ada pembuktian terbalik dari Ditjen Pajak untuk membuktikan kekayaan para pegawai Ditjen Pajak,” katanya.

Semua tingkatan yang sensitf, kecuali bagian adminisratif Ditjen Pajak, harus diselidiki. Begitu pula, proses remunerasi harus dievaluasi ulang.“Remunerasi itu berlaku pada mereka yang punya indeks prestasi kerja yang baik. Prestasi itu sesuai tanggungjawab diberikan, jangan semua dipukul rata. Gayus mengaku punya gaji Rp 300 juta per bulan padahal cuma Rp 12 juta. Praktek beternak wajib pajak, harus diberantas,” tegasnya.

Ismed juga menandaskan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) wajib turun ke Ditjen Pajak. “Wajib, kudu, KPK ikut tangani masalah ini. KPK kan tidak di bawah Presiden. Tidak cukup Sri Mulyani hanya undang MK dan KY,” terangnya.Seperti diberitakan kemarin, Sri Mulyani mengatakan Kementerian

13 Ibid., hlm. 523.

7

Page 8: masosNR08_KELOMPOK 4 KRIMINALITAS

Keuangan akan segera melakukan pembenahan agar ke depan kecenderungan yang menang perkara adalah Ditjen Pajak. “Kami sudah minta Mahkamah Konstitusi (MK) dan Komisial Yudisial (YK) untuk membenahi Pengadilan Pajak,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta Pusat,

Menkeu Akui Pengadilan Pajak Bobrok

Kasus Gayus Tambunan menjadi tamparan keras bagi Kementrian Keuangan yang saat ini tengah gencar-gencarnya mengusung reformasi birokrasi. Menteri Keuangan Sri Mulyani pun mengakui bahwa kasus Gayus bukan hanya semata kesalahan sistem pajak yang kebobolan, tapi juga karena pengadilan pajak yang dinilai tidak transparan.‘’Mulai dari berkasnya dibawa, masuk pada proses penolakan dan banding diperadilan pajak, ada hal-hal yang sangat serius dan harus dilihat betul. Kemarin saya telah bertemu dengan sekretariat Peradilan pajak untuk mengetahui secara mendalam. Kita sadari, saat ini ada daerah yang rawan, karena transparansi keputusan hakim pajak selama ini ternyata tidak ada,’’ kata Sri. 

Kurangnya celah untuk transparansi di pengadilan pajak, kata Sri karena Peradilan pajak dihadapkan pada situasi yang dilematis. Pada satu sisi, kasus banding dan keberatan pajak banyak yang masuk ke pengadilan pajak, sedangkan Hakim yang menangani kasus perkara merupakan para mantan pejabat pajak sendiri. ‘’Konflik mulai terjadi karena posisinya diisi oleh mantan, jadi ada (celah) kepentingan dan hakim punya ruang. Kita sebenarnya sangat dilematis, karena masalah kualifikasi untuk ini (Hakim pengadilan pajak harus diisi oleh orang yang mengerti pajak), akibatnya kasus menumpuk. Dalam setahun bisa tangani hampir 4.000 kasus, inikan komposisi yang sangat rawan disalahgunakan,’’ kata Sri.

Bagi kami, bila nanti hasil pemeriksaan mengarah pada tindakan penyalahgunaan, baik WP dan pegawai Pajak, akan kami tindak. MA juga kami minta melakukan hal yang sama untum hakim pajak. Semua harus ada konsekuensi,’’ kata Sri. Ditempat terpisah, Inspektorat Jenderal Kemenkeu, Hekinus Manao mengatakan bahwa pemeriksaan kasus Gayus juga akan sampai pada penyelidikan proses peradilan.’’Kita sedang mempelajari keterlibatan pihak diluar Ditjen Pajak. Jadi lingkupnya tidak hanya didalam. Bisa di peradilan pajak, kepolisian atau hakim. Untuk Hakim bukan kewenangan kita, tapi tetap kita lakukan penyelidikan,’’ kata Hekinus. Selasa (30/3)Sumber :http://www.blog.mybcshop.com/2010/03/seputar-gayus- tambunansatgas-mafia-hukumtikus-korupsi-kolusi-perpajakan/

Korupsi Sebagai Perilaku Menyimpang

Perilaku menyimpang adalah perilaku yang tidak sesuai dengan norma. Korupsi

dikatakan sebagai perbuatan/perilaku menyimpang karena hal tersebut melanggar

norma atau peraturan yang telah ditetapkan. Teori yang berkaitan dengan deviance

(perilaku menyimpang/melanggar norma) memiliki manfaat dalam pemberantasan

korupsi. Teori tersebut dianggap mampu menguak kejahatan korupsi yang semakin

merajalela, karena pada saat ini tindakan korupsi terutama yang dilakukan oleh

8

Page 9: masosNR08_KELOMPOK 4 KRIMINALITAS

pejabat-pejabat tinggi Negara adalah hal yang tidak tabuh lagi. Hukum yang telah

ditetapkan tidak mampu memberi efek jera kepada para koruptor. Fenomena

maraknya korupsi di masyarakat membawa dampak negatif untuk masyarakat luas

dan hal tersebut termasuk kedalam masalah sosial. Seakan-akan korupsi hanya

berpihak dan menguntungkan kalangan-kalangan atas yang memiliki kedudukan.

Adanya korupsi juga menyebabkan tujuan dari pembangunan yang dilaksanakan oleh

pemerintah tidak pernah mencapai sasaran, yakni membangun masyarakat Indonesia

yang adil dan makmur.

Orang-orang yang melanggar norma sosial salah satunya seperti koruptor yang dapat

dikatakan sebagai sebagai keadaan yang lawlessness, oleh Merton disebut anomie

yang kemudian dikenal dengan teori anomie. Durkheim mengemukakan adanya

formula penting dalam teori anomie. Anomie adalah keadaan dimana orang

kehilangan norma sebagai pedoman dalam bertingkah laku. Durkheim juga

menyatakan bahwa organisasi sosial sangat diperlukan dalam mengontrol perilaku

manusia yang secara potensial bisa merusak yang akan mengakibatkan anomie dan

menyebabkan tingginya tindak kriminalitas di masyarakat.

Korupsi dalam perspektif teori anomie terjadi karena pelakunya kehilangan norma-

norma, baik norma moral maupun norma hukum. Sementara institusi negara seperti

lembaga hukum (kepolisian, kejaksaan, peradilan) yang dipercayakan untuk

mengemban tugas menegakkan hukum tidak lagi memiliki kekuatan dan wibawa.

Banyak orang yang mencibir lembaga hukum karena seringkali terbukti dalam banyak

hal lembaga-lembaga ini justru telah mengalami anomie terlebih dahulu. Artinya,

lembaga-lembaga inilah yang justru turut ambil bagian dalam perbuatan korupsi yang

paling dicela oleh masyarakat.

Maka tidak mungkin lembaga hukum tersebut diberi peran penting dalam membangun

sebuah negara hukum sebagaimana diatur dalam konstitusi Negara. Hal tersebut

membuat masyarakat tidak lagi percaya dengan lembaga-lembaga tinggi

pemerintahan untuk memberantas korupsi. Merton menjelaskan nilai-nilai kesuksesan

dan anomie. Menurut Merton, masyarakat modern selalu mendambakan kesuksesan.

Tetapi  disisi lain ada realitas yang menunjukkan bahwa masih banyak orang tidak

memiliki kesempatan, kemampuan, dan bakat yang sama. Tidak menjadi sebuah

9

Page 10: masosNR08_KELOMPOK 4 KRIMINALITAS

masalah bagi orang-orang yang memiliki kesempatan, kemampuan dan bakat. Tetapi

akan menjadi masalah besar bagi orang-orang yang tidak memiliki kesempatan,

kemampuan, bakat, kesuksesan dan lain sebagainya.

Ada fenomena yang menarik saat ini, yakni banyak orang yang berlomba-lomba

dalam mengumpulkan materi, seperti memiliki rumah yang bagus, mobil yang

mewah, bisa berlibur dan berbelanja ke luar negeri. Hal tersebut dianggap sebagai

sebuah prestise. Ketertarikan akan kehidupan yang serba mewah akan mendorong

orang berlomba-lomba mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya walaupun hal

tersebut menuntut mereka untuk menyimpang dari norma yang ada yaitu melakukan

korupsi. Kesuksesan dalam hidup dianggap sebagai sebuah nilai yang harus

diperjuangkan walau dengan cara yang tidak halal.

Kepuasan material seringkali tidak dibarengi oleh kekuatan dan kemampuan.

Sehingga banyak orang yang menghalalkan segara cara untuk mencapai tujuan.

Mereka berusaha untuk mencari jalan pintas untuk mendapatkan kesenangan materi.

Fenomena ini memperlihatkan bahwa orang tidak bisa membedakan norma yang perlu

dipatuhi dan mana yang tidak .Dengan demikian anomie dalam versi Merton adalah

adanya kesenjangan antara kehendak untuk meraih kesuksesan dalam hidup dengan

kenyataan bahwa secara alamiah sebenarnya setiap orang itu memang berbeda dalam

kemampuan, bakat dan sebagainya. Jika kita mau belajar realistis dan mau menerima

kenyataan apa adanya, maka persoalan korupsi kemungkinan bisa diatasi.

Kontruksional Tentang Realitas Korupsi

Dialektika hubungan agen dan struktur dalam teori strukturasi Anthony Giddens

memiliki sifat saling meneguhkan. Sebagaimana Giddens menjelaskan “agen dan

struktur adalah dwi rangkap… Seluruh tindakan sosial memerlukan struktur dan

seluruh struktur memerlukan tindakan sosial. Agen dan struktur saling jalin-menjalin

tanpa terpisahkan dalam praktik..”14 Dengan tesis apabila struktur (institusi)

melakukan korupsi, maka dapat dipastikan agen akan terpengaruhi oleh praktik sosial,

karena keduanya memiliki hubungan yang dialektis, begitupun sebaliknya. Melalui

praktik sosial, transisi perulangan aktivitas oleh agen mampu menciptakan struktur

sosial.

14 Ibid., hal 508

10

Page 11: masosNR08_KELOMPOK 4 KRIMINALITAS

Sudah dijelaskan bahwa korupsi bukanlah sebagai suatu bagian yang tunggal,

melainkan mempunyai hubungan yang dialektis sebagai akibat yang dihasilkan oleh

kehidupan sosial, antara hubungan agen dan struktur. Dengan kata lain korupsi

memungkinkan pihak lain ikut terlibat di dalam tindakannya. Sementara tindakan atau

praktik sosial cenderung menentukan skema relasi sosial. Skema relasi sosial ini pada

gilirannya berfungsi sebagai penyatu (integration) dan menghasilkan praktik atau

tindakan yang berulang-ulang. Korupsi sebagai hubungan yang saling pengaruhi-

mempengaruhi antara agen dan struktur dalam kehidupan sosial, karena melalui

skema relasi sosial di dalam lembaga birokrasi (politik-kekuasaan) memungkinkan

agen untuk mengendalikan tindakan yang meliputi keinginan dan hasrat sehingga

mendorong tindakan ke tingkatan sistem.

Korupsi Sebagai Reflesivitas Keagenan

Tindakan agen untuk bertindak yang didorong oleh hasrat tidak sepenuhnya

dimotivasi secara langsung, namun umumnya motivasi ini tidak disadari akan tetapi

memainkan peran yang penting dalam tindakan agen untuk mengulangi struktur

sosial. Tindakan Agen dalam strukturasi Giddens selalu disertai rasionalisasi dan

refleksivitas. Rasionalisiasi adalah mengembangkan kebiasaan sehari-hari yang tak

hanya memberikan perasaan aman kepada aktor, tetapi memungkinkan mereka

menghadapi kehidupan sosial secara efisensi.15 Sementara refleksivitas adalah

kesadaran agen dalam melakukan tindakan dalam praktik sosial, struktur dan upaya

penciptaan kesadaran. Dengan menekankaan arti penting kedua elemen ini

(rasionalisasi dan refleksivitas), berarti menjembatani agen menuju keagenan yakni

peran individu yang berpotensi untuk bertindak lebih. Hal ini dimungkinkan karena

agen diberi kekuasaan untuk menciptakan pertentangan. Kekuasaan menurut Clegg

adalah suatu gagasan yang kompleks dan diperdebatkan, dan terdapat berbagai

pandangan tentang kekuasaan yang telah diidentifikasi...”16

Refleksivitas agen diproduksi oleh motivasi keagenan dalam bentuk praktik sosial

pada sistem sosial sebagai konsekuensi dari hasil praktik sosial. Maksudnya,

15 Ibid., hal 50816 Jim Ife dan Frank Tesoriero. Alternatif Perkembangan Masyarakat di Era Globalisasi : Community Development. Edisi ketiga. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. 2008. Hal 130

11

Page 12: masosNR08_KELOMPOK 4 KRIMINALITAS

kesadaran agen dalam bertindak diterjemahkan melalui motivasi dan didorong oleh

potensi bertindak agen dalam struktur sosial. Seseorang sebelum melakukan praktik

korupsi telah melalui serangkaian kesadaran atau refleksivitas baik dan buruk dari

aktivitas perulangan, namun kesadaran ini coba untuk dirasionalisasikan oleh aktor

melalui motivasi tindakan dengan melibatkan kesadaran praktis, kesadaran praktis

merujuk pada apa yang dilakukan aktor ketimbang apa yang dikatakan. Sehingga

mengabaikan konsekuensi dari tindakan yang dilakukan oleh aktor.

Refleksivitas agen terhadap struktur sosial yang memberikan celah untuk melakukan

tindakan korupsi, dapat dipahami sebagai bagian dari perubahan sosial. Lebih jelas

sebagaimana yang dikutip Ahmad Tarmiji mengenai pemikiran Wilbert Moore.

Menurut Wilbert Moore perubahan sosial merupakan perubahan penting dari struktur

sosial masyarakat yang di dalamnya menyangkut pola perilaku dan interaksi

sosial…17 Agen menyadari bahwa struktur sosial membenarkan untuk melakukan

tindakan korupsi, karena aktivitas tindakan ini diciptakan secara terus menerus dan

berulang. Giddens tak menyangkal bahwa faktanya struktur dapat memaksa atau

mengendalikan tindakan,18 hubungan ini melahirkan hubungan yang diproduksi antara

aktor dan kolektivitas yang diorganisir sebagai praktik sosial tetap. Jadi, korupsi

merupakan sistem sosial yang disengaja, sebagai konsekuensi perubahan sosial.

Persimpangan Rasionalisasi Menuju ke Nikmat Lebih

Rasionalisai agen menghasilkan proyek tindakan yang disengaja (tindakan korupsi),

melaui rasionalisasi segala ketakmungkinan tentang gagasan yang salah menjadi suatu

pembenaran yang diusahakan oleh agen. Berbekal pandangan ini (rasionalisasi)

praktik sosial agen dalam struktur sosial dapat dijelaskan sebagai akibat dari

kekuasaan logis agen. Walaupun dengan kata lain, tindakan yang disengaja (dengan

tujuan tertentu) sering mempunyai akibat yang tak diharapkan,19 sebagai akibat dari

persimpangan rasionalisasi. Transformasi rasionalisai menuju ke nikmat lebih dalam

logika agen dan struktur menandai suatu era baru setelah kapitalisme kontemporer,

yakni persoalan keserakahan agen di masyarakat kontemporer pula20.

17 Ahmad Tarmiji Alkhudri. Titian Peradaban. Tela’ah Sosiologis Atas Konsepsi Pendidikan Ibnu Khaldun. Skripsi Program Studi Pendidikan Sosiologi. Jurusan Sosiologi. UNJ. Jakarta, 2009. hal 1618 Op.,cit. hal 51019 Op,cithal 50920 Meminjam istilah Masyarakat kontemporer dari Slavoj Zizek, namun secara sosiologis Zizek menggunakan argumen Giddens dan Ulrich Beck mengenai masyarakat berisiko “risk society “. Lihat

12

Page 13: masosNR08_KELOMPOK 4 KRIMINALITAS

Persoalan transformasi rasionalisai menuju ke nikmat lebih, dalam struktur sosial

masyarakat merujuk pada praktik sosial yang dilakukan oleh agen untuk

mengkondusikan tindakan korupsi sebagai suatu yang tidak bermasalah. Hasrat atau

keinginan agen untuk melakukan korupsi memungkinkan mereka menghadapi

kehidupan secara efesiensi dan melakukan praktik tersebut secara berulang sebagai

orientasi dari rasionalisasi agen terhadap aktivitas keagenan. Nikmat lebih di sini

lebih ditekankan pada hasil dari tindakan agen, dan sebaliknya. Umpan balik terhadap

rasionalisasi korupsi karena adanya hubungan yang dialektis antara agen dan struktur

menandai dualitas. Untuk memahami persoalan ini, ada baiknya kita kembali

menelusuri elemen reflektivitas. Karena bagaimanapun tindakan rasionalisasi agen

selalu melibatkan reflektivitas atau kesadaran agen.

Kesimpulan

Seperti yang telah dijelaskan dimuka, dialektika hubungan agen dan struktur memiliki

sifat yang saling meneguhkan, seluruh tindakan sosial memerlukan struktur dan

seluruh struktur memerlukan tindakan sosial. Agen dan struktur yang saling menjalin

tanpa terpisahkan pada praktiknya. Dalam hal ini struktur melakukan korupsi, maka

dapat dipastikan agen terpengaruh oleh praktik sosial, dengan aktivitas yang terus

berulang maka agen mampu menciptakan struktur sosial. Tindakan Agen dalam

strukturasi Giddens selalu disertai rasionalisasi dan refleksivitas. Dengan

menekankaan arti penting kedua elemen ini (rasionalisasi dan refleksivitas), berarti

menjembatani agen menuju keagenan yakni peran individu yang berpotensi untuk

bertindak lebih. Hal ini dimungkinkan karena agen diberi kekuasaan untuk

menciptakan pertentangan. Agen menyadari bahwa struktur sosial membenarkan

untuk melakukan tindakan korupsi, karena aktivitas tindakan ini diciptakan secara

terus menerus. Giddens tak menyangkal bahwa faktanya struktur dapat memaksa atau

mengendalikan tindakan, hubungan ini melahirkan hubungan yang diproduksi antara

aktor dan kolektivitas yang diorganisir sebagai praktik sosial tetap. Jadi, korupsi

merupakan sistem sosial yang disengaja, sebagai konsekuensi perubahan sosial.

Daftar Pustaka

pula pada buku Manusia Politik: Subjek Radikal dan Politik Emansipasisi Era Kapitalisme Global Menurut Slavoj Zizek.

13

Page 14: masosNR08_KELOMPOK 4 KRIMINALITAS

Alkhudri, Ahmad Tarmiji. 2009. Titian Peradaban: Telaah Sosiologis Atas Konsepsi Pendidikan Ibnu Khaldun. Skripsi Program Studi Pendidikan Sosiologi. Jurusan Sosiologi. UNJ. Jakarta.

Dendy Sugono, dkk. 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Pusat Bahasa: Jakarta.

Ife, Jim dan Frank Tesoriero. 2008. Alternatif Perkembangan Masyarakat di Era Globalisasi : Community Development. Edisi ketiga. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Ritzer, George. 2008. Teori Sosiologi Modern, cet ke-5. Jakarta : Kencana.

Semma, Mansyur. 2008. Negara dan Korupsi: Pemikiran Mochtar Lubis Atas Negara, Manusia Indonesia dan Prilaku Politik. Yayasan Obor Indonesia: Jakarta.

DAFTAR NAMA KELOMPOK 4

Alfiah Fikri

Destia Pujianti

Dwi Meyqasari

Lory Hasianta

Nurul Hidayat

Oki Pratama CS

Muh. Adams

14