masalah harga daging di indonesia
TRANSCRIPT
MASALAH HARGA DAGING DI INDONESIA
Setiap waktu-waktu tertentu seperti menjelang Ramadan, Lebaran dan
Natal kenaikan harga pangan hampir selalu terjadi dan menjadi masalah rutin
setiap tahun. Malahan kadang-kadang kenaikan harga pangan sudah dianggap
tidak wajar. Misalnya, harga cabe rawit melonjak tajam dari sebelumnya Rp
22.908 - Rp 27.721 per kilogram pada bulan Mei-Juni 2013 menjadi Rp 27.721 -
Rp 46.192 per kilogram pada bulan Juni-Juli 2013. Kenaikan harga sebesar
63,03 % tersebut menyebabkan andil dalam inflasiJuni 2013cukup tinggi yaitu
0.02 %.
Sebagai upaya untuk mengatasi kenaikan harga pangan dalam negeri,
pemerintah biasanya melakukan impor pangan dari negara lain. Dengan
melakukan impor, diharapkan harga pangan dapat ditekan turun melalui
peningkatan pasokan ke pasar dalam negeri. Kegiatan impor pada umumnya
berhasil membuat harga pangan kembali ke tingkat harga yang wajar dan
sekaligus dapat membuat harga pangan menjadi stabil. Namun dibalik upaya
impor pangan tersebut, ada sisi lain yang perlu diwaspadai dalam jangka panjang.
Dalam melaksanakan impor pangan pokok seperti daging sapi, kedelai dan gula,
pemerintah memberlakukan kebijakan kuota impor. secara umum kebijakan impor
kuota ditujukan untuk membatasi jumlah komoditas pangan tertentu yang diimpor
dari luar negeri dan sekaligus sebagai salah satu alat untuk mengendalikan harga
komoditas tertentu di pasar dalam negeri. Pembatasan ini biasanya diberlakukan
dengan memberikan lisensi impor yang sah kepada perusahaan tertentu dan
terbatas serta melarang impor tanpa lisens.
Fenomena kenaikan harga pangan menjelang perayaan bulan suci
Ramadan oleh umat Islam di tanah air sudah diprediksi dan upaya penanganannya
telah diinstruksikan sejak tiga bulan sebelumnya. Kenyataannya sampai hari ini
kenaikan harga di pasar belum dapat dikendalikan. Ketika terjadi kenaikan
permintaan secara tiba-tiba, potensi sapi potong dalam negeri tidak dapat
digerakkan dengan segera, sehingga ketersediaan daging di pasar terganggu.
Dampaknya harga daging sapi terdongkrak naik cukup tinggi. Kondisi ini diduga
merupakan akibat adanya hambatan dalam sistem distribusi daging sapi.
Pemerintah harus sadar bahwa persoalan harga daging tidak hanya terkait
dengan ketersediaan daging. Namun, ada persoalan lain yang mesti dicermati.
Faktanya, paket impor daging ini belum mampu mengatasi akar permasalahannya.
Seharusnya pemerintah mengurangi ketergantungan terhadap impor karena jelas
hal ini akan membuat neraca perdagangan menjadi defisit. Kalau hal ini berlanjut
akan berkontribusi terhadap menurunnya nilai tukar rupiah.
Cara mengurangi ketergantungan impor itu yakni pemerintah harus
memperkuat peternakan rakyat di dalam negeri karena akan meningkatkan
kesejahteraan rakyat. Di samping itu, kualitas daging dari peternakan lokal
terbukti jauh lebih baik dari daging impor. Kalau impor terus dilakukan
pemerintah, tentu secara jangka pendek maupun jangka panjang akan merugikan
peternak dalam negeri. Jangan sampai para peternak kehilangan gairah dalam
beternak.
POSISI PETERNAK
Dalam perjalanan waktu ternyata kebijakan kuota impor menghadapi
berbagai kendala. Kendala pertama terkait dengan kesulitan mengetahui dengan
tepat data produksi pangan. Data prediksi produksi dari produk-produk pangan
sering kali over estimate atau melebihi dari capaian produksi yang sebenarnya.
Misalnya, untuk jagung, data produksi menunjukkan surplus tetapi kenyataannya
Indonesia masih melakukan impor. Sementara untuk daging, mengutip data dari
hasil survei pertanian Badan Pusat Statistik pada tahun 2011 yang menyebutkan
stok sapi Indonesia mencapai 15,6 juta ekor, tetapi dengan melihat kenyataan
harga daging sapi yang tetap masih tinggi maka diperkirakan data tersebut tidak
akurat. Hal ini terbukti dengan hasil survei BPS terakhir yang menunjukkan stok
sapi berkurang hingga menjadi 13,2 juta ekor.
Suatu hal yang menjadi masalah dalam penghitungan data produksi
sektor pertanian adalah bahwa luas lahan dijadikan asumsi. Demikian pula
konversi lahan yang terjadi di Jawa sudah cukup masif, sementara data resmi
menunjukkan pengurangan luas lahan tidak signifikan. Penghitungan lain yang
juga sering kali keliru adalah data tentang produktivitas tanaman. Produktivitas
tanaman sangat terpengaruh oleh infrastruktur pertanian seperti irigasi. Data resmi
menunjukkan produktivitas produk-produk pangan rata-rata meningkat setiap
tahun, padahal tingkat kerusakan infrastruktur pertanian masih banyak terjadi.
Akibat dari ketidaktepatan data produksi maka tidak mengherankan
signalnya kemudian muncul. Ketika permintaan naik dan pasokan tidak
mencukupi maka harga semakin tidak terkendali dan akibatnya pemerintah
terpaksa mengimpor pangan melalui kuota impor untuk menjaga kestabilan harga
pangan di dalam negeri.
Kendala kedua berhubungan dengan masih tidak baiknya good governance
dalam pelaksanaan kebijakan kuota impor pangan. Kasus impor daging sapi yang
mencuat dalam beberapa bulan terakhir ini menunjukkan kepada kita betapa good
governance masih menjadi masalah. Kebijakan kuota impor ternyata
menguntungkan beberapa pihak terutama pengimpor dan oknum yang mempunyai
akses terhadap kekuasaan yang bisa mengeluarkan kebijakan kuota impor.
Kebijakan kuota impor ini bisa membuat rent seeker muncul. Karena
kebijakan kuota impor ini juga disertai dengan pembatasan pada perusahaan mana
yang bisa mengimpor, maka jumlah kuota yang diimpor biasanya dapat
mendatangkan keuntungan yang cukup besar. Dalam situasi ini maka peluang
untuk menjadi rent seeker terjadi. Ada kemungkinan perhitungan kuota impor
lebih rendah dari yang seharusnya sehingga harga komoditas pangan menjadi
lebih tinggi. Selisih harga beli di luar negeri dengan harga jual dalam negeri
menjadi semakin melebar, dan selisih ini yang bisa digunakan oknum untuk
meminta bagian dari keuntungan perusahaan pengimpor.
Kebijakan kuota impor juga berpotensi menimbulkan kerugian bagi
konsumen. Bagi konsumen, kebijakan kuota impor akan mengurangi surplus
konsumen yaitu perbedaan diantara kepuasan yang diperoleh seseorang didalam
mengkonsumsikan sejumlah barang dengan pembayaran yang harus dibuat untuk
memperoleh barang tersebut. Akibatnya, tingkat kepuasan konsumen akan
tertekan dan mengurangi kesejahteraan sosial. Jika kuota impor dibatasi dengan
volume jauh di bawah defisit antara penawaran dan permintaan produk pangan
yang dihasilkan dalam negeri, maka harga komoditas pangan akan meningkat.
Peningkatan harga bisa menjadi tidak wajar dan kondisi ini membuat konsumen
dirugikan.
Ketidak beresan dalam impor daging telah menyebabkan peternak sapi
lokal tidak terlindungi. Rakyat peternak menderita karena kebijakan pemerintah.
Kita melihat di Tanjungpriok (Jakarta), bukan sekarang saja, tapi berpuluh tahun,
selalu ada daging ilegal. Jangan sampai daging ilegal bisa masuk di indonesia.
PEMENUHAN KEBUTUHAN DAGING MASYARAKAT
Kebutuhan akan daging biasanya meningkat pada Bulan Ramadhan,
apalagi menjelang dan saat Idul Fitri. Guna mengupayakan pemenuhan kebutuhan
daging bagi masyarakat, pemerintah melakukan berbagai upaya, upaya untuk
membuat harga daging bisa dijangkau oleh masyarakat, artinya tidak terlalu
mahal, dan upaya untuk memenuhi ketersediaan daging tersebut. Di pasar ternak
ini, sebagian besar ternak yang diperjual belikan adalah sapi dan sebagian kecil
lagi kerbau.
Dalam peninjauan tersrbut, Suswono berbincang-bincang langsung dengan
para pedagang dan pembeli sapi dan kerbau di pasar ternak tersebut. Rencana
pemerintah untuk mewujudkan swasembada daging di tahun 2010 terlihat sebagai
sebuah perencanaan yang mungkin sulit dicapai. Hal ini terlihat dari masih
besarnya tingkat impor daging sekarang ini yang dilakukan pemerintah dan belum
siapnya masyarakat kita yang berkonsentrasi dalam peternakan.
Namun, meningkatnya pertumbuhan peternakan-peternakan feedlot
dewasa ini memberi secercah harapan untuk terpenuhinya rencana swasembada
daging 2010 tersebut. Usaha feedlot yang tumbuh sebagai sebuah peternakan
rakyat adalah merupakan jalan yang sangat tepat, karena apabila konsep
peternakan digagas dan dibangun dari pondasi di lingkup masyarakat maka secara
tidak langsung akan ikut memperkokoh peternakan-peternakan besar dan ekonomi
Indonesia secara umum.
DEVISA NEGARA
Pemerintah bisa dibilang gagal sebenarnya secara ekonomi. Pertumbuhan
ekonomi selama ini yang diagung-agungkan hanyalah bentuk kamuflase
makroekonomi yang lebih bersifat autopilot mengingat perekonomian kita yang
besar ditunjang oleh sumberdaya manusia dan alam yang besar yang terlalu sulit
untuk “jatuh” di saat kita tidak sedang terbang. Namun menilik lebih dalam ke
arah mikro, sebenarnya banyak bolongnya, salah satunya defisit neraca
perdagangan tadi.
Belakangan ini, kurs Rupiah kita anjlok terus. Banyak penyebabnya.
Menurut Pak Dahlan Iskan, 25% untuk membeli BBM, kemudian disubsidi dan
dijual ke masyarakat. Memang susahnya kita memiliki seorang presiden yang
kurang tegas. Sebetulnya kasus Rupiah anjlok dapat dihadapi tidak susah, dengan
cara KUOTA. (Daging sapi, bawang putih yang bergizi bagi penduduk Indonesia
saja bisa dikuota.
Pemerintah harus segera mengkoreksi defisit neraca perdagangan yang ada
untuk stabilitas perekonomian. Tercatat paling tidak ada 3 alasan neraca
perdagangan kita yang negatif.
Kesalahan yang pertama adalah pemerintah tidak mendifersivikasi
komoditas ekspor dan negara tujuan ekspor. Selama ini barang primer menjadi
komoditas utama ekspor Indonesia, namun saat ini harga komoditas tambang,
energi yang menjadi andalan Indonesia cenderung mengalami penurunan.
Ditambah lagi perekonomian dunia yang masih dalam kondisi krisis, membuat
kinerja ekspor Indonesia semakin terpuruk.
Kedua adalah pemerintah tidak mengontrol impor bahan baku penolong
yang mencapai 70% dari total impor. Impor bahan baku akan diolah oleh industri
dan selanjutnya akan diekspor, seharusnya barang yang menjadi komoditas ekspor
memiliki muatan lokal yang lebih banyak.
ketiga adalah, pemerintah gagal mengendalikan subsidi BBM. Subsidi
membuat harga bahan bakar di Indonesia menjadi sangat murah, sehingga
membuat konsumsi masyarakat selalu melebihi kuota yang telah ditentukan
pemerintah. Untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar masyarakat jalan terakhir
hanyalah impor, akibatnya defisit neraca perdagangan migas semakin membesar.
Kesalahan yang terakhir bagaimanapun sudah dikoreksi melalui pengurangan bbm
bersubsidi di akhir Juni lalu. Ini sudah lama dikritik di nasionalis.me.
TEKHNOLOGI PETERNAKAN
Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) terus mendorong
kesuksesan program nasional swasembada daging 2014 dengan menerapkan
program pengembangan teknologi peternakan ruminansia besar di Balai
Pengkajian dan Pengembangan Pertanian Terpadu (BP3T). Program tersebut
berupa pelatihan inseminasi buatan, pelatihan pembuatan pakan awetan, pelatihan
pembuatan pakan konsentrat, pembuatan silase, pakan organik, dan pelatihan
pembuatan olahan bakso.
Selain meningkatkan kemampuan SDM, Menristek juga menyebutkan
perlu adanya perbaikan mutu ternak dengan teknologi inseminasi buatan dan
embrio transfer. "Ya, dengan adanya teknologi ini diharapkan sapi-sapi yang
tadinya kurus menjadi gemuk, dan dengan inseminasi buatan juga bisa
menghasilkan ternak sapi yang diinginkan.
Tugas IndividuPerundang-undangan dan kebijakan peternakanDr. Syahdar Baba, S.Pt, M.Si
“SOLUSI MENGHINDARI TERJADINYA IMPOR DAGING SAPI”
OLEH:
Nama : Nourmawati Dewi
Nim : I311 10 251
Prodi : Sosial Ekonomi Peternakan
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013