maqamat dan ahwal

16
- 1 - BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Perjalanan bagi sebagian orang merupakan aktifitas yang mengasyikan, melelahkan, bahkan ada yang menjadi kebiasaan. Tentunya bila seseorang ingin sampai pada tempat tertentu, maka orang itu haruslah melakukan perjalanan, terlepas dari perjalanan itu panjang atau singkat. Seseorang haruslah berjalan. Sebelum melakukan perjalanan, seseorang haruslah menyiapkan segala hal yang dibutuhkan dalam perjalanan. Karena demi melancarkan perjalanan yang ditempuhnya. Kemudian dalam melakukan sebuah perjalanan seseorang haruslah punya tujuan. Karena tujuan sangat penting adanya untuk kelancaran sebuah perjalanan. Tasawuf seperti yang sudah dipelajari beberapa waktu yang lalu, sebenarnya merupakan perjalanan yang sangat panjang. Perjalanan itu harus ditempuh dengan penuh kesabaran dan sungguh-sungguh. Maka sebelum seseorang menjalankan tasawuf mereka harus terlebih dahulu mengenal dan mengetahui bagaimana proses seorang sufi bisa mencapai ke- ma’rifat -annya, bahkan sampai pada maqam wahdatul wujud dengan sang khaliq. Disamping bahwa dalam perjalalan para sufi mereka mengalami keadaan- keadaan tertentu yang mereka alami. Karena memang perjalanan tasawuf ini bukanlah perjalanan biasa melainkan perjalanan seorang hamba demi menuju Tuhan yang dicintainya. Seorang sufi bisa sampai kepada tuhannya bahkan menyatu dengan tuhannya, karena dalam diri manusia terdapat sifat ketuhanan( lahut ), pun juga dalam diri tuhan terdapat sifat kemanusiaan(nasut ). 1 B. Rumusan Masalah Apa pengertian Maqamat dan Ahwal? Apa saja tingatan Maqamat? Apa saja Hal (keadaan) yang dijumpai dalam perjalanan sufi? Apa maksud Metode Irfani? 1 Akhlak tasawuf dan karakter mulia, Abudin Nata, hlm 209

Upload: muhammad-arif-al-majeedi

Post on 20-Jul-2015

606 views

Category:

Spiritual


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Maqamat dan ahwal

- 1 -

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Perjalanan bagi sebagian orang merupakan aktifitas yang mengasyikan,

melelahkan, bahkan ada yang menjadi kebiasaan. Tentunya bila seseorang ingin

sampai pada tempat tertentu, maka orang itu haruslah melakukan perjalanan,

terlepas dari perjalanan itu panjang atau singkat. Seseorang haruslah berjalan.

Sebelum melakukan perjalanan, seseorang haruslah menyiapkan segala hal

yang dibutuhkan dalam perjalanan. Karena demi melancarkan perjalanan yang

ditempuhnya. Kemudian dalam melakukan sebuah perjalanan seseorang haruslah

punya tujuan. Karena tujuan sangat penting adanya untuk kelancaran sebuah

perjalanan.

Tasawuf seperti yang sudah dipelajari beberapa waktu yang lalu,

sebenarnya merupakan perjalanan yang sangat panjang. Perjalanan itu harus

ditempuh dengan penuh kesabaran dan sungguh-sungguh. Maka sebelum

seseorang menjalankan tasawuf mereka harus terlebih dahulu mengenal dan

mengetahui bagaimana proses seorang sufi bisa mencapai ke-ma’rifat-annya,

bahkan sampai pada maqam wahdatul wujud dengan sang khaliq.

Disamping bahwa dalam perjalalan para sufi mereka mengalami keadaan-

keadaan tertentu yang mereka alami. Karena memang perjalanan tasawuf ini

bukanlah perjalanan biasa melainkan perjalanan seorang hamba demi menuju

Tuhan yang dicintainya. Seorang sufi bisa sampai kepada tuhannya bahkan

menyatu dengan tuhannya, karena dalam diri manusia terdapat sifat

ketuhanan(lahut), pun juga dalam diri tuhan terdapat sifat kemanusiaan(nasut).1

B. Rumusan Masalah

Apa pengertian Maqamat dan Ahwal?

Apa saja tingatan Maqamat?

Apa saja Hal (keadaan) yang dijumpai dalam perjalanan sufi?

Apa maksud Metode Irfani?

1 Akhlak tasawuf dan karakter mulia, Abudin Nata, hlm 209

Page 2: Maqamat dan ahwal

- 2 -

C. Tujuan Penulisan

Mengetahui pengertian Maqamat dan Ahwal

Mengatahui tingkatan-tingkatan Maqamat

Mengetahui Hal-hal yang dijumpai dalam perjalanan sufi

Mengetahui apa itu Metode Irfani

Page 3: Maqamat dan ahwal

- 3 -

BAB II

PEMBAHASAN

A. Maqamat dan Ahwal

Secara bahasa maqamat berasal dari bahasa arab yang berarti tempat orang

berdiri atau pangkal mulia. Sedangkan secara istilah maqamat berarti jalan

panjang yang ditempuh seorang sufi untuk berada dekat Allah. Jalan yang panjang

ini berisi stasiun-stasiun, atau dalam bahasa inggris disebut stages dan stations.

Adapun jumlah tangga atau stasiun yang dilalui, dikalangan para sufi berbeda

pendapat baik jumlahnya maupun susunannya. Abu Bakr Muhammad Al-

Kalabadi dalam bukunya at-Ta’aruf li Mahzab at-Tasawuf memaparkan bahwa

tingkatan maqamat ada sepuluh, yaitu. Tobat – zuhud - sabar – kefakiran –

tawadlu - taqwa – tawakal - kerelaan hati (ridla) – cinta - Ma’rifat. Kemudian

Abu Nasr As-Sarraj at-Tusi dalam al-Luma menyebut : tobat - wara’ – zuhud –

kefakiran – sabar – tawakal - kerelaan hati. Ada lagi dari Abu Hamid Al-

Ghazali (Imam Al-ghazali) dalam Ihya Ulumuddin memberikan sebagai berikut.

Tobat – sabar – kefakiran – zuhud – tawakal – cinta – makrifat – kerelaan.

Tapi menurut Abu al-Qasim Abdul Karim al-Qusyairi, Maqamat itu adalah

tobat – wara’ – zuhud – tawakal – sabar – kerelaan. Tetapi yang biasa disebut

adalah tobat – zuhud – sabar – tawakal – kerelaan. Di atas stasiun ini ada lagi

yaitu, cinta – ma’rifat – fana’ dan baqa’ – persatuan. Dan persatuan (ittihad)

dapat mengambil al-Hullul atau wahdatul wujud.

Di samping istilah maqam ini terdapat pula dalam literatur tasawuf istilah Hal

Hal merupakan keadaan mental, seperti perasaan senang, sedih, takut, dan .(حال)

sebagainya. Hal yang biasa disebut adalah takut – rendah hati – patuh – ikhlas –

rasa berteman – gembira hati – syukur – cinta – harap – tenteram – yakin –

mawas diri – rindu - kedekatan.2

Hal, berlainan dengan maqam, bukan diperoleh atas usaha manusia, tetapi

didapat sebagai anugerah dan rahmat dari Allah. Dan berlainan pula dari maqam,

hal bersifat sementara, datang dan pergi. Datang dan pergi bagi seorang sufi

dalam perjalanannya mendekati Tuhan. Jalan yang harus dilalui seorang sufi

tidaklah licin dan dapat ditempuh dengan mudah. Jalan itu sulit, dan untuk pindah

dari stasiun satu ke stasiun lain, itu mengendaki usaha yang berat, dan dengan

2 Lihat Rosihon Anwar, Akhlak tasawuf, hlm 202

Page 4: Maqamat dan ahwal

- 4 -

waktu yang tidak singkat. Terkadang seorang sufi harus bertahun-tahun tinggal

dalam satu stasiun.3

B. Tingkatan Maqamat

1. Tobat

Kebanyakan sufi menjadikan tobat sebagai perhentian awal di jalan menuji

Allah SWT.4Tobat berasal dari bahasa arab yang berarti kembali. Sedangkan tobat

yang dimaksud oleh kalangan sufi adalah memohon ampun atas segala dosa dan

bersungguh-sungguh untuk tidak mengulangi perbuatan dosa tersebut. Untuk

mencapai tobat yang sesungguhnya dan dirasa diterima oleh Allah tidak dapat

dicapai satu kali saja. Ada kisah yang mengatakan bahwa seorang sufi sampai

tujuh puluh kali tobat, baru ia encapai tingkat taubat yang sesungguhnya.

Selanjutnya Prof.Dr.H.Abudin nata mengutip dalam buku Kunci

Memahami Tasawuf Mustafa zahri, menyebut bahwa taubat berbarengan dengan

istigfar (memohon ampun). Bagi orang awam tobat cukup dengan astagfrullahal

adzim wa atubu ilaih (Aku mohon ampun dan bertaubat kepada-Nya) sebanyak 70

kali sehari semalam. Sedangkan bagi orang khawas bertaubat dengan cara

melakukan riadlah (latihan) dan mujahadah (perjuangan) dalam usaha membuka

hijab (tabir) yang membatasi diri dengan Tuhan.5

135. dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau Menganiaya diri

sendiri[229], mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa

lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? dan mereka tidak meneruskan perbuatan

kejinya itu, sedang mereka mengetahui.6

3 Lihat Harun Nasution, falsafah dan mistisme dalam islam cet. 12, hlm 48-49. 4 Lihat Rosihon Anwar, Akhlak tasawuf, hlm 199 5 Lihat Abudin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia cet. 12, hlm 171 6 Al- Imran [3] : 135

Page 5: Maqamat dan ahwal

- 5 -

8. Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat

yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan

memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika

Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang mukmin yang bersama dia; sedang cahaya mereka

memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya Rabb Kami,

sempurnakanlah bagi Kami cahaya Kami dan ampunilah kami; Sesungguhnya Engkau Maha

Kuasa atas segala sesuatu."7

2. Zuhud

Secara harfiah zuhud berarti tidak ingin kepada sesuatu yang bersifat

keduniawian. Sedangkan menurut Harun nasution zuhud artinya keadaan

meninggalkan dan hidup kematerian.8

Kemudian dalam bukunya Akhlak Tasawuf Prof.Dr.Rosihon Anwar

menyebutkan bahwa zuhud terbagi menjadi tiga tingkatan. Pertama (terendah),

menjauhkan dunia ini agar terhindar dari hukuman di akhirat. Kedua, menjauhi

7 At-Tahrim [66] : 8 8 Lihat Abudin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia cet. 12, hlm 168

Page 6: Maqamat dan ahwal

- 6 -

dunia dengan menimbang imbalan di akhirat. Ketiga (tertinggi) mengucilkan

dunia bukan karena takut atau karena berharap, tetapi karena cinta kepada Allah

SWT.9

Zuhud merupakan ajaran agama yang sangat penting dalam rangka

mengendalikan diri dari pengaruh kehidupan dunia. Orang yang zuhud lebih

mementingkan atau mengejar kebahagiaan hidup di akhirat yang kekal dan abadi,

daripada mengejar kehidupan di dunia yang fana dan sepintas lalu.10 Hal ini dapat

dipahami dari ayat berikut ini.

77. Katakanlah: "Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-

orang yang bertakwa, dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun.11

38. Hai orang-orang yang beriman, Apakah sebabnya bila dikatakan kepadamu: "Berangkatlah

(untuk berperang) pada jalan Allah" kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah

kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan

hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) diakhirat hanyalah sedikit.12

9 Lihat Rosihon Anwar, Akhlak tasawuf, hlm 200 10 Lihat Abudin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia cet. 12, hlm 169 11 An-Nisa [4] : 77 12 At-Taubah [9] : 38

Page 7: Maqamat dan ahwal

- 7 -

14. dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu:

wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang -

binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah -lah tempat

kembali yang baik (surga).13

3. Wara’

Secara harfiah wara’ artinya shaleh, yakni menjauhkan diri dari perbuatan

dosa. Kata ini selanjutnya mengandung arti menjauhi hal-hal yang tidak baik. Dan

dalam pengertian sufi wara adalah meninggalkan segaa yang didalamnya terdapat

keraguan antara halal dan haram (syubhat). Sikap ini sejalan dengan hadits nabi

yang berbunyi :

ب حرم فمن اتقى من الش تب رأ من ال البخاري( )رواههات فقد اس

“Barangsiapa yang dirinya terbebas dari syubhat, maka sesungguhnya ia

terbebas dari yang haram.” (HR Bukhari)

Hadits tersebut menunjukkan bahwa syubhat lebih dekat pada yang haram.

Kaum sufi menyadari benar bahwa setiap makanan, minuman, pakaian, dan

sebagainya yang haram dapat memberi pengaruh bagi orang yang memakan,

meminum atau memakainya. Orang yang demikian akan keras hatinya, sulit

13 Al-Imran [3] : 14

Page 8: Maqamat dan ahwal

- 8 -

mendapat hidayah dan ilham dari Tuhan. Hal ini dipahami dari hadits nabi yang

menyatakan bahwa setiap makanan yang haram yang diakan oleh manusia akan

menyebabkan noda hitam pada hati yang lama-kelamaan menjadi kera. Hal ini

sangata ditakuti oleh para sufi yang senantiasa mendapatkan nur ilahi yang

dipancatkan lewat hatinya yang bersih.14 Ada sebuah kisah bahwa seorang sufi

bernama bisr al-hafi, ia tidak bisa mengulurkan tangannya untuk mengambil

makanan yang didalamnya terdapat syubhat.15

4. Kefakiran (Faqr)

Secara harfiah fakir biasanya diartikan sebagai orang yang berhajat, butuh

atau oran miskin. Sedangkan dalam pandangan sufi fakir adalah tidak meminta

lebih dari apa yang telah ada pada diri kita. Tidak meminta rezeki kecuali hanya

untuk menjalankan kewajiban-kewajiban. Tidak meminta sungguhpun tak ada

pada diri kita, kalau diberi diterima. Tidak meminta tetapi tidak menolak.16

Sikap fakir penting dimiliki seseorang yang berjalan menuju Allah SWT.

Karena kekayaan atau kebanyakan harta memungkinkan manusia dekat pada

kejahatan dan sekurang-kurangnya membuat jiwa menjadi tertambat pada selain

Allah SWT.17

5. Sabar

Secara harfiah, sabar berarti tabah hati. Menurut Zunnun Al-Mishry, sabar

artinya menjauhkan diri dari hal-hal yang bertentangan dengan kehendak Allah,

tetapi tenang ketika mendapat cobaan, dan menampakkan sikap cukup walau

sebenarnya berada dalam kefakiran dalam bidang ekonomi. Dikalangan para sufi

diartikan sabar dalam menjalankan perintah-perintah Allah, dalam menjauhi

segala larangannya dan dalam menerima segala cobaan yang ditimpakan-Nya

pada diri seorang sufi. Kemudian sabar dalam datangnya pertolongan Tuhan.

Sabar dalam menjalani cobaan, dan tidak menunggu-nunggu datangnya

pertolongan.18

14 Lihat Abudin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia cet. 12, hlm 172-173 15 Lihat Harun Nasution, falsafah dan mistisme dalam islam cet. 12 , hlm 53 16 Lihat Harun Nasution, falsafah dan mistisme dalam islam cet. 12 , hlm 53 17 Lihat Rosihon Anwar, Akhlak tasawuf, hlm 200 18 Lihat Abudin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia cet. 12, hlm 173-174

Page 9: Maqamat dan ahwal

- 9 -

35. Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari Rasul-rasul

telah bersabar dan janganlah kamu meminta disegerakan (azab) bagi mereka.19

127. bersabarlah (hai Muhammad) dan Tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan

Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu

bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan.20

Menurut Ali bin Abi Thalib -karramallahu wajhah- bahwa sabar itu

adalah bagian dari iman sebagaimana kepala yang kedudukannya lebih tinggi dari

jasad. Hal ini menunjukkan bahwa sabar sangat memegang peranan penting dalam

kehidupan manusia.21

6. Tawakal

Secara harfiah tawakal berarti menyerahkan diri. Tawakal merupakan

gambaran keteguhan hati dalam menggantungkan diri hanya kepada Allah. Al-

Ghazali mengaitkan tawakal dengan tauhid dengan penekanan bahwa tauhid

sangat berfungsi sebagai landasan tawakal.

Mengenai pengertian tawakal ini menurut Zunnun al-Mishry adalah

berhenti memikirkan diri sendiri dan merasa memiliki daya dan kekuatan.

Menurut Salah bin Abdullah bahwa awalnya tawakal adalah apabila seorang

hamba dihadapan Allah seperti bangkai dihadapan orang yang memandikannya, ia

mengikuti semaunya yang memandikan, tidak dapat bergerak dan bertindak.

Hamdun al-Qashar mengatakan tawakkal adalah berpegang teguh pada Allah.22

19 Al-Ahqaf [46] : 35 20 An-Nahl [16] : 127 21 Lihat Abudin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia cet. 12, hlm 174 22 Ibid.

Page 10: Maqamat dan ahwal

- 10 -

Pernyataan ini sejalan dengan yang dikatakan oleh sejumlah sufi bawha

barangsiapa yang hendak melaksanakan tawakal dengan sebenar-benarnya,

hendaknya ia menggali kubur disitu, melupakan dunia dan penghuninya. Artinya,

tawakal mencerminkan penyerahan diri manusia kepada Allah.23

Bertawakal termasuk perbuatan yang diperintahkan Allah SWT, dalam

firmannya, Allah menyatakan,

...

159. ...kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah.

Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.

160. jika Allah menolong kamu, Maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu; jika Allah

membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), Maka siapakah gerangan yang dapat menolong

kamu (selain) dari Allah sesudah itu? karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin

bertawakkal.24

7. Kerelaan (Ridla’)

Secara harfiah ridha artinya rela, suka, senang. Kemudian istilah ini

dipakai dalam istilah tasawuf yang berarti menerima dengan rasa puas terhadap

apa yang dianugerahkan Allah SWT. Orang yang rela mampu melihat hikmah dan

kebaikan dibalik cobaan yang diberikan Allah dan tidak berburuk sangka terhadap

ketentuan-Nya. Bahkan, ia mampu melihat keagungan, kebesaran, dan

kemahasempurnaan Dzat yang memberikan cobaan kepadanya sehingga tidak

mengeluh dan tidak merasakan sakit atas cobaan tersebut.hanya para ahli ma’rifat

dan mahabbah yang mampu bersifat seperti ini. Mereka bahkan merasakan

23 Lihat Rosihon Anwar, Akhlak tasawuf, hlm 202 24 Al-Imran [3] : 159-160

Page 11: Maqamat dan ahwal

- 11 -

musibah dan ujian sebagai sebuah nikmat, lantaran jiwanya bertemu dengan yang

dicintainya.

Dalam hadits Qudsi, Nabi menegaskan :

و لم إنني انا هللا ال اله اال انا من لم يسبر على بالء

يشكر لنع ما ء و لم يرضى بقضاء فليخرج من تحت

سماء و ليطلب ربا سواي “Sesungguhnya Aku ini Allah, tiada Tuhan selain Aku. Barangsiapa yang tidak

bersabar atas cobaan-Ku, tidak bersyukur atas segala nikmat-Ku, serta tidak rela

terhadap keputusan-Ku, maka keluarlah dari kolong langit-Ku dan cari Tuhan

selain Aku.”

Beberapa sikap yang termasuk dalam maqamat itu sebenarnya merupakan

akhlak mulia. Semua itu dilakukan oleh seorang sufi setelah lebih dahulu

membersihkan dirinya dengan bertaubat dan menghasinya dengan akhlak mulia.

Hal yang demikian identik dengan proses takhalli yaitu membersihkan diri dari

sifat yang buruk dengan taubat dan menghiasi diri dengan sifat yang baik, dalam

hal ini disebut dengan istilah tahalli, sebagaimana dikemukakan dalam tasawuf

akhlaki.25

C. Hal-hal yang dijumpai dalam perjalanan sufi

1. Waspada dan Mawas Diri (Muhasabah dan Muraqabah)

Waspada dan mawas merupakan dua hal yang saling berkaitan erat. Oleh

karna itu, ada sufi yang mengupasnya secara bersamaan. Waspada dan mawas diri

merupakan dua sisi dari tugas yang sama dalam menundukan perasaan jasmani

yang berupa kombinasi dari pembawaan nafsu dan amarah.

Waspada (muhasabah) dapat diartikan meyakini bahwa Allah SWT.

Mengetahui segala pemikiran, perbuatan, dan rahasia dalam hati, yang membuat

seseorang menjadi hormat, takut, dan tunduk kepada Allah SWT,. Adapun mawas

25 Lihat Abudin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia cet. 12, hlm 177

Page 12: Maqamat dan ahwal

- 12 -

diri (muraqobah) adalah meneliti dengan cermat apakah segala perbuatannya

sehari-hari telah sesuai atau malah menyimpang dari yang di kehendakinya.

2. Cinta (hubb)

Dalam pandangan tsawuf, mahabbah (cinta) merupakan pijakan bagi

segenap kemuliaan hall, sama seperti tobat yang merupakan dasar bagi setiap

kemuliaan maqam, karena mahabbah pada dasarnya adalah anugrah yang menjadi

pijakan bagi segenap hall, kaum sufi menyebutnya sebagai anugrah-anugrah

(mawahib). Mahabbah adalah kecenderungan hati untuk memperhatikan

keindahan atau kecantikan.

3. Berharap dan takut (Raja dan Khauf)

Bagi kalangan kaum sufi, raja dan khauf berjalan seimbang dan saling

mempengaruhi, raja berarti berharap atau opinisme, raja atau opinisme adalah

perasaan hati yang senang karena menanti sesuatu yang diinginkan dan disenangi.

Raja atau optimisme ini telah ditegaskan dalam Al-Qur’an.

218. Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan

Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha

Penyayang.26

4. Rindu (Syauq)

Selama masih ada cinta, syauq tetap diperlukan. Dalam lubuk jiwa, rasa

rindu hidup dengan subur, yaitu rindu ingin segera bertemu dengan tuhan. Ada

orrang yang mengatakan bahwa maut merupakan bukti cinta yang benar. Lupa

kepada Allah SWT. Lebih berbahaya daripada maut. Bagi sufi yang rindu kepada

26 Al-Baqarah [2] : 218

Page 13: Maqamat dan ahwal

- 13 -

tuhan, mati dapat berarti bertemu dengan tuhan, sebab hidup merintangi

pertemuan ‘abid dengan ma’bud-nya.

5. Intim (Rasa berteman)

Dalam pandangan kaum sufi, sifat uns (intim) adalah sifat merasa selalu

berteman, tak pernah merasa sepi. Ungkapan berikut ini melukiskan sifat uns :

“Ada orang yang merasa sepi dalam keramaian. Ia adalah orang yang selalu

memikirkan kekasihnya sebab sedang dimabuk cinta, seperti halnya sepasang

pemuda dan pemudi. Ada pula yang merasa bising dalam kesepian. Ia adalah

orang yang selalu memikirkan atau merencanakan tugas pekerjaanya semata.

Adapun engkau, selalu merasa berteman dimanapun berada. Alangkah

mulianya engkau berteman dengan Allah SWT., artinya engkau selalu berada

dalam pemeliharaan Allah SWT.

Ungkapan seperti ini melukiskan keakraban atau keintiman seorang sufi dengan

Tuhannya. Sikap keintiman ini banyak dialami oleh kaum sufi.27

D. Metode Irfani

Metode irfani adalah beberapa cara yang mendukung atau yang harus

dilakukan seorang sufi untuk berada dekat dengan Tuhannya. Karena Tuhan

hanya bisa didekati oleh orang-orang yang suci (suci jiwa dan hati), maka untuk

berada dekat Tuhan seorang sufi haruslah menyucikan hati dan jiwanya. Hatilah

yang akan mampu mengetahui hakikat pengetahuan karena hati (qalbu) telah

dibekali potensi untuk berdialog dengan Tuhan.

Untuk itu, disamping melalui tahapan-tahapan maqamat dan ahwal, untuk

memperoleh ma’rifat, seseorang harus melalui upaya-upaya tertentu.

1. Riyadhah

Riyadhah, yang sering juga disebut sebagai latihan-latihan mistik, yang

dimaksudkan disini adalah latihan agar tidak melakukan hal-hal yang mengotori

jiwanya. Riyadhah dapat pula berarti proses internalisasi kejiwaan dengan sifat-

sifat terpuji dan melatih meninggalkan sifat-sifat jelek.

Riyadhah harus disertai dengan mujahadah, yaitu kesungguhan dalam

perjuangan meninggalkan sifat-sifat jelek. Meninggalkan sifat-sifat jelek

sangatlah sulit, apalagi sudah menjadi kebiasaan, maka itu riyadhah

27 Lihat Rosihon Anwar, Akhlak tasawuf, hlm 202-206

Page 14: Maqamat dan ahwal

- 14 -

membutuhkan mujahadah, yaitu bersungguh-sungguh dalam berlatih

meninggalkan sifat-sifat jelek tersebut.

2. Tafakur

Tafakur adalah berarti berpikir. Menurut Al-Ghazali orang yang berpikir

dengan benar akan menjadi dzawi al-albab (ilmuwan) yang terbuka pintu

kalbunya, sehingga akan mendapat ilham.

Tafakur berlangsung secara internal dengan proses pembelajaran dari

dalam diri manusia melalui aktifitas berpikir yang menggunakan perangkat

batiniah (jiwa). Selanjutnya, tafakur dilakukan dengan memotensikan nafs kulli

(jiwa universal).

3. Tazkiyatun Nafs

Tazkiyatun Nafs adalah proses penyucian jiwa manusia. Proses penyucian

jiwa dalam kerangka tasawuf ini dapat dilakukan melalui tahapan takhalli dan

tahalli. Tazkiyatun Nafs ini merupakan kegiatan inti dalam bertasawuf. Kaum sufi

adalah orang orang yang senantiasa menyucikan hati dan jiwa. Perwujudannya

adalah rasa butuh terhadap Tuhannya.

4. Dzikrullah

Secara etimologi dzikir berarti mengingat, sedangkan secara istilah adalah

membasahi lidah dengan ucapan-ucapan pujian kepada Allah.

Dalam pandangan sufi, dzikir akan membuka tabir alam malakut, yaitu denga

datangnya malaikat. Dzikir merupaan kunci pembuka alam ghaib, penarik

kebaikan, peninjak was-was, dan pembuka kewalian. Dzikir juga bermanfaat

untuk membersikhan hati.28

28 Ibid., hlm 206-211

Page 15: Maqamat dan ahwal

- 15 -

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Maqamat bisa diartikan beberapa anak tangga yang dilalui oleh kaum sufi

sebagai tempat pemberhentian untuk berada dekat dengat Tuhan. Karena

maqamat merupakan jalan yang sangat panjang tentu harus dilalui secara

bertahap. Sedangkan Ahwal adalah Keadaan yang dirasakan orang-orang

sufi dalam perjalanan tersebut.

Tingkatan maqamat adalah sebagai berikut.

1. Tobat

2. Zuhud

3. Wara’

4. Faqir

5. Sabar

6. Tawakal

7. Ridla (Rela)

Macam-macam Ahwal atau keadaan yang dirasakan seseorang ketika

dalam perjalanan (Maqamat) antara lain adalah sebagai berikut.

1. Waspada dan Mawas Diri (Muhasabah dan Muraqabah)

2. Cinta (hubb)

3. Berharap dan takut (Raja dan Khauf)

4. Rindu (Syauq)

5. Intim (Rasa berteman)

Metode Irfani adalah rangkaian cara yang mendukung atau yang harus

dilakukan seorang sufi untuk berada dekat dengan Tuhannya.

1. Riyadhah (Latihan)

2. Tafakur (Merenung)

3. Tazkiyatun Nafs (Pensucian jiwa)

4. Dzikrullah (Mengingat Allah)

Page 16: Maqamat dan ahwal

- 16 -

DAFTAR PUSTAKA

Abudin Nata, Prof. Dr. 2010. Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia cet. 12,

Jakarta : PT. Raja Grafindo

Anwar, M.Ag., Prof.Dr.Rosihon., 2010. Akhlaq Tasawuf, Bandung : Pustaka Setia

Nasution, Harun., 2010. Falsafah dan mistisme dalam islam, Jakarta : PT. Bulan

Bintang