mapping kelompok 5

55
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Maksud Mengetahui kenampakan bentang alam di daerah Ngaliyan, Semarang. Mengetahui morfogenesa dan tenaga pembentuk bentang alam di daerah Ngaliyan, Semarang. Mengetahui jenis litologi yang terdapat pada bentang alam di daerah Ngaliyan, Semarang. Menentukan tata guna lahan dan potensi bentang alam di daerah Ngaliyan, Semarang. 1.2 Tujuan Dapat mengetahui kenampakan bentang alam di daerah Ngaliyan, Semarang. Dapat mengetahui morfogenesa dan tenaga pembentuk bentang alam di daerah Ngaliyan, Semarang. Dapat mengetahui jenis litologi yang terdapat pada bentang alam di daerah Ngaliyan, Semarang. Dapat menentukan tata guna lahan dan potensi bentang alam di daerah Ngaliyan, Semarang. 1.2 Waktu Pelaksanaan Praktikum Hari, tanggal : Sabtu, 2 Juni 2012 Waktu : Pukul 08.00 – 14.30 WIB

Upload: rama-diyan-lesmana

Post on 06-Dec-2014

115 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Mapping Kelompok 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Maksud

Mengetahui kenampakan bentang alam di daerah Ngaliyan, Semarang.

Mengetahui morfogenesa dan tenaga pembentuk bentang alam di daerah

Ngaliyan, Semarang.

Mengetahui jenis litologi yang terdapat pada bentang alam di daerah

Ngaliyan, Semarang.

Menentukan tata guna lahan dan potensi bentang alam di daerah Ngaliyan,

Semarang.

1.2 Tujuan

Dapat mengetahui kenampakan bentang alam di daerah Ngaliyan,

Semarang.

Dapat mengetahui morfogenesa dan tenaga pembentuk bentang alam di

daerah Ngaliyan, Semarang.

Dapat mengetahui jenis litologi yang terdapat pada bentang alam di daerah

Ngaliyan, Semarang.

Dapat menentukan tata guna lahan dan potensi bentang alam di daerah

Ngaliyan, Semarang.

1.2 Waktu Pelaksanaan Praktikum

Hari, tanggal : Sabtu, 2 Juni 2012

Waktu : Pukul 08.00 – 14.30 WIB

Hari, tanggal : Senin, 4 Juni 2012

Waktu : Pukul 15.00 – 18.00 WIB

Hari, tanggal : Selasa, 5 Juni 2012

Waktu : Pukul 11.30 – 17.00 WIB

Hari, tanggal : Rabu, 6 Juni 2012

Page 2: Mapping Kelompok 5

Waktu : Pukul 13.00 – 17.00 WIB

Page 3: Mapping Kelompok 5

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Bentang Alam Struktural

2.1.1 Pendahuluan

Bentang alam struktural adalah bentang alam yang

pembentukannya dikontrol oleh struktur geologi daerah yang

bersangkutan. Struktur geologi yang paling berpengaruh terhadap

pembentukan morfologi adalah struktur geologi sekunder, yaitu

struktur yang terbentuk setelah batuan itu ada.

2.1.2 Macam-macam Bentang Alam Struktural

Bentang alam struktural dapat dikelompokkan berdasarkan

struktur yang mengontrolnya. Srijono (1984, dikutip Widagdo, 1984),

menggambarkan klasifikasi bentang alam struktural berdasarkan

struktur geologi pengontrolnya menjadi 3 kelompok utama, yaitu

dataran, pegunungan lipatan dan pegunungan patahan. Pada dasarnya

struktur geologi yang ada tersebut dapat ditafsirkan keberadaannya

melalui pola ataupun sifat dari garis kontur pada peta topografi.

Bentang alam dengan Struktur Mendatar (Lapisan Horisontal)

Menurut letaknya (elevasinya)dataran dapat dibagi menjadi dua:

1. Dataran rendah, adalah dataran yang memiliki elevasi antara 0-500

kaki dari muka air laut.

2. Dataran tinggi(plateau/high plain ), adalah dataran yang

menempati elevasi lebih dari 500 kaki diatas muka air laut.

Kenampakan-kenampakan bentang alam pada kedua dataran tersebut

hampir sama, hanya dibedakan pada reliefnya saja. Pada daerah

berstadia muda terlihat datar dan dalam peta tampak pola kontur yang

sangat jarang. Pada daerah yang berstadia tua, sering dijumpai dataran

yang luas dan bukit-bukit sisa (monadnock), yang sering dijumpai

mesa dan butte. Perbedaan mesa dengan butte adalah mesa

Page 4: Mapping Kelompok 5

mempunyai diameter (d) lebih besar dibandingkan dengan

ketinggiannya (h). Sedangkan butte sebaliknya.

Gambar 2.1. Kenampakan mesa dan butte

Bentang Alam dengan Struktur Miring

Hampir semua lapisan diendapkan dalam posisi yang mendatar.

Sedimen yang mempunyai kemiringan asal diendapkan pada dasar

pengendapan yang sudah miring, seperti pada lereng gunung api dan

disekitar terumbu karang. Kemiringan lapisan sedimen yang demikian

disebut kemiringan asal dengan sudut maksimum 350 (Tjia, 1987).

Berdasarkan besarnya sudut kemiringan dari kedua lerengnya,

terutama yang searah dengan kemiringan lapisan batuannya, bentang

alam ini dapat dibagi menjadi 2, yaitu :

1. Cuesta. Pada cuesta sudut kemiringan antara kedua sisi lerengnya

tidak simetri dengan sudut lereng yang searah perlapisan batuan,

landai pada arah sebaliknya sehingga terlihat tidak simetri.

2. Hogback. Pada hogback, sudut antara kedua sisinya relatif sama,

dengan sudut lereng yang searah perlapisan batuan sekitar 450.

Bentang Alam dengan Stuktur Lipatan

Lipatan terjadi karena adanya lapisan kulit bumi yang mengalami

gaya kompresi (gaya tekan). Pada suatu lipatan yang sederhana,

bagian punggungan disebut dengan antiklin, sedangkan bagian

lembah disebut sinklin.

Unsur-unsur yang terdapat pada struktur ini dapat diketahui dengan

menafsirkan kedudukan lapisan batuannya. Kedudukan lapisan

dh

dh

dh

dh

Page 5: Mapping Kelompok 5

batuan(dalam hal ini arah kemiringan lapisan batuan) pada peta

topografi, akan berlawanan arah dengan bagian garis kontur.

Gambar 2.2. Kenampakan beberapa bentang alam structural

Struktur Antiklin dan Sinklin

Pada prinsipnya penafsiran pada kedua struktur ini berdasarkan atas

kenampakan fore slope/antidip slope dan back slope/dipslope yang

terdapat secara berpasangan. Bila antidip slope saling berhadapan

(infacing scarp), maka terbentuk lembah antiklin, sedangkan apabila

yang saling berhadapan adalah back slope/dipslope, disebut lembah

sinklin.

Struktur antiklin dan sinklin menunjam

Struktur ini merupakan kelanjutan atau perkembangan dari

pegunungan lipatan satu arah (cuesta dan hogback) dan dua arah

(sinklin dan antiklin). Bila tiga fore slope saling berhadapan maka

disebut sebagai lembah antiklin menunjam. Sedangkan bila tiga back

slope saling berhadapan maka disebut sebagai lembah sinklin

menunjam.

Page 6: Mapping Kelompok 5

Gambar 2.3. Sketsa dan contoh pola garis kontur pada struktur (a) sinklin dan (b)

antiklin menunjam.

Struktur lipatan tertutup

Kubah

1. Kedudukan lapisan miring ke arah luar (fore slope ke arah dalam).

2. Mempunyai pola kontur tertutup

3. Pola penyaluran radier dan berupa bukit cembung pada stadia

muda

4. Pada stadia dewasa berbentuk lembah kubah dengan pola

penyaluran annular.

Cekungan

1. Kedudukan lapisan miring ke dalam (back slope ke arah dalam)

2. Mempunyai pola kontur tertutup

3. Pada stadia muda pola penyalurannya annular.

Gambar 2.4. Sketsa dan contoh pola kontur pada struktur lipatan tertutup (a). kubah/dome

(b). cekungan/basin.

Page 7: Mapping Kelompok 5

Bentang Alam dengan Struktur Patahan

Patahan (sesar) terjadi akibat adanya gaya yang bekerja pada kulit

bumi, sehingga mengakibatkan adanya pergeseran letak kedudukan

lapisan batuan. Berdasarakan arah gerak relatifnya, sesar dibagi

menjadi 5, yaitu:

Ciri umum dari kenampakan morfologi bentang alam struktural

patahan, yaitu :

a. Beda tinggi yang menyolok pada daerah yang sempit.

b. Mempunyai resistensi terhadap erosi yang sangat berbeda pada

posisi/elevasi yang hampir sama.

c. Adanya kenampakan dataran/depresi yang sempit memanjang.

d. Dijumpai sistem gawir yang lurus(pola kontur yang lurus dan

rapat).

e. Adanya batas yang curam antara perbukitan/ pegunungan dengan

dataran yang rendah.

f. Adanya kelurusan sungai melalui zona patahan, dan membelok

tiba-tiba dan menyimpang dari arah umum.

g. Sering dijumpai(kelurusan) mata air pada bagian yang

naik/terangkat

h. Pola penyaluran yang umum dijumpai berupa rectangular, trellis,

concorted serta modifikasi ketiganya.

i. Adanya penjajaran triangular facet pada gawir yang lurus.

2.2 Bentang Alam Denudasional

2.2.1 Pendahuluan

Denudasi adalah kumpulan proses yang mana, jika dilanjutkan

cukup jauh, akan mengurangi semua ketidaksamaan permukaan bumi

menjadi tingkat dasar seragam.

Proses yang mendorong terjadinya degradasi:

1. Pelapukan, produk dari regolith dan saprolite ( bahan rombakan

dan tanah)

Page 8: Mapping Kelompok 5

2. Transport, yaitu proses perpindahan bahan rombakan terlarut dan

tidak terlarut karena erosi dan gerakan tanah.

2.2.2 Pelapukan

Pelapukan merupakan proses perubahan keadaan fisik dan

kimia suatu batuan pada atau dekat dengan permukaan bumi (tidak

termasuk erosi dan pengangkutan hasil perubahan itu).

Tipe proses pelapukan pada kenyataan dan tingkat

aktivitasnya dipengaruhi oleh :

a. Sort / pemilahan

b. Iklim

c. Topografi / morfologi

d. Proses geomorfologi

e. Vegetasi dan tata guna lahan

2.2.3 Erosi Air Permukaan

Erosi adalah suatu kelompok proses terlepasnya material

permukaan bumi hasil pelapukan yang dipengaruhi tenaga air, angin,

dan es.

Erosi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu :

Erosi normal, terjadi secara alamiah dengan laju penghancuran dan

pengangkutan tanahnya sangat lambat sehingga memungkinkan

kesetimbangan antara proses penghancuran dan pengangkutan

dengan proses pembentukan tanah.

Erosi dipercepat, terjadi akibat pengaruh manusia sehingga laju

erosi jauh lebih besar daripada pembentukan tanah.

Berdasarkan bentukannya, erosi dapat dibedakan menjadi 5

macam, antara lain :

Erosi percik, merupakan tahap pertama dari hujan yang

menyebabkan erosi.

Erosi lembar, adalah pengangkutan lapisan tanah yang merata

tebalnya dari suatu permukaan bidang tanah.

Page 9: Mapping Kelompok 5

Erosi alur, terjadi pada tanah yang tidak rata, maka air akan

terkonsentrasi dan mengalir pada tempat – tempat yang rendah

sehingga pemindahan tanah lebih banyak terjadi pada tempat –

tempat tersebut.

Erosi parit, prosesnya sama dengan erosi alur, tetapi saluran –

saluran yang terbentuk sudah dalam.

Faktor – faktor yang mempengaruhi erosi antara lain :

Iklim

Di daerah tropika basah, faktor iklim yang mempengaruhi erosi

adalah hujan, terutama besarnya curah hujan, intensitas dan

distribusi hujan, kecepatan jatuh butir hujan, besar butiran hujan.

Relief

Dua unsur yang berpengaruh adalah kemiringan lereng dan

panjang lereng. Kemiringan lereng akan memperbesar jumlah

aliran permukaan sehingga memperbesar kekuatan angkut air.

Vegetasi

Vegetasi akan berpengaruh terhadap aliran permukaan dan erosi.

Aspek pengaruh tersebut adalah :

1. Intersepsi hujan oleh tajuk, sehingga mengurangi jumlah hujan di

permukaan tanah.

2. Mengurangi kecepatan aliran permukaan dan kekuatan perusak air.

3. Pengaruh akar dan kegiatan biologi terhadap ketahanan struktur

tanah dan infiltrasi.

4. Pengaruh terhadap porositas tanah menjadi lebih besar.

5. Peristiwa transpirasi yang dapat mengurangi kandungan air tanah

sehingga yang datang kemudian dapat masuk ke dalam tanah lagi.

Tanah

Sifat tanah yang berpengaruh terhadap laju erosi adalah tekstur,

struktur, bahan organik, kedalaman tanah, dan sifat – sifat lapisan

bawah. Tekstur dan struktur tanah tidak berdiri sendiri tetapi saling

berhubungan.

Page 10: Mapping Kelompok 5

Manusia

Di sini dapat berpengaruh positif dan negatif. Yang negatif apabila

menjadikan erosi lebih besar, contohnya penggundulan hutan,

sistem huma, dan sebagainya. Tindakan yang positif misalnya

penghutanan, pembuatan bangunan – bangunan pencegah erosi,

tindakan konservasi tanah, dsb.

2.2.4 Gerakan Tanah

Gerakan tanah adalah perpindahan massa tanah atau batuan

pada arah tegak, datar, atau miring dari kedudukannya semula, yang

terjadi bila ada gangguan kesetimbangan pada saat itu.

Ada empat jenis utama gerakan massa :

1. Falls [runtuhan]

Ada 3 macam, yaitu :

Runtuhan batuan

Suatu massa batuan yang jatuh ke bawah karena terlepas dari

batuan induknya. Terjadi pada tebing – tebing yang terjal.

Gerakannya ekstrim cepat.

Runtuhan tanah

Seperti pada runtuhan batuan, hanya saja yang jatuh ke bawah

berupa massa tanah. Gerakannya sangat cepat.

Runtuhan bahan rombakan

Seperti pada runtuhan batuan, hanya saja yang jatuh ke bawah

berupa massa bahan tombakan. Gerakannya sangat cepat.

2. Slides [longsoran]

Ada 4 macam, yaitu :

Nendatan [slump]

Gerakan yang terputus – putus atau tersendat – sendat dari

massa tanah atau batuan ke arah bawah dalam jarak yang

relatif pendek, melalui bidang lengkung dengan kecepatan

ekstrim lambat sampai agak cepat.

Blok glide

Page 11: Mapping Kelompok 5

Gerakan turun ke bawah dari massa tanah atau batuan yang

berupa blok dengan kecepatan lambat sampai agak cepat.

Longsoran batuan

Gerakan massa batuan ke arah bawah yang biasanya melalui

bidang perlapisan, rekahan – rekahan, bidang sesar. Kecepatan

gerakan amat lambat sampai cepat.

Longsoran bahan rombakan

Gerakan massa tanah atau hasil pelapukan batuan melalui

bidang longsor yang relatif turun secara meluncur atau

menggelinding.

3. Flows [aliran]

Ada 6 macam, yaitu :

Aliran tanah

Gerakan dari massa tanah secara mengalir dengan kecepatan

lambat sampai cepat.

Aliran fragmen batuan

Gerakan secara mengalir dari massa batuan yang berupa

fragmen – fragmen dengan kecepatan ekstrim cepat dan

kering.

Sand run

Gerakan dari massa pasir secara mengalir dengan kecepatan

cepat sampai sangat cepat dalam keadaan kering.

Loess flow [dry]

Aliran loess kering, massa yang mengalir berupa loes yang

sangat kering.

Debris avalanche

Gerakan bahan rombakan dalam keadaan agak basah dengan

kecepatan sangat cepat sampai ekstrim cepat.

Sand flow dan Silt flow

Seperti pada sand run, hanya di sini dalam keadaan basah.

4. Kompleks

Page 12: Mapping Kelompok 5

Merupakan gabungan dari berbagai macam gerakan tanah.

Gerakan tanah yang lain yaitu :

Creep

Aliran massa tanah [batuan] yang ekstrim lambat, tidak dapat

dilihat, hanya akibatnya akan tampak seperti tiang listrik,

pohon bengkok. Contoh : rock creep, soil creep, talus creep.

Amblesan

Gerakan ke arah bawah yang relatif tegak lurus, yang

menyangkut material permukaan tanah atau batuan tanpa

gerakan ke arah mendatardan tidak ada sisi yang bebas.

Dengan demikian penyebab terjadinya gerakan tanah adalah :

1. Kemiringan tanah

2. Jenis batuan / tanah

3. Struktur geologi

4. Curah hujan

5. Penggunaan tanah dan pembebanan massa

6. Getaran

- Gempabumi

- Lalulintas

2.2.5 Beberapa bentuklahan degradasi

a. Footslopes

b. Inselberg/ pemandangan bersifat sisa

c. Peneplain

2.2.6 Beberapa Bentuklahan Agradasi

a. Kipas

b. Lembah Infilled.

2.3. Pengertian Bentang Alam Fluvial

2.3.1 Pendahuluan

Bentang alam fluvial adalah bentang alam hasil dari proses

kimia maupun fisika yang menyebabkan perubahan bentuk muka bumi

Page 13: Mapping Kelompok 5

karena pengaruh air permukaan (proses fluvial). Air permukaan dapat

berupa sungai yang mengalir di bukit-bukit (sheet water).

Pada proses fluvial ini akan menghasilkan suatu bentang alam

yang khas sebagai tingkah laku air yang mengalir di permukaan.

Bentang alam yang dibentuk dapat terjadi karena proses erosi maupun

karena proses sedimentasi yang dilakukan oleh air permukaan.

2.3.2 Proses Fluvial

Proses fluvial dibedakan menjadi 3, yaitu :

a. Proses erosi

Menurut Sukmana, 1979, proses erosi adlah suatu proses

atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan tanah yang disebabkan

oleh pergerakan air atau angin. Sedangkan Arsyad, 1982,

mendefinisikan proses erosi sebagai peristiwa pindahnya atau

terangkutnya tanah atau bagia-bagian tanah dari suatu tempat ke

tempat lain oleh media alami.

Menurut Holy, 1980, berdasarkan agen penyebabnya, erosi

dibagi menjadi empat macam, yaitu erosi oleh air, erosi oleh angin,

erosi oleh gletser dan erosi oleh salju. Dalam bentang alam ini,

agen penyebab erosi yang paling dominan adalah air. Sungai dapat

mengerosi batuan sedimen yang dilaluinya, memotong lembah,

memperdalam dan memperlebar sungai dengan cara-cara :

Quarrying, yaitu pendongkelan batu yang dilaluinya.

Abrasi, yaitu penggerusan terhadap batuan yang

dilewatinya.

Scouring, yaitu penggerusan dasar sungai akibat adanya

ulakan sungai, misalnya pada daerah cut off slope.

Korosi, yaitu terjadinya reaksi terhadap batuan yang

dilaluinya.

Hydraulic action, yaitu kemampuan air untuk mengangkat

dan memindahkan batuan atau material-material sedimen

dengan gerakan memutar sehingga batuan pecah dan

Page 14: Mapping Kelompok 5

kehilangan fragmen.

Solution, yaitu pengangkutan material larut dalam air dan

membentuk larutan kimia.

Berdasarkan arahnya, erosi dapat dibedakan menjadi :

Erosi kearah hulu ( head ward erotion) adalah erosi yang

terjadi pada ujung sungai.

Erosi vertikal, erosi yang arahnya tegak dan cenderung

terjadi pada daerah bagian hulu pada sungai dan

menyebabkan terjadinya pendalaman lembah sungai.

Erosi lateral, yaitu erosi yang arahnya mendatar dan

dominan terjadi pada daerah tengah sungai yang

menyebabkan bertambah lebar dan panjang sungai.

Erosi yang berlangsung terus hingga suatu saat akan

mencapai batas dimana air sungai sudah tidak lagi mampu

mengerosi lagi (erition base lavel). Erotion base level ini dapat

dibagi menjadi ultimate base level (yang base level-nya berupa

laut) dan temporary base level (base level-nya lokal seperti

danaudan rawa.

Intensitas erosi pada suatu sungai berbanding lurus dengan

kecepatan aliran sungai tersebut. Erosi akan lebih efektif bila

media yang bersangkutan mengangkut bermacam-macam material.

Erosi memiliki tujuan akhir meratakan sehingga mendekati

ultimate base level.

b. Proses transportasi

Proses transportasi adalah proses perpindahan /

pengangkutan material yang diakibatkan oleh tenaga kinetis yang

ada pada sungai sebagai efek dari gaya gravitasi. Sungai

mengangkut material hasil erosinya dengan berbagai cara.

Traksi, yaitu material yang diangkut akan terseret pada

dasar sungai.

Page 15: Mapping Kelompok 5

Rolling, yaitu material akan terangkut dengan cara

menggelinding di dasara sungai.

Saltasi, yaitu material yang terangkut mengambang lalu

kembali tenggelam seolah-olah meloncat.

Suspensi, yaitu proses pengangkutan material secara

mengambang dan bercampur dengan air sehingga

menybabkan air menjadi keruh.

Solution, yaitu pengangkutan material larut dalam air dan

membentuk larutan kimia.

c. Proses pengendapan

Proses sedimentasi adalah proses pengendapan mateial

karena aliran sungai tidak mampu lagi mengangkut material yang

dibawanya. Apabila tenaga angkut berkurang, maka material yang

berukuran besara dan lebih berat akan terendapkan terlebih dahulu,

baru kemudian material yang lebih halus dan ringan.

Bagian sungai yang paling efektif unutk proses pengendapan

ini adalah bagian hilir atau pada bagian slip of slope pada kelokan

sungai, karena biasanya pada bagian kelokan ini terjadi

pengurangan energi yang cukup besar.

Ukuran material yang diendapkan berbanding lurus dengan

besarnya energi pengangkut, sehingga semakin ke arah hilir, energi

semakin kecil, material yang diendapkan pun semakin halus.

2.3.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Erosi dan

Sedimentasi

a. Kecepatan Aliran Sungai

Kecepatan aliran sungai maksimal pada tengah alur sungai, bila

membelok maka kecepatan maksimal ada pada daerah cut off slope

(terjadi erosi) karena gaya sentrifugal. Pengendapan terjadi jika kecepatan

sungai menurun atau bahkan hilang.

b.Gradien/ Kemiringan Lereng Sungai

Page 16: Mapping Kelompok 5

Bila air mengalir dari sungai yang kemiringan lerengnya curam

ke dataran yang lebih rendah maka kecepatan air akan berkurang dan tiba-

tiba hilang sehingga menybabkan pengendapan pada dasar sungai. Bila

kemudian ada lereng yang terjal lagi, kecepatan akan meningkat sehingga

terjadi erosi yang menyebabkan pendalaman lembah.

c. Bentuk Alur Sungai

Aliran sungai akan menggerus bagian tepi dan dasar sungai.

Semakin besar gesekan yang terjadi maka air akan mengalir lebih lambat.

Sungai yang dalam, sempit dan permukaan dasarnya tidak kasar, aliran

airnya deras. Sungai yang lebar, dangkal dan permukaanya tidak kasar,

atau sempit, dalam tetapi permukaan dasarnya kasar maka aliran airnya

lambat.

d. Discharge

Merupakan volume air yang keluar dari suatu sungai. Proses

erosi dan transportasi terjadi karena besarnya kecepatan aliran sungai dan

discharge.

2.3.4 Pola Pengaliran ((Drainage Pattern)

Satu sungai atau lebih beserta anak sugai dan cabangnya dapat

membentuk suatu pola atau sistem tertentu yang dikenal sebagai pola

pengaliran (drainage pattern). Pola ini dapat dibedakan menjadi

beberapa macam variasi tergantung struktur batuan dan variasi

litologinya.

a. Pola pengaliran rectangular, yaitu pola pengaliran di mana anak-

anak sungainya membentuk sudut tegak lurus dengan sungai

utamanya. Pola ini biasanya terdapat pda daerah patahan yang

bersistem teratur.

b. Pola pengaliran dendritik, yaitu pola pengaliran berbentuk seperti

pohon dan cabang-cabangnya yang berarah tidak teratur. Pola ini

berkembang pada daerah dengan batuan yang resistensinya

seragam, lapisan sedimen mendatar, batuan beku massif, daerah

lipatan, dan daerah metamorf yang kompleks.

Page 17: Mapping Kelompok 5

c. Pola pengaliran sejajar/paralel, yaitu pola pengaliran yang arah

alirannya sejajar. Pola ini berkembang pada daerah yang

memppunyai kemiringan nyata, dan batuannya bertekstur halus.

d. Pola pengaliran trellis, yaitu pola pengaliran yang berbentuk seperti

daun dengan anak-anak sungai sejajar, sungai utamanya biasanya

memanjang searah dengan jurus perlapisan batuan. Pola ini banyak

dijumpai pada daerah patahan atau lipatan.

e. Pola pengaliran radial, yaitu pola pengaliran yang arahnya

menyebar ke segala arah dari suatu pusat. Umumnya berkemban

pada daerah dengan struktur kubah stadia muda, pada kerucut gunug

api, dan pada bukit-bukit ynag berbentuk kerucut.

f. Pola pengaliran annular, yaitu pola pengaliran di mana sungai atau

anak sungainya mempunyai penyebaran yang melingkar. Sering

dijumpai dapa daerah kubah berstadia dewasa.

g. Pola pengaliran multibasinal (sink hole), yaitu pola pengaliran yang

tidak sempurna, kadang tampak kadang hilang yang disebut sebagai

sungai bawah tanah. Pola ini berkembang pada daerah karst atau

betugamping.

h. Pola pengaliran contorted, yaitu pola pengaliran yang arah

alirannya berbalik dari arah semula. Pola ini terdapat pada daerah

patahan.

2.3.5. Klasifikasi Sungai dan Stadia Erosinya

Berdasarkan stadia erosinya, sungai dibedakan menjadi :

a. Sungai muda

Sungai stadia muda dicirikan oleh kemiringan dasar sungai besar,

erosi vertikal efektif, tidak terjadi pengendapan, pada lembah sungai

banyak dijumpai air terjun, dataran banjir sempit, penampang

melintang sungai berbentuk seperti huruf “V”, relatif lurus dan

mengalir di atas batuan induk, densitas sungai kecil, dan anak

sungai jarang.

Page 18: Mapping Kelompok 5

b. Sungai dewasa

Sungai stadia dewasa dicirikan oleh kemiringan dasar sungai yang

lebih kecil, erosi dan deposisi relaif kecil, erosi lateral efektif,

penampang melintang sungai berbentuk seperti huruf “U”, mulai

membentuk meander (kelokan sungai), cabang-cabang sungai sudah

mulai banyak, dan dataran banjir sudah mulai meluas.

c. Sungai tua

Sungai stadia tua dicirikan oleh kemiringan dasar sungai relatif

kecil dan hampir landai, penampang melintang sungai berbentuk

cawan, tidak terjadi erosi vertikal, tetapi erosi lateral sangat efektif,

mulai tampak danau tapal kuda (oxbow lake), bermeander, anak

sungai lebih banyak, dataran banjir luas.

Page 19: Mapping Kelompok 5

BAB III

HASIL PENGAMATAN

3.1 STA 1

Lokasi : Panji Tanggal : 2 Juni 2012

Cuaca : Cerah Waktu : 09.45

Plotting Area : NoE, NoE

Bentang Alam : Denudasional

Bentuk Lahan : Longsoran

Morfologi : Perbukitan

Dimensi : 10 x 20 m

Struktur : Perlapisan (primer), kekar (sekunder)

Strike/dip Kekar : N221oE/60o

Litologi : Lapukan batuan beku (diorit)

Slope : 83o

Tenaga Geomorfik : Endogen, eksogen

Vegetasi : Rumput, bambu

TGL : Lapangan sepak bola

Potensi (+) : Pertambangan

Potensi (-) : Longsor

Gambar :

Gambar 3.1 STA 1

LongsoranLongsoran

Page 20: Mapping Kelompok 5

Genesa : Longsoran pada daerah ini terjadi karena kondisi dari batuan di

daerah ini sudah mengalami pelapukan, karena suatu faktor

menyebabkan terjadinya longsoran. Pelapukan yang terjadi bisa

karena curah hujan yang tinggi, vegetasi yang lebat maupun aktivitas

manusia.

Page 21: Mapping Kelompok 5

3.2 STA 2

Lokasi : Desel Tanggal : 2 Juni 2012

Cuaca : Cerah Waktu : 11.55

Plotting Area : N310oE, N63oE

Bentang Alam : Struktural

Bentuk Lahan : Denudasional

Morfologi : Perbukitan dan lembah

Dimensi : 100 x 100 m

Struktur : Indikasi sesar (sekunder)

Strike/dip : -

Litologi : Lapukan batuan beku

Slope : 52o

Tenaga Geomorfik : Endogen, eksogen

Vegetasi : Pepohonan, ilalang

TGL : Pemukiman

Potensi (+) : Daerah resapan air, irigasi, pertambangan

Potensi (-) : Longsor

Gambar :

Genesa : Pada daerah ini kemungkinan ada sesar yang disebabkan oleh

adanya tenaga endogen. Bukti adanya sesar adalah adanya sungai

dan bentuk tebing yang hampir vertikal.

Page 22: Mapping Kelompok 5

3.3 STA 3

Lokasi : Ngaliyan Tanggal : 3 Juni 2012

Cuaca : Cerah Waktu : 09.30

Plotting Area : N283oE, N101oE

Bentang Alam : Denudasional

Bentuk Lahan : Creep

Morfologi : Perbukitan

Dimensi : 10 x 10 m

Struktur : Perlapisan (primer)

Litologi : Lapukan batuan beku, breksi

Slope : 76o

Tenaga Geomorfik : Endogen, eksogen

Vegetasi : Pohon singkong

TGL : Perkebunan

Potensi (+) : Perkebunan

Potensi (-) : Longsor

Gambar :

Gambar 3.3 STA 3

Genesa : Terdapat suatu gerakan tanah berupa rayapan/creep. Hal ini terjadi

karena tiang listirk tersebut berada pada bidang yang miring.

Tiang miring

Page 23: Mapping Kelompok 5

3.8 STA 8

Lokasi : Kali Simpen, Wates

Plotting area :

Tanggal : 4 Juni 2012

Waktu : 16.30 WIB

Cuaca : medung

Gambar 3.8 STA 8

Bentang alam : fluvial

Bentuk lahan : sungai

Morfologi : berbukit bergelombang

Litologi : insitu : breksi

Eksitu: batu pasir

Struktur : kekar, strike/dip : N ºE/ º

Arus : sedang

Proses transport : suspensi

Kedalaman : dangkal

Energi transport : sedang

Endapan : point bar

Erosi : lateral

Stadia : tua

Vegetasi : pohon palem , bambu

Point bar

Page 24: Mapping Kelompok 5

Potensi positif : tempat MCK

Potensi negatif : banjir

Tataguna lahan : pengairan sawah

Genesa :Sungai ini merupakan sungai stadia dewasa menuju

tua. Hal ini ditunjukkan dengan arus sungainya

sedang, sehingga pengendapan tidak terlalu tinggi.

Erosi lateral pada daerah ini lebih besar dari pada

erosi vertikalnya, dan pelapukan di sekeliling

sungai tergolong sedang. Energi transport dari

sungai ini sedang . Di pinggir sungai terdapat

material lepasan yang berasal dari hulu dan

sepanjang aliran sungai yang terbawa oleh arus

sungai, serta terdapat meander. Material ditransport

dengan suspensi.

4.9 STA 9

Lokasi : Kali Gondang

Plotting area : N 17º E dan N 189º E

Page 25: Mapping Kelompok 5

Tanggal : 6 Juni 2012

Waktu : 14.30 WIB

Cuaca : cerah

Bentang alam : fluvial

Bentuk lahan : sungai

Morfologi : bergelombang miring

Litologi : insitu :

Eksitu: batu pasir kasar, batuan beku

Struktur : -

Arus : lambat

Proses transport : suspensi

Kedalaman : dangkal

Energi transport : kecil

Endapan : point bar

Erosi : lateral

Stadia : tua

Vegetasi : bambu

Potensi positif : pengairan sawah

Potensi negatif : banjir

Tataguna lahan : tempat MCK

Genesa :Sungai ini merupakan sungai stadia tua. Hal ini

ditunjukkan dengan arus sungainya lambat,

Point bar

Page 26: Mapping Kelompok 5

sehingga pengendapan rendah. Erosi lateral pada

daerah ini lebih besar dari pada erosi vertikalnya,

dan pelapukan di sekeliling sungai tergolong

sedang. Energi transport dari sungai ini rendah. Di

pinggir sungai terdapat material lepasan yang

berasal dari hulu dan sepanjang aliran sungai yang

terbawa oleh arus sungai, serta terdapat meander.

Material ditransport dengan suspensi.

3.11 STA 11

Lokasi : Ngadirgo Tanggal : 6 Juni 2012

Cuaca : Mendung Waktu : 17.03

Plotting Area :

Bentang Alam : Denudasional

Bentuk Lahan : Longsoran

Morfologi : Lembah

Dimensi : 20 x 20 m

Struktur : -

Page 27: Mapping Kelompok 5

Strike/dip : -

Litologi : Lapukan batuan beku

Slope : 36o

Tenaga Geomorfik : Eksogen

Vegetasi : Pohon Bambu

TGL : Perkebunan

Potensi (+) : Daerah resapan air

Potensi (-) : Longsor

Gambar :

Genesa : Pada daerah ini terdapat kenampakan sebuah longsoran yag

diakibatkan oleh pergerakan tanah yang tidak stabil (labil) berupa

aliran tanah .

Page 28: Mapping Kelompok 5

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 STA 1

Stasiun pengamatan yang pertama ini berlokasi di daerah Panji yang

ditempuh dengan waktu kira-kira 75 menit dari Tembalang. Plotting area

pada stasiun pengamatan ini adalah NoE, NoE. Bentang alam yang ada pada

STA ini berupa bentang alam denudasional karena tampak adanya suatu

longsoran. Bentang alam denudasional sendiri adalah kumpulan proses yang

mana, jika dilanjutkan cukup jauh, akan mengurangi semua ketidaksamaan

permukaan bumi menjadi tingkat dasar seragam. Dalam hal ini, proses yang

utama adalah degradasi, pelapukan, dan pelepasan material, pelapukan

material permukaan bumi yang disebabkan oleh berbagai proses erosi dan

gerakan tanah.

Morfologi berupa perbukitan dengan dimensi 10 x 20 m dan memiliki

slope sebesar 83o. Tumbuh lebat vegetasi berupa rerumputan dan pohon

bambu yang merupakan salah satu faktor yang mempercepat terjadinya

pelapukan karena pelapukan yang terjadi pada stasiun pengamatan ini sudah

sangat intensif sehingga litologi yang nampak hanyalah lapukan batuan beku

(diorit). Pelapukan adalah proses perubahan keadaan fisik dan kimia suatu

batuan pada atau dekat dengan permukaan bumi. Ketika batuan tersingkap,

mereka akan menjadi subjek dari semua hasil proses pemisahan/dekomposisi

batuan insitu. Pelapukan tersebut dipengaruhi oleh pemilahan, iklim,

topografi, proses geomorfologi, vegetasi dan tata guna lahan.

Longsoran pada STA ini berupa longsoran bahan rombakan, yaitu

gerakan dari massa tanah atau hasil pelapukan batuan melalui bidang longsor

yang relatif turun secara meluncur atau menggelinding. Bidang longsor

merupakan bidang batas antara tanah dengan batuan induknya.

Terdapat kekar pada dinding tebing ini dan dilakukan pengukuran

strike/dip, didapatkan hasil sebesar N221oE/60o. Tata guna lahan berupa

Page 29: Mapping Kelompok 5

lapangan sepak bola. Potensi positif bisa dimanfaatkan untuk daerah

pertambangan sedangakan potensi negatif adalah longsor.

4.2 STA 2

Stasiun pengamatan yang kedua berlokasi di daerah Desel yang

ditempuh dengan waktu kira-kira 15 menit dari STA 1. Plotting area pada

stasiun pengamatan ini adalah N310oE, N63oE. Bentang alam yang terdapat

pada STA 2 adalah bentang alam struktural. Bentang alam struktural yaitu

bentang alam yang proses pembentukkannya dipengaruhi oleh struktur

geologi daerah yang bersangkutan.

Morfologi berupa perbukitan dengan dimensi 100 x 100 m dan

memiliki slope sebesar 52o. Vegetasi berupa ilalang dan pepohonan. Litologi

pada STA ini tidak bisa diamati secara pasti karena pengamatan dilakukan

dengan pengamatan jarak jauh. Tetapi karena vegetasi yang menutupi sangat

jarang maka terlihat litologi berupa lapukan batuan beku. Terdapat indikasi

adanya sesar pada STA ini yaitu adanya beda tinggi yang mencolok pada

daerah yang sempit, Adanya batas yang curam antara perbukitan dengan

dataran yang rendah. Sesar sendiri adalah rekahan yang telah mengalami

pergeseran.

Tata guna lahan berupa pemukiman. Potensi positifnya adalah untuk

daerah resapan air, irigasi dan pertambangan. Sedangkan potensi negatifnya

adalah longsor.

4.3 STA 3

Stasiun pengamatan yang ketiga berlokasi di daerah Ngaliyan yang

ditempuh dengan waktu kira-kira 45 menit dari Tembalang. Plotting area

pada stasiun pengamatan ini adalah N283oE, N101oE. Bentang alam yang ada

pada STA ini berupa bentang alam denudasional karena tampak adanya suatu

rayapan/creep. Bentang alam denudasional sendiri adalah kumpulan proses

yang mana, jika dilanjutkan cukup jauh, akan mengurangi semua

ketidaksamaan permukaan bumi menjadi tingkat dasar seragam. Dalam hal

Page 30: Mapping Kelompok 5

ini, proses yang utama adalah degradasi, pelapukan, dan pelepasan material,

pelapukan material permukaan bumi yang disebabkan oleh berbagai proses

erosi dan gerakan tanah.

Morfologi berupa perbukitan dengan dimensi 10 x 10 m dan memiliki

slope sebesar 76o. Vegetasi berupa pohon singkong. Litologi berupa breksi

dan terdapat juga diorit yang telah mengalami pelapukan. Pelapukan adalah

proses perubahan keadaan fisik dan kimia suatu batuan pada atau dekat

dengan permukaan bumi. Ketika batuan tersingkap, mereka akan menjadi

subjek dari semua hasil proses pemisahan/dekomposisi batuan insitu.

Pelapukan tersebut dipengaruhi oleh pemilahan, iklim, topografi, proses

geomorfologi, vegetasi dan tata guna lahan.

Creep pada STA ini terlihat sangat jelas, karena ada tiang listrik yang

miring pada daerah yang miring. Creep merupakan gerakan tanah yang

memiliki kecepatan sangat lambat. Tidak dapat dilihat, hanya akibatnya kan

tampak pada tiang listrik yang miring contohnya.

Tata guna lahan berupa perkebunan singkong. Potensi positif bisa

dimanfaatkan untuk daerah perkebunan sedangakan potensi negatif adalah

longsor.

4.4 STA 4 LP 1

STA 4 LP 1 berada di daerah Kali Ngaliyan. STA 4 LP 1 ditempuh

lebih kurang 10 menit dari STA 3. Daerah ini merupakan daerah yang

berbentang alam fluvial dengan bentuk lahannnya yang struktural dimana

memiliki morfologi berupa berbukit bergelombang.

Pertama kali yang dilakukan pada saat di lapangan adalah plotting area,

dimana didapatkan data plotting areanya yaitu N 283° E. Litologi yang berada

di tepi sungai (insitu) adalah batu breksi dimana ukuran semennya berupa

pasir halus (fine sand) dan fragmennya yang berukuran kerakal (pebble).

Selain itu, terdapat juga batu konglomerat yang berukuran berangkal (couble).

Setelah itu terdapat juga material-material yang terbawa oleh air sungai

(eksitu) berupa batu breksi vulkanik. Struktur yang terdapat di tepi sungai

Page 31: Mapping Kelompok 5

berupa sesar mendatar (strike slip fault) dextral yaitu sesar yang arah

pergerakannya searah dengan arah perputaran jarum jam (sesar mendatar

menganan) dengan strike/dip yaitu N 263° E/52°. Selain itu terdapat juga

struktur kekar dimana strike/dipnya yaitu N 127° E/89°.

STA 4 LP 1 ini terjadi proses geomorfik dimana berlangsung tenaga

endogen dan juga tenaga eksogen berupa pelapukan.

Sungai ini terdapat cabang-cabang (dalam skala kecil). Sungai ini

tingkat pelapukan atau erosinya lebih besar dari tingkat pengendapan. Erosi

pada sungai ini berupa erosi vertikal yang membuat sungai makin lama akan

semakin dalam yang disebabkan oleh pengikisan atau penggerusan pada dasar

sungai, dimana ditandai dengan sungai yang cukup dalam.. Material-material

yang terdapat pada sungai ini berukuran cukup besar. Berdasarkan

pengamatan, proses transportasi sungai ini termasuk ke dalam suspensi

dimana terlihat proses pengangkutan material secara mengambang dan

bercampur dengan air sehingga menyebabkan air sungai menjadi keruh.

Kedalaman pada bagian hilirnya ± 30 cm dengan kecepatan aliran sungai 0,4

m/s. Berdasarkan data-data yang didapatkan, sungai ini memiliki stadia muda

menuju dewasa.

STA 4 LP 1 ini memiliki vegetasi berupa pepohonan bambu dimana

tata guna lahannya sebagai tempat MCK (Mandi Cuci Kakus). Daerah ini

memiliki potensi positif yaitu berupa daerah irigasi. Selain dampak positif,

sungai ini mempunyai dampak negatif berupa banjir

4.5 STA 4 LP 2

STA 4 LP 2 ini berupa bentang alam fluvial dengan bentuk lahannnya

yang sungai dimana memiliki morfologi berupa berbukit bergelombang yang

berada di daerah Kali Ngaliyan. STA 4 LP 2 ditempuh lebih kurang 3 menit

dari STA 4 LP 1.

Litologi yang berada di tepi sungai (insitu) adalah batu breksi dimana

ukuran semennya berupa pasir halus (fine sand) dan fragmennya yang

berukuran kerakal (pebble). Selain itu, terdapat juga batu konglomerat yang

Page 32: Mapping Kelompok 5

berukuran berangkal (couble). Struktur yang terdapat di tepi sungai berupa

sesar mendatar (strike slip fault) sinistral yaitu sesar yang arah pergeserannya

berlawanan arah dengan arah perputaran jarum jam (sesar mendatar mengiri)

dengan strike/dip yaitu N 223° E/34°.

STA 4 LP 2 ini terjadi proses geomorfik dimana berlangsung tenaga

endogen dan juga tenaga eksogen. Sungai ini terdapat cabang-cabang (dalam

skala kecil). Sungai ini tingkat pelapukan atau erosinya lebih besar dari

tingkat pengendapan. Erosi pada sungai ini berupa erosi vertikal yang

ditandai dengan sungai yang cukup dalam dimana arus sungainya yang relatif

tenang. Material-material yang terdapat pada sungai ini berukuran cukup

besar. Berdasarkan penelitian, kedalam pada bagian hilirnya ± 40 cm dengan

kecepatan aliran sungai 0,1 m/s. Berdasarkan data-data yang didapatkan,

sungai ini memiliki stadia muda menuju dewasa.

STA 4 LP 2 ini memiliki tata guna lahan sebagai tempat lahan

perkebunan, dan juga memiliki potensi positif yaitu berupa daerah irigasi.

Selain dampak positif, sungai ini mempunyai dampak negatif berupa banjir.

4.6 STA 4 LP 3

STA 4 LP 3 ini berupa bentang alam fluvial dengan bentuk lahannnya

yang struktural dimana memiliki morfologi berupa berbukit bergelombang

yang berada di daerah Kali, Ngaliyan. STA 4 LP 3 ditempuh lebih kurang 3

menit dari STA 4 LP 2.

Litologi yang berada di tepi sungai (insitu) adalah batu breksi dimana

ukuran semennya berupa pasir halus dan fragmennya yang berukuran krakal.

Selain itu, terdapat juga batu konglomerat yang berukuran berangkal. Struktur

yang terdapat di tepi sungai berupa lipatan.

STA 4 LP 3 ini terjadi proses geomorfik dimana berlangsung tenaga

endogen dan juga tenaga eksogen. Sungai ini terdapat cabang-cabang (dalam

skala kecil). Sungai ini tingkat pelapukan atau erosinya lebih besar dari

tingkat pengendapan. Erosi pada sungai ini berupa erosi vertikal yang

membuat sungai makin lama akan semakin dalam yang disebabkan oleh

Page 33: Mapping Kelompok 5

pengikisan atau penggerusan pada dasar sungai, dimana ditandai dengan

sungai yang cukup dalam. Material-material yang terdapat pada sungai ini

berukuran cukup besar. Berdasarkan data-data yang didapatkan, sungai ini

memiliki stadia muda menuju dewasa.

STA 4 LP 3 ini memiliki tata guna lahan sebagai tempat MCK (Mandi

Cuci Kakus), dan juga memiliki potensi positif yaitu berupa daerah irigasi.

Selain dampak positif, sungai ini mempunyai dampak negatif berupa banjir.

4.7 STA 5

STA 5 ini berupa bentang alam denudasional dengan bentuk lahannnya

yang fluvial dimana memiliki morfologi berupa berbukit bergelombang yang

berada di daerah Kali. STA 5 ditempuh lebih kurang 15 menit dari STA 4 LP

3.

STA 5 ini terjadi proses geomorfik dimana berlangsung tenaga endogen

dan juga tenaga eksogen. Sungai ini terdapat cabang-cabang (dalam skala

kecil). Sungai ini tingkat pelapukan atau erosinya lebih besar dari tingkat

pengendapan. Material-material yang terdapat pada sungai ini berukuran

cukup besar. Berdasarkan penelitian, kedalam pada bagian hilirnya ± 10 cm.

STA 5 ini memiliki tata guna lahan sebagai lahan perkebunan, dan juga

memiliki potensi positif yaitu berupa daerah irigasi. Selain dampak positif,

sungai ini mempunyai dampak negatif berupa banjir.

4.8 STA 6

Kesampaian daerah pada STA 6 + 15 menit dari STA 5. Cuaca pada

lokasi tersebut mendung. Bentang alam pada STA tersebut merupakan

bentang alam denudasional dengan bentuk lahan denudasional akibat dari

aktivitas manusia. Morfologi pada STA tersebut berupa perbukitan terjal.

Bidang Erosi

Page 34: Mapping Kelompok 5

Gambar 4.1 STA 6

Bentuk lahan denudasional hasil dari aktivitas manusia tersebut terlihat

bidang erosi. Pada singkapan tersebut terlihat adanya ketidakselarasan berupa

disconformity terjadi ketika sedimentasi terhenti untuk waktu yang sangat

lama, sampai-sampai lapisan batuan yang terakhir terbentuk tergerus oleh

erosi. Dengan kata lain, ciri khas ketidakselarasan jenis disconformity

adalah adanya bidang erosi. Litologi dari STA 6 berupa batupasir halus (1/8 –

¼ mm).

Potensi positif dari sungai tersebut berupa daerah resapan air.

Sedangkan potensi negatifnya dapat terjadi longsor. Berdasarkan keadaan

sekitar di lokasi pengamatan, tata guna lahan dari sungai tersebut yaitu

sebagai situs pertambangan.

4.9 STA 7

STA 7 terletak di Kali Kreo, kesampaian daerah pada STA 7 + 15 menit

dari STA 6. Cuaca pada lokasi tersebut mendung. Bentang alam pada STA

tersebut merupakan bentang alam fluvial dengan bentuk lahan fluvial berupa

sungai. Morfologi pada STA tersebut berupa perbukitan bergelombang.

Sungai tersebut memiliki point bar, erosi yang terdapat pada sungai

tersebut merupakan erosi lateral dan vertikal. Arus pada sungai tersebut

tergolong sedang. Proses transportasi yang terjadi berupa rolling dan traksi.

Berdasarkan ciri-ciri yang ditunjukkan maka dapat diinterpretasikan bahwa

sungai tersebut dalam stadia dewasa.

Genesa dari sungai tersebut dapat diperkirakan berasal dari zona lemah

pada daerah tersebut. Zona lemah tersebut muncul akibat adanya aktivitas

lempeng tektonik, sehingga tenaga endogen menghasilkan struktur pada

sekitar daerah tersebut. Sehingga daerah yang terkenai struktur memiliki zona

lemah. Zona lemah tersebut mudah diterobos oleh air, sehingga terbentuklah

bentuk lahan fluvial berupa sungai.

Litologi eksitu dari sungai tersebut berupa breksi vulkanik. Litologi

eksitu dari sungai tersebut didapatkan melalui material yang terendapkan di

Page 35: Mapping Kelompok 5

pointbar. Sedangkan litologi insitunya berupa konglomerat dan batulempung.

Vegetasi yang terdapat pada STA 7 berupa pohon bambu dan pisang, serta

ilalang.

Potensi positif dari sungai tersebut berupa PLTA. Sedangkan potensi

negatifnya dapat terjadi banjir. Berdasarkan keadaan sekitar di lokasi

pengamatan, tata guna lahan dari sungai tersebut yaitu sebagai waduk.

4.8 STA 8

STA 8 berada di daerah Wates tepatnya di Kali Simpen, Semarang.

STA 8 ditempuh dalam waktu ±85 menit dari kampus Universitas

Diponegoro. Morfologi daerah ini berupa sungai, lebar dari sungai kira – kira

5 meter dengan kedalam 50 cm - 100 cm, bentuk sungainya lurus dengan

sebuah meander. Sungai di STA 8 mengalir ke arah utara.

Litologi yang berada di tepi sungai, adalah breksi dengan ukuran

bongkah (< 256 cm) untuk litologi insitu,sedangkan untuk litologi eksitunya

adalah batu pasir kasar. Struktur yang terdapat di tepi sungai merupakan

struktur sekunder yaitu kekar.

Aliran air sungai di STA 8 terlihat sedang. Hal ini terjadi karena

gradien dasar sungai pada STA 8 kecil sehingga air mengalir tidak terlalu

deras. Selain sungai ini cenderung mengendapkan daripada mengerosi.

Sungai mengalir kearah barat.

Produk yang dihasilkan dari bentuk lahan fluvial ini berupa point bar

yang berada dipinggir kali yang terbentuk akibat melemahnya energi

transport pada aliran air sehingga tidak mampu membawa material dan

terendapkan didaerah tersebut.

Batuan disepanjang aliran sungai ini resistensinya rendah sehingga

material yang tererosi cukup banyak dan terbawa air sungai sehingga

membuat air menjadi lebih keruh (cara transportasinya tergolong suspensi).

Endapan material yang dibawa oleh sungai ini halus karena energi

transportasinya yang tidak terlalu besar sehingga material yang dapat terbawa

Page 36: Mapping Kelompok 5

pun kecil. Berdasarkan hasil pengamatan di atas, maka sungai yang berada di

STA 8 termasuk sungai dengan stadia tua.

Potensi positif dari STA 8 adalah tempat MCK. Sedangkan dampak

negatifnya berupa banjir. Tata guna lahannya berupa pengairan sawah.

4.9 STA 9

STA 9 berada di daerah Kali Gondang, Semarang. STA 9 ditempuh

dalam waktu 14.30 menit dari kampus Universitas Diponegoro. Morfologi

daerah ini berupa sungai, lebar dari sungai kira – kira 4 meter dengan

kedalam ±60 cm, bentuk sungainya lurus dengan satu meander. Sungai di

STA mengalir ke arah barat.

Litologi yang berada di tepi sungai, adalah untuk litologi

insitu,sedangkan untuk litologi eksitunya adalah pasir dan batuan beku.

Aliran air sungai di STA 9 terlihat lambat. Hal ini terjadi karena slope pada

dasar sungai pada STA 9 kecil sehingga air mengalir lambat. Selain sungai

ini cenderung mengendapkan material yang dibawanya.

Produk yang dihasilkan dari bentuk lahan fluvial ini berupa point bar

yang berada dipinggir kali. Endapan ini terbentuk akibat melemahnya energi

transport pada aliran air sehingga tidak mampu membawa material dan

terendapkan didaerah tersebut.

Pada kali ini terdapat meander yang terjadi akibat pergerakan dari aliran

air sungai yang menggerus zona lemah dan terpengaruh akibat dari gaya

sentrifugal. Erosi lateral pada daerah ini lebih besar dari pada erosi vertikal.

Berdasarkan hasil pengamatan di atas, maka sungai yang berada di STA 9

termasuk sungai dengan stadia dewasa menuju tua.

Potensi positif dari STA 9 adalah pengairan .Selain dampak negatifnya

dampak negatif berupa banjir. Dan tata guna lahannya MCK.

4.10 STA 10

Stasiun pengamatan yang ke sepuluh atau yang terakhir ini berlokasi di

daerah Ngadirga yang ditempuh dengan waktu kira-kira menit dari

Page 37: Mapping Kelompok 5

Tembalang. Plotting area pada stasiun pengamatan ini adalah . Bentang alam

yang ada pada STA ini berupa bentang alam denudasional karena tampak

adanya suatu aliran dari material hasil rombakan pada daerah tersebut. Hal

tersebut dikarenakan pengaruh dari adanya aliran air dari bagian atas dan

pengaruh gravitasi.

Morfologi berupa perbukitan dengan dimensi 20 x 20 m dan memiliki

slope sebesar 36o. Vegetasi berupa pohon bambu. Litologi yang dapat diamati

dari jarak jauh adalah batuan beku yang terlapukkan. Pelapukan ini sendiri

dikarenakan pengaruh dari reaksi kimia yang berasal dari air hujan yang

menghasilkan larutan asam yang mampu melapukkan batuan beku tersebut.

Aliran tanah pada STA ini terlihat jelas dari kemiringan tanah yang

membentuk seperti aliran. Tata guna lahan berupa perkebunan pepaya.

Potensi positif bisa dimanfaatkan untuk daerah perkebunan sedangakan

potensi negatif adalah longsor.