mapping kelompok 5
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Maksud
Mengetahui kenampakan bentang alam di daerah Ngaliyan, Semarang.
Mengetahui morfogenesa dan tenaga pembentuk bentang alam di daerah
Ngaliyan, Semarang.
Mengetahui jenis litologi yang terdapat pada bentang alam di daerah
Ngaliyan, Semarang.
Menentukan tata guna lahan dan potensi bentang alam di daerah Ngaliyan,
Semarang.
1.2 Tujuan
Dapat mengetahui kenampakan bentang alam di daerah Ngaliyan,
Semarang.
Dapat mengetahui morfogenesa dan tenaga pembentuk bentang alam di
daerah Ngaliyan, Semarang.
Dapat mengetahui jenis litologi yang terdapat pada bentang alam di daerah
Ngaliyan, Semarang.
Dapat menentukan tata guna lahan dan potensi bentang alam di daerah
Ngaliyan, Semarang.
1.2 Waktu Pelaksanaan Praktikum
Hari, tanggal : Sabtu, 2 Juni 2012
Waktu : Pukul 08.00 – 14.30 WIB
Hari, tanggal : Senin, 4 Juni 2012
Waktu : Pukul 15.00 – 18.00 WIB
Hari, tanggal : Selasa, 5 Juni 2012
Waktu : Pukul 11.30 – 17.00 WIB
Hari, tanggal : Rabu, 6 Juni 2012
Waktu : Pukul 13.00 – 17.00 WIB
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Bentang Alam Struktural
2.1.1 Pendahuluan
Bentang alam struktural adalah bentang alam yang
pembentukannya dikontrol oleh struktur geologi daerah yang
bersangkutan. Struktur geologi yang paling berpengaruh terhadap
pembentukan morfologi adalah struktur geologi sekunder, yaitu
struktur yang terbentuk setelah batuan itu ada.
2.1.2 Macam-macam Bentang Alam Struktural
Bentang alam struktural dapat dikelompokkan berdasarkan
struktur yang mengontrolnya. Srijono (1984, dikutip Widagdo, 1984),
menggambarkan klasifikasi bentang alam struktural berdasarkan
struktur geologi pengontrolnya menjadi 3 kelompok utama, yaitu
dataran, pegunungan lipatan dan pegunungan patahan. Pada dasarnya
struktur geologi yang ada tersebut dapat ditafsirkan keberadaannya
melalui pola ataupun sifat dari garis kontur pada peta topografi.
Bentang alam dengan Struktur Mendatar (Lapisan Horisontal)
Menurut letaknya (elevasinya)dataran dapat dibagi menjadi dua:
1. Dataran rendah, adalah dataran yang memiliki elevasi antara 0-500
kaki dari muka air laut.
2. Dataran tinggi(plateau/high plain ), adalah dataran yang
menempati elevasi lebih dari 500 kaki diatas muka air laut.
Kenampakan-kenampakan bentang alam pada kedua dataran tersebut
hampir sama, hanya dibedakan pada reliefnya saja. Pada daerah
berstadia muda terlihat datar dan dalam peta tampak pola kontur yang
sangat jarang. Pada daerah yang berstadia tua, sering dijumpai dataran
yang luas dan bukit-bukit sisa (monadnock), yang sering dijumpai
mesa dan butte. Perbedaan mesa dengan butte adalah mesa
mempunyai diameter (d) lebih besar dibandingkan dengan
ketinggiannya (h). Sedangkan butte sebaliknya.
Gambar 2.1. Kenampakan mesa dan butte
Bentang Alam dengan Struktur Miring
Hampir semua lapisan diendapkan dalam posisi yang mendatar.
Sedimen yang mempunyai kemiringan asal diendapkan pada dasar
pengendapan yang sudah miring, seperti pada lereng gunung api dan
disekitar terumbu karang. Kemiringan lapisan sedimen yang demikian
disebut kemiringan asal dengan sudut maksimum 350 (Tjia, 1987).
Berdasarkan besarnya sudut kemiringan dari kedua lerengnya,
terutama yang searah dengan kemiringan lapisan batuannya, bentang
alam ini dapat dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Cuesta. Pada cuesta sudut kemiringan antara kedua sisi lerengnya
tidak simetri dengan sudut lereng yang searah perlapisan batuan,
landai pada arah sebaliknya sehingga terlihat tidak simetri.
2. Hogback. Pada hogback, sudut antara kedua sisinya relatif sama,
dengan sudut lereng yang searah perlapisan batuan sekitar 450.
Bentang Alam dengan Stuktur Lipatan
Lipatan terjadi karena adanya lapisan kulit bumi yang mengalami
gaya kompresi (gaya tekan). Pada suatu lipatan yang sederhana,
bagian punggungan disebut dengan antiklin, sedangkan bagian
lembah disebut sinklin.
Unsur-unsur yang terdapat pada struktur ini dapat diketahui dengan
menafsirkan kedudukan lapisan batuannya. Kedudukan lapisan
dh
dh
dh
dh
batuan(dalam hal ini arah kemiringan lapisan batuan) pada peta
topografi, akan berlawanan arah dengan bagian garis kontur.
Gambar 2.2. Kenampakan beberapa bentang alam structural
Struktur Antiklin dan Sinklin
Pada prinsipnya penafsiran pada kedua struktur ini berdasarkan atas
kenampakan fore slope/antidip slope dan back slope/dipslope yang
terdapat secara berpasangan. Bila antidip slope saling berhadapan
(infacing scarp), maka terbentuk lembah antiklin, sedangkan apabila
yang saling berhadapan adalah back slope/dipslope, disebut lembah
sinklin.
Struktur antiklin dan sinklin menunjam
Struktur ini merupakan kelanjutan atau perkembangan dari
pegunungan lipatan satu arah (cuesta dan hogback) dan dua arah
(sinklin dan antiklin). Bila tiga fore slope saling berhadapan maka
disebut sebagai lembah antiklin menunjam. Sedangkan bila tiga back
slope saling berhadapan maka disebut sebagai lembah sinklin
menunjam.
Gambar 2.3. Sketsa dan contoh pola garis kontur pada struktur (a) sinklin dan (b)
antiklin menunjam.
Struktur lipatan tertutup
Kubah
1. Kedudukan lapisan miring ke arah luar (fore slope ke arah dalam).
2. Mempunyai pola kontur tertutup
3. Pola penyaluran radier dan berupa bukit cembung pada stadia
muda
4. Pada stadia dewasa berbentuk lembah kubah dengan pola
penyaluran annular.
Cekungan
1. Kedudukan lapisan miring ke dalam (back slope ke arah dalam)
2. Mempunyai pola kontur tertutup
3. Pada stadia muda pola penyalurannya annular.
Gambar 2.4. Sketsa dan contoh pola kontur pada struktur lipatan tertutup (a). kubah/dome
(b). cekungan/basin.
Bentang Alam dengan Struktur Patahan
Patahan (sesar) terjadi akibat adanya gaya yang bekerja pada kulit
bumi, sehingga mengakibatkan adanya pergeseran letak kedudukan
lapisan batuan. Berdasarakan arah gerak relatifnya, sesar dibagi
menjadi 5, yaitu:
Ciri umum dari kenampakan morfologi bentang alam struktural
patahan, yaitu :
a. Beda tinggi yang menyolok pada daerah yang sempit.
b. Mempunyai resistensi terhadap erosi yang sangat berbeda pada
posisi/elevasi yang hampir sama.
c. Adanya kenampakan dataran/depresi yang sempit memanjang.
d. Dijumpai sistem gawir yang lurus(pola kontur yang lurus dan
rapat).
e. Adanya batas yang curam antara perbukitan/ pegunungan dengan
dataran yang rendah.
f. Adanya kelurusan sungai melalui zona patahan, dan membelok
tiba-tiba dan menyimpang dari arah umum.
g. Sering dijumpai(kelurusan) mata air pada bagian yang
naik/terangkat
h. Pola penyaluran yang umum dijumpai berupa rectangular, trellis,
concorted serta modifikasi ketiganya.
i. Adanya penjajaran triangular facet pada gawir yang lurus.
2.2 Bentang Alam Denudasional
2.2.1 Pendahuluan
Denudasi adalah kumpulan proses yang mana, jika dilanjutkan
cukup jauh, akan mengurangi semua ketidaksamaan permukaan bumi
menjadi tingkat dasar seragam.
Proses yang mendorong terjadinya degradasi:
1. Pelapukan, produk dari regolith dan saprolite ( bahan rombakan
dan tanah)
2. Transport, yaitu proses perpindahan bahan rombakan terlarut dan
tidak terlarut karena erosi dan gerakan tanah.
2.2.2 Pelapukan
Pelapukan merupakan proses perubahan keadaan fisik dan
kimia suatu batuan pada atau dekat dengan permukaan bumi (tidak
termasuk erosi dan pengangkutan hasil perubahan itu).
Tipe proses pelapukan pada kenyataan dan tingkat
aktivitasnya dipengaruhi oleh :
a. Sort / pemilahan
b. Iklim
c. Topografi / morfologi
d. Proses geomorfologi
e. Vegetasi dan tata guna lahan
2.2.3 Erosi Air Permukaan
Erosi adalah suatu kelompok proses terlepasnya material
permukaan bumi hasil pelapukan yang dipengaruhi tenaga air, angin,
dan es.
Erosi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
Erosi normal, terjadi secara alamiah dengan laju penghancuran dan
pengangkutan tanahnya sangat lambat sehingga memungkinkan
kesetimbangan antara proses penghancuran dan pengangkutan
dengan proses pembentukan tanah.
Erosi dipercepat, terjadi akibat pengaruh manusia sehingga laju
erosi jauh lebih besar daripada pembentukan tanah.
Berdasarkan bentukannya, erosi dapat dibedakan menjadi 5
macam, antara lain :
Erosi percik, merupakan tahap pertama dari hujan yang
menyebabkan erosi.
Erosi lembar, adalah pengangkutan lapisan tanah yang merata
tebalnya dari suatu permukaan bidang tanah.
Erosi alur, terjadi pada tanah yang tidak rata, maka air akan
terkonsentrasi dan mengalir pada tempat – tempat yang rendah
sehingga pemindahan tanah lebih banyak terjadi pada tempat –
tempat tersebut.
Erosi parit, prosesnya sama dengan erosi alur, tetapi saluran –
saluran yang terbentuk sudah dalam.
Faktor – faktor yang mempengaruhi erosi antara lain :
Iklim
Di daerah tropika basah, faktor iklim yang mempengaruhi erosi
adalah hujan, terutama besarnya curah hujan, intensitas dan
distribusi hujan, kecepatan jatuh butir hujan, besar butiran hujan.
Relief
Dua unsur yang berpengaruh adalah kemiringan lereng dan
panjang lereng. Kemiringan lereng akan memperbesar jumlah
aliran permukaan sehingga memperbesar kekuatan angkut air.
Vegetasi
Vegetasi akan berpengaruh terhadap aliran permukaan dan erosi.
Aspek pengaruh tersebut adalah :
1. Intersepsi hujan oleh tajuk, sehingga mengurangi jumlah hujan di
permukaan tanah.
2. Mengurangi kecepatan aliran permukaan dan kekuatan perusak air.
3. Pengaruh akar dan kegiatan biologi terhadap ketahanan struktur
tanah dan infiltrasi.
4. Pengaruh terhadap porositas tanah menjadi lebih besar.
5. Peristiwa transpirasi yang dapat mengurangi kandungan air tanah
sehingga yang datang kemudian dapat masuk ke dalam tanah lagi.
Tanah
Sifat tanah yang berpengaruh terhadap laju erosi adalah tekstur,
struktur, bahan organik, kedalaman tanah, dan sifat – sifat lapisan
bawah. Tekstur dan struktur tanah tidak berdiri sendiri tetapi saling
berhubungan.
Manusia
Di sini dapat berpengaruh positif dan negatif. Yang negatif apabila
menjadikan erosi lebih besar, contohnya penggundulan hutan,
sistem huma, dan sebagainya. Tindakan yang positif misalnya
penghutanan, pembuatan bangunan – bangunan pencegah erosi,
tindakan konservasi tanah, dsb.
2.2.4 Gerakan Tanah
Gerakan tanah adalah perpindahan massa tanah atau batuan
pada arah tegak, datar, atau miring dari kedudukannya semula, yang
terjadi bila ada gangguan kesetimbangan pada saat itu.
Ada empat jenis utama gerakan massa :
1. Falls [runtuhan]
Ada 3 macam, yaitu :
Runtuhan batuan
Suatu massa batuan yang jatuh ke bawah karena terlepas dari
batuan induknya. Terjadi pada tebing – tebing yang terjal.
Gerakannya ekstrim cepat.
Runtuhan tanah
Seperti pada runtuhan batuan, hanya saja yang jatuh ke bawah
berupa massa tanah. Gerakannya sangat cepat.
Runtuhan bahan rombakan
Seperti pada runtuhan batuan, hanya saja yang jatuh ke bawah
berupa massa bahan tombakan. Gerakannya sangat cepat.
2. Slides [longsoran]
Ada 4 macam, yaitu :
Nendatan [slump]
Gerakan yang terputus – putus atau tersendat – sendat dari
massa tanah atau batuan ke arah bawah dalam jarak yang
relatif pendek, melalui bidang lengkung dengan kecepatan
ekstrim lambat sampai agak cepat.
Blok glide
Gerakan turun ke bawah dari massa tanah atau batuan yang
berupa blok dengan kecepatan lambat sampai agak cepat.
Longsoran batuan
Gerakan massa batuan ke arah bawah yang biasanya melalui
bidang perlapisan, rekahan – rekahan, bidang sesar. Kecepatan
gerakan amat lambat sampai cepat.
Longsoran bahan rombakan
Gerakan massa tanah atau hasil pelapukan batuan melalui
bidang longsor yang relatif turun secara meluncur atau
menggelinding.
3. Flows [aliran]
Ada 6 macam, yaitu :
Aliran tanah
Gerakan dari massa tanah secara mengalir dengan kecepatan
lambat sampai cepat.
Aliran fragmen batuan
Gerakan secara mengalir dari massa batuan yang berupa
fragmen – fragmen dengan kecepatan ekstrim cepat dan
kering.
Sand run
Gerakan dari massa pasir secara mengalir dengan kecepatan
cepat sampai sangat cepat dalam keadaan kering.
Loess flow [dry]
Aliran loess kering, massa yang mengalir berupa loes yang
sangat kering.
Debris avalanche
Gerakan bahan rombakan dalam keadaan agak basah dengan
kecepatan sangat cepat sampai ekstrim cepat.
Sand flow dan Silt flow
Seperti pada sand run, hanya di sini dalam keadaan basah.
4. Kompleks
Merupakan gabungan dari berbagai macam gerakan tanah.
Gerakan tanah yang lain yaitu :
Creep
Aliran massa tanah [batuan] yang ekstrim lambat, tidak dapat
dilihat, hanya akibatnya akan tampak seperti tiang listrik,
pohon bengkok. Contoh : rock creep, soil creep, talus creep.
Amblesan
Gerakan ke arah bawah yang relatif tegak lurus, yang
menyangkut material permukaan tanah atau batuan tanpa
gerakan ke arah mendatardan tidak ada sisi yang bebas.
Dengan demikian penyebab terjadinya gerakan tanah adalah :
1. Kemiringan tanah
2. Jenis batuan / tanah
3. Struktur geologi
4. Curah hujan
5. Penggunaan tanah dan pembebanan massa
6. Getaran
- Gempabumi
- Lalulintas
2.2.5 Beberapa bentuklahan degradasi
a. Footslopes
b. Inselberg/ pemandangan bersifat sisa
c. Peneplain
2.2.6 Beberapa Bentuklahan Agradasi
a. Kipas
b. Lembah Infilled.
2.3. Pengertian Bentang Alam Fluvial
2.3.1 Pendahuluan
Bentang alam fluvial adalah bentang alam hasil dari proses
kimia maupun fisika yang menyebabkan perubahan bentuk muka bumi
karena pengaruh air permukaan (proses fluvial). Air permukaan dapat
berupa sungai yang mengalir di bukit-bukit (sheet water).
Pada proses fluvial ini akan menghasilkan suatu bentang alam
yang khas sebagai tingkah laku air yang mengalir di permukaan.
Bentang alam yang dibentuk dapat terjadi karena proses erosi maupun
karena proses sedimentasi yang dilakukan oleh air permukaan.
2.3.2 Proses Fluvial
Proses fluvial dibedakan menjadi 3, yaitu :
a. Proses erosi
Menurut Sukmana, 1979, proses erosi adlah suatu proses
atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan tanah yang disebabkan
oleh pergerakan air atau angin. Sedangkan Arsyad, 1982,
mendefinisikan proses erosi sebagai peristiwa pindahnya atau
terangkutnya tanah atau bagia-bagian tanah dari suatu tempat ke
tempat lain oleh media alami.
Menurut Holy, 1980, berdasarkan agen penyebabnya, erosi
dibagi menjadi empat macam, yaitu erosi oleh air, erosi oleh angin,
erosi oleh gletser dan erosi oleh salju. Dalam bentang alam ini,
agen penyebab erosi yang paling dominan adalah air. Sungai dapat
mengerosi batuan sedimen yang dilaluinya, memotong lembah,
memperdalam dan memperlebar sungai dengan cara-cara :
Quarrying, yaitu pendongkelan batu yang dilaluinya.
Abrasi, yaitu penggerusan terhadap batuan yang
dilewatinya.
Scouring, yaitu penggerusan dasar sungai akibat adanya
ulakan sungai, misalnya pada daerah cut off slope.
Korosi, yaitu terjadinya reaksi terhadap batuan yang
dilaluinya.
Hydraulic action, yaitu kemampuan air untuk mengangkat
dan memindahkan batuan atau material-material sedimen
dengan gerakan memutar sehingga batuan pecah dan
kehilangan fragmen.
Solution, yaitu pengangkutan material larut dalam air dan
membentuk larutan kimia.
Berdasarkan arahnya, erosi dapat dibedakan menjadi :
Erosi kearah hulu ( head ward erotion) adalah erosi yang
terjadi pada ujung sungai.
Erosi vertikal, erosi yang arahnya tegak dan cenderung
terjadi pada daerah bagian hulu pada sungai dan
menyebabkan terjadinya pendalaman lembah sungai.
Erosi lateral, yaitu erosi yang arahnya mendatar dan
dominan terjadi pada daerah tengah sungai yang
menyebabkan bertambah lebar dan panjang sungai.
Erosi yang berlangsung terus hingga suatu saat akan
mencapai batas dimana air sungai sudah tidak lagi mampu
mengerosi lagi (erition base lavel). Erotion base level ini dapat
dibagi menjadi ultimate base level (yang base level-nya berupa
laut) dan temporary base level (base level-nya lokal seperti
danaudan rawa.
Intensitas erosi pada suatu sungai berbanding lurus dengan
kecepatan aliran sungai tersebut. Erosi akan lebih efektif bila
media yang bersangkutan mengangkut bermacam-macam material.
Erosi memiliki tujuan akhir meratakan sehingga mendekati
ultimate base level.
b. Proses transportasi
Proses transportasi adalah proses perpindahan /
pengangkutan material yang diakibatkan oleh tenaga kinetis yang
ada pada sungai sebagai efek dari gaya gravitasi. Sungai
mengangkut material hasil erosinya dengan berbagai cara.
Traksi, yaitu material yang diangkut akan terseret pada
dasar sungai.
Rolling, yaitu material akan terangkut dengan cara
menggelinding di dasara sungai.
Saltasi, yaitu material yang terangkut mengambang lalu
kembali tenggelam seolah-olah meloncat.
Suspensi, yaitu proses pengangkutan material secara
mengambang dan bercampur dengan air sehingga
menybabkan air menjadi keruh.
Solution, yaitu pengangkutan material larut dalam air dan
membentuk larutan kimia.
c. Proses pengendapan
Proses sedimentasi adalah proses pengendapan mateial
karena aliran sungai tidak mampu lagi mengangkut material yang
dibawanya. Apabila tenaga angkut berkurang, maka material yang
berukuran besara dan lebih berat akan terendapkan terlebih dahulu,
baru kemudian material yang lebih halus dan ringan.
Bagian sungai yang paling efektif unutk proses pengendapan
ini adalah bagian hilir atau pada bagian slip of slope pada kelokan
sungai, karena biasanya pada bagian kelokan ini terjadi
pengurangan energi yang cukup besar.
Ukuran material yang diendapkan berbanding lurus dengan
besarnya energi pengangkut, sehingga semakin ke arah hilir, energi
semakin kecil, material yang diendapkan pun semakin halus.
2.3.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Erosi dan
Sedimentasi
a. Kecepatan Aliran Sungai
Kecepatan aliran sungai maksimal pada tengah alur sungai, bila
membelok maka kecepatan maksimal ada pada daerah cut off slope
(terjadi erosi) karena gaya sentrifugal. Pengendapan terjadi jika kecepatan
sungai menurun atau bahkan hilang.
b.Gradien/ Kemiringan Lereng Sungai
Bila air mengalir dari sungai yang kemiringan lerengnya curam
ke dataran yang lebih rendah maka kecepatan air akan berkurang dan tiba-
tiba hilang sehingga menybabkan pengendapan pada dasar sungai. Bila
kemudian ada lereng yang terjal lagi, kecepatan akan meningkat sehingga
terjadi erosi yang menyebabkan pendalaman lembah.
c. Bentuk Alur Sungai
Aliran sungai akan menggerus bagian tepi dan dasar sungai.
Semakin besar gesekan yang terjadi maka air akan mengalir lebih lambat.
Sungai yang dalam, sempit dan permukaan dasarnya tidak kasar, aliran
airnya deras. Sungai yang lebar, dangkal dan permukaanya tidak kasar,
atau sempit, dalam tetapi permukaan dasarnya kasar maka aliran airnya
lambat.
d. Discharge
Merupakan volume air yang keluar dari suatu sungai. Proses
erosi dan transportasi terjadi karena besarnya kecepatan aliran sungai dan
discharge.
2.3.4 Pola Pengaliran ((Drainage Pattern)
Satu sungai atau lebih beserta anak sugai dan cabangnya dapat
membentuk suatu pola atau sistem tertentu yang dikenal sebagai pola
pengaliran (drainage pattern). Pola ini dapat dibedakan menjadi
beberapa macam variasi tergantung struktur batuan dan variasi
litologinya.
a. Pola pengaliran rectangular, yaitu pola pengaliran di mana anak-
anak sungainya membentuk sudut tegak lurus dengan sungai
utamanya. Pola ini biasanya terdapat pda daerah patahan yang
bersistem teratur.
b. Pola pengaliran dendritik, yaitu pola pengaliran berbentuk seperti
pohon dan cabang-cabangnya yang berarah tidak teratur. Pola ini
berkembang pada daerah dengan batuan yang resistensinya
seragam, lapisan sedimen mendatar, batuan beku massif, daerah
lipatan, dan daerah metamorf yang kompleks.
c. Pola pengaliran sejajar/paralel, yaitu pola pengaliran yang arah
alirannya sejajar. Pola ini berkembang pada daerah yang
memppunyai kemiringan nyata, dan batuannya bertekstur halus.
d. Pola pengaliran trellis, yaitu pola pengaliran yang berbentuk seperti
daun dengan anak-anak sungai sejajar, sungai utamanya biasanya
memanjang searah dengan jurus perlapisan batuan. Pola ini banyak
dijumpai pada daerah patahan atau lipatan.
e. Pola pengaliran radial, yaitu pola pengaliran yang arahnya
menyebar ke segala arah dari suatu pusat. Umumnya berkemban
pada daerah dengan struktur kubah stadia muda, pada kerucut gunug
api, dan pada bukit-bukit ynag berbentuk kerucut.
f. Pola pengaliran annular, yaitu pola pengaliran di mana sungai atau
anak sungainya mempunyai penyebaran yang melingkar. Sering
dijumpai dapa daerah kubah berstadia dewasa.
g. Pola pengaliran multibasinal (sink hole), yaitu pola pengaliran yang
tidak sempurna, kadang tampak kadang hilang yang disebut sebagai
sungai bawah tanah. Pola ini berkembang pada daerah karst atau
betugamping.
h. Pola pengaliran contorted, yaitu pola pengaliran yang arah
alirannya berbalik dari arah semula. Pola ini terdapat pada daerah
patahan.
2.3.5. Klasifikasi Sungai dan Stadia Erosinya
Berdasarkan stadia erosinya, sungai dibedakan menjadi :
a. Sungai muda
Sungai stadia muda dicirikan oleh kemiringan dasar sungai besar,
erosi vertikal efektif, tidak terjadi pengendapan, pada lembah sungai
banyak dijumpai air terjun, dataran banjir sempit, penampang
melintang sungai berbentuk seperti huruf “V”, relatif lurus dan
mengalir di atas batuan induk, densitas sungai kecil, dan anak
sungai jarang.
b. Sungai dewasa
Sungai stadia dewasa dicirikan oleh kemiringan dasar sungai yang
lebih kecil, erosi dan deposisi relaif kecil, erosi lateral efektif,
penampang melintang sungai berbentuk seperti huruf “U”, mulai
membentuk meander (kelokan sungai), cabang-cabang sungai sudah
mulai banyak, dan dataran banjir sudah mulai meluas.
c. Sungai tua
Sungai stadia tua dicirikan oleh kemiringan dasar sungai relatif
kecil dan hampir landai, penampang melintang sungai berbentuk
cawan, tidak terjadi erosi vertikal, tetapi erosi lateral sangat efektif,
mulai tampak danau tapal kuda (oxbow lake), bermeander, anak
sungai lebih banyak, dataran banjir luas.
BAB III
HASIL PENGAMATAN
3.1 STA 1
Lokasi : Panji Tanggal : 2 Juni 2012
Cuaca : Cerah Waktu : 09.45
Plotting Area : NoE, NoE
Bentang Alam : Denudasional
Bentuk Lahan : Longsoran
Morfologi : Perbukitan
Dimensi : 10 x 20 m
Struktur : Perlapisan (primer), kekar (sekunder)
Strike/dip Kekar : N221oE/60o
Litologi : Lapukan batuan beku (diorit)
Slope : 83o
Tenaga Geomorfik : Endogen, eksogen
Vegetasi : Rumput, bambu
TGL : Lapangan sepak bola
Potensi (+) : Pertambangan
Potensi (-) : Longsor
Gambar :
Gambar 3.1 STA 1
LongsoranLongsoran
Genesa : Longsoran pada daerah ini terjadi karena kondisi dari batuan di
daerah ini sudah mengalami pelapukan, karena suatu faktor
menyebabkan terjadinya longsoran. Pelapukan yang terjadi bisa
karena curah hujan yang tinggi, vegetasi yang lebat maupun aktivitas
manusia.
3.2 STA 2
Lokasi : Desel Tanggal : 2 Juni 2012
Cuaca : Cerah Waktu : 11.55
Plotting Area : N310oE, N63oE
Bentang Alam : Struktural
Bentuk Lahan : Denudasional
Morfologi : Perbukitan dan lembah
Dimensi : 100 x 100 m
Struktur : Indikasi sesar (sekunder)
Strike/dip : -
Litologi : Lapukan batuan beku
Slope : 52o
Tenaga Geomorfik : Endogen, eksogen
Vegetasi : Pepohonan, ilalang
TGL : Pemukiman
Potensi (+) : Daerah resapan air, irigasi, pertambangan
Potensi (-) : Longsor
Gambar :
Genesa : Pada daerah ini kemungkinan ada sesar yang disebabkan oleh
adanya tenaga endogen. Bukti adanya sesar adalah adanya sungai
dan bentuk tebing yang hampir vertikal.
3.3 STA 3
Lokasi : Ngaliyan Tanggal : 3 Juni 2012
Cuaca : Cerah Waktu : 09.30
Plotting Area : N283oE, N101oE
Bentang Alam : Denudasional
Bentuk Lahan : Creep
Morfologi : Perbukitan
Dimensi : 10 x 10 m
Struktur : Perlapisan (primer)
Litologi : Lapukan batuan beku, breksi
Slope : 76o
Tenaga Geomorfik : Endogen, eksogen
Vegetasi : Pohon singkong
TGL : Perkebunan
Potensi (+) : Perkebunan
Potensi (-) : Longsor
Gambar :
Gambar 3.3 STA 3
Genesa : Terdapat suatu gerakan tanah berupa rayapan/creep. Hal ini terjadi
karena tiang listirk tersebut berada pada bidang yang miring.
Tiang miring
3.8 STA 8
Lokasi : Kali Simpen, Wates
Plotting area :
Tanggal : 4 Juni 2012
Waktu : 16.30 WIB
Cuaca : medung
Gambar 3.8 STA 8
Bentang alam : fluvial
Bentuk lahan : sungai
Morfologi : berbukit bergelombang
Litologi : insitu : breksi
Eksitu: batu pasir
Struktur : kekar, strike/dip : N ºE/ º
Arus : sedang
Proses transport : suspensi
Kedalaman : dangkal
Energi transport : sedang
Endapan : point bar
Erosi : lateral
Stadia : tua
Vegetasi : pohon palem , bambu
Point bar
Potensi positif : tempat MCK
Potensi negatif : banjir
Tataguna lahan : pengairan sawah
Genesa :Sungai ini merupakan sungai stadia dewasa menuju
tua. Hal ini ditunjukkan dengan arus sungainya
sedang, sehingga pengendapan tidak terlalu tinggi.
Erosi lateral pada daerah ini lebih besar dari pada
erosi vertikalnya, dan pelapukan di sekeliling
sungai tergolong sedang. Energi transport dari
sungai ini sedang . Di pinggir sungai terdapat
material lepasan yang berasal dari hulu dan
sepanjang aliran sungai yang terbawa oleh arus
sungai, serta terdapat meander. Material ditransport
dengan suspensi.
4.9 STA 9
Lokasi : Kali Gondang
Plotting area : N 17º E dan N 189º E
Tanggal : 6 Juni 2012
Waktu : 14.30 WIB
Cuaca : cerah
Bentang alam : fluvial
Bentuk lahan : sungai
Morfologi : bergelombang miring
Litologi : insitu :
Eksitu: batu pasir kasar, batuan beku
Struktur : -
Arus : lambat
Proses transport : suspensi
Kedalaman : dangkal
Energi transport : kecil
Endapan : point bar
Erosi : lateral
Stadia : tua
Vegetasi : bambu
Potensi positif : pengairan sawah
Potensi negatif : banjir
Tataguna lahan : tempat MCK
Genesa :Sungai ini merupakan sungai stadia tua. Hal ini
ditunjukkan dengan arus sungainya lambat,
Point bar
sehingga pengendapan rendah. Erosi lateral pada
daerah ini lebih besar dari pada erosi vertikalnya,
dan pelapukan di sekeliling sungai tergolong
sedang. Energi transport dari sungai ini rendah. Di
pinggir sungai terdapat material lepasan yang
berasal dari hulu dan sepanjang aliran sungai yang
terbawa oleh arus sungai, serta terdapat meander.
Material ditransport dengan suspensi.
3.11 STA 11
Lokasi : Ngadirgo Tanggal : 6 Juni 2012
Cuaca : Mendung Waktu : 17.03
Plotting Area :
Bentang Alam : Denudasional
Bentuk Lahan : Longsoran
Morfologi : Lembah
Dimensi : 20 x 20 m
Struktur : -
Strike/dip : -
Litologi : Lapukan batuan beku
Slope : 36o
Tenaga Geomorfik : Eksogen
Vegetasi : Pohon Bambu
TGL : Perkebunan
Potensi (+) : Daerah resapan air
Potensi (-) : Longsor
Gambar :
Genesa : Pada daerah ini terdapat kenampakan sebuah longsoran yag
diakibatkan oleh pergerakan tanah yang tidak stabil (labil) berupa
aliran tanah .
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 STA 1
Stasiun pengamatan yang pertama ini berlokasi di daerah Panji yang
ditempuh dengan waktu kira-kira 75 menit dari Tembalang. Plotting area
pada stasiun pengamatan ini adalah NoE, NoE. Bentang alam yang ada pada
STA ini berupa bentang alam denudasional karena tampak adanya suatu
longsoran. Bentang alam denudasional sendiri adalah kumpulan proses yang
mana, jika dilanjutkan cukup jauh, akan mengurangi semua ketidaksamaan
permukaan bumi menjadi tingkat dasar seragam. Dalam hal ini, proses yang
utama adalah degradasi, pelapukan, dan pelepasan material, pelapukan
material permukaan bumi yang disebabkan oleh berbagai proses erosi dan
gerakan tanah.
Morfologi berupa perbukitan dengan dimensi 10 x 20 m dan memiliki
slope sebesar 83o. Tumbuh lebat vegetasi berupa rerumputan dan pohon
bambu yang merupakan salah satu faktor yang mempercepat terjadinya
pelapukan karena pelapukan yang terjadi pada stasiun pengamatan ini sudah
sangat intensif sehingga litologi yang nampak hanyalah lapukan batuan beku
(diorit). Pelapukan adalah proses perubahan keadaan fisik dan kimia suatu
batuan pada atau dekat dengan permukaan bumi. Ketika batuan tersingkap,
mereka akan menjadi subjek dari semua hasil proses pemisahan/dekomposisi
batuan insitu. Pelapukan tersebut dipengaruhi oleh pemilahan, iklim,
topografi, proses geomorfologi, vegetasi dan tata guna lahan.
Longsoran pada STA ini berupa longsoran bahan rombakan, yaitu
gerakan dari massa tanah atau hasil pelapukan batuan melalui bidang longsor
yang relatif turun secara meluncur atau menggelinding. Bidang longsor
merupakan bidang batas antara tanah dengan batuan induknya.
Terdapat kekar pada dinding tebing ini dan dilakukan pengukuran
strike/dip, didapatkan hasil sebesar N221oE/60o. Tata guna lahan berupa
lapangan sepak bola. Potensi positif bisa dimanfaatkan untuk daerah
pertambangan sedangakan potensi negatif adalah longsor.
4.2 STA 2
Stasiun pengamatan yang kedua berlokasi di daerah Desel yang
ditempuh dengan waktu kira-kira 15 menit dari STA 1. Plotting area pada
stasiun pengamatan ini adalah N310oE, N63oE. Bentang alam yang terdapat
pada STA 2 adalah bentang alam struktural. Bentang alam struktural yaitu
bentang alam yang proses pembentukkannya dipengaruhi oleh struktur
geologi daerah yang bersangkutan.
Morfologi berupa perbukitan dengan dimensi 100 x 100 m dan
memiliki slope sebesar 52o. Vegetasi berupa ilalang dan pepohonan. Litologi
pada STA ini tidak bisa diamati secara pasti karena pengamatan dilakukan
dengan pengamatan jarak jauh. Tetapi karena vegetasi yang menutupi sangat
jarang maka terlihat litologi berupa lapukan batuan beku. Terdapat indikasi
adanya sesar pada STA ini yaitu adanya beda tinggi yang mencolok pada
daerah yang sempit, Adanya batas yang curam antara perbukitan dengan
dataran yang rendah. Sesar sendiri adalah rekahan yang telah mengalami
pergeseran.
Tata guna lahan berupa pemukiman. Potensi positifnya adalah untuk
daerah resapan air, irigasi dan pertambangan. Sedangkan potensi negatifnya
adalah longsor.
4.3 STA 3
Stasiun pengamatan yang ketiga berlokasi di daerah Ngaliyan yang
ditempuh dengan waktu kira-kira 45 menit dari Tembalang. Plotting area
pada stasiun pengamatan ini adalah N283oE, N101oE. Bentang alam yang ada
pada STA ini berupa bentang alam denudasional karena tampak adanya suatu
rayapan/creep. Bentang alam denudasional sendiri adalah kumpulan proses
yang mana, jika dilanjutkan cukup jauh, akan mengurangi semua
ketidaksamaan permukaan bumi menjadi tingkat dasar seragam. Dalam hal
ini, proses yang utama adalah degradasi, pelapukan, dan pelepasan material,
pelapukan material permukaan bumi yang disebabkan oleh berbagai proses
erosi dan gerakan tanah.
Morfologi berupa perbukitan dengan dimensi 10 x 10 m dan memiliki
slope sebesar 76o. Vegetasi berupa pohon singkong. Litologi berupa breksi
dan terdapat juga diorit yang telah mengalami pelapukan. Pelapukan adalah
proses perubahan keadaan fisik dan kimia suatu batuan pada atau dekat
dengan permukaan bumi. Ketika batuan tersingkap, mereka akan menjadi
subjek dari semua hasil proses pemisahan/dekomposisi batuan insitu.
Pelapukan tersebut dipengaruhi oleh pemilahan, iklim, topografi, proses
geomorfologi, vegetasi dan tata guna lahan.
Creep pada STA ini terlihat sangat jelas, karena ada tiang listrik yang
miring pada daerah yang miring. Creep merupakan gerakan tanah yang
memiliki kecepatan sangat lambat. Tidak dapat dilihat, hanya akibatnya kan
tampak pada tiang listrik yang miring contohnya.
Tata guna lahan berupa perkebunan singkong. Potensi positif bisa
dimanfaatkan untuk daerah perkebunan sedangakan potensi negatif adalah
longsor.
4.4 STA 4 LP 1
STA 4 LP 1 berada di daerah Kali Ngaliyan. STA 4 LP 1 ditempuh
lebih kurang 10 menit dari STA 3. Daerah ini merupakan daerah yang
berbentang alam fluvial dengan bentuk lahannnya yang struktural dimana
memiliki morfologi berupa berbukit bergelombang.
Pertama kali yang dilakukan pada saat di lapangan adalah plotting area,
dimana didapatkan data plotting areanya yaitu N 283° E. Litologi yang berada
di tepi sungai (insitu) adalah batu breksi dimana ukuran semennya berupa
pasir halus (fine sand) dan fragmennya yang berukuran kerakal (pebble).
Selain itu, terdapat juga batu konglomerat yang berukuran berangkal (couble).
Setelah itu terdapat juga material-material yang terbawa oleh air sungai
(eksitu) berupa batu breksi vulkanik. Struktur yang terdapat di tepi sungai
berupa sesar mendatar (strike slip fault) dextral yaitu sesar yang arah
pergerakannya searah dengan arah perputaran jarum jam (sesar mendatar
menganan) dengan strike/dip yaitu N 263° E/52°. Selain itu terdapat juga
struktur kekar dimana strike/dipnya yaitu N 127° E/89°.
STA 4 LP 1 ini terjadi proses geomorfik dimana berlangsung tenaga
endogen dan juga tenaga eksogen berupa pelapukan.
Sungai ini terdapat cabang-cabang (dalam skala kecil). Sungai ini
tingkat pelapukan atau erosinya lebih besar dari tingkat pengendapan. Erosi
pada sungai ini berupa erosi vertikal yang membuat sungai makin lama akan
semakin dalam yang disebabkan oleh pengikisan atau penggerusan pada dasar
sungai, dimana ditandai dengan sungai yang cukup dalam.. Material-material
yang terdapat pada sungai ini berukuran cukup besar. Berdasarkan
pengamatan, proses transportasi sungai ini termasuk ke dalam suspensi
dimana terlihat proses pengangkutan material secara mengambang dan
bercampur dengan air sehingga menyebabkan air sungai menjadi keruh.
Kedalaman pada bagian hilirnya ± 30 cm dengan kecepatan aliran sungai 0,4
m/s. Berdasarkan data-data yang didapatkan, sungai ini memiliki stadia muda
menuju dewasa.
STA 4 LP 1 ini memiliki vegetasi berupa pepohonan bambu dimana
tata guna lahannya sebagai tempat MCK (Mandi Cuci Kakus). Daerah ini
memiliki potensi positif yaitu berupa daerah irigasi. Selain dampak positif,
sungai ini mempunyai dampak negatif berupa banjir
4.5 STA 4 LP 2
STA 4 LP 2 ini berupa bentang alam fluvial dengan bentuk lahannnya
yang sungai dimana memiliki morfologi berupa berbukit bergelombang yang
berada di daerah Kali Ngaliyan. STA 4 LP 2 ditempuh lebih kurang 3 menit
dari STA 4 LP 1.
Litologi yang berada di tepi sungai (insitu) adalah batu breksi dimana
ukuran semennya berupa pasir halus (fine sand) dan fragmennya yang
berukuran kerakal (pebble). Selain itu, terdapat juga batu konglomerat yang
berukuran berangkal (couble). Struktur yang terdapat di tepi sungai berupa
sesar mendatar (strike slip fault) sinistral yaitu sesar yang arah pergeserannya
berlawanan arah dengan arah perputaran jarum jam (sesar mendatar mengiri)
dengan strike/dip yaitu N 223° E/34°.
STA 4 LP 2 ini terjadi proses geomorfik dimana berlangsung tenaga
endogen dan juga tenaga eksogen. Sungai ini terdapat cabang-cabang (dalam
skala kecil). Sungai ini tingkat pelapukan atau erosinya lebih besar dari
tingkat pengendapan. Erosi pada sungai ini berupa erosi vertikal yang
ditandai dengan sungai yang cukup dalam dimana arus sungainya yang relatif
tenang. Material-material yang terdapat pada sungai ini berukuran cukup
besar. Berdasarkan penelitian, kedalam pada bagian hilirnya ± 40 cm dengan
kecepatan aliran sungai 0,1 m/s. Berdasarkan data-data yang didapatkan,
sungai ini memiliki stadia muda menuju dewasa.
STA 4 LP 2 ini memiliki tata guna lahan sebagai tempat lahan
perkebunan, dan juga memiliki potensi positif yaitu berupa daerah irigasi.
Selain dampak positif, sungai ini mempunyai dampak negatif berupa banjir.
4.6 STA 4 LP 3
STA 4 LP 3 ini berupa bentang alam fluvial dengan bentuk lahannnya
yang struktural dimana memiliki morfologi berupa berbukit bergelombang
yang berada di daerah Kali, Ngaliyan. STA 4 LP 3 ditempuh lebih kurang 3
menit dari STA 4 LP 2.
Litologi yang berada di tepi sungai (insitu) adalah batu breksi dimana
ukuran semennya berupa pasir halus dan fragmennya yang berukuran krakal.
Selain itu, terdapat juga batu konglomerat yang berukuran berangkal. Struktur
yang terdapat di tepi sungai berupa lipatan.
STA 4 LP 3 ini terjadi proses geomorfik dimana berlangsung tenaga
endogen dan juga tenaga eksogen. Sungai ini terdapat cabang-cabang (dalam
skala kecil). Sungai ini tingkat pelapukan atau erosinya lebih besar dari
tingkat pengendapan. Erosi pada sungai ini berupa erosi vertikal yang
membuat sungai makin lama akan semakin dalam yang disebabkan oleh
pengikisan atau penggerusan pada dasar sungai, dimana ditandai dengan
sungai yang cukup dalam. Material-material yang terdapat pada sungai ini
berukuran cukup besar. Berdasarkan data-data yang didapatkan, sungai ini
memiliki stadia muda menuju dewasa.
STA 4 LP 3 ini memiliki tata guna lahan sebagai tempat MCK (Mandi
Cuci Kakus), dan juga memiliki potensi positif yaitu berupa daerah irigasi.
Selain dampak positif, sungai ini mempunyai dampak negatif berupa banjir.
4.7 STA 5
STA 5 ini berupa bentang alam denudasional dengan bentuk lahannnya
yang fluvial dimana memiliki morfologi berupa berbukit bergelombang yang
berada di daerah Kali. STA 5 ditempuh lebih kurang 15 menit dari STA 4 LP
3.
STA 5 ini terjadi proses geomorfik dimana berlangsung tenaga endogen
dan juga tenaga eksogen. Sungai ini terdapat cabang-cabang (dalam skala
kecil). Sungai ini tingkat pelapukan atau erosinya lebih besar dari tingkat
pengendapan. Material-material yang terdapat pada sungai ini berukuran
cukup besar. Berdasarkan penelitian, kedalam pada bagian hilirnya ± 10 cm.
STA 5 ini memiliki tata guna lahan sebagai lahan perkebunan, dan juga
memiliki potensi positif yaitu berupa daerah irigasi. Selain dampak positif,
sungai ini mempunyai dampak negatif berupa banjir.
4.8 STA 6
Kesampaian daerah pada STA 6 + 15 menit dari STA 5. Cuaca pada
lokasi tersebut mendung. Bentang alam pada STA tersebut merupakan
bentang alam denudasional dengan bentuk lahan denudasional akibat dari
aktivitas manusia. Morfologi pada STA tersebut berupa perbukitan terjal.
Bidang Erosi
Gambar 4.1 STA 6
Bentuk lahan denudasional hasil dari aktivitas manusia tersebut terlihat
bidang erosi. Pada singkapan tersebut terlihat adanya ketidakselarasan berupa
disconformity terjadi ketika sedimentasi terhenti untuk waktu yang sangat
lama, sampai-sampai lapisan batuan yang terakhir terbentuk tergerus oleh
erosi. Dengan kata lain, ciri khas ketidakselarasan jenis disconformity
adalah adanya bidang erosi. Litologi dari STA 6 berupa batupasir halus (1/8 –
¼ mm).
Potensi positif dari sungai tersebut berupa daerah resapan air.
Sedangkan potensi negatifnya dapat terjadi longsor. Berdasarkan keadaan
sekitar di lokasi pengamatan, tata guna lahan dari sungai tersebut yaitu
sebagai situs pertambangan.
4.9 STA 7
STA 7 terletak di Kali Kreo, kesampaian daerah pada STA 7 + 15 menit
dari STA 6. Cuaca pada lokasi tersebut mendung. Bentang alam pada STA
tersebut merupakan bentang alam fluvial dengan bentuk lahan fluvial berupa
sungai. Morfologi pada STA tersebut berupa perbukitan bergelombang.
Sungai tersebut memiliki point bar, erosi yang terdapat pada sungai
tersebut merupakan erosi lateral dan vertikal. Arus pada sungai tersebut
tergolong sedang. Proses transportasi yang terjadi berupa rolling dan traksi.
Berdasarkan ciri-ciri yang ditunjukkan maka dapat diinterpretasikan bahwa
sungai tersebut dalam stadia dewasa.
Genesa dari sungai tersebut dapat diperkirakan berasal dari zona lemah
pada daerah tersebut. Zona lemah tersebut muncul akibat adanya aktivitas
lempeng tektonik, sehingga tenaga endogen menghasilkan struktur pada
sekitar daerah tersebut. Sehingga daerah yang terkenai struktur memiliki zona
lemah. Zona lemah tersebut mudah diterobos oleh air, sehingga terbentuklah
bentuk lahan fluvial berupa sungai.
Litologi eksitu dari sungai tersebut berupa breksi vulkanik. Litologi
eksitu dari sungai tersebut didapatkan melalui material yang terendapkan di
pointbar. Sedangkan litologi insitunya berupa konglomerat dan batulempung.
Vegetasi yang terdapat pada STA 7 berupa pohon bambu dan pisang, serta
ilalang.
Potensi positif dari sungai tersebut berupa PLTA. Sedangkan potensi
negatifnya dapat terjadi banjir. Berdasarkan keadaan sekitar di lokasi
pengamatan, tata guna lahan dari sungai tersebut yaitu sebagai waduk.
4.8 STA 8
STA 8 berada di daerah Wates tepatnya di Kali Simpen, Semarang.
STA 8 ditempuh dalam waktu ±85 menit dari kampus Universitas
Diponegoro. Morfologi daerah ini berupa sungai, lebar dari sungai kira – kira
5 meter dengan kedalam 50 cm - 100 cm, bentuk sungainya lurus dengan
sebuah meander. Sungai di STA 8 mengalir ke arah utara.
Litologi yang berada di tepi sungai, adalah breksi dengan ukuran
bongkah (< 256 cm) untuk litologi insitu,sedangkan untuk litologi eksitunya
adalah batu pasir kasar. Struktur yang terdapat di tepi sungai merupakan
struktur sekunder yaitu kekar.
Aliran air sungai di STA 8 terlihat sedang. Hal ini terjadi karena
gradien dasar sungai pada STA 8 kecil sehingga air mengalir tidak terlalu
deras. Selain sungai ini cenderung mengendapkan daripada mengerosi.
Sungai mengalir kearah barat.
Produk yang dihasilkan dari bentuk lahan fluvial ini berupa point bar
yang berada dipinggir kali yang terbentuk akibat melemahnya energi
transport pada aliran air sehingga tidak mampu membawa material dan
terendapkan didaerah tersebut.
Batuan disepanjang aliran sungai ini resistensinya rendah sehingga
material yang tererosi cukup banyak dan terbawa air sungai sehingga
membuat air menjadi lebih keruh (cara transportasinya tergolong suspensi).
Endapan material yang dibawa oleh sungai ini halus karena energi
transportasinya yang tidak terlalu besar sehingga material yang dapat terbawa
pun kecil. Berdasarkan hasil pengamatan di atas, maka sungai yang berada di
STA 8 termasuk sungai dengan stadia tua.
Potensi positif dari STA 8 adalah tempat MCK. Sedangkan dampak
negatifnya berupa banjir. Tata guna lahannya berupa pengairan sawah.
4.9 STA 9
STA 9 berada di daerah Kali Gondang, Semarang. STA 9 ditempuh
dalam waktu 14.30 menit dari kampus Universitas Diponegoro. Morfologi
daerah ini berupa sungai, lebar dari sungai kira – kira 4 meter dengan
kedalam ±60 cm, bentuk sungainya lurus dengan satu meander. Sungai di
STA mengalir ke arah barat.
Litologi yang berada di tepi sungai, adalah untuk litologi
insitu,sedangkan untuk litologi eksitunya adalah pasir dan batuan beku.
Aliran air sungai di STA 9 terlihat lambat. Hal ini terjadi karena slope pada
dasar sungai pada STA 9 kecil sehingga air mengalir lambat. Selain sungai
ini cenderung mengendapkan material yang dibawanya.
Produk yang dihasilkan dari bentuk lahan fluvial ini berupa point bar
yang berada dipinggir kali. Endapan ini terbentuk akibat melemahnya energi
transport pada aliran air sehingga tidak mampu membawa material dan
terendapkan didaerah tersebut.
Pada kali ini terdapat meander yang terjadi akibat pergerakan dari aliran
air sungai yang menggerus zona lemah dan terpengaruh akibat dari gaya
sentrifugal. Erosi lateral pada daerah ini lebih besar dari pada erosi vertikal.
Berdasarkan hasil pengamatan di atas, maka sungai yang berada di STA 9
termasuk sungai dengan stadia dewasa menuju tua.
Potensi positif dari STA 9 adalah pengairan .Selain dampak negatifnya
dampak negatif berupa banjir. Dan tata guna lahannya MCK.
4.10 STA 10
Stasiun pengamatan yang ke sepuluh atau yang terakhir ini berlokasi di
daerah Ngadirga yang ditempuh dengan waktu kira-kira menit dari
Tembalang. Plotting area pada stasiun pengamatan ini adalah . Bentang alam
yang ada pada STA ini berupa bentang alam denudasional karena tampak
adanya suatu aliran dari material hasil rombakan pada daerah tersebut. Hal
tersebut dikarenakan pengaruh dari adanya aliran air dari bagian atas dan
pengaruh gravitasi.
Morfologi berupa perbukitan dengan dimensi 20 x 20 m dan memiliki
slope sebesar 36o. Vegetasi berupa pohon bambu. Litologi yang dapat diamati
dari jarak jauh adalah batuan beku yang terlapukkan. Pelapukan ini sendiri
dikarenakan pengaruh dari reaksi kimia yang berasal dari air hujan yang
menghasilkan larutan asam yang mampu melapukkan batuan beku tersebut.
Aliran tanah pada STA ini terlihat jelas dari kemiringan tanah yang
membentuk seperti aliran. Tata guna lahan berupa perkebunan pepaya.
Potensi positif bisa dimanfaatkan untuk daerah perkebunan sedangakan
potensi negatif adalah longsor.