manusia purba trinil ngawi jawa timur

Upload: kami-deris

Post on 10-Feb-2018

228 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/22/2019 Manusia Purba Trinil Ngawi Jawa Timur

    1/8

    Manusia Purba Trinil Ngawi Jawa TimurAsal-usul manusia memang sudah lama dipertanyakan, mungkin sejak manusia itu sendiri ada. Namun,

    bagi arkeologi, pertanyaan tentang asal usul manusia sebenarnya baru menjadi fokus kajian setelah

    Charles Darwin menerbitkan bukunya The Descent of Man (1871), menyusul terbitan bukunya yang

    terkenal The Origin of Species (1858). Di bukunya itulah Darwin menyebut adanya the missing link,mata rantai yang hilang dari proses evolusi primata menuju manusia sejati. Sejak itu, para ahli

    paleoantropologi dan arkeologi seakan berlomba untuk mendapatkan bukti-bukti the missing link.

    Dorongan itu pula yang membawa Eugene Dubois untuk meninggalkan kehidupan yang mapan di

    Belanda untuk berburu fosil di Indonesia. Tahun 1891, Dubois mengaku telah menemukan fosil the

    missing link dalam penggalian di tepian Bengawan Solo, di desa kecil Trinil, tidak jauh dari Ngawi, Jawa

    Timur (Shipman, 2001).

    Museum Trinil atau Kepurbakalaan Trinil terletak di dukuh Pilang, desa Kawu, Kecamatan Kedunggalar,

    Kabupaten Ngawi. Berjarak 14 km dari Kota Ngawi ke arah Barat daya, pada KM 10 jalan Raya Ngawi -

    Solo ada pertigaan belok ke arah Utara. Dan Sepanjang 3 km perjalanan baru sampailah pada Museum

    Trinil. Dan Letaknya sendiri di Pinggiran kali Bengawan Solo, dan layaknya situs-situs kepurbakalaan

    yang ada di tanah air memang cenderung dipinggiran sungai. Seperti halnya situs Sangiran atau situssambung macan Sragen juga dibantaran sungai Bengawan solo.

    Disebelah Barat daya di halaman Museum terdapat bangunan berupa Monumen yang didirikan oleh

    Eugene Dubois yang pertama kali menemukan situs ini. Di monumen itu dituliskan angka tahun pertama

    kali penemuan fosil manusia purba yang diberi Nama Pithecanthropus Erectus. Disamping manusia purba

    didalam museum sendiri juga banyak ditemukan berbagai macam fosil binatang purba, yang paling

    terkenal adalang ditemukan gading Gajah Purba yang sangat besar sekali jika dibandingkan dengan

    ukuran gading gajah biasa.

    Dan manusia purba ini diperkirakan berada pada jaman pleistosin tengah atau 1 juta tahun yang lalu. Dari

    berbagai temuan adalah: Golongan primate

    1. Pithecanthropus Erectus Dubois

    2. Pithecanthropus Soloensis3. Pongo Pygmaeus Hoppins

    4. Symphalangus Syndoctylus Raffles

    5. Hyaobates Ofmeloch Andebert

    6. Nacaca Fascicalois

    Dan masih banyak golongan flora ataupun fauna yang lainnya.

    Museum Trinil merupakan warisan kepurbakalaan dunia yang semestinya harus dirawat dan dijaga demi

    perkembangan pengetahuan.

    Demikian pula Bengawan-dalam bahasa Jawa berarti sungai besar-Solo yang membentuk aliran air

    hingga sejauh 600 kilometer. Di sekitar aliran sungai ini, yakni di Desa Trinil, sekitar 11 kilometer dari

    Kota Ngawi, Jawa Timur (Jatim), seorang berkebangsaan Belanda, Eugene Dubois, menemukan fosil

    tulang "manusia monyet" (Pithecanthropus erectus) pada tahun 1891. Penemuan itu menjadi buktibetapa sungai terpanjang di Pulau Jawa tersebut menjadi tumpuan hidup nenek moyang ras manusia

    sejak ratusan ribu tahun silam.

    Namun, apakah temuan itu telah menjawab tentang asal-usul manusia sejati? Apakah misteri the missing

    link telah terpecahkan? Ternyata tidak!!! Malahan, fosil-fosil yang ditemukan Dubois seakan menjadi

    pemicu debat baru di antara para ahli yang akhirnya menyadarkan mereka untuk tidak sekedar mencari

    dan menemukan the missing link, tetapi juga memikirkan kembali apa yang dimaksud dengan the

    missing link. Perdebatan dan fokus kajian pun lalu bergeser. Kalau semula perdebatan hanya berkutat di

    sekitar : apakah fosil dari Trinil adalah benar-benar the missing link, pada tahap berikutnya para ahli

    mulai bertanya-tanya : apa atau siapakah the missing link itu ? Apakah ia adalah satu jenis makhluk

    yang menjadi perantara dalam proses evolusi dari kera menuju manusia, sehingga E. Haeckel

    menyebutnya Pithecanthropus (pithecos = kera, dananthropos = manusia) ? Atau, the missing linkadalah sosok-sosok makhluk yang proses evolusinya ada di antara kera dan manusia ? Rupanya, hasil

  • 7/22/2019 Manusia Purba Trinil Ngawi Jawa Timur

    2/8

    penelitian arkeologi dan paleoantropologi cenderung mendukung adanya beberapa makhluk perantara

    dalam proses evolusi dari makhluk mirip kera (pithecoid) menjadi manusia. Namun, ketika sejumlah fosil

    the missing links (jamak) sudah ditemukan, toh perdebatan tidak berhenti sampai di situ.

    Asal-usul manusia sejati (Homo sapiens) belum juga terpecahkan. Masalahnya, para ahli tetap saja

    berdebat makhluk fosil mana yang punah dan mana yang terus menjadi manusia. Karena itu, terdapat

    sejumlah pohon kekerabatan manusia yang berbeda-beda (lihat skema di bawah) dan teori asal-usul Homo sapiens pun beragam. Dua di antara teori asal-usul Homo sapiens yang kini masih marak

    diperdebatkan adalah Teori Kesinambungan Setempat (Multi Regional Continuity) dan Teori

    Penggusuran (Replacement Theory). Teori yang disebut pertama beranggapan homo sapiens muncul di

    berbagai tempat di dunia dari hasil evolusi homo erectus di kawasan masing-masing, sedangkan teori

    yang kedua meyakini homo sapiens muncul hanya di Afrika dan kemudian menyebar ke berbagai penjuru

    dunia untuk menggusur homo erectus yang kemudian punah (Gamble, 1993).

    Oleh karena itu, dicarilah bentuk kegiatan lain yang bisa mengingatkan warga Solo akan peranan

    Bengawan Solo sebagai induk peradaban. Upaya ini bukan sekadar menghadirkan romantisme. Lebih

    jauh lagi, upaya itu adalah perjuangan untuk menyadarkan masyarakat modern agar menghargai sungai,

    menghargai induk peradaban besar ras mereka.

    Sejarah geologi wilayah Pegunungan Seribu, menurut ahli geologi Dr. Tony Djubiantono, terbentuk padakala Miosen atau Pleistosen Tengah (jutaan tahun yll), dimana saat itu terjadi perubahan yang

    spektakuler ketika dasar laut di daerah tsb terangkat ke atas. Pada proses terangkatnya dasar laut yang

    semula berupa teluk besar, berlangsung pembentukan koloni berupa bukit-bukit yang kemudian menjadi

    bagian dari Pegunungan Seribu. Bukit-bukit di daerah tsb hingga saat ini secara jelas memperlihatkan

    format batuan koral serupa dengan batuan di dasar lautan. Bahkan di sejumlah tempat dengan mudah

    ditemukan fosil-fosil binatang laut (yang menunjukkan bahwa daerah tsb dahulunya merupakan dasar

    lautan).

    Konon Bengawan Solo yang merupakan sungai terpanjang di Pulau Jawa. Panjangnya mencapai sekitar

    600 km.

    Asal-usul manusia memang sudah lama dipertanyakan, mungkin sejak manusia itu sendiri ada. Namun,bagi arkeologi, pertanyaan tentang asal usul manusia sebenarnya baru menjadi fokus kajian setelah

    Charles Darwin menerbitkan bukunya The Descent of Man (1871), menyusul terbitan bukunya yang

    terkenal The Origin of Species (1858). Di bukunya itulah Darwin menyebut adanya the missing link,

    mata rantai yang hilang dari proses evolusi primata menuju manusia sejati. Sejak itu, para ahli

    paleoantropologi dan arkeologi seakan berlomba untuk mendapatkan bukti-bukti the missing link.

    Dorongan itu pula yang membawa Eugene Dubois untuk meninggalkan kehidupan yang mapan di

    Belanda untuk berburu fosil di Indonesia. Tahun 1891, Dubois mengaku telah menemukan fosil the

    missing link dalam penggalian di tepian Bengawan Solo, di desa kecil Trinil, tidak jau h dari Ngawi, Jawa

    Timur (Shipman, 2001).

    Museum Trinil atau Kepurbakalaan Trinil terletak di dukuh Pilang, desa Kawu, Kecamatan Kedunggalar,

    Kabupaten Ngawi. Berjarak 14 km dari Kota Ngawi ke arah Barat daya, pada KM 10 jalan Raya Ngawi -Solo ada pertigaan belok ke arah Utara. Dan Sepanjang 3 km perjalanan baru sampailah pada Museum

    Trinil. Dan Letaknya sendiri di Pinggiran kali Bengawan Solo, dan layaknya situs-situs kepurbakalaan

    yang ada di tanah air memang cenderung dipinggiran sungai. Seperti halnya situs Sangiran atau situs

    sambung macan Sragen juga dibantaran sungai Bengawan solo.

    Disebelah Barat daya di halaman Museum terdapat bangunan berupa Monumen yang didirikan oleh

    Eugene Dubois yang pertama kali menemukan situs ini. Di monumen itu dituliskan angka tahun pertama

    kali penemuan fosil manusia purba yang diberi Nama Pithecanthropus Erectus. Disamping manusia purba

    didalam museum sendiri juga banyak ditemukan berbagai macam fosil binatang purba, yang paling

    terkenal adalang ditemukan gading Gajah Purba yang sangat besar sekali jika dibandingkan dengan

    ukuran gading gajah biasa.

    Dan manusia purba ini diperkirakan berada pada jaman pleistosin tengah atau 1 juta tahun yang lalu. Dariberbagai temuan adalah: Golongan primate

  • 7/22/2019 Manusia Purba Trinil Ngawi Jawa Timur

    3/8

    1. Pithecanthropus Erectus Dubois

    2. Pithecanthropus Soloensis

    3. Pongo Pygmaeus Hoppins

    4. Symphalangus Syndoctylus Raffles

    5. Hyaobates Ofmeloch Andebert

    6. Nacaca FascicaloisDan masih banyak golongan flora ataupun fauna yang lainnya.

    Museum Trinil merupakan warisan kepurbakalaan dunia yang semestinya harus dirawat dan dijaga demi

    perkembangan pengetahuan.

    Demikian pula Bengawan-dalam bahasa Jawa berarti sungai besar-Solo yang membentuk aliran air

    hingga sejauh 600 kilometer. Di sekitar aliran sungai ini, yakni di Desa Trinil, sekitar 11 kilometer dari

    Kota Ngawi, Jawa Timur (Jatim), seorang berkebangsaan Belanda, Eugene Dubois, menemukan fosil

    tulang "manusia monyet" (Pithecanthropus erectus) pada tahun 1891. Penemuan itu menjadi bukti

    betapa sungai terpanjang di Pulau Jawa tersebut menjadi tumpuan hidup nenek moyang ras manusia

    sejak ratusan ribu tahun silam.

    Namun, apakah temuan itu telah menjawab tentang asal-usul manusia sejati? Apakah misteri the missing

    link telah terpecahkan? Ternyata tidak!!! Malahan, fosil-fosil yang ditemukan Dubois seakan menjadipemicu debat baru di antara para ahli yang akhirnya menyadarkan mereka untuk tidak sekedar mencari

    dan menemukan the missing link, tetapi juga memikirkan kembali apa yang dimaksud dengan the

    missing link. Perdebatan dan fokus kajian pun lalu bergeser. Kalau semula perdebatan hanya berkutat di

    sekitar : apakah fosil dari Trinil adalah benar-benar the missing link, pada tahap berikutnya para ahli

    mulai bertanya-tanya : apa atau siapakah the missing link itu ? Apakah ia adalah satu jenis makhluk

    yang menjadi perantara dalam proses evolusi dari kera menuju manusia, sehingga E. Haeckel

    menyebutnya Pithecanthropus (pithecos = kera, dananthropos = manusia) ? Atau, the missing link

    adalah sosok-sosok makhluk yang proses evolusinya ada di antara kera dan manusia ? Rupanya, hasil

    penelitian arkeologi dan paleoantropologi cenderung mendukung adanya beberapa makhluk perantara

    dalam proses evolusi dari makhluk mirip kera (pithecoid) menjadi manusia. Namun, ketika sejumlah fosil

    the missing links (jamak) sudah ditemukan, toh perdebatan tidak berhenti sampai di situ. Asal-usul manusia sejati (Homo sapiens) belum juga terpecahkan. Masalahnya, para ahli tetap saja

    berdebat makhluk fosil mana yang punah dan mana yang terus menjadi manusia. Karena itu, terdapat

    sejumlah pohon kekerabatan manusia yang berbeda-beda (lihat skema di bawah) dan teori asal-

    usul Homo sapiens pun beragam. Dua di antara teori asal-usul Homo sapiens yang kini masih marak

    diperdebatkan adalah Teori Kesinambungan Setempat (Multi Regional Continuity) dan Teori

    Penggusuran (Replacement Theory). Teori yang disebut pertama beranggapan homo sapiens muncul di

    berbagai tempat di dunia dari hasil evolusi homo erectus di kawasan masing-masing, sedangkan teori

    yang kedua meyakini homo sapiens muncul hanya di Afrika dan kemudian menyebar ke berbagai penjuru

    dunia untuk menggusur homo erectus yang kemudian punah (Gamble, 1993).

    Oleh karena itu, dicarilah bentuk kegiatan lain yang bisa mengingatkan warga Solo akan peranan

    Bengawan Solo sebagai induk peradaban. Upaya ini bukan sekadar menghadirkan romantisme. Lebihjauh lagi, upaya itu adalah perjuangan untuk menyadarkan masyarakat modern agar menghargai sungai,

    menghargai induk peradaban besar ras mereka.

    Sejarah geologi wilayah Pegunungan Seribu, menurut ahli geologi Dr. Tony Djubiantono, terbentuk pada

    kala Miosen atau Pleistosen Tengah (jutaan tahun yll), dimana saat itu terjadi perubahan yang

    spektakuler ketika dasar laut di daerah tsb terangkat ke atas. Pada proses terangkatnya dasar laut yang

    semula berupa teluk besar, berlangsung pembentukan koloni berupa bukit-bukit yang kemudian menjadi

    bagian dari Pegunungan Seribu. Bukit-bukit di daerah tsb hingga saat ini secara jelas memperlihatkan

    format batuan koral serupa dengan batuan di dasar lautan. Bahkan di sejumlah tempat dengan mudah

    ditemukan fosil-fosil binatang laut (yang menunjukkan bahwa daerah tsb dahulunya merupakan dasar

    lautan).

    Konon Bengawan Solo yang merupakan sungai terpanjang di Pulau Jawa. Panjangnya mencapai sekitar600 km.

  • 7/22/2019 Manusia Purba Trinil Ngawi Jawa Timur

    4/8

  • 7/22/2019 Manusia Purba Trinil Ngawi Jawa Timur

    5/8

    MANUSIA PURBA TRINIL NGAWI

    MUSEUM MANUSIA PURBA NGAWI DI JAWA TIMUR

    Ratusan tahun silam di Tanah Jawa, tepatnya di sepanjang aliran Sungai Bengawan Solo, sebuah

    sejarah besar t entang manusia purba terkuak.

    Dari penggalian yang dilakukan Eugene Dubois, seorang dokter berkebangsaan Belanda ditemukan

    beberapa pecahan batu. Mulai dari gigi geraham, tulang paha, tengkorak manusia purba dan binatang.

    Upaya Dubois tidak bisa dibilang asal-asalan. Dirinya waktu itu, tertantang dengan teori Human Origin,

    yang dikemukakan Charles Robert Darwin (1809-1882). Dalam teori itu menyatakan bahwa manusia ini

    berasal dari evolusi kera.

    Berdasar teori Human Origin, Dubois meninggalkan negeri kincir angin menuju Indonesia pada tahun

    1887. Selain itu ada dua alasan yang dijadikan acuannya kali ini. Pertama, berdasarkan buku The Descent

    of Man, menceritakan bahwa nenek moyang manusia seharusnya hidup di daerah tropis. Karena manusia

    purba sudah kehilangan bulu selama perkembangannya.

    Alasan kedua, di Hindia-Belanda (Indonesia) banyak gua-gua, jadi tak mustahil akan ditemui fosil-fosil

    atau bekas kehidupan manusia purba.

    Beberapa teori dan alasan itulah Eugene Dubois, bertekad untuk membuktikan penelitiannya dengan

    menggali di beberapa daerah. Khususnya yang ada di Pulau Jawa di sepanjang aliran Sungai Bengawan

    Solo. Namun, sebelumnya Dubois meneliti di Payah Kumbuh, Sumatera, tahun 1887.

    Pada tahun 1891 Eugne Dubois, yang adalah seorang ahli anatomi menemukan bekas manusia purba

    pertama di luar Eropa yaitu spesimen manusia Jawa. Pada 1893 Dubois menemukan fosil manusia purba

    Pithecanthropus erectus serta fosil hewan dan tumbuhan purba lain.

    Menurut penjelasan Indro Waluyo, Ketua penanggung jawab Museum Trinil,

    Ngawi, penggalian Dubois saat itu di sepanjang muara sungai, tepatnya di Desa Kawu, Desa Ngancar, dan

    Desa Gemarang. Tiga tempat itulah yang menjadi penggalian manusia purba, kata pria berusia 52 tahun

    ini.

    Di samping itu, papar Indro lagi, keberadaan ketiga desa itu yang berada di pinggiran aliran sungai.

    Sehingga disebut dengan istilah Trinil. Yang konon, artinya tiga desa di muara Sungai Bengawan Solo.

    Museum

    Untuk mempelajari fosil-fosil manusia purba, dari semua penelitian dan penggalian yang dilakukanDubois. Maka, dibuatlah replika fosil manusia purba yang kini disimpan di dalam sebuah museum.

    http://eastjavatraveler.com/wp-content/uploads/ejtcom_trinil-3.jpghttp://eastjavatraveler.com/wp-content/uploads/ejtcom_trinil-4.jpghttp://eastjavatraveler.com/wp-content/uploads/ejtcom_trinil-3.jpghttp://eastjavatraveler.com/wp-content/uploads/ejtcom_trinil-4.jpg
  • 7/22/2019 Manusia Purba Trinil Ngawi Jawa Timur

    6/8

    Sedangkan fosil yang asli dibawa dan disimpan di Belanda.

    Indro Waluyo menjelaskan kembali, jika semua fosil yang ada di dalam museum adalah replika belaka.

    Yang mana terbuat dari bahan fiberglass (atom) dengan patokan ukuran dan bentuknya menyerupai asli.

    Hingga kini museum itu dikenal dengan Museum Trinil, berlokasi di Dukuh Pilang, Desa Kawu, Kecamatan

    Kedunggalar, Kabupaten Ngawi, Propinsi Jawa Timur. Atau kurang lebih 13 kilometer arah barat pusat

    kota Ngawi.Untuk mencapai lokasi ini dapat ditempuh dengan semua jenis kendaraan. Sayang sekali di jalan arteri

    yang bisa menjadi petunjuk utama, tidak ada satupun patokan yang bisa mengarahkan kita ke Museum.

    Museum yang berdiri di atas lahan seluas 3 hektar itu, diresmikan Gubernur

    Jatim Soelarso, pada 20 Nopember 1991. Kini di bawah kelolah Balai Pelestarian Purbakala (BP-3)

    Trowulan, Mojokerto. Dan situs ini dibangun atas prakarsa dari Teuku Jacob, seorang ahli antropologi

    dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

    Situs Museum Trinil dalam penelitian merupakan salah satu tempat hunian kehidupan purba pada zaman

    Pleistosen Tengah, kurang lebih 1 juta tahun yang lalu. Situs ini sangat penting sebab di sini selain

    ditemukan data manusia purba, juga tersimpan bukti konkrit tentang lingkungannya, baik flora maupun

    faunanya.

    Masuk ke dalam museum terdapat ruangan yang dipenuhi dengan tulang-tulang manusia purba. Antara

    lain fosil tengkorak manusia purba (Phitecantropus Erectus Cranium, Karang Tengah Ngawi), fosil

    tengkorak manusia purba (Pithecantropus Erectus Cranium Trinil Area), fosil tulang rahang bawah

    macan (Felis Tigris Mandi Bula Trinil Area), fosil gigi geraham atas gajah (Stegodon Trigonocephalus

    Upper Molar Trinil Area), fosil tulang paha manusia purba (Phitecantropus Erectus Femur Trinil Area),

    fosil tanduk kerbau (Bubalus Palaeokerabau Horn Trinil Area), fosil tanduk banteng (Bibos

    Palaeosondaicus Horn Trinil Area) dan fosil gading gajah purba (Stegodon Trigonocephalus Ivory Trinil

    Area).

    Disamping itu masih ada beberapa fosil tengkorak Australopithecus Afrinacus, Cranium Taung Bostwana

    Afrika Selatan, Homo Neanderthalensis Cranium Neander Dusseldorf Jerman dan Homo Sapiens Cranium.

    Selain fosil-fosil tengkorak yang telah disebutkan, hal menarik lainnya adanya sebuah tugu tempat

    penemuan manusia purba. Dulu tak banyak orang tahu akan makna tugu itu, bahkan kemungkinan besar

    bisa rusak kalau tidak dpelihara oleh seorang sukarelawan yang ada di sana.

    Di tugu putih yang ada di pojok museum itu bertuliskan P.E. 175M.ONO 1891/93. Tulisan itu menjelaskan

    titik pengamatan dari arah penggalian Pithecantropus Erectus di Sungai Bengawan Solo, dengan jarak

    175 meter arah timur laut pada tahun 1891/93.

    Fasilitas

    Sebagai salah satu tempat wisata minat khusus, dalam hal ini cagar budaya. Museum Trinil saat ini telah

    didukung beberapa fasilitas penunjang yang diperuntukkan bagi wisatawan.

    Seperti ada lahan parkir yang luas, pendopo, kantor informasi, tempat istirahat bagi tamu yang ingin

    mengadakan penelitian beberapa hari, tempat makan, mushola, dan masih banyak fasilitas menarik

    lainnya.

    Dari keterangan Suryono, staf penjaga museum pada EastJava Traveler mengatakan karena museum ini

    adalah tempat studi yang sangat penting. Maka, tidak boleh sembarangan orang yang datang ke sini. Jadi

    tujuan mereka benar untuk penelitian atau sekadar mencari informasi tentang arti museum, imbuh pria

    berusia 35 tahun ini.

    Mengetahui kelengkapan wawasan yang dapat diperoleh. Juga didukung sarana dan fasilitas yang begitu

    memadai, tak salah bila pengunjung yang datang ke sana cukup banyak. Salah satunya M. Irfan, 33 tahun,

    http://eastjavatraveler.com/wp-content/uploads/ejtcom_trinil-6.jpg
  • 7/22/2019 Manusia Purba Trinil Ngawi Jawa Timur

    7/8

    pengunjung asal Solo. Dia mengaku datang ke museum ini untuk mengetahui detail cerita penemuan

    manusia purba. Selain itu untuk mendapatkan nuansa rekreasi yang berbeda saja, tambahnya.

    Untuk pengunjung yang datang ke museum, Suryono menambahkan jika jumlah yang berkunjung ke

    museum setiap akhir pekan bisa dibilang selalu meningkat.

    Bahkan menurut Indro Waluyo, mereka tak hanya datang dari dalam kota saja. Tapi ada yang dari luar

    kota bahkan luar negeri. Kalau luar kota ada yang datang dari Surabaya, Gresik, Jombang, Kediri, Nganjuk,Madiun, Magetan, Solo, Yogyakarta, Semarang, dan masih banyak lainnya.

    Sedangkan wisatawan asing yang datang ke sini. Antara lain dari Jepang, Prancis, Belanda, Jerman,

    Amerika Serikat, dan beberapa negara luar lainnya. Mereka terkadang menginap sampai tiga hari di sini,

    untuk melakukan penelitian yang mendalam, tukas Indro.

    Daftar pustaka

    http://inti-agaminti.blogspot.com/2012/01/manusia-purba-trinil-ngawi-jawa-timur.htmlhttp://dumawati.blogspot.com/2012/02/manusia-purba-trinil-ngawi.html

    http://inti-agaminti.blogspot.com/2012/01/manusia-purba-trinil-ngawi-jawa-timur.htmlhttp://inti-agaminti.blogspot.com/2012/01/manusia-purba-trinil-ngawi-jawa-timur.htmlhttp://dumawati.blogspot.com/2012/02/manusia-purba-trinil-ngawi.htmlhttp://dumawati.blogspot.com/2012/02/manusia-purba-trinil-ngawi.htmlhttp://dumawati.blogspot.com/2012/02/manusia-purba-trinil-ngawi.htmlhttp://inti-agaminti.blogspot.com/2012/01/manusia-purba-trinil-ngawi-jawa-timur.html
  • 7/22/2019 Manusia Purba Trinil Ngawi Jawa Timur

    8/8