mantra tulembang dan tupakbiring dalam · pdf filegigih dan sabar dalam membimbing,...

33
MANTRA TULEMBANG DAN TUPAKBIRING DALAM KEHIDUPAN SUKU MAKASSAR MUHAMMAD SYAFRI BADARUDDIN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015 DIAJUKAN UNTUK UJIAN TERBUKA DISERTASI

Upload: hahuong

Post on 19-Feb-2018

233 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: MANTRA TULEMBANG DAN TUPAKBIRING DALAM · PDF filegigih dan sabar dalam membimbing, mengarahkan, dan mendorong, serta memberi ... Nyoman Darma Putra, M. Litt., Prof. Dr. I Dewa Komang

i

MANTRA TULEMBANG DAN TUPAKBIRING

DALAM KEHIDUPAN SUKU MAKASSAR

MUHAMMAD SYAFRI BADARUDDIN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2015

DIAJUKAN UNTUK

UJIAN TERBUKA

DISERTASI

Page 2: MANTRA TULEMBANG DAN TUPAKBIRING DALAM · PDF filegigih dan sabar dalam membimbing, mengarahkan, dan mendorong, serta memberi ... Nyoman Darma Putra, M. Litt., Prof. Dr. I Dewa Komang

ii

MANTRA TULEMBANG DAN TUPAKBIRING

DALAM KEHIDUPAN SUKU MAKASSAR

MUHAMMAD SYAFRI BADARUDDIN

NIM 1190171013

PROGRAM DOKTOR

PROGRAM STUDI LIGUISTIK

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2015

DIAJUKAN UNTUK

UJIAN TERBUKA

DISERTASI

Page 3: MANTRA TULEMBANG DAN TUPAKBIRING DALAM · PDF filegigih dan sabar dalam membimbing, mengarahkan, dan mendorong, serta memberi ... Nyoman Darma Putra, M. Litt., Prof. Dr. I Dewa Komang

iii

MANTRA TULEMBANG DAN TUPAKBIRING

DALAM KEHIDUPAN SUKU MAKASSAR

Disertasi untuk Memperoleh Gelar Doktor

pada Program Doktor, Program Studi Linguistik,

Program Pascasarjana Universitas Udayana

MUHAMMAD SYAFRI BADARUDDIN

NIM 1190171013

PROGRAM DOKTOR

PROGRAM STUDI LIGUISTIK

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2015

Page 4: MANTRA TULEMBANG DAN TUPAKBIRING DALAM · PDF filegigih dan sabar dalam membimbing, mengarahkan, dan mendorong, serta memberi ... Nyoman Darma Putra, M. Litt., Prof. Dr. I Dewa Komang

iv

LEMBAR PENGESAHAN

DISERTASI INI TELAH DISETUJUI

TANGGAL,…………………….2015

Promotor,

Prof. Dr. I Wayan Cika, M.S.

NIP 19551231 198303 1 431

Kopromotor I,

Prof. Dr. Tadjuddin Maknun, S.U.

NIP 19541231 198101 1 014

Kopromotor II,

Prof. Dr. I Nyoman Suarka, M.Hum.

NIP 19610212 198803 1 001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Doktor Linguistik

Program Pascasarjana

Universitas Udayana,

Prof. Dr. Aron Meko Mbete

NIP 19470723 197903 1 002

Direktur

Program Pascasarjana

Universitas Udayana,

Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K).

NIP 19590215 1985 102 001

Page 5: MANTRA TULEMBANG DAN TUPAKBIRING DALAM · PDF filegigih dan sabar dalam membimbing, mengarahkan, dan mendorong, serta memberi ... Nyoman Darma Putra, M. Litt., Prof. Dr. I Dewa Komang

v

Disertasi telah diuji pada Ujian Tertutup pada

Tanggal, 1 Oktober 2015

Panitia Ujian Disertasi, Berdasarkan SK Rektor Universitas

Udayana Nomor : 3225/UN.14.4/HK/2015

Tanggal, 29 September 2015

Susunan Panitia Penilai Disertasi Program Doktor (S-3) Linguistik

Program Pascasarjana Universitas Udayana

Ketua : Prof. Dr. I Nyoman Weda Kusuma, M.S.

Anggota :

1. Prof. Dr. I Wayan Cika, M.S. (Promotor)

2. Prof. Dr. Tadjuddin Maknun, S.U., M.A, (Kopromotor I)

3. Prof. Dr. I Nyoman Suarka, M.Hum, (Kopromotor II)

4. Prof. Dr. I Wayan Pastika, M.S.

5. Prof. Dr. I Made Suastika, S.U.

6. Prof. Dr. Nyoman Kutha Ratna, S.U.

7. Dr. I Wayan Suardiana, M.Hum.

Page 6: MANTRA TULEMBANG DAN TUPAKBIRING DALAM · PDF filegigih dan sabar dalam membimbing, mengarahkan, dan mendorong, serta memberi ... Nyoman Darma Putra, M. Litt., Prof. Dr. I Dewa Komang

vi

PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama : Muhammad Syafri Badaruddin

NIM : 1190171013

Program Studi : Pendidikan Doktor (S-3) Linguistik Program

Pascasarjana Universitas Udayana

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Disertasi ini bebas plagiat. Apabila

dikemudian hari ternyata terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya

bersedia menerima sanksi sesuai dengan PERMENDIKNAS RI. No. 17 Tahun

2001 dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku.

Denpasar, ………………..2015

Saya yang membuat

Pernyataan,

Muhammad Syafri Badaruddin

Page 7: MANTRA TULEMBANG DAN TUPAKBIRING DALAM · PDF filegigih dan sabar dalam membimbing, mengarahkan, dan mendorong, serta memberi ... Nyoman Darma Putra, M. Litt., Prof. Dr. I Dewa Komang

vii

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan berkat dan Rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penulisan disertasi ini dengan baik. Disertasi ini berjudul “Mantra Tulembang dan

Tupakbiring dalam Kehidupan Suku Makassar”. Di dalam disertasi ini dikupas

bentuk, fungsi, dan makna teks mantra Tulembang dan Tupakbiring di daerah

Bukrung-bukrung, Kecamatan Pattallassang, Kabupaten Gowa dan daerah

Pallaklakang, Kecamatan Galesong, Kabupaten Takalar. Penelitian ini memahami

praktik-praktik masyarakat petani dan nelayan tradisional suku Makassar dalam

menggunakan mantra berdasarkan pemahaman masyarakatnya. Dikupas juga

nilai-nilai kearifan lokal, perilaku, kepercayaan, sosial, dan budaya, serta

peristiwa penuturan mantra agar dapat dipahami dengan baik dari sudut pandang

linguistik, dalam hal ini kajian semiotika.

Disertasi ini dapat terselesaikan, tidak lepas dari bantuan banyak pihak.

Oleh karena itu, pada kesempatan ini disampaikan penghargaan dan ucapan terima

kasih kepada para pihak yang ikut berkontribusi, sebagai berikut.

Prof. Dr. I Wayan Cika, M.S. selaku promotor yang telah memberikan

bimbingan intensif dan komprehensif, dengan penuh kesabaran sehingga disertasi

ini dapat terselesaikan dengan baik. Terima kasih juga atas motivasi yang tinggi

dan nasihat yang selalu mengingatkan penulis untuk menjadi Doktor yang penuh

kerendahan hati dan mempunyai keberanian mengungkapkan kebenaran.

Page 8: MANTRA TULEMBANG DAN TUPAKBIRING DALAM · PDF filegigih dan sabar dalam membimbing, mengarahkan, dan mendorong, serta memberi ... Nyoman Darma Putra, M. Litt., Prof. Dr. I Dewa Komang

viii

Prof. Dr. Tadjuddin Maknun, S.U. selaku ko-promotor I, yang telah

memberikan bimbingan serta masukan secara teoretis untuk penyempurnaan

disertasi ini. Tidak lupa motivasi tanpa lelah yang membuat penulis lebih percaya

diri untuk menyelesaikan disertasi ini sesuai dengan waktu yang direncanakan.

Prof. Dr. I Nyoman Suarka, M.Hum., selaku ko-promotr II, yang selalu

gigih dan sabar dalam membimbing, mengarahkan, dan mendorong, serta

memberi masukan yang relevan berupa ide-ide konstruktif dan kritis. Koreksi dan

komentar menjadi cambuk bagi penulis untuk tetap semangat dan maju sehingga

disertasi ini dapat terselesaikan sesuai dengan waktu yang ditentukan.

Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp. PD. KEMD., selaku Rektor Universitas

Udayana, yang telah memberikan izin untuk mengikuti pendidikan (S-3)

Linguistik pada Program Pascasarjana Universitas Udayana serta memberikan

bantuan untuk penelitian disertasi ini. Terima kasih pula penulis sampaikan

kepada Direktur Program Pascasarjana, Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp. S.

(K), Prof. Dr. Made Budiarsa, MA selaku Asisten Direktur I dan Prof. Dr. Made

Sudiana Mahendra, Ph.D sebagai Asisten Direktur II telah memberikan

kesempatan untuk menggunakan fasilitas akademis yang diberikan sehingga studi

yang ditempuh menjadi lancar.

Prof. Dr. I Wayan Cika, M.S. sebagai Dekan Fakultas Sastra dan Budaya,

Universitas Udayana memberi semangat untuk tetap melanjutkan penulisan

disertasi penulis. Terima kasih juga atas dukungan moral selama penelitian

disertasi ini.

Page 9: MANTRA TULEMBANG DAN TUPAKBIRING DALAM · PDF filegigih dan sabar dalam membimbing, mengarahkan, dan mendorong, serta memberi ... Nyoman Darma Putra, M. Litt., Prof. Dr. I Dewa Komang

ix

Prof. Dr. Aron Meko Mbete selaku Ketua Program Studi Doktor (S-3)

Linguistik, Program Pascasarjana Universitas Udayana karena masukan yang

telah diberikan, baik kapasitasnya sebagai ketua program maupun pribadi terkait

perkembangan bahasa dan sastra. Dr. Drs. A.A. Putu Putra, M. Hum., sebagai

Sekretaris Program penulis sampaikan terima kasih atas bantuan dan saran-

sarannya.

Seluruh staf pengajar Program Studi Doktor (S-3) Linguistik, Program

Pascasarjana Universitas Udayana, seperti: Prof. Dr. I Wayan Cika, M.S., Prof.

Dr. I Nyoman Suarka, M.Hum., Prof. Dr. I Nyoman Kutha Ratna, S.U., Prof. Dr.

I Made Suastika, S.U., Prof. Dr. I Nyoman Weda Kesuma, M.S., Prof. Dr. I

Nyoman Darma Putra, M. Litt., Prof. Dr. I Dewa Komang Tantra, M.Sc., Ph.D.,

yang telah memberikan masukan dan semangat selama masa kuliah. Terima kasih

atas ilmu yang diajarkan baik secara makro maupun mikro yang bermanfaat,

terutama dalam hal kebahasaan dan kesastraan.

Terima kasih juga penulis tujukan kepada Dr. Pudentia, MPSS, Ketua

KTL Pusat Jakarta, telah memberi kesempatan kepada penulis untuk mengikuti

Program Sandwich di Leiden University, Netherland. Demikian pula, penulis

berterima kasih kepada Prof. Dr. Aone Van Engelenhoven yang memberi kuliah

dan arahan selama berada di universitas Leiden sehingga penulisan disertasi ini

terarah.

Tim penguji, seperti Prof. Dr. I Wayan Cika, M.S., Prof. Dr. Tadjuddin

Maknun, S.U., Prof. Dr. I Nyoman Suarka, M.Hum., Prof. Dr. I Wayan Pastika,

M.Hum., Prof. Dr. I Made Suastika, S.U., Prof. Dr. Prof. Dr. I Nyoman Kutha

Ratna, S.U., Prof. Dr. I Nyoman Weda Kesuma, M.S., dengan kesungguhan hati

memberikan masukan yang bermanfaat dan berharga sehingga disertasi ini dapat

terselesaikan dengan baik.

Page 10: MANTRA TULEMBANG DAN TUPAKBIRING DALAM · PDF filegigih dan sabar dalam membimbing, mengarahkan, dan mendorong, serta memberi ... Nyoman Darma Putra, M. Litt., Prof. Dr. I Dewa Komang

x

Staf administrasi Program Studi Doktor (S-3) Linguistik, Program

Pascasarjana, Universitas Udayana, seperti: Nyoman Sadra, S.S., I Gusti Ayu Putu

Supadmini, Nyoman Adi Trian, I Ketut Ebuh, S.Sos., Ni Nyoman Sukartini, Dra.

Ni Nyoman Sumerti, penulis ucapkan terima kasih atas dukungannya. Penulis

juga mengucapkan terima kasih atas layanan administrasi yang telah diberikan

sejak awal perkuliahan hingga selesai disertasi ini.

Rektor Universitas Hasanuddin, Dekan Fakultas Sastra Universitas

Universitas Hasanuddin, Ketua Jurusan Sastra Inggris Universitas Hasanuddin

atas kesempatan untuk diberikan studi S-3 di universitas Udayana. Penulis juga

mengucapkan terima kasih atas dukungan moral serta telah memberikan izin

bebas dari tugas akademis selama kuliah dan proses penyelesaian disertasi ini.

Kawan-kawan seangkatan Dr. Ni Putu Parmini, M. Hum., Dr. Luh Putu

Puspawati, M.Hum., Dra. Novena Sujiwo, M.Hum., Drs. Ader Laipe, M.Hum.,

atas segala dukungan dan motivasi yang diberikan sehingga disertasi ini dapat

terselesaikan dengan baik. Demikian pula, teman-teman dosen Fakultas Sastra

Universitas Hasanuddin, seperti: Drs. Alwi Rachman, Drs. Raden Assegaf, M.A.,

Drs. A Lukmanulhakim Jaya, M.A., Dr. Andjarwati Sadik, M.A., Dra. Nadirah

Mahaseng, M.A,. Dra. Marlaeny Rajuni, M.A., Dr. Nasmila Imran, M. Hum., Dr.

Sukmawati Idris, M.Hum., Dr. Khamsinah Darwis, M. Hum., Prof. Dr.

Muhammad Darwis, M.S., Prof. Dr. Nurhayati Rahman, M.S., Prof. Dr. Rasyid

Akaba, M.S., Dr. Ayub Khan, M. Hum., Drs. Abdul Madjid M. Hum, Dr. Suryadi

Mappangara, M. Hum atas dukungan moral dan waktunya untuk sejenak

Page 11: MANTRA TULEMBANG DAN TUPAKBIRING DALAM · PDF filegigih dan sabar dalam membimbing, mengarahkan, dan mendorong, serta memberi ... Nyoman Darma Putra, M. Litt., Prof. Dr. I Dewa Komang

xi

berdiskusi dalam menyelesaikan disertasi ini. Penulis berdiskusi dengan mereka

setiap penulis pulang ke Makassar dan mendapat banyak masukan dari mereka.

Prof. Dr. M.L. Manda, M.A, M. Phil., dan Dra. Sri Sulastri atas arahan dan

dukungan serta bantuan buku-buku penelitian sehingga disertasi ini dapat

terselesaikan tepat waktu. Terima kasih kepada Melania Dharmasetiana, Dicky

Dharmasetiana, Elly Dharmasetiana atas bantuan fasilitas selama penulisan

disertasi ini dan telah memberi dorongan untuk menyelesaikan disertasi ini.

Terima kasih penulis haturkan kepada H. Refdi M. Nur dan Hj. Ernawati di

Ambon sering memberi bantuan, motivasi, nasihat dan telah menjadi sahabat serta

saudara selama ini. Haji Muhammad Ibrahim (almarhum) dan Hajjah Nimmi

Gulam Ibrahim serta Hajjah Arnia Daud Hafids di Denpasar Bali yang telah

memberikan dukungan baik materil maupun moril guna menyelesaikan disertasi

ini.

Dalam kesempatan ini, penulis juga menyampaikan terima kasih kepada

Haji Abdul Hamid, B.A. dan Hajjah Hasnah Badaruddin Hamid, Hajjah Saenab

Badaruddin, Hajjah Sitti Fatimah Badaruddin, Hajjah Syamsiah Badaruddin,

Hajjah Nurhayati Badaruddin, Akhmad Badaruddin, S.T., Said Badaruddin, dan

Thamrin Badaruddin telah menjadi teman-teman diskusi khususnya bahasa

Makassar yang terdapat dalam mantra Tulembang dan Tupakbiring. Penulis juga

mengucapkan terima kasih atas dukungan moral dari saudara-saudaraku.

Ucapan terima kasih juga dihatukan kepada Isteri tercinta, Iriani Marriam

B.Sc., dan ketiga buah hatiku Sastyani Syafri, S.E., dr Muh. Siddiq Syafri, S.Ked.,

Muh. Syahdan Syafri, S.H., dan anak menantuku dr. Arie Kurniaty M. Noor,

Page 12: MANTRA TULEMBANG DAN TUPAKBIRING DALAM · PDF filegigih dan sabar dalam membimbing, mengarahkan, dan mendorong, serta memberi ... Nyoman Darma Putra, M. Litt., Prof. Dr. I Dewa Komang

xii

S.Ked., serta cucunda Akhmad Haedar Zacky, dan Muh. Noor Aydin Siddiq atas

doa, ketulusan, kesabaran, dan motivasi. Terima kasih kepada istri Iriani Marriam

atas dorongan yang begitu luhur sehingga disertasi ini dapat terselesaikan.

Beberapa tokoh masyarakat Baso Daeng Sila, Akhmad Daeng Naba

Bumbung Daeng Gassing, Maddatuang Daeng Ngagu, Sandy Daeng Sanre,

Karaeng Tarang, Karaeng Tompo, Azis Daeng Tiro, Asram Daeng Bani atas

segala informasi yang diberikan selama penelitian di lapangan sehingga disertasi

ini dapat terselesaikan tepat waktu. Terakhir, terima kasih kepada semua pihak

yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah memberikan bantuan dan

dukungan selama menjalankan penelitian disertasi ini sehingga dapat terselesaikan

dengan baik.

Segala saran dan kritikan yang membangun dari para pembaca yang cerdas

dan kritis sangat diharapkan dan dihargai untuk perbaikan disertasi ini. Semoga

disertasi ini berguna dan bermanfaat bagi para akademisi ataupun yang

membutuhkan.

Denpasar, 2015

Muhammad Syafri Badaruddin

Page 13: MANTRA TULEMBANG DAN TUPAKBIRING DALAM · PDF filegigih dan sabar dalam membimbing, mengarahkan, dan mendorong, serta memberi ... Nyoman Darma Putra, M. Litt., Prof. Dr. I Dewa Komang

xiii

ABSTRAK

MANTRA TULEMBANG DAN TUMPAKBIRING

DALAM KEHIDUPAN SUKU MAKASSAR

Mantra adalah bentuk kesusastraan yang paling tua di Indonesia sebagai

aspek kebudayaan lama yang masih bertahan sampai sekarang, bahkan masih

digunakan oleh masyarakat tradisional. Masyarakat tradisional Makassar

menggunakan mantra sesuai dengan tujuannya. Mantra menanam padi atau

mantra bercocok tanam disebut mantra Tulembang, sedangkan mantra melaut atau

menangkap ikan disebut mantra Tupakbiring. Mantra berupa ucapan atau

perkataan yang dapat mendatangkan kekuatan gaib. Kekuatan tersebut bertujuan

untuk memberikan kekuatan bagi manusia dalam menjalankan berbagai kegiatan.

Wujudnya berupa puji-pujian terhadap sesuatu yang gaib atau pun sesuatu yang

dianggap harus dikeramatkan, seperti: dewa-dewa, roh-roh, binatang-binatang

ataupun Tuhan, biasanya diucapkan oleh sanro/dukun dan pinati/pawang.

Berkaitan dengan judul penelitian ini, maka dirumuskan empat masalah

penelitian, sebagai berikut: (1) bagaimanakah struktur teks mantra Tulembang dan

Tupakbiring; (2) bagaimanakah fungsi dan variasi teks mantra Tulembang dan

Tupakbiring; (3) Bagaimanakah makna teks mantra Tulembang dan Tupakbiring;

dan (4) bagaimanakah strategi pewarisan teks mantra Tulembang dan

Tupakbiring. Tujuan penelitian ini adalah: (1) untuk mengetahui struktur teks

mantra Tulembang dan Tupakbiring; (2) untuk mengetahui fungsi teks mantra

Tulembang dan Tupakbiring; (3) untuk mengetahui makna teks mantra

Tulembang dan Tupakbiring; dan (4) untuk mengetahui strategi pewarisan dalam

mantra Tulembang dan Tupakbiring. Metode penelitian menggunakan analisis

semiotika, yang mengedepankan kualitatif interpretatif sehingga memberikan

kesimpulan yang komprehensif mengenai hasil penafsiran dan pemahaman yang

telah dilakukan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa teks mantra Tulembang dan

Tupakbiring pada umumnya menggunakan Basmallah dan Assalamualaikum

sebagai pembuka. Batang tubuh memuat permohonan kepada Sang Pencipta, dan

penutup menggunakan puji-pujian kepada Allah dan Nabi Muhammad.

Penggunaan bahasa lebih menonjol metaforis (analogis) dengan sentuhan mitologi

dan religi. Wacana naratif lebih didominasi oleh wacana sugestif. Bentuk wacana

lebih banyak terlihat sebagai monolog dan dialog. Mantra cenderung lebih bebas

dalam hal suku kata, baris, ataupun persajakan. Karakteristik kesatuan teks mantra

Tulembang lebih didominasi oleh rima tidak sempurna dan rima alterasi. Hal ini

tampak pada fungsi teks mantra, melalui fungsi teologi, religius, sosial, dan

budaya ditemukan sebagai sarana interaksi komunikasi dengan sang Maha

Pencipta dan penghargaan kepada manusia. Teks mantra ditemukan kandungan

makna: pengakuan, pengharapan, kebersihan (kesucian) diri dan hati, ketenangan,

dan kepuasan batiniah. Strategi pewarisan bersifat vertikal dan horisontal.

Page 14: MANTRA TULEMBANG DAN TUPAKBIRING DALAM · PDF filegigih dan sabar dalam membimbing, mengarahkan, dan mendorong, serta memberi ... Nyoman Darma Putra, M. Litt., Prof. Dr. I Dewa Komang

xiv

Kata kunci: struktur teks, fungsi teks, makna teks, strategi pewarisan, mantra

Page 15: MANTRA TULEMBANG DAN TUPAKBIRING DALAM · PDF filegigih dan sabar dalam membimbing, mengarahkan, dan mendorong, serta memberi ... Nyoman Darma Putra, M. Litt., Prof. Dr. I Dewa Komang

xv

ABSTRACT

Tulembang and Tupakbiring mantra in the life of Makassarese

Mantra is the oldest form of literature in Indonesia as long cultural aspect

which still survives until now and is still used by traditional communities.

Makassarese Traditional Societies use mantra according to their needs. Mantra for

planting rice or mantra for cultivation is called Tulembang mantra, while mantra

for fishing is called Tupakbiring mantra. The mantra is in the form of expressions

or words can bring magic power. The power aims to provide strength for human

in performing various activities. The forms can be praises to something to be

considered as sacred such as gods, spirits, animals, or God usually uttered by

sanro (shaman) and pinati (one who has magic power to perform something).

Associated with the above conditions, four research issues could be

formulated, namely: (1) how is the text structure of Tulembang and Tupakbiring

mantras; (2) how are the functions and variations of Tulembang and Tupakbiring

mantras; (3) how are the meaning of the texts of Tulembang and Tupakbiring

mantras; and (4) How is the strategy of inheritance of Tulembang and

Tupakbiring mantras. The aim of the study was to find out the text structure, the

function and variation, the meaning of Tulembang and Tupakbiring mantra, and

the inheritance strategy. The analysis used in the study was semiotics. This

emphasizes the qualitative interpretative providing a comprehensive conclusion

regarding the interpretation and understanding of the results.

The results of the study indicate that the text structures of Tulembang and

Tupakbiring mantra generally use Basmalah and Assalamualaikum as opening,

content containing a request to Allah and prophet Muhammad and more

prominent uses of metaphorical language (analogical) with a touch of mythology

and religion. Narrative discourse is more dominated by suggestive discourse. The

discourse is more on monolog and dialog. The mantra tends to be free in terms of

syllables, lines, and rhymes. The unity of the mantra text is more dominated by

irregular rhyme and alteration. The functions are theological, religious, social, and

cultural as a means of communication with the creator and as a respect to human

beings. The meaning contains acknowledgement, hope, sanctity of self and heart,

serenity, and inner satisfaction. The strategy of inheritance is vertical and

horizontal.

Keywords: Text Structure, Function text, the meaning of the text, inheritance

strategy, mantra

Page 16: MANTRA TULEMBANG DAN TUPAKBIRING DALAM · PDF filegigih dan sabar dalam membimbing, mengarahkan, dan mendorong, serta memberi ... Nyoman Darma Putra, M. Litt., Prof. Dr. I Dewa Komang

xvi

RINGKASAN DISERTASI

MANTRA TULEMBANG DAN TUPAKBIRING DALAM KEHIDUPAN

SUKU MAKASSAR

Salah satu wujud kebudayaan yang terdapat di Sulawesi Selatan adalah

mantra. Mantra ada di dalam upacara ritual sebelum menanam padi dan melaut

yang dilakukan oleh masyarakat tradisional Makassar. Mantra adalah bentuk

kesusastraan yang paling tua di Indonesia sebagai aspek kebudayaan lama yang

masih bertahan sampai sekarang, bahkan masih digunakan oleh masyarakat

tradisional. Masyarakat tradisional Makassar menggunakan mantra sesuai dengan

tujuannya. Mantra menanam padi atau mantra bercocok tanam disebut mantra

Tulembang, sedangkan mantra melaut atau menangkap ikan disebut mantra

Tupakbiring.

Kepercayaan adanya kekuatan gaib selalu mendorong masyarakat

tradisional Makassar untuk merealisasikan kekuatan tersebut ke dalam wujud

nyata untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam kehidupan masyarakat tradisional

Makassar, mantra digunakan dalam berbagai adat, yaitu ketika upacara ritual

menanam padi (mantra Tulembang) dan ritual musim melaut (mantra

Tupakbiring). Mantra yang terdiri atas dua macam tersebut tidak terlepas dari

komunitas suku masyarakat, yaitu komunitas yang tinggal di dataran dan

komunitas yang tinggal di daerah pesisir pantai. Masyarakat yang bertempat

tinggal di daerah pegunungan atau disebut sebagai Tulembang atau Turaya,

sedangkan masyarakat yang bertempat tinggal di pantai disebut sebagai

Tupakbiring (Maknun, 2006:1-2). Hal ini yang membentuk dua jenis mantra

dalam suku Makassar.

Mantra Tulembang dan Tupakbiring perlu dilestarikan dan diadakan

penggalian nilai-nilai luhur budaya daerah untuk memperkaya budaya Nusantara.

Mantra Tulembang dan Tupakbiring mengandung unsur bahasa, sastra, budaya,

dan kehidupan suku Makassar yang bersifat religius, serta filosopis. Oleh karena

itu, inventarisasi dan dokumentasi mantra dari berbagai daerah di Sulawesi

Selatan khususnya, dan di Indonesia pada umumnya penting untuk mendapat

perhatian.

Mantra Tulembang dan Tupakbiring dapat dijadikan sebagai teks sastra,

karena menggunakan bahasa sebagai mediumnya dan memiliki sistem tanda yang

mempunyai makna. Ratna (2006:97) mengatakan bahwa dengan perantaraan

tanda-tanda, proses kehidupan manusia menjadi lebih efisien. Dengan perantaraan

tanda-tanda, manusia dapat berkomunikasi dengan sesamanya, bahkan dengan

makhluk di luar dirinya. Oleh karena itu, mantra Tulembang dan Tupakbiring

sebagai salah satu jenis puisi lama menarik untuk dikaji dari aspek semiotika.

Mantra merupakan suatu karya sastra, yaitu sastra lisan dan di dalam mantra itu

banyak terdapat tanda-tanda, baik yang berupa ikon, indeks, maupun simbol yang

dapat dikaji melalui teori semiotika.

Berkaitan dengan kondisi tersebut, maka dirumuskan empat masalah

penelitian, yaitu : (1) bagaimanakah struktur teks mantra Tulembang dan

Tupakbiring; (2) bagaimanakah fungsi dan variasi teks mantra Tulembang dan

Page 17: MANTRA TULEMBANG DAN TUPAKBIRING DALAM · PDF filegigih dan sabar dalam membimbing, mengarahkan, dan mendorong, serta memberi ... Nyoman Darma Putra, M. Litt., Prof. Dr. I Dewa Komang

xvii

Tupakbiring; (3) bagaimanakah makna teks mantra Tulembang dan Tupakbiring;

dan (4) bagaimakah strategi pewarisan dalam mantra Tulembang dan Tupakbiring.

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui mantra Tulembang

dan Tupakbiring dengan kajiannya mencakup struktur teks, fungsi teks, makna

teks, dan strategi pewarisan. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan memberikan

gambaran mengenai mantra Tulembang dan Tupakbiring serta menambah

pengetahuan, yaitu ilmu sastra dari sudut pengkajian sastra tradisional terutama

yang menyangkut mantra Tulembang dan Tupakbiring.

Secara teoretis hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat

akademik dalam pengembangan teori sastra lisan, terutama untuk memberikan

sumbangan pengetahuan, baik terhadap mantra Tulembang dan Tupakbiring

maupun bentuk-bentuk sastra lisan lainnya. Penelitian ini diharapkan dapat

membuka ruang apresiasi, penghayatan dan pemahaman terhadap salah satu genre

suku Makassar yang kelak memperkaya khazanah kesusastraan Indonesia,

khususnya sastra lisan yang masih hidup dan berkembang di masyarakat. Secara

praktis hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat praktis sebagai

motivasi bagi peneliti sastra lisan suku Makassar agar mengarahkan perhatian

pada jenis sastra lisan lainnya. Selain itu, diharapkan menjadi bahan dokumentasi,

rujukan bagi peneliti dan sebagai usaha melestarikan serta mengembangkan sastra

lisan yang telah ada untuk pemerintah daerah Kabupaten Gowa dan Kabupaten

Takalar. Hasil penelitian ini, juga diharapkan memberikan gambaran bagi

masyarakat mengenai kebudayaan atau sastra lisan suku Makassar.

Menurut Bartlett (1965:244-245) sastra lisan merupakan sastra yang

diperdengarkan. Sastra lisan merupakan karya sastra daerah yang diekspresikan

oleh berbagai suku bangsa di Indonesia. Hutomo (1986) menyatakan bahwa sastra

lisan berciri: (1) anonim; (2) materi cerita kolektif, tradisional, dan berfungsi khas

bagi masyarakatnya; (3) mempunyai bentuk tertentu dan varian; (4) berkaitan

dengan kepercayaan; dan (5) hidup pada masyarakat yang belum mengenal

tulisan. Endraswara (2003:251), sastra lisan yang dikaji sebaiknya yang di daerah

terpencil karena di daerah yang demikian keberadaan sastra lisan relatif utuh dan

murni sebab fasilitas teknologi dan mobilitas masyarakat pendukungnya terbatas.

Sastra lisan yang kuat berada di daerah terpencil. Kuatnya sastra lisan di daerah

terpencil disebabkan penduduknya berdaya baca rendah dan kuat dalam

memegang tradisi. Kedua faktor tersebut, menurut Sudikan (1989:58), membuat

sastra lisan lebih kuat daripada sastra tulis.

Mantra terdapat dalam kesusastraan daerah di seluruh Indonesia. Mantra

berhubungan dengan sikap religius manusia, untuk memohon sesuatu dari Tuhan.

Oleh karena itu, diperlukan kata-kata pilihan yang paling gaib, yang oleh

penciptanya dipandang kontak dengan Tuhan. Kata-kata yang terdapat dalam

suatu mantra memiliki kekuatan gaib apalagi kalau dibacakan dengan khusuk dan

keyakinan. Mantra diucapkan untuk menggugah pikiran seseorang untuk kembali

ke jalan yang benar atau sebaliknya (Monier-William, 2012,

http//sanskrit.inria.fr//MW/195.html).

Mantra dituturkan secara turun-temurun dari mulut ke mulut. Mantra

mementingkan rima dan ritme. Dalam mantra, ritme dan makna kata-katalah yang

diutamakan, sedangkan rima tidak terlalu diperhatikan. Mantra sering diucapkan

Page 18: MANTRA TULEMBANG DAN TUPAKBIRING DALAM · PDF filegigih dan sabar dalam membimbing, mengarahkan, dan mendorong, serta memberi ... Nyoman Darma Putra, M. Litt., Prof. Dr. I Dewa Komang

xviii

oleh penggunanya untuk keselamatan dan harapan (Maknun, 2012:56). Menurut

Anwar, (2005:213), mantra biasanya dapat mendatangkan daya gaib, jampi, dan

pesona. Hehahia dan Farlin (2008:274), mantra dianggap mengandung kekuatan.

Mantra perlu dilihat dari segi struktur atau bentuknya. Dilihat dari segi

bentuknya mantra sebagai karya sastra yang sarat dengan rima tersusun secara

indah dengan diksi-diksi yang terpilih dan kuat, yang dianggap mempunyai

kekuatan gaib. Yunus (1981) mengatakan bahwa hal utama yang dipentingkan

dalam sebuah mantra adalah bukannya bagaimana dapat memahaminya, akan

tetapi bagaimana dapat memberikan kontribusi bagi kehidupan manusia. Dalam

mantra sebagaimana puisi pada umumnya terdapat dua bentuk atau pola, yaitu

bentuk bebas dan bentuk terikat. Bentuk bebas adalah pola yang tidak terikat

dengan jumlah kata, baris maupun bait, dan jumlah baris setiap bait, maupun dari

rima dan persajakan (Jalil dan Elmustian, 2002:49). Bentuk terikat mementingkan

jumlah lirik, jumlah kata pelarikannya, dan kesamaan rima (Hamidy, 1993:58).

Menurut Bascom (http//www.jstor.org/stable/536411/accessed

:20/07/2011) ada empat fungsi sastra lisan, yaitu: (1) sebagai bentuk hiburan; (2)

sebagai alat pengesahan pranata-pranata atau lembaga-lembaga kebudayaan; (3)

sebagai alat pendidikan anak; dan (4) sebagai alat pemaksa dan pengawas agar

norma-norma masyarakat selalu dipatuhi oleh anggota kolektifnya.

Variasi teks sebagai proses penciptaan. Menurut Badrun (2014:15), dalam

sastra lisan, khususnya mantra bergantung pada kebiasaan masyarakat pemilik

tradisi. Secara teoretis, proses penciptaan mengandung unsur hafalan, pola rima,

dan formulaik. Dikatakan hafalan karena mantra diturunkan dengan syarat

tertentu, pola rima karena mantra penekanan pada permainan bunyi. Dikatakan

formulaik karena mantra diberikan dengan pembiasaan diri untuk mendengar.

Jacobson (1971:71), salah seorang pakar linguistik meneliti pembelajaran

dan fungsi bahasa, memberi penekanan pada dua aspek dasar struktur bahasa yang

diwakili oleh gambaran metafor retoris (kesamaan) dan metonimia

(kesinambungan). Bagi Jacobson, bahasa memiliki enam macam fungsi, yaitu: (1)

fungsi emotif (emotive), pengungkap keadaan pembicara; (2) fungsi referensial

(referential)), pengacu pesan; ((3) fungsi puitik (poetic), penyandi pesan ; (4)

fungsi metalinguistik (metalinguistics), penerang terhadap sandi atau kode yang

digunakan; (5) fungsi konotif (conative), pengungkap keinginan pembicara yang

langsung atau segera dilakukan atau dipikirkan oleh sang penyimak; (6) Fungsi

fatik (phatic), pembuka, pembentuk, pemelihara hubungan atau kontak antara

pembicara dengan penyimak.

Fungsi puitik mengarahkan segenap upaya dan perhatian pada unsur-unsur

teks (Jakobson, 1896:43). Guna mempelajari bahasa puitis, Jakobson

mempergunakan konsep polaritas dan konsep ekuivalensi. Pada konsep polaritas

diambil dari teori Saussure tentang hubungan sintagmatis dan asosiatif

(paradigmatis). Konsep ini memperlihatkan oposisi biner metafora dan

metonomia. Metafora bersifat paradigmatis, sedangkan metonimia bersifat

sintagmatis. Keduanya mendasari proses pembentukan tanda-tanda bahasa atas

seleksi dan kombinasi. Atas dasar itu, fungsi puitik memberikan definisi sebagai

fungsi untuk memanfaatkan seleksi dan kombinasi untuk menigkatkan ekuivalensi

(Kridalaksana, 2005:49).

Page 19: MANTRA TULEMBANG DAN TUPAKBIRING DALAM · PDF filegigih dan sabar dalam membimbing, mengarahkan, dan mendorong, serta memberi ... Nyoman Darma Putra, M. Litt., Prof. Dr. I Dewa Komang

xix

Ciri-ciri bahasa puitik tidak hanya termasuk dalam ilmu bahasa, tetapi juga

termasuk dalam semua teori mengenai tanda, yaitu semiotika umum. Pernyataan

ini berlaku bagi semua variasi bahasa karena dalam bahasa ada beberapa wilayah

yang erat kaitannya dengan sistem-sistem tanda yang lainnya, bahkan dengan

semua sistem itu (ciri-ciri pansemiotik) (Budiana, dkk., 2008:40).

Berbeda halnya dengan linguistik, kadang-kadang didengar bahwa bahasa

puitik ada kaitannya dengan evaluasi (Kridalaksana, 2005:50). Jakobson

menyatakan fungsi puitis tidak hanya terbatas pada puisi, melainkan pada (dalam)

semua penggunaan bahasa atau dengan kata lain bila akan mempelajari fungsi

puitis, maka linguistik tidak boleh membatasi pada puisi saja (Rokhmansyah,

2014:68).

Makna teks dalam mantra merupakan penandaan kebahasaan yang

mengandung makna simbolik (Maknun, 2012:34). Makna simbolik baik tersurat

maupun tersirat akan merepresentasikan konstruk realitas dan identitas kehidupan

masyarakat pemiliknya. Menurut Ratna (2006:97), perantaraan simbol-simbol

tersebut menjadikan manusia dapat berinteraksi atau berkomunikasi dengan

sesamanya ataupun zat di luar dirinya. Untuk itu, dalam penelitian ini, pembacaan

makna teks mantra dilakukan secara heuristik dan hermeneutika agar ditemukan

satuan makna yang terpadu dan utuh.

Semiotika merupakan ilmu tentang tanda-tanda yang mempelajari

fenomena sosial budaya termasuk sastra sebagai sistem tanda (Preminger,

1974:980). Tanda mempunyai dua aspek, yaitu penanda dan petanda. Penanda

adalah bentuk formal tanda itu dalam bahasa berupa satuan bunyi atau huruf

dalam sastra tulis. Penanda adalah artinya yaitu apa yang ditandai oleh

penanadanya itu. Berdasarkan hubungan antara penanda dan petanda serta

petandanya, maka ada tiga jenis tanda, yaitu: ikon, indeks dan simbol. Ikon adalah

tanda yang penanda dan petandanya menunjukkan ada hubungan yang bersifat

alamiah yaitu penada sama dengan petandan. Misalnya, gambar rumah pada peta

yang menunjukkan bahwa rumah yang ditandai (petanda) menandai rumah yang

sesungguhnya. Indeks adalah tanda yang penanda dan petandanya menunjukkan

adanya hubungan alamiah yang bersifat kausalitas. Misalnya asap menandai api,

mendung menandai hujan. Simbol adalah tanda yang menanda tidak menunjukkan

adanya hubungan alamiah, hubungannya arbiter (semau-maunya) berdasarkan

konvensi. Sebagian besar tanda bahasa berupa simbol. Di samping ketiga tanda

itu, ada tanda yang disebut dengan simtom (gejala) yang petandanya belum pasti.

Misalkan suhu panas orang sakit tidak menunjukkan penyakit tertentu (Culler,

1981).

Dalam semiotika terdapat dua sistem yang dapat diidentifikasi yaitu (1)

sistem semiotik tingkat pertama (first order semiotics) dan sistem semiotik tingkat

kedua (second order semiotics) (Preminger, 1974:981-982). Khususnya teori

semiotika, Riffaterre (1978:166) mengatakan bahwa pembacalah yang bertugas

untuk memberikan makna tanda-tanda yang terdapat pada karya sastra. Tanda-

tanda itu akan memiliki makna setelah dilakukan pembacaan dan pemaknaan

terhadapnya.

Ketidaklangsungan ekspresi merupakan ekspresi yang tidak langsung,

yaitu menyatakan pikiran atau gagasan secara tidak langsung, tetapi dengan cara

Page 20: MANTRA TULEMBANG DAN TUPAKBIRING DALAM · PDF filegigih dan sabar dalam membimbing, mengarahkan, dan mendorong, serta memberi ... Nyoman Darma Putra, M. Litt., Prof. Dr. I Dewa Komang

xx

lain (Pradopo, 2005:124). Ketidaklangsungan ekspresi itu menurut Riffaterre

(1978:2) disebabkan oleh tiga hal, yaitu penggantian arti (displacing of meaning),

penyimpangan arti (distorting of meaning), dan penciptaan arti (creating of

meaning). Penggantian arti (displacing of meaning) menurut Riffaterre

disebabkan oleh penggunaan metafora dan metonimi dalam karya sastra. Metafora

itu bahasa kiasan yang mengumpamakan atau mengganti sesuatu hal dengan tidak

mempergunakan kata pembanding: bagai, seperti, bak, dan sebagainya. Metonimi

merupakan bahasa kiasan yang digunakan dengan memakai nama atau ciri orang

atau sesuatu barang untuk menyebutkan hal yang bertautan dengannya.

Penyimpangan arti (distorting of meaning) adalah penyimpangan bahasa secara

evaluatif atau secara emotif dari bahasa biasa ditujukan untuk membentuk

kejelasan, penekanan, hiasan, humor, atau sesuatu efek yang lain. Riffaterre

(1978:2) mengemukakan bahwa penyimpangan arti disebabkan oleh tiga hal,

yaitu: ambiguitas, kontradiksi, dan Nonsense. Penciptaan arti (creating of

meaning) ditimbulkan melalui enjambement, homologue, dan tipografi

(Riffaterre, 1978:2). Penciptaan arti merupakan konvensi kepuitisan yang berupa

bentuk visual yang secara linguistik tidak mempunyai arti, tetapi menimbulkan

makna di dalam puisi. Jadi, penciptaan arti merupakan organisasi teks di luar

linguistik (Ratna 2010:105).

Hermeneutika adalah studi pemahaman, khususnya tugas pemahaman

teks. Hermeneutika mencakup dua fokus perhatian yang berbeda dan saling

berinteraksi, yaitu: (1) peristiwa pemahaman teks; (2) persoalan yang mengarah

mengenai apa pemahaman interpretasi itu (Palmer, 1969:8). Hermeneutika

merupakan proses mengubah sesuatu atau situasi ketidaktahuan menjadi mengerti.

Definisi lain, hermeneutika metode atau cara untuk menafsirkan simbol berupa

teks untuk dicari arti dan maknanya. Metode ini mensyaratkan adanya

kemampuan untuk menafsirkan masa lampau yang tidak dialami, kemudian di

bawa ke masa depan. Maka hermeneutika merupakan proses mengubah sesuatu

atau situasi ketidaktahuan menjadi mengerti (Sumaryono, 1999:2).

Ratna (2009:19) mengungkapkan bahwa pembicaraan stilistika dalam

analisis karya sastra difokuskan pada batasan deskripsi penggunaan khas bahasa,

seperti: inversi, hiperbola, litotes, dan sebagainya. Secara etiologis, stlistika

memiliki pemaknaan dari kata stilistik atau stil (style) yang diartikan sebagai ilmu

tentang gaya. Gaya merupakan salah satu cabang ilmu dalam bidang kritik sastra

yang relevansinya terkandung dalam semua teks, bukan bahasa tertentu atau

bukan semata-mata teks sastra. Dengan kata lain, stilistika berkaitan dengan

pengertian ilmu tentang gaya dalam karya sastra.

Menurut Atmazaki (2007:152) stilistika sebenarnya merupakan salah satu

pendekatan dalam kritik sastra, yaitu kritik sastra yang menggunakan linguistik

sebagai dasar kajian. Kajian stilistika berkaitan dengan bagaimana kata-kata

tersebut menimbulkan efek dan makna tertentu. Analisis stilistika ini merupakan

pendekatan struktural, sehingga analisis ini boleh dimulai dari unsur kebahasaan

manapun. Stilistika dalam kaitannya dengan studi retorika haruslah merupakan

suatu pencarian filosofis tentang bagaimana kata-kata bekerja atau berpengaruh

dalam wacana. Adapun Leech dan Short menyebut unsur stil dengan istilah

stylistics categories. Menurut mereka unsur stil terdiri atas kategori leksikal,

Page 21: MANTRA TULEMBANG DAN TUPAKBIRING DALAM · PDF filegigih dan sabar dalam membimbing, mengarahkan, dan mendorong, serta memberi ... Nyoman Darma Putra, M. Litt., Prof. Dr. I Dewa Komang

xxi

gramatikal, figures of speech, konteks, dan kohesi. Kemudian, Nurgiyantoro

(1995:290) mengatakan bahwa unsur retorika meliputi pemajasan, penyiasatan

struktur kalimat, dan pencitraan. Dengan demikian, stil atau gaya bahasa terdiri

atas unsur leksikal, gramatikal, kohesi, dan retorika. Dalam penelitian ini unsur

gaya bahasa yang digunakan adalah unsur retorika. Pembahasan unsur-unsur gaya

bahasa yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah unsur retorika yang

meliputi: pemajasan, penyiasatan struktur kalimat, dan pencitraan.

Pembahasan mantra dalam penelitian ini terdiri atas analisis struktur dan

isi mantra. Analisis struktur mantra terdiri atas analisis semiotik dan rima atau

bunyi bahasa mantra dengan pembacaan heuristik. Analisis isi mantra terdiri atas

analisis makna yang dilakukan dengan pembacaan retroaktif atau hermeneutik

yang terdapat dalam mantra. Struktur mantra disebut unsur pembentuk mantra

yang bisa diamati secara visual, sedangkan dalam isi mantra disebut sebagai

makna keseluruhan yang tersembunyi di balik struktur mantra. Pewarisan mantra

dikaitkan dengan syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang yang dapat mewarisi

mantra serta kondisi dan syarat yang harus dipenuhi ketika mantra tersebut

diwariskan serta dibacakan.

Rancangan penelitian ini dari metode semiotika bersifat kualitatif

interpretatif, yakni “menafsirkan” dan “memahami kode” di balik tanda dan teks

tersebut dan memberikan kesimpulan yang komprehensif mengenai hasil

penafsiran dan pemahaman yang telah dilakukan.

Data utama atau data primer sebagai data dasar digunakan untuk

mendeskripsikan aspek bentuk dan variasi, serta fungsi yang terkandung dalam

mantra. Data primer berupa hasil wawancara dengan beberapa tokoh adat serta

pembaca mantra. Data sekunder berupa dokumentasi.

Secara struktur teks mantra Tulembang dan Tupakbiring, dianalisis

menggunakan komposisi naratif teks, satuan wacana naratif teks, dan karakteristik

kesatuan teks. Komposisi naratif mantra Tulembang rata-rata didominasi oleh

komponen salam pembuka, nama sasaran, sugesti, dan visualisasi dan simbol.

Penggunaan bahasa lebih didominasi oleh analogis (metafora) dengan sentuhan

mitologi dan religi. Komposisi tersebut sebagai bentuk permohonan dan

kepasrahan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Mantra Tupakbiring secara

komposisi naratif tidak semua mempunyai salam pembuka dan penutup secara

Islami. Kekuatan mantra terletak pada muatan isi (makna). Komponen yang sering

muncul hampir sama dengan mantra Tulembang, yakni komponen nama sasaran,

sugesti, visualisasi dan simbol. Namun, penekanan dalam mantra ini adalah

komponen nama sasaran dan tujuan. Penggunaan bahasa lebih menonjol metaforis

(analogis) dengan sentuhan mitologi.

Fungsi dan variasi teks mantra, adalah fungsi teologi, sosial, dan budaya.

Fungsi teologi teks mantra Tulembang memiliki filosofi tentang ketuhanan yang

tinggi. Artinya, secara teologi mantra Tulembang difungsikan sebagai sarana

interaksi komunikasi dengan sang Maha Pencipta. Kepercayaan adanya kekuasaan

melebih kemampuan manusia menjadi pondasi dalam menciptakan mantra ini.

Fungsi teologi mantra Tulembang tercermin dalam kalimat pertama sampai lima

(mantra Appasuki Pakjeko), kalimat pertama, dua, dan tiga (mantra Aklessero

Ase), kalimat lima, enam, sembilan, dan duabelas (mantra Akbine), kalimat dua

Page 22: MANTRA TULEMBANG DAN TUPAKBIRING DALAM · PDF filegigih dan sabar dalam membimbing, mengarahkan, dan mendorong, serta memberi ... Nyoman Darma Putra, M. Litt., Prof. Dr. I Dewa Komang

xxii

sampai lima (mantra Pammula Annanang Ase), kalimat kedua (mantra Annanang

Ase), kalimat salam pembuka (mantra Rappo Ase), dan kalimat kedua (mantra

Appa Sulapa Nikutanang), yang semua berisikan perenungan.

Variasi teks dalam mantra Tulembang lebih banyak mengandung unsur

hafalan, pola, rima, dan formulaik. Unsur hafalan karena merupakan proses

pewarisan berdasarkan sistem pewarisan struktur vertikal (hafalan teks dengan

sistem turun-temurun). Pola rima mantra ini cenderung penekanan pada

permainan bunyi yang berulang-ulang. Formulaik diterima berdasarkan kebiasaan

diri yang dilakukan masyarakat pemiliknya.

Fungsi dan variasi teks mantra Tupakbiring hampir sama dengan mantra

Tulembang. Fungsi teologi teks mantra Tupakbiring didominasi oleh nama Allah

Ta-Alah (mantra satu, dua, lima, enam, dan tujuh). Namun, berbeda dengan

Tulembang, mantra Tupakbiring dari ketujuh mantra hanya mantra ketujuh yang

menggunakan kalimat Barakkah Lailaha Illallah. Namun demikian, secara

teologi, mantra Tupakbiring sama dengan mantra Tulembang, yakni sebagai

sarana interaksi komunikasi dengan Sang Maha Pencipta.

Fungsi sosial mantra Tupakbiring yang sering muncul adalah fungsi

proyeksi angan-angan suatu kolektif. Fungsinya untuk mengharapkan hasil laut

yang berlimpah dan menghadapkan keselamatan mengingat kondisi laut sulit

ditebak iklimnya.

Fungsi budaya mantra Tupakbiring sebagai pengesahan budaya. Fungsi

tersebut sebagai bentuk perwujudan kepercayaan terhadap adanya kekuatan

kosmik yang menguasai alam semesta. Variasi teks dalam mantra Tupakbiring

hampir sama dengan mantra Tulembang, yakni lebih didominasi oleh unsur

hafalan, pola, rima, dan formulaik.

Teks mantra Tulembang dan mantra Tupakbiring juga dianalisis melalui

unsur teologi, sosial, dan budaya. Makna teologi mantra Tulembang bahwa Allah

menjadi pondasi bagi keyakinan masyarakat petani tradisional suku Makassar

untuk mengharapkan keberkahan rezeki. Dengan kata lain, secara teologi, mantra

Tulembang mengandung makna: pengakuan, pengharapan, kebersihan (kesucian)

diri dan hati, ketenangan, dan kepuasan batiniah. Mantra Tupakbiring, secara

teologi mempunyai makna pengakuan bahwa tidak ada kekuatan yang menandingi

Allah Ta-Alah, penguatan batin, pendekatan kepada Tuhan agar terlindungi dari

marabahaya, dan mengandung ajaran berbuat baik dan meninggalkan yang keji

dan jahat.

Secara teologi, mantra Tulembang mempunyai makna pengharapan

keberkahan. Sebagian besar mantra Tulembang menggunakan simbol-simbol suci

Islami sebagai mediasi. Mantra Tupakbiring secara teologi juga mempunyai

makna yang hampir sama, yakni menggunakan simbol-simbol Islami, seperti

mengharapkan rezeki yang halal, Makna halal. Merupakan konsep dari ajaran

Islam (mantra Pappalakku). Ketidakberdayaan manusia dan kekuatan Allah Ta-

Alah (mantra Dallekku), dilindungi dari mara bahaya (mantra Songkang Bala dan

mantra Appasuluki Kodia), sebagai semangat dan keselamatan (mantra Loloanna

Sombalakku), dan permohonan kesehjateraan bagi semua awak perahu dan

perahunya (mantra Gosse dan mantra Bunoanna Jukuka).

Page 23: MANTRA TULEMBANG DAN TUPAKBIRING DALAM · PDF filegigih dan sabar dalam membimbing, mengarahkan, dan mendorong, serta memberi ... Nyoman Darma Putra, M. Litt., Prof. Dr. I Dewa Komang

xxiii

Makna sosial mantra Tulembang adalah gotong-royong (mantra Appasuki

Pakjeko), kebersamaan dalam prosesi (mantra Aklessero Ase), dukungan (mantra

Akbine), hubungan erat (mantra Pammula Annanang Ase). Di samping itu, ada

makna penyemangat masyarakat yang menanam padi agar tangguh dan tidak

mudah lelah karena proses menanam adalah aktivitas yang berat (mantra

Annanang Ase), pemanggilan semangat para masyarakat yang menanam padi agar

disertai doa para makhluk suci (mantra Rappo Ase), dan kebersamaan (mantra

Appa Sulapa Nikutanang).

Mantra Tupakbiring secara sosial mempunyai makna gotong-royong

(mantra Pappalakku), penyemangat para masyarakat dan mendoakan sesama

(mantra Dallekku, mantra Songkang Bala dan mantra Gosse), kebersamaan

(mantra Loloanna Sombalakku dan mantra Appasuluki Kodia), dan rasa solidaritas

masyarakat (mantra Bunoanna Jukuka). Secara budaya, mantra Tulembang

mempunyai makna pelestarian, pewarisan, dan mempercayai sesuatu yang hidup

(tanah, sungai, padi, dan hewan) memiliki roh (mantra Appasuki Pakjeko),

membawa keberuntungan (mantra Aklessero Ase), mengharapkan keberkahan

dengan memanggil atau mengundang para manusia dari seluruh penjuru ketika

menabur benih (mantra Akbine, mantra Pammula Annanang Ase, dan mantra

Appa Sulapa Nikutanang), dan mengharapkan perlindungan pada sesuatu yang

dianggap suci (mantra Annanang Ase dan mantra Rappo Ase). Mantra

Tupakbiring secara budaya mempunyai makna mengharapkan keberkahan rezeki

ikan terbang (mantra Pappalakku), pemeliharaan alam (mantra Dallekku dan

mantra Gosse), tolak bala (mantra Songkang Bala, mantra Loloanna Sombalakku,

dan mantra Appasuluki Kodia), dan keberkahan (mantra Bunoanna Jukuka).

Strategi pewarisan mantra Tulembang dilakukan secara vertikal, yakni

hanya diturunkan kepada anak laki-laki saja secara kekerabatan atau dari kakek

sampai ke cucu atau dari bapak ke anak. Strategi pewarisan ini tidak dapat

diwariskan kepada orang lain walau sekerabat. Dengan kata lain, strategi

pewarisan mantra Tulembang tidak dapat diwariskan secara horisontal kepada

orang lain, meskipun itu dalam satu kekerabatan. Namun demikian, jika memiliki

anak perempuan tetap dapat diwariskan. Strategi pembacaan mantra Tulembang

kurang beragam, yakni secara tempat dan waktu hanya dilakukan dalam upacara

ritual dan penyampaian di rumah. Pelaku (penyapa) hanya memiliki garis

keturunan atau pawang masih dalam kekerabatan. Pembacaan mantra dilakukan

melalui garis keturunan dan pawang (guru didikan) yang masih memiliki

hubungan darah. Strategi pelestarian masih dilakukan secara alamiah karena hasil

bumi hanya dinikmati sendiri (tidak dijual). Strategi pemberdayaan masih bersifat

pewarisan turun-temurun secara heirarki dan dilakukan oleh hanya para leluhur-

leluhur dengan penyampaian secara lisan. Upaya tersebut dilakukan dengan

dituturkan, didengarkan dan dihayati secara bersama-sama melalui peristiwa

tertentu, dengan maksud dan tujuan tertentu.

Strategi pewarisan mantra Tupakbiring lebih bersifat terbuka, yakni

bersifat vertikal (secara heirarki) dan horizontal. Secara heirarki diturunkan

kepada anak laki-laki, namun tidak dapat diturunkan kepada anak perempuan.

Pelestarian boleh diwariskan kepada kerabat dekat laki-laki atau tenaga kerja laki-

laki dalam satu kampung yang turut dalam sawi (awak perahu). Hal ini didasari

Page 24: MANTRA TULEMBANG DAN TUPAKBIRING DALAM · PDF filegigih dan sabar dalam membimbing, mengarahkan, dan mendorong, serta memberi ... Nyoman Darma Putra, M. Litt., Prof. Dr. I Dewa Komang

xxiv

bahwa kerabat keluarga maupun tetangga harus memiliki hubungan dengan dasar

perasaan saling menjaga martabat, kehormatan, dan tenggang rasa.

Pertama, mantra Tulembang dan mantra Tupakbiring memiliki struktur

tersendiri dalam teks mantra. Mantra Tulembang berbeda dengan mantra

Tupakbiring. Mantra Tulembang mempunyai struktur teks yang terdiri atas salam

pembuka dengan kalimat basmallah dan assalamualaikum, batang tubuh lebih

banyak berupa permohonan keberkahan dan penolakan bala, dan penutup

menggunakan puji-pujian kepada Allah dan Nabi Muhammad. Mantra

Tupakbiring lebih bebas dalam struktur teks, pembuka lebih banyak diawali

penyebutan nama bayangan pembaca mantra, batang tubuh lebih banyak memuat

permohonan keselamatan dan pengusiran hal yang jahat (tolak bala). Struktur

tersebut tidak pernah berubah dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Struktur

teks kedua mantra mempunyai variasi hafalan teks, pola rima, dan formulaik.

Kedua, pada awal pembacaan mantra selalu dibuka dengan ungkapan

pembuka sebagai penghormatan kepada Allah dan penghargaan kepada pesapa. Di

samping penghormatan tidak jarang disertai pula dengan ungkapan yang

merendahkan diri. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat petani dan nelayan

tradisional suku Makassar menjunjung tinggi sikap tenggang rasa dan menghargai

orang lain.

Ketiga, di dalam mantra Tulembang dan Tupakbiring banyak pengulangan

bunyi dan formulaik. Hampir semua mantra yang diteliti mempunyai pengulangan

bunyi yang sama. Formula yang ditemukan, salah satu formula yang unik adalah

formula yang terjadi pada kalimat. Formula kalimat ditemukan pada penggunaan

nama pembaca mantra.

Keempat, mantra Tulembang dan Tupakbiring sampai sekarang masih

memiliki fungsi bagi masyarakat pemiliknya dan masih bertahan hingga sekarang.

Kedua mantra tersebut memiliki fungsi teologi, sosial, dan budaya. Kedua mantra

tersebut berfungsi sebagai pengendali sosial. Fungsi ini tercermin pada teks yang

selalu menghimbau kepada umat manusia untuk selalu menjaga dan melestarikan

alam. Selain itu, himbauan untuk selalu berlaku rendah hati merupakan

representasi kontrol sosial. Fungsi kedua mantra sebagai media komunikasi

kepada Sang Maha Pencipta, sebagai bentuk kepuasan batiniah bagi penyapa dan

pesapa mantra.

Kelima, sistem pewarisan masih bersifat alamiah, dengan hubungan

vertikal heirarki (mantra Tulembang) dan vertikal-horisontal (mantra

Tupakbiring). Selain itu, belum ada upaya Pemerintah Daerah secara maksimal

untuk melestarikan budaya mantra suku Makassar ini. Temuan ini penting

dipahami dan dipedomani oleh tokoh masyarakat terutama generasi muda di

Kabupaten Makassar agar dapat memelihara dan melestarikan kebudayaan daerah

miliknya terutama mantra. Bagi pembaca dan peneliti selanjutnya diharapkan

penelitian ini dapat dijadikan sebagai perbandingan dalam pembahasan yang

sama.

Page 25: MANTRA TULEMBANG DAN TUPAKBIRING DALAM · PDF filegigih dan sabar dalam membimbing, mengarahkan, dan mendorong, serta memberi ... Nyoman Darma Putra, M. Litt., Prof. Dr. I Dewa Komang

xxv

GLOSARIUM

akbine : memilih bibit/mencabut bibit di area yang

telah tumbuh. Bibit tersebut dipilih lalu

diikat dalam satu kesatuan dan siap untuk

ditanam di sawah yang telah dibajak.

aklessoro ase : menurunkan bibit dari tempat

penyimpanan padi di atas plafon rumah

lalu ditanam sebagai bibit.

ampatinroko : menidurkanmu layaknya pengantin baru.

ampamtamai : memasukkan ke dalam peti uangku.

angkatekneangi : membahagiakan untuk dinikmati bersama

anrong tumalassukannu : Bunda/Ibu yang melahirkanmu

diibaratkan benih padi yang ditanam oleh

petani.

anlaloi biseangko : bilamana ada orang berniat jahat terhadap

perahuku maka Allah menyelamatkannya.

appaksulapak : menurut kepercayaan petani tradisional

Makassar empat arah selalu membawa

berkah terhadap sawahnya.

appasuluki kodia : mengeluarkan hal-hal yang jahat dalam

perahu nelayan atas bantuan Sang Maha

Kuasa.

appasuki pakjeko : membajak sawah secara tradisonal dengan

menggunakan dua ekor kerbau.

assengngak assengtongko : kenali aku dan aku mengenalimu juga

diucapkan ketika naik ke perahu sebelum

melaut.

bintoeng pakliserannu : diibaratkan bulir padi seperti bintang

bersih dan jernih.

biseang patorani : perahu yang dipakai untuk menangkap

tuing-tuing/ikan terbang. Sebelum perahu

melaut para nelayan mengadakan upacara

adat untuk memohon restu dari Tuhan

agar diberi rezeki dan keselamatan selama

berlayar di laut.

battungaseng mako mae : datanglah kalian semua memberi

semangat kepada semua bulir padiku agar

bernas dan tidak puso.

bobokaraeng : Gunung Bawakaraeng adalah gunung

yang dianggap suci dan sebagai simbol

pembawa rezeki baik petani maupun

nelayan.

Page 26: MANTRA TULEMBANG DAN TUPAKBIRING DALAM · PDF filegigih dan sabar dalam membimbing, mengarahkan, dan mendorong, serta memberi ... Nyoman Darma Putra, M. Litt., Prof. Dr. I Dewa Komang

xxvi

cinikka na kucinik tongko : lihatlah aku perahu dan saya juga akan

memandangmu marilah kita bekerjasama

dalam mencari rezeki di laut.

dalleku hallakku : rezeki halalku sebagai sesuatu yang

penting dalam agama atau kepercayaan

setempat.

imanrembassang doangngangak : rembassa artinya menerobos jadi

imanrembassang, adalah penyebutan

nama perahu Nabi Nuh yang melawan

banjir bandang pada saat itu. Dengan kata

lain, imanrembassang akan selamat

mencari rezeki bersama nelayan.

iyakking : penyebutan untuk Ikan Terbang dalam

budaya Makassar tidak pernah menyebut

nama objek yang akan menjadi tujuan atau

rezeki misalnya tuing-tuing/ikan terbang.

kau jeknek nabbi Hillerek nabbino : Nabi Khaidir dikenal sebagai Nabi air dan

dekat dengan para petani yang selalu

membutuhkan air untuk irigasi sawahnya

lebak junnuko-lebak satinjaiko : mandi junub wajib hukumnya dalam

agama Islam karena diharapkan hati yang

bersih akan mengundang rezeki yang

banyak bagi para nelayan.

lompobattang : Gunung Lompobattang ini juga sebagai

pasangan gunung Bawakaraeng dipercaya

oleh para petani dan nelayan membawa

rezeki khusus bagi nelayan. Dengan

menyebut kedua nama gunung tersebut

akan mendatangkan ikan terbang dan

telurnya ke dalam pakkaja.

loloanna Sombalakku : tali layarku diibaratkan sebagai nyawa

nelayan.

malaekak patanna buluk : malaikat yang punya gunung

(bawakaraeng dan lompobattang).

nabbita : merujuk kepada Nabi Muhammad SAW

napanaungkonabbi : kamu diturunkan oleh Nabi dalam hal ini

Nabi Muhammad

napatimboko malaekak : padi ditumbuhkan oleh malaikat dan

diharapkan padi tumbuh subur.

narurungang malaekak : beriringan dengan malaikat yang

mendoakanmu sehingga bulir padi bernas

tidak puso.

natambaiko malaekak : malaikat menumbuhkan dan melipat

gandakan hasil panen.

pahara : Nabi penjaga rumput laut.

Page 27: MANTRA TULEMBANG DAN TUPAKBIRING DALAM · PDF filegigih dan sabar dalam membimbing, mengarahkan, dan mendorong, serta memberi ... Nyoman Darma Putra, M. Litt., Prof. Dr. I Dewa Komang

xxvii

pakkaja : alat penangkap ikan yang kedua ujungnya

terdapat lubang yang memakai klep. Alat

ini hanya dipakai untuk menangkap tuing-

tuing/ikan terbang. Penangkapan ikan

terbang biasanya berlangsung dari bulan

April – Juli setiap tahun. Setiap perahu

pattorani memuat sawi/awak perahu yang

dipimpin oleh punggawa/juragan.

Punggawa duduk dibagian belakang

perahu sebagai juru mudi dan satu sawi

bertindak sebagai juru bantu dan duduk di

bagian depan perahu untuk melihat batu

karang dan mengatur layar. Tiga sawi

bertugas menurunkan pakkaja ke laut dan

mereka bertugas mengambil ikan dan telur

ikan terbang di dalam pakkaja. Satu orang

sawi bertugas untuk memasak.

pemali : seorang nelayan harus mengikuti aturan

yang menjadi ketentuan dalam tradisi

menangkap tuing-tuing/ikan terbang yaitu

harus bersih dan selalu mengingat Allah.

pakangkangngimma : genggamkan aku dengan rezeki yang

banyak secepatnya.

pattantanna Rasulullah : Perahu yang dilindungi oleh Nabi

Muhammad

ridulang-dulang pallunnu : kuturunkan engkau padi di atas nampan

tempat masakmu.

rigaddonna Allah Taalah : rezeki datang dan ditempatkan di

kamarnya Allah Taalah.

ripallakka bulaengnu : Padi ditempatkan di atas plafon rumah

karena padi dianggap sebagai pendukung

utama dalam kehidupan petani.

ripoccikna biseangku : di pusatnya perahu nelayan melakukan

kegiatan penangkapan ikan.

risulapak ampakna biseangku : di empat bagian perahu dilindungi oleh

Allah Taalah.

ritallung bulanga kisicinik : di tiga mendatang kita bertemu padi untuk

dipanen.

ruhu ilapi : ruh Ilahi berdiri di pusat perahu nelayan.

songka/sungka bala : tolak bala atau jauhkan dari marabahaya

yang akan menimpa perahu nelayan.

tallasak kulamung : bibit hidup kutanam sebenarnya bibit padi

yang dimaksudkan.

tanairikmako yaccing : padi yang telah dipanen tidak kena

hembusan angin lagi dan padi tersebut

ditempatkan di atas plafon rumah.

Page 28: MANTRA TULEMBANG DAN TUPAKBIRING DALAM · PDF filegigih dan sabar dalam membimbing, mengarahkan, dan mendorong, serta memberi ... Nyoman Darma Putra, M. Litt., Prof. Dr. I Dewa Komang

xxviii

tanararangko : padi yang telah dipanen tidak disinari

matahari lagi karena telah diistirahatkan

di atas plafon rumah.

tulembang : orang tinggal di daratan tinggi /

pegunungan dan daratan rendah/lembah.

tumaboyanu : orang datang mencarimu sehingga padi

puso.

tumallassukkannu : orang melahirkanmu biasa disebut

anrong/bunda dan diibaratkan sebagai

tanah yang menumbuhkan bibi padi.

tumappajarinu : orang yang membuatmu sering disebut

mange/ayah dan diibaratkan sebagai

seorang petani.

tupakbiring : orang yang hidup di daerah pesisir

biasanya disebut nelayan.

turaya : orang gunung biasanya menempati daerah

pegunungan atau orang berasaal dari

daerah timur.

uk : rambut diibaratkan seperti gosse/ rumput

laut oleh nelayan. Bahkan dalam mantra

gosse dikatakan sisa rambutnya Nabi

Hawa.

yaccing : nama padi disebutkan dalam mantra oleh

petani dengan harapan bibit padi subur

dan cepat berkembang. Itulah sebabnya

petani pemali/pantang menyebut langsung

nama padi.

yakkung : aku sebagai petani menyebut diri yakkung

agar dapat dipersatukan dengan yaccing

oleh yukkung Tuhan.

yamming : bayangan pembaca mantra dalam mantra

Tupakbiring

yukkung : engkau/penyebutan nama Tuhan dengan

nama kesayangan suku Makassar.

Page 29: MANTRA TULEMBANG DAN TUPAKBIRING DALAM · PDF filegigih dan sabar dalam membimbing, mengarahkan, dan mendorong, serta memberi ... Nyoman Darma Putra, M. Litt., Prof. Dr. I Dewa Komang

xxix

DAFTAR ISI

SAMPUL LUAR ............................................................................................... i

SAMPUL DALAM ............................................................................................ ii

PRASYARAT GELAR ..................................................................................... iii

LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................. iv

PENETAPAN PANITIA PENILAI ................................................................. v

PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ............................................................... vi

UCAPAN TERIMA KASIH ............................................................................ vii

ABSTRAK ......................................................................................................... xiii

ABSTRACT ........................................................................................................ xiv

RINGKASAN .................................................................................................... xv

GLOSARIUM ....................................................................................................xxiv

DAFTAR SINGKATAN ...................................................................................xxxiv

DAFTAR ISI ......................................................................................................xxviii

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................xxxii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 8

1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 8

1.3.1 Tujuan Umum ........................................................................................ 8

1.3.2 Tujuan Khusus ........................................................................................ 9

1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................... 9

1.4.1 Manfaat Teoretis ..................................................................................... 9

1.4.2 Manfaat Praktis ....................................................................................... 10

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ........................................................................ 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN

MODEL PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka .......................................................................................... 13

2.2 Konsep Penelitian ..................................................................................... 19

2.2.1 Konsep Sastra Lisan ................................................................................ 19

2.2.2 Konsep Tradisi Lisan .............................................................................. 21

2.2.3 Konsep Mantra ........................................................................................ 24

2.3 Landasan Teori........................ .................................................................. . 32

Page 30: MANTRA TULEMBANG DAN TUPAKBIRING DALAM · PDF filegigih dan sabar dalam membimbing, mengarahkan, dan mendorong, serta memberi ... Nyoman Darma Putra, M. Litt., Prof. Dr. I Dewa Komang

xxx

2.3.1 Struktur Teks Mantra .............................................................................. 32

2.3.2 Fungsi Teks Mantra................................................................................. 37

2.3.3 Fungsi Struktural ..................................................................................... 42

2.3.4 Teori Semiotika ....................................................................................... 44

2.3.5 Teori Stilistika ......................................................................................... 54

2.4 Model Penelitian ....................................................................................... 56

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian ................................................................................ 60

3.2 Sumber Data dan Informan ....................................................................... 61

3.3 Instrumen Penelitian ................................................................................. 63

3.4 Metode dan Teknik Pengumpulan Data .................................................... 63

3.5 Metode dan Teknik Analisis Data ............................................................. 66

3.6 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis ........................................... 67

BAB IV GAMBARAN KEHIDUPAN SUKU MAKASSAR

4.1 Gambaran Wilayah dan Penduduk Kabupaten Gowa dan

Kabupaten Takalar .................................................................................... 68

4.1.1 Kabupaten Gowa ..................................................................................... 68

4.1.2 Kabupaten Takalar .................................................................................. 78

4.2 Gambaran Kehidupan Suku Makasar ....................................................... 85

4.2.1 Suku Makassar dan Maritim ................................................................... 86

4.2.2 Bahasa dan Sastra Suku Makassar ......................................................... 88

4.2.3 Sistem dan Nilai Sosial Suku Makassar ................................................. 89

4.2.4 Sistem Kekerabatan ................................................................................. 92

4.2.5 Agama Islam di Sulawesi Selatan ........................................................... 93

4.2.6 Mata Pencaharian .................................................................................... 99

BAB V STRUKTUR TEKS MANTRA TULEMBANG DAN MANTRA

TUPAKBIRING

5.1 Struktur Teks Mantra Tulembang ............................................................ 101

5.2 Struktur Teks Mantra Tupakbiring ........................................................... 136

Page 31: MANTRA TULEMBANG DAN TUPAKBIRING DALAM · PDF filegigih dan sabar dalam membimbing, mengarahkan, dan mendorong, serta memberi ... Nyoman Darma Putra, M. Litt., Prof. Dr. I Dewa Komang

xxxi

BAB VI FUNGSI DAN VARIASI TEKS MANTRA TULEMBANG

DAN TUPAKBIRING

6.1 Fungsi Teologi .......................................................................................... 173

6.1.1 Fungsi Teologi Teks Mantra Tulembang ............................................... 173

6.1.2 Fungsi Teologi Teks Mantra Tupakbiring .............................................. 190

6.2 Fungsi Sosial dan Fungsi Budaya ............................................................. 203

6.2.1 Fungsi Sosial dan Fungsi Budaya Mantra Tulembang ............................ 203

6.2.2 Fungsi Sosial dan Fungsi Budaya Mantra Tupakbiring ......................... 211

BAB VII MAKNA TEKS MANTRA TULEMBANG DAN

TUPAKBIRING

7.1 Makna Teks Mantra Tulembang ............................................................... 221

7.1.1 Makna Teologi Mantra Tulembang ......................................................... 221

7.1.2 Makna Sosial dan Budaya Mantra Tulembang ....................................... 234

7.2 Makna Teks Mantra Tupakbiring .............................................................. 242

7.2.1 Makna Teologi Mantra Tupakbiring ....................................................... 242

7.2.2 Makna Sosial dan Makna Budaya Mantra Tupakbiring ......................... 251

BAB VIII STRATEGI PEWARISAN MANTRA TULEMBANG DAN

TUPAKBIRING

8.1 Strategi Pewarisan Mantra Tulembang ..................................................... 263

8.1.1 Strategi Pewarisan ................................................................................... 263

8.1.2 Strategi Pembacaan ................................................................................. 265

8.1.3 Strategi Pelestarian .................................................................................. 267

8.2 Strategi Pewarisan Mantra Tupakbiring ................................................... 269

8.2.1 Strategi Pewarisan ................................................................................... 269

8.2.2 Strategi Pembacaan ................................................................................. 271

8.2.3 Strategi Pelestarian .................................................................................. 275

BAB IX KESIMPULAN DAN SARAN

9.1 Kesimpulan ............................................................................................... 277

9.2 Temuan dan Kontribusi Penelitian ............................................................ 284

9.3 Saran ......................................................................................................... 286

Page 32: MANTRA TULEMBANG DAN TUPAKBIRING DALAM · PDF filegigih dan sabar dalam membimbing, mengarahkan, dan mendorong, serta memberi ... Nyoman Darma Putra, M. Litt., Prof. Dr. I Dewa Komang

xxxii

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 287

LAMPIRAN ……………………………………………………………….. 297

1) Teks Mantra Tulembang ............................................................................. 296

2) Teks Mantra Tupakbiring ............................................................................ 299

3) Pedoman Wawancara ................................................................................... 303

4) Daftar Nama Informan ................................................................................. 304

Page 33: MANTRA TULEMBANG DAN TUPAKBIRING DALAM · PDF filegigih dan sabar dalam membimbing, mengarahkan, dan mendorong, serta memberi ... Nyoman Darma Putra, M. Litt., Prof. Dr. I Dewa Komang

xxxiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Model Penelitian ...................................................................... 57

Gambar 4.1 Peta Administrasi Kabupaten Gowa ........................................ 77

Gambar 4.2 Peta Administrasi Kabupaten Takalar ..................................... 83

Gambar 6.1 Melihat hari baik dengan menggunakan Pitika yang

dipercayai oleh para petani ...................................................... 174

Gambar 7.1 Bibit yang telah dipilah dan diikat dalam satu-satuan dan

siap untuk ditanam di sawah .................................................... 225

Gambar 7.2 Membajak sawah dengan kerbau ............................................. 236

Gambar 7.3 Hasil pembibitan yang akan dipilah dan ditanam dalam

sawah yang telah dibajak ......................................................... 238

Gambar 7.4 Padi ditanam dan diberi air secukupnya untuk pertumbuhan

padi .......................................................................................... 239

Gambar 7.5 Padi siap dipanen dan diharapkan berisi bulir padi yang

bernas ....................................................................................... 241

Gambar 7.6 Para isteri Punggawa Sawi meminta restu dari Tetua Adat,

sebelum berlayar menangkap ikan terbang ............................. 243

Gambar 7.7 Sorongang berisi bawang merah, bawang putih, jahe, pala,

kayu manis, daun pinang, gambir. Isi Sorongan bermanfaat

sebagai obat disebabkan nelayan akan melaut berhari-hari .... 248

Gambar 7.8 Lesung ini digunakan untuk menumbuk dempul yang akan

digunakan pada perahu nelayan ............................................... 254

Gambar 7.9 Para Sawi menumbuk dan mengolah adonan dempul yang

akan digunakan pada perahu nelayan ...................................... 254

Gambar 7.10 Pakkaja alat penangkap ikan yang punya keunikan ikan

terbang dapat masuk ke dalam tetapi tidak dapat keluar lagi .. 256

Gambar 8.1. Strategi Pewarisan Mantra Tulembang .................................... 264

Gambar 8.2. Strategi Pewarisan Mantra Tupakbiring ...................................... 271