manajemen pnbp.doc
DESCRIPTION
MKP, PNBP, Manajemen PNBPTRANSCRIPT
MANAJEMEN KEUANGAN PEMERINTAH
2013
Manajemen PNBP 2013KELOMPOK 5
ALFIAN DWI CHANDRA (04), DIAN JUWITA SARI (10), LUTFIA NUR AFIFAH (16), RINO ROMADHONI (22), TAUFIK ISMAIL (28)
SEKOLAH T INGGI AKUNTANSI NEGARA
VII A Akuntansi Reguler
Manajemen PNBP 2013
Manajemen Penerimaan Negara Bukan
PajakI. Definisi dan Klasifikasi PNBP
A. Landasan Hukum Pengelolaan PNBP
1. UU Nomor 20 Tahun 1997 tentang PNBP
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 merupakan landasan utama
penyelenggaraan pengelolaan PNBP. Sasaran yang diharapkan melalui Undang-undang
PNBP, selain tertib administrasi dan penyetoran PNBP ke Kas Negara, juga
memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat yang berpartisipasi dalam
pembiayaan pembangunan agar dapat menikmati manfaat dari kegiatan yang
menghasilkan PNBP. Pada akhirnya pelaksanaan Undang 20 Tahun 1997 tentang PNBP
ini diarahkan pada upaya menunjang kebijaksanaan Pemerintah dalam pembangunan.
Parameter yang ingin dicapai antara lain peningkatan pertumbuhan ekonomi,
pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya serta investasi diseluruh pelosok tanah air.
Jika sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang PNBP,
masih banyak ditemukan rekening antara di beberapa departemen/lembaga pemerintah
non departemen Maka setelh lahirnya Undang-Undang tersebut, Menteri Keuangan
mulai melakukan penertiban rekening yang ada di seluruh departemen/lembaga
pemerintah non departemen, dan menginstruksikan agar seluruh pungutan PNBP
disetorkan ke Kas Negara sesuai ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun
1997 tentang PNBP.
Kelompok penerimaan yang termasuk dalam PNBP sesuai Pasal 2 Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 1997 tentang PNBP meliputi:
a. penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana Pemerintah;
b. penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam;
c. penerimaan dari hasil-hasil pengelolaan kekayaan Negara yang dipisahkan;
d. penerimaan dari kegiaatan pelayanan yang dilaksanakan Pemerintah;
Kelompok 5 Page 2
Manajemen PNBP 2013
e. penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal dari pengenaan denda
administrasi;
f. penerimaan berupa hibah yang merupakan hak Pemerintah;
g. penerimaan lainnya yang diatur dalam Undang-undang tersendiri.
Sedangkan jenis-jenis PNBP yang berlaku pada instansi pemerintah atau
Kementerian dan Lembaga, selanjutnya lebih lanjut diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang PNBP,
telah ditetapkan beberapa Peraturan Pemerintah sebagai berikut:
a. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1997 tentang Jenis dan Penyetoran PNBP;
b. Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1999 tentang Tata Cara Penggunaan PNBP
Yang Bersumber dari Kegiatan Tertentu;
c. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2004 tentang Tata Cara Penyampaian
Rencana dan Laporan realisasi PNBP;
d. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2005 tentang Pemeriksaan PNBP;
e. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2009 tentang Tata Cara Penentuan Jumlah,
Pembayaran, dan Penyetoran PNBP Terutang;
f. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2010 tentang pengajuan dan penyelesaian
Keberatan atas Penetapan PNBP Yang Terutang.
Selain Peraturan Pemerintah tersebut diatas, telah diterbitkan beberapa peraturan
tentang tarif atas jenis PNBP dan Peraturan Menteri Keuangan tentang Izin
Penggunaan PNBP yang berlaku pada masingmasing Kementerian dan Lembaga.
2. UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
Terbitnya Undang-Undang Nomor 17 tentang Keuangan Negara membawa
perubahan dalam pengelolaan keuangan negara. Selama ini dalam pengelolaan
keuangan negara masih digunakan ketentuan perundangan pada masa pemerintahan
kolonial Hindia Belanda yang berlaku berdasarkan Aturan peralihan Undang-undang
Dasar 1945 yaitu Indische Comptabiliteitswet (ICW) Stbl. 1925 Nomor 448 yang
diubah dengan UU Nomor 9 Tahun 1968.
Kelompok 5 Page 3
Manajemen PNBP 2013
Dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, maka pengelolaan
keuangan negara tidak lagi mengacu kepada Indische Comptabiliteitswet (ICW) Stbl.
1925 Nomor 448 yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 tahun 1968. Dengan
demikian beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang
PNBP seharusnya juga harus direvisi dan disesuaikan dengan Undang-Undang Nomor
17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
B. Definisi, Kelompok, dan Jenis PNBP
Menurut Pasal 1 Undang-undang Nomor 20/1997 tentang PNBP, penerimaan
negara bukan pajak adalah seluruh penerimaan pemerintah pusat yang tidak berasal dari
penerimaan perpajakan. Namun demikian, dengan diundangkannya UU no.17 Tahun
2003 tentang keuangan Negara dan Undang-undang tentang APBN, definisi PNBP
dalam UU Nomor 20 perlu disesuaikan yaitu dengan mengeluarkan penerimaan hibah
dari PNBP. Sehingga definisi penerimaan negara bukan pajak menjadi seluruh
penerimaan pemerintah pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan dan
penerimaan hibah.
Dalam UU tentang APBN saat ini PNBP dikelompokkan menjadi empat kelompok
besar yaitu:
1. Penerimaan sumber daya alam
Dalam kelompok ini, kita mengenal pendapatan sumber daya alam (SDA) migas
dan non-migas. Pendapatan SDA migas merupakan pendapatan yang diperoleh dari
bagian bersih pemerintah atas kerjasama pengelolaan sektor hulu migas. Pendapatan
SDA nonmigas dikenal dengan beberapa pendapatan sektoral yang cukup populis,
yaitu pertambangan umum, kehutanan, perikanan, dan panas bumi.
2. Pendapatan bagian laba Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
Pendapatan ini merupakan imbalan kepada pemerintah pusat selaku pemegang
saham BUMN (return on equity) yang dihitung berdasarkan persentase tertentu
terhadap laba bersih (pay-out ratio). Tidak kurang dari 70 BUMN yang menjadi
kontributor dividen secara reguler setiap tahunnya, dimana Pertamina menjadi
superior di atas BUMN lainnya. Di dalam APBN, pendapatan ini diklasifikasikan ke
Kelompok 5 Page 4
Manajemen PNBP 2013
dalam kelompok perbankan dan nonperbankan.
3. PNBP lainnya
Pada prinsipnya, PNBP lainnya meliputi berbagai jenis pendapatan yang dipungut
oleh Kementerian Negara/Lembaga atas produk layanan yang diberikan kepada
masyarakat. Termasuk di dalam kelompok ini adalah pendapatan atas pengurusan
SIM, STNK, dan surat nikah sebagaimana contoh di atas. Pungutan yang dilakukan
oleh instansi pemerintah tersebut dilakukan atas dasar Peraturan Pemerintah tentang
Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP pada K/L tertentu. Tidak kurang dari sepuluh ribu
jenis dan tarif PNBP yang dikenakan secara sah oleh instansi pemerintah.
4. Pendapatan Badan Layanan Umum (BLU)
Seperti PNBP lainnya, pendapatan BLU diperoleh atas produk layanan instansi
pemerintah yang diberikan kepada masyarakat. Bedanya, pendapatan yang
diperoleh melalui mekanisme BLU ini dapat langsung digunakan oleh instansi yang
bersangkutan. Selain itu, jenis dan tarif PNBP BLU tidak ditetapkan melalui PP
melainkan Peraturan Menteri Keuangan.
Selain itu, Menurut Undang-Undang Nomor 20 tahun 1997 tentang Penerimaan
Negara Bukan Pajak disebutkan bahwa kelompok PNBP, meliputi jenis - jenis
penerimaan sebagai berikut :
1. Penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana pemerintah.
2. Penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam.
3. Penerimaan dari hasil-hasil kegiatan pelayanan yang dilaksanakan pemerintah.
4. Penerimaan dari kegiatan pelayanan yang dilaksanakan pemerintah.
5. Penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal dari pengenaan
denda administrasi.
6. Penerimaan berupa hibah yang merupakan hak pemerintah.
7. Penerimaan lainnya yang diatur dalam undang - undang tersendiri.
Jenis PNBP yang berlaku pada setiap Kementerian/Lembaga antara lain sebagai
berikut :
1. PNBP pada Kementerian Luar Negeri :
Kelompok 5 Page 5
Manajemen PNBP 2013
a. Penerimaan dari pemberian surat perjalanan Republik Indonesia.
b. Penerimaan dari jasa pengurusan dokumen konsuler.
2. PNBP pada Kementerian Pertahanan dan Keamanan.
a. Penerimaan dari pemberian Surat Izin Mengemudi (SIM).
b. Penerimaan dari pemberian Surat Tanda Nomor Kendaraan(STNK).
c. Penerimaan dari pemberian Surat Tanda Coba Kendaraan (STCK).
d. Penerimaan dari pemberian Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB)
baru.
e. Penerimaan dari pelayanan kesehatan.
3. PNBP pada Kementerian Kehakiman
a. Penerimaan denda administrasi.
b. Penerimaan dari pelayanan jasa hukum.
c. Penerimaan dari penggunaan jasa tenaga narapidana dan hasil penjualan
barang keterampilannya.
d. Penerimaan dari pendaftaran ciptaan.
e. Penerimaan dari permintaan hak paten.
f. Penerimaan dari pemberian merek.
g. Penerimaan dari keimigrasian.
h. Penerimaan balai harta peninggalan.
i. Penerimaan pengadilan.
4. PNBP pada Kementerian Penerangan
a. Penerimaan dari siaran iklan.
b. Penerimaan dari siaran iklan spot Radio Republik Indonesia (RRI).
c. Penerimaan dari penyelenggaraan sensor film, video tape, kaset, film reklame
komersial dan non komersial.
d. Penerimaan dari pembuatan film untuk instansi pemerintah dan penyewaan
peralatan perfilman.
5. PNBP pada Kementerian Keuangan
a. Penerimaan denda administrasi atas keterlambatan penyampaian laporan
Kelompok 5 Page 6
Manajemen PNBP 2013
perusahaan di bidang pasar modal.
b. Penerimaan denda administrasi yang dikenakan pada pihak yang melanggar
peraturan perundang undangan di bidang pasar modal.
c. Penerimaan Bea Lelang.
d. Penerimaan dari biaya administrasi lelang swasta.
e. Penerimaan dari Bea Lelang Batal.
f. Penerimaan dari biaya administrasi Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara
(BUPLN).
g. Penerimaan dari penjualan saham bagian Pemerintah.
h. Penerimaan dari bagian Pemerintah atas laba badan usaha milik negara.
i. Penerimaan dari selisih lebih karena perubahan harga jual yang ditetapkan
Pemerintah atas persediaan gula pasir di gudang-gudang Bulog dan gudang
dari pabrik gula, dan persediaan pupuk di semua gudang Pusri.
j. Penerimaan dari denda keterlambatan penyampaian laporan oleh Perusahaan
Pembiayaan.
k. Penerimaan dari denda tidak menyampaikan laporan keuangan tahunan dan
laporan operasional tahunan dan atau tidak mengumumkan neraca dan
perhitungan laba rugi bagi perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi
sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan.
l. Penerimaan dari denda tidak menyampaikan laporan keuangan tahunan dan
laporan operasional tahunan bagi perusahaan pialang asuransi atau perusahaan
pialang reasuransi sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan.
m.Penerimaan dari denda keterlambatan penyampaian laporan bagi Dana
Pensiun.
n. Penerimaan kembali pinjaman yang disalurkan oleh Pemerintah.
o. Penerimaan dari laba bersih minyak.
p. Penerimaan bagian Pemerintah dari annual fee PT. Inalum.
6. PNBP pada Kementerian Perindustrian dan Perdagangan
a. Penerimaan dari biaya pengujian mutu barang dan sertifikasi mutu barang.
Kelompok 5 Page 7
Manajemen PNBP 2013
b. Penerimaan dari biaya jasa pelatihan.
c. Penerimaan dari pendaftaran perusahaan
d. Penerimaan dari penerbitan Surat Keterangan Asal (SKA).
e. Penerimaan dari jasa pengujian/pemeriksaan tembakau.
f. Penerimaan dari jasa pembinaan petani tembakau oleh pabrikan rokok.
g. Penerimaan dari penyelenggaraan jasa pendidikan.
h. Penerimaan dari jasa pembinaan industri kecil.
i. Penerimaan dari jasa pelayanan teknis.
j. Penerimaan dari pengaturan tata niaga cengkeh.
k. Penerimaan dari jasa tera/tera ulang.
7. PNBP pada Kementerian Pertanian
a. Penerimaan dari pungutan pengusahaan perikanan.
b. Penerimaan dari pungutan hasil perikanan.
c. Penerimaan dari pungutan perikanan atas penggunaan kapal perikanan
berbendera asing dengan cara sewa untuk menangkap ikan di zona ekonomi
eksklusif Indonesia.
d. Penerimaan dari pungutan perikanan yang berasal dari hasil penangkapan atau
pembudidayaan.
e. Penerimaan dari hasil pembibitan ternak dan hijauan makanan ternak.
f. Penerimaan dari penetapan pendaftaran dan pengujian mutu obat hewan.
g. Penerimaan dari pendapatan perubahan harga hasil produksi pusat veterinaria.
h. Penerimaan dari penjualan hasil pendidikan dan pelatihan, balai benih ikan dan
udang.
i. Penerimaan dari penjualan embrio ternak untuk bibit.
j. Penerimaan dari penjualan obat hewan, vaksin dan semen beku.
k. Penerimaan dari jasa tambah labuh.
l. Penerimaan dari jasa pengadaan es.
m. Penerimaan dari jasa pengadaan air sumur dan air minum.
n. Penerimaan dari jasa penyewaan fasilitas.
Kelompok 5 Page 8
Manajemen PNBP 2013
o. Penerimaan dari jasa karantina tumbuhan, ikan dan hewan.
p. Penerimaan dari jasa pelayanan diagnosa penyakit hewan.
q. Penerimaan dari jasa pemeriksaan lapangan dan pengujian benih tanaman
pangan.
r. Penerimaan dari jasa pelayanan teknologi, penelitian dan pengembangan.
s. Penerimaan dari redistribusi ternak Pemerintah.
t. Penerimaan dari penyelenggaraan jasa pendidikan pertanian.
8. PNBP pada Kementerian Pertambangan dan Energi
a. Penerimaan dari jasa teknologi di bidang pertambangan umum.
b. Penerimaan dari jasa penelitian/pengembangan dan jasa penerapan teknologi
pada puslitbang teknologi minyak dan gas bumi.
c. Penerimaan dari iuran tetap/landrent.
d. Penerimaan dari iuran eksplorasi/iuran eksploitasi/royalti.
e. Penerimaan dari perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara.
f. Penerimaan dari jasa teknologi geologi tata lingkungan.
9. PNBP pada Kementerian Kehutanan
a. Penerimaan dari Provisi Sumber Daya Hutan.
b. Penerimaan dari Iuran Hak Pengusahaan Hutan (IHPH).
c. Penerimaan dari Iuran Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (IHPHTI).
d. Penerimaan dari Iuran Hak Pengusaha Hutan (IHPH) Bambu.
e. Penerimaan dari Iuran Hak Pengusahaan Hutan (IHPH) Tanaman Rotan.
f. Penerimaan dari pengusahaan pariwisata alam.
g. Penerimaan dari pungutan masuk hutan wisata, taman nasional, tanam hutan
raya dan taman wisata laut.
h. Penerimaan dari Iuran menangkap/mengambil dan mengangkut satwa liar dan
tumbuhan alam yang tidak dilindungi Undang-undang serta jarahan satwa
baru.
i. Penerimaan dari Denda Pelanggaran Eksploitasi Hutan (DPEH).
j. Penerimaan dari Denda post audit dan tata usaha iuran hasil hutan.
Kelompok 5 Page 9
Manajemen PNBP 2013
k. Penerimaan dari pengambilan jenis tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi
Undang-undang dari alam maupun dari hasil penangkaran
10. PNBP pada Kementerian Pekerjaan Umum
a. Penerimaan dari jasa penyewaan peralatan dan jasa perbengkelan.
b. Penerimaan dari jasa laboratorium.
c. Penerimaan dari penyelenggaraan jasa pendidikan dan latihan.
d. Penerimaan dari jasa pembuatan peta citra dari data media satelit.
e. Penerimaan dari jasa penyelidikan geoteknik.
f. Penerimaan dari jasa saran teknis dan pemeriksaan laboratorium.
g. Penerimaan dari jasa pengkajian mutu komponen.
11. PNBP pada Kementerian Perhubungan
a. Penerimaan dari pemberian surat izin mengemudi.
b. Penerimaan dari jasa pelabuhan penyeberangan laut, selat dan teluk.
c. Penerimaan dari jasa terminal dan fasilitas sandar kapal penyeberangan
sungai dan danau.
d. Penerimaan dari jasa kepelabuhan untuk kapal pelayaran dalam negeri dan
luar negeri pada pelabuhan unit pelaksana teknis (UPT) kantor pelabuhan.
e. Penerimaan dari jasa dermaga dan penumpukan di pelabuhan unit pelaksana
teknis (UPT) kantor pelabuhan.
f. Penerimaan dari penyewaan tanah pelabuhan di pelabuhan unit pelaksana
teknis (UPT) kantor pelabuhan.
g. Penerimaan dari jasa pelayanan penerbangan (JP2) untuk penerbangan
internasional.
h. Penerimaan dari jasa pelayanan penumpang pesawat udara (JP3U) pada
bandar udara untuk angkutan udara luar negeri.
i. Penerimaan dari jasa pendaratan, penempatan dan penyimpanan pesawat
udara (JP4U) penerbangan internasional.
j. Penerimaan dari jasa pemeriksaan kesehatan.
k. Penerimaan dari pemberian dokumen penerbangan.
Kelompok 5 Page 10
Manajemen PNBP 2013
l. Penerimaan dari jasa pelayanan meteorologi dan geofisika dan penyewaan
peralatan.
m. Penerimaan dari sumbangan pembinaan pendidikan dan latihan (SPPL).
12. PNBP pada Kementerian Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi
a. Penerimaan dari penyelenggaraan jasa pendidikan pariwisata.
b. Penerimaan dari uang ujian perwira radio elektronika dan operator radio.
c. Penerimaan dari pemberian izin usaha jasa titipan.
d. Penerimaan dari pemberian izin amatir radio.
e. Penerimaan dari pemberian izin antene parabola penerima siaran televisi.
f. Penerimaan dari pemberian izin komunikasi radio antar penduduk (KRAP).
g. Penerimaan dari pemberian hak penyelenggaraan (BHP) frekuensi radio
konsesi.
h.Penerimaan dari pemberian izin hak penyelenggaraan (BHP) jasa
telekomunikasi.
i. Penerimaan dari jasa penyelenggaraan/pengawasan ujian amatir
13. PNBP pada Kementerian Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi
a.Penerimaan dari pembinaan tenaga kerja Indonesia dalam rangka
pengembangan program Antar Kerja Antar Negara (AKAN).
b. Penerimaan dari jasa latihan kerja dan kursus latihan kerja (BLK/KLK).
c. Penerimaan dari pungutan Tenaga kerja Warga Negara Asing Pendatang
(TKWNAP).
d. Penerimaan dari pendayagunaan fasilitas hiperkes dan keselamatan kerja.
14. PNBP pada Kementerian Pendidikan Nasional
a. Penerimaan dari penyelenggaraan pendidikan.
b. Penerimaan karcis tanda masuk museum.
c. Penerimaan dari kontrak kerja yang sesuai dengan peran dan fungsi
perguruan tinggi.
d. Penerimaan dari hasil penjualan produk yang diperoleh dari penyelenggaraan
pendidikan tinggi.
Kelompok 5 Page 11
Manajemen PNBP 2013
e. Penerimaan dari sumbangan dan hibah dari perorangan, lembaga
pemerintahan, atau lembaga non pemerintah.
15. PNBP pada Kementerian Kesehatan
a. Penerimaan dari pemberian izin peredaran makanan dan minuman.
b. Penerimaan dari pemberian izin peredaran minuman keras.
c. Penerimaan dari pemberian izin pelayanan kesehatan oleh swasta.
d. Penerimaan dari pemberian izin mendirikan rumah sakit oleh swasta.
e. Penerimaan dari jasa pendidikan tenaga kesehatan.
f. Penerimaan dari jasa pemeriksaan laboratorium.
g. Penerimaan dari jasa pemeriksaan air secara kimia lengkap.
h. Penerimaan dari jasa Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4).
i. Penerimaan dari jasa Balai Kesehatan Mata Masyarakat (BKMM).
j. Penerimaan dari jasa pemeriksaan obat, minuman, makanan, kosmetika, dan
alat-alat kesehatan.
k. Penerimaan dari uji pemeriksaan spesimen.
l. Penerimaan dari jasa pelayanan rumah sakit.
16. PNBP pada Kementerian Agama
a. Penerimaan dari penyelenggaraan jasa pendidikan.
b. Penerimaan dari peradilan agama.
c. Penerimaan dari pencatatan nikah dan rujuk.
17. PNBP pada Kementerian Sosial
a. Penerimaan Pendidikan Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS)
Bandung.
b. Penerimaan dari izin pengumpulan uang dan barang.
c. Penerimaan dari izin penyelenggaraan undian.
d. Penerimaan hibah yang merupakan hak Pemerintah.
18. PNBP pada Kejaksaan Agung
a. Penerimaan dari penjualan barang rampasan.
b. Penerimaan dari penjualan hasil sitaan/rampasan.
Kelompok 5 Page 12
Manajemen PNBP 2013
c. Penerimaan dari ganti rugi dan tindak pidana korupsi.
d. Penerimaan biaya perkara.
e. Penerimaan lain-lain, berupa uang temuan, hasil lelang barang temuan dan
hasil penjualan barang bukti yang tidak diambil oleh yang berhak.
f. Penerimaan denda.
19. PNBP pada Lembaga Administrasi Negara
a. Penerimaan dari penyelenggaraan jasa pendidikan.
20. PNBP pada Badan Pusat Statistik
a. Penerimaan dari penjualan publikasi statistik.
21. PNBP pada Badan Tenaga Atom Nasional
a. Penerimaan dari hak dan perizinan penggunaan (kalibrasi).
b. Penerimaan dari jasa analisa (tenaga/pekerjaan).
c. Penerimaan dari penerbitan Sertifikat Bekas Radiasi Komoditi Ekspor/Impor.
22. PNBP pada Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional
a. Penerimaan dari pelayanan jasa pemotretan jarak jauh.
23. PNBP pada Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
a. Penerimaan dari penyelenggaraan jasa pendidikan dan latihan.
b. Penerimaan dari penjualan hasil penelitian.
c. Penerimaan dari jasa penyewaan fasilitas.
d. Penerimaan dari penyelenggaraan jasa analisa, penelitian dan pengembangan
jasa konsultasi,pelayanan informasi, jasa rekayasa, jasa kalibrasi dan
metrologi, dan jasa tenaga ahli.
24. PNBP pada Arsip Nasional
a. Penerimaan dari pelayanan jasa kearsipan.
25. PNBP pada Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional
a. Penerimaan dari penjualan hasil survey dan pemetaan.
26. PNBP pada Badan Pengkajian dan Penerapan Tekonologi
a. Penerimaan dari penyelenggaraan jasa pengkajian, penelitian dan
pengembangan, dan pelayanan jasa teknologi.
Kelompok 5 Page 13
Manajemen PNBP 2013
27. PNBP pada Badan Pertanahan Nasional
a. Penerimaan dari pengukuran dan pemetaan.
b. Penerimaan dari pemeriksaan tanah.
c. Penerimaan dari konsolidasi tanah secara swadaya.
d. Penerimaan dari redistribusi tanah secara swadaya.
e. Penerimaan dari izin lokasi.
II. Forecasting yang Andal
Forecasting adalah proses analisis untuk memperkirakan masa depan dengan metode-
metode tertentu dan mempertimbangkan segala variabel yang mungkin berpengaruh di
dalamnya. Forecasting merupakan suatu estimasi tentang hal-hal yang paling mungkin tejadi
di masa mendatang berdasarkan eksplorasi dari masa lalu
Forecasting juga merupakan bagian dari future research. Forecasting bersifat eksploratif
dan berkaitan dengan apa yang mungkin terjadi di masa depan. Artinya setiap hal yang akan
terjadi di masa depan tersebut tidak dapat dipengaruhi oleh siapapun.
Forecasting dengan metode-metodenya akan menghasilkan suatu pemetaan mengenai
hal-hal yang paling mungkin terjadi di msasa yang akan datang. Kini forecasting telah
digunakan pada hampir seluruh disiplin ilmu, termasuk ilmu ekonomi dan seluruh aktifitas di
dalamnya. Misalnya dalam kegiatan ekonomi suatu perusahaan, seorang pengambil
keputusan akan melakukan eksplorasi dari masa lalu yang kemudian akan digunakan untuk
memprediksikan hal-hal yang paling mungkin terjadi di masa depan. Kegiatan tersebut
penting karena dapat mengurangi kemungkinan salah (error) dalam pengambilan keputusan.
Dalam hubungannya dengan penerimaan PNBP, kegiatan forecasting diperlukan untuk
menentukan jumlah target pendapatan yang akan diperoleh pada tahun anggaran tertentu,
menentukan tariff PNBP yang akan diterapkan serta penetapan jumlah pagu pengeluaran
PNBP yang akan digunakan di tahun anggaran tertentu.
A. Penentuan Tarif
Salah satu ketentuan dalam UU PNBP menyatakan bahwa tarif atas jenis ditetapkan
dengan UU atau Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur jenis dan tarif PNBP (Pasal 3
Kelompok 5 Page 14
Manajemen PNBP 2013
ayat 1 UU No. 20 Tahun 1997 tentang PNBP). Selain itu, sesuai Pasal 3 ayat (2) UU
PNBP tarif PNBP yang diatur dalam UU atau PP, harus memperhatikan beberapa aspek
penting yaitu:
1. dampak pengenaan terhadap masyarakat dan kegiatan usahanya;
2. biaya penyelenggaraan kegiatan Pemerintah sehubungan dengan jenis PNBP yang
bersangkutan; dan
3. aspek keadilan dalam pengenaan beban kepada masyarakat.
Mengapa penetapan tarif PNBP harus memperhatikan dampaknya terhadap
masyarakat? Hal ini tentu tidak terlepas dari peranan Pemerintah sebagai pelaksana
amanat rakyat yang tentunya tidak dapat bertindak sewenang-wenang. Penetapan tarif
PNBP yang terlalu rendah akan berdampak pada berkurangnya pangsa pasar atau bahkan
matinya pasar dari industri pelayanan yang serupa dengan pelayanan yang diberikan
Pemerintah, misalnya jasa pengujian sampel. Dan sebaliknya pula apabila tarif PNBP
ditetapkan terlalu tinggi, masyarakat pengguna layanan PNBP akan merasa keberatan
pada saat melakukan pembayaran dan bahkan akan berdampak pada kenaikan biaya
produksi barang yang pada akhirnya harga jual akan melambung tinggi. Hal ini dapat
terjadi pada jenis PNBP yang berupa jasa sertifikasi produk yang merupakan bagian dari
syarat edar suatu produk.
Aspek selanjutnya yang harus dipenuhi dalam penetapan tarif PNBP berkaitan
dengan biaya penyelenggaraan dari PNBP itu sendiri. Meskipun tarif PNBP harus
memperhatikan dampak pengenaannya terhadap masyarakat, bukan berarti tarif PNBP
ditetapkan dengan tanpa mempertimbangkan biaya penyelenggaraannya sama sekali.
Bagaimanapun juga, Pemerintah telah mengeluarkan sejumlah biaya untuk membiayai
kegiatan pelayanan yang menghasilkan PNBP dimaksud. Biaya penyelenggaraan di sini
terbatas hanya biaya yang dikeluarkan untuk pelayanan PNBP dan tidak termasuk biaya-
biaya lain yang dikeluarkan instansi Pemerintah yang tidak berkaitan langsung dengan
PNBP. Namun, perlu digarisbawahi bahwa biaya penyelenggaraan bukanlah satu-satunya
acuan dalam penetapan tariff PNBP sehingga biaya penyelenggaraannya tidak secara
Kelompok 5 Page 15
Manajemen PNBP 2013
otomatis menjadi besaran tarif PNBP yang dikenakan kepada masyarakat pengguna
layanan. Koridor terakhir yang harus dipenuhi adalah aspek keadilan.
Hal ini tentu sudah merupakan suatu kaidah yang wajar dalam suatu negara yang
mengusung keadilan sosial sebagai salah satu sila dalam dasar negara. Keadilan dalam
penerapan suatu tarif PNBP dapat berbentuk dengan penerapan tarif yang berbeda-beda
untuk kelompok pengguna yang berbeda. Sebagai contoh, untuk pengguna layanan
pengujian sampel yang berasal dari kalangan mahasiswa, diberikan tarif diskon sebesar
50% dari tarif yang berlaku untuk masyarakat umum. Pembedaan tarif ini wajar
mengingat mahasiswa belum memiliki penghasilan sendiri dan mereka juga merupakan
calon pemimpin bangsa di masa depan.
Memperhatikan ketentuan perundangan tersebut di atas, penetapan tarif atas jenis
PNBP membutuhkan analisis dan pertimbangan yang cermat sebelum ditetapkan dalam
ketentuan perundangan termasuk melakukan sosialisasi kepada pihak terkait. Hal ini
perlu dilakukan agar pembebanan biaya atas jasa (pengaturan dan pelayanan) yang
diberikan oleh Pemerintah kepada masyarakat masih dalam skala kewajaran. Selain itu,
tarif yang ditetapkan masih dapat memberikan kemungkinan perolehan keuntungan atau
tidak menghambat kegiatan usaha masyarakat.
Berkaitan dengan aspek tersebut, pendekatan yang dilakukan dalam penentuan
besaran tarif PNBP yang ditetapkan dalam UU atau PP dapat dibedakan dalam tiga
kelompok utama, yaitu:
1. Pendekatan Zero or Cost Minus Tarif
Di dalam pendekatan ini, tarif PNBP yang dikenakan kepada masyarakat adalah nol
(gratis) atau lebih rendah dibandingkan dengan biaya penyelenggaraan atau
penyediaan jasa (dalam rangka melaksanakan kegiatan pengaturan dan pelayanan)
yang dikeluarkan oleh Pemerintah. Pengenaan tarif (bersifat subsidi) seperti ini
umumnya diberikan pada jasa pelayanan publik yang merupakan kebutuhan mendasar
bagi masyarakat. Kebutuhan mendasar masyarakat antara lain pendidikan dan
kesehatan.
2. Pendekatan Just Cost Tarif
Kelompok 5 Page 16
Manajemen PNBP 2013
Metode Just Cost Tarif merupakan cara penentuan tarif PNBP dengan menyamakan
antara tarif dengan biaya penyelenggaraan atau penyediaan jasa (dalam rangka
melaksanakan kegiatan pengaturan dan pelayanan) yang dikeluarkan oleh
Pemerintah. Pengenaan tariff seperti ini umumnya dikenakan atas jasa pelayanan
publik yang bukan merupakan kebutuhan dasar masyarakat dan/atau pemanfaatan
asset pemerintah antara lain laboratorium uji mutu dan gedung/balai pertemuan.
3. Pendekatan Cost Plus Tarif
Cara yang ketiga yakni bahwa tarif PNBP yang dikenakan kepada masyarakat adalah
lebih tinggi dibandingkan dengan biaya penyelenggaraan atau penyediaan jasa (dalam
rangka melaksanakan kegiatan pengaturan dan pelayanan) yang dikeluarkan oleh
Pemerintah. Pengenaan tarif seperti ini umumnya dikenakan atas jasa pengaturan dan
pelayanan publik tertentu dimana masyarakat memperoleh manfaat yang besar dari
jasa yang diberikan dan/atau untuk melindungi kelestarian lingkungan/alam. Sebagai
contoh pengenaan tarif PNBP di bidang pertambangan umum dan kehutanan.
B. Pengajuan dan Penetapan Jenis dan Tarif PNBP
Berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang PNBP, setiap
Kementerian/Lembaga yang mempunyai PNBP harus memiliki peraturan perundangan
(minimal Peraturan Pemerintah /PP) tentang jenis dan tarif atas jenis PNBP yang berlaku
pada masing-masing Kementerian/ Lembaga. PP tersebut digunakan sebagai dasar
pemungutan atas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Adapun proses penetapan
tarif dan jenis PNBP pada Kementerian/ Lembaga secara umum dapat diuraikan sebagai
berikut:
1. Pimpinan kementerian/lembaga (Instansi Pemerintah) menyampaikan usulan tarif atas
jenis PNBP yang berlaku pada kementerian/lembaga yang bersangkutan kepada
Menteri Keuangan.
2. Selanjutnya usulan besaran tarif tersebut dibahas oleh Kementerian Keuangan
bersama dengan kementerian/lembaga yang bersangkutan, Kementerian Hukum dan
HAM, serta Sekretariat Negara untuk mendapatkan justifikasi atas tarif yang
diusulkan. Selain itu, pembahasan juga bertujuan untuk mempelajari dampak atas
Kelompok 5 Page 17
Manajemen PNBP 2013
pengenaan tarif tersebut terhadap kementerian/lembaga dan masyarakat serta
memastikan pelayanan (jenis PNBP) yang diberikan merupakan kewenangan
kementerian/lembaga yang bersangkutan.
3. Jenis dan tarif atas jenis PNBP yang berlaku pada kementerian/lembaga hasil
pembahasan, disampaikan kepada Menteri Hukum dan HAM melalui surat Menteri
Keuangan.
4. Kementerian Hukum dan HAM melakukan harmonisasi dan pembulatan terhadap
RPP dimaksud, untuk selanjutnya disampaikan kepada Menteri Keuangan untuk
diproses lebih lanjut.
5. Menteri Keuangan menyampaikan kepada Presiden untuk ditetapkan menjadi PP.
6. Setelah PP ditetapkan dan diundangkan, Kementerian/Lembaga wajib memungut dan
menyetorkan PNBP yang diperolehnya ke Kas Negara sesuai dengan tarif dalam PP.
Tidak semua kegiatan pelayanan publik dapat dikenakan PNBP, atau dengan kata lain
terdapat beberapa kegiatan yang tidak dapat dikenakan PNBP, seperti:
1. Kegiatan pelayanan yang seluruh biaya operasionalnya telah didanai secara penuh
dalam APBN, misalnya pelayanan penerbitan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
oleh Direktorat Jenderal Pajak dan pelayanan penerbitan Surat Perintah Pencairan
Dana (SP2D) oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN);
2. Kegiatan pelayanan yang merupakan kewajiban Pemerintah untuk membiayainya
sesuai dengan amanat Undang-undang, misal: pelayanan Kementerian Sosial terhadap
anak-anak terlantar, tunanetra, dan lansia;
3. Kegiatan pelayanan yang ditetapkan berdasarkan kebijakan, misalnya bebas visa.
C. Penyusunan Target PNBP
Target atau Rencana PNBP merupakan hasil penghitungan atau penetapan
Penerimaan Negara Bukan Pajak, yang diperkirakan secara realistis akan diterima dalam
1 (satu) tahun yang akan datang (1 Januari s.d. 31 Desember tahun yang akan datang).
Beberapa point yang harus diperhatikan dalam menyusun target PNBP, antara lain :
1. Target (rencana) PNBP disusun se-realistis mungkin dengan menggunakan formula
volume x tarif per jenis PNBP sesuai dengan PP tarif PNBP dan tarif layanan yang
Kelompok 5 Page 18
Manajemen PNBP 2013
ditetapkan Menkeu untuk satker BLU. Materi dalam Rencana dan Laporan Realisasi
PNBP sekurangnya memuat jenis, tarif, periode, dan jumlah PNBP
2. Penyusunan target (rencana) PNBP dikoordinasikan oleh Biro Perencanaan dan
Keuangan masing – masing K/L.
3. Target disusun dengan mempertimbangkan data historis (realisasi 3 tahun),
4. Penyusunan target (rencana) PNBP dilakukan secara berjenjang naik sesuai
klasifikasi menurut organisasi, mulai dari Organisasi Pengguna Anggaran/Kuasa
Pengguna Anggaran tingkat terendah hingga yang tertinggi, yaitu dari tingkat
Satker/UPT, Unit Eselon I s.d. K/L.
5. Target di susun dengan pendekatan medium terms budget (telahdiperkirakan sampai
tahun x+3).
6. Dalam penyusunan target, masing – masing jenis PNBP dikelompokkan sesuai Akun
PNBP, dengan mengacu pada PMK No. 91/PMK.06/2007 tentang Bagan Akun
Standar.
7. Pejabat Instansi Pemerintah wajib menyampaikan Rencana PNBP Tahun Anggaran
yang akan datang kepada Menteri. Penyampaian Rencana PNBP dilakukan secara
tertulis dan disampaikan paling lambat pada tanggal15 Juli Tahun Anggaran berjalan.
8. Dalam hal Pejabat Instansi Pemerintah tidak atau terlambat menyampaikan Rencana
PNBP, Menteri dapat menetapkan Rencana PNBP Pemerintah yang bersangkutan.
9. Dalam hal terdapat revisi Rencana PNBP Tahun Anggaran berjalan, Pejabat Instansi
Pemerintah menyampaikan revisi Rencana PNBP dimaksud paling lambat tanggal 15
Agustus Tahun Anggaran berjalan atau sebelum penyusunan perubahan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara Anggaran berjalan kepada Menteri. Jika Pejabat
Instansi Pemerintah tidak atau terlambat menyampaikan Revisi Rencana PNBP,
Menteri dapat menetapkan Rencana PNBP Pemerintah yang bersangkutan
10. Direktorat Jenderal Anggaran telah menyediakan aplikasi TRPNBP yang merupakan
aplikasi untuk membuat atau menyusun rencana maupun laporan realisasi PNBP.
Kelompok 5 Page 19
Manajemen PNBP 2013
11. Laporan Realisasi PNBP triwulanan disampaikan secara tertulis oleh Pejabat Instansi
kepada Menteri paling lambat 1 (satu) bulan setelah triwulan yang bersangkutan
berakhir.
12. Laporan perkiraan realisasi PNBP triwulan IV disampaikan kepada Menteri paling
lambat tanggal 15 Agustus Tahun Anggaran berjalan.
D. Penyusunan Pagu Penggunaan PNBP
Dana PNBP pada prinsipnya dapat digunakan untuk membiayai kegiatan dalam
rangka penyelenggaraan pelayanan yang menghasilkan PNBP itu sendiri sebagaimana
amanat Pasal 8 Undang-Undang No. 20 Tahun 1997. Penggunaan PNBP tersebut
dilakukan secara selektif dan tetap harus memenuhi terlebih dahulu ketentuan bahwa
seluruh PNBP wajib disetor langsung secepatnya ke Kas Negara dan dikelola dalam
sistem APBN. Namun, yang perlu digarisbawahi, Kementerian/Lembaga baru dapat
menggunakan dana PNBP tersebut setelah mendapat persetujuan penggunaan sebagian
dana PNBP dari Menteri Keuangan. Adapun tata cara pengajuan dan penetapan atau
persetujuan atas jumlah PNBP yang dapat digunakan dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Pimpinan Kementerian/Lembaga menyampaikan usulan penggunaan sebagian dana
PNBP kepada Menteri Keuangan dengan dilengkapi proposal sesuai outline yang
antara lain berisi:
a. Latar belakang;
b. Visi dan misi;
c. Tugas pokok dan fungsi;
d. Realisasi PNBP dan penggunaan dana PNBP 3 (tiga) tahun terakhir dari tahun
anggaran berjalan;
e. Pokok-pokok kebijakan PNBP;
f. Target PNBP TA yang dianggarkan;
g. Alasan/justifikasi kenaikan atau penurunan target PNBP TA yang dianggarkan
dari target tahun anggaran sebelumnya;
Kelompok 5 Page 20
Manajemen PNBP 2013
h. Besaran pagu yang diusulkan untuk dibiayai dari dana PNBP dengan mengacu
pada persetujuan penggunaan sebagian dana PNBP yang ditetapkan Menteri
Keuangan;
i. Perkiraan target dan pagu penggunaan PNBP 3 (tiga) tahun yang akan datang dari
tahun yang dianggarkan.
2. Selanjutnya usulan penggunaan dana PNBP tersebut dibahas bersama oleh wakil dari
Kementerian Keuangan (dikoordinasikan oleh Direktorat PNBP, Direktorat Jenderal
Anggaran) dan Kementerian/Lembaga yang bersangkutan untuk mendapatkan
justifikasi atas usulan penggunaan beserta kegiatan yang diusulkan untuk dibiayai
dari dana PNBP.
3. Berdasarkan hasil pembahasan, Direktorat Jenderal Anggaran c.q. Direktorat PNBP
melakukan analisis kelayakan atas usulan penggunaan PNBP. Analisis dilakukan
untuk memastikan kegiatan yang diusulkan untuk dibiayai merupakan tugas dan
fungsi Kementerian/Lembaga yang bersangkutan, tidak adanya duplikasi pembiayaan
serta berkaitan langsung dengan pelayanan yang menghasilkan PNBP. Selain itu,
analisis juga dilakukan untuk menilai kelayakan besaran satuan dan volume yang
digunakan agar sesuai dengan standar biaya yang berlaku.
4. Selanjutnya, Direktur Jenderal Anggaran mengusulkan kegiatan yang akan dibiayai
beserta besaran dana (persentase) hasil analisis tersebut kepada Menteri Keuangan.
5. Menteri Keuangan menetapkan KMK tentang Persetujuan Penggunaan Sebagian
Dana PNBP yang Berlaku pada Kementerian/Lembaga yang memuat unit yang
mendapatkan ijin beserta sumber PNBP, besaran persentase PNBP yang dapat
digunakan serta kegiatan yang dapat dibiayai dari PNBP pada Kementerian/Lembaga
yang bersangkutan.
6. Pimpinan Kementerian/Lembaga menerima KMK tentang Persetujuan Penggunaan
Sebagian Dana PNBP yang Berlaku pada Kementerian/Lembaga dan selanjutnya unit
yang bersangkutan dapat menggunakan sebagian dana PNBP setelah PNBP
disetorkan ke Kas Negara dan telah tercantum dalam dokumen anggarannya.
Kelompok 5 Page 21
Manajemen PNBP 2013
7. Berdasarkan hasil pembahasan target (rencana) PNBP, Direktorat PNBP menetapkan
pagu penggunaan PNBP dengan formula sebagai berikut :
X X = =
Pengalokasian pagu penggunaan PNBP lebih lanjut ke dalam program, sub program,
kegiatan, sub kegiatan, dan akun belanja dilakukan oleh Direktorat Anggaran I, II, III
dengan berpedoman pada juknis penyusunan RKA-KL serta KMK Persetujuan
Penggunaan Sebagian Dana PNBP.
III. Kebijakan Optimalisasi PNBP 2013
A. Penerimaan Sumber Daya Alam Minyak dan Gas Bumi (SDA Migas)
1. Pencapaian target lifting minyak mentah dan lifting gas bumi;
mendorong optimalisasi produksi pada lapangan eksisting termasuk
penerapan Enchaced Oil Recovery (EOR)
mempercepat pengembangan lapangan baru dan struktur idle
term and condition yang lebih menarik untuk wilayah kerja yang berada di
remote area dan/atau laut dalam
meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait untuk menyelesaikan
masalah yang berhubungan dengan regulasi perijinan, dan tumpang tindih
lahan dalam rangka peningkatan produksi minyak bumi nasional
melaksanakan inpres Nomor 2 Tahun 2012 tentang peningkatan produksi
Minyak Bumi Nasional
2. Efisiensi cost recovery dan mengupayakan penurunan angka rasio cost recovery
terhadap gross revenue;
Cost recovery adalah pengembalian atas biaya-biaya yang telah dikeluarkan
(recoverable ost) oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dengan
menggunakan hasil produksi minyak bumi dan gas bumi (migas) sesuai dengan
ketentuan/peraturan yang berlaku. Biaya eksplorasi dan eksploitasi yang
Kelompok 5 Page 22
Target (Rencana) PNBP
% yang Disetujui Menkeu Pagu Penggunaan PNBP
Manajemen PNBP 2013
dikeluarkan perusahaan migas kemudian diganti pemerintah setelah lapangan
migas berproduksi.
3. Melakukan secara intensif penagihan atas penjualan hasil migas bagian
Pemerintah.
B. Penerimaan Sumber Daya ALam Non Minyak dan Gas Bumi (SDA Nonmigas)
1. Pertambangan Umum
Peningkatan produksi komoditas mineral dan batu bara
Peningkatan nilai tambah mineral melalui upaya peningkatan nilai tambah bahan
galian tambang
Penerapan jenis dan tariff PNBP yang berlaku untuk kegiatan pertambangan
Peningkatan pembinaan dan pengawasan mineral dan batubara serta inventarisasi
dan penyusunan produksi mineral dan batubara nasional
Inventarisasi dan verifikasi potensi PNBP pertambangan umum
2. Kehutanan
pengembangan sistem penatausahaan hasil hutan (PUHH) berbasis teknologi
informasi
peningkatan produksi dan diversifikasi usaha hutan alam
penerbitan ijin usahapemanfaatan hasil hutan kayu - hutan alam dan/atau restorasi
ekosistem (IUPHHK-HA/RE) pada areal bekas tebangan (logged over area/LOA)
penambahan luas areal pencadangan ijin usaha pemanfaatan hutan tanaman
3. Perikanan
peningkatan pelayanan dan penertiban perijinan usaha
peningkatan pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan
peningkatan fasilitas sarana dan prasarana pelayanan
penyesuaian tarif PNBP yang lebih memberikan kepastian bagi wajib
bayar/pengguna jasa sektor kelautan dan perikanan
penyesuaian harga patokan ikan (HPI)
peningkatan jaminan usaha sektor kelautan dan perikanan
4. Panas bumi
Kelompok 5 Page 23
Manajemen PNBP 2013
pemberlakuan pajak penghasilan ditanggung Pemerintah (PPh DTP) bagi
pengusaha panas bumi yang ijin, kuasa, atau kontraknya ditandatangani sebelum
ditetapkannya Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 Tentang Panas Bumi.
intensifikasi dan ekstensifikasi, penyusunan dan penyempurnaan ketentuan
peraturan, dan memberikan dukungan kebijakan fiskal dan nonfiskal untuk
investasi di sektor panas bumi
C. Penerimaan Bagian Pemerintah atas Laba BUMN
1. pay out ratio (POR) 0 persen s.d 25 persen untuk BUMN sektor kehutanan, asuransi,
dan BUMN dengan akumulasi rugi
2. POR 5 persen s.d 55 persen untuk BUMN laba tanpa akumulasi rugi
3. POR 40 persen s.d 45 persen untuk PT. Pertamina
4. POR 30 persen untuk PT. PLN
5. tidak menarik dividen untuk BUMN laba yang mengalami kesulitan cash flow
6. optimalisasi investasi (capital expenditure) BUMN, terutama dari penyisihan laba
yang ditahan, untuk meningkatkan kinerjanya
D. Penerimaan PNBP Lainnya
1. Kementerian Komunikasi dan Informasi
Melaksanakan penagihan PNBP secara intensif kepada penyelenggara
telekomunikasi dan pengguna spektrum frekuensi radio yang bekerja sama
dengan BPKP untuk mengaudit wajib bayar
menegakkan hukum terhadap penyelenggaraan telekomunikasi dan pengguna
frekuensiradio
melakukan otomasi/modernisasi proses perijinan sehingga mempercepat dan
mempermudah proses pelayanan public
2. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
melaksanakan sistem anggaran yang bersifat transparan dan akuntabel serta
berbasis pada aktifitas (activity based budgeting)
optimalisasi aset yang dimiliki dalam rangka meningkatkan nilai tambah lembaga
sesuai visi, misi, dan tujuan pendidikan tinggi
Kelompok 5 Page 24
Manajemen PNBP 2013
tidak ada kenaikan tarif uang kuliah/SPP untuk perguruan tinggi negeri
menggunakan tarif uang kuliah tunggal untuk perguruan tinggi negeri mulai tahun
2013, yaitu tarif dihitung berdasarkan harga satuan dari semua komponen yang
terkait dengan proses pembelajaran di perguruan tinggi
menyediakan bantuan operasional perguruan tinggi negeri oleh Pemerintah
sumbangan murni yang tidak terkait dengan penerimaan mahasiswa baru dari
masyarakat dapat diterima oleh perguruan tinggi negeri
3. Kementerian Kesehatan
meningkatkan ketertiban pengelolaan PNBP serta penyetoran PNBP
meningkatkan mutu pelayanan secara berkelanjutan sesuai dengan yang
dipersyaratkan
meningkatkan profesionalisme sumber daya manusia serta ilmu pengetahuan dan
teknologi
4. Kepolisian Republik Indonesia
memperkuat Polres sebagai unit pelayanan terdepan polentas yang meliputi
pelayanan samsat, satpas, pelayanan BPKB dan pelayanan kecelakaan, serta
mendekatkan akses pelayanan kepada masyarakat
meningkatkan kemampuan SDM Polri melalui pendidikan dan pelatihan teknis,
dan fungsional lalu lintas
membangun jaringan online samsat di seluruh Polda dalam rangka online system
national traffic management center (NTMC)
menyiapkan pembangunan traffic management centre (TMC) di wilayah yang
terintegrasi dari tingkat Mabes Polri sampai dengan tingkat Polres, dalam rangka
mewujudkan keamanan keselamatan ketertiban dan kelancaran lalu lintas
(kamseltibcar);
menyelenggarakan kegiatan open government information (OGI) dalam rangka
keterbukaan informasi terhadap pelayanan publik di bidang SIM, BPKB, STNK
dan TNKB (SBST), antara lain dengan mengikuti kompetisi pelayanan publik
Kelompok 5 Page 25
Manajemen PNBP 2013
yang diselenggarakan oleh unit kerja presiden bidang pengawasan dan
pengendalian pembangunan (UKP4)
mencukupi kebutuhan blangko/formulir dalam rangka penyelenggaraan pelayanan
di bidang fungsi lalu lintas dan fungsi intelijen keamanan (intelkam) dan
mencukupi biaya listrik, telepon satuan pelayanan administrasi (satpas) serta
honor petugas pelaksana kegiatan PNBP
memperluas pelayanan surat keterangan catatan kepolisian (SKCK) sampai
dengan tingkat polsek (kecamatan) sebagai ujung tombak pelayanan Polri kepada
masyarakat
5. Kementerian Hukum dan HAM
menerapkan elektronik kartu ijin tinggal terbatas (E-KITAS) dan elektronik kartu
ijin tinggal tetap (E-KITAP)
mengembangkan sistem informasi manajemen keimigrasian (SIMKIN) secara
berkelanjutan
membangun system intelijen keimigrasian
membina dan mengelola PNBP di bidang keimigrasian
meningkatkan jumlah layanan hakkekayaan intelektual secara online
mengusulkan peningkatan jenis dan tariff atas jenis PNBP yang berlaku pada
Kementerian Hukum dan HAM.
6. Badan Pertanahan Nasional
membangun kepercayaan masyarakat pada BPN (trust building) melalui
sosialisasi tarif kepengurusan tanah di media cetak
meningkatkan pelayanan dan pelaksanaan pendaftaran serta sertifikasi tanah
secara menyeluruh
memastikan penguatan hak-hak rakyat atas tanah
menyelesaikan persoalan pertanahan di daerah korban bencana alam dan daerah
konflik
membangun sistem informasi dan manajemen pertanahan nasional (SIMTANAS)
dan sistem pengaman dokumen pertanahan di seluruh Indonesia
Kelompok 5 Page 26
Manajemen PNBP 2013
7. Kementerian Perhubungan
memperbaiki keselamatan dan kualitas pelayanan lalu lintas angkutan sungai
danau penyeberangan (LLASDP)
melaksanakan pengujian kendaraan bermotor sesuai Standar Euro-2 untuk mobil
penumpang berkategori bahan bakar bensin dan sepeda motor
investasi terkait sarana dan prasarana pelayanan public
memberikan kepastian usaha di bidang angkutan laut untuk membina dan
memberdayakan ekonomi kepulauan Indonesia, melayani dan mendorong
pertumbuhan ekonomi nasional guna menjamin kontinuitas arus barang
menciptakan iklim usaha yang sehat untuk melindungi kelangsungan hidup dan
pengembangan usaha pelayaran, termasuk pembinaan usaha-usaha tradisional dan
golongan ekonomi lemah
intensifikasi PNBP dengan cara meningkatkan penagihan terhadap wajib bayar
meninjau kembali tarif pelayanan jasa dalam PP 6 Tahun 2009 tentang Jenisdan
Tarif atas PNBP Kementerian Perhubungan
ekstensifikasi PNBP dengan caramengoptimalkan aset/BMN dan meningkatkan
kualitas sarana dan prasarana.
E. Optimalisasi PNBP BLU
IV. Sistem dan Administrasi PNBP
A. Prinsip-Prinsip Pengelolaan PNBP
1. Seluruh PNBP wajib disetor langsung secepatnya ke Kas Negara. (Pasal 4 UU No. 20
Tahun 1997 tentang PNBP
2. Penerimaan harus disetor seluruhnya ke Kas Negara pada waktunya. (Pasal 16 ayat
(3) UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara)
3. Penerimaan Kementerian/Lembaga tidak boleh digunakan langsung untuk membiayai
pengeluaran. (Pasal 16 ayat (3) UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara)
Kelompok 5 Page 27
Manajemen PNBP 2013
4. Seluruh PNBP dikelola dalam sistem APBN. (Pasal 5 UU No. 20 Tahun 1997 tentang
PNBP)
5. Semua penerimaan yang menjadi hak negara dalam tahun anggaran yang
bersangkutan harus dimasukkan dalam APBN. (Pasal 3 ayat (5) UU No. 17 Tahun
2003 tentang Keuangan Negara)
6. Tarif atas jenis PNBP ditetapkan dalam UU atau PP yang menetapkan jenis PNBP
yang bersangkutan. (Pasal 3 ayat (2) UU No. 20 Tahun 1997 tentang PNBP)
7. Dengan tetap memenuhi kewajiban menyetor langsung ke Kas Negara dan dikelola
dalam sistem APBN, Sebagian dana dari suatu jenis PNBP dapat digunakan untuk
kegiatan tertentu yang berkaitan dengan jenis PNBP tersebut oleh instansi yang
bersangkutan.
8. Besarnya sebagian dana PNBP yang dapat digunakan untuk kegiatan tertentu yang
berkaitan dengan jenis PNBP ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
9. Instansi dapat menggunakan sebagian dana PNBP dimaksud setelah memperoleh
persetujuan dari Menteri Keuangan.
10. Persetujuan penggunaan PNBP dimaksud sewaktu-waktu dapat ditinjau kembali oleh
Menteri Keuangan.
B. Waktu Pemungutan dan Penyetoran
Pemungutan PNBP merupakan tahap awal dari proses penyelenggaraan dan
pengelolaan PNBP. Berdasarkan waktu pemungutan, pemungutan PNBP menerapkan dua
prinsip, yaitu prinsip
1. Prinsip Pra Bayar
Cara ‘prabayar’ ini umumnya diterapkan pada jenis-jenis PNBP yang tarifnya telah
ditetapkan besarannya, atau dikenal dengan sebutan official assessment. prinsip Pra
Bayar menekankan pada (1) penetapan besaran tarif yang dilakukan oleh pemerintah
(official assessment), dan (2) Masyarakat membayar PNBP sebelum memperoleh
barang atau jasa dari Pemerintah.
2. Prinsip Pasca Bayar
Kelompok 5 Page 28
Manajemen PNBP 2013
Dalam pemungutan PNBP, prinsip ‘pasca bayar’, juga dipergunakan, namun dalam
penerapan yang berbeda. Contoh yang paling sederhana dari skema tersebut adalah
pemungutan PNBP yang berasal dari royalti pertambangan. Pengusaha pertambangan
dapat mengambil dan menikmati hasil tambangnya terlebih dahulu, baru kemudian
membayar kewajiban PNBP. Prinsip ‘pascabayar’ umumnya diberlakukan pada
PNBP yang dihitung sendiri oleh wajib bayar, atau self assessment dengan didasarkan
pada rumus dan peraturan yang telah ditetapkan. Dengan demikian, prinsip pasca
bayar dalam pemungutan PNBP menekankan pada (1) penetapan besaran tarif di
hitung sendiri oleh wajib bayar (self assessment), dan (2) PNBP dibayarkan setelah
wajib bayar memanfaatkan barang dan jasa Pemerintah.
C. Penentuan Jumlah PNBP Terutang
1. ditetapkan oleh Instansi Pemerintah
Pimpinan Instansi Pemerintah selaku Pengguna Anggaran wajib melakukan
penagihan dan/atau pemungutan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang.
Pimpinan Instansi Pemerintah selaku Pengguna Anggaran wajib mengangkat
Bendahara Penerimaan untuk menerima pembayaran, menyimpan, menyetorkan,
menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan Penerimaan Negara Bukan Pajak
yang diterima sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. PNBP tersebut disetor
oleh Bendahara penerimaan dengan menggunakan formulir SSPB (Surat Setoran
Bukan Pajak).
2. dihitung sendiri oleh Wajib Bayar.
Dalam hal Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang dihitung sendiri oleh
Wajib Bayar, Pimpinan Instansi Pemerintah atau Pejabat Instansi Pemerintah dapat
menetapkan jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang. , Pimpinan
Instansi Pemerintah wajib melakukan penagihan terhadap Wajib Bayar yang sampai
dengan tanggal jatuh tempo pembayaran yang ditentukan belum melunasi
kewajibannya dan/atau masih terdapat kekurangan pembayaran jumlah Penerimaan
Negara Bukan Pajak yang Terutang. Pimpinan Instansi Pemerintah menerbitkan
Surat Tagihan Pertama atas Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang, yang
Kelompok 5 Page 29
Manajemen PNBP 2013
jika belum dilunasi juga akan terbit hingga Surat Tagihan ketiga (dengan selang
waktu masing-masing 1 bulan) sampai akhirnya Instansi Pemerintah menerbitkan
Surat Penyerahan Tagihan kepada instansi yang berwenang mengurus Piutang Negara
untuk diproses lebih lanjut penyelesaiannya. Wajib Bayar yang menghitung sendiri
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang harus menyampaikan surat tanda
bukti pembayaran yang sah kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal Anggaran.
Jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang dihitung dengan menggunakan
tarif:
1. Spesifik adalah tarif yang ditetapkan dengan nilai nominal uang.
Contoh: Jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang = tarif x volume
Tarif = Rp50,00/m3 Volume = 1.000 m3
Maka jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang adalah:
Rp50,00/m3 x 1.000 m3 =Rp50.000,00.
2. Advalorem adalah tarif yang ditetapkan dengan persentase (%) dikalikan dengan
dasar pengenaan tertentu. Dasar pengenaan tertentu merupakan satuan nilai yang
digunakan sebagai dasar perhitungan, antara lain Harga Patokan (HP), indeks harga,
kurs, pendapatan kotor, atau penjualan bersih.
Contoh: Jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang = tarif x volume
Tarif = persentase x dasar pengenaan
Besaran persentase = 10% Dasar pengenaan = Rp1.000,00/m3
Tarif = 10% x Rp1.000,00/m3
Volume = 1.000 m3
Maka jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang adalah: (10% x
Rp1.000,00/m3) x 1.000 m3= Rp100.000,00
Jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang yang dihitung dengan
menggunakan tarif dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan volume. Selain
dihitung dengan menggunakan tarif, jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang
Terutang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
D. Wajib Bayar Pelaporan PNBP Khusus BUN
Kelompok 5 Page 30
Manajemen PNBP 2013
1. Proses Pencatatan Transaksi
Pencatatan realisasi dan piutang terkait dengan pendapatan yang dikelola oleh Satker
PNBP Khusus BUN dilakukan dalam dua mekanisme, manual dan elektronik.
Pencatatan manual dilakukan oleh tiga subdit yakni Subdit Penerimaan Minyak dan
Gas Alam, Subdit Penerimaan Panas Bumi dan Hilir Migas, dan Subdit Penerimaan
Laba BUMN. Secara periodik, ketiga subdit tersebut menyampaikan dokumen
transaksi realisasi PNBP kepada Subdit Data dan Dukungan Teknis untuk dilakukan
pembukuan secara elekronik. Pencatatan secara elektronik dilakukan dengan
menggunakan aplikasi Sistem Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran (SAKPA).
Output yang dihasilkan oleh aplikasi SAKPA adalah Laporan Realisasi Anggaran
(LRA) dan Neraca. Kedua laporan tersebut dapat dibuat baik secara bulanan,
triwulanan, semesteran maupun tahunan.
2. Rekonsiliasi
Setiap bulan Direktorat PNBP melakukan rekonsiliasi atas realisasi pendapatan yang
dibukukan, dengan Direktorat Pengelolaan Kas Negara (PKN) Ditjen
Perbendaharaan. Rekonsiliasi tersebut dilakukan untuk menyamakan angka realisasi
PNBP antara yang dicatat oleh Direktorat PNBP selaku unit akuntansi di tingkat
satker, dengan Direktorat PKN selaku pengelola sistem akuntansi kas umum negara
(SA KUN). Rekonsilasi juga dilakukan dengan Direktorat Akuntansi dan Pelaporan
Keuangan (Dit. APK), DJPB bersama-sama dengan Sekretariat Ditjen Anggaran
selaku pengelola unit akuntansi pembantu pengguna anggaran tingkat eselon I
(UAPPA-E1).
3. Pelaporan dan Pertanggungjawaban
Laporan keuangan disampaikan secara berjenjang melalui UAPPA-E1 untuk
diteruskan ke Direktorat APK, DJPB. Laporan yang rutin disusun secara triwulanan
adalah LRA yang sudah direkonsiliasi dengan DJPB. Adapun neraca disusun setiap
triwulan dan menyajikan posisi saldo piutang migas dan piutang laba BUMN.
Disamping kedua laporan tersebut, disusun pula Catatan atas Laporan Keuangan
sebagai penjelas LRA dan Neraca baik untuk laporan semester I maupun tahunan.
Kelompok 5 Page 31
Manajemen PNBP 2013
Laporan keuangan tahunan disampaikan kepada DJPB selambat-lambatnya pada
tanggal 28 Februari pada tahun anggaran berikutnya. Laporan keuangan satker
tersebut dikonsolidasikan ke dalam Laporan KeuanganBA BUN untuk Transaksi
Khusus (999.99). Laporan keuangan ini menjadi salah satu objek pemeriksaan BPK
setiap tahunnya.
E. Sanksi
Sanksi denda sebanyak 2% perbulan dikenakan pada Wajib Bayar PNBP, jika
1. Dalam hal pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang melampaui
jatuh tempo pembayaran yang ditetapkan, Wajib Bayar dikenakan.
2. Dalam hal terjadi keterlambatan pembayaran kekurangan Penerimaan Negara Bukan
Pajak yang Terutang. Dengan batas maksimal 24 (dua puluh empat) bulan.
Dalam pasal 20 UU 20 Tahun 1997 disebutkan adanya ketentuan pidana untuk Wajib
Bayar untuk jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
ayat (2), yang karena kealpaannya:
1. tidak menyampaikan laporan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang; atau
2. menyampaikan laporan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang tetapi isinya
tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar, atau
tidak melampirkan keterangan yang benar, sehingga menimbulkan kerugian pada
pendapatan Negara, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan
denda paling banyak sebesar 2 (dua) kali jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak
yang Terutang.
V. Pengendalian Kebocoran Penerimaan PNBP
PNBP menyumbang angka yang sangat besar tetapi tidak banyak yang masuk ke dalam
kas negara. Keberadaan PNBP dengan jumlah dana terkumpul sangat besar selama ini
menjadi pemicu adanya tindakan korupsi yang sulit dipantau. Sebab, dana yang terkumpul
selalu digunakan oleh instansi tertentu untuk memenuhi kebutuhannya dan sangat sedikit
dana PNBP itu yang diberikan kepada negara. Semuanya mempunyai alasan masing-masing
Kelompok 5 Page 32
Manajemen PNBP 2013
untuk berhak mengelola PNBP itu karena bukan pajak. Pada tahun 2011 masih terdapat
kebocoran PNBP di 28 Kementerian dan Lembaga (K/L) hingga Rp331,9 miliar.
Kebocoran terjadi karena:
1. penerimaan yang terlambat atau belum disetorkan ke kas negara,
2. kurang/belum dipungut, atau
3. digunakan langsung tanpa mekanisme APBN dan
4. dipungut melebihi tarif yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah (PP)
5. pengelolaan dan pencatatan yang belum memadai
6. Keterbatasan auditor negara untuk dapat memeriksa potensi kebocoran
Akurasi dan akuntabilitas jumlah produksi minyak mentah siap jual (lifting)tidak pernah
diketahui pasti oleh DPR, apalagi oleh publik. Pasalnya, untuk menghitung kapasitas minyak
bumi yangdihasilkan dari perut bumi Indonesia dipakai alat hitung yang dipasang di tempat
pengeboran minyak.Meskipun alat pengukur itu terpasang, tidak ada jaminan angka lifting
yang selama ini diumumkan pemerintah adalahrealisasi sebenarnya.
Meski alat pengukur dipasang dengan benar, kolusi antara kontraktor eksplorasi dan
petugas bisa saja terjadi untuk menyembunyikan realisasi lifting yangsebenarnya, sehingga
potensi kebocoran penerimaan migas sangat mungkin terjadi di ladang-ladang eksplorasi.
Langkah-langkah pencegah kebocoran:
1. Dibentuknya suatu unit yang khusus menangani dansupervisi PNBP disejumlah K/L
dengan tingkat PNBP tinggi.
Misalkan di Kementerian ESDM banyak terjadi pungutan batubara di luar Jakarta, unit
khusus yang dibentuk dapat mengatur atau memantau PNBP itu. Tergantung besaran,
kalau kecil tidak ditangani unit besar, karena bisa digabung dengan unit lain.Namun
dikarenakan pembentukan unit khusus di sejumlah K/L dinilai memerlukan waktu lama,
yang bisa dilakukan pada saat ini adalah memperkuat fungsi supervisi pemerintah. Dalam
hal ini Kementerian Keuangan dapat meminta Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKP) untuk melakukan supervisi PNBP. Selain itu juga dilakukan
peningkatan pengawasan PNBP oleh BPK baik melalui audit kinerja ataupun audit
investigasi.
Kelompok 5 Page 33
Manajemen PNBP 2013
2. Penertiban dana off budget. Dana tersebut tidak dilaporkan ke Kementerian Keuangan
dan digunakan tanpa melalui mekanisme APBN. Misalnya Polri yang mempunyai
kewenangan menggunakan dana non APBN secara off budget dengan pencatatan sendiri
dan di luar mekanisme pengelolaan anggaran. Penggunaan dana tersebut akhirnya tidak
disertai bukti pertanggungjawaban yang valid dan berpotensi disalahgunakan.
Terdapat praktik instansi yang memungut dan mengelola PNBP tanpa terkait dengan
sistem penganggaran negara (nonbujeter). Misalnya pungutan sumbangan pembangunan
pendidikan di Kementerian Pendidikan Nasional dan pungutan pelayanan haji di
Kementerian Agama tak disetorkan ke kas negara. Padahal Pasal 4 dan Pasal 5 UU
20/1997 menghendaki Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) harus masuk bujet yang
dianggarkan karena merupakan bagian dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara
(APBN). Setiap instansi seharusnya menyetorkan pendapatannya ke bendaharawan
negara (Menteri Keuangan). Pengecualian diberikan kepada satuan kerja yang diubah
statusnya menjadi badan layanan umum, yang hanya diminta memberikan laporan.
3. Dilakukan revisi UU PNBP Tahun 1997 karena dianggap sudah tidak sesuai dengan
kondisi pada saat ini.
Pasal 3 UU 20/1997: Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak ditetapkan dalam
Undang-undang atau Peraturan Pemerintah yang menetapkan jenis Penerimaan Negara
Bukan Pajak yang bersangkutan.
Penyesuaian tarif PNBP itu harus dengan PP sehingga membutuhkan waktu yang lama,
padahal kondisi harga komoditas dinilai sangat aktual. Dengan adanya fleksibilitas dan
penguatan, diharapkan masalah di K/L yang menjadi temuan di BPK karena perbedaan
prinsip penghitungan dapat dihindarkan.
4. Optimalisasi dengan melakukan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara
KementerianKeuangan (Kemenkeu) dengan seluruhK/L.
Optimalisasi PNBP merupakan salah satu dari upaya reformasi birokrasi, awal dari
sebuah reformasi keuangan. MoU adalah bentuk tindak lanjut menjaga penerimaan
negara, terutama PNBP. MoU ini merupakan tindak lanjut Instruksi Presiden (Inpres)
Nomor 17 tahun 2011 tentang pencegahan dan pemberantasan korupsi serta Pasal 9 PMK
Kelompok 5 Page 34
Manajemen PNBP 2013
192/PMK.02/2012 perihal peningkatan akuntabilitas dan transparansi pengelolaan
Penerimaan Negara Bukan Pajak.
5. Menutup rekening penampung PNBP yang masih menggunakan nama pribadi pejabat
terkait. Sekitar 7.500 rekening telah ditutup dan penertiban itu berhasil menambah Rp 7,1
triliun setoran ke kas negara.
Kelompok 5 Page 35