manajemen persediaan

26
MANAJEMEN KEUANGAN MAKALAH MANAJEMEN PERSEDIAAN (Inventory Management) Dosen Pembimbing : Dr. Husnah, S.E.,M.Si Oleh: Kelompok 4 UKAR SUMIJANA C20215032 GUSSTIAWAN RAIMANU C20215014 MUHAMMAD RAFIQ C20215004 EKA PUTRA IDRIS C20215099 PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS TADULAKO 2015

Upload: gusstiawan-raimanu

Post on 05-Dec-2015

79 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Kajian Pustaka Manajemen Persediaan dalam Prespektif Manajemen Keuangan

TRANSCRIPT

Page 1: MANAJEMEN PERSEDIAAN

MANAJEMEN KEUANGAN

MAKALAH

MANAJEMEN PERSEDIAAN

(Inventory Management)

Dosen Pembimbing :

Dr. Husnah, S.E.,M.Si

Oleh:

Kelompok 4

UKAR SUMIJANA C20215032

GUSSTIAWAN RAIMANU C20215014

MUHAMMAD RAFIQ C20215004

EKA PUTRA IDRIS C20215099

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS TADULAKO

2015

Page 2: MANAJEMEN PERSEDIAAN

i

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

DAFTAR ISI ....................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .......................................................................................... 1

B. Tujuan Penulisan ....................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Manajemen Persediaan ........................................................... 3

B. Karakteristik Persediaan............................................................................ 3

C. Fungsi Persediaan ..................................................................................... 4

D. Tujuan Persediaan ..................................................................................... 4

E. Pengendalian Persediaan ........................................................................... 6

F. Tujuan Pengendalian Persediaan............................................................... 6

G. Sistem Pengedalian Persediaan ................................................................. 7

H. Keputusan dalam Manajemen Persediaan ................................................. 7

I. Model Model Tingkat Persediaan Optimal ............................................... 10

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................................... 22

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 23

Page 3: MANAJEMEN PERSEDIAAN

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan

penyertaan-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan

tepat waktu.

Makalah ini disusun secara berkelompok untuk memenuhi salah satu tugas

dari mata kuliah Manajemen Keuangan. Makalah ini diharapkan dapat

mempertajam wawasan serta kajian mengenai Manajemen Keuangan secara khusus

mengenai Manajemen Persediaan.

Ahirnya, kami selaku penyusun makalah berharap agar makalah ini dapat

memberikan manfaat bagi para pembaca. Tiada gading yang tak retak, kami

menyadari bahwa penulisan makalah ini masih memiliki kekurangan di dalamnya,

meskipun telah diusahakan semaksimal mungkin. Untuk itu, seluruh saran dan

kritik yang membangun untuk penyempurnaan makalah ini sangat diharapkan.

Palu, September 2015

Page 4: MANAJEMEN PERSEDIAAN

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu fungsi manajerial yang sangat penting dalam operasional suatu

perusahaan adalah pengendalian persediaan (inventory control), karena kebijakan

persediaan secara fisik akan berkaitan dengan investasi dalam aktiva lancar di satu

sisi dan pelayanan kepada pelanggan di sisi lain. Pengaturan persediaan ini

berpengaruh terhadap semua fungsi bisnis (operation, marketing, dan finance).

Berkaitan dengan persediaan ini terdapat konflik kepentingan diantara fungsi bisnis

tersebut. Finance menghendaki tingkat persediaan yang rendah, sedangkan

Marketing dan operasi menginginkan tingkat persediaan yang tinggi agar

kebutuhan konsumen dan kebutuhan produksi dapat dipenuhi.

Persediaan dapat diartikan sebagai stok barang yang akan dijual atau

digunakan untuk periode tertentu. Tanpa adanya persediaan, perusahaan akan

dihadapkan pada sebuah risiko, tidak dapat memenuhi keinginan para

konsumennya. Persediaan dapat muncul secara sengaja maupun tidak disengaja.

Secara sengaja berarti adanya perencanaan untuk mengadakan persediaan,

sedangkan secara tidak sengaja biasanya terjadi apabila persediaan ada akibat

barang tidak terjual yang disebabkan rendahnya permintaan.

Masalah persediaan termasuk masalah yang cukup krusial dalam

operasional perusahaan. Sebab apabila terjadi kekurangan persediaan, proses

produksi sebuah perusahaan dapat terhenti. Sebaliknya apabila terlalu banyak

persediaan (over stock) dapat berakibat meningkatnya beban biaya guna

menyimpan dan memelihara bahan selama penyimpanan di gudang padahal barang

tersebut masih mempunyai ”opportunity cost” (dana yang bisa diinvestasikan pada

hal yang lebih menguntungkan). Sasaran sebuah perusahaan sebenarnya bukanlah

untuk mengurangi atau meningkatkan persediaan (inventory), tetapi untuk

memaksimalkan keuntungan.

Berkaitan dengan kondisi di atas, maka perlu ada pengaturan terhadap

jumlah persediaan, baik bahan-bahan maupun produk jadi, sehingga kebutuhan

Page 5: MANAJEMEN PERSEDIAAN

2

proses produksi (perusahaan) maupun kebutuhan konsumen dapat dipenuhi. Tujuan

utama dari pengendalian persediaan adalah agar perusahaan selalu mempunyai

persediaan dalam jumlah yang tepat, pada waktu yang tepat, dan dalam spesifikasi

atau mutu yang telah ditentukan sehingga kontinuitas usaha dapat terjamin (tidak

terganggu). Hal ini sejalan dengan prinsip manajemen persediaan yaitu besarnya

jumlah investasi (bahan baku) yang tepat dan waktu pemesanan yang tepat.

Manajemen persediaan dianggap vital untuk memberikan informasi yang

berguna bagi perusahaan. Apabila terjadi kesalahan dalam pencatatan persediaan,

maka akan mengakibatkan kesalahan dalam menentukan besarnya laba perusahaan

yang diperoleh. Jika persediaan akhir dinilai terlalu rendah dan mengakibatkan

harga pokok barang yang dijual terlalu rendah, maka pendapatan bersih akan

mengalami penurunan. Begitu juga dengan lamanya persediaan yang tersimpan di

gudang akan mempengaruhi besar/kecilnya biaya. Segala kemungkinan dapat

terjadi diantarnaya kerusakan yang mengakibatkan kerugian dan hingga persediaan

yang kadaluarsa sehingga tidak dapat dijual.

Dari penjelasan diatas, dapat diketahui bahwa manajemen persediaan sangat

penting artinya bagi perusahaan. Dalam hal ini penulis merasa tertarik untuk lebih

mengetahui dan memahami bagaimana teori-teori manajemen persediaan

diapliasikan secara benar dalam suatu perusahaan agar membawa manfaat yang

baik dalam pencapaian laba yang diinginkan. Oleh sebab itu penulis akan mengkaji

lebih dalam mengenai manajemen persediaan melalui sebuah studi pustaka yang

dituangkan dalam makalah.

B. Tujuan Penulisan

Mengetahui pengertian dari manajemen persediaan dan fungsinya.

Mengetahui karakteristik persediaan.

Mengetahui pengendalian persediaan.

Mengetahui model-model tingkat persediaan yang optimal.

Page 6: MANAJEMEN PERSEDIAAN

3

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Manajemen Persediaan

Persediaan merupakan sejumlah bahan/barang yang disediakan oleh

perusahaan, baik berupa bahan jadi, bahan mentah, maupun barang dalam proses

yang disediakan untuk menjaga kelancaran operasi perusahaan guna memenuhi

permintaan konsumen setiap waktu (Margaretha, 2014).

Persediaan juga dapat didefinisikan sebagai suatu aktiva yang meliputi

barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode

usaha tertentu untuk memnuhi permintaan dari konsumen atau pelanggan setiap

waktu (Rangkuti, 2007). Sementara Hani Handoko (2000) mengemukakan bahwa

persediaan (inventory) adalah suatu istilah umum yang menunjukkan segala sesuatu

atau sumber daya-sumber daya organisasi yang disimpan dalam antisipasinya

terhadap pemenuhan permintaan baik internal maupun eksternal.

Nasution (2003) menyatakan bahwa persediaan adalah sumber daya

menganggur yang menunggu proses lebih lanjut. Yang dimaksud proses lebih lanjut

adalah berupa kegiatan produksi pada sistem manufaktur, kegiatan pemasaran pada

sistem distribusi ataupun kegiatan konsumsi pangan pada sistem rumah tangga.

Dapat dikatakan bahwa tidak ada perusahaan yang beroperasi tanpa

persediaan, meskipun persediaan hanyalah suatu sumber dana yang menganggur,

karena sebelum persediaan digunakan berarti dana yang terikat didalamnya tidak

dapat digunakan untuk keperluan yang lain. Begitu pentingnya persediaan ini

sehingga para akuntan memasukannya dalam neraca sebagai salah satu bagian dari

aktiva lancar oleh karena itu dibutuhkan manajemen persediaan yang efektif agar

perusahaan dapat menjalankan usahanya dengan lancar.

B. Karakteristik Persediaan

Persediaan sebagai kekayaan perusahaan, memiliki peranan penting

dalam operasi bisnis. Persediaan memiliki dua karakteristik penting, yakni:

1. Persediaan tersebut merupakan milik perusahan.

Page 7: MANAJEMEN PERSEDIAAN

4

2. Persediaan tersebut siap dijual kepada para konsumen.

Persediaan dimiliki oleh perusahaan dagang dan perusahaan industri.

1. Perusahaan dagang (merchandise inventory) hanya ada persediaan barang

dagangan (finished goods).

2. Perusahaan industri (manufacturing) memiliki persediaan yang terdiri atas:

a) Persediaan bahan baku (raw materials), yaitu persediaan yang diperoleh

dari sumber-sumber alam, atau dibeli dari para supplier dan atau dibuat

sendiri oleh perusahaan untuk diproses/dirubah menjadi barang

setengah jadi dan akhirnya barang jadi atau produksi akhir dari

perusahaan.

b) Barang dalam proses (work in process), yaitu keseluruhan barang yang

digunakan dalam proses produksi, tetapi masih membutuhkan proses

lebih lanjut untuk menjadi barang yang siap dijual (barang jadi).

c) Barang jadi (finished goods), yaitu persediaan barang-barang yang telah

selesai diproses oleh perusahaan, tetapi masih belum terjual.

d) Barang pembantu (supplies), yaitu persediaan barang-barang yang

diperlukan dalam proses produksi, tetapi tidak merupakan bagian atau

komponen barang jadi.

e) Persediaan suku cadang (purchased/components parts), yaitu

persediaan barang-barang yang terdiri dari komponen-komponen yang

diperoleh dari perusahaan lain, dimana secara langsung dapat dirait

menjadi suatu produk.

C. Fungsi Persediaan

Tujuan manajemen persediaan adalah menentukan keseimbangan antara

investasi persediaan dengan pelayanan pelanggan. Persediaan dapat melayani

beberapa fungsi yang akan menambahan fleksibilitas operasi perusahaan. Fungsi

persediaan menurut Rangkuti (2007), yaitu:

1. Fungsi Decoupling, untuk membantu perusahaan agar bisa memenuhi

permintaan langganan tanpa tergantung pada supplier.

Page 8: MANAJEMEN PERSEDIAAN

5

2. Fungsi Economic Lot Sizing, persediaan ini perlu mempertimbangkan

penghematan-penghematan (potongan pembelian, biaya pengangkutan per

unit lebih murah dan sebagainya) karena perusahaan melakukan pembelian

dalam kuantitas yang lebih besar, dibandingkan dengan biaya-biaya yang

timbul karena besarnya persediaan (biaya sewa gudang, investasi, risiko dan

sebagainya)

3. Fungsi Antisipasi, untuk mengantisipasi dan mengadakan permintaan

musiman (seasonal inventories), menghadapi ketidakpastian jangka waktu

pengiriman dan untuk menyediakan persediaan pengamanan (safety stock).

D. Tujuan Persediaan

Pada prinsipnya semua perusahaan yang melaksanakan proses produksi akan

menyelenggarakan persediaan bahan baku untuk kelangsungan proses produksi

dalam perusahaan tersebut. Beberapa hal yang menyangkut tujuan

menyelenggarakan persediaan bahan baku adalah:

1) Bahan yang akan digunakan untuk melaksanakan proses produksi

perusahaan tersebut tidak dapat dibeli atau didatangkan secara satu per satu

dalam jumlah unit yang diperlukan perusahaan serta pada saat barang

tersebut akan dipergunakan untuk proses produksi perusahaan tersebut.

Bahan baku tersebut pada umumnya akan dibeli dalam jumlah tertentu,

dimana jumlah tertentu ini akan dipergunakan untuk menunjang

pelaksanaan proses produksi perusahaan yang bersangkutan dalam

beberapa waktu tertentu pula. Dengan keadaan semacam ini maka bahan

baku yang sudah dibeli oleh perusahaan namun belum dipergunakan untuk

proses produksi akan masuk sebagai persediaan bahan baku dalam

perusahaan tersebut.

2) Apabila perusahaan tidak mempunyai persediaan bahan baku, sedangkan

bahan baku yang dipesan belum dating, maka proses produksi dalam

perusahaan tersebut akan terganggu. Ketiadaan bahan baku tersebut akan

mengakibatkan terhentinya pelaksanaan proses produksi pengadaan bahan

baku dengan cara tersebut akan membawa konsekuensi bertambah

Page 9: MANAJEMEN PERSEDIAAN

6

tingginginya harga beli bahan baku yang dipergunakan oleh perusahaan.

Keadaan tersebut tentunya akan membawa kerugian bagi perusahaan.

3) Untuk menghindari kekurangan bahan baku tersebut, maka perusahaan

dapat menyediakan bahan baku dalam jumlah yang banyak. Tetapi

persediaan bahan baku dalam jumlah besar tersebut akan mengakibatkan

terjadinya biaya persediaan yang semakin besar pula. Semakin besarnya

biaya ini berarti akan mengurangi keuntungan perusahaan. Disamping itu,

risiko kerusakan bahan juga akan bertambah besar apabila persediaan bahan

bakunya besar (Ahyari, 2003).

E. Pengendalian Persediaan

Pengendalian persediaan bahan baku merupakan suatu kegiatan untuk

menentukan tingkat dan komposisi dari persediaan bahan baku dan barang hasil

produksi dengan efektif dan efisien.

Semakin tidak efisien pengendalian persediaan, semakin besar tingkat

persediaan yang dimiliki oleh suatu perusahan. Oleh karena itu perlu

dipertimbangkan dua aspek yaitu keluwesan dan tingkat persediaan dalam

mengendalikan persediaan.

Pengendalian persediaan merupakan serangkaian kebijakan pengendalian

untuk menentukan tingkat persediaan yang harus dijaga, kapan waktu yang tepat

melakukan pesanan untuk menambah persediaan dan berapa besar pesanan yang

harus diadakan.

F. Tujuan Pengendalian Persediaan

Assauri (2000) mengemukakan bawa pengawasan persediaan bahan baku

bertujuan untuk:

1) Menjaga agar jangan sampai perusahaan kehabisan persediaan yang dapat

mengakibatkan terhentinya proses produksi

2) Menjaga agar persediaan tidak berlebihan sehingga biaya yang ditimbulkan

tidak menjadi lebih besar pula.

Page 10: MANAJEMEN PERSEDIAAN

7

3) Menjaga agar pembelian secara kecil-kecilan dapat dihindari karena

mengakibatkan biaya pemesanan yang tinggi.

Pengendalian persediaan bertujuan untuk menentukan dan menjamin

tersedianya persediaan yang tepat dalam kuantitas dan waktu yang tepat.

G. Sistem Pengendalian Persediaan

Margaretha (2014) menjelaskan 4 sistem dalam pengendalian persediaan,

yaitu:

1) Red line method

Red line method adalah pengendalian persediaan dengan cara menggambar

suatu garis merah di sekeliling bagian dalam peti/kotak tempat penyimpanan

persediaan untuk menandai titik pemesanan ulang.

2) Two-bin method

Two-bin method adalah pengendalian persediaan yang titik pemesanan ulang

dicapai jika salah satu dari dua peti penyimpanan persediaan kosong.

3) Computerized inventory control system

Computerized inventory control system adalah sistem pengendalian persediaan

dengan menggunakan komputer untuk menentukan titik pemesanan ulang dan

untuk mengatur keseimbangan persediaan.

4) Just-in-time system

Just-in-time system adalah sistem pengendalian persediaan yang produsen

mengkoordinasikan produksinya dengan pemasok sehingga bahan baku dan

komponen-komponen lain tiba dari pemasok tepat pada saat dibutuhkan dalam

proses produksi.

H. Keputusan dalam Manajemen Persediaan

Sasaran akhir dari manajemen persediaan adalah untuk meminimumkan biaya

dalam perubahan tingkat persediaan. Untuk mempertahankan tingkat persediaan

yang optimum, diperlukan jawaban atas dua pertanyaan mendasar sebagai berikut:

1) Kapan melakukan pemesanan?

2) Berapa jumlah yang harus dipesan dan kapan melakukan pemesanan kembali?

Page 11: MANAJEMEN PERSEDIAAN

8

Untuk menjawab pertanyaan kapan melakukan pemesanan, dapat dilakukan

dengan tiga pendekatan, yaitu:

1) Pendekatan titik pemesanan kembali (reorder point approach)

2) Pengekatan tinjauan periodik (periodic review approach)

3) Material requitment planning (MRP)

Adapun biaya dalam keputusan persediaan terdapat lima kategori, sebagai

berikut:

a. Biaya pemesanan (ordering cost)

Biaya pemesanan (ordering cost) merupakan biaya untuk melakukan

pemesanan dan menerima barang pesanan, tidak dipengaruhi oleh jumlah

persediaan rata-rata (biaya tetap). Ordering akan semakin kecil jika jumlah

yang dipesan makin besar.

- Total Ordering Cost:

TOC = 𝑂 𝑥 𝑁 = 𝑂 𝑥 𝑇

𝑄

b. Biaya Penyimpanan (Carrying cost)

Biaya yang dinyatakan dan dihitung sebesar peluang yang hilang apabila

nilai persediaan digunakan untuk investasi (Cost of capital). Carry cost

meliputi biaya gudang, asuransi, dan pajak (Cost of storage). Biaya ini

berubah sesuai dengan nilai persediaan. Carrying cost makin kecil jika

jumlah yang dipesan makin kecil.

- Total biaya penyimpanan :

TCC = C . P . A

- Persediaan Rata – rata :

A = Q / 2

= ( S / N ) / 2

c. Biaya kekurangan persediaan (stock-out cost)

Adalah biaya yang terjadi apabila persediaan tidak tersedia di gudang ketika

dibutuhkan untuk produksi atau ketika langganan memintanya.

d. Biaya yang dikaitkan dengan kapasitas

Adalah biaya yang terjadi karena perubahan dalam kapasitas produksi.

Ket : Q = Kuantitas Pesanan

S = Penjualan Tahunan

N = Frekuensi Pemesanan

C = Biaya Penyimpanan

P = Harga beli per unit

Ket : O = Jumlah FC untuk setiap pemesanan

N = Frekuensi pemesanan /tahun

T = Jumlah unit yg dijual /tahun

Q = Kuantitas Pemesanan

Page 12: MANAJEMEN PERSEDIAAN

9

e. Biaya bahan atau barang itu sendiri

Adalah harga yang harus dibayar atas item yang dibeli. Biaya ini akan

dipengaruhi oleh besarnya diskon yang diberikan oleh supplier.

Tingkat Perputaran Persediaan

Persediaan barang sebagai pos utama dari modal kerja merupakan aktiva yang

selalu dalam keadaan berputar, dimana secara terus menerus selalu mengalami

perubahan. Apabila perusahaan kurang tepat dalam menentukan jumlah investasi

dalam persediaan, maka akan berakibat ganda dalam laporan keuangan, yaitu pada

asset perusahaan dan pada profitabilitas.

Adanya over investment akan memperbesar beban bunga, memperbesar biaya

penyimpanan dan pemeliharaan di gudang, memperbesar kerugian karena

kerusakan, turunnya kualitas, keusangan dan semuanya ini menentukan

profitabilitas. Sebaliknya adanya under investment mempunyai efek yang menekan

keuntungan juga, karena kekurangan raw material perusahaan tidak akan bekerja

dengan full-capacity, sehingga capital asset dan direct labor tidak dapat

diberdayakan dengan seoptimal mungkin. Hal ini tentunya menyebabkan tingkat

profitabilitas tidak maksimal.

Dengan demikian, salah satu pendekatan yang bias dipakai untuk mengetahui

apakah jumlah investasi dalam persediaan termasuk dalam kategori over investment

atau under investment, dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

1. Inventory turnover = 𝑐𝑜𝑠𝑡 𝑜𝑓 𝑔𝑜𝑜𝑑𝑠 𝑠𝑜𝑙𝑑

𝑎𝑣𝑒𝑟𝑎𝑔𝑒 𝑖𝑛𝑣𝑒𝑛𝑡𝑜𝑟𝑦

2. Average days inventory = 360 ℎ𝑎𝑟𝑖

𝑖𝑛𝑣𝑒𝑛𝑡𝑜𝑟𝑦 𝑡𝑢𝑟𝑛𝑜𝑣𝑒𝑟

3. Raw material turnover = 𝑐𝑜𝑠𝑡 𝑜𝑓 𝑚𝑎𝑡𝑒𝑟𝑖𝑎𝑙 𝑢𝑠𝑒𝑑

𝑎𝑣𝑒𝑟𝑎𝑔𝑒 𝑟𝑎𝑤 𝑚𝑎𝑡𝑒𝑟𝑖𝑎𝑙

4. Work in process turnover = 𝑐𝑜𝑠𝑡 𝑜𝑓 𝑔𝑜𝑜𝑑 𝑚𝑎𝑛𝑢𝑓𝑎𝑐𝑡𝑢𝑟𝑒𝑑

𝑎𝑣𝑒𝑟𝑎𝑔𝑒 𝑤𝑜𝑟𝑘 𝑖𝑛 𝑝𝑟𝑜𝑐𝑒𝑠𝑠

Semakin tinggi turnover persediaan suatu perusahaan, berarti semakin cepat

perputaran persediaan tersebut. Sebaliknya, semakin rendah turnover persediaan,

berarti semakin lambat perputaran persediaan tersebut.

Page 13: MANAJEMEN PERSEDIAAN

10

I. Model-model Tingkat Persediaan Optimal

A) Persediaan Pengaman (Safety Stock)

Safety stock atau disebut juga persediaan besi (iron stock) bermakna persediaan

minimum yang harus ada dalam perusahaan untuk menjaga kontinuitas perusahaan.

Untuk menentukan persediaan pengaman ini dipergunakan alanilisis statistic

dengan melihat dan memperhitungkan penyimpangan-penyimpangn yang sudah

terjadi antara perkiraan bahan baku dengan pemakaian sesungguhnya sehingga

dapat diketahui besarnya standar dari penyimpangan tersebut. Manajemen

perusahaan akan menentukan seberapa jauh penyimpangan-penyimpangan yang

terjadi tersebut agar dapat ditolelir. Jika persediaan pengaman terlalu banyak akan

mengakibatkan perusahaan menanggung biaya penyimpanan terlalu mahal. Oleh

keran itu, perusahaan harus dapat menentukan besarnya safety stock secara tepat.

Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya safety stock adalah :

1. Sulit/tidaknya bahan/barang tersebut diperoleh.

2. Kebiasaan pemasok menyerahkan barang/bahan.

3. Besar/kecilnya jumlah barang/bahan yang dibeli setiap saat.

4. Sering/tidaknya mendapatkan pemesanan mendadak.

Untuk menaksir besarnya safety stock, dapat menggunakan rumus berikut ini:

Safety stock = (Pemakaian Maksimum – Pemakaian Rata-rata) Lead Time

B) Metode ABC

Merupakan pendekatan sederhana dalam manajemen persediaan dengan ide

dasar adalah membagi persediaan menjadi tiga atau lebih kelompok. Dibalik ide ini

adalah bahwa perusahaan dapat menggunakan bahan baku yang relatif mahal (high

tech) dan beberapa bahan baku yang relatif murah juga. Misalnya kelompok A :

tingkat persediaan dibiarkan rendah, C: karena bahan mentah relatif murah, maka

tingkat persediaan tinggi, B: rata-rata.

Sudana (2011) mengatakan bahwa klasifikasi ABC merupakan konsep untuk

mengendalikan persediaan, yang mana persediaan barang yang mahal memerlukan

pengendalian yang lebih ketat dibandingkan dengan persediaan yang murah. Pada

umumnya, perusahaan memiliki jenis persediaan yang sangat beragam ditinjau dari

harga maupun kontribusinya terhadap penjualan. Tidak ada satu metode

Page 14: MANAJEMEN PERSEDIAAN

11

manajemen persediaan pun yang diterapkan untuk semua jenis persediaan. Oleh

karena itu, penerapan suatu metode manajemen persediaan terntentu perlu

disesuaikan dengan jenis persediaannya. Agar manajemen persediaan dapat

dilakukan dengan tepat, persediaan tersebut perlu dikelompokkan berdasarkan

harga dan kontribusinya terhadap penjualan. Salah satu cara untuk

mengelompokkan persediaan dikenal dengan nama klasifikasi ABC.

Prinsip manajemen persediaan menerapkan klasifikasi ABC adalah semua

persediaan harus bias dimasukkan ke dalam salah satu kelompok persediaan, yaitu:

a) Kelompok A, merupakan persediaan yang harga per satuannya tinggi dan

kontribusi terhadap penjualan juga tinggi.

b) Kelompok B, merupakan persediaan yang harganya lebih rendah dari

kelompok A dan kontribusi terhadap penjualan sedang.

c) Kelompok C, merupakan persediaan yang harganya rendah dan kontribusinya

terhadap penjualan juga rendah.

Grafik di atas menunjukkan bahwa sekitar 15% komponen persediaan yang

termasuk kelompok A nilainya mencapai 70% dari nilai total persediaan, 30%

komponen persediaan berikutnya adalah termasuk dalam kelompok B yang nilainya

mencapai 20% dari nilai total persediaan, dan lebih dari 55% komponen persediaan

termasuk dalam kelompok C dengan nilai hanya 10% dari nilai total persediaan.

Berdasarkan pengelompokan tersebut, ada sebagian kecil kelompok

persediaan yang nilainya merupakan sebagian besar dari nilai total persediaan, dan

sangat beralasan bagi perusahaan untuk melakukan pengendalian lebih ketat atas

persediaan tersebut. Untuk pengendalian kelompok A, perusahaan dapat

Page 15: MANAJEMEN PERSEDIAAN

12

menggunakan metode fixed order quantity, yaitu model EOQ. Dengan

menggunakan model EOQ, perusahaan dapat mempertahankan jumlah persediaan

yang paling ekonomis, sehingga menghindari investasi dalam persediaan yang

terlalu besar nilainya.

Persediaan yang termasuk dalam kelompok C dapat dikendalikan dengan

menggunakan metode fixed period order. Perusahaan dapat melakukan pemesanan

misalnya setiap semester atau sekali setahun, jumlah yang dipesan tergantung

pemakaian. Jika pemakaian dalam satu semester meningkat, maka jumlah yang

dipesan juga akan bertambah banyak dan sebaliknya. Contohnya seperti pengadaan

berbagai macam mur atau baut pada sebuah bengkel.

Persediaan yang termasuk dalam kelompok B merupakan komponen

perusahaan yang memiliki karakteristik antara kelompok A dan C. untuk

pengendalian persediaan yang termasuk dalam kelompok B, perusahaan dapat

menggunakan kombinasi antara fixed order quantity dan fixed periode order,

tergantun apakah karakteristik persediaan mendekati kelompok A atau C.

Dalam penerapan klasifikasi ABC, perlakuan pengendalian persediaan untuk

masing-masing kelompok berbeda-beda. Oleh karena itu dalam melakukan

klasifikasi persediaan diperlukan informasi yang cukup dan akurat, agar tidak

terjadi kesalahan. Kesalahan dalam klasifikasi akan berakibat kesalahan pula dalam

perlakuan masing-masing kelompok persediaan, sehingga persediaan tidak dapat

dijalankan secara efektif dan efisien.

C) Mengelola Persediaan dengan Menggunakan Turunan Permintaan

Model ini digunakan untuk mengelola persediaan yang menggunakan

turunan permintaan, artinya permintaan untuk jenis persediaan tergantung pada

kebutuhan akan jenis persediaan lainnya.

Sebagai contoh : permintaan produk jadi tergantung pada permintaan

pelanggan, program pemasaran dan faktor lain yang mempengaruhi penjualan.

Sehingga permintaan persedian bahan mentah akan ditentukan oleh jumlah produk

jadi yang direncanakan (sangat erat kaitannya antara sales dan inventory). Terkait

Page 16: MANAJEMEN PERSEDIAAN

13

dengan masalah ini, maka perlu dibahas mengetai Material Requirement Planning

(MRP) dan Just in Time (JIT).

a) MRP

Adalah seperangkat prosedur yang digunakan untuk menentukan tingkat

persediaan untuk permintaan yang tergantung jenis persediaannya

seperti raw material atau work in process. Ide dasarnya adalah ketika

tingkat persediaan barang jadi ditentukan maka dapat ditentukan berapa

tingkat persediaan barang setengah jadi yang harus disediakan juga agar

kebutuhan barang jadi dapat terpenuhi. Dari sini dapat pula ditentukan

berapa persediaan bahan mentah yang harus dimiliki perusahaan.

b) JIT

Sering disebut kanban sistem adalah pendekatan modern untuk

mengelola persediaan yang dipengaruhi besarnya permintaan barang

jadi yang dapat meminimumkan persediaan perusahaan. Hasil dari JIT

adalah bahwa persediaan akan dipesan secara periodic dan lebih sering

Pendekatan JIT dipelopori oleh Toyota di Jepang. Toyota

menjaga persediaan suku cadang seminimum mungkin dengan hanya

memesan persediaan sesuai kebutuhan. Maka pengiriman suku cadang

ke pabrik dilakukan sepanjang hari dengan interval sependek 1 jam.

Toyota mampu sukses beroperasi dengan persediaan yang rendah

semacam itu karena Toyota telah menentapkan rencana untuk menjami

pemogokan, kemacetan lalu lintas, atau bahaya lain yang tidak akan

menghentikan aliran suku cadang dan menghambat produksi. Banyak

perusahaan di Amerika Serikat belajar dari contoh Toyota. Tiga puluh

tahun yang lalu Ford selalu memutar persediaannya sebanyak 5 kali

dalam setahun, sekarang mereka memutarnya lebih dari 20 kali.

Perusahaan juga menemukan bahwa mereka dapat mengurangi

persediaan barang jadi mereka dengan memproduksi barang sesuai

dengan pesanan. Misalnya, Dell Computer menemukan bahwa mereka

tidak perlu sejumlah stok barang jadi. Pelanggannya dapat

menggunakan internet untuk menentukan fitur apa yang mereka

Page 17: MANAJEMEN PERSEDIAAN

14

inginkan untuk personal computer (PC) mereka. Komputer kemudian

dirangkai sesuai dengan pesanan dan dikirimkan kepada pelanggan.

Tujuan dasar metode JIT adalah untuk menghasilkan atau

menerima item yang diminta pada saat dibutuhkan atau tepat waktu, atau

dengan perkataan lain mengurangi persediaan yang menghasilkan

kualitas produk dan flesibilitas yang berkesinambungan. Oleh karena

itu, dalam sistem JIT semua jenis persediaan akan dikurangi sampai

batas minimum (jika memungkinkan sampai pada titik tidak ada

persediaan sama sekali), namun walaupun persediaan barang atau bahan

tidak dapat dikurangi sampai titik nol, harus dilakukan secara ketat,

sehingga persediaan dapat diminimalkan seminimal mungkin. Hasil

pengurangan biaya persediaan merupakan hasil paling nyata dari sistem

JIT, sehingga memberikan hasil perbaikan dalam produktivitas, kualitas

produk, dan fleksibilitas.

Proses produksi yang menggunakan pengawasan persediaan JIT

idealnya adalah:

a) Membutuhkan sistem informasi perediaan dan produksi yang

tepat.

b) Pembelian dengan efisiensi tinggi.

c) Pemasok yang dapat diandalkan.

d) Sistem pengelolaan yang efisien.

Perbedaan EOQ dengan JIT terletak pada jumlah persediaan yang

paling minimal yang harus disediakan. Dalam sistem JIT persediaan akan

dikurangi sampai titik minimum yang mendekati nol. Disamping itu,

dalam sistem JIT tidak dibenarkan biaya pemesanan yang bersifat tetap.

Mereka yang mendukung pendekatan JIT berpendapat bahwa persediaan

yang banyak tidak akan memecahkan masalah, tetapi hanya

menyamarkan atau menutupi masalah. Kebanyakan dari pengentian

produksi terjadi karena salah satu dari tiga alasan : kegagalan mesin,

kerusakan bahan, dan ketidaksertaan bahan baku, sehingga memiliki

persediaan merupakan salah satu solusi tradisional atas semua maslah

Page 18: MANAJEMEN PERSEDIAAN

15

tersebut. Namun, JIT dapat memecahkan ketiga masalah tersebut dengan

menekankan pada pemeliharaan total dan pengendalian mutu total serta

membina hubungan baik dengan pemasok.

Untuk menghitung JIT dapat menggunakan rumus :

X1 = 𝐼+𝐹1+𝑋2 . 𝑉2

𝑃−𝑉1

D) Metode EOQ (Economic Order Quantity)

EOQ berarti jumlah unit barang/bahan yang harus dipesan setiap kali

mengadakan pemesanan agar biaya-biaya yang berkaitan dengan pengadaan

persediaan minimal. EOQ juga bermakna jumlah unit pembelian yang paling

optimal. Metode ini dapat digunakan baik untuk barang-barang yang dibeli maupun

yang diproduksi sendiri. EOQ adalah nama yang biasa digunakan untuk barang-

barang yang dibeli, sedangkan ELS (economic lot size) digunakan untuk barang-

barang yang diproduksi secara internal.

Perbedaan pokoknya adalah bahwa, untuk ELS biaya pemesanan (ordering

cost) meliputi biaya penyiapan pesanan untuk dikirim ke pabrik dan biaya

penyiapan mesin-mesin (setup cost) yang diperlukan untuk mengerjakan pesanan.

Metode EOQ digunakan untuk menentukan kualitas pesanan persediaan yang

meminimumkan biaya langsung penyimpanan persediaan dan biaya kebalikannya

(inverse cost) pesanan persediaan (Handoko, 2000)

Menurut Husnan (2006), model Economic Order Quantity adalah model

yang sering dibicarakan dalam berbagai buku teks. Model ini mendasarkan

pemikiran yang sama dengan waktu kita membicarakan model persediaan pada

pengelolaan kas. Pemikirannya adalah:

a) Jika perusahaan memiliki rata-rata persediaan yang besar, untuk jumlah

kebutuhan yang sama daam satu periode, berarti perusahaan tidak perlu

Ket : X1 = Unit produk yang harus dijual untuk

mencapai laba tertentu.

I = Laba Sebelum Pajak (EBT)

F1 = Total Biaya Tetap

X2 = Jumlah kualitas non unit

V2 = Biaya Variabel Non Unit

V1 = Biaya Variabel Per Unit

P = Harga Jual Per Unit

Page 19: MANAJEMEN PERSEDIAAN

16

melakukan pembelian terlalu sering. Jadi mengemat biaya pembelian

(pemesanan).

b) Namun apabila perusahaan membeli dalam jumlah besar sehingga bias

menghemat pembelian, perusahaan akan menanggung persediaan dalam

jumlah yang besar pula. Hal ini berarti, menanggung biaya penyimpanan

terlalu tinggi.

c) Karena itu, perlu dicari jumlah yang membuat biaya persediaan terkecil.

Biaya persediaan adalah biaya persediaan ditambah biaya pesanan.

Sudana (2011) mengemukakan bahwa dalam model EOQ biaya persediaan

yang dipertimbangkan adalah biaya penyimpanan dan biaya pemesanan. Biaya

penyimpanan persediaan sama dengan biaya pemesanan persediaan. Total biaya

persediaan sama dengan total biaya penyimpanan persediaan ditambah dengan total

biaya pemesanan persediaan.

Total biaya persediaan (TC) = CP (Q/2)+F(S/Q)

TC = C x P(Q/2) + FSQ

Jika persamaan tersebut dideferensial terhadap Q dan hasilnya sama dengan

nol, maka akan diperileh Q yang optimal, yaitu jumlah pesanan dengantotal biaya

yang minimal atau dikenal dengan EOQ.

EOQ dapat dihitung menggunakan formula:

𝐸𝑂𝑄 = √2𝐷𝑆

𝐶

Kebaikan EOQ:

a) Menyeimbangkan biaya persiapan, biaya pemesanan dan biaya

penyimpanan yang memaksimukan laba atau meminimumkan biaya.

b) Saat biaya persiapan tinggi jadi lebih baik buat produk dengan jumlah

besar.

c) Sangat baik saat mengatasi masalah yang berkaitan dengan ketidakpastian.

EOQ adalah model yang meminimumkan Total Inventory Cost (TIC) atau total

biaya persediaan dan untuk menyederhanakan perhitungan persediaan atau pesanan

Ket : D = Penggunaan atau permintaan yang

diperkirakan per periode waktu

S = Biaya Pesanan

C = Biaya Penyimpanan per unit per tahun

Q = Kuantitas Pemesanan

Page 20: MANAJEMEN PERSEDIAAN

17

barang yang optimal. Untuk menyederhanakan perhitungan persediaan tersebut,

dalam model EOQ diperlukan asumsi. Asumsi dari model EOQ ini adalah:

1) Biaya yang relevan untuk perhitungan adalah ordering cost dan carrying

cost.

2) Pesanan untuk mengganti persediaan barang yang dijual selalu dating pada

awal bulan.

3) Untuk sementara stock out tidak diperbolehkan.

4) Permintaan barang dapat diketahui dengan tingkat pemakaian atau

pengeluaran tetap.

Berdasarkan asumsi tersebut, masalah biaya atas persediaan barang akan

ditentukan oleh berapa banyak barang yang dipesan, biaya pesanan, biaya

pemeliharaaan dan biaya penyimpanannya. Banyaknya barang yang dipesan antara

satu pesanan dengan pesanan lain akan sama, dan ditentukan oleh model.

Sedangkan pemakaian atau permintaan barang yang bersifat tetap, menyebabkan

pola tingkat persediaan menyerupai gigi gergaji.

Perilaku ordering cost dan carrying cost ini dapat digambarkan dalam grafik

sebagai berikut:

Besarnya carrying cost adalah rata-rata tingkat persediaan barang dikalikan

dengan biaya pemeliharaan dan penyimpanan per unit barang dalam setahun.

Sedangkan besarnya ordering cost per tahun adalah pesanan dalam setahun

dikalikan dengan biaya pesanan untuk setiap kali pesan barang. Sehingga total

biaya persediaan barang pertahun adalah jumlah dari carrying cost dan ordering

cost.

Model yang diterapkan berikut ini dapat dilaksanakan apabila kebutuhan-

kebutuhan permintaan pada masa yang akan dating memiliki jumlah yang konstan

dan relatif memiliki fluktuasi perubahan yang sangat kecil.

Page 21: MANAJEMEN PERSEDIAAN

18

Apabila jumlah persediaan telah diketahu, dapat diasumsikan bahwa jumlah

permintaan dan masa tenggang merupakan bilangan yang konstan dan diketahui.

Berdasarkan asumsi ini dapat dihitung dengan mudah reorder point.

Mempertajam pengertian dan analisis EOQ diberikan contoh kasus sebagai

berikut: Perusahaan ABC akan melakukan pemesanan material sebanyak 1.200 unit

dengan harga Rp. 1.000 per unit. Total biaya pemesanan sebesar Rp. 15.000 untuk

setiap kali pemesanan. Biaya penyimpanan diketahui sebesar 40% dari harga beli.

𝑬𝑶𝑸 = √2𝐷𝑆

𝐶 = √

2 𝑥 15.000 𝑥 12.000

0,4 𝑥 1.000 = 300 unit

Untuk membuktikan bahwa persediaan barang pada tingkat economic orde

quantity ini total biayanya paling minimum, dapat ditunjukkan dengan analisis pada

tabel berikut ini:

Tabel Analisis EOQ

Frekuensi pembelian (1) 1 x 2 x 3 x 4 x 6 x 10 x 12 x

Berapa bulan sekali

pesanan dilakukan (2) 12 6 4 3 2 1,2 1

Jumlah unit setiap kali

pemesanan (3) 1.200 600 400 300 200 120 100

Nilai inventory (4) = Rp.

1000 (3) Rp. 1.200.000 600.000 400.000 300.000 200.000 180.000 100.000

Nilai inventory rata-rata

(5) = (4)/2 600.000 300.000 200.000 150.000 100.000 90.000 50.000

Penyimpanan setahun (5)

= 40% x (5) 240.000 120.000 80.000 60.000 40.000 36.000 20.000

Pesanan setahun (7) = (1)

x Rp. 15000 15.000 30.000 45.000 60.000 90.000 150.000 180.000

Total biaya seluruhnya (8)

= (6) + (7) 255.000 150.000 125.000 120.000 130.000 186.000 200.000

Sumber : Margaretha (2014 : 158)

Hubungan antara Biaya Pesanan, Biaya Penyimpanan dan Jumlah biaya

seluruhnya dalam satu periode

Page 22: MANAJEMEN PERSEDIAAN

19

Sumber : Margaretha (2014:158)

Tabel analisis EOQ menunjukkan bahwa tingkat pesanan material sebanyak

1.200 atau dengan sekali pesan memiliki biaya terbesar. Tingkat pesanan 300

adalah pesanan yang memiliki biaya terkecil. Persediaan material sebesar 300 unit

ini adlah persediaan paling minimum atau pada tingkat economic order quantity.

E) Reorder Point (ROP)

Untuk melengkapi uraian mengenai safety stock dan economic order quantity

perlu diuraikan mengenai reorde point. Reorde pont adalah saat/titik dimana

pemesanan harus dilakukan lagi untuk mengisi persediaan. ROP juga dapat

digunakan untuk menentukan waktu tunggu yang optimal apabila jangka waktu

antara pemesanan bahan baku dengan datangnya bahan ke dalam perusahaan

cenderung berubah-ubah, sehingga risiko perusahaan dapat ditekan seminimal

mungkin.

Model persediaan sederhana menggunakan asumsi bahwa penerimaan sebuah

pesanan akan diterima dengan segera jika tingkat persediaan bahan di dalam

perusahaan dalam titik nol. Bagaimanapun waktu antara penempatan dan

penerimaan pesanan disebut dengan waktu tunggu (lead time). Margaretha (2014)

memperjelas pengerian lead time yaitu waktu yang diperlukan sejak dimulainya

pelaksanan usaha-usaha yang diperlukan untuk memesan barang/bahan sampai

barang/nahan tersebut diterima dan ditempatkan dalam gudang perusahaan.

Dalam penentuan waktu dikenal dua macam biaya, yaitu:

Page 23: MANAJEMEN PERSEDIAAN

20

1. Biaya penyimpanan tambahan, yaitu biaya yang harus dibayar karena

adanya surplus bahan baku.

2. Biaya kekurangan bahan, yaitu biaya yang harus dibayar karena kekurangan

bahan untuk keperluan proses produksi (biaya untuk bahan baku pengganti).

Agar pembelian bahan yang sudah ditetapkan dalam EOQ tidak mengganggu

kelancaran kegiatan produksi, maka diperlukan waktu pemesanan kembali bahan

baku. Faktor-faktor yang mempengaruhi reorder point adalah:

1. Lead time

2. Tingkat pemakaian bahan baku rata-rata persatuan waktu tertentu.

3. Persediaan pengaman (safety stock)

Berdasarkan ketiga faktor tersebut maka reorder point dapat dihitung menggunakan

rumus berikut ini:

𝑅𝑒𝑜𝑟𝑑𝑒𝑟 𝑃𝑜𝑖𝑛𝑡 = (𝐿𝐷 𝑥 𝐴𝑈) + 𝑆𝑆

Perhitugan ROP ini mengikutsertakan hasil perhitungan safety stock untuk

mengantisipasi ketidakpastian dari titik pemesanan kembali. Hal ini untuk

meminimalisasikan kemungkinan terjadinya kehabisan persediaan sehingga titik

pemesanan kembali mengakumulasi jumlah persediaan pengaman sebagai

persediaan ekstra yang akan disimpan sebagai jaminan atas fluktuasi permintaan.

Mempertajam pemahaman ROP diberikan ilustrasi. Sebuah perusahaan

nasional membutuhkan persediaan sebanyak 3.600 unit setiap tahun. Bahan baku

tersebut diperoleh secara impor dengan harga USD30 perunit. Biaya penyimpanan

25% pertahun dari harga beli persediaan. Biaya pemesanan variabel sebesar

USD125 per pesanan.

Berdasarkan informasi tersebut, besarnya jumlah pesanan ekonomis adalah:

EOQ = √(2𝐷𝑆)

𝐶

= √(2𝑥$125𝑥3.600)

15

= √90.000

= 300 unit per pesanan

Frekuensi pesanan dalam satu tahun = D/EOQ atau 3.600/300 = 12 kali. Jika

satu tahun 360 hari, maka pemesanan dilakukan setiap 30 hari (360/12).

Jika perusahaan membutuhkan waktu delapan hari (lead time) untuk

melakukan pesanan sampai persediaan yang dipesan diterima di perusahaan, dan

agar perusahaan tidak kehabisan persediaan, maka perusahaan sudah harus

melakukan pemesanan kembali (reorder) ketika jumlah persediaan mencapai 80

Ket : LD = Lead Time

AU = Average usage = pemakaian rata-rata

SS = Safety Stock

Page 24: MANAJEMEN PERSEDIAAN

21

unit, dengan perkataan lain reorder point = lead time x pemakaian persediaan

perhari

ROP = LD x AU

= 8 x 300/30

= 80 unit

Contoh tersebut dalam kondisi yang bersifat pasti, ketika pesanan datang,

jumlah pesanan adalah sama dengan jumlah pesanan yang ekonomis (EOQ),

pemesanan harus dilakukan sebelum persediaan habis, karena perusahaan harus

selalu memiliki persediaan untuk memperkecil risiko kehabisan persediaan, dan

dibutuhkan waktu untuk melakukan pemesanan sampai barang yang dipesan tiba di

perusahaan. Dengan asumsi bahwa jangka waktu pemesanan (lead time) dan

pemakaian persediaan adalah pasti, maka pesanan persediaan akan datang tepat

ketika jumla persediaan adalah habis atau nol.

Gambar EOQ dengan ROP

Page 25: MANAJEMEN PERSEDIAAN

22

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Manajemen persediaan sangat penting dalam sebuah perusahaan.

Merencanakan jumlah persediaan untuk di simpan di gudang hingga melakukan

pengontrolan terhadap barang persediaan yang akan digunakan harus dapat di atur

dengan baik sehingga tujuan dapat tercapai. Salah satu alasan perusahaan agar

memiliki persediaan adalah untuk memenuhi permintaan pelanggan, misalnya

menepati tanggal pengiriman.

Persediaan sebagai kekayaan perusahaan, memiliki peranan penting dalam

operasi bisnis. Persediaan memiliki dua karakteristik penting, yakni: Persediaan

tersebut merupakan milik perusahan dam Persediaan tersebut siap dijual kepada

para konsumen.

Pengendalian persediaan sangat penting dalam sebuah perusahaan karena

jika persediaan terlalu banyak maka biaya penyimpanan dan pemeliharaan pun akan

meningkat dan resiko kerusakan pun akan meningkat sehingga menyebabkan

kualitas barang akan menurun. Dan jika jumlah persediaan terlalu sedikit maka

akan menyebabkan proses produksi dapat terganggu dan pesanan tidak daapat

terpenuhi.

Untuk mengendalikanv tingkat persediaan sampai pada tingkat optimal,

dapat digunakan berbagai model diantaranya : Persediaan Pengaman (Safety Stock),

Metode ABC, Just In Time, Metode EOQ (Economic Order Quantity), dan Reorder

Point (ROP).

Page 26: MANAJEMEN PERSEDIAAN

23

DAFTAR PUSTAKA

Arman Hakim, Nasution. 2003. Perencanan dan Pengendalian Produksi, Edisi

Pertama, Guna Widya, Surabaya.

Assauri, 2000. Manajemen Produksi dan Operasi, Edisi Keempat. Jakarta.

Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Ahyari, Agus. 2003. Manajemen Produksi & Perencanaan Sistem. Produksi Buku

I. BPFE. Yogyakarta.

Handoko, Hani T. 2000. Manajemen Produksi dan Operasi, Edisi Kedua. PT

Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.

I Made, Sudana. 2011. Manajemen Keuangan Perusahaan Teori dan Praktek.

Erlangga. Jakarta.

Margaretha, Farah. 2014. Dasar-dasar Manajemen Keuangan, PT. Dian Rakyat,

Jakarta.

Rangkuti, Freddy. 2004. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis, PT.

Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

_______. 2007. Strategi Promosi Yang Kreatif dan Analisis Kasus Integrated

Marketing Communciation, PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Suad Husnan dan Eny Pudjiastuti, 2006. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan,

Edisi 5, UPP STIM YKPN, Yogyakarta.