manajemen keterlibatan sosial gereja: studi kasus ... · studi kasus pemanfaatan dana aksi puasa...
TRANSCRIPT
MANAJEMEN KETERLIBATAN SOSIAL GEREJA:
STUDI KASUS PEMANFAATAN DANA AKSI PUASA PEMBANGUNAN
DI KEUSKUPAN AGUNG SEMARANG
TESIS
.
PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN..
.. ..
Diajukan oleh
Bernadetta Rini Susanti
132222204.
Kepada
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
2016
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
i
MANAJEMEN KETERLIBATAN SOSIAL GEREJA:
STUDI KASUS PEMANFAATAN DANA AKSI PUASA PEMBANGUNAN
DI KEUSKUPAN AGUNG SEMARANG
TESIS
UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN PERSYARATAN
MENCAPAI DERAJAT SARJANA S-2
.
PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN..
.. ..
Diajukan oleh
Bernadetta Rini Susanti
132222204.
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
2016
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
ABSTRAK
Sampai sekarang, Gereja Katolik masih melihat kemiskinan sebagai sebuah
persoalan yang penting dan mendesak untuk dibahas dan dicarikan jalan
penyelesaiannya. Sikap Gereja itu tertuang dalam berbagai Ajaran Sosial Gereja.
Dalam perspektif iman Katolik, kemiskinan bukanlah sebuah persoalan di balik
meja teori melainkan sebuah persoalan konkret yang menyangkut martabat
manusia sebagai gambaran Allah. Gereja mengajarkan agar umatnya
sungguh-sungguh berpihak dan terlibat dalam usaha menyesejahterakan mereka
yang miskin, lapar, dan tersingkir dalam kehidupan sosial masyarakat.
Tesis ini merupakan penelitian dengan menggunakan desain studi kasus yang
dimanfaatkan untuk mengevaluasi Program Pemanfaatan Dana Aksi Puasa
Pembangunan di Keuskupan Agung Semarang. Evaluasi Program Aksi Puasa
Pembangunan di Keuskupan Agung Semarang diletakkan dalam konteks persolan
substansi dan aplikasi. Persoalan substansi berkaitan dengan landasan filosofi,
idiologi dan tujuan yang hendak dicapai dalam Aksi Puasa Pembangunan.
Persoalan aplikasi bersinggungan dengan manajemen keterlibatan sosial dalam
pelaksanaan Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang.
Kerangka teori yang dikembangkan untuk tujuan evaluasi dengan
menggunakan prinsip-prinsip Ajaran Sosial Gereja dan teori community
empowerment dalam dimensi Corporate Social Responbility. Kombinasi dari dua
hal berbeda ini akan menjadi panduan dalam penyusunan standar kinerja
pelaksanaan Program Aksi Puasa Pembangunan di Keuskupan Agung Semarang.
Standar kinerja yang dihasilkan akan digunakan untuk mengukur kinerja yang
aktual terjadi.
Penelitian ini sampai pada kesimpulan bahwa Gereja, dalam hal ini
Keuskupan Agung Semarang, perlu menyesuaikan kebijakan dan
program-program strategisnya pada aspek empowering agar tujuan mulianya,
yakni pengentasan umat/masyarakat dari kemiskinan dapat benar-benar tercapai.
Kata Kunci: Keterlibatan Sosial, Ajaran Sosial Gereja, community empowerment,
Corporate Social Responbility
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
ABSTRACT
So far, Church still see poverty as an important and urgent issue to be
discussed and to be sought its solution. That attitude is established by church in
various Church Social Teachings. On the Catholic’s perspective, poverty is not an
issue beyond a theory but a concrete problem corresponds with the dignity of
human as an image of God. Church teaches its people to plead and involved in the
effort on bringing welfare for the poor, the hunger, and the marginalized people to
the society.
This thesis is a research using study case design, applied to evaluate
Utilization Program of Aksi Puasa Pembangunan fund on Semarang archdiocese.
Aksi Puasa Pembangunan Evaluation Program on Semarang Archdiocese is
placed on substantial and application context. Substantial issue is linked with
philosophical cornerstone, ideology, and the goal that is going to be achieved in
regards to Aksi Puasa Pembangunan. The application issue touches the social
involvement management on the implementation of Utilization Program in
regards to Aksi Puasa Pembangunan fund on Semarang Archdiocese
Theoretical framework that is developed for evaluation goal uses the principle
of Church Social Teachings and community empowerment theory in Corporate Social
Responsibility dimension. Combination of these two different situations will be
the guidance on composing the implementation of performance standard of Aksi
Puasa Pembangunan program on Semarang Archdiocese. Standard of
performance that is obtained will be used to measure the actual performance.
This research arrives at its conclusion which is, Church, in this case
Semarang Archdiocese, needs to harmonize its policy and its strategic program on
the empowering aspect so that its noble goal, which is to eradicate its people from
poverty, will truly be fulfilled.
Keywords: Social involvement, Church Social Teaching, community
empowerment, Corporate Social Responsibility
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
DAFTAR ISI
Bab Halaman
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Perumusan Masalah 15
1.3. Tujuan Penelitian 16
1.4. Manfaat Penelitian 17
1.4.1. Manfaat Teoretis 17
1.4.2. Manfaat Praktis 17
BAB II LANDASAN TEORI 18
2.1. Pengantar 18
2.2. Ajaran Sosial Gereja 19
2.2.1. Pengertian tentang Ajaran Sosial Gereja 21
2.2.2. Catatan Historis Ajaran Sosial Gereja 23
2.2.3. Prinsip-Prinsip Ajaran Sosial Gereja 30
2.3. Community Empowerment dalam Dimensi Corporate 34
Social Responbility
2.3.1. Pengertian dan Ruang Lingkup Kegiatan Community 35
Empowerment
2.3.2. Partisipasi Masyarakat 40
2.3.3. Kompetensi Agen Pemberdayaan 43
2.4. Kerangka Berpikir 48
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 50
3.1. Pengantar 50
3.2. Paradigma Penelitian dan Trianggulasi 51
3.3. Strategi Penelitian Studi Kasus 56
3.4. Metode Penelitian 62
3.4.1. Desain Penelitian 62
3.4.2. Data dan Metode Pengumpulan Data 66
3.4.3. Metode Penelitian dan Analisis Data 71
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
Bab Halaman
BAB IV DESKRIPSI PELAKSANAAN PROGRAM 76
DANA APP DI KEUSKUPAN AGUNG SEMARANG
4.1. Pengantar 76
4.2. Gambaran Umum Keuskupan Agung Semarang 77
4.3. Mekanisme Alur Kerja Program Pemanfaatan Dana APP 79
Keuskupan Agung Semarang
4.4. Capaian Kinerja Program Pemanfaatan Dana APP di 90
Keuskupan Agung Semarang Periode Tahun 2011-2012
sampai dengan Tahun 2014-2015
4.4.1. Keterserapan Dana Program Pemanfaatan Dana Aksi 91
Puasa Pembangunan di Keuskupan Agung Semarang
Periode Tahun Anggaran 2011-2012 sampai dengan
2014-2015
4.4.2. Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang 94
Berdasarkan Lima Kategori Bidang Perhatian Periode
Tahun Anggaran 2011-2012 sampai dengan 2014-2015
4.4.3. Sebaran Penerima Manfaat Program Pemanfaatan Dana 114
APP di Keuskupan Agung Semarang Periode Tahun
Anggaran 2011-2012 sampai dengan 2014-2015
BAB V EVALUASI PROGRAM PEMANFAATAN DANA APP 130
DI KEUSKUPAN AGUNG SEMARANG DENGAN
PARAMETER PRINSIP-PRINSIP ASG DAN TEORI
COMMUNITY EMPOWERMENT
5.1. Pengantar 130
5.2. Analisis Kesesuaian Program Pemanfaatan Dana APP 132
di Keuskupan Agung Semarang dengan Prinsip-Prinsip Ajaran
Sosial Gereja
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
Bab Halaman
5.2.1. Keterserapan Dana Program Pemanfaatan Dana APP 134
di Keuskupan gung Semarang Periode Tahun Anggaran
2011-2012 sampai dengan 2014-2015: Catatan Kritis
Berasas Prinsip-Prinsip Ajaran Sosial Gereja
5.2.2. Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang 139
Periode Tahun Anggaran 2011-2012 sampai dengan
2014-2015 Berdasarkan Lima Kategori Bidang Perhatian:
Catatan Kritis Berasas Prinsip-Prinsip Ajaran Sosial
Gereja
5.2.3. Sebaran Penerima Manfaat Program Dana APP di 145
Keuskupan Agung PeriodeTahun Anggaran
2011-2012 sampai dengan 2014-2015: Catatan
Kritis Berasas Prinsip-Prinsip Ajaran Sosial Gereja
5.3. Telaah Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung 155
Semarang Berdasarkan Kategori-Kategori Community
Empowerment dalam Dimensi Corporate Social Responbility
5.3.1. Profil Community Empowerment dalam Keterserapan 157
Dana Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan
Agung Semarang Periode Tahun Anggaran 2011-2012
sampai dengan 2014-2015
5.3.2. Partisipasi Umat/Masyarakat dalam Lima Kategori 171
Bidang Perhatian Program Pemanfaatan Dana APP di
Keuskupan Agung Semarang Periode Tahun Anggaran
2011-2012 sampai dengan 2014-2015
5.3.3. Korelasi Kompetensi Agen Pemberdayaan dengan 180
Jumlah Proposal Disetujui dalam Sebaran Penerima
Manfaat Program Pemanfaatan Dana APP di
Keuskupan Agung Semarang Periode Tahun Anggaran
2011-2012 sampai dengan 2014-2015
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
Bab Halaman
5.4. Potensi Keberlanjutan Program Pemanfaatan Dana APP di 185
Keuskupan Agung Semarang
BAB VI KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 188
6.1. Kesimpulan 188
6.2. Saran 192
6.2.1. Bagi Penelitian Selanjutnya 192
6.2.2. Bagi Pengelolaan Program Pemanfaatan Dana APP 193
di Keuskupan Agung Semarang
DAFTAR PUSTAKA 194
LAMPIRAN 199
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 3.1 Tabel Interpretasi Koefisien Kolerasi Product Moment 75
Tabel 4.1 Tabel Jumlah Paroki di Keuskupan Agung Semarang 78
Tabel 4.2 Rekapitulasi Ketermanfaatan Dana APP di Kas 97-99
Berdasarkan Kategori Bidang Perhatian Periode Tahun
Anggaran 2011-2012
Tabel 4.3 Rekapitulasi Ketermanfaatan Dana APP di Kas 100-102
Berdasarkan Kategori Bidang Perhatian Periode Tahun
Anggaran 2012-2013
Tabel 4.4 Rekapitulasi Ketermanfaatan Dana APP di Kas 103-105
Berdasarkan Kategori Bidang Perhatian Periode Tahun
Anggaran 2013-2014
Tabel 4.5 Rekapitulasi Ketermanfaatan Dana APP di Kas 106-107
Berdasarkan Kategori Bidang Perhatian Periode Tahun
Anggaran 2014-2015
Tabel 4.6 Rekapitulasi Jumlah Proposal Disetujui Program 117-121
Pemanfaatan Dana APP Panitia KAS Periode Tahun
Anggaran 2011-2012 sampai dengan 2014-2015
Tabel 4.7 Rekapitulasi Jumlah Proposal Disetujui Program 122-123
Pemanfaatan Dana APP Panitia Kevikepan Semarang
Periode Tahun Anggaran 2011-2012 sampai dengan
2014-2015
Tabel 4.8 Rekapitulasi Jumlah Proposal Disetujui Program 124
Pemanfaatan Dana APP Panitia Kevikepan Kedu
Periode Tahun Anggaran 2011-2012 sampai dengan
2014-2015
Tabel 4.9 Rekapitulasi Jumlah Proposal Disetujui Program 125
Pemanfaatan Dana APP Panitia Kevikepan Surakarta
Periode Tahun Anggaran 2011-2012 sampai dengan
2014-2015
Tabel 4.10 Rekapitulasi Jumlah Proposal Disetujui Program 126-128
Pemanfaatan Dana APP Panitia Kevikepan Yogyakarta
Periode Tahun Anggaran 2011-2012 sampai dengan
2014-2015
Tabel 5.1 Kepemilikan Pedoman Pengelolaan Dana Sosial Gereja 144
Paroki-Paroki di Kevikepan Yogyakarta
Tabel 5.2 Evolusi Konsep CSR Berdasarkan Fokus Perhatian CSR 167
Tabel 5.3 Tabel Perhitungan Koefisien Korelasi Jumlah Proposal 182-183
Disetujui (x) dengan Kompetensi Agen Pemberdayaan
(y) Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan
Agung Semarang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
DAFTAR DIAGRAM
Diagram Halaman
Diagram 4.1 Pembagian Kolekte Dana APP di KAS 81
Diagram 4.2 Perbandingan Jumlah Penerimaan dan Pemanfaatan 93
Dana Program Pemanfaatan Dana APP di KAS
Periode Tahun Anggaran 2011-2012 sampai dengan
2014-2015
Diagram 4.3 Prosentase Keterserapan Dana APP di KAS 94
Berdasar Lima Kepanitiaan
Diagram 4.4 Jumlah Proposal Disetujui Program Pemanfaatan Dana 109
APP di KAS Periode Tahun Anggaran 2011-2013
sampai dengan 2014-2015
Diagram 4.5 Pemanfaatan Dana APP di KAS Berdasarkan Lima 111
Kategori Bidang Perhatian
Periode Tahun Anggaran 2011-2012 sampai dengan
2014-2015
Diagram 4.6 Pemanfaatan Dana APP di KAS Berdasarkan Lima 113
Kategori Bidang Perhatian di Lima Kepanitiaan
Periode Tahun Anggaran 2011-2012 sampai dengan
2014-2015
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Gambar 3.1 Komponen Analisis Data 72
Gambar 4.1 Flow Chart Mekanisme Akses Dana APP 85
Gambar 4.2 Struktur Tim Kerja PSE KAS 86
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
DAFTAR SKEMA
Skema Halaman
Skema 2.1 Kerangka Berpikir 49
Skema 5.1 Tipe Pelayan Pengelola Dana APP 163
Kategori Pengembangan Sosial dan Ekonomi
Program Pemanfaatan Dana APP di KAS
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
Lampiran 1 Kisi-kisi Instrumen Penelitian Kesesuaian Program 199-200
Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang
dengan Prinsip-prinsip Ajaran Sosial Gereja
Lampiran 2 Kisi-kisi Intrumen Penelitian Profil Community 201-202
Empowerment dalam pengelolaan Program Pemanfaatan
Dana APP di Keuskupan Agung Semarang
Lampiran 3 Pokok Kerangka Acuan Kuesioner Profil Community 203-204
Empowerment dalam Pengelolaan Program Pemanfaatan
Dana APP di Keuskupan Agung Semarang
Lampiran 4 Kisi-kisi Instrumen Penelitian Tingkat Partisipasi
Penerima Manfaat Program Pemanfaatan Dana APP
Di Keuskupan Agung Semarang
Lampiran 5 Pokok Kerangka Acuan Penelitian Lapangan Tingkat 206-207
Partisipasi Manfaat Program Pemanfaatan Dana APP
Di Keuskupan Agung Semarang
Lampiran 6 Kisi-kisi Instrumen Penelitian Kompetensi Sebagai Agen 208-209
Pemberdayaan Tim PSE Paroki di Keuskupan
Agung Semarang
Lampiran 7 Kuesioner Profil Tim Pengembangan Sosial Ekonomi 210-216
Paroki
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Data resmi yang dikeluarkan pemerintah menunjukkan bahwa di Indonesia
masyarakat miskin saat ini berjumlah 28,59 juta orang (11,22 persen) bertambah
sebesar 0,86 juta orang dibandingkan dengan kondisi September 2014 yang
sebesar 27,73 juta orang (10,96 persen). Data kemiskinan ini diukur dari biaya
pemenuhan bahan pokok pangan dan papan minimum dengan kisaran konsumsi
kalori 2.100 kilokalori (kkal) atau garis kemiskinan sekitar Rp. 289 041,91 per
kapita per bulan. 1 Data ini memperlihatkan dengan jelas bahwa secara umum
masih ada puluhan juta orang Indonesia yang taraf hidupnya berada di bawah
garis kemiskinan.
Pemicu kemiskinan dewasa ini sangat bersifat multideminsional. Dunia
kerja yang secara mendasar telah diubah oleh berbagai kemajuan teknologi
modern, mendeskripsikan kemajuan kualitatif yang luar biasa, namun sayangnya
hal ini juga diikuti dengan bentuk-bentuk baru ketidakstabilan dan penindasan di
berbagai masyarakat yang justru dianggap makmur. Di berbagai tempat tingkat
kesejahteraan terus bertumbuh, namun juga terdapat peningkatan yang
memprihatinkan dalam jumlah orang-orang yang menjadi miskin dan, karena
1 Pemerintah melalui Badan Pusat Statistik (BPS) melaksanakan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) pada April 2014. Kegiatan tersebut bertujuan memotret kondisi sosial-ekonomi masyarakat, yang akan menjawab juga posisi terakhir kemiskinan di Indonesia. Badan Pusat Statistik. Diunduh dari http://bps.go.id
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
berbagai alasan kesenjangan antara mereka yang miskin dan yang kaya terus
melebar. Pasar bebas, sebuah proses ekonomi dengan segi-segi yang positif,
bagaimanapun juga pada akhirnya memperlihatkan keterbatasan-keterbatasannya.
Fenomena masalah sosial ini merupakan sebuah realitas sosial yang telah
menjadi sebuah persoalan yang diperdebatkan, baik dalam ruang lingkup
akademis maupun dalam ruang lingkup iman dan kepercayaan religius. Dari segi
akademis, terdapat dua teori dan pendekatan terhadap kemiskinan, yakni teori-
teori strukturalis, yang memandang kemiskinan dari sudut pandang sosial-politik
(terutama teori-teori yang bermahzab Marxian), dan teori-teori kultural, terutama
yang mendasarkan pendekatannya pada perspektif kebudayaan, seperti teori dan
pendekatan kultural Oscar Lewis (Alhumami, 2008). Dari segi iman dan
kepercayaan religius, Gereja Katolik menaruh perhatian yang serius terhadap
persoalan kemiskinan dan upaya pengentasannya, seperti yang tertuang dari
berbagai Ajaran Sosial Gereja.
Perhatian terhadap kemiskinan dari aspek akademis maupun ajaran
religius itu menunjukkan bahwa kemiskinan merupakan sebuah fenomena yang
mendesak untuk ditangani. Tidak mengherankan jika dengan semakin
berkembangnya peradaban manusia, dan semakin meningkatnya kesadaran
manusia akan pentingnya kesamaan harkat dan martabat manusia, telah
menjadikan fenomena kemiskinan sebagai suatu permasalahan yang banyak
mendapatkan sorotan. Secara akademis, berbagai telaah dalam ilmu sosial dan
juga ilmu ekonomi banyak dilakukan, terutama untuk mendapatkan pemahaman
yang lebih mendalam tentang konsep kemiskinan dan mencari titik temu
2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
penyelesaian yang benar-benar efektif dalam mengatasi masalah tersebut. Sebagai
sebuah realitas sosial, kemiskinan juga mendapat perhatian dari kaum religius,
termasuk Gereja Katolik. Gereja merasa dipanggil untuk dapat berbuat sesuatu
untuk mengentaskan kemiskinan sebagai jalan memulihkan martabat manusia
sebagai citra Allah. Gereja senantiasa berupaya untuk membangun solidaritas
dengan kaum miskin dan tersingkir, demi mengusahakan pembebasan mereka
yang seutuhnya. Gereja adalah Umat Allah yang diharapkan ikut ambil bagian
dalam keprihatinan Allah dan rencana karya penyelamatan-Nya bagi seluruh umat
manusia. Salah satu bentuk keterlibatan nyata Gereja dalam upaya penanganan
masalah sosial ini adalah adanya Program Pemanfaatan Dana Aksi Puasa
Pembangun (APP) yang pelaksanaannya ditangani oleh Panitia APP baik di
tingkat nasional maupun di tingkat keuskupan.2
Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang yang
akan dikaji dalam tesis ini dikelola oleh Panitia APP di Keuskupan Agung
Semarang, yang terdiri dari lima kepanitiaan. Satu kepanitiaan di tingkat
keuskupan dan empat kepanitiaan di tingkat kevikepan.3 Terdapat lima kategori
pemanfaatan dana APP, yaitu: (1) kategori karitatif kemanusiaan, (2) kategori
motivasi-animasi, (3) kategori bantuan pendidikan, (4) kategori bidang sosial
kemasyarakatan dan pengembangan kemasyarakatan, dan (5) kategori bidang
sarana-prasarana yang dikhususkan untuk merenovasi sarana-prasarana yang
2 Keuskupan merupakan suatu wilayah gereja yang dipercayakan pada reksa pastoral seorang uskup dan pembantu-pembantunya. Keuskupan biasanya diberi nama menurut kota tempat tinggal uskup.
3 Kevikepan bagian dari wilayah keuskupan yang dilayani oleh vikep (wakil uskup). Kevikepan mencakup sejumlah paroki. Kevikepan dibentuk untuk menciptakan koordinasi dan kerja sama yang lebih baik antarparoki sekevikepan.
3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
rusak atau timbul akibat bencana alam atau musibah (Panitia APP Keuskupan
Agung Semarang, 2012:3). Berdasarkan data lapangan programasi dan
implementasinya di tingkat basis dari laporan Program Pemanfaatan Dana APP
tahun anggaran 2012 – 2013 dapat ketahui bahwa jumlah keseluruhan nominal
yang dikelola di Keuskupan Agung Semarang sebesar Rp 2.348.959.126. Angka
yang mendeskripsikan jumlah nominal yang cukup besar.
Dari 1.024 proposal yang masuk di lima kepanitiaan pengelola Program
Pemanfaatan Dana APP pada tahun anggaran 2012 – 2013, 57,13% merupakan
permohonan bantuan yang bersifat karitatif. Kemudian 14,13% merupakan
permohonan bantuan untuk pelaksanaan kegiatan retret, rekoleksi dan latihan
kepemimpinan. Proposal yang bertujuan untuk pengembangan sosial-ekonomi dan
kegiatan pemberdayaan sebanyak 28.74 %. Realisasi pemanfaatan dana APP
berdasarkan permohonan proposal tersebut sebesar Rp 1.333.381.000. Termasuk
dalam data ini pemanfaatan dana yang tidak melalui proposal, yaitu bantuan
emergensi kemanusiaan. Dari nominal tersebut 49,09 % digunakan untuk
bantuan yang bersifat karitatif. Sebanyak 9,58% diberikan sebagai bantuan
pelaksanaan rekoleksi, retret dan pelatihan kepemimpinan. Untuk kegiatan yang
bersifat pengembangan sosial-ekonomi dan pemberdayaan masyarakat sebesar
38,57 %.4
Deskripsi data yang dipaparkan di atas memperlihatkan ada persoalan
penting yang perlu dicermati berkaitan dengan substansi maupun aplikasi Program
4 Pada tahun 2014 penulis pernah mengadakan penelitian mengenai pemanfaatan dana APP di Keuskupan Agung Semarang dan dituangkan dalam bentuk makalah dengan judul Kemiskinan dan Upaya Pemberdayaannya dalam Perspektif Iman Katolik: Studi Kasus Pemanfaatan Dana APP Keuskupan Agung Semarang.
4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pemanfaatan Dana APP. Persoalan substansi berkaitan dengan landasan filosofi,
idiologi dan tujuan yang hendak dicapai dalam Aksi Puasa Pembangunan.
Pertanyaan yang berkaitan dengan persoalan substansi ini antara lain apakah
terdapat kesesuaian antara Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung
Semarang dengan prinsip-prinsip keterlibatan sosial dalam pelayanan Gereja
yang sesuai dengan Ajaran Sosial Gereja yang disampaikan oleh Magesterium
Partikular dan Universal, seperti tertuang dalam ensiklik-ensiklik sosial. Inspirasi
Ajaran Sosial Gereja dalam meneliti dan menyelami tanda-tanda zaman secara
global apakah sudah dijadikan tuntunan oleh pengelola Program Pemanfaatan
Dana APP di Keuskupan Agung Semarang dalam melaksanakan tugas perutusan
sosialnya.
Pola aplikasi berkaitan dengan tata kelola dan dampak Program
Pemanfaatan Dana APP tersebut terhadap empowering umat. Pola pemberian
dukungan dana kepada penerima manfaat program yang berbasis proposal
mensyaratkan adanya Tim PSE Lingkungan dan Tim APP/PSE/DanPaMis Paroki
yang peka terhadap kebutuhan umat dan memiliki pengetahuan yang cukup
mengenai eksistensi dana-dana yang bisa diakses oleh umat.5 Kondisi dari hasil
pengamatan awal pengamatan di lapangan mendiskripsikan tidak semua Tim PSE
Lingkungan dan Tim APP/PSE/DanPaMis di Paroki memenuhi persyaratan
tersebut. Ketidakterpenuhinya salah satu kompetensi ini kemungkinan merupakan
5 Di setiap Paroki minimal ada tiga jenis pendanaan yang bisa diakses oleh umat, yaitu: Dana Papa Miskin yang berasal dari 15% dari hasil kolekte umum dan amplop persembahan pada setiap hari Minggu, Dana APP yang ditinggal di Paroki berasal dari 25% dari keseluruhan dana yang diperoleh dari kolekte Minggu Palma serta kotak APP dan dana Tim Kerja PSE yang berasal baik dari dana program yang dianggarkan di RAPB Paroki maupun dana yang diperoleh dari permohonan kepada Panitia APP Kevikepan/Keuskupan/Nasional
5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
salah satu penyebab mengapa ada beberapa Paroki yang sama sekali belum pernah
mengakses dana APP baik di tingkat Kevikepan maupun Keuskupan. Data
keterserapan dana APP -sesuai dengan apa yang telah dipaparkan di paragraf
terdahulu- yang sebagian besar masih berada di kategori karitatif juga merupakan
sinyal bahwa tata kelola Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung
Semarang perlu melakukan evaluasi terkait dalam hal identifikasi masalah
penerima manfaat dan perencanaan program. Lemahnya perencanaan dalam suatu
program memproyeksikan rendahnya koordinasi dan partisipasi baik pemangku
kepentingan maupun penerima manfaat. Berdasarkan pengamatan awal inilah
penulis berketetapan hati mengangkat persoalan ini sebagai bahan penulisan tesis.
Tesis ini merupakan penelitian yang akan menerapkan prinsip-prinsip
Ajaran Sosial Gereja dan Corporate Social Responbility dalam mengevaluasi
Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang. Penelitian ini
perlu dilakukan agar dapat memperoleh pengetahuan dan pemahaman yang lebih
baik mengenai bagaimana Gereja melibatkan diri dalam persoalan-persoalan
kemiskinan dengan sebuah pengamatan khusus pada kasus Program Pemanfaatan
Dana APP di Keuskupan Agung Semarang. Ada dua perspektif teoritis yang
digunakan dalam tesis ini, yaitu landasan filosofis dana APP dan teori Corporate
Social Responbility.
Perpektif teoritis pertama yang digunakan dalam studi ini berkaitan dengan
landasan filosofis dana APP. Landasan ini bersumber dari pemahaman mengenai
dua hal yang sangat fundamental dalam pelaksanaan Program Pemanfaatan Dana
APP di Keuskupan Agung Semarang. Pertama, mengenai apakah yang dimaksud
6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dengan APP. Kedua, perihal Ajaran Sosial Gereja yang merupakan pedoman bagi
umat kristiani dalam berlaku sebagai orang kristiani dalam tata duniawi yang
semakin diliputi persaingan dan pengelompokkan sehingga mengakibatkan
rusaknya relasi antarmanusia, baik secara pribadi maupun bersama karena
terbatasnya persediaan kebutuhan manusiawi (Komisi Pengembangan Sosial
Ekonomi-KWI, 2008:16)
Inspirasi dasar APP bersumber pada pemurnian kehidupan Kristiani
dengan gerakan-tobat bersama yang dilakukan selama Masa Pra-Paskah
(Heuken, 2004:70). Pada masa ini seluruh umat mengolah diri dengan bermati
raga, berpuasa dan berpantang. Aktivitas-aktivitas diarahkan pada yang bersifat
membangan manusia seutuhnya. Mati raga, puasa dan pantang bukan sekedar
tanda pertobatan pribadi demi kesucian diri sendiri, melainkan juga merupakan
tanda lahiriah cinta kasih pada sesama. Demensi sosial dalam masa Pra-Paskah
menjadi nyata dalam usaha-usaha untuk mengurangi penderitaan bersama dan
sekaligus meningkatkan kesejahteraan bersama (Caritas Indonesia: LPPS,
1994:1). Berdasarkan pengalaman, APP semakin memperlihatkan perkembangan
sebagai medan untuk memperjuangkan keadilan sosial melalui gerakan-gerakan
solidaritas umat dalam menanggapi segi-segi pembangunan dalam masyarakat.
Tujuan akhir yang ingin dicapai dalam ber-APP adalah membangkitkan
kesadaran umat akan pentingnya pembaharuan diri dan masyarakatnya dalam
membangun manusia Indonesia yang dicita-citakan. Di satu pihak, Gereja
mempunyai tujuan keselamatan yang baru akan tercapai sepenuhnya di dunia
yang akan datang. Di lain pihak, Gereja juga merupakan tanda kehadiran Allah
7
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Penyelamat di dunia ini. Maka umat sebagai Gereja Allah di Indonesia ada demi
masyarakat Indonesia. Sebagai tanda keselamatan, umat menghayati iman sebagai
anggota masyarakat dan terlibat dalam pembangunan masyarakat (Caritas
Indonesia: LPPS, 1994 : 2). Pembangunan adalah gerakan pengambilbagian
dalam penderitaan dan wafat Tuhan Yesus demi kesejahteraan, kedamaian, dan
keadilan sosial bagi semua manusia. Dengan APP diharapkan terjadi gerakan
pemberdayaan masyarakat yang merupakan wujud dari pelayanan yang
mengutamakan kaum kecil, lemah, miskin, tersingkir dan difabel (Panitia APP
Keuskupan Agung Semarang, 2009:17).
Masa Pra-Paskah selain merupakan masa untuk olah kesalehan pribadi
juga merupakan masa untuk mengembangkan solidaritas kemanusiaan dengan
menghimpun dana dari umat selama masa puasa. Dana yang terkumpul disebut
Dana Aksi Puasa Pembangunan. Secara garis besar ada dua bidang yang didukung
pendanaannya oleh Panitia APP. Pertama, bidang pelayanan karitatif. Kedua,
bidang pelayanan pemberdayaan dan pengembangan masyarakat (Panitia APP
Keuskupan Agung Semarang, 2009:21). Terkait dengan pemanfaatannya untuk
bidang yang kedua, secara nasional ditangani oleh Komisi Pengembangan Sosial
Ekonomi Konperensi Waligereja Indonesia atau disebut sebagai Komisi PSE
KWI. Sedangkan di setiap keuskupan ditangani oleh Komisi PSE Keuskupan.
Dana APP dimaksudkan untuk menunjang program pembangunan dan
kegiatan masyarakat Indonesia. Program ini mengutamakan asas solidaritas dan
subsidiaritas, yakni sebagai bantuan penunjang usaha-usaha swadaya yang
dilakukan oleh kelompok masyarakat. Adapun tujuannya adalah untuk:
8
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(1) meningkatkan kesadaran dan motivasi masyarakat terutama umat katolik agar
lebih peka terhadap kebutuhan sesama yang lemah-miskin atas dasar keadilan
sosial; (2) meningkatkan taraf hidup dengan mengusahakan pelbagai usaha di
bidang sosial ekonomi masyarakat; (3) meningkatkan kemampuan kerja
organisasi yang menaruh perhatian pada usaha-usaha pembangunan masyarakat
kecil (Caritas Indonesia: LPPS, 1994 : 4).
Tanggung jawab sosial gereja adalah penegasan tentang upaya dan
pergumulan gereja untuk mengatasi segala sesuatu yang membuat orang-orang
miskin terus-menerus menjadi orang yang terpinggirkan dan tersingkirkan, yakni
kelaparan, penyakit kronis, tuna aksara, kemiskinan, ketidakadilan dalam relasi
internasional khususnya di bidang perdagangan, situasi ekonomi, dan neo-
kolonialisme budaya yang kadang kala lebih kejam daripada kolonialisme politik.
Gereja memiliki tanggung jawab untuk mewartakan pembebasan bagi jutaan
manusia; tanggung jawab untuk melahirkan pembebasan, untuk memberikan
kesaksian tentangnya, dan untuk memastikan bahwa pembebasan tersebut
mencapai kepenuhannya (Paul VI, 1991, hal 296) . Dalam hal ini, signifikasi dan
relevansi Gereja bagi masyarakat tampak bila Gereja sungguh-sungguh terlibat
dalam pergulatan hidup masyarakat. Gereja tidak menjadi asing di tengah
pergulatan masyarakat, tetapi ikut menyumbang dalam kehidupan bersama secara
khusus dalam pengembangan sosial ekonomi, maupun dalam memperjuangkan
keadilan, kedamaian dan keutuhan ciptaan (Dewan Karya Pastoral Keuskupan
Agung Semarang, 2011).
9
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Komitmen bahwa Gereja sungguh-sungguh terlibat dalam pergulatan
hidup masyarakat muncul secara tegas dalam Arah Dasar (Ardas) Keuskupan
Agung Semarang tahun 2006-2010 dan tahun 2011-2015. Berikut petikan alinea
terkait kedua Ardas tersebut.
Alinea ke-2 Arah Dasar Umat Allah KAS tahun 2006-2010:
Dalam konteks masyarakat Indonesia yang sedang berjuang mengatasi korupsi, kekerasan, dan kerusakan lingkungan, umat Allah Keuskupan Agung Semarang terlibat secara aktif membangun habitus baru berdasarkan semangat Injil (bdk. Mat 5-7). Habitus baru dibangun bersama-sama: dalam keluarga dengan menjadikannya sebagai basis hidup beriman, dalam diri anak, remaja, dan kaum muda dengan melibatkan mereka untuk pengembangan umat, dalam diri yang kecil, lemah, miskin dan tersingkir (KLMT) dengan memberdayakannya.
Alinea ke-3 Arah Dasar Umat Allah KAS tahun 2011-2015:
Langkah pastoral yang ditempuh adalah pengembangan umat Allah, terutama optimalisasi peran kaum awam, secara berkesinambungan dan terpadu dalam perwujudan iman di tengah masyarakat; pemberdayaan kaum kecil, lemah, miskin, tersingkir, dan difabel; serta pelestarian keutuhan ciptaan. Langkah tersebut didukung oleh tata penggembalaan yang sinergis, mencerdaskan dan memberdayakan umat beriman serta memberikan peran pada berbagai kharisma yang hidup dalam diri pribadi maupun kelompok.
Dua potongan alinea arah dasar KAS tersebut menunjukkan komitmen Gereja
dalam hal keterlibatan sosial Gereja dalam menanggapi realitas kemiskinan.
Mereka yang kecil, lemah, miskin, tersingkir, dan difabel adalah bagian dari harta
warisan Gereja, selalu ada bersama gereja. Bersama mereka, dikembangkan
gerak pemberdayaan yang memerdekakan.
Kegiatan Gereja demi keadilan dan partisipasi dalam perombakan dunia
tersebut sepenuhnya sebagai demensi kostitutif pewartaan Injil (Roman Synod
1971, 1991:270). Gereja yang dimaksudkan dalam studi ini adalah Gereja Katolik
dengan bentuk-bentuk tanggung jawab sosial gereja yang diwujudkan dalam
10
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
berbagai dokumen, seperti ketetapan Paus yang untuk selanjutnya disebut ensiklik
maupun Ajaran Sosial Gereja.
Perspektif teoritis kedua berkaitan dengan teori Corporate Social
Responbility (CSR). Salah satu temuan utama ketika mempelajari CSR dari
literatur adalah bahwa tidak ada satupun konsep yang secara universal dapat
diterima sebagai definisi CSR. Definisi generik mengenai CSR yang mengandung
pengertian cukup lengkap muncul dari World Business Council for Sustainable
Development (Urip, 2014:6). CSR menurut World Business Council for
Sustainable Development adalah komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam
pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan para karyawan perusahaan,
keluarga karyawan, masyarakat lokal dan masyarakat luas dalam rangka
meningkatkan kualitas kehidupan (Holme dan Watts, 2000). Selanjutnya bidang
ini berkembang secara signifikan dan saat ini berkembang beragam teori,
pendekatan dan terminologi mengenai CSR.
Bidang ini merupakan isu akademis yang menarik perhatian banyak
pakar manajemen. Carr (1996;55-62), meletakkan CSR dalam kerangka profit-
making. Menurut Carr perusahaan memiliki standar etis yang lebih rendah
daripada masyarakat pada umumnya dan tidak memiliki tanggung jawab sosial
selain mematuhi hukum. Freedman (1996:241) berpendapat selain perusahaan
memaksimalkan kekayaan shareholder dan mematuhi undang-undang, perusahaan
juga harus bersifat etis. Freeman (2001) mengutamakan peran perusahaan untuk
peduli tehadap masyarakat. Perusahaan harus peduli pada potensi kerugian dari
perilaku bisnisnya dalam berbagai kelompok stakeholder. Carroll (2000)
11
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
menyempurnakan tiga pendapat ahli terdahulu dengan menunjukkan bahwa CSR
terdiri dari empat jenis tanggung jawab, yaitu: ekonomi, hukum, etika dan
filantropis. Masing-masing tanggung jawab merupakan domain atau demensi dari
model CSR yang terpisah. Namun, mereka masih saling terkait satu sama lain
serta saling tergantung dengan beberapa cara.
Pada akhirnya, meskipun muncul banyak definisi dan teori CSR , Panwar
dan Hansen (2007) menegaskan bahwa CSR harus mengacu pada keseimbangan
ekonomi, sosial dan lingkungan. Keseimbangan ini menempatkan CSR secara
tegas dalam ranah sustainable development atau yang untuk selanjutnya disebut
sebagai pembangunan berkelanjutan. Ide pembangunan berkelanjutan ini
diterapkan di perusahaan dengan cara mengarahkan kegiatan bisnisnya pada
penciptaan ketiga demensi nilai triple bottom line, yang sangat terkenal dengan
istilah 3P, yaitu profit, planet dan people (Elkington, 1998). Langkah pencapaian
triple bottom line dilebur dalam wawasan CSR. Profit membentuk landasan bagi
keberlangsungan kegiatan perusahaan, dan juga merupakan prasyarat untuk
tercapainya dua dimensi yang lain. Oleh sebab itu, meskipun perolehan laba
secara berkelanjutan wajib terjaga, namun hanya pendekatan holistik terhadap
semua keberlanjutan -di sinilah CSR memainkan peranan penting- yang akan
memungkinkan perusahaan mempunyai daya saing.
Terkait dengan hal di atas, maka dalam konteks pembangunan
berkelanjutan, kesuksesan sebuah perusahaan dapat dicapai melalui pencapaian
tujuan organisasi secara keseluruhan tanpa mengorbankan keseimbangan
hubungan antara tiga demensi dari pembangunan berkelanjutan. CSR, dalam hal
12
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ini merupakan sarana untuk menuju tujuan tersebut. Dibedakan 3 tingkatan dalam
pelaksanaan CSR, yaitu: (1) community relation yang menekankan jalinan
harmonis antara perusahaan dan masyarakat dengan program sponsorship dan
charity; (2) community assistance yang berorientasi pada bantuan-bantuan sosial
kemanusiaan yang bersifat insidental; dan (3) community empowerment yang
bertujuan untuk memberdayakan masyarakat dan meningkatkan daya saing
masyarakat. Dalam konteks pembangunan berkelanjutan, tingkatan community
empowerment inilah yang paling sesuai untuk dilaksanakan (Resnawaty,
2011:145-158).
Seperti yang telah dipaparkan dalam paragraf terdahulu, perusahaan yang
dianggap bertanggung jawab sosial adalah perusahaan yang secara sadar
mengarahkan kegiatan bisnisnya pada penciptaan ketiga dimensi nilai, yaitu
profit, people dan planet. Pendekatan holistik dan seimbang pada tiga dimensi
nilai tersebut membentuk landasan bagi keberlanjutan kegiatan suatu perusahaan.
Desain konsep triple bottom line dalam suatu perusahaan tersebut, diusulkan
dalam studi ini untuk diadopsi dan diterapkan secara selektif pada pelaksanaan
Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang sebagai
prasyarat keberhasilan dan keberlanjutan program tersebut. Gereja sebagai
sebuah organisasi nonprofit tetap harus mempertimbangkan aspek economic goal
dalam melaksanakan peran sosialnya supaya berkelanjutan dan bukan sesaat,
sementara dan tidak berkesinambungan. Sebagaimana perusahaan sebagai
organisasi yang berorientasi pada profit juga mempertimbangkan aspek social
goal agar keberlanjutan perusahaan tetap terjaga.
13
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Berdasarkan latar belakang dan wawasan teoritis yang dipaparkan di atas,
studi ini mengambil judul “Manajemen Keterlibatan Sosial Gereja: Studi Kasus
Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang”. Ada tiga
alasan yang mendasarinya. Pertama, keprihatinan penulis terhadap pendekatan
dan metode tata kelola Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung
Semarang dalam mewujudkan dimensi sosialnya. Seperti yang diuraikan dalam
paragraf sebelumnya, Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung
Semarang sebagian besar berada dalam kategori karitatif kemanusiaan. Dewasa
ini, dalam kerangka pengembangan perlindungan sosial berbasis kebutuhan
masyarakat fase karitatif semacam ini memerlukan fase lanjutan yang dapat
menunjang dan melengkapi. Program yang bersifat karitatif tidak berarti buruk
tetapi efeknya hanya akan bertahan dalam siklus yang amat pendek dan tidak
berkelanjutan. Selain itu, pendekatan ini dinilai kurang mampu meningkatkan
keberdayaan atau kapasitas masyarakat lokal (Resnawaty, 2011:145-158).
Kedua, ada keinginan agar ilmu Social Responbility Management yang
dikuasai ini ikut memberikan kontribusi dalam tata kelola Program Pemanfaatan
Dana APP di Keuskupan Agung Semarang dalam menangani masalah-masalah
sosial. Perkembangan terkini dari ilmu Social Responbility Management yang
diaplikasikan dalam sebuah Corporate, lebih menekankan pada pendekatan
community development yang bercirikan konsep empowerment dan sustainable
development dalam penanganan masalah sosial. Konsep ini akan didiskusikan
secara akademis untuk menemukan titik temu dengan prinsip-prinsip Ajaran
Sosial Gereja dalam melaksanakan dimensi sosialnya.
14
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Ketiga, tersusunnya panduan yang lebih komprehensif dalam
pengembangan dimensi sosial ekonomi masyarakat dalam perspektif tata kelola
gereja. Terkait dengan hal ini pengembangan dimensi sosial ekonomi masyarakat
tidak hanya cukup dimengerti dalam arti pengembangan kemakmuran masyarakat
tetapi harus mencakup pengertian yang lebih luas, yakni pengembangan hubungan
sosial masyarakat dalam tingkat ekonomi yang semakin baik.
1.2. Perumusan Masalah
Gereja sebagai salah satu entitas dalam kehidupan masyarakat memiliki
tanggung jawab sosial, sehingga gereja perlu terlibat dan ambil bagian dalam
penanganan masalah-masalah sosial. Program Pemanfaatan Dana APP di
Keuskupan Agung Semarang merupakan salah satu bentuk keterlibatan sosial
Gereja. Program ini menggunakan dana APP untuk mendukung pelayanan
pemberdayaan umat katolik dan masyarakat pada umumnya yang bertujuan untuk
memperbaiki kondisi dan kualitas hidup manusia, terutama bagi mereka yang
kecil, lemah, miskin, tersingkir dan difabel.
Data lapangan programasi dan implementasinya di tingkat basis dari
laporan pemenfaatan dana APP tahun anggaran 2012 - 2013 memperlihatkan
adanya suatu Persoalan yang perlu dicermati secara teliti dan mendalam terkait
dengan persoalan substansi maupun aplikasi dalam pelaksanaan Program
Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang. Secara lebih spesifik,
persoalan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.
15
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1. Sejauh mana koherensi Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan
Agung Semarang dengan kerangka kerja Ajaran Sosial Gereja?
2. Sejauh mana kesesuaian pengelolaan Program Pemanfaatan Dana APP di
Keuskupan Agung Semarang dengan kategori-kategori yang terdapat dalam
konsep community empowerment?
3. Sejauh mana potensi keberlanjutan Program Pemanfaatan Dana APP di
Keuskupan Agung Semarang?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah mengevaluasi Program Pemanfaatan
Dana APP di Keuskupan Agung Semarang. Secara lebih spesifik, tujuan
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.
1. Menganalisis tingkat koherensi Program Pemanfaatan Dana APP di
Keuskupan Agung Semarang dengan kerangka kerja ASG.
2. Mengevaluasi pengelolaan Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan
Agung Semarang berdasarkan kategori-kategori yang terdapat dalam konsep
community empowerment.
3. Menganalisis potensi keberlanjutan Program Pemanfaatan Dana APP di
Keuskupan Agung Semarang.
16
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian mengenai evaluasi Program Pemanfaatan Dana APP di
Keuskupan Agung Semarang ini memiliki dua manfaat, yaitu manfaat teoritis dan
manfaat praktis. Secara spesifik kedua manfaat tersebut dapat diuraikan sebagai
berikut.
1.4.1. Manfaat Teoretis
1. Memperkaya kajian dalam Social Responbility Management, khususnya
mengenai pendekatan CSR yang dapat diterapkan sebagai model tata kelola
gereja untuk mewujudkan dimensi sosialnya.
2. Mengembangkan konsep Social Responbility Management dalam tata kelola
Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang.
1.4.2. Manfaat Praktis
1. Menyajikan model manajemen CSR dalam pengelolaan dana APP di
Keuskupan Agung Semarang.
2. Memberikan rekomendasi tentang tata kelola pemanfaatan dana APP di
Keuskupan Agung Semarang dalam penanganan masalah-masalah sosial
dalam perspektif Social Responbility Management .
17
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Pengantar
Sebagaimana telah diuraikan dalam bagian pendahuluan, tesis ini
merupakan studi yang menggunakan pendekatan evaluasi untuk mengkaji
Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang. Kata ‘evaluasi’
dalam kehidupan sehari-hari sering diartikan sebagai padanan istilah ‘penilaian’
yaitu suatu proses untuk menyediakan informasi tentang sejauh mana suatu
kegiatan tertentu telah dicapai, bagaimana perbedaan pencapaian itu dengan suatu
standar tertentu untuk mengetahui apakah ada selisih di antara keduanya, serta
bagaimana manfaat yang telah dikerjakan itu bila dibandingkan dengan harapan-
harapan yang ingin diperoleh. Dalam ilmu manajemen yang menekankan pada
pelaksanaan empat fungsi manajemen, yaitu perencanaan, pengorganisasian,
pengkoordinasian dan pengendalian, evaluasi menempati fungsi pengendalian.
Pengendalian adalah proses untuk mengetahui apakah aktivitas organisasi telah
sesuai dengan perencanaan atau tidak. Kegiatan pengendalian meliputi empat
langkah yaitu: pertama, menetapkan standar kinerja; kedua, mengukur kinerja
secara aktual; ketiga, membandingkan kinerja aktual dengan standar; dan keempat,
melakukan tindakan untuk perbaikan bila terjadi penyimpangan antara kinerja
aktual dengan kinerja standar.
18
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Terkait dengan hal di atas, evaluasi Program APP di Keuskupan Agung
Semarang ini diletakkan dalam konteks persolan substansi dan aplikasi.
Persoalan substansi berkaitan dengan landasan filosofi, idiologi dan tujuan yang
hendak dicapai dalam Aksi Puasa Pembangunan. Persoalan aplikasi
bersinggungan dengan manajemen keterlibatan sosial dalam pelaksanaan Program
Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang. Evaluasi ini dengan
menggunakan standar dan orang-orang yang terlibat dalam suatu kegiatan yang
dievaluasi. Hasil dari evaluasi program akan digunakan sebagai bahan
pertimbangan untuk meningkatkan kualitas perumusan, implementasi dan hasil
dari program.
Kerangka teori yang akan dikembangkan untuk tujuan evaluasi ini dengan
menggunakan prinsip-prinsip Ajaran Sosial Gereja dan teori community
empowerment dalam dimensi Corporate Social Responbility. Kombinasi dari dua
hal berbeda ini akan menjadi panduan dalam penyusunan standar kinerja
pelaksanaan Program Aksi Puasa Pembangunan di Keuskupan Agung Semarang.
Standar kinerja yang dihasilkan akan digunakan untuk mengukur kinerja yang
aktual terjadi. Selanjutnya, hasil perbandingan kinerja aktual dengan standar
kinerja akan digunakan untuk perbaikan apabila terjadi penyimpangan antara
kinerja aktual dengan kinerja standar.
2.2. Ajaran Sosial Gereja
Ajaran sosial Gereja pada awalnya tidak dipikirkan sebagai sebuah sistem
yang terstruktur tetapi muncul karena bergulirnya waktu, melalui sejumlah
19
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
intervensi Magisterium atas persoalan-persoalan sosial. Ajaran sosial Gereja
termasuk dalam ranah teologi, bukan ideologi, dan khususnya teologi moral
(Paul II, 1987:424). Ajaran sosial Gereja tidak dapat didefinisikan selaras dengan
parameter-parameter sosio-ekonomi. Ajaran sosial Gereja bukan sistem ideologis
atau pragmatis yang bermaksud untuk menentukan dan menciptakan relasi-relasi
ekonomi, politik dan sosial, melainkan sebuah kategori yang mandiri. Ajaran
sosial Gereja merupakan perumusan cermat hasil-hasil refleksi yang saksama
tentang realitas kehidupan, dalam masyarakat maupun dalam tatanan
internasional, dalam terang iman dan tradisi Gereja. Ajaran itu bermaksud
menafsirkan kenyataan-kenyataan itu, dengan menetapkan keselarasan ataupun
perbedaannya dengan ajaran Injil tentang manusia dan panggilannya, panggilan
sekaligus duniawi dan adikodrati. Tujuan Ajaran sosial Gereja adalah menuntun
menuju perilaku Kristen.
Selanjutnya, Ajaran Sosial Gereja bercorak teologis, khususnya teologi
moral, sebab Ajaran Sosial Gereja merupakan pedoman-pedoman untuk
bertindak” (Paul II, 1987:424). Ajaran ini menempatkan diri pada titik temu
antara kehidupan serta hati nurani Kristen di satu pihak dan kenyataan-kenyataan
konkret dunia di lain pihak. Ajaran itu terealisasi dalam usaha-usaha yang
dijalankan oleh kaum beriman secara individu, keluarga-keluarga, komunitas yang
berkecimpung dalam bidang kebudayaan dan kemasyarakatan, para tokoh politik
dan pemimpin negara, untuk mewujudnyatakan serta menerapkan ajaran itu dalam
realitas kehidupan (Paul II, 1991:477). Dalam ajaran sosial ini tercermin tiga taraf
pengajaran, yaitu teologi moral yang berada dalam taraf fondasional motivasi;
20
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
taraf direktive kaidah untuk kehidupan di tengah masyarakat; dan taraf
deliberative hati nurani, yang dipanggil untuk mengantarai norma objektif serta
norma umum dalam situasi sosial yang konkret dan tertentu. Ketiga taraf ini
secara implisit menentukan pula metode yang tepat serta struktur epistemologis
yang khas dari ajaran sosial Gereja (Pontifical Council for Justice and Peace,
2005:73).
Terkait dengan tujuan penelitian tesis ini, maka pada komponen landasan
teori mengenai Ajaran Sosial Gereja akan dipaparkan mengenai tiga hal, yaitu:
pengertian tentang Ajaran Sosial Gereja, catatan historis perjalanan Ajaran Sosial
Gereja dan prinsip-prinsip Ajaran Sosial Gereja. Selanjutnya, untuk kepentingan
penyusunan instrumen evaluasi Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan
Agung Semarang akan digunakan prinsip-prinsip Ajaran Sosial Gereja yang
merupakan nilai-nilai penting yang dirangkum dari setiap Ajaran Sosial Gereja
yang telah dipaparkan dalam bab sebelumnya.
2.2.1. Pengertian tentang Ajaran Sosial Gereja
Istilah “Ajaran Sosial Gereja” atau dalam bahasa Inggris sering disebut
Social Doctrines of the Catholic Church menunjuk pertama-tama pada Ajaran
para Paus dalam Ensiklik atau Surat Apostolik mengenai persolan-persoalan
sosial sejak Surat Ensiklik Rerum Novarum dari Paus Leo XIII. Perhatian Gereja
untuk persoalan-persoalan sosial tentu saja tidak baru dimulai dengan dokumen
tersebut, karena Gereja tidak pernah lupa menunjukkan perhatiannya terhadap
masyarakat. Namun demikian, Ensiklik Rerum Novarum menandai permulaan
21
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kesadaran-kesadaran baru dalam hidup menggereja. Kesadaran baru ini dalam hal
keterlibatan umat Katolik pada persoalan-persoalan politik, keadilan kerja, tata
ekonomi dan relasi perdagangan, tata damai dunia, relasi pemilik modal dan
buruh, kesehatan dan hidup manusia, teknologi komunikasi, radio, film, aneka
perkembangan dan kemajuan global, hak asasi dan kebebasan beragama,
kebebasan beremigrasi dan menentukan nasionalitas, soal-soal lingkungan dan
pemanasan global.
Ajaran Sosial Gereja bertujuan agar hidup beriman tidak hanya dipenuhi
oleh sekedar “perbuatan-perbuatan saleh pribadi”, melainkan menampilkan
dinamika partisipasi hidup beriman yang kongkret dalam pengalaman suka dan
duka masyarakat. Ajaran Sosial Gereja memiliki tujuan agar umat beriman
bertindak, bergerak, bekerja bersama-sama dalam cara-cara yang efektif untuk
membangun tata hidup manusia. Cara efektif diwujudkan dalam aneka kerja
sama pemberdayaan dan pengentasan sesama dari keterpurukan (Riyanto,
2015:3).
Selanjutnya, dalam Ajaran Sosial Gereja terdapat pemahaman yang
menyeluruh mengenai keterlibatan nyata bagaimana iman Katolik mendorong
umat untuk berkarya nyata. Ajaran Sosial Gereja memiliki jalan pikiran yang
integral dalam semua tahapan. Pada prinsipnya dokumen-dokumen Ajaran Sosial
Gereja berpolakan jalan pikiran To see, judge and act seperti yang termuat dalam
Ensiklik Mater et Magistra dari Yohanes XXIII (Riyanto, 2015:12). To see
memuat maksud bahwa Gereja pertama-tama menyimak, mendengarkan dan
mempelajari segala persoalan yang ada dalam realitas sosial. To judge
22
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mengindikasikan langkah selanjutnya, yaitu Gereja memberikan refleksi teologis,
penilaian, analitis, kritik, pembahasan atas realitas perkembangan yang ada dalam
realitas tersebut. “Gereja” di sini adalah para pemimpin klerus maupun para tokoh
umat. To act artinya Gereja mendesak umat Allah atau siapa pun yang
berkehendak baik untuk bertindak konkret mempromosikan keadilan dan
melawan segala bentuk ketidakadilan, mempromosikan perdamaian, dan tatanan
sosial yang benar dan baik.
2.2.2. Catatan Historis Ajaran Sosial Gereja
Sebagai tanggapan terhadap masalah sosial besar yang pertama, Paus Leo
XIII memaklumkan ensiklik sosial yang pertama, Rerum Novarum. Ensiklik yang
dimaklumatkan pada tanggal 15 Mei 1891 ini menaruh perhatian pada masalah-
masalah sosial secara sistematis. Juga pertama kali jalan pikiran ajaran sosial
berangkat dari prinsip keadilan universal. Paus Leo XIII telah melihat parahnya
kondisi kerja, karena eksploitasi oleh kapitalisme tanpa kontrol akibat revolusi
industri, dan bangkitnya kekuatan sosialisme serta marxisme. Dengan berdasarkan
hukum kodrat, Paus membela hak-hak buruh, pentingnya keadilan dan solidaritas,
sekaligus juga meneguhkan hak kodrati atas kepemilikan pribadi (Leo XIII, 1891:
15-40).
Pada permulaan tahun 1930-an, menyusul krisis ekonomi dahsyat tahun
1929, Paus Pius XI menerbitkan Ensiklik Quadragesimo Anno, dalam konteks
memperingati ulang tahun ke-40 Rerum Novarum. Ensiklik ini menegaskan
kembali prinsip-prinsip dalam Rerum Novarum dan mengaplikasikannya dalam
23
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
situasi zaman itu. Paus menolak solusi komunisme yang menghilangkan hak-hak
pribadi. Namun juga sekaligus mengkritik persaingan kapitalisme sebagai yang
akan menghancurkan dirinya sendiri. Ajaran Paus Pius XI (1931:41-80)
menunjukkan bagaimana Ajaran Sosial Gereja berkembang dan menjadi lebih
spesifik, terutama dalam mempertahankan prinsip-prinsip : perdamaian dan
keadilan, solidaritas, kesejahteraan umum, subsidiaritas, hak milik, hak untuk
berserikat, dan peranan fundamental keluarga dalam masyarakat.
Paus Pius XI juga melawan rezim-rezim totaliter yang tengah menggejala
di Eropa pada masa kepausannya. Paus Pius XI melancarkan protes menentang
penyalahgunaan kekuasaan oleh rezim fasis totaliter di Italia dengan Ensiklik Non
Abbiamo Bisogno. Terbitnya Ensiklik Mit Brennender Sorge tentang situasi
Gereja Katolik di bawah Reich Jerman pada tanggal 14 Maret 1937 juga
merupakan tanggapan atas situasi zaman itu. Teks Mit Brennender Sorge
dibacakan di setiap Gereja Katolik di Jerman, setelah disebarkan dengan rahasia.
Ensiklik tersebut keluar setelah tahun-tahun kesewenang-wenangan dan tindak
kekerasan, dan ensiklik itu secara tegas diminta dari Paus Pius XI oleh para Uskup
Jerman setelah Reich menerapkan langkah-langkah yang kian keras dan represif
pada tahun 1936, khususnya yang berkenaan dengan kaum muda yang diwajibkan
untuk mendaftarkan diri menjadi anggota Gerakan Kaum Muda Hitler (Pontifical
Council for Justice and Peace, 2005:91).
Bersama dengan Ensiklik Divini Redemptoris tentang komunisme
ateistik dan ajaran sosial Kristen, Paus Pius XI menyajikan sebuah kritik yang
sistematis terhadap komunisme, dengan menyebutnya sebagai “yang secara
24
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
intrinsik merupakan kejahatan”, dan menyiratkan bahwa sarana-sarana utama
untuk membenahi kejahatan yang dilakukan olehnya dapat ditemukan dalam
pembaruan kehidupan Kristen, praktik cinta kasih injili, pemenuhan tugas-tugas
keadilan baik pada tingkat antarpribadi maupun sosial dalam kaitan dengan
kesejahteraan umum, serta pelembagaan kelompok-kelompok profesi dan lintas-
profesi (Pontifical Council for Justice and Peace, 2005:92).
Paus Yohanes XXIII, dalam ensikliknya Mater et Magistra yang
dipublikasikan tanggal 15 Mei 1961 untuk merayakan 70 tahun Rerum
Novarum mengingatkan kembali semangat Rerum Novarum dan Quadragesimo
Anno serta mengambil satu langkah maju dalam proses melibatkan seluruh jemaat
Kristen. Ensiklik ini mengungkapkan keprihatinan mendalam Paus akan keadilan.
Paus mencermati tumbuhnya jurang antara negara kaya dan miskin, sebagai
produk dari sistem tata dunia yang tidak adil dan akibat dari penekanan yang
terlalu kuat pada kemajuan industri, perdagangan, dan teknologi zaman itu. Dalam
ensiklik ini diajukan pula “jalan pikiran” Ajaran Sosial Gereja: see, judge, and
act. Gereja Katolik didesak untuk berpartisipasi secara aktif dalam memajukan
tata dunia yang adil (John XXIII, 1961:80-124).
Perdamaian dan perang adalah tema penting Ensiklik Pacem in Terris
yang terbit pada tanggal 11 April 1963. Paus Yohanes XXIII, menyerukan
perdamaian kepada dunia. Pada saat itu baru terjadi krisis Kuba, salah satu masa
paling menegangkan dalam perang dingin dengan ancaman nuklirnya. Masa itu
juga ditandai dengan berakhirnya kolonialisme di banyak negara, yang diwarnai
dengan perselisihan tragis, yang melibatkan rasisme, tribalisme, dan aplikasi
25
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
brutal ideologi marxisme. Untuk memajukan tatanan sosial yang penuh damai,
Paus mendukung partisipasi rakyat dalam proses pengambilan keputusan
berkaitan dengan kesejahteraan umum, terutama melalui proses-proses demokratis
(John XXIII, 1963:125-156).
Konstitusi Pastoral Gaudium et Spes dari Konsili Vatikan II merupakan
sebuah tanggapan yang sarat makna dari pihak Gereja terhadap berbagai harapan
dan kerinduan dunia dewasa ini. Gaudium et Spes (kegembiraan dan harapan),
merupakan dokumen Konstitusi Pastoral tentang Gereja dalam dunia modern,
hasil Konsili Vatikan II tanggal 7 Desember 1965. Dokumen ini merupakan
refleksi para Bapa Konsili tentang kehadiran Gereja di tengah dunia modern.
Dalam refleksi itu, mereka mengaplikasikan ajaran-ajaran Gereja tentang moral
dan sosial pada harapan-harapan dan tantangan-tantangan yang dialami di banyak
negara pada masa itu. Para Bapa Konsili sangat kuat mendorong partisipasi umat
Katolik dalam berbagai dimensi kehidupan duniawi (Second Vatikan Council,
1965:157-220).
Dokumen lain dari Konsili Vatikan II yang sangat penting dalam
kumpulan ajaran sosial Gereja adalah Pernyataan Dignitatis Humanae, di mana
hak untuk kebebasan beragama dimaklumkan dengan sangat jelas dan tegas.
Dokumen ini menyajikan tema tersebut dalam dua bab. Yang pertama, yang
bercorak umum, menegaskan bahwa kebebasan beragama dilandaskan pada
martabat pribadi manusia dan bahwa kebebasan itu mesti dikokohkan sebagai
sebuah hak sipil dalam tatanan hukum masyarakat. Bab kedua mengkaji tema
tersebut dalam terang wahyu serta menjelaskan dampak-dampak pastoralnya,
26
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
sembari menunjukkan bahwa itu adalah sebuah hak yang tidak hanya bersangkut
paut dengan orang sebagai individu tetapi juga dengan berbagai kelompok orang
(Pontifical Council for Justice and Peace, 2005:97).
Ensiklik Populorum Progressio dimaklumatkan oleh Paus Paulus VI pada
26 Maret 1967. Paus Paulus VI berbicara di pihak jutaan rakyat dari negara-
negara berkembang. Berhadapan dengan semakin lebarnya jurang antara negara-
negara kaya dan miskin, Paus menegaskan bahwa keadilan tidak bisa dipisahkan
dari pembangunan dan kemajuan. Pembangunan dan kemajuan harus ditujukan
pada perkembangan manusia secara integral. Isu tentang marginalisasi kaum
miskin akibat pembangunan banyak dibahas. Ensiklik ini mendorong banyak umat
Katolik untuk menjalankan option for the poor dan menghadapi sebab-sebab
penindasan (Paul VI, 1967:221-244).
Pada permulaan tahun 1970-an, dalam sebuah suasana pergolakan dan
kontroversi ideologis yang kuat, Paus Paulus VI meninjau kembali ajaran sosial
Paus Leo XIII dan memperbaharuinya, dalam kesempatan ulang tahun ke-80
Rerum Novarum, dengan Surat Apostolik Octogesima Adveniens. Paus membahas
persoalan-persoalan khas tahun 70an dengan surat apostolik kepada Kardinal
Maurice Roy. Surat tersebut menyerukan persoalan keadilan sosial dengan
memperhitungkan ancaman komunisme dan masalah-masalah serius lain, seperti
urbanisasi, diskriminasi rasial, teknologi baru, dan peran umat Katolik dalam
politik. Soal-soal yang berkaitan dengan urbanisasi dipandang menjadi salah satu
sebab lahirnya “kemiskinan baru”. Paus mendorong umat untuk bertindak
mengambil bagian secara aktif dalam masalah-masalah politik dan mendesak
27
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
untuk memperjuangkan nilai-nilai injili guna membangun keadilan sosial (Paul
VI, 1971:244-267).
Dokumen Justicia in Mundo yang dikenal juga dengan Convenientes ex
Universo. Dokumen ini merupakan hasil Sinode para uskup di Roma tahun 1971.
Para uskup, yang berkumpul di Roma untuk sinode tahun 1971, menyuarakan
untuk jutaan orang yang tinggal di negara-negara berkembang. Mereka tidak
hanya menyerukan diakhirinya kemiskinan dan penindasan, namun juga
perdamaian abadi dan keadilan sejati. Dalam Gereja, sebagaimana di dalam dunia,
keadilan harus dipertahankan dan dipromosikan. Misi Gereja tanpa ada suatu
upaya konkret dan tegas mengenai tindakan perjuangan keadilan, tidaklah
integral. Misi Kristus dalam mewartakan datangnya Kerajaan Allah mencakup
pula datangnya keadilan. Keadilan merupakan dimensi konstitutif pewartaan Injil.
Para uskup juga menyerukan dihormatinya hak untuk hidup, hak-hak perempuan,
dan perlunya pendidikan keadilan. Dokumen ini banyak diinspirasikan oleh
seruan keadilan dari Gereja-Gereja di Afrika, Asia, dan Latin Amerika, khususnya
pengaruh pembahasan tema “pembebasan” oleh para uskup Amerika Latin di
Medellin (Roman Synod, 1971:267-283).
Sembilan puluh tahun setelah Rerum Novarum, Yohanes Paulus II
mempersembahkan Ensiklik Laborem Exercens bagi kerja sebagai kebaikan
hakiki pribadi manusia, unsur utama kegiatan ekonomi serta kunci bagi seluruh
persoalan sosial. Laborem Exercens memaparkan sebuah spiritualitas serta etika
kerja dalam konteks refleksi teologis dan filosofis yang sangat mendasar. Kerja
tidak boleh dipahami hanya dalam arti objektif dan materiil akan tetapi juga harus
28
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dimengerti makna subjektifnya. Ensiklik ini mengkritik komunisme dan
kapitalisme sekaligus sebagai yang memperlakukan manusia sekedar sebagai
“alat”. Manusia dipandang sebagai instrumen penghasil kemajuan dan
perkembangan. Manusia mempunyai hak untuk bekerja, menerima upah yang
adil, sekaligus memiliki hak untuk hidup secara manusiawi dengan pekerjaannya
(Paul II, 1981:351-391).
Melalui Ensiklik Sollicitudo Rei Socialis, Yohanes Paulus II memperingati
ulang tahun ke-20 Populorum Progressio dan masih dalam konteks kebutuhan
akan solidaritas, kebebasan, dan keadilan. Ensiklik ini berfokus pada makna dan
nilai pribadi manusia. Dengan visi global tentang perubahan-perubahan sosial,
Yohanes Paulus II mengamati relasi antarnegara, mencela beban hutang pada
negara-negara dunia ketiga dan imperialisme baru (Paul II, 1987:392-431).
Pada ulang tahun ke-100 Rerum Novarum, Yohanes Paulus II
memaklumatkan ensiklik sosialnya yang ketiga, Centesimus Annus. Ensiklik ini
memunculkan kembali prinsip-prinsip fundamental pandangan Kristen tentang
organisasi sosial dan politik yang selama ini menjadi tema utama dari ensiklik
sebelumnya. Analisis yang jelas dan mendalam tentang “hal-hal baru”, dan
khususnya terobosan besar tahun 1989 dengan tumbangnya sistem Soviet,
memperlihatkan penghargaan terhadap demokrasi serta ekonomi pasar dalam
konteks sebuah solidaritas (Paul II, 1991:432-477).
Ensiklik Caritas in Veritate ditulis oleh Benediktus XVI dan terbit 29 Juni
2009. Ensiklik ini berbicara tentang perkembangan integral manusia dalam kasih
dan kebenaran. Ensiklik ini mendiskusikan krisis finansial global dalam konteks
29
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
meluasnya relativisme. Pandangan Benediktus XVI melampaui kategori-kategori
tradisional kekuasaan pasar negara yang berpaham kapitalisme dan kekuasaan
negara yang berpaham sosialisme. Dengan mengamati bahwa setiap keputusan
ekonomi memiliki konsekuensi moral, Paus menekankan pengelolaan ekonomi
yang berfokus pada martabat manusia (Riyanto, 2015:65).
2.2.3. Prinsip-Prinsip Ajaran Sosial Gereja
Gereja Katolik merupakan Gereja yang hidup. Gereja yang menunjukkan
sikap-sikap responsif dan keberpihakan terhadap masalah-masalah sosial, seperti
mengusahakan tercapainya keadilan dan perdamaian, pembelaan martabat
manusia, pengentasan kemiskinan dan pelestarian lingkungan hidup.
Responsivitas tersebut sangat jelas terlihat dalam paparan mengenai catatan
historis Ajaran Sosial Gereja. Selanjutnya, dari catatan historis Ajaran Sosial
Gereja dapat dilihat suatu prinsip-prinsip yang bercorak umum dan fundamental
terkait dengan realitas masyarakat dalam keseluruhannya: dari relasi-relasi yang
dekat dan langsung ke relasi-relasi yang diperantarai politik, ekonomi dan hukum;
dari relasi-relasi di antara berbagai komunitas dan kelompok ke relasi-relasi di
antara orang perorangan dan bangsa-bangsa.
Pontifical Council for Justice and Peace (2004) dalam Compendium of the
Social Doctrine of the Church mengemukakan adanya empat prinsip Ajaran
Sosial Gereja. Prinsip-prinsip tersebut adalah: martabat pribadi manusia, yang
menjadi dasar bagi semua prinsip lain serta isi ajaran sosial Gereja; kesejahteraan
umum; subsidiaritas; dan solidaritas. Prinsip-prinsip Ajaran Sosial Gereja tersebut
30
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
memiliki nilai dalam kesatuannya, saling keterkaitan di antaranya serta dalam
perumusannya. Hal ini terkait dengan pemahaman bahwa ajaran sosial Gereja
merupakan kumpulan ajaran terpadu yang menafsirkan berbagai realitas sosial
modern secara sistematis. Demikian juga dalam pengkajiannya, masing-masing
prinsip ini tidak dapat berdiri sendiri secara individual dan digunakan secara
terpisah dan tidak berkaitan satu dengan yang lain. Suatu pemahaman teoretis
yang mendalam dan penerapan aktual atas satu dari prinsip-prinsip sosial ini
akan menimbulkan resiproksitas, komplementaritas serta interkoneksitas yang
menjadi bagian dari struktur prinsip-prinsip tersebut. Lebih dari itu, prinsip-
prinsip fundamental ajaran sosial Gereja ini menyajikan tidak hanya sekedar
warisan refleksi yang permanen yang merupakan bagian hakiki dari pesan Kristen
namun prinsip-prinsip tersebut menunjukkan jalan yang akan ditempuh untuk
membangun sebuah kehidupan sosial yang baik, autentik dan diperbaharui
(Pontifical Council for Justice and Peace, 2005:162).
Berikut ini akan diuraikan secara singkat keempat prinsip Ajaran Sosial
Gereja.
1) Prinsip hormat akan martabat dan hidup manusia
Setiap manusia diciptakan menurut citra Allah. “Setiap manusia di
sini maksudnya siapa pun, tidak dibeda-bedakan atas dasar ras, seks, usia,
asal-usul, agama, orientasi seksual, status ekonomi, kesehatan, prestasi atau
aneka ciri natural yang lain. Keluhuran manusia tidak tergantung dari apa
yang dikerjakan atau diraih atau siapa dia. Ketika manusia dilahirkan, ia
mempunyai hak untuk hidup. Ajaran Sosial Gereja menegaskan bahwa
31
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
“hidup” di sini tidak sekedar bernafas tetapi juga berkaitan dengan
eksistensinya sebagai manusia yang memiliki hak untuk hidup layak.
2) Prinsip kesejahteraan umum
Prinsip kesejahteraan umum mengacu pada pengertian bahwa
kesejahteraan itu milik bersama bukan milik beberapa orang . Karena milik
bersama, kesejahteraan itu berkaitan dengan sistem yang adil bukan berkaitan
dengan pembagian materi yang adil. Sistem yang adil mengarah pada sistem
tata kehidupan yang memungkinkan semua orang mendapat kesempatan yang
sama untuk meningkatkan taraf hidupnya. Kesejahteraan umum
merupakan kondisi yang diciptakan dengan tujuan agar setiap orang dan
kelompok dapat memenuhi kebutuhan dan mengembangkan potensi
sepenuhnya.
Kesejahteraan umum merupakan tanggung jawab setiap individu.
Dengan kata lain, prinsip ini menegaskan bahwa setiap individu bertanggung
jawab terhadap individu yang lain; bahwa orang lain adalah tanggung jawab
kita. Tanggung jawab tersebut mewajibkan setiap individu untuk bekerja
sama membangun kondisi-kondisi sosial yang menjamin agar setiap pribadi
dan kelompok dalam masyarakat dapat memenuhi kebutuhan dan
mewujudkan potensi mereka. Selain itu, prinsip kesejahteraan umum
memiliki kedalaman maksud untuk memprioritaskan keadilan yang
menyejahterakan terutama bagi mereka yang lemah dan miskin.
32
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3) Prinsip subsidiaritas
Prinsip subsidiaritas terkait dengan permasalahan bagaimana sebuah
tata kebijakan dan tanggung jawab dilaksanakan. Apabila lembaga di tingkat
bawah mampu mengerjakan tugas dan tanggung jawabnya maka lembaga di
tingkat atas jangan mengambil alih. Ketika kewenangan efektif dikerjakan di
tingkat bawah, atasan tidak perlu memperumit dengan berbagai kebijakan
yang mengambil alih tanggung jawab ataupun kebijakan.
Prinsip Subsidiaritas memungkinkan partisipasi dari lembaga atau
individu di lapis bawah dalam menentukan diri sendiri dan di sinilah
tercermin penghargaan martabat manusia. Individu atau lembaga yang secara
langsung terkena dampak dari suatu kewenangan atau kebijakan seharusnya
memiliki peran dalam pengambilan keputusan atau kebijakan tersebut.
Intinya, bagaimana melibatkan individu atau lembaga lapis bawah dalam
setiap pengambilan keputusan yang nantinya akibatnya akan diterima oleh
individu atau lembaga lapis bawah tersebut.
4) Prinsip solidaritas
Solidaritas adalah sebuah kebajikan moral yang autentik, bukan suatu
perasaan belas kasihan atau rasa sedih karena nasib buruk sekian banyak
orang. Sebaliknya, solidaritas ialah tekad yang teguh dan tabah untuk
membaktikan diri kepada kesejahteraan umum, artinya kepada kesejahteraan
semua orang dan setiap orang perorangan karena kita semua sungguh
bertanggung jawab atas semua orang. Istilah “solidaritas”, yang digunakan
secara luas oleh Magisterium,mengungkapkan secara ringkas kebutuhan
33
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
untuk mengakui ikatan-ikatan kokoh yang mempersatukan semua orang dan
kelompok-kelompok sosial satu sama lain, ruang yang diberikan kepada
kebebasan manusia bagi pertumbuhan bersama dimana di dalamnya semua
orang berbagi dan berperan serta.
2.3. Community Empowerment dalam Dimensi Corporate Social Responbility
Community Empowerment merupakan sebuah aktualisasi dari CSR yang
lebih bermakna daripada sekedar aktivitas charity. Hal ini disebabkan dalam
pelaksanaan CSR dengan Community Empowerment terdapat kolaborasi
kepentingan bersama antara perusahaan dengan komunitas, adanya partisipasi,
produktivitas dan keberlanjutan (Sri Urip, 2014:81). Community Empowerment
mengacu pada proses yang memungkinkan masyarakat untuk meningkatkan
kontrol atas hidup mereka. Community adalah kelompok masyarakat yang
kemungkinan memiliki hubungan atau kemungkinan tidak , tetapi mereka berbagi
kepentingan bersama, keprihatinan atau identitas. Community ini kemungkinan
berada di tingkat lokal, nasional maupun internasional, dengan kepentingan
tertentu atau luas. Empowerment mengacu pada proses dimana orang
mendapatkan kontrol atas faktor-faktor dan keputusan yang menentukan hidup
mereka. Ini adalah proses dimana mereka meningkatkan aset dan atribut mereka
dan membangun kapasitas untuk mendapatkan akses, mitra, jaringan , dalam
rangka untuk mendapatkan kontrol. "Mengaktifkan" menyiratkan bahwa orang
tidak bisa "diberdayakan" oleh orang lain; mereka hanya dapat memberdayakan
diri dengan mengakuisisi berbagai bentuk kekuasaan yang lebih. Ini
34
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mengasumsikan bahwa orang adalah aset untuk mereka sendiri, dan peran agen
eksternal adalah untuk mengkatalisis, memfasilitasi atau "menemani" masyarakat
dalam memperoleh kekuasaan (Labonte dan Laverack, 2008).
Berdasarkan uraian di atas dapat kita ketahui bahwa dalam konsep
‘Community Empowerment dalam dimensi Corporate Social Responbility’
teridentifikasi tiga unsur pembentuk konsep, yaitu: Community Empowerment,
partisipasi masyarakat dan kompetensi agen pemberdayaan. Instrumen evaluasi
Program Aksi Puasa Pembangunan di Keuskupan Agung Semarang akan
dikembangkan berdasarkan tiga hal tersebut. Berikut akan diuraikan ketiga
kerangka konseptual tersebut.
2.3.1. Pengertian dan Ruang Lingkup Kegiatan Community Empowerment
Konsep CSR telah dikembangkan sejak pertengahan abad 20. Konsep ini
banyak diperdebatkan dan dibahas dalam beberapa konteks sehingga
memunculkan berbagai gambaran mengenainya (Griffin, 2006:13-14). Tidak ada
konsep yang resmi dan baku mengenai CSR. Konsep ini selalu berkembang dari
masa ke masa.
European Commision mendefinisikan CSR sebagai bentuk integrasi
sukarela masalah sosial dan lingkungan hidup ke dalam operasi bisnis dan
interaksi mereka dengan pemangku kepentingan. Hal ini memuat pengertian
bahwa dalam menjalankan perusahaan, para pemangku kepentingan di perusahaan
berorientasi membantu lingkungan sosial yang berada di sekitar perusahan dan itu
dilakukan dengan sukarela. Menurut Michael Hopkins (2007), CSR merupakan
35
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
bidang yang memusatkan perhatian pada upaya pemangku kepentingan untuk
berperilaku beretika dan bertanggung jawab. Selanjutnya perilaku beretika dan
bertanggung jawab itu diaplikasikan dalam tujuan CSR, yaitu untuk menciptakan
standar kehidupan yang lebih tinggi dengan menciptakan laba usaha untuk orang
yang berada di dalam maupun di luar perusahaan (Hopkins, 2007). Pernyataan
tersebut menekankan bahwa dengan CSR diharapkan adanya keuntungan yang
dapat di raih baik oleh pihak perusahaan maupun pihak di luar perusahaan yang
dalam hal ini adalah masyarakat.
Namun demikian, bagaimana agar pelaksanaan kegiatan CSR memberi
nilai optimum bagi bisnis dan masyarakat masih harus dipahami dengan baik.
Kegiatan seperti pameran yang bertema cinta lingkungan hidup dengan
memamerkan konsep penghematan energi, pengelolaan limbah, dan gagasan
kepedulian lingkungan lainnya sering dianggap sebagai prakarsa CSR. Padahal,
kegiatan sesekali seperti ini tanpa disertai dengan peningkatan kompetensi,
pelatihan, pemberdayaan, penyediaan lapangan pekerjaan dan penciptaan
kemakmuran tidak akan memberi hasil yang menguntungkan dan oleh karenanya
juga tidak membawa manfaat berkelanjutan baik bagi perusahaan maupun
masyarakat.
Jika perusahaan menekankan pelaksanaan kegiatan CSR-nya pada
persoalan yang tidak relevan dengan lingkungan setempat, maka kegiatan terbaik
sekalipun akan gagal menciptakan manfaat yang diharapkan baik untuk
masyarakat maupun perusahaan. Keterlibatan perusahaan dalam kesepakatan
sosial supaya relevan pada umumnya dengan mempertimbangkan beberapa faktor,
36
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
yaitu keadaan ekonomi, sosial, dan budaya di negara tempat bisnis tersebut
beroperasi Urip, 2015:16). Berdasarkan uraian di atas, dalam kerangka
kepentingan penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa penerapan prinsip
CSR yang efektif seharusnya ditempatkan dalam konteks pemahaman bisnis akan
strategi bisnis perusahaan yang diimbangi pemahaman akan kebutuhan
masyarakat.
Pelaksanaan CSR yang berorientasi pada kebutuhan masyarakat
menempatkan CSR pada konsep pembangunan berbasis masyarakat. Konsep ini
mengandung pengertian bahwa pembangunan berangkat dari kebutuhan
masyarakat, direncanakan, dan dilaksanakan oleh masyarakat dengan
memanfaatkan potensi sumber daya yang ada dan dapat diakses oleh masyarakat
setempat (Theresia, 2014:28). Pembangunan tidak dirumuskan oleh “orang luar”
atau elit masyarakat yang merasa lebih tahu dan lebih pandai untuk merumuskan
pembangunan yang cocok bagi masyarakatnya. Sejalan dengan konsep di atas,
pemberdayaan masyarakat sebagai sebuah strategi, telah diterima dan berkembang
dalam berbagai literatur sebagai salah satu bentuk pembangunan berbasis
masyarakat (Theresia, 2014:91).
Selanjutnya, istilah ‘Pemberdayaan masyarakat’ merupakan alih bahasa
dari kata ‘empowerment’. Kata power dalam empowerment diartikan sebagai
‘daya’ sehingga empowerment diartikan sebagai pemberdayaan. Daya
mengandung pengertian kemampuan untuk melakukan sesuatu atau bertindak
(Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1993:188). Empowerment
merupakan sebuah konsep untuk mengatasi masalah-masalah yang
37
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
menghubungkan ‘daya’ dengan pembagian kesejahteraan. Keadaan
keterbelakangan dan kemiskinan seperti diutarakan di bab sebelumnya terjadi
karena ketidakseimbangan dalam kepemilikan atau akses pada sumber-sumber
‘daya’. Proses historis yang panjang akhirnya menyebabkan terjadinya
dispowerment, yakni peniadaan ‘daya’ pada sebagian besar masyarakat.
Akibatnya, muncul lapisan masyarakat yang tidak memiliki akses yang memadai
terhadap aset produktif yang umumnya dikuasai oleh mereka yang ‘memiliki
daya’. Pada gilirannya keterbelakangan secara ekonomi mengakibatkan mereka
makin jauh dari kekuasaan.
Pemberdayaan merupakan konsep yang berkaitan dengan kekuasaan.
Istilah kekuasaan seringkali identik dengan kemampuan individu atau masyarakat
khususnya kelompok rentan dan lemah untuk memiliki kekuatan dan
kemampuan dalam (a) memenuhi kebutuhan dasarnya; (b) menjangkau sumber-
sumber produktif; (c) berpartisipasi dalam proses pembangunan (Suharto,
2005:58). Dalam konteks ini pemberdayaan menekankan pada aspek pelimpahan
wewenang atau memberi kekuasaan kepada individu sehingga mampu mengatur
diri dan lingkungannya sesuai dengan keinginan, potensi, dan kemampuan yang
dimilikinya.
Selanjutnya, dalam konsep pemberdayaan tidak sekedar termuat proses
pemberian kewenangan atau kekuasaan saja kepada mereka yang lemah dan
miskin. Pemberdayaan juga merupakan suatu proses menyiapkan masyarakat
supaya memiliki sumber daya, kesempatan, pengetahuan dan keahlian untuk
meningkatkan kapasitas diri masyarakat didalam menentukan masa depan mereka,
38
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
serta berpartisipasi dan mempengaruhi kehidupan dalam komunitas masyarakat
itu sendiri (Ife, 1995). Dalam hal ini, konsep pemberdayaan dikaitkan dengan
proses mendidik dengan tujuan peningkatan kualitas individu, kelompok
masyarakat supaya mampu berdaya, memiliki daya saing, serta mampu hidup
mandiri.
Pemberdayaan memiliki makna kesetaraan, adil dan demokrasi tanpa
adanya tekanan atau dominasi dalam suatu komunitas atau masyarakat. Perbedaan
karakter dan kemampuan individu adalah suatu keniscayaan. Namun setiap
individu memiliki hak dan kewajibannya masing-masing. Realitas kesetaraan dan
perbedaan individu ini menjadi prinsip dalam melakukan pemberdayaan. Dengan
demikian pemberdayaan merupakan proses meningkatkan kemampuan individu
atau masyarakat untuk berdaya yang dilakukan secara demokratis agar mampu
membangun diri dan lingkungannya dalam meningkatkan kualitas kehidupannya
sehingga mampu hidup mandiri dan sejahtera (Anwas, 2014:50).
Penuntasan kemiskinan dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat
menekankan pada proses bukan semata-mata output dari proses tersebut. Oleh
karena itu ukuran keberhasilan pemberdayaan adalah seberapa besar partisipasi
atau keberdayaan yang dilakukan oleh individu atau masyarakat. Semakin banyak
masyarakat terlibat dalam proses tersebut, semakin berhasil kegiatan
pemberdayaan tersebut. Keberdayaan dalam konteks masyarakat merupakan
kemampuan individu berpartisipasi aktif dalam masyarakat (Anwas, 2014:51).
39
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Dalam kerangka penelitian ini , upaya memberdayakan masyarakat, akan
dilihat dari tiga sisi. Pertama, memberdayakan analog dengan membangun
kondisi yang mendorong potensi masyarakat berkembang . Pijakan dari konsep ini
adalah bahwa setiap individu atau masyarakat memiliki kapasitas yang dapat
dikembangkan. Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya, dengan
mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan kapasitas yang
dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkan. Kedua, memperkuat kapasitas
atau daya yang dimiliki oleh masyarakat. Konsep ini dapat direalisasikan melalui
kegiatan pendidikan, pelatihan dan pendampingan yang berkelanjutan. Individu
dan masyarakat perlu dibiasakan untuk belajar menggunakan berbagai sumber
yang tersedia. Sumber belajar bisa berupa buku, orang lain, alat, bahan dan juga
lingkungan sekitar tempat tinggal mereka. Ketiga, dalam istilah pemberdayaan
termuat juga pengertian menggerakkan partisipasi aktif individu dan masyarakat
seluas-luasnya. Partisipasi ini mulai dari tahapan perencanaan, pengembangan,
pelaksanaan, dan evaluasi.
2.3.2. Partisipasi Masyarakat
Pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat tentu membutuhkan
partisipasi masyarakat, terutama partisipasi masyarakat yang menjadi sasaran
program. Tanpa partisipasi masyarakat, maka efektivitas pelaksanaan program
perlu dipertanyakan. Oleh karena itu, dinamika partisipasi masyarakat dalam
program pemberdayaan masyarakat dipandang sebagai salah satu indikator
penting dalam pemberdayaan masyarakat (Anwas,2014:92). Partisipasi
40
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
masyarakat mempunyai peranan penting ,hal ini didasarkan pada pertimbangan
bahwa masyarakat dapat berperan bukan saja sebagai objek tetapi juga berperan
sebagai subyek.
Partisipasi masyarakat pada dasarnya merupakan kesediaan secara
sukarela dari seseorang untuk membantu kegiatan pembangunan yang
berlangsung di daerahnya. Partisipasi yang dilakukan dengan sukarela tersebut
akan membuat masyarakat merasa turut menjadi bagian dari kegiatan tersebut
(Mulyadi, 2011:21). Keith Davis (dalam Sastropoetro, 1988:89) mengartikan
partisipasi sebagai keterlibatan mental atau pikiran dan emosi atau perasaan
seseorang di dalam situasi kelompok yang mendorongnya untuk memberikan
sumbangan kepada kelompok dalam usaha mencapai tujuan serta bertanggung
jawab terhadap usaha yang bersangkutan.
Tingkat partisipasi masyarakat sebagai salah satu indikator keberhasilan
pemberdayaan perlu diketahui agen pemberdayaan. Oleh karena itu indikator
dalam mengevaluasi tingkat partisipasi masyarakat penting untuk dipahami.
Mengukur partisipasi masyarakat dapat dilakukan dengan menggunakan indikator
kuantitatif dan kualitatif (Ife dan Tesoriero, 2008). Indikator kuantitatif dalam
mengukur partisipasi mencakup:
1) perubahan-perubahan positif dalam layanan lokal;
2) jumlah pertemuan dan jumlah peserta;
3) proporsi berbagai bagian dari kehadiran masyarakat;
4) jumlah orang yang dipengaruhi oleh isu;
5) jumlah pemimpin lokal yang memegang peranan;
41
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6) jumlah warga lokal yang memegang peran dalam program;
7) jumlah warga lokal dalam berbagai aspek program dan pada waktu yang
berbeda-beda.
Semakin tinggi skor dari indikator-indikator tersebut maka dapat disimpulkan
bahwa secara kuantitatif partisipasi masyarakat juga tinggi, begitu pula
sebaliknya. Secara kualitatif indikator dalam mengukur partisipasi masyarakat
mencakup:
1) suatu kapasitas masyarakat yang tumbuh untuk mengorganisasi aksi;
2) dukungan yang tumbuh dalam masyarakat dan jaringan yang bertambah kuat;
3) peningkatan pengetahuan masyarakat tentang hal-hal seperti keuangan dan
manajemen program;
4) keinginan masyarakat untuk terlibat dalam pembuatan keputusan;
5) peningkatan kemampuan dari mereka yang berpartisipasi dalam mengubah
keputusan menjadi aksi;
6) meningkatnya jangkauan partisipasi melebihi program untuk mewakilinya
dalam organisasi-organisasi lain;
7) pemimpin-pemimpin yang muncul dari masyarakat;
8) meningkatnya jaringan dengan program-program, masyarakat dan organisasi
lainnya; dan
9) mulai mempengaruhi kebijakan.
Indikator-indikator partisipasi tersebut baik secara kuantitatif maupun
kualitatif dapat menjadi acuan dalam mengukur partisipasi masyarakat yang
42
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
efektif dalam kegiatan pemberdayaan. Agen pemberdayaan dapat menentukan
sejumlah indikator atau seluruh indikator tersebut berdasarkan kebutuhan dan
kondisi yang ada. Agen pemberdayaan juga dapat menentukan jumlah indikator
minimun atau indikator prioritas, indikator yang mempresentasikan proses
partisipasi, serta sesuai dengan tujuan dari kegiatan pemberdayaan tersebut.
2.3.3. Kompetensi Agen Pemberdayaan
Usaha-usaha pembangunan suatu masyarakat selalu ditandai oleh adanya
sejumlah orang yang mempelopori, menggerakkan, dan menyebarluaskan proses
perubahan tersebut. Mereka adalah orang-orang yang disebut sebagai agen
perubahan. Nama yang diberikan sesuai dengan misi yang ingin dibawa, yakni
membuat suatu perubahan yang berarti bagi sekelompok orang. Agen pembaharu
dalam konteks pemberdayaan lebih tepat disebut sebagai Agen Pemberdayaan.
Agen pemberdayaan disyaratkan memiliki kompetensi yang sesuai dengan
kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Kompetensi memberdayakan masyarakat
yang berorientasi pada kegiatan menumbuhkan partisipasi masyarakat, program
pemberdayaan yang berdasarkan pada kebutuhan dan potensi masyarakat serta
dilakukan dengan menggunakan pendekatan holistik.
Seiring dengan tuntutan perkembangan zaman maka kompetensi agen
pemberdayaan dalam melakukan pemberdayaan sumber daya manusia perlu
dinamis. Kompetensi dalam pemberdayaan masyarakat memiliki makna upaya
kemampuan yang harus dimiliki oleh para agen pemberdayaan masyarakat.
Kompetensi yang diwujudkan dalam pengetahuan dan ketrampilan serta ditunjang
43
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
oleh sikap yang diperlukan dalam kegiatan pemberdayaan yang dapat diuraikan
dalam beberapa dimensi sebagai berikut ini (Anwas, 2014:61-79).
1) Kompetensi pemahaman sasaran.
Kompetensi ini meliputi kemampuan individu dalam
mengidentifikasikan sumber daya yang dapat dikembangkan sesuai dengan
tuntutan masyarakat sebagai sasaran pemberdayaan. Dengan memahami
kondisi sasaran dapat membantu agen pemberdayaan dalam memahami
lingkungan alam, lingkungan sosial, dan juga lingkungan budaya sasaran.
Pemahaman kondisi sasaran juga akan memudahkan agen pemberdayaan
dalam mengetahui permasalahan yang dihadapi masyarakat, kendala-kendala
dan mencari solusi pemecahan, serta potensi-potensi yang dapat
dikembangkan dalam pelaksanaan penyuluhan. Informasi ini sangat penting
bagi agen pemberdayaan dalam melaksanakan pemberdayaan mulai dari
tahap merumuskan perencanaan, pelaksanaan, pendampingan, serta evaluasi
dan tindak lanjutnya.
2) Kompetensi menumbuhkan kesadaran.
Menumbuhkan kesadaran merupakan bagian inti dalam
pemberdayaan masyarakat. Kompetensi ini meliputi kemampuan untuk
memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa dalam dirinya memiliki
peluang dan potensi untuk menghasilkan perubahan ke arah yang lebih baik
dalam meningkatkan kualitas kehidupan dan kesejahteraan.
44
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3) Kompetensi komunikasi inovasi.
Dimensi komunikasi inovasi adalah kemampuan agen pemberdayaan
dalam memfasilitasi kebutuhan masyarakat guna meningkatkan kualitas
kehidupan yang lebih baik sesuai dengan potensi dan kehidupannya.
Kemampuan ini meliputi kemampuan dalam mencari informasi inovasi
melalui berbagai sumber informasi -media massa, media terprogram dan
media lingkungan-, memahami inovasi yang dibutuhkan sasaran, serta
mengkomunikasikannya dengan bahasa yang mudah dipahami dan dilakukan
secara logis.
4) Kompetensi pengelolaan pembaharuan.
Kompetensi ini dapat diartikan sebagai kemampuan agen
pemberdayaan dalam memfasilitasi masyarakat agar dapat menyesuaikan
dengan lingkungan yang terus berubah. Kemampuan ini meliputi:
kemampuan membangkitkan motivasi untuk berubah, kemampuan
menumbuhkan kepekaan terhadap perubahan lingkungan dan kemampuan
menerapkan teknologi atau ide baru dalam memecahkan masalah yang
dihadapi masyarakat di lapangan.
5) Kompetensi pengelolaan pembelajaran.
Kompetensi ini menuntut kemampuan agen pemberdayaan dalam
menciptakan proses belajar kepada masyarakat dalam mengubah perilakunya.
Melalui belajar, masyarakat diharapkan mampu menguasai dan menerapkan
inovasi yang lebih menguntungkan bagi diri dan keluarganya.
45
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6) Kompetensi pengelolaan pelatihan.
Kompetensi pengelolaan pelatihan bagi agen pemberdayaan ini
meliputi: kemampuan merancang pelatihan, kemampuan melaksanakan
pelatihan, kemampuan memfasilitasi narasumber, kemampuan mengevaluasi
hasil pelatihan, kemampuan melakukan tindak lanjut pelatihan, serta
kemampuan melibatkan masyarakat dalam tahapan pelatihan.
7) Kompetensi pengembangan kewirausahaan
Kemampuan mengembangkan kewirausahaan bagi agen
pemberdayaan diantaranya kemampuan dalam: menanamkan sikap mental
kepada masyarakat untuk berani mengambil resiko terhadap perubahan,
mengembangkan sikap untuk berinisiatif dalam berbagai usaha sesuai
tuntutan perubahan, dan membangun kerjasama dalam kelompok usaha
sesuai dengan potensi yang dimiliki masyarakat.
8) Kompetensi pemandu sistem jaringan.
Kompetensi ini meliputi kemampuan agen pemberdayaan dalam
melakukan kerjasama yang sinergis antara berbagai pihak terkait. Dalam hal
ini agen pemberdayaan disyaratkan memiliki kemampuan untuk
memfasilitasi masyarakat penerima manfaat dengan lembaga penelitian atau
perguruan tinggi dalam menyampaikan permasalahan masyarakat serta
mengakses informasi untuk keperluan pemberdayaan dan mengembangkan
kerjasama kemitraan dengan dunia usaha.
46
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9) Kompetensi menumbuhkembangkan kelembagaan.
Kompetensi agen pemberdayaan dalam menumbuhkan kelembagaan
masyarakat meliputi: kemampuan dalam menguatkan atau menghidupkan
kelembagaan yang sudah ada di masyarakat, kemampuan dalam membentuk
kelembagaan yang belum ada tetapi diperlukan oleh masyarakat,
mensinergikan kelembagaan yang telah ada di masyarakat dengan
kelembagaan di luar masyarakat.
10) Kompetensi pendampingan.
Pendampingan merupakan salah satu kemampuan yang sangat perlu
dimiliki oleh agen pemberdayaan. Pendampingan ini tugasnya bukan
menggurui, tetapi lebih tepat sebagai fasilitator, komunikator, dinamisator,
dan pembimbing masyarakat di lapangan.
11) Kompetensi Teknologi Informasi dan komunikasi
Kompetensi ini bagi agen pemberdayaan dapat berfungsi mulai dari:
mencari informasi yang berkembang sesuai kebutuhan pemberdayaan,
sebagai media komunikasi baik dengan masyarakat maupun dengan pihak
lain dalam mendukung kegiatan pemberdayaan; sebagai media pendidikan
dalam menambah wawasan dan ketrampilan serta mencari dukungan
partisipasi pihak-pihak luar yang mendukung kegiatan pemberdayaan.
12) Kompetensi mencari sponsorship.
Terkait dengan menarik dukungan sponsorship, agen pemberdayaan
perlu memiliki kemampuan dalam melakukan pendekatan atau menjelaskan
berbagai program pemberdayaan. Agen pemberdayaan juga dituntut perlu
47
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
memiliki keuletan dan bekerja keras untuk dapat memperoleh dukungan dari
berbagai pihak. Dalam aspek lain diperlukan adanya kejujuran dan
keterbukaan dari agen pemberdayaan dalam menggunakan dana atau dkungan
lainnya dari pihak sponsor, sehingga akan dipercaya oleh para donatur.
13) Kompetensi mempengaruhi media massa.
Kompetensi ini memungkinkan agen pemberdayaan untuk
mempengaruhi media massa untuk mendukung kegiatan pemberdayaan
dengan menonjolkan nilai positif dan daya tarik. Daya tarik kegiatan
pemberdayaan antara lain: tingkat partisipasi masyarakat, berbagai kegiatan
pemberdayaan, niai-nilai empati, dan kepedulian sosial baik secara individu
ataupun lembaga. Dalam hal ini, kreativitas agen pemberdayaan sangat
diperlukan.
2.4. Kerangka Berpikir
Berdasarkan berbagai kajian di atas, kerangka berpikir penelitian ini
dapat dijabarkan dalam skema 2.1. Berikut ini.
48
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
SKEMA 2.1 KERANGKA BERPIKIR
Program Pemanfaatan Dana Aksi Puasa Pembangunan di Keuskupan Agung Semarang
Potensi Keberlanjutan Program Pemanfaatan Dana Aksi Puasa Pembangunan di Keuskupan Agung Semarang
Model Ecclesia Social Responbility Management
Evaluasi
Alat Ukur
Prinsip-Prinsip Ajaran Sosial Gereja
Hormat pada Martabat dan hidup manusia
Kesejahteraan Umum
Subsidiaritas
Solidaritas
Kategori-Kategori Community Empowerment dalam Dimensi Corporate Social Responbility
Konsep Community Empowerment
Partisipasi Masyarakat
Kompetensi Agen Pemberdayaan
49
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Pengantar
Sebagaimana telah diuraikan dalam bab-bab terdahulu, Program
Pemanfaatan Dana APP merupakan salah satu bentuk dimensi sosial Gereja dalam
upaya merespon dan menangani masalah sosial. Dalam demensi ini, signifikansi
dan relevansi Gereja bagi masyarakat tampak dalam keterlibatan Gereja dalam
pergulatan hidup masyarakat. Gereja ikut ambil bagian dalam kehidupan bersama
secara khusus dalam pengembangan sosial ekonomi, maupun dalam
memperjuangkan keadilan, kedamaian dan keutuhan alam ciptaan (Dewan Karya
Pastoral Keuskupan Agung Semarang, 2011). Program Pemanfaatan Dana APP
merupakan fenomena kompleks yang memuat dimensi Social Responbility
Management dalam konteks prinsip-prinsip Ajaran Sosial Gereja. Agar fenomena
kompleksitas tersebut dapat ditangkap dengan baik dan dapat dilakukan evaluasi
kinerja dan keberlanjutan Program Pemanfaatan Dana APP, serta faktor-faktor
yang berkaitan dengan kedua hal tersebut secara holistik, maka penelitian ini
menggunakan trianggulasi data dan metode analisis (Sugiyono, 2014:397; Yin,
1987: 119 - 122).
Secara spesifik, penelitian ini menggunakan desain studi kasus embedded,
dimana analisis mengenai kinerja dan tingkat keberlanjutan Program Pemanfaatan
Dana APP dan hal-hal yang berkaitan dengan keduanya dilakukan berdasarkan
fenomena Program Pemanfaatan Dana APP secara holistik dan hal-hal detail
50
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
terkait unit-unit dalam Program Pemanfaatan Dana APP. Pendekatan dengan
menggunakan sub-subunit analisis yang terjalin ini memungkinkan desain yang
lebih kompleks bisa berkembang. Subunit tersebut dapat menambah peluang-
peluang signifikan bagi analisis yang lebih luas, yang mengembangkan bagian-
bagian kasus tunggal yang bersangkutan (Yin, 2014:54). Selanjutnya, menurut
Yin pendekatan studi kasus dapat dimanfaatkan untuk melakukan kegiatan
evaluasi terkait kinerja dan keberlanjutan Program Pemanfaatan Dana APP
(2014:17).
Bab ini akan mendiskusikan metodologi yang digunakan oleh peneliti
dalam mengevaluasi kinerja dan keberlanjutan Program Pemanfaatan Dana APP
di Keuskupan Agung Semarang, serta faktor-faktor yang berkaitan dengan kedua
hal tersebut. Bab ini akan dibagi menjadi tiga bagian. Pertama, membahas
paradigma penelitian dan penggunaan trianggulasi dalam penelitian ini. Bagian
kedua akan membahas mengapa penelitian ini menggunakan strategi studi kasus.
Ketiga, akan membahas metoda penelitian yang mencakup Desain Penelitian;
Data dan Metode Pengumpulan Data; serta Metode Penelitian dan Alat Analisis
yang akan digunakan dalam penelitian ini.
3.2. Paradigma Penelitian dan Triangulasi
Dalam kerangka menempatkan secara tepat posisinya di dalam penelitian,
peneliti yang menggunakan sebuah metode penelitian tertentu harus mengetahui
dan memahami paradigma yang memayungi metode yang diterapkannya tersebut.
Pemahaman terhadap posisinya tersebut, akan membantu peneliti dalam
51
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
menempatkan penelitian dan pemikiran-pemikirannya pada posisi yang tepat dan
memiliki alasan-alasan atas setiap pertanyaan yang berkaitan dengan posisinya
tersebut. Bagian ini adalah kajian tentang paradigma penelitian yang menaungi
atau menjadi landasan pemikiran tesis ini.
Paradigma penelitian merupakan kerangka berpikir yang menjelaskan
bagaimana cara pandang peneliti terhadap fakta kehidupan sosial dan perlakuan
peneliti terhadap ilmu atau teori. Paradigma penelitian juga menjelaskan
bagaimana peneliti memahami suatu masalah, serta kriteria pengujian sebagai
landasan untuk menjawab masalah penelitian (Guba dan Lincoln, 1988: 80-
115). Mengacu pada definisi paradigma tersebut, dapat kita ketahui
bahwa paradigma ilmu itu beragam, ini didasarkan pada pandangan dan
pemikiran filsafat ilmuwan yang berbeda-beda. Dimana, masing-masing aliran
filsafat tersebut memiliki cara pandang tersendiri mengenai hakikat sesuatu serta
mempunyai ukuran-ukuran tertentu tentang kebenaran. Perbedaan aliran filsafat
yang dijadikan pijakan berpikir oleh para ilmuwan , berakibat pada perbedaan
paradigma yang dianut, baik menyangkut tentang hakikat apa yang harus
dipelajari, obyek yang diamati maupun metode penelitian yang digunakan.
Perbedaan paradigma yang dianut para ilmuan ternyata tidak hanya
berakibat pada perbedaan skema konseptual penelitian, melainkan juga pada
pendekatan yang melandasi semua proses dan kegiatan penelitian (Creswell, 2009:
7-28). Dalam praktek penelitian ilmiah, setidaknya terdapat dua pendekatan
untuk menjawab permasalahan penelitian yang timbul sebagai suatu fenomena
yang harus dicari jawabannya, yaitu: penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif.
52
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pendekatan kuantitatif sering dinamakan pendekatan tradisional, positivistik,
scientific dan pendekatan konfirmatif. Selanjutnya pendekatan kualitatif sering
dinamakan sebagai pendekatan baru, postpositivistik; artistik; dan interpretive
research (Sugiono. 2014: 35).
Filsafat positivisme memandang realitas/gejala/fenomena itu bersifat
tunggal -hanya meneliti fenomena yang teramati saja-, dapat diklasifikasikan,
relatif tetap, konkrit, teramati, terukur dan hubungan gejala bersifat sebab akibat.
Penelitian pada umumnya dilakukan pada populasi atau sampel yang representatif.
Proses penelitian bersifat deduktif, dimana untuk menjawab rumusan masalah
digunakan konsep atau teori sehingga dapat dirumuskan hipotesis. Hipotesis
tersebut selanjutnya diuji melalui pengumpulan data lapangan. Untuk
pengumpulan data digunakan instrumen penelitian. Data yang telah terkumpul
selanjutnya dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan statistik deskriptif
atau inferensial sehingga dapat disimpulkan hipotesis yang dirumuskan terbukti
atau tidak. Penelitian kualitatif pada umumnya dilakukan pada sampel yang
diambil secara random, sehingga kesimpulan hasil penelitian dapat
digeneralisasikan pada populasi sampel tersebut diambil (Sugiono. 2014: 36).
Filsafat postpositivesme sering juga disebut sebagai paradigma interpretif
dan konstruktif, yang memandang realitas sosial sebagai sesuatu yang holistik
-meneliti fenomena yang teramati dan perasaan-, kompleks, dinamis, penuh
makna, dan hubungan gejala bersifat interaktif. Penelitian dilakukan pada obyek
yang alamiah . Dalam penelitian kualitatif instrumennya adalah orang atau human
instrumen, yaitu peneliti itu sendiri (Sugiono. 2014: 37). Pengumpulan data
53
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dilakukan dengan menggunakan tiga cara: (1) wawancara mendalam, wawancara
dengan format pertanyaan terbuka; (2) observasi langsung; dan (3) pemanfaatan
dokumen tertulis, termasuk sumber-sumber tertulis dari hasil wawancara terbuka
pada kuesioner, buku harian seseorang dan catatan program (Patton, 1991: 1).
Analisis data yang dilakukan bersifat induktif berdasarkan fakta-fakta yang
ditemukan di lapangan dan kemudian dikonstruksikan menjadi hipotesis atau teori.
Metode kualitatif digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam, suatu data
yang mengandung makna. Makna adalah data yang sebenarnya, data yang pasti
yang merupakan suatu nilai di balik data yang tampak. Oleh karena itu dalam
penelitian kualitatif tidak menekankan pada generalisasi, tetapi lebih menekankan
pada makna. Generalisasi dalam penelitian kualitatif dinamakan transferability
(Sugiono. 2014: 38) .
Menurut Newman dan Benz, kedua paradigma tadi tidak harus diposisikan
sebagai antitesis atau dikotomi yang saling bertentangan; keduanya hanya
merepresentasikan hasil akhir yang berbeda, namun tetap dalam satu continuum
(dalam Creswell, 2009: 3). Keduanya bisa digunakan bersamaan untuk
meningkatkan kualitas penelitian dan meminimalkan bias-bias yang muncul
dalam suatu pendekatan penelitian (Creswell, 2009: 22). Melalui kajian kritis dan
pengalaman praktik-praktik penggunaan berbagai pendekatan penelitian lapangan,
ternyata kedua pendekatan penelitian tersebut dapat dikombinasikan atau
digabungkan. Pendekatan penelitian kombinasi akan berguna bila pendekatan
kuantitatif atau pendekatan kualitatif secara sendiri-sendiri tidak cukup akurat
digunakan untuk memahami permasalahan penelitian atau dengan menggunakan
54
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pendekatan kualitatif dan kuantitatif secara kombinasi akan dapat memperoleh
pemahaman yang paling baik apabila dibandingkan dengan pemakaian
pendekatan tunggal (Creswell, 2009: 17-28).
Penerapkan kombinasi dua pendekatan sekaligus dalam satu proyek
penelitian dikenal sebagai pendekatan kombinasi. Pendekatan kombinasi
merupakan sebuah pendekatan penelitian, dimana peneliti mengumpulkan dan
menganalisis data, mengintegrasikan temuan, dan menarik kesimpulan secara
secara inferensial dengan menggunakan dua pendekatan atau metode penelitian
kualitatif dan kuantitatif dalam satu studi (Sugiono. 2014: 42). Saat ini dikenal
istilah-istilah lain yang berbeda tetapi mengacu pada pendekatan kombinasi ini,
seperti integrasi, sintetis, metode kuantitatif dan kualitatif, multimetode dan
metodologi campuran (Creswell, 2009: 307).
Membangun pengawasan dan keseimbangan dalam rancangan penelitian
dengan menggunakan pendekatan ganda disebut dengan triangulasi (Patton, 1991:
98). Denzin (1978) telah menengarai adanya empat tipe dasar triangulasi:
(1) triangulasi data, yaitu penggunaan beragam sumber data dalam suatu kajian;
(2) triangulasi investigator, apabila dalam sebuah penelitian menggunakan
beberapa evaluator atau ilmuwan sosial yang berbeda; (3) triangulasi teori, yaitu
penggunaan sudut pandang ganda dalam menafsirkan seperangkat tunggal data;
dan (4) triangulasi metodologis, ketika digunakan metode ganda untuk mengkaji
masalah atau program tunggal.
Penelitian tesis ini dilakukan oleh satu orang peneliti dan tidak bertujuan
untuk menggunakan sebuah teori dari disiplin ilmu tertentu untuk menjelaskan
55
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
sebuah fenomena dalam disiplin ilmu yang lain. Oleh karena itu, penelitian ini
hanya menerapkan trianggulasi data dan metodologi. Data penelitian ini
dikumpulkan dari sejumlah sumber yang berbeda dengan teknik pengumpulan
data yang berbeda, termasuk dalam mengumpulkan arsip dokumentasi,
wawancara dengan pihak-pihak yang terkait dengan pelaksanaan Program
Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang, dan observasi langsung
dengan mengunjungi Kantor Panitia APP Keuskupan Agung Semarang baik di
tingkat pusat, kevikepan maupun di tingkat paroki sampel penelitian.
Trianggulasi metodologi diterapkan dengan menggunakan metode kuantitatif dan
metode kualitatif.
3.3. Strategi Penelitian Studi Kasus
Setelah memahami paradigma riset, langkah berikutnya adalah merancang
strategi yang akan digunakan dalam penelitian . Strategi penelitian merupakan
rancangan penelitian yang mencakup langkah-langkah, proses-proses dan
prosedur khusus yang akan dilakukan dalam mengerjakan penelitian (Creswell,
2009: 17). Creswell menjelaskan ada berbagai jenis strategi penelitian yang bisa
digunakan. Pilihan strategi penelitian yang akan dipakai ditentukan oleh jenis
penelitian yang dipilih. Strategi-strategi penelitian yang berkaitan dengan
rancangan kuantitatif memiliki kecenderungan menggunakan asumsi-asumsi
pengetahuan post-positivis. Dalam skenario ini, peneliti kuantitatif menguji suatu
teori dengan cara memerinci hipotesisi-hipotesis yang spesifik, lalu
mengumpulkan data-data untuk mendukung atau membantah hipotesis-hipotesis
56
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
tersebut. Strategi survai dan eksperimen merupakan varian yang dapat diterapkan
dalam jenis penelitian ini. Selanjutnya, Strategi-strategi penelitian yang berkaitan
dengan rancangan kualitatif berkecenderungan menggunakan filosofis
pengetahuan konstruktivis/advokasi/ partisipatoris. Varian strategi yang dapat
digunakan dalam penelitian jenis ini adalah fenomenologi, grounded theory,
etnografi, naratif dan studi kasus (Creswell, 2009: 18-28).
Seperti yang telah diuraikan dalam paragraf sebelumnya, studi kasus
merupakan salah satu strategi yang dapat digunakan dalam penelitan. Beberapa
pengertian mengenai penelitian studi kasus telah dikemukakan oleh para ahli.
Secara umum, pengertian-pengertian tersebut mengarah pada pernyataan bahwa
penelitian studi kasus adalah penelitian yang menempatkan sesuatu atau obyek
yang diteliti sebagai ‘kasus’. Namun, pandangan tentang batasan obyek yang
dapat disebut sebagai ‘kasus’ itu sendiri masih diperdebatkan . Perdebatan inilah
yang menyebabkan perbedaan pengertian di antara para ahli tersebut.
Menurut Creswell (1998), suatu penelitian dapat disebut sebagai
penelitian studi kasus apabila proses penelitiannya dilakukan secara mendalam
dan menyeluruh terhadap kasus yang diteliti, serta mengikuti struktur studi kasus
seperti yang dikemukakan oleh Lincoln dan Guba (1985), yaitu: permasalahan,
konteks, isu, dan pelajaran yang dapat diambil. Banyak penelitian yang telah
mengikuti struktur tersebut tetapi tidak layak disebut sebagai penelitian studi
kasus, karena tidak dilakukan secara menyeluruh dan mendalam. Penelitian-
penelitian tersebut pada umumnya hanya menggunakan jenis sumber data yang
terbatas, tidak menggunakan berbagai sumber data seperti yang disyaratkan dalam
57
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
penelitian studi kasus, sehingga hasilnya tidak mampu mengangkat dan
menjelaskan substansi dari kasus yang diteliti secara fundamental dan
menyeluruh.
Pengertian yang kedua berkembang berdasarkan pendapat Yin (2014),
yang secara khusus menempatkan penelitian studi kasus sebagai sebuah metode
penelitian. Creswell menyebut metode penelitian studi kasus sebagai salah satu
strategi penelitian kualitatif (Creswell, 1998). Kebutuhan terhadap metode
penelitian studi kasus dikarenakan adanya keinginan dan tujuan peneliti untuk
mengungkapkan secara terperinci dan menyeluruh terhadap obyek yang diteliti.
Pengertian yang dikemukakanya Yin (2014) tidak secara eksplisit menyebut
obyek penelitian studi kasus sebagai kasus, tetapi ia menyebut ciri-ciri dari obyek
tersebut, yang menggambarkan ciri-ciri suatu kasus. Berikut kutipan definisi
teknis yang diberikan oleh Yin .
“The case study research method as an empirical inquiry that investigates a cotemporary phenomenon within its real-life context; when the boundaries between phenomenon and context are not cleary evident; and in which multiple sources of evidence are used”
Menurut pengertian di atas, penelitian studi kasus adalah sebuah metode
penelitian yang secara khusus menyelidiki fenomena kontemporer yang terdapat
dalam konteks kehidupan nyata -yang dilaksanakan ketika batasan-batasan antara
fenomena dan konteksnya belum jelas- dengan menggunakan berbagai sumber
data. Dalam kaitannya dengan waktu dan tempat, secara khusus Yin menjelaskan
bahwa obyek yang dapat diangkat sebagai kasus bersifat kontemporer, yaitu yang
sedang berlangsung atau telah berlangsung tetapi masih menyisakan dampak dan
pengaruh yang luas, kuat atau khusus pada saat penelitian tersebut dilakukan.
58
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Salah satu kekhususan penelitian studi kasus sebagai metode penelitian
adalah pada tujuannya. Penelitian studi kasus sangat tepat digunakan pada
penelitian yang bertujuan menjawab pertanyaan ‘bagaimana’ dan ‘mengapa’
terhadap sesuatu yang diteliti. Melalui pertanyaan penelitian yang demikian,
substansi mendasar yang terkandung di dalam kasus yang diteliti dapat digali
dengan mendalam. Dengan kata lain, penelitian studi kasus tepat digunakan pada
penelitian yang bersifat eksplanatori, yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk
menggali penjelasan kasualitas, atau sebab dan akibat yang terkandung di dalam
obyek yang diteliti (Yin, 2014).
Selanjutnya, menurut Yin pendekatan studi kasus memiliki tempat
tersendiri dalam penelitian evaluasi (Yin, 2014: 17). Kedalaman dan detail
metode kualitatif khususnya yang berasal dari sejumlah kecil studi kasus, terlalu
terbatas untuk generalisasi yang meyakinkan. Pada posisi inilah strategi studi
kasus untuk penelitian evaluasi menjadi penting (Patton, 1991: 23). Setidaknya
ada empat aplikasi yang berbeda terkait strategi studi kasus yang digunakan dalam
kerangka evaluasi. Aplikasi yang paling penting adalah menjelaskan keterkaitan
kausal dalam intervensi kehidupan nyata yang terlalu kompleks bagi strategi
survai ataupun eksperimen. Aplikasi yang kedua adalah mendeskripsikan konteks
kehidupan nyata di mana intervensi telah terjadi. Ketiga, evaluasi bisa memberi
keuntungan dalam bentuk deskriptif dari studi kasus ilustratif tentang intervensi
itu sendiri. Terakhir, studi kasus bisa digunakan untuk mengeksplorasi situasi-
situasi di mana intervensi yang akan dievaluasi tidak memiliki stuktur hasil yang
tunggal dan jelas (Yin, 2014: 20).
59
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Penelitian ini bertujuan untuk meneliti fenomena kompleks dari kinerja
dan tingkat keberlanjutan Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung
Semarang. Secara lebih spesifik, penelitian ini akan mengevaluasi koherensi
Program Pemanfaatan Dana APP dengan kerangka Ajaran Sosial Gereja,
mengevaluasi kesesuaian pengelolaan Program Pemanfaatan Dana APP di
Keuskupan Agung Semarang dengan kategori-kategori yang terdapat dalam
konsep community empowerment, dan meneliti potensi keberlanjutan Program
Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang. Mengingat fenomena
Program Pemanfaatan Dana APP dan konteks pelaksanaannya merupakan hal
yang tidak dapat dipisahkan dalam situasi kehidupan sehari-hari maka penerapan
strategi studi kasus diharapkan sesuai untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
penelitian ini.
Selanjutnya, berdasarkan pendapat Yin (2014); VanWynsberghe dan Khan
(2007); dan Creswell (1998) secara lebih terperinci, karakteristik penelitian studi
kasus dapat dijelaskan secara ringkas sebagai berikut. Pertama, keunikan
penelitian studi kasus adalah pada adanya cara pandang terhadap obyek
penelitiannya sebagai ’kasus’. Sebuah kasus adalah isu atau masalah yang harus
dipelajari, yang akan mengungkapkan pemahaman mendalam tentang kasus
tersebut, sebagai suatu kesatuan sistem yang dibatasi, yang melibatkan
pemahaman sebuah peristiwa, aktivitas, proses, satu atau lebih individu. Melalui
penelitian studi kasus, kasus yang diteliti dapat dijelaskan secara terperinci dan
komprehensif, menyangkut tidak hanya penjelasan tentang karakteristiknya, tetapi
juga bagaimana dan mengapa karakteristik dari kasus tersebut dapat terbentuk.
60
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kedua, kasus bersifat kontemporer, berarti kasus tersebut sedang atau telah selesai
terjadi,tetapi masih memiliki dampak yang dapat dirasakan pada saat penelitian
dilaksanakan. Ketiga, penelitian studi kasus menggunakan salah satu karakteristik
pendekatan penelitian kualitatif, yaitu meneliti obyek pada kondisi yang terkait
dengan kontekstualnya. Keempat, penelitian studi kasus memanfaatkan berbagai
sumber data. Kelima, penelitian studi kasus menggunakan teori sebagai acuan
penelitian. Pada penelitian studi kasus, teori digunakan baik untuk menentukan
arah, konteks, maupun posisi hasil penelitian. Kajian teori dapat dilakukan di
bagian depan, tengah dan belakang proses penelitian.
Sebagaimana yang telah dibahas dalam bab-bab terdahulu, penelitian ini
dimaksudkan untuk memahami sebuah fenomena kompleks mengenai Program
Pemanfaatan Dana APP secara holistik dan kontekstual. Selain berfokus pada
Program Pemanfaatan Dana APP, dalam penelitian ini karakteristik geografis di
wilayah dimana program tersebut dilaksanakan juga akan diperhatikan. Penelitian
ini akan menerapkan trianggulasi data dan metode analisis untuk mengevaluasi
kinerja dan keberlanjutan Program Pemanfaatan Dana APP. Penelitian ini juga
menggunakan beberapa teori yang sudah ada untuk memahami dan menjelaskan
mengenai apa yang sebenarnya terjadi pada Program Pemanfaatan Dana APP.
Penggunaan teori-teori yang telah ada tersebut bukan dalam kerangka menguji
teori-teori tersebut atau untuk membangun penjelasan teoritis yang baru, tetapi
untuk memahami secara holistik Program Pemanfaatan Dana APP. Dengan
demikian berdasarkan permasalahan penelitian dan karakteristik strategi studi
61
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kasus seperti yang telah dipaparkan di atas strategi studi kasus merupakan strategi
yang paling sesuai untuk penelitian ini.
3.4. Metode Penelitian
Pada bagian metode penelitian ini tercakup pemaparan mengenai: Desain
Penelitian; Data dan Metode Pengumpulan Data; serta Metode Penelitian dan Alat
Analisis yang akan digunakan dalam penelitian ini. Penjabaran mengenai masing-
masing bagian diuraikan sebagai berikut.
3.4.1. Desain Penelitian
Sampai saat ini sulit untuk menemukan sebuah penelitian tentang
Program Pemanfaatan Dana APP yang diteliti dari aspek pengelolaan atau
manajemennya. Penelitian-penelitian terdahulu mengenai Program Pemanfaatan
Dana APP pada umumnya difokuskan pada aspek biblis dan teologi. Aini (1999)
meneliti Aksi Puasa Pembangunan yang ditempatkan dalam konteks sejarah dan
biblis. Ignasius (2012) meneliti Aksi Puasa Pembangunan dalam kaitannya
dengan solidaritas dan tata penggembalaan umat di Keuskupan Agung Semarang.
Selanjutnya, sebagaimana diuraikan di bab terdahulu, penelitian ini
bermaksud meneliti fenomena kompleks dari Program Pemanfaatan Dana APP
dengan kondisi kontekstualnya. Secara khusus penelitian ini meneliti Program
Pemanfaatan Dana APP ditinjau dari prinsip-prinsip Ajaran Sosial Gereja dan
aspek community empowerment serta bagaimana pencapaian kondisi
keberlanjutan program. Mengingat masih terbatasnya penelitian mengenai
62
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Program Pemanfaatan Dana APP maka penelitian ini bertujuan untuk
mengumpukan data dan informasi, mengolah dan menganalisisnya dengan
bantuan teori-teori dan metode terpilih sehingga diperoleh pemahaman yang lebih
baik dan menyeluruh mengenai Program Pemanfaatan Dana APP.
Penelitian ini merupakan sebuah studi kasus dengan desain embedded
tentang Program Pemanfaatan Dana APP, dan dibagi menjadi tiga tahap. Tahap
pertama penelitian ini merupakan studi dokumentasi, yaitu menganalisis kinerja
Program Pemanfaatan Dana APP berdasarkan dokumen adminitrasi laporan
pemanfaatan dana yang disusun oleh lima kepanitiaan Program Pemanfaatan Dana
APP di Keuskupan Agung Semarang. Tahap ini ada tiga dokumen yang
dipresentasikan, yaitu dokumen laporan keuangan, dokumen pengajuan proposal
dan dokumen jumlah paroki yang mengakses program. Dokumen proposal usulan
yang masuk dan dikabulkan di lima kepanitiaan dikelompokkan berdasarkan jenis
peruntukkannya dan kemudian dihitung jumlah prosentasenya. Dokumen laporan
keuangan akan ditampilkan deskripsi pemasukan dan pengeluarannya. Pada
bagian akhir akan diperlihatkan perbandingan dana yang masuk dan jumlah yang
dana yang diakses dalam bentuk diagram batang. Dokumen jumlah paroki yang
mengakses dana di masing-masing kevikepan akan dibandingkan dengan jumlah
paroki yang berada di wilayah teritorial kevikepan terkait. Keseluruhan proses ini
akan menampilkan data kuantitatif gambaran awal kinerja Program Pemanfaatan
Dana APP di Keuskupan Agung Semarang. Tahap pertama ini akan dipaparkan
secara khusus dalam satu bab tersendiri, yaitu bab empat.
63
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tahap kedua penelitian digunakan untuk mencapai tujuan penelitian
nomor satu, yaitu menganalisis tingkat koherensi Program Pemanfaatan Dana
APP di Keuskupan Agung Semarang dengan kerangka kerja ASG. Dalam tahap
pertama ini, penelitian menggunakan Program Pemanfaatan Dana APP di
Keuskupan Agung Semarang sebagai unit analisis. Tahap ini merupakan studi
kualitatif. Tingkat koherensi Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan
Agung Semarang dengan kerangka kerja ASG akan dianalisis berdasarkan hasil
studi dokumen yang dipaparkan di bab IV dan dilengkapai dengan data
wawancara dan observasi partisipatif.
Tahap kedua penelitian digunakan untuk mencapai tujuan penelitian
nomor dua, yaitu mengevaluasi pengelolaan Program Pemanfaatan Dana APP di
Keuskupan Agung Semarang berdasarkan kategori-kategori dalam community
empowerment. Dalam tahap kedua ini, penelitian menggunakan Program
Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang sebagai unit analisis.
Tahap ini memberikan gambaran mengenai kategori-kategori community
empowerment dalam pencapaian kinerja pengelolaan Program Pemanfaatan Dana
APP.
Dalam tahap kedua ini, penelitian dibagi menjadi tiga bagian. Bagian
pertama dari tahap kedua menganalisis apakah kinerja program telah membangun
kondisi yang mendorong, memotivasi dan membangun kesadaran kapasitas
penerima manfaat program. Tahap ini juga akan menganalisis apakah kinerja
program secara berkelanjutan telah memperkuat kapasitas penerima manfaat
program dalam bentuk pendidikan, pelatihan dan pendampingan. Bagian kedua ini
64
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
merupakan studi yang dilakukan dengan teknik wawancara yang bertipe open-
ended dengan unit analisis pengelola Program Pemanfaatan Dana APP di
Keuskupan Agung Semarang sampel. Sampel penelitian ditentukan dengan
menggunakan metode snowball sampling sampai diperoleh informasi yang
merepresentasikan kondisi penerima manfaat program yang dikelola oleh
informan terpilih sebagai sampel penelitian. Tahap ini akan memberikan deskripsi
cukup jelas mengenai bagaimana kondisi pengelolaan penerima manfaat Program
Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang .
Bagian kedua dari tahap kedua ini akan menganalisis partisipasi umat yang
menjadi sasaran program. Bagian ketiga ini merupakan studi lapangan dengan unit
analisis penerima manfaat Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung
Semarang sampel. Sampel penelitian ditentukan sedemikian rupa (purposive
sampling) sehingga merepresentasikan partisipasi penerima manfaat program
dalam kinerja Program Pemanfaatan Dana APP yang terpilih sebagai sampel
penelitian. Sampel penelitian adalah dua kepanitiaan Program Pemanfaatan Dana
APP yang mempunyai perbedaan jumlah Paroki yang dikelola. Studi lapangan
yang bersifat eksploratif ini akan memberikan deskripsi cukup jelas mengenai
tingkat partisipasi umat penerima manfaat Program Pemanfaatan Dana APP di
Keuskupan Agung Semarang.
Bagian ketiga dari tahap kedua ini menganalisis kompetensi agen
pemberdayaan yang dalam konteks penelitian ini adalah Pengurus PSE Paroki.
Pada bagian keempat ini akan dianalisis apakah ada korelasi antara kompetensi
Pengurus PSE Paroki dengan jumlah proposal yang masuk ke lima kepanitiaan
65
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang. Unit
analisisnya Pengurus PSE Paroki sampel. Sampel penelitian dengan menggunakan
sampling kuota 20 orang. Masing-masing kevikepan dipilih 5 paroki.
Tahap ketiga penelitian digunakan untuk mencapai tujuan penelitian
nomor tiga, yaitu menganalisis potensi keberlanjutan Program Pemanfaatan Dana
APP di Keuskupan Agung Semarang. Tahap ini akan menggunakan hasil
penelitian pada tahap satu dan tahap dua untuk menganalisis potensi keberlanjutan
program. Penelitian dalam tahap ini menggunakan Program Pemanfaatan Dana
APP di Keuskupan Agung Semarang sebagai unit analisis.
3.4.2. Data dan Metode Pengumpulan Data
Beberapa jenis metode pengumpulan data digunakan dalam penelitian ini.
Penelitian ini memanfaatkan dokumen-dokumen yang terkait dengan Program
Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang, baik yang
dipublikasikan maupun yang tidak dipublikasikan, membagikan kuesioner,
wawancara mendalam dan wawancara open-ended dengan pihak-pihak pemangku
kepentingan dalam Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung
Semarang, observasi lapangan secara langsung di wilayah teritorial Program
Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang sampel.
Data yang ingin diperoleh dalam penelitian ini mencakup data kuantitatif
dan data kualitatif mengenai dua perihal. Pertama, data mengenai koherensi
Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang dengan
kerangka kerja Ajaran Sosial Gereja. Kedua, data tentang kinerja tata kelola
66
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang berdasarkan
kategori-kategori community empowerment dalam dimensi Corporate Social
Responbility.
Populasi dalam penelitian ini adalah semua orang yang terlibat dalam
pelaksanaan Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang.
Populasi pertama, semua orang yang terlibat pengelolaan Program Pemanfaatan
Dana APP di Keuskupan Agung Semarang. Populasi pengelola program akan
mendeskripsikan kesesuaian atau ketidaksesuaian pengelolaan Program
Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang dengan parameter
pemberdayaan masyarakat dan Ajaran Sosial Gereja. Populasi yang menjadi
responden terdiri dari:
1. Ketua Panitia APP dan/atau Ketua Komisi PSE Keuskupan Agung Semarang
2. Ketua Panitia APP dan/atau Ketua Komisi PSE Kevikepan Semarang
3. Ketua Panitia APP dan/atau Ketua Komisi PSE Kevikepan Kedu
4. Ketua Panitia APP dan/atau Ketua Komisi PSE Kevikepan Yogyakarta
5. Ketua Panitia APP dan/atau Ketua Komisi PSE Kevikepan Surakarta
6. Tim APP dan/atau Tim PSE Kevikepan Semarang
7. Tim APP dan/atau Tim PSE Kevikepan Kedu
8. Tim APP dan/atau Tim PSE Kevikepan Yogyakarta
9. Tim APP dan/atau Tim PSE Kevikepan Surakarta
10. Romo Paroki di wilayah teritorial Keuskupan Agung Semarang
11. Tim APP dan/atau Tim PSE Paroki di wilayah teritorial Keuskupan Agung
Semarang
67
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Populasi kedua, penerima manfaat Program Pemanfaatan Dana APP di
Keuskupan Agung Semarang. Populasi penerima manfaat program akan
mendeskripsikan tingkat partisipasi penerima manfaat dalam tata kelola Program
Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang.
Sebuah penelitian dengan populasi yang besar tidak selalu harus
menganalisis populasi sebagai obyek penelitian (Sugiyono, 2014:149). Berbagai
keterbatasan menjadi pertimbangan peneliti untuk menggunakan sampel sebagai
representasi populasi, sehingga analisis penelitian akan didasarkan pada data
sampel dan bukan data populasi. Analisis penelitian dengan menggunakan data
sampel mengasumsikan bahwa sampel benar-benar bisa mewakili populasi.
Dalam konteks ini, pemilihan sampel menjadi hal penting yang harus diperhatikan
peneliti, dimana sejumlah syarat terkait dengan kriteria sampel yang baik,
kecukupan jumlah sampel dan prosedur pemilihan sampel secara benar harus
diikuti oleh peneliti.
Penelitian tesis ini juga menggunakan sampel yang diambil dari masing-
masing populasi yang ditentukan dengan mempertimbangkan tingkat
kehomogenen yang cukup tinggi berkaitan dengan keberadaan Program
Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang. Setiap anggota Gereja
yang terlibat dalam tata kelola Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan
Agung Semarang -baik kaum klerus maupun umat- telah mengetahui dan
memahami keberadaan program ini seperti yang telah dipaparkan pada bagian
pendahuluan. Dengan demikian dapat diasumsikan bahwa setiap anggota tim
68
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pengelola telah mempunyai pengetahuan, dan sampai tingkatan tertentu
mempunyai pemahaman yang relatif sama mengenai Program Pemanfaatan Dana
APP di Keuskupan Agung Semarang. Sementara itu berkaitan dengan penerima
manfaat program juga terdapat tingkat kehomogenan yang cukup tinggi,
mengingat program ini ditujukan untuk kelompok yang sama, yaitu kelompok
rentan terhadap kemiskinan yang memerlukan bantuan finansial maupun
pendampingan. Adminitrasi pengajuan dan persyaratan yang ditentukan untuk
mengakses dana dari program ini juga sama untuk di semua tingkatan program.
Data mengenai tingkat koherensi Program Pemanfaatan Dana APP di
Keuskupan Agung Semarang dengan kerangka kerja ASG merupakan data
kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif diambil dari data laporan Program
Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang. Data yang digunakan
dalam penelitian ini mencakup data sampel laporan tahunan Program Pemanfaatan
Dana APP di Keuskupan Agung Semarang selama periode 2011-2012 sampai
dengan periode 2014-2015 yang dilaporkan secara berkala kepada seluruh Paroki
yang terletak di wilayah teritorial Keuskupan Agung Semarang. Sampel dipilih
secara purposive sampling method dengan memperhatikan tingkat representasinya
atas populasi. Sampel dipilih dengan mempertimbangkan jumlah paroki yang
mengakses dana dan prosentase serapan dana berdasarkan peruntukannya. Data
kualitatif menggunakan sampel tokoh yang pendapatnya merepresentasikan
institusi pengelola program.
Data kualitatif tentang faktor pemberdayaan masyarakat dalam
pengelolaan penerima manfaat Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan
69
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Agung Semarang menggunakan sampel penelitian yang ditentukan dengan
menggunakan metode snowball sampling. Wawancara open-ended untuk
mendalami sejauh mana program telah membangun kondisi yang mendorong
potensi masyarakat untuk berkembang; sejauh mana program telah memperkuat
kapasitas atau daya yang dimiliki masyarakat; dan sejauh mana keterlibatan
masyarakat dalam perencanaan, pengembangan, pelaksanaan serta evaluasi
program. Tahap ini dilakukan sampai diperoleh informasi yang
merepresentasikan institusi yang dikelola oleh informan terpilih sebagai sampel
penelitian. Jumlah sampel bukan merupakan penentu dalam penelitian kualitatif
tetapi kemampuan dan kompetensi sampel dalam merepresentasikan pendapat
institusi yang berada dalam populasi.
Penelitian lapangan (field study) difokuskan pada kegiatan observasi
langsung untuk mencari data kualitatif tentang bagaimana partisipasi penerima
manfaat program diaplikasikan dalam kinerja Program Pemanfaatan Dana APP,
dan kegiatan indepth interview untuk mengukur tingkat partisipasi penerima
manfaat baik dengan menggunakan indikator kuantitatif maupun indikator
kualitatif. Selain itu, penelitian lapangan juga digunakan untuk mengumpulkan
data sekunder yang relevan. Studi lapangan dilakukan pada dua sampel
kepanitiaan yang dipilih secara terencana (purposive sampling) berdasarkan
perbedaan jumlah Paroki yang dikelola. Sampel penelitian adalah Program
Pemanfaatan Dana APP di Kevikepan Yogyakarta dengan jumlah Paroki yang
dikelola 31 Paroki dan Program Pemanfaatan Dana APP di Kevikepan Kedu
dengan jumlah Paroki yang dikelola 10 Paroki.
70
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Data mengenai korelasi antara kompetensi Pengurus PSE Paroki dengan
jumlah proposal yang masuk di lima kepanitiaan Program Pemanfaatan Dana APP
di Keuskupan Agung Semarang merupakan data kuantitatif yang dikumpulkan
melalui kuesioner kepada sejumlah sampel yang menjadi responden penelitian.
Data yang diambil dari sampel penelitian dapat memberi gambaran mengenai
keadaan populasi. Sampel penelitian dipilih dengan menggunakan sampling kuota
20 orang. Masing-masing kevikepan dipilih 5 orang dari Paroki yang berbeda.
Kuisioner penelitian dapat dilihat pada lampiran 3.1.
3.4.3. Metode Penelitian dan Analisis Data
Penelitian ini merupakan sebuah studi kasus dengan desain embedded
dimana pendekatan-pendekatan analisis data yang relevan dapat mencakup
hampir di setiap teknik dalam ilmu-ilmu sosial (Yin, 2014:159). Analisis dari
unit-unit terjalin terdapat dalam kasus yang menjadi perhatian utama peneliti,
yaitu Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang. Terdapat
dua macam analisis data, metode analisis kualitatif dan metode analisis kuantitatif.
Analisis kualitatif untuk mengevaluasi tingkat koherensi Program Pemanfaatan
Dana APP di Keuskupan Agung Semarang dengan kerangka kerja ASG;
mengevaluasi kinerja Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung
Semarang apakah telah membangun kondisi yang mendorong, memotivasi dan
membangun kesadaran kapasitas penerima manfaat program; mengevaluasi
kinerja Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang apakah
secara berkelanjutan telah memperkuat kapasitas penerima manfaat program
71
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dalam bentuk pendidikan, pelatihan dan pendampingan; mengevaluasi partisipasi
umat yang menjadi sasaran Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan
Agung Semarang. Analisis kuantitatif untuk mengevaluasi apakah ada korelasi
antara kompetensi Pengurus PSE Lingkungan dengan jumlah proposal yang
masuk ke lima kepanitiaan Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung
Semarang
Analisis kualitatif menggunakan teknik yang diusulkan oleh Miles dan
Huberman (dalam Sugiyono, 2013:404). Aktivitas dalam analisis data terdiri dari
data reduction, data display, dan conclusion verification. Aktivitas ini dilakukan
pada saat pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data
dalam periode tertentu. Analisis data dilakukan secara interaktif dan berlangsung
secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya mencapai titik jenuh.
Langkah-langkah analisis ditunjukkan pada gambar 3.1 (Sugiyono, 2013:405).
GAMBAR 3.1 KOMPONEN ANALISIS DATA
Periode Pengumpulan Data
.....................................................
Reduksi data
Selama Setelah
Display data ANALISIS
Selama Setelah
Kesimpulan/verifikasi
Selama Setelah
72
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Berdasarkan gambar 3.1 maka langkah-langkah analisis data dengan
menggunakan metode analisis kualititatif adalah sebagai berikut.
1) Data yang diperoleh dari lapangan yang bersumber dari: dokumen, rekaman
arsip, wawancara, observasi langsung, dan observasi pemeran dicatat secara
teliti dan rinci.
2) Menganalisis data melalui reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum,
memilih hal-hal penting, memfokuskan pada hal-hal yang terkait dengan
proposisi teori yang telah dipilih sesuai tujuan penelitian, mengelompokkan
berdasarkan kategori terpilih dan membuang yang tidak perlu
3) Mendisplay data. Mendisplay data berarti menyajikan hasil analisis tahap 2
dalam pola-pola yang terstruktur. Dalam penelitian ini data selain disajikan
dalam bentuk teks yang bersifat naratif juga berupa flowchart, tabel, grafik
maupun bagan kinerja.
4) Menarik kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan dalam penelitian ini akan
berupa temuan baru yang telah teruji berupa deskripsi kasus Program
Pemanfaatan Dana APP di Keusupan Agung Semarang yang selanjutnya akan
dikonstruksikan dalam tema peneitian.
Sementara itu, analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan teknik
korelasi product moment data tunggal untuk sampel kecil. Analisis dengan teknik
ini mensyaratkan: sampel jumlah subyeknya kurang dari 30 orang; variabel yang
akan dikorelasikan berbentuk gejala yang bersifat kontinyu atau data ratio dan
data interval; sampel yang diteliti mempunyai sifat homogen atau mendekati
73
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
homogen; dan regresinya merupakan regresi linear (Hartono, 2012:78-79).
Teknik korelasi product moment ini akan digunakan untuk menganalisis korelasi
antara kompetensi Pengurus PSE Paroki dengan jumlah proposal yang masuk di
lima kepanitiaan Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung
Semarang.
Penerapan teknik korelasi product moment dalam penelitian ini dengan
urutan sebagai berikut.
1) Merumuskan hipoteses alternatif (Ha) dan hipotesis nihil (Ho)
a. Ha = Ada korelasi positif yang signifikan antara jumlah proposal yang
masuk (variabel X) di lima kepanitiaan Program Pemanfaatan Dana
APP di Keuskupan Agung Semarang dengan kemampuan Pengurus
PSE Lingkungan sebagai agen pemberdayaan (variabel Y)
b. Ho = Tidak ada korelasi positif yang signifikan antara jumlah proposal
yang masuk (variabel X) di lima kepanitiaan Program Pemanfaatan
Dana APP di Keuskupan Agung Semarang dengan kemampuan
Pengurus PSE Lingkungan sebagai agen pemberdayaan (variabel Y)
.
2) Melakukan perhitungan untuk menentukan koefisien korelasi product moment.
Proses perhitungan koefisien korelasi product moment menggunakan rumus
sebagai berikut.
Rxy = N∑ ∑ ∑− ))(( YXXY
( )[ ] ( )[ ]∑ ∑∑ ∑ −−2222 . YYNXXN
74
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3) Menginterprestasikan hasil perhitungan koefisien korelasi dengan
mempergunakan pedoman pada tabel 3.1.
TABEL 3.1 TABEL INTERPRETASI
KOEFISIEN KORELASI PRODUCT MOMENT
Besarnya “r” Product Moment
Interprestasi
0,00 - 0,200
0,200 - 0,400 0,400 - 0,700 0,700 - 0,900 0,900 - 1,000
Korelasi anatara variabel X dengan variabel Y sangat lemah/rendah sehingga dianggap tidak ada korelasi. Korelasinya lemah atau rendah Korelasinya sedang atau cukup Korelasinya kuat atau tinggi Korelasinya sangat kuat atau sangat tinggi
75
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV
DESKRIPSI PELAKSANAAN
PROGRAM PEMANFAATAN DANA APP
DI KEUSKUPAN AGUNG SEMARANG
4.1. Pengantar
Bab IV merupakan studi dokumen yang bersumber dari dokumen
dokumen yang diterbitkan oleh Panitia Aksi Puasa Pembangunan Keuskupan
Agung Semarang dan Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi Keuskupan Agung
Semarang maupun KWI. Bab ini penting untuk diuraikan terlebih dahulu sebelum
pemaparan mengenai hasil analisis dan sintesis temuan penelitian dan teori agar
dapat diperoleh gambaran hasil evaluasi secara komprehensif mengenai Program
Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang.
Pemaparan pada Bab IV akan mencakup tiga hal. Pertama, deskripsi
mengenai Gambaran Umum Keuskupan Agung Semarang. Kedua, mekanisme
kinerja Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang. Ketiga,
capaian kinerja Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang
selama empat tahun, yaitu capaian kinerja periode tahun 2011 - 2012 sampai
dengan 2014 - 2015.
76
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4.2. Gambaran Umum Keuskupan Agung Semarang
Keuskupan Agung Semarang memiliki wilayah pelayanan pastoral seluas
21.200 km2. Hampir seluruh Jawa Tengah, kecuali kabupaten Rembang dan
kabupaten Blora. Data statistik tahun 2011 dan perkembangan paroki hingga
tahun 2012 menunjukkan bahwa umat katolik Keuskupan Agung Semarang
sebanyak 354.901 jiwa.
Tanggung Jawab kepemimpinan pelayanan pastoral Keuskupan Agung
Semarang ada pada Uskup Diosesan Keuskupan Agung Semarang. Uskup
memiliki kuasa, baik kuasa legislatif, eksekutif dan yudisial menurut norma
hukum (kanon 391§1). Kuasa legislatif dijalankan Uskup sendiri; kuasa eksekutif
dijalankan baik sendiri maupun melalui Vikaris Jendral atau Vikaris Episkopal
menurut norma hukum; kuasa yudisial dijalankan sendiri maupun lewat Vikaris
Yudisial dan para hakim menurut norma hukum (kanon 391§2).
Selanjutnya, untuk mendukung pelayanan kepemimpinannya, uskup
Diosesan mengangkat Vikaris Episkopal. Di Keuskupan Agung Semarang, uskup
mengangkat empat Vikaris Episkopal, masing-masing untuk Kevikepan Semarang,
Kevikepan Surakarta, Kevikepan Kedu dan Kevikepan Daerah Istimewa
Yogyakarta. Di setiap kevikepan terdiri beberapa paroki yang masing-masing
paroki dipimpin seorang Pastor Paroki dengan bekerja sama dengan Pastor
Pembantu atau Diakon dan umat. Kepemimpinan Pastor Paroki di bawah otoritas
77
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Uskup Diosesan. Dengan kata lain, dalam kaitannya dengan paroki,
kepemimpinan Pastor Paroki adalah mengambil bagian dalam kepemimpinan
Uskup Diosesan yang dilandasi dengan semangat ketaatan.
Terdapat 100 Paroki/Kuasi Paroki/Paroki Adminitrasi di Keuskupan
Agung Semarang. Paroki-paroki tersebut terbagi di empat Kevikepan, yaitu
Kevikepan Semarang , Kevikepan Surakarta , Kevikepan Kedu , dan kevikepan
DIY . Paroki-paroki yang terdapat di Keuskupan Agung Semarang dapat dilihat
pada tabel berikut ini.
TABEL 4.1 TABEL JUMLAH PAROKI DI KEUSKUPAN AGUNG SEMARANG
No Nama Kevikepan
Jumlah Paroki
Paro
ki
Paro
ki
Kua
si
Paro
ki
Adm
initr
asi
1 Kevikepan Semarang 26 1 2
2 Kevikepan Kedu 10 - -
3 Kevikepan Yogyakarta 30 1 2
4 Kevikepan Surakarta 23 2 3
Jumlah 89 4 7
Jumlah Keseluruhan 100 Sumber: Personalia Paroki dan DKP Keuskupan Agung Semarang
78
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4.3. Mekanisme Alur Kerja Program Pemanfaatan Dana APP Keuskupan
Agung Semarang.
Seperti yang telah diuraikan pada bagian pendahuluan, masa Pra-Paskah
selain merupakan masa untuk olah kesalehan pribadi juga merupakan masa untuk
mengembangkan solidaritas kemanusiaan dengan menghimpun dana dari umat
selama masa puasa. Dana yang terkumpul disebut Dana Aksi Puasa
Pembangunnan Nasional. Dana Aksi Puasa Pembangunan merupakan wujud
keterlibatan umat Katolik dalam membangun dan menegakkan Kerajaan Allah
dengan menghayati solidaritas Kristus kepada manusia dengan menderita dan
wafat di kayu salib. Dengan kata lain, Aksi Puasa Pembangunan adalah gerakan
pengambilalihan dalam penderitaan dan wafat Tuhan Yesus demi kesejahteraan,
kedamaian, dan keadilan sosial bagi semua manusia. Dengan Aksi Puasa
Pembangunan diharapkan terjadi gerakan pemberdayaan masyarakat yang
merupakan wujud dari pelayanan yang mengutamakan kaum kecil, lemah, miskin,
tersingkir dan difabel (Pedoman Aksi Puasa Pembangunan Keuskupan Agung
Semarang, 2009:17)
Hasil kotak Aksi Puasa Pembangunan yang dilakukan selama masa
Pra-Paskah dan Minggu Palma dari paroki-paroki yang terletak di wilayah
teritorial Keuskupan Agung Semarang setelah dikurangi 25% 6 dari jumlah
6 Jumlah ini akan digunakan untuk Program Pemanfaatan Dana Aksi Puasa Pembangunan yang dikelola di tingkat Paroki.
79
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
keseluruhan dan biaya pelaksanaan untuk selanjutnya akan dihimpun di
Keuskupan Agung Semarang. Bersama dengan keuskupan-keuskupan yang lain,
Keuskupan Agung Semarang akan mengirim 15 % ke Panitia Program
Pemanfaatan Dana APP Nasional di Jakarta, 10 % untuk Dana Solidaritas
Antarkeuskupan Konperensi Wali Gereja, 5% untuk Karitas Indonesia Konperensi
Wali Gereja dan 45% untuk pembinaan dan pengembangan karya sosial ekonomi
di keuskupan masing-masing. Di Keuskupan Agung Semarang, dari jumlah 45 %
tersebut, 25% dikelola oleh empat kepanitian Pemanfaatan Dana APP di tingkat
kevikepan dan 20 % sisanya dikelola oleh Panitia Pemanfaatan Dana APP
Keuskupan Agung Semarang. Prosentase pembagian kolekte APP di Keuskupan
Agung Semarang dapat dilihat dalam diagram 4.1.
Berdasarkan Buku Pedoman Aksi Puasa Pembangun Keuskupan Agung
Semarang (2009), Dana APP diharapkan dapat memberikan dukungan baik dalam
bidang pelayanan karitatif maupun bidang pelayanan pemberdayaan dan
pengembangan ekonomi. Selanjutnya, penerima manfaat yang mengakses dana
APP dapat dibedakan menjadi empat, yaitu:
1. penerima manfaat perorangan yang bersifat karitatif,
2. penerima manfaat perorangan yang bersifat pemberdayaan dan
pengembangan sosial ekonomi,
80
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3. penerima manfaat kelompok yang bersifat pemberdayaan dan pengembangan
sosial ekonomi,
4. sekolah/yayasan/lembaga pendidikan.
Dana APP diakses oleh penerima manfaat dengan mengirim proposal yang
ditujuan kepada Panitia Aksi Puasa Pembangunan. Terkait dengan hal ini, tujuan
proposal bisa ke Panitia APP di tingkat Paroki, Panitia APP di tingkat Kevikepan
maupun Panitia APP di tingkat Keuskupan.
DIAGRAM 4.1 PEMBAGIAN KOLEKTE DANA APP
DI KEUSKUPAN AGUNG AGUNG SEMARANG
Sumber: Dokumen Laporan Pemanfaatan Dana APP di KAS
81
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Proposal yang dikirim disertai dengan lembar rekomendasi. Proposal
kegiatan yang diajukan kepada Panitia APP di tingkat Keuskupan oleh
umat/masyarakat umum rekomendasinya dibuat oleh Romo Paroki tempat
kegiatan tersebut dilangsungkan atau oleh Panitia APP Paroki yang diketahui oleh
Romo Paroki. Proposal kegiatan yang diajukan kepada Panitia APP di tingkat
Kevikepan oleh umat/masyarakat umum rekomendasinya dibuat oleh Ketua PSE
Lingkungan/Panitia APP Paroki/Panitia PSE Paroki/Tim DanPaMis Paroki atau
Romo Paroki. Proposal kegiatan yang diajukan kepada Panitia APP baik di
tingkat Kevikepan maupun di tingkat keuskupan oleh lembaga/yayasan
rekomendasinya dibuat oleh lembaga atau ketua yayasan yang bersangkutan
(Dokumen Laporan Pemanfaatan Dana APP).
Pemanfaatan dana APP di bidang pengembangan sosial dan ekonomi di
semua tingkat ditangani oleh Tim PSE. Secara nasional ditangani oleh Komisi
Pengembangan Sosial Ekonomi Konperehensi Waligereja Indonesia atau disebut
sebagai Komisi PSE KWI. Sedangkan pelaksanaannya di setiap keuskupan
ditangani oleh Komisi PSE Keuskupan. Komisi PSE di Keuskupan Agung
Semarang dalam ketugasannya dibantu oleh Komisi PSE Kevikepan, yaitu Komisi
PSE Kevikepan Semarang, Komisi PSE Kevikepan Kedu, Komisi PSE Kevikepan
Yogyakarta dan Komisi PSE Kevikepan Surakarta. Untuk kepentingan koordinasi
paroki-paroki dalam wilayah tertentu yang menjadi bagian dari suatu kevikepan,
82
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
setiap Komisi PSE Kevikepan dipecah lagi menjadi beberapa Tim Kerja PSE
Rayon. Penggerak dan penyelenggara karya pastoral bidang PSE di tingkat yang
paling dasar terselenggara di paroki-paroki yang disebut Tim Kerja PSE Paroki
yang beranggotakan Tim PSE Lingkungan sejumlah lingkungan yang berada
dalam wilayah teritorial sebuah paroki.
Ketugasan Tim Kerja PSE Lingkungan sangatlah vital dan penting karena
lingkungan merupakan komunitas basis yang mempunyai banyak peluang untuk
bertemu dan mengenal satu sama lain. Tim Kerja PSE Lingkungan berperan
sebagai motivator dan inspirator yang memfasilitasi dan menciptakan gerakan
karya kasih dan solidaritas dalam kerangka penguatan ekonomi dan kesejahteraan
bersama. Penerima manfaat Program Pemanfaatan Dana APP dalam kategori
pengembangan sosial dan ekonomi di tingkat Paroki merupakan hasil
rekomendasi dari TIM PSE Lingkungan. Demikian juga dengan Program
Pemanfaatan Dana APP di tingkat Kevikepan, merupakan rekomendasi dari Tim
PSE Paroki yang diusulkan dan disetujui oleh Tim PSE Lingkungan.
Terkait dengan hal di atas, maka Tim Kerja PSE Paroki memiliki
tanggung jawab untuk meningkatkan kemampuan para penggerak di Tim Kerja
PSE Lingkungan. Tim Kerja PSE Paroki juga berfungsi sebagai koordinator
dalam penyelenggaraan pelatihan-pelatihan dan penyedia fasilitas yang diperlukan
untuk pengembangan dinamika sosial ekonomi. Seperti yang telah disinggung di
83
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
paragraf sebelumnya, dalam konteks ini, Tim Kerja PSE Paroki juga selalu
berkoordinasi dan bekerja sama dengan Komisi PSE Kevikepan terutama dalam
hal rekomendasi calon penerima manfaat Program Pemanfaatan Dana APP di
tingkat Kevikepan dan pendampingan kepada penerima manfaat Program
Pemanfaatan Dana APP di tingkat Kevikepan untuk kategori pemberdayaan
masyarakat.
Komisi PSE Kevikepan dalam perannya tidak melayani umat secara
langsung tetapi pada porsi memberi inspirasi, motivasi, fasilitas, subsidi dan
kesempatan agar terjadi gerakan-gerakan di Paroki. Fungsi sebagai koordinator
jaringan antarparoki dalam hal ini lebih dominan. Demikian juga dengan Komisi
PSE Keuskupan, Tim Kerja Komisi PSE Keuskupan tidak melayani umat secara
langsung. Ketugasannya sama dengan Komisi PSE Kevikepan. Perbedaannya
hanya terletak pada keluasan wilayah teritorialnya.
Flow chart mekanisme akses Dana APP oleh penerima manfaat Program
Pemanfaatan Dana APP berbasis paroki dan Struktur Tim Kerja PSE di
Keuskupan Agung Semarang dapat dideskripsikan dalam gambar 4.1 dan gambar
4.2 berikut ini.
84
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
GAMBAR 4.1 FLOW CHART MEKANISME AKSES DANA APP DI KEUSKUPAN AGUNG SEMARANG
Sumber: Diolah oleh Bernadetta Rini Susanti dari Berbagai Sumber
85
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
GAMBAR 4.2 STUKTUR TIM KERJA PSE KEUSKUPAN AGUNG SEMARANG
Sumber: Diolah oleh Bernadetta Rini Susanti dari Berbagai Sumber
86
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Dalam Pedoman Pastoral Tim Kerja Paroki (2009:37) disebutkan bahwa
tim ini dibentuk untuk menanggapi kebutuhan sosial umat dan masyarakat melalui
pelayanan-pelayanan langsung dan usaha-usaha menegakkan keadilan sesuai
dengan prinsip-prinsip moral dan iman kristiani. Pelayanan diarahkan kepada
pemberdayaan dan kemandirian masyarakat. Prioritas dari pelayanan PSE di
Keuskupan Agung Semarang adalah kaum kecil, lemah, miskin, tersingkir dan
difabel. Bidang pelayanan PSE secara garis besar dapat dipaparkan sebagai
berikut (Pedoman Pastoral Tim Kerja PSE Paroki, 2009:38-54).
1. Pengumatan Spiritualitas PSE
Pengumatan spiritualitas PSE ini juga sering disebut animasi dan
konsientisasi. Diharapkan dengan animasi dan konsientisasi tumbuh suatu
kehidupan sosial yang menerangi serta menghormati inisiatif dan
kegiatan-kegiatan bersama; lahirnya kesadaran dan sikap keterlibatan sosial
dalam cinta kasih; tumbuh dan berkembangnya solidaritas antarmanusia; serta
semakin bersemangatnya para penggerak dan aktivis sosial ekonomi
kemasyarakatan sehingga dinamika dan kreativitas dalam karya pelayanan
dan pemberdayaan masyarakat semakin signifikan dan relevan.
2. Pelayanan Karitatif
Pelayanan karitatif merupakan pelayanan karena kasih karena situasi
khusus, dimana pertolongan harus segera diberikan. Prioritasnya adalah orang
87
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
miskin atau berkesusahan karena bencana alam atau musibah yang
membutuhkan bantuan untuk mencukupi kebutuhan pokoknya baik makan,
pakaian maupun tempat tinggal. Untuk kepentingan ini ada kewajiban dalam
Gereja Katolik untuk menyisihkan sebagian dana kolekte dan persembahan
guna membantu umat dan masyarakat miskin. Di Keuskupan Agung
Semarang saat ini besarnya prosentase Dana Papa Miskin (Danpamis) adalah
15 % dari kolekte dan persembahan.
3. Pengembangan Masyarakat
Keterlibatan Gereja dalam pembangunan manusia dengan mengupayakan
kekuatan untuk mengentaskan kemiskinan. Gereja menyadari akan panggilan
ini dan melalui komisi PSE berusaha menemukan cara-cara yang efektif guna
melibatkan diri dalam mengentaskan kelompok masyarakat miskin melalui
upaya:
a. pengembangan pertanian lestari,
b. pengembangan usaha kooperatif dalam konteks kemandirian melalui
lembaga keuangan mikro,
c. pengembangan wirausaha,
d. pengembangan lingkungan hidup menuju keutuhan ciptaan,
e. pengembangan ekonomi rumah tangga,
f. pengembangan sosio-budaya masyarakat.
88
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4. Pengembangan Jaringan Kerjasama
Arus Globalisasi yang sudah merambah di seluruh dunia terutama
menyangkut relasi sosial ekonomi. Akibat dari arus globalisasi antara lain
munculnya berbagai kesenjangan. Salah satu upaya menanggulangi persoalan
ini adalah dengan mengembangkan kerja sama dengan banyak pihak yang
berkepentingan.
5. Penelitian dan Pengembangan Karya Pastoral PSE
Partisipasi Gereja dalam pembangunan masyarakat yang mandiri
ditantang untuk semakin realistis berdasarkan fakta kebutuhan masyarakat.
Pengenalan masyarakat atas dasar petunjuk-petunjuk dan faktor-faktor yang
tepat sangat membantu perumusan program yang sesuai dengan kondisi hidup
masyarakat.
6. Pemantapan Struktur Pelayanan PSE
Struktur pelayanan komisi PSE mulai dari tingkat nasional sampai tingkat
umat basis kristiani menunjukkan sikap mengabdi bagi kepentingan
masyarakat. Struktur pelayanan PSE harus dipandang sebagai wujud
solidaritas kristiani berhadapan dengan keprihatinan sosial ekonomi
masyarakat. Tim kerja Komisi PSE di tingkat keuskupan, kevikepan, paroki,
stasi, wilayah maupun lingkungan perlu terus menerus membenahi corak dan
cara pelayanan sehingga fungsi pelayanan menjadi nyata dan bermanfaat bagi
89
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
peningkatan taraf kesejahteraan kelompok/pribadi masyarakat.
7. Hari Pangan Sedunia (HPS)
Kehadiran gerakan HPS dalam hidup menggereja pada saat ini semakin
meluas. Gerakan ini juga memperlihatkan pertumbuhan kemampuan untuk
membuka diri pada perubahan sosial yang terkait dengan persoalan pangan
masyarakat. Pada akhirnya kemurahan hati untuk berbagi semakin
memperkuat gerakan HPS sebagai suatu gerakan moral dalam persekutuan
gerejawi yang merangkul semua orang yang berkehendak baik.
4.4. Capaian Kinerja Program Pemanfaatana Dana APP di Keuskupan
Agung Semarang Periode Tahun 2011 - 2012 sampai dengan Tahun
2014 - 2015.
Pada sub bab ini akan dipaparkan mengenai capaian kinerja Program
Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang selama empat periode,
yaitu periode tahun 2011 - 2012 sampai dengan tahun 2014 - 2015. Paparan
mengenai capaian kinerja selama empat periode tahun anggaran ini akan
mencakup tiga hal. Pertama, perbandingan antara jumlah penerimaan kolekte dana
APP dari umat dan jumlah yang dikelola. Kedua, rekapitulasi pemanfaatan dana
APP berdasarkan kategori bidang perhatian. Ketiga, rekapitulasi jumlah paroki
yang mengakses dana di lima kepanitiaan APP di Keuskupan Agung Semarang.
90
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4.4.1. Keterserapan Dana Program Pemanfaatan Dana Aksi Puasa
Pembangunan di Keuskupan Agung Semarang Periode Tahun
Anggaran 2011-2012 sampai dengan 2014-2015.
Data lapangan programasi dan implementasinya di tingkat basis dari
dokumen Laporan Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang dari
tahun anggaran 2011-2012 sampai dengan tahun anggaran 2014-2015 dapat kita
ketahui bahwa jumlah keseluruhan nominal yang dikelola di Keuskupan Agung
Semarang di lima kepanitiaan selama empat periode adalah sebesar
Rp 7.094.133.202. Terdapat fenomena yang menarik dari data jumlah dana yang
diterima. Terdapat kenaikan yang signifikan pada setiap tahun anggaran. Tahun
anggaran 2011-2012 sejumlah Rp 1.465.317.274, tahun anggaran 2012-2013
sejumlah Rp 1.666.930.416, tahun anggaran 2013-2014 sejumlah
Rp 1.863.120.511., dan tahun anggaran 2014-2015 sejumlah Rp 2.098.765.001.
Fenomena kenaikan dana APP yang diterima oleh Panitia Pemanfaatan Dana
APP di Keuskupan Agung Semarang, berdasarkan data, tidak diimbangi dengan
pemanfaatan yang maksimal. Dokumen Laporan Pemanfaatan Dana APP di
Keuskupan Agung Semarang dari tahun anggaran 2011-2012 sampai dengan tahun
anggaran 2014-2015 menunjukkan bahwa dana belum terserap seluruhnya.
Dari jumlah Rp 7.974.303.076 selama empat tahun anggran baru terserap
Rp 4.361.133.202. Dengan rincian, tahun anggaran 2011-2012 sejumlah
91
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Rp 1.135.284.300., tahun anggaran 2012-2013 sejumlah Rp 1.207.701.000., tahun
anggaran 2013-2014 sejumlah Rp 924.166.000., dan tahun anggaran 2014-2015
sejumlah Rp 1.094.738.000.
Digram 4.2 memperlihatkan dengan jelas perbandingan jumlah dana
yang diterima dan jumlah dana yang mampu dikelola oleh Panitia Pemanfaatan
Dana APP di Keuskupan Agung Semarang selama empat periode tahun anggaran.
Prosentase ketermanfaatan dana APP selama tahun anggaran 2011-2012 sampai
dengan tahun anggaran 2014-2015 baru mencapai 61%. Kondisi terburuk
ketermanfaatan dana APP terjadi pada tahun anggaran 2013 - 2014 yang hanya
sebesar 50%. Kondisi terbaik ketermanfaatan dana dicapai pada tahun anggaran
2012-2013 yaitu sebesar 72%. Tidak terdapat catatan argumentasi mengenai
fluktuasi besaran keterserapan dana yang disertakan pada dokumen Laporan
Pemanfaatan APP di Keuskupan Agung Semarang
Apabila data keterserapan dana APP di Keuskupan Agung Semarang
dikelompokkan menurut kepanitiaan pengelola maka Panitia APP Keuskupan
Agung Semarang keterserapan dana APP-nya paling rendah. Rerata prosentase
dana yang dikelola selama empat periode tahun anggaran hanya mencapai 36 %.
Panitia APP Kevikepan Kedu menduduki peringkat tertinggi dalam
keterserapan dana, yaitu 92 % selama empat tahun anggaran. Kemudian
berturut-turut Panitia APP Kevikepan Yogyakarta mencapai 85%,
92
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Panitia APP Kevikepan Surakarta mencapai 83%, dan Panitia APP Kevikepan
Semarang sebesar 73%. Diagram 4.3 mendeskripsikan uraian pada paragraf ini.
DIAGRAM 4.2.
PERBANDINGAN JUMLAH PENERIMAAN DAN PEMANFAATAN DANA
PROGRAM PEMANFAATAN DANA APP DI KEUSKUPAN AGUNG SEMARANG
PERIODE TAHUN ANGGARAN 2011-2012 SAMPAI DENGAN 2014-2015
Sumber: Diolah oleh Bernadetta Rini Susanti dari Dokumen Pemanfaatan Dana APP di KAS
93
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DIAGRAM 4.3. PROSENTASE KETERSERAPAN DANA APP
DI KEUSKUPAN AGUNG SEMARANG BERDASARKAN LIMA PANITIA PENGELOLA
PERIODE TAHUN ANGGARAN 2011-2013 SAMPAI DENGAN 2014-2015
Sumber: Diolah oleh Bernadetta Rini Susanti dari Dokumen Pemanfaatan Dana APP di KAS
4.4.2. Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang Berdasarkan
Lima Kategori Bidang Perhatian Periode Tahun Anggaran 2011-2012
sampai dengan 2014-2015.
Bertolak dari dari tujuan akhir yang ingin dicapai dalam ber-APP seperti
yang telah diuraikan di bagian pendahuluan, Panitia APP Keuskupan Agung
Semarang menetapkan pemanfaatan dana APP untuk lima kategori. pemanfaatan.
Pertama, kategori karitatif kemanusiaan. Kedua, kategori motivasi-animasi. Ketiga,
kategori bantuan pendidikan. Keempat, kategori bidang sosial kemasyarakatan dan
94
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pengembangan kemasyarakatan. Kelima, kategori bidang sarana-prasarana yang
dikhususkan untuk merenovasi sarana-prasarana yang rusak atau timbul akibat
bencana alam atau musibah (Panitia APP Keuskupan Agung Semarang, 2012:3).
Secara lebih rinci, Dokumen Laporan Pertanggungjawaban Pemanfaatan Dana
APP Tahun 2013 yang disusun Panitia APP Keuskupan Agung Semarang
menetapkan pemanfaatan Dana APP seperti berikut ini.
1. Bidang karitatif
a. Bantuan untuk rehap rumah sederhana.
b. Bantuan untuk korban musibah atau bencana.
c. Bantuan untuk pengobatan dan perawatan orang sakit.
2. Bidang motivasi
a. Bantuan bagi kelompok kategorial yang dipergunakan untuk
retret/rekoleksi dan pelatihan/kaderisasi.
b. Bantuan bagi kelompok teritorial yang dipergunakan untuk
retret/rekoleksi dan pelatihan/kaderisasi.
c. Bantuan bagi mahasiswa yang dipergunakan untuk retret/rekoleksi dan
pelatihan/kaderisasi.
d. Bantuan bagi guru dan aktivis sosial yang dipergunakan untuk kegiatan
pengembangan diri
95
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3. Bidang pendidikan
a. Bantuan sarana-prasarana dan sarana pendukung pendidikan.
b. Bantuan ujian akhir.
c. Bantuan penyelesaian skripsi untuk mahasiswa.
4. Bidang Pemberdayaan Masyarakat
a. Bantuan untuk pembangunan sarana dan fasilitas umum.
b. Bantuan untuk penambahan modal usaha kecil.
c. Bantuan untuk usaha-usaha di bidang peternakan.
d. Bantuan untuk sarana pendukung kerja.
e. Bantuan untuk pelatihan-pelatihan dan kaderisasi untuk meningkatkan
ketrampilan mengembangkan usaha.
Data ketermanfaatan dana APP berdasarkan kategori bidang perhatian
yang dikelola oleh lima panitia Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan
Agung Semarang selama empat periode tahun anggaran dapat dicermati di empat
tabel berikut ini. Tabel 4.2 merupakan rekapitulasi pemanfaatan dana APP periode
tahun anggaran 2011-2012. Tabel 4.3 merupakan rekapitulasi pemanfaatan dana
APP periode tahun anggaran 2012-2013. Tabel 4.4 merupakan rekapitulasi
pemanfaatan dana APP periode tahun anggaran 2013-2014. Tabel 4.5 merupakan
rekapitulasi pemanfaatan dana APP periode tahun anggaran 2014-2015.
96
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
TABEL 4.2 REKAPITULASI KETERMANFAATAN DANA APP
DI KEUSKUPAN AGUNG SEMARANG BERDASARKAN KATEGORI BIDANG PERHATIAN
PERIODE TAHUN ANGGARAN 2011-2012
Bidang Proposal
Jumlah
Jumlah Bantuan (Rp)
Jumlah
Prosen (%)
Jumlah KAS Sem. Kedu Sura. Yog. KAS Sem. Kedu Sura. Yog. KAS Sem. Kedu Sura. Yog.
Karitatif Musibah
31 0 13 7 9 60 64.450.000 0 21.750.000 9.000.000 7.400.000 102.600.000 15,75 0 12,93 4,47 3,79 9,04
Karitatif Sakit
59 17 26 20 93 215 132.759.300 37.300.000 38.988.000 15.850.000 66.450.00 291.347.300 32,44 23,19 21,99 7,87 34,02 25,67
Motivasi Kaum Muda Kategorial
30 3 0 6 10 49 35.925.000 4.500.000 0 4.500.000 3.550.000 48.475.000 8,75 2,80 0 2,23 1,82 4,27
Motivasi kaum Muda Teritorial
8 0 0 6 7 21 7.700.000 0 0 4.750.000 2.050.000 14.500.000 1,88 0 0 2,36 1,05 1,28
Motivasi Mahasiswa
21 1 0 3 19 44 23.590.000 3.000.000 0 2.000.000 4.500.000 33.090.000 5,76 1,87 0 0,99 2,30 2,92
97
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
TABEL 4.2 REKAPITULASI KETERMANFAATAN DANA APP
DI KEUSKUPAN AGUNG SEMARANG BERDASARKAN KATEGORI BIDANG PERHATIAN
PERIODE TAHUN ANGGARAN 2011-2012
Tabel 4.2,lanjutan
Bidang Proposal
Jumlah
Jumlah Bantuan (Rp)
Jumlah
Prosen (%)
Jumlah KAS Sem. Kedu Sura. Yog. KAS Sem. Kedu Sura. Yog. KAS Sem. Kedu Sura. Yog.
Motivasi Tokoh & Guru
7 5 0 8 11 31 8.250.000 5.750.000 0 5.400.000 4.800.000 24.200.000 2,02 3,57 0 2,68 2,46 2,13
Pendidikan Bea Siswa
15 0 44 48 93 200 19.098.000 0 38.897.500 15.075.000 50.552.500 123.624.000 4,67 0 23,13 7,48 25,88 10,89
Pendidikan Prasarana
5 0 0 0 0 5 7.000.000 0 0 0 0 7.000.000 1,71 0 0 0 0 0,62
Pendidikan Mahasiswa
24 0 6 5 46 81 23.800.000 0 8.400.000 4.500.000 22.342.000 59.042.000 5,82 0 5,00 2,23 11,44 5,20
Sosek Medis
9 1 3 4 2 19 25.000.000 1.500.000 5.500.000 7.000.000 1.340.000 40.340.000 6,11 0,93 3,27 3,48 0,69 3,55
98
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
TABEL 4.2 REKAPITULASI KETERMANFAATAN DANA APP
DI KEUSKUPAN AGUNG SEMARANG BERDASARKAN KATEGORI BIDANG PERHATIAN
PERIODE TAHUN ANGGARAN 2011-2012
Tabel 4.2,lanjutan
Bidang Proposal
Jumlah
Jumlah Bantuan (Rp)
Jumlah
Prosen (%)
Jumlah KAS Sem. Kedu Sura. Yog. KAS Sem. Kedu Sura. Yog. KAS Sem. Kedu Sura. Yog.
Sosek Motivasi
2 2 3 6 15 18 2.600.000 22.065.000 7.181.500 19.250.000 2.500.000 53.596.500 0,64 13,72 4,27 9,56 1,28 4,72
Sosek
Pemberdayaan
37 52 30 106 37 262 52.600.000 86.700.000 37.450.000 113.100.000 26.750.000 316.600.000 12,85 53,91 23,46 56,15 13,70 27,89
Sosek Prasarana
3 0 4 1 4 12 6.500.000 0 10.000.000 1.000.000 3.070.000 20.570.000 1,59 0 5,95 0,50 1,57 1,81
Jumlah
251 81 129 220 336 1017 409.272.300 160.815.000 168.167.000 201.425.000 195.605.000 1.135.284.300 100% 100% 100% 100% 100% 100%
Sumber: Diolah oleh Bernadetta Rini Susanti dari Dokumen Laporan Pemanfaatan Dana APP di KAS
99
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
TABEL 4.3 REKAPITULASI KETERMANFAATAN DANA APP
DI KEUSKUPAN AGUNG SEMARANG BERDASARKAN KATEGORI BIDANG PERHATIAN
PERIODE TAHUN ANGGARAN 2012-2013
Bidang Proposal
Jumlah
Jumlah Bantuan (Rp)
Jumlah
Prosen (%)
Jumlah KAS Sem. Kedu Sura. Yog. KAS Sem. Kedu Sura. Yog. KAS Sem. Kedu Sura. Yog.
Karitatif Musibah
20 1 10 12 8 51 39.500.000 1.000.000 18.300.000 12.400.000 7.290.000 78.490.000 15,84 0,49 11,97 4,30 3,03 6,93
Karitatif Sakit
56 7 38 48 99 248 102.200.000 16.500.000 50.400.000 40.8000.000 94.280.000 304.180.000 40,99 8,16 32,98 14,15 39,19 26,84
Motivasi Kaum Muda Kategorial
13 3 1 6 14 37 13.000.000 4.500.000 500.000 4.550.000 6.050.000 28.600.000 5,21 2,22 0,33 1,58 2,52 2,52
Motivasi kaum Muda Teritorial
5 3 1 4 19 32 6.500.000 3.950.000 500.000 3.800.000 11.500.000 26.250.000 2,61 1,95 0,33 1,32 4,78 2,32
Motivasi Mahasiswa
22 0 0 3 20 45 23.100.000 0 0 2.500.000 8.200.000 33.800.000 9,26 0 0 0,87 3,14 2,32
100
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
TABEL 4.3 REKAPITULASI KETERMANFAATAN DANA APP
DI KEUSKUPAN AGUNG SEMARANG BERDASARKAN KATEGORI BIDANG PERHATIAN
PERIODE TAHUN ANGGARAN 2012-2013
Tabel 4.3, lanjutan
Bidang Proposal
Jumlah
Jumlah Bantuan (Rp)
Jumlah
Prosen (%)
Jumlah KAS Sem. Kedu Sura. Yog. KAS Sem. Kedu Sura. Yog. KAS Sem. Kedu Sura. Yog.
Motivasi Tokoh & Guru
7 6 0 10 9 32 6.200.000 5.700.000 0 11.313.000 4.200.000 27.413.000 2,49 2,82 0 3,92 1,75 2,42
Pendidikan Bea Siswa
8 6 28 74 112 228 6.900.000 10.970.000 18.075.000 32.100.000 65.825.000 133.868.000 2,77 5,42 11,83 11,13 27,36 11,81
Pendidikan Prasarana
1 0 0 2 0 3 1.000.000 0 0 2.000.000 0 3.000.000 1 0 0 0.69 0 0,26
Pendidikan Mahasiswa
6 1 7 5 36 55 5.815.000 1.000.000 7.300.000 4.200.000 18.500.000 36.865.000 2,33 0,49 4,81 1,46 7,69 3,25
Sosek Medis
11 0 0 2 3 16 19.000.000 0 0 2.750.000 1.950.000 23.700.000 7,62 0 0 0,95 0,81 2,09
101
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
TABEL 4.3 REKAPITULASI KETERMANFAATAN DANA APP
DI KEUSKUPAN AGUNG SEMARANG BERDASARKAN KATEGORI BIDANG PERHATIAN
PERIODE TAHUN ANGGARAN 2012-2013
Tabel 4.3,lanjutan
Bidang Proposal
Jumlah
Jumlah Bantuan (Rp)
Jumlah
Prosen (%)
Jumlah KAS Sem. Kedu Sura. Yog. KAS Sem. Kedu Sura. Yog. KAS Sem. Kedu Sura. Yog.
Sosek Motivasi
1 6 9 10 9 35 1.500.000 43.500.000 38.700.000 21.140.000 10.405.000 115.245.000 7,62 21,50 25,32 7,33 4,33 10,17
Sosek
Pemberdayaan
12 58 13 144 8 235 24.620.000 115.200.000 17.500.000 145.750.000 10.350.000 313.420.000 9,87 56,94 11,45 50,55 4,30 27,65
Sosek Prasarana
0 0 1 4 2 7 0 0 1.500.000 5.050.000 2.000.000 8.550.000 0 0 0,98 1,75 0,83 0,75
Jumlah
162 91 108 424 339 1024 325.655.000 202.320.000 152.825.000 288.353.000 240.548.000 1.207.701.000 100% 100% 100% 100% 100% 100%
Sumber: Diolah oleh Bernadetta Rini Susanti dari Dokumen Laporan Pemanfaatan Dana APP di KAS
102
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
TABEL 4.4 REKAPITULASI KETERMANFAATAN DANA APP
DI KEUSKUPAN AGUNG SEMARANG BERDASARKAN KATEGORI BIDANG PERHATIAN
PERIODE TAHUN ANGGARAN 2013-2014
Bidang Proposal
Jumlah
Jumlah Bantuan (Rp)
Jumlah
Prosen (%)
Jumlah KAS Sem. Kedu Sura. Yog. KAS Sem. Kedu Sura. Yog. KAS Sem. Kedu Sura. Yog.
Karitatif Musibah
14 4 8 11 6 43 31.500.000 20.000.000 13.300.000 11.500.000 7.800.000 84.100.000 14,04 13,26 10,10 5,93 3,67 9,10
Karitatif Sakit
44 10 16 26 74 170 80.150.000 22..500.000 22.00.000 21.050.000 86.650.000 232.350.000 34,09 14,92 16,71 10,85 40,77 25,14
Motivasi Kaum Muda Kategorial
22 2 0 1 10 35 21.250.000 2.900.000 0 500.000 6.700.000 31.350.000 9,04 1,92 0 0,26 3,15 3,39
Motivasi kaum Muda Teritorial
3 2 1 2 8 16 4.000.000 1.500.000 1.000.000 1.00.000 4.150.000 11.650.000 1,70 0,99 0,76 0,52 1,95 1,26
Motivasi Mahasiswa
11 0 0 3 16 30 10.610.000 0 0 2.400.000 8.600.000 21.650,000 4,51 0 0 1,24 4,05 2,34
103
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
TABEL 4.4 REKAPITULASI KETERMANFAATAN DANA APP
DI KEUSKUPAN AGUNG SEMARANG BERDASARKAN KATEGORI BIDANG PERHATIAN
PERIODE TAHUN ANGGARAN 2013-2014
Tabel 4.4, lanjutan
Bidang Proposal
Jumlah
Jumlah Bantuan (Rp)
Jumlah
Prosen (%)
Jumlah KAS Sem. Kedu Sura. Yog. KAS Sem. Kedu Sura. Yog. KAS Sem. Kedu Sura. Yog.
Motivasi Tokoh & Guru
9 1 2 1 7 20 14.500.000 500.000 1.000.000 1.000.000 3.800.000 20.800.000 6,17 0,33 0,76 0,52 1,79 2,25
Pendidikan Bea Siswa
7 2 31 102 82 224 8.250.000 4.500.000 19.461.000 33.400.000 50.505.000 116.116.000 3,51 2,98 14,78 17,22 23,76 12,56
Pendidikan Prasarana
0 0 0 1 0 1 0 0 0 1.000.000 0 1.000.000 0 0 0 0,52 0 0,11
Pendidikan Mahasiswa
15 2 4 7 25 53 15.000.000 2.075.000 3.800.000 6.500.000 12.270.000 39.645.000 6,38 1,38 2,89 3,35 5,77 4,29
Sosek Medis
7 0 3 5 3 18 12.500.000 0 4.150.000 3.750.000 3.850.000 24.230.000 2,32 0 3,15 1,93 1,80 2,62
104
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
TABEL 4.4 REKAPITULASI KETERMANFAATAN DANA APP
DI KEUSKUPAN AGUNG SEMARANG BERDASARKAN KATEGORI BIDANG PERHATIAN
PERIODE TAHUN ANGGARAN 2013-2014
Tabel 4.4, lanjutan
Bidang Proposal
Jumlah
Jumlah Bantuan (Rp)
Jumlah
Prosen (%)
Jumlah KAS Sem. Kedu Sura. Yog. KAS Sem. Kedu Sura. Yog. KAS Sem. Kedu Sura. Yog.
Sosek Motivasi
4 8 4 4 4 24 6.000.000 62.335.000 17.400.000 8.900.000 7.500.000 102.135.000 2,55 41,33 13,21 4,59 3,53 11,05
Sosek
Pemberdayaan
19 16 10 85 19 149 28.750.000 34.500.000 45.575.000 97.500.000 17.725.000 224.050.000 12,23 22,88 34,61 50,26 8,34 24,24
Sosek Prasarana
1 0 2 5 2 10 2.600.000 0 4.000.000 5.500.000 3.000.000 15.100.000 1,11 0 3,04 2,84 1,41 8.4
Jumlah
156 47 81 253 256 793 235.110.000 150.840.000 131.686.000 194.000.000 212.530.000 924.166.000 100% 100% 100% 100% 100% 100%
Sumber: Diolah oleh Bernadetta Rini Susanti dari Dokumen Laporan Pemanfaatan Dana APP di KAS
105
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
TABEL 4.5 REKAPITULASI KETERMANFAATAN DANA APP
DI KEUSKUPAN AGUNG SEMARANG BERDASARKAN KATEGORI BIDANG PERHATIAN
PERIODE TAHUN ANGGARAN 2014-2015
Bidang Proposal
Jumlah
Jumlah Bantuan (Rp)
Jumlah
Prosen (%)
Jumlah KAS Sem. Kedu Sura. Yog. KAS Sem. Kedu Sura. Yog. KAS Sem. Kedu Sura. Yog.
Karitatif Musibah
8 3 15 10 7 43 18.500.000 13.600.000 25.800.000 9.500.000 13.650.000 81.050.000 9,18 5,06 17,28 4,26 5,06 7,40
Karitatif Sakit
30 10 16 26 39 121 61.200.000 22.860.000 20.150.000 26.200.000 56.100.000 186.510.000 30,38 8,51 13,49 12,74 20,80 17,04
Motivasi Kaum Muda Kategorial
18 4 0 4 9 35 18.750.000 6.750.000 0 3.200.000 9.300.000 38.000.000 9,31 2,51 0 1,56 3,45 3,47
Motivasi kaum Muda Teritorial
3 2 0 1 4 10 3.500.000 2.500.000 0 1.000.000 3.250.000 10.250.000 1,74 0,93 0 0,49 1,21 0,94
Motivasi Mahasiswa
8 0 0 0 10 18 6.500.000 0 0 0 7.100.000 13.600.000 3.23 0 0 0 2,63 1,24
106
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
TABEL 4.5 REKAPITULASI KETERMANFAATAN DANA APP
DI KEUSKUPAN AGUNG SEMARANG BERDASARKAN KATEGORI BIDANG PERHATIAN
PERIODE TAHUN ANGGARAN 2014-2015
Tabel 4.5, lanjutan
Bidang Proposal
Jumlah
Jumlah Bantuan (Rp)
Jumlah
Prosen (%)
Jumlah KAS Sem. Kedu Sura. Yog. KAS Sem. Kedu Sura. Yog. KAS Sem. Kedu Sura. Yog.
Motivasi Tokoh & Guru
5 2 1 4 7 19 7.750.000 6.250.000 2.000.000 4.520.000 7.100.000 27.620.000 3,85 2,33 1,34 2,20 2,63 2,52
Pendidikan Bea Siswa
2 6 27 60 111 206 2.750.000 10.220.000 16.500.000 21.820.000 89.092.000 140.382.000 1,37 3,80 11,05 10,61 33,03 12,82
Pendidikan Prasarana
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Pendidikan Mahasiswa
26 2 9 14 15 66 26.000.000 3.150.000 9.000.000 13.250.000 8.900.000 60.300.000 12,91 1,17 6,03 6,44 3,30 5,51
Sosek Medis
6 0 1 8 2 17 1.500.000 0 1.500.000 9.500.000 1.460.000 37.460.000 12,41 0 1,00 4,62 0,54 3,42
107
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
TABEL 4.5 REKAPITULASI KETERMANFAATAN DANA APP
DI KEUSKUPAN AGUNG SEMARANG BERDASARKAN KATEGORI BIDANG PERHATIAN
PERIODE TAHUN ANGGARAN 2014-2015
Tabel 4.5, lanjutan
Bidang Proposal
Jumlah
Jumlah Bantuan (Rp)
Jumlah
Prosen (%)
Jumlah KAS Sem. Kedu Sura. Yog. KAS Sem. Kedu Sura. Yog. KAS Sem. Kedu Sura. Yog.
Sosek Motivasi
2 21 2 2 9 36 2.500.000 91.820.000 8.865.800 2.680.000 15.090.000 120.995.800 1,24 34,18 5,94 1,30 5,60 11,05
Sosek
Pemberdayaan
4 42 13 86 35 180 29.000.000 111.450.000 63.506.000 113.000.000 57.155.000 374.111.000 14,40 41,49 42,53 54,94 21,19 34,17
Sosek Prasarana
0 0 1 1 1 3 0 0 2.000.000 1.000.000 1.500.000 4.500.000 0 0 1,34 0,49 0,56 0,41
Jumlah
112 92 85 216 249 754 201.450.000 268.600.000 149.321.800 205.670.000 269.697.000 1.094.738.800 100% 100% 100% 100% 100% 100%
Sumber: Diolah oleh Bernadetta Rini Susanti dari Dokumen Laporan Pemanfaatan Dana APP di KAS
108
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Berdasarkan pengamatan yang cermat terhadap Tabel 4.2, 4.3, 4.4 dan
4.5 di atas, teridentifikasi sebanyak 3.588 proposal yang masuk di lima kepanitiaan
pengelola dana APP selama empat periode tahun anggaran. Terdapat penurunan
yang sinifikan dari jumlah proposal disetujui di tiga tahun terakhir periode
anggaran. Tahun anggaran 2011-2012 jumlah proposal yang disetujui berjumlah
1.017, tahun anggaran 2012-2013 sebanyak 1.024 proposal, tahun anggaran
2013-2014 terhitung 793 proposal, dan tahun anggaran 2014-2015 sejumlah 754
proposal. Diagram 4.4 berikut ini mengilustrasikan jumlah proposal yang disetujui
selama empat periode tahun anggaran di lima kepanitiaan Program Pemanfaatan
Dana APP Keuskupan Agung Semarang.
DIAGRAM 4.4
JUMLAH PROPOSAL DISETUJUI PROGRAM PEMANFAATAN DANA APP DI KEUSKUPAN AGUNG SEMARANG
PERIODE TAHUN ANGGARAN 2011-2013 SAMPAI DENGAN 2014-2015
Sumber: Diolah oleh Bernadetta Rini Susanti dari Dokumen Pemanfaatan Dana APP di KAS
109
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel 4.2, 4.3, 4.4 dan 4.5 juga memuat informasi mengenai realisasi
pemanfaatan dana APP berdasarkan lima kategori bidang perhatian selama empat
periode tahun anggaran. Rerata selama periode tahun anggaran 2011-2012 sampai
dengan 2014-2014 menghasilkan data bahwa prosentase terbesar pemanfaatan
dana APP digunakan untuk kategori karitatif kemanusiaan, yaitu sebesar 34,71%.
Prosentase terbesar kedua dipergunakan untuk kategori pengembangan sosial
ekonomi sebesar 28,49%. Berturut-turut kemuadian kategori motivasi dan animasi
sebesar 18,64%, kategori pendidikan 16,84% dan kategori bencana alam dan
musibah 1.32%. Ilustrasi mengenai paragraf ini dapat dilihat dalam Diagram 4.5.
Namun, data dokumen mengenai realisasi pemanfaatan dana APP
berdasarkan lima kategori bidang perhatian akan mendeskripsikan hal yang sangat
berbeda apabila dilihat dari perspektif masing-masing lima panitia pengelola.
Prosentase terbesar kategori pemanfaatan menunjukkan realitas yang tidak sama.
Di Kepanitian Pemanfaatan Dana APP Keuskupan Agung semarang, prosentase
terbesar terdapat dalam kategori karitatif kemanusiaan. Kategori pendidikan
mencakup penggunaan terbesar di Kepanitiaan Pemanfaatan Dana APP Kevikepan
Kedu dan Kepanitiaan Pemanfaatan Dana APP Kevikepan Yogyakarta. Panitia
Pemanfaatan Dana APP di Kevikepan Semarang dan Panitia Pemanfaatan Dana
Kevikepan Surakarta menggunakan sebagian besar dananya untuk kategori
pengembangan sosial dan kemasyarakatan. Gejala keberagaman ini menjadi hal
110
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
yang menarik untuk dicermati karena memiliki kecenderungan yang berulang dari
tahun ke tahun selama empat periode tahun anggaran. Masing-masing kepanitiaan
mempunyai kategori bidang perhatian yang paling banyak dituju oleh penerima
manfaat program.
DIAGRAM 4.5
PEMANFAATAN DANA APP DI KEUSKUPAN AGUNG SEMARANG BERDASARKAN LIMA KATEGORI BIDANG PERHATIAN
PERIODE TAHUN ANGGARAN 2011-2013 SAMPAI DENGAN 2014-2015
Sumber: Diolah oleh Bernadetta Rini Susanti dari Dokumen Pemanfaatan Dana APP di KAS
111
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kecenderungan atensi yang tinggi masing-masing Panitia Pemanfaatan
Dana APP di Keuskupan Agung Semarang dalam hal kategori bidang perhatian
yang berulang dari tahun ke tahun selama empat periode tahun anggaran menjadi
hal yang sangat menarik untuk dicermati. Ada kemungkinan ini disebabkan oleh
latar belakang sosial ekonomi yang berbeda atau bahkan kondisi letak geografis
lima Panitia Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang. Namun
demikian, data dokumen tidak memuat alasan-alasan mengenai hal ini.
Kategori pemanfaatan dana APP selama empat periode tahun anggaran
untuk bencana alam dan musibah di lima kepanitiaan sangat rendah. Kelimanya
dibawah 2%. Pemanfaatan dana APP untuk kategori pengembangan sosial dan
ekonomi di tiga kepanitiaan juga mengidentifikasikan hal yang kurang
menggembirakan. Di Kepanitiaan Pemanfaatan Dana APP Keuskupan Agung
Semarang mencapai 10.57%, Kepanitiaan Pemanfaatan Dana APP Kevikepan
Kedu tercatat 16.38% dan bahkan Kepanitiaan Pemanfaatan Dana APP Kevikepan
Yogyakarta hanya di posisi 8.44%. Kategori pemanfaatan dana APP untuk
motivasi dan animasi titik terendah berada di Kepanitiaan Kevikepan Kedu, yaitu
5,96% dan selanjutnya 8,29 % di Kepanitiaan Pemanfaatan Dana APP Kevikepan
Yogyakarta. Diagram 4.6 berikut ini mengilustrasikan pemanfaatan dana APP di
Keuskupan Agung Semarang berdasarkan lima kategori bidang perhatian selama
periode tahun anggaran 2011-2012 sampai dengan 2014-2014.
112
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DIAGRAM 4.6 PEMANFAATAN DANA APP KEUSKUPAN AGUNG SEMARANG
DI LIMA KEPANITIAAN PERIODE TAHUN ANGGARAN 2011-2013 SAMPAI DENGAN 2014-2015
Sumber: Diolah oleh Bernadetta Rini Susanti dari Dokumen Pemanfaatan Dana APP di KAS
113
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4.4.3. Sebaran Penerima Manfaat Program Pemanfaatan Dana APP di
Keuskupan Agung Semarang Periode Tahun Anggaran 2011-2012
sampai dengan 2014-2015.
Seperti yang telah dikemukakan pada bagian pendahuluan buku Pedoman
Aksi Puasa Pembangunan Keuskupan Agung Semarang (2009:11), dana sebagai
salah satu buah dari proses pertobatan melalui gerakan APP terarah kepada
kesejahteraan dan kedamaian manusia terutama bagi mereka yang kehilangan
harapan, tersingkir dan tertindas. Gerakan APP menjadi persembahan kepada
Tuhan untuk keselamatan bersama. Momentum APP merupakan momentum yang
paling religius untuk mengalami kematian, menjadi a big zero, pengosongan diri.
Terkait dengan dana, menjadi a big zero berarti tidak ada dana
mengendap karena Gereja merupakan Gereja peziarahan. Konsekuensi dari
prinsip ini adalah Gereja harus senantiasa mengalirkan berkat melalui dana APP
ke tengah masyarakat untuk pengembangan/pemberdayaan masyarakat demi
terciptanya kesejahteraan dan kedamaian manusia (Pedoman Aksi Puasa
Pembangunan Keuskupan Agung Semarang , 2009:12).
Berdasarkan dua paragraf di atas dapat dikembangkan suatu pengertian
bahwa penerima manfaat dana APP adalah umat atau masyarakat terutama mereka
yang masuk dalam kategori marginal, tersisih dan miskin. Dalam terminologi di
Keuskupan Agung Semarang kategori ini dikenal dengan istilah KLMTD, yaitu
114
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kecil, Lemah, Miskin, Tersingkir dan Difabel. Selajutnya, pada bagian pengantar
sub bab 4.3 sudah dipaparkan mengenai pengelompokkan umat/masyarakat yang
mengakses dana APP. Pada bagian tersebut telah dipaparkan empat kelompok
pengakses dana APP di Keuskupan Agung Semarang.
Buku Pedoman Aksi Puasa Pembangunan Keuskupan Agung Semarang
(2009:25) selain menguraikan mengenai lima kategori bidang yang diprioritaskan
untuk dibantu juga memaparkan mengenai sifat dana bantuan. Terdapat dua sifat
bantuan dana yang diberikan oleh panitia APP kepada penerima manfaat program.
Pertama, dana hibah. Dana ini diberikan kepada pemohon atau kelompok sasaran
sesuai dengan aturan yang berlaku. Sesuai dengan pengertian hibah maka dalam
kategori ini penerima manfaat tidak memiliki kewajiban untuk mengembalikan
atau menggulirkan dana yang sudah diterima. Kedua, dana bergulir. Dana ini
hanya disalurkan oleh Panitia APP Keuskupan Agung Semarang melalui Komisi
PSE Keuskupan Agung Semarang sebagai dana bergulir/pinjaman untuk
keperluan pemberdayaan masyarakat di bidang usaha produktif untuk peningkatan
kesejahteraan hidup. Dana bergulir tersebut dikembalikan ke Komisi PSE KAS
dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan perjanjian yang dibuat antara
pemohon dengan Komisi PSE, dengan maksud supaya dapat digulirkan lagi ke
penerima manfaat yang lain sehingga semakin banyak umat atau masyarakat yang
terbantu.
115
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Melalui tabel 4.6, 4.7, 4.8, 4.9 dan 4.10 yang akan ditampilkan berikut ini
akan diperoleh pemahaman yang lebih dalam mengenai sebaran penerima manfaat
dana APP di keuskupan Agung Semarang selama empat periode tahun anggaran
baik yang berbasis paroki maupun lembaga/sekolah. Keempat tabel yang disajikan
tersebut dalam menyajikan data tidak dengan membedakan empat kategori bidang
perhatian dan jenis bantuan, -hibah atau guliran-. Sesuai dengan gambar 4.1
mengenai flowchart mekanisme akses dana APP yang dipaparkan di bagian awal
bab ini, aplikasi akses dana APP oleh penerima manfaat tersebut termasuk yang
berbasis Paroki. Flowchart mekanisme akses dana APP yang berbasis
lembaga/sekolah tidak akan disajikan di laporan penelitian ini karena tidak berada
di ranah luasan penelitian. Terkait dengan hal ini, maka lima kepanitiaan
pemanfaatan dana APP di keuskupan Agung Semarang menggunakan Paroki dan
lembaga/sekolah sebagai dasar dalam penghitungan jumlah penerima manfaat
pada tiap tahun anggaran di dokumen pelaporannya.
Dengan tabel 4.6 4.7, 4.8, 4.9 dan 4.10 ini juga dapat dilihat perbedaan
jumlah penerima manfaat di tiap paroki yang mengakses dana APP. Temuan
mengenai variasi dalam jumlah penerima manfaat ini merupakan hal menarik
untuk dicermati. Keberagaman dalam jumlah tentunya memiliki pemaknaan yang
beragam pula dan tentunya hal tersebut memerlukan argumentasi secara akademis.
Berdasarkan data dokumen, terdapat sebuah Paroki dalam satu periode anggaran
116
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
sebuah kepanitiaan, jumlah proposal yang disetujui mencapai 33 proposal. Akan
tetapi dalam satu periode tahun anggaran yang sama ada paroki yang sama sekali
tidak memiliki proposal yang disetujui. Data lapangan menunjukkan bahwa
Paroki tersebut memang sama sekali tidak mengirim proposal pada Panitia APP.
TABEL 4.6
REKAPITULASI JUMLAH PROPOSAL DISETUJUI PROGRAM PEMANFAATAN DANA APP
PANITIA KEUSKUPAN AGUNG SEMARANG PERIODE TAHUN ANGGARAN 2011-2012 SAMPAI DENGAN 2014-2015
No Nama Paroki Periode Tahun Anggaran
Jumlah 2011-2012 2012-2013 2013-2014 2015-2016
Kevikepan Semarang 1 Randusari 2 4 4 0 10 2 Ambarawa 12 1 1 3 17 3 Atmodirono 2 3 1 5 11 4 Adminitrasi Demak 0 0 0 0 0 5 Banyumanik 2 8 2 1 13 6 Bedono 0 0 1 0 1 7 Bongsari 1 3 5 2 11 8 Gedangan 4 2 1 1 8 9 Girisonta 2 1 3 1 7 10 Gubug 0 1 4 3 8 11 Jepara 1 0 0 0 1 12 Karangpanas 2 0 1 2 5 13 Kebondalem 0 1 1 0 2 14 Kendal 1 0 0 0 1 15 Krapyak 1 0 0 1 2 16 Kudus 1 0 0 0 1 17 Lampersari 6 2 0 2 10 18 Pati 0 0 1 1 2 19 Adminitrasi Juwana 2 1 0 0 3 20 Purwodadi 0 0 0 0 0
117
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
TABEL 4.6 REKAPITULASI JUMLAH PROPOSAL DISETUJUI
PROGRAM PEMANFAATAN DANA APP PANITIA KEUSKUPAN AGUNG SEMARANG
PERIODE TAHUN ANGGARAN 2011-2012 SAMPAI DENGAN 2014-2015 Tabel 4.6, Lanjutan
No Nama Paroki Periode Tahun Anggaran
Jumlah 2011-2012 2012-2013 2013-2014 2015-2016
21 Salatiga 1 0 1 0 2 22 Sambiroto 2 0 1 0 3 23 Semarang Indah 0 0 0 1 1 24 Sendangguwo 2 0 3 0 5 25 Sukorejo 1 0 0 1 2 26 Tanah Mas 0 0 0 0 0 27 Kuasi Tegalrejo 0 0 0 0 0 28 Ungaran 0 2 3 3 8 29 Waleri 0 0 0 0 0
Kevikepan Semarang 5 5 0 0 10 Sekolah-Kev. Semarang 16 11 20 12 59 Mahasiswa-Kev. Semarang 26 18 14 28 86
Jumlah Kevikepan Semarang 92 63 67 70 292 Kevikepan Kedu 30 Magelang-Ignatius 0 0 0 0 0 31 Banyutemumpang 0 0 0 1 1 32 Magelang-Fatima 0 0 0 0 0 33 Panca Arga 0 0 0 0 0 34 Mertoyudan 1 0 0 0 1 35 Muntilan 8 3 3 0 14 36 Parakan 4 0 0 0 4 37 Salam 3 0 1 0 3 38 Sumber 0 4 1 0 3 39 Temanggung 5 8 0 0 13 Kevikepan Kedu 0 1 0 2 3 Sekolah Kev. Kedu 5 0 3 0 8 Mahasiswa Kev. Kedu 6 0 0 0 6
Jumlah Kevikepan Kedu 27 16 8 3 54 Kevikepan Surakarta
118
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
TABEL 4.6 REKAPITULASI JUMLAH PROPOSAL DISETUJUI
PROGRAM PEMANFAATAN DANA APP PANITIA KEUSKUPAN AGUNG SEMARANG
PERIODE TAHUN ANGGARAN 2011-2012 SAMPAI DENGAN 2014-2015
Tabel 4.6, Lanjutan
No Nama Paroki Periode Tahun Anggaran
Jumlah 2011-2012 2012-2013 2013-2014 2015-2016
40 Purbowardayan 0 0 0 0 0 42 Kuasi Gemolong 0 0 0 0 0 43 Baturetno 1 0 2 2 5 44 Boyolali 0 0 0 0 0 45 Adminitrasi Simo 1 0 0 0 1 46 Dalem 0 9 9 1 19 47 Danan 5 5 8 2 20 48 Delanggu 0 1 0 0 1 49 Dirjodipuran 3 2 3 0 8 50 Gondangwinangun 1 4 3 4 12 51 Jombor 1 0 3 1 5 52 Adminitrasi Cawas 0 0 0 1 1 53 Jumapolo 1 0 0 0 1 54 Karanganyar 1 0 1 0 2 55 Kartasuro 9 1 1 0 11 56 Kebonarum 3 0 0 0 3 57 Klaten 5 0 1 0 6 58 Kleco 0 0 2 1 3 59 Palur 1 0 0 1 2 60 Purbayan 2 2 1 1 6 61 Purwosari 4 5 0 0 9 62 Kuasi Solo Baru 0 0 0 1 1 63 Sragen 2 0 0 0 2 64 Sukoharjo 0 0 1 0 1 65 Wedi 3 0 5 0 8 66 Adminitrasi Bayat 0 1 0 0 1 67 Wonogiri 1 0 1 0 2 Kevikepan Surakarta 2 1 0 1 4 Sekolah Kev. Surakarta 7 2 7 2 18 Mahasiswa Kev. Surakarta 3 0 0 1 4
Jumlah Kevikepan Surakarta 56 33 49 19 157
119
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
TABEL 4.6 REKAPITULASI JUMLAH PROPOSAL DISETUJUI
PROGRAM PEMANFAATAN DANA APP PANITIA KEUSKUPAN AGUNG SEMARANG
PERIODE TAHUN ANGGARAN 2011-2012 SAMPAI DENGAN 2014-2015
Tabel 4.6, Lanjutan
No Nama Paroki Periode Tahun Anggaran
Jumlah 2011-2012 2012-2013 2013-2014 2015-2016
Kevikepan Yogyakarta 68 Kidul Loji 7 4 0 0 11 69 Babadan 0 2 0 0 2 70 Babarsari 0 0 0 0 0 71 Baciro 0 0 0 0 0 72 Kuasi Bandung 2 3 2 0 7 73 Banteng 0 0 0 1 1 74 Bantul 2 0 0 0 2 75 Bintaran 0 0 0 0 0 76 Adminitrasi Pringgolayan 0 0 0 0 0 77 Boro 1 3 1 0 5 78 Gamping 0 2 0 0 2 79 Ganjuran 3 0 0 0 3 80 Jetis 2 2 0 0 4 81 Kalasan 1 0 0 0 1 82 Kelor 1 2 2 2 7 83 Klepu 0 1 4 0 5 84 Kotabaru 1 0 0 0 1 85 Kumetiran 2 1 0 0 3 86 Medari 3 0 0 0 3 87 Minomartani 1 4 0 0 5 88 Mlati 3 1 0 0 4 89 Nandan 3 0 0 0 3 90 Nanggulan 1 0 2 0 3 91 Adminitrasi Pelem Dukuh 0 0 0 0 0 92 Pangkalan 0 0 0 0 0 93 Pakem 0 0 0 0 0 94 Pringwulung 0 0 1 1 2 95 Promasan 3 0 2 2 9 96 Pugeran 0 1 1 1 3
120
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
TABEL 4.6 REKAPITULASI JUMLAH PROPOSAL DISETUJUI
PROGRAM PEMANFAATAN DANA APP PANITIA KEUSKUPAN AGUNG SEMARANG
PERIODE TAHUN ANGGARAN 2011-2012 SAMPAI DENGAN 2014-2015
Tabel 4.6, Lanjutan
Sumber: Diolah oleh Bernadetta Rini Susanti dari Dokumen Pemanfaatan Dana APP di KAS
Tabel 4.6 memberikan gambaran sebaran proposal disetujui oleh Panitia
Program Pemanfaatan Dana APP Keuskupan Agung Semarang. Terhitung 18
paroki dari 100 paroki/kuasi paroki/adminitrasi paroki di Keuskupan Agung
Semarang tidak mengakses dana di Kepanitiaan Keuskupan Agung Semarang.
Lima Paroki di Kevikepan Semarang, Tiga paroki di Kevikepan Kedu, tiga paroki
di Kevikepan Surakarta dan tujuh di Kevikepan Yogyakarta. Paroki Wates
merupakan paroki yang paling banyak mengakses bantuan, yaitu sebanyak 22
proposal disetujui. Paroki Danan menempati urutan kedua terbanyak, yaitu 20
proposal. Paroki Dalem dan Paroki Wonosari menempati urutan ketiga, yaitu
sebanyak 19 proposal. Secara umum paroki-paroki yang paling banyak
mengakses dana terletak di Kevikepan Semarang.
No Nama Paroki Periode Tahun Anggaran
Jumlah 2011-2012 2012-2013 2013-2014 2015-2016
97 Sedayu 1 0 0 0 1 98 Somohitan 0 2 0 0 2 99 Wates 6 7 3 6 22 100 Wonosari 12 3 3 1 19 Jumlah Kevikepan Yogyakarta 74 52 32 20 178
Jumlah Proposal Disetujui di 4 Kevikepan 681
121
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
TABEL 4.7 REKAPITULASI JUMLAH PROPOSAL DISETUJUI
PROGRAM PEMANFAATAN DANA APP PANITIA KEVIKEPAN SEMARANG
PERIODE TAHUN ANGGARAN 2011-2012 SAMPAI DENGAN 2014-2015
No Nama Paroki Periode Tahun Anggaran
Jumlah 2011-2012 2012-2013 2013-2014 2015-2016
Kevikepan Semarang 1 Randusari 17 12 8 9 46 2 Ambarawa 0 4 0 0 4 3 Atmodirono 6 7 2 1 16 4 Adminitrasi Demak 0 0 0 0 0 5 Banyumanik 0 5 0 0 5 6 Bedono 0 2 2 1 5 7 Bongsari 15 17 10 6 48 8 Gedangan 4 6 5 13 28 9 Girisonta 0 0 0 2 2 10 Gubug 1 0 0 0 1 11 Jepara 0 0 0 0 0 12 Karangpanas 3 2 1 2 8 13 Kebondalem 3 4 2 2 11 14 Kendal 0 0 0 0 0 15 Krapyak 0 0 1 1 2 16 Kudus 1 0 1 0 2 17 Lampersari 10 1 2 4 16 18 Pati 1 0 1 2 4 19 Adminitrasi Juwana 0 0 0 0 0 20 Purwodadi 0 0 0 0 0 21 Salatiga 0 1 2 2 5 22 Sambiroto 7 7 0 5 19 23 Semarang Indah 0 0 0 0 0 24 Sendangguwo 6 6 0 6 18 25 Sukorejo 0 1 1 0 2 26 Tanah Mas 1 0 0 1 2 27 Kuasi Tegalrejo 0 0 0 10 10 28 Ungaran 2 5 1 4 8
122
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
TABEL 4.7 REKAPITULASI JUMLAH PROPOSAL DISETUJUI
PROGRAM PEMANFAATAN DANA APP PANITIA KEVIKEPAN SEMARANG
PERIODE TAHUN ANGGARAN 2011-2012 SAMPAI DENGAN 2014-2015
Tabel 4.7, lanjutan
No Nama Paroki Periode Tahun Anggaran
Jumlah 2011-2012 2012-2013 2013-2014 2015-2016
29 Waleri 0 5 0 0 5 Kevikepan Semarang 4 6 8 3 21 PSE Rayon 0 0 0 16 16
Jumlah 81 91 47 92 311 Sumber: Diolah oleh Bernadetta Rini Susanti dari Dokumen Pemanfaatan Dana APP di KAS
Tabel 4.7 memberikan informasi bahwa selama empat periode tahun
anggaran di Panitia Pemanfaatan Dana APP Kevikepan Semarang sebanyak 6
paroki dari tidak mengakses bantuan, yaitu: Paroki Adminitrasi Demak, Paroki
Jepara, Paroki Kendal, Adminitrasi Paroki Yuwana, Paroki Purwodadi dan Paroki
Semarang Indah. Apabila diprosentasekan, 80 % paroki yang berada di kevikepan
Semarang telah mengakses bantuan dari dana APP. Fakta yang menarik untuk
dicermati, Paroki Purwodadi dan Adminitrasi Paroki Demak, selain tidak
mengakses bantuan di tingkatan keuskupan ternyata juga tidak mengakses bantuan
di tingkatan kevikepan. Rentangan sebaran jumlah proposal disetujui cukup lebar.
Terdapat paroki yang mengakses 48 bantuan tetapi ada paroki yang sama sekali
tidak mengakses bantuan. Tahun anggaran 2013-2014 merupakan tahun anggaran
yang paling sedikit dalam merealisasikan usulan proposal. Hanya 47 proposal dari
penerima manfaat program yang disetujui.
123
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
TABEL 4.8 REKAPITULASI JUMLAH PROPOSAL DISETUJUI
PROGRAM PEMANFAATAN DANA APP PANITIA KEVIKEPAN KEDU
PERIODE TAHUN ANGGARAN 2011-2012 SAMPAI DENGAN 2014-2015
No Nama Paroki Periode Tahun Anggaran
Jumlah 2011-2012 2012-2013 2013-2014 2015-2016
1 Magelang-Ignatius 11 8 4 1 24 2 Banyutemumpang 7 5 1 0 13 3 Magelang-Fatima 15 5 3 2 27 4 Panca Arga 10 7 1 5 23 5 Mertoyudan 10 10 8 18 46 6 Muntilan 19 16 16 10 61 7 Parakan 20 13 16 3 52 8 Salam 22 16 8 17 53 9 Sumber 6 18 12 4 40 10 Temanggung 8 4 2 2 16 Kevikepan-PSE 1 0 9 12 22 Kevikepan Kedu 0 6 0 0 6
Jumlah 129 108 81 85 403 Sumber: Diolah oleh Bernadetta Rini Susanti dari Dokumen Pemanfaatan Dana APP di KAS
Tabel 4.8 memberikan gambaran mengenai akses dana APP di Kevikepan
Kedu. Data memperlihatkan kesepuluh paroki di Kevikepan Kedu kesemuanya
mengakses bantuan. Dengan 403 proposal disetujui untuk 10 paroki, diprediksi
sudah ada upaya untuk memaksimalkan pemanfaatan dana APP di kepanitiaan ini.
Meskipun demikian, data masih menunjukkan rentangan jumlah proposal disetujui
yang lebar antarparoki. Paroki Muntilan pengakses dana APP yang terbesar dengan
61 proposal disetujui. Paroki Banyutemumpang merupakan paroki yang terkecil
jumlah proposal yang disetujui. Hanya 13 proposal selama empat periode tahun
anggaran.
124
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
TABEL 4.9 REKAPITULASI JUMLAH PROPOSAL DISETUJUI
PROGRAM PEMANFAATAN DANA APP PANITIA KEVIKEPAN SURAKARTA
PERIODE TAHUN ANGGARAN 2011-2012 SAMPAI DENGAN 2014-2015
No Nama Paroki Periode Tahun Anggaran
Jumlah 2011-2012 2012-2013 2013-2014 2015-2016
1 Purbowardayan 47 54 43 38 182 2 Kuasi Gemolong 2 3 0 0 5 3 Baturetno 13 0 0 1 14 4 Boyolali 0 1 0 0 1 5 Adminitrasi Simo 3 0 0 1 4 6 Dalem 0 15 27 18 60 7 Danan 5 2 0 0 7 8 Delanggu 1 0 16 1 18 9 Dirjodipuran 27 27 10 9 73 10 Gondangwinangun 17 17 6 5 45 11 Jombor 3 0 2 1 6 12 Adminitrasi Cawas 0 0 0 7 7 13 Jumapolo 0 24 33 33 90 14 Karanganyar 1 2 2 3 8 15 Kartasuro 3 17 2 2 24 16 Kebonarum 0 12 0 0 12 17 Klaten 55 19 14 20 108 18 Kleco 31 25 38 20 114 19 Palur 4 1 3 1 9 20 Purbayan 2 10 0 1 13 21 Purwosari 8 7 7 3 25 22 Kuasi Solo Baru 0 0 0 0 0 23 Sragen 6 6 1 1 14 24 Sukoharjo 0 1 0 0 1 25 Wedi 0 26 0 0 26 26 Adminitrasi Bayat 0 0 0 0 0 27 Wonogiri 27 27 42 12 108 Kevikepan Surakarta 0 20 7 0 27 Sekolah Kev. Surakarta 0 0 0 36 36 PSE Kev. Surakarta 0 0 0 3 3
Jumlah 220 324 253 216 1.013 Sumber: Diolah oleh Bernadetta Rini Susanti dari Dokumen Pemanfaatan Dana APP di KAS
125
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Selama empat tahun periode tahun anggaran, penerima manfaat Program
Pemanfaatan Dana APP di Kevikepan Surakarta mengakses bantuan melalui 1.013
proposal. Akses bantuan dana APP yang berbasis paroki menunjukkan rentangan
jumlah proposal disetujui yang amat lebar. Paroki Purbowardayan sebagai paroki
dengan jumlah proposal terbesar yang disetujui, sebanyak 182. Paroki Kleco,
Paroki Klaten, dan Paroki Wonogiri meraih jumlah proposal disetujui yang juga
tidak sedikit, yaitu 114 dan 108 proposal. Akan tetapi, Kuasi Paroki Solo Baru dan
Adminitrasi Paroki Bayat sama sekali tidak mengakses bantuan dari dana APP.
Paroki Boyolali dan Paroki Sukoharjo juga hanya mengakses dana APP dengan
masing-masing 1 proposal. Perlu pengamatan yang lebih cermat dan diskusi yang
akademis untuk menjelaskan fenomena menarik mengenai sebaran jumlah proposal
yang tidak merata tersebut.
TABEL 4.10 REKAPITULASI JUMLAH PROPOSAL DISETUJUI
PROGRAM PEMANFAATAN DANA APP PANITIA KEVIKEPAN YOGYAKARTA
PERIODE TAHUN ANGGARAN 2011-2012 SAMPAI DENGAN 2014-2015
No Nama Paroki Periode Tahun Anggaran
Jumlah 2011-2012 2012-2013 2013-2014 2015-2016
1 Kidul Loji 29 24 22 18 93 2 Babadan 2 4 2 1 9 3 Babarsari 3 2 0 1 6 4 Baciro 17 10 7 5 39 5 Kuasi Bandung 0 0 5 9 14
126
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
TABEL 4.10 REKAPITULASI JUMLAH PROPOSAL DISETUJUI
PROGRAM PEMANFAATAN DANA APP PANITIA KEVIKEPAN YOGYAKARTA
PERIODE TAHUN ANGGARAN 2011-2012 SAMPAI DENGAN 2014-2015
Tabel 4.10, lanjutan
No Nama Paroki Periode Tahun Anggaran
Jumlah 2011-2012 2012-2013 2013-2014 2015-2016
6 Banteng 9 5 1 3 18 7 Bantul 10 11 3 8 32 8 Bintaran 7 5 6 10 28 9 Adminitrasi Pringgolayan 10 4 0 1 15 10 Boro 4 5 3 6 18 11 Gamping 15 11 11 7 44 12 Ganjuran 18 23 20 24 85 13 Jetis 2 5 3 0 10 14 Kalasan 12 7 5 10 34 15 Kelor 6 13 7 8 34 16 Klepu 17 33 31 20 101 17 Kotabaru 18 10 6 6 40 18 Kumetiran 3 6 5 6 20 19 Medari 13 10 2 4 29 20 Minomartani 1 7 5 2 15 21 Mlati 5 9 6 6 26 22 Nandan 0 2 2 1 5 23 Nanggulan 11 11 13 3 38 24 Adminitrasi Pelem Dukuh 0 0 2 0 2 25 Pangkalan 4 3 1 3 11 26 Pakem 9 15 6 4 34 27 Pringwulung 13 1 2 3 19 28 Promasan 3 7 2 5 17 29 Pugeran 24 27 24 20 95 30 Sedayu 19 12 6 9 46 31 Somohitan 2 2 0 5 9 32 Wates 2 6 4 9 21
127
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
TABEL 4.10 REKAPITULASI JUMLAH PROPOSAL DISETUJUI
PROGRAM PEMANFAATAN DANA APP PANITIA KEVIKEPAN YOGYAKARTA
PERIODE TAHUN ANGGARAN 2011-2012 SAMPAI DENGAN 2014-2015
Tabel 4.10, lanjutan
No Nama Paroki Periode Tahun Anggaran
Jumlah 2011-2012 2012-2013 2013-2014 2015-2016
33 Wonosari 6 3 4 5 18 Asrama Sr RGS 0 0 7 0 7 Kevikepan-Mahasiswa 19 20 16 11 66 Kevikepan-PSE 0 0 0 6 6 Kevikepan Yogyakarta 14 11 7 8 40
Jumlah 336 339 256 249 1180
Sumber: Diolah oleh Bernadetta Rini Susanti dari Dokumen Pemanfaatan Dana APP di KAS
Secara spesifik gambaran paroki-paroki yang mengakses dana APP
melalui proposal disetujui di Kepanitiaan Kevikepan Yogyakarta terlihat dalam
tabel 4.10. Data memperlihatkan sebaran jumlah proposal yang disetujui
antarparoki tidak merata. Proposal disetujui terbanyak berada di paroki Klepu,
sebanyak 101 proposal. Sementara jumlah paling sedikit di Adminitrasi Paroki
Pelem Dukuh sebanyak 2 proposal. Terdapat 3 paroki yang secara stabil proposal
yang disetujui jumlahnya tinggi, yaitu: Paroki Kidul Loji, Paroki Ganjuran dan
Paroki Pugeran.
Berdasarkan data statistik yang disajikan tabel 4.6 4.7, 4.8, 4.9 dan 4.10
dapat diperoleh gambaran yang jelas dan terang bahwa pemanfaatan Dana Aksi
Puasa Pembangunan di Keuskupan Agung Semarang belum memperlihatkan
128
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
adanya sebuah pengelolaan yang maksimal. Sebaran yang tidak merata jumlah
proposal yang disetujui antarparoki, kestabilan jumlah proposal yang tinggi di
beberapa paroki, dan adanya fakta terdapat paroki yang tidak mengakses bantuan
yang ditawarkan oleh 5 panitia pemanfaatan dana APP, kiranya menjadi persoalan
yang perlu didiskusikan agar ke depan ada perbaikan baik dalam ‘katekese’
mengenai dana APP maupun aplikasi pengelolaannya.
129
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V
EVALUASI PROGRAM PEMANFAATAN DANA APP
DI KEUSKUPAN AGUNG SEMARANG
DENGAN PARAMETER PRINSIP-PRINSIP ASG
DAN TEORI COMMUNITY EMPOWERMENT
5.1. Pengantar
Sebagaiman telah dibahas dalam bab-bab terdahulu, penelitian ini
dimaksudkan untuk meneliti fenomena kompleks dari kinerja dan tingkat
keberlanjutan Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang.
Penelitian menggunakan desain studi kasus yang dimanfaatkan untuk kegiatan
evaluasi. Secara lebih spesifik, penelitian ini akan mengevaluasi koherensi
Program Pemanfaatan Dana APP dengan kerangka Ajaran Sosial Gereja,
mengevaluasi pengelolaan Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung
Semarang berdasarkan kategori-kategori community empowerment, dan meneliti
potensi keberlanjutan Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung
Semarang.
Pada bab terdahulu juga telah dipaparkan mengenai kerangka teori yang
dikembangkan untuk tujuan evaluasi. Evaluasi dalam penelitian ini dengan
menggunakan prinsip-prinsip Ajaran Sosial Gereja dan teori community
130
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
empowerment dalam dimensi Corporate Social Responbility. Kombinasi dari dua
hal berbeda ini menjadi panduan dalam penyusunan standar kinerja pelaksanaan
Program Aksi Puasa Pembangunan di Keuskupan Agung Semarang. Standar
kinerja yang dihasilkan akan digunakan untuk mengukur kinerja yang aktual
terjadi. Hasil perbandingan kinerja aktual dengan standar kinerja akan digunakan
untuk melihat potensi keberlanjutan Program Pemanfaatan Dana APP di
Keuskupan Agung Semarang.
Terkait dengan kedua paragraf di atas, maka pada bab ini, data statistik
dari dokumen Laporan Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang
dan data penelitian lain yang dikumpulkan dari sejumlah sumber yang berbeda,
-wawancara dengan pihak-pihak yang terkait dengan pelaksanaan Program
Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang dan penerima manfaat
program; observasi langsung dengan mengunjungi Kantor Panitia APP Keuskupan
Agung Semarang baik di tingkat pusat, kevikepan maupun di tingkat paroki
sampel penelitian; kuesioner yang diisi oleh Tim PSE Paroki-, akan dievaluasi
dengan menggunakan teori prinsip-prinsip Ajaran Sosial Gereja dan teori
community empowerment yang telah dikembangkan untuk kepentingan penelitian
ini. Penggunaan teori-teori tersebut bukan dalam kerangka menguji teori-teori
tersebut atau untuk membangun penjelasan teoritis yang baru, tetapi untuk
memahami secara holistik Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung
131
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Semarang selama empat periode tahun anggaran.
Pada Bab V ini akan dipaparkan tiga tema pembahasan sesuai dengan
pertanyaan penelitian. Pertama, Analisis Kesesuaian Program Pemanfaatan Dana
APP di Keuskupan Agung Semarang dengan Prinsip-Prinsip Ajaran Sosial Gereja.
Kedua, Analisis Capaian Kinerja Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan
Agung Semarang berdasarkan kategori-kategori Community Empowerment dalam
Dimensi Corporate Social Responbility. Ketiga, Potensi keberlanjutan Program
Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang.
5.2. Analisis Kesesuaian Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan
Agung Semarang dengan Prinsip-Prinsip Ajaran Sosial Gereja.
Gereja Katolik merupakan Gereja yang hidup. Gereja yang menunjukkan
sikap-sikap responsif dan keberpihakan terhadap masalah-masalah sosial.
Responsivitas tersebut sangat jelas terlihat dalam uraian mengenai catatan historis
Ajaran Sosial Gereja, -dari Rerum Novarum sampai dengan Deus Caritas Est-.
Dari catatan historis Ajaran Sosial Gereja itu pula dapat dilihat suatu
prinsip-prinsip yang bercorak umum dan fundamental terkait dengan realitas
masyarakat dalam keseluruhannya.
Termuat adanya empat prinsip dalam Ajaran Sosial Gereja . Prinsip-prinsip
tersebut adalah: martabat pribadi manusia, yang menjadi dasar bagi semua prinsip
132
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
lain serta isi ajaran sosial Gereja; kesejahteraan umum; subsidiaritas; dan
solidaritas. Prinsip-prinsip Ajaran Sosial Gereja tersebut memiliki nilai dalam
kesatuannya, saling keterkaitan di antaranya serta dalam perumusannya. Hal ini
terkait dengan pemahaman bahwa Ajaran Sosial Gereja merupakan kumpulan
ajaran terpadu yang menafsirkan berbagai realitas sosial modern secara sistematis.
Demikian juga dalam pengkajiannya, masing-masing prinsip ini tidak dapat
berdiri sendiri secara individual dan digunakan secara terpisah dan tidak berkaitan
satu dengan yang lain. Suatu pemahaman teoretis yang mendalam dan penerapan
aktual atas satu dari prinsip-prinsip sosial ini akan menimbulkan resiproksitas,
komplementaritas serta interkoneksitas yang menjadi bagian dari struktur
prinsip-prinsip tersebut (Pontifical Council for Justice and Peace,Compendium of
the Social Doctrine of the Church, 2004: 109-111).
Pada sub bab ini, akan dijabarkan hasil analisis temuan studi dokumen
Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang dan temuan
studi lapangan yang telah disintesiskan dengan pemahaman teoritis mengenai
prinsip-prinsip Ajaran Sosial Gereja. Struktur pemaparan akan dibagi menjadi tiga
bagian. Pertama, Keterserapan Dana Program Pemanfaatan Dana APP di
Keuskupan Agung Semarang periode tahun anggaran 2011-2012 sampai dengan
2014-2015: catatan kritis berasas prinsip-prinsip Ajaran Sosial Gereja. Kedua,
pemanfaatan dana APP di Keuskupan Agung Semarang selama periode tahun
133
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
anggaran 2011-2012 sampai dengan 2014-2015 berdasarkan lima kategori bidang
perhatian: catatan kritis berasas prinsip-prinsip Ajaran Sosial Gereja. Ketiga,
Sebaran penerima manfaat Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung
Semarang periode tahun angaaran 2011-2012 sampai dengan 2014-2015: catatan
kritis berasas prinsip-prinsip Ajaran sosial Gereja. Berikut ini akan diuraikan satu
persatu.
5.2.1. Keterserapan Dana Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan
Agung Semarang Periode Tahun Anggaran 2011-2012 sampai dengan
2014-2015: Catatan Kritis Berasas Prinsip-Prinsip Ajaran Sosial
Gereja.
Seperti yang telah diuraikan pada Bab IV, data Dokumen Laporan
Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang selama periode tahun
anggaran 2011-2012 sampai dengan 2014-2015 mendeskripsikan tiga hal yang
menarik untuk dicermati terkait keterserapan dana Program Pemanfatan Dana
APP. Pertama, fenomena kenaikan dana diterima dari tahun ke tahun berbanding
dengan penurunan dana yang berhasil di kelola di tiga tahun periode anggaran.
Kedua, rerata keterserapan dana di lima kepanitiaan hanya mencapai 61%. Ketiga,
Panitia APP Keuskupan Agung Semarang keterserapan dana yang dikelola paling
rendah dibandingkan dengan empat panitia di tingkat kevikepan.
134
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Data fenomena kenaikan besaran dana yang diterima dari tahun ke tahun
dapat dimaknai sebagai bentuk semangat bersolidaritas. Semangat untuk
menyumbang dengan murah hati kepada mereka yang berkekurangan. Solidaritas
di sini baru dalam tataran sebagai ‘prinsip sosial’ untuk berbagi dana dan terlibat
dalam pengumpulan dana. Solidaritas merujuk pada sesuatu yang lebih daripada
sekedar tindakan murah hati yang sporadis (Paus Fransiskus: no.188, 109). Tataran
sebagai ‘prinsip sosial’ tersebut akan lengkap apabila solidaritas juga dimaknai
sebagai suatu ‘kebajikan moral’ yang autentik untuk tekad yang teguh dan tabah
membaktikan diri kepada kesejahteraan umum, artinya pada kesejahteraan semua
orang dan setiap orang perorangan karena semua sungguh bertanggung jawab atas
semua orang (Pope John Paul II: 419-420). Artinya, dalam konteks ini, kenaikan
dana yang diterima dari tahun ke tahun tersebut seharusnya berbanding lurus
dengan usaha lima kepanitiaan pemanfaatan dana APP di Keuskupan Agung
Semarang menaikkan besaran dana yang dikelola. Usaha untuk menghayati
solidaritas sebagai keputusan untuk mengembalikan kepada kaum miskin apa
yang menjadi milik mereka (Paus Fransiskus: no.189, 109).
Selanjutnya, logika sederhana memandu ke arah kesimpulan bahwa rerata
keterserapan dana di lima kepanitiaan yang hanya mencapai 61% dan penurunan
dana yang diserap pada tiga tahun anggaran dapat diinterprestasikan sebagai
adanya kesejahteraan yang terus meningkat di paroki-paroki yang terletak di
135
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
wilayah teritorial Keuskupan Agung Semarang. Namun, data lapangan
mengisyaratkan hal yang berbeda. Masih banyak penanda yang mengarah pada
situasi dimana umat/masyarakat di wilayah ketugasan dan teritorial Keuskupan
Agung Semarang umatnya belum sejahtera. Dalam suatu pemetaan yang
diselenggarakan oleh Panitia APP Kevikepan Semarang, Paroki Purwodadi dan
Adminitrasi Paroki Demak merupakan paroki dengan pemetaan yang
mendeskripsikan masih cukup banyak kantong-kantong kemiskinan di wilayah
teritorial kedua paroki tersebut. Akan tetapi, kedua paroki tersebut selama empat
periode tahun anggaran tidak mengakses dana APP baik di tingkat kevikepan
maupun keuskupan.
Fenomena keterserapan dana yang tidak memenuhi harapan tersebut, besar
kemungkinan disebabkan desain alur akses dana yang tidak memungkinkan
adanya peran aktif dari Panitia APP di kelima kepanitiaan berkenaan dengan
pemanfaatan dana APP. Gambar 4.1 mengenai flow chart mekanisme akses dana
APP di Keuskupan Agung Semarang menunjukkan bahwa pemanfaatan dana APP
sepenuhnya mengandalkan proposal yang masuk. Reksa pastoral7 membutuhkan
7 Pelayanan pastoral adalah pelayanan keselamatan bagi semua orang sebagai tugas dasar Gereja, oleh semua anggota Gereja, selaras dengan bentuk, cara hidup dan jabatannya. Dengan kata lain, berpastoral secara benar berarti melakukan pelayanan pastoral seluas realitas kehidupan. Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia (SAGKI) yang berlangsung pada tahun 2005 menegaskan ada 17 pokok masalah terkait dengan realitas kehidupan baik dalam bidang politik, ekonomi dan sosial yang dialami oleh rakyat Indonesia menjadi tanggung jawab dan panggilan iman Gereja Katolik Indonesia. 17 pokok masalah yang dipandang mendesak untuk diatasi bersama yaitu: (1) keretakan hidup berbangsa, (2) otonomi daerah dan masyarakat adat, (3) korupsi:masalah budaya, (4) korupsi: masalah lemahnya mekanisme kontrol, (5) kemiskinan, (6) pengangguran, (7) kriminalitas, (8) perburuhan, (9) pertanian, (10) lingkungan hidup: berkaitan dengan hutan, (11) lingkungan hidup: berkaitan dengan nonhutan, (12) pendidikan formal: pendidikan dasar-menengah, (13) pendidikan formal: pendidikan tinggi, (14) pendidikan nonformal: pendidikan dalam keluarga, (15) pendidikan nonformal: kaum muda, (16) kesehatan, dan (17) kekerasan dalam rumah tangga.
136
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pemetaan persoalan yang dihadapi umat/masyarakat yang cukup lengkap dan
menyeluruh dan ini mensyaratkan peran aktif Panitia APP di kelima kepanitiaan.
Dengan adanya pemetaan persoalan, kebijakan pastoral diharapkan semakin bisa
memberikan gambaran akan persoalan dan realitas yang dihadapi
umat/masyarakat. Selain itu, dapat memprediksi dan mengantisipasi langkah
pemulihan dan perbaikan melalui program yang dibuat oleh Panitia APP di kelima
kepanitiaan. Dengan demikian diperlukan tinjauan ulang mengenai pemanfaatan
dana APP yang hanya bertumpu pada proposal yang diusulkan oleh empat kriteria
penerima manfaat Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung
Semarang. Digali sebuah kemungkinan pemanfaatan dana untuk sebuah program
yang didanai dana APP dengan tidak melalui mekanisme akses dana APP seperti
yang tertuang dalam gambar 4.1 tetapi melalui hasil pemetaan yang memberikan
gambaran perlunya diadakan sebuah program untuk mengatasi problematik yang
dihadapi oleh umat/masyararakat.
Data primer dan data sekunder yang menunjukkan bahwa keterserapan dana
Panitia APP Keuskupan Agung Semarang paling rendah dibandingkan dengan
empat panitia di tingkat kevikepan secara sederhana ‘konteksnya’ dapat dijelaskan
dengan menggunakan Gambar 4.1 mengenai flow chart mekanisme akses dana
APP di Keuskupan Agung Semarang. Melalui alur flow chart tersebut dapat
dilihat bahwa penerima manfaat dari dana APP yang dikelola oleh Panitia APP
137
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Keuskupan Agung Semarang juga merupakan penerima manfaat dari dana APP
yang dikelola oleh Panitia APP Kevikepan Semarang, Panitia APP Kevikepan
Kedu, Panitia APP Kevikepan Surakarta dan Panitia APP Kevikepan Yogyakarta.
Terdapat overlapping fungsi yang diemban oleh Panitia APP Kevikepan Semarang.
Fungsi yang telah diemban oleh empat panitia pengelola dana APP di tingkat
kevikepan, diemban juga oleh Panitia APP Kevikepan Semarang. Dengan
demikian, Overlapping fungsi inilah penyebab yang paling mungkin untuk kondisi
tidak maksimalnya keterserapan dana yang dikelola oleh Panitia APP Keuskupan
Agung Semarang.
Berdasarkan data keterserapan dana APP pada diagram 4.3 tentang
prosentase keterserapan dana APP di Keuskupan agung Semarang di lima
kepanitiaan dapat dilihat bahwa pengelolaan dana APP lebih efektif di tingkat
kevikepan, -Panitia APP Kevikepan Semarang, Panitia APP Kevikepan Kedu,
Panitia APP Kevikepan Surakarta dan Panitia APP Kevikepan Yogyakarta-. Terkait
dengan pola ini sangat mungkin prinsip subsidiaritas diterapkan oleh Panitia APP
Keuskupan Agung Semarang. Panitia APP Keuskupan Agung Semarang bertindak
sejauh sebagai “subsidium” bagi empat panitia pengelola dana APP di tingkat
kevikepan. Untuk itu peran Panitia APP Keuskupan Agung Semarang lebih kepada
mendukung, memajukan dan mengembangkan panitia APP di tingkat kevikepan.
Bentuk ini sesuai dengan makna imperatif yang ditunjukkan oleh prinsip
138
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
subsidiaritas, yaitu fungsi-fungsi yang dapat dijalankan secara efisien oleh
kelompok-kelompok yang lebih kecil dan lebih rendah tingkatannya tidak usah
diambil alih oleh kelompok yang lebih luas dan lebih tinggi (Pope John XXIII:
91-92).
5.2.2. Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang Periode Tahun
Anggaran 2011-2012 sampai dengan 2014-2015 Berdasarkan Lima
Kategori Bidang Perhatian: Catatan Kritis Berasas Prinsip-Prinsip
Ajaran Sosial Gereja.
Pada bagian sub bab ini, Rerata pemanfaatan dana APP berdasarkan lima
kategori bidang perhatian selama periode tahun anggaran 2011-2012 sampai
dengan 2014-2014 akan ditinjau ulang dengan menggunakan prinsip-prinsip
Ajaran Sosial Gereja. Seperti yang telah dipaparkan dalam studi dokumen di bab IV,
data mengenai hal tersebut mengarah pada fakta bahwa prosentase terbesar
pemanfaatan dana APP digunakan untuk kategori karitatif kemanusiaan, yaitu
sebesar 34,71%. Prosentase terbesar kedua dipergunakan untuk kategori
pengembangan sosial ekonomi sebesar 28,49%. Berturut-turut kemudian kategori
motivasi dan animasi sebesar 18,64%, kategori pendidikan 16,84% dan kategori
bencana alam dan musibah 1.32%.
139
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Selanjutnya, pemahaman bahwa “Allah tidak membedakan orang” karena
semua orang memiliki martabat yang sama sebagai makhluk ciptaan yang dibentuk
seturut gambar dan rupa Allah, mensyaratkan adanya suatu jenis pertumbuhan
bersama dan pribadi setiap orang. Untuk mencapai pertumbuhan tersebut
diperlukan jenis bantuan yang efektif untuk mereka yang miskin agar memiliki
peluang yang setara dalam mencapai kesejahteraan. Kesejahteraan tidak hanya
berbicara tentang kepastian adanya makanan bagi semua orang tetapi juga
kesejahteraan dalam segala aspeknya. Hal ini berarti pendidikan, akses pelayanan
kesehatan dan terutama pekerjaan, karena melalui kerja yang bebas, kreatif dan
partisipatif dan saling mendukung manusia dapat mengungkapkan dan
meningkatkan martabat hidup mereka (Paus Fransiscus: no.192, 111).
Terkait dengan pemahaman di atas dan prinsip kesejahteraan umum dalam
Ajaran Sosial Gereja, deskripsi pemanfaatan dana APP di Keuskupan Agung
Semarang berdasarkan lima kategori bidang perhatian selama periode tahun
anggaran 2011-2012 sampai dengan 2014-2014 yang dominan diwarnai
karya-karya karitatif 8 tersebut penting untuk dicermati kembali. Hal tersebut
menjadi semakin mendesak jika dihubungkan dengan cita-cita Keuskupan Agung
Semarang yang tertuang dalam Rencana Induk Keuskupan Agung Semarang 2016 -
2035 yang menetapkan aspek sejahtera sebagai pintu masuk pertama menuju
8 Berdasarkan ciri-ciri karya kasih yang bercorak karitatif maka kategori pendidikan dan kategori musibah bencana alam termasuk dalam kelompok karya karitatif. Terkait dengan hal ini maka besaran prosentase dana APP di Keuskupan Agung Semarang selama empat periode yang dimanfaatkan untuk kelompok karitatif kemanusiaan adalah 82.87%.
140
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
terwujudnya peradapan kasih dalam masyarakat Indonesia (Dewan Karya Pastoral
2016:15). Kesejahteraan umum merujuk pada keseluruhan kondisi hidup
kemasyarakatan yang memungkinkan baik kelompok-kelompok maupun
anggota-anggota perorangan untuk secara lebih penuh dan lebih lancar mencapai
kesempurnaan mereka sendiri (Second Vatican Council: no.26, 174). Pencapaian
‘kesempurnaan diri’ diinterpretasikan sebagai kondisi tidak tergantung pada
bantuan orang lain tetapi mampu mengusahakan kehidupannya sendiri (Dewan
Karya Pastoral 2016: no.34, 43). ‘Kesempurnaan diri’ kurang memungkinkan
dicapai dengan karya karitatif. Karya ini perlu dipertimbangkan hanya sebagai
jawaban sementara dari kebutuhan-kebutuhan yang mendesak untuk ditangani
(Paus Fransiscus: no.202, 117).
Dewan Karya pastoral Keuskupan Agung Semarang dalam buku “Gereja
yang Signifikan dan Relevan: Pendalaman Ardas 2011 - 2015” menegaskan bahwa
berdasarkan ciri-cirinya 9 karya-karya karitatif tidaklah cukup sebagai upaya
solidaritas dengan mereka yang kecil, lemah, miskin, tersingkir dan difabel. Gereja
perlu mengembangkan karya yang bersifat memberdayakan (2011:60-61).
Argumentasinya, Karya pemberdayaan merupakan karya kasih yang mendorong
orang lain menjadi lebih terlibat dalam keputusan dan aktivitas yang
mempengaruhi kualitas hidup mereka. Pemberdayaan merupakan perubahan yang
9 Tindakan karitatif adalah karya kasih yang memiliki ciri: pertama, karya kasih dilakukan tanpa terlebih dahulu melakukan analisis sosial-politik tentang penyebab terjadinya suatu situasi yang memprihatinkan, misalnya kemiskinan. Kedua, bantuan yang diberikan langsung dapat dirasakan. Ketiga, hanya cocok untuk membantu korban-korban bencana alam saja.
141
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
terjadi pada habitus yang dapat membantu menciptakan suatu lingkungan di mana
setiap individu dapat menggunakan kemampuan dan energinya untuk meraih tujuan
hidup baik secara individu maupun secara sosial-kelompok (Dewan Karya Pastoral,
2011:61). Pemberdayaan yang memerdekakan bagi mereka yang kecil, lemah,
miskin, tersingkir dan difabel seharusnya lebih diutamakan daripada
kegiatan-kegiatan lain yang menciptakan ketergantungan (Dewan Karya Pastoral:
no 3.2, 27) .
Berkaitan dengan tingginya pemanfaatan dana APP untuk karya-karya
karitatif, data lapangan mengidentifikasikan bahwa dana-dana sosial Gereja 10
belum dikelola secara efektif dan efisien berdasarkan intensio dantis-nya oleh
Paroki. Misalnya, Dana Papa Miskin dan 25 % Dana APP yang ditinggal di Paroki.
Di sebagian besar Paroki di Keuskupan Agung Semarang, kedua dana tersebut
dikelola dengan tidak berdasarkan intensio dantis-nya. Menjadi suatu fenomena
yang umum terjadi dimana kedua dana tersebut di Paroki-Paroki dipakai untuk
pembangunan fisik gereja dan bahkan di beberapa kasus dijadikan sebagai dana
abadi Paroki dalam bentuk tabungan atau deposito. Kondisi ini dapat menjadi salah
satu argumentasi mengapa proposal-proposal yang ditujukan pada Panitia
Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang selama periode tahun
10 Di setiap Paroki minimal ada tiga jenis dana sosial yang bisa diakses oleh umat, yaitu: Dana Papa Miskin yang berasal dari 15% dari hasil kolekte umum dan amplop persembahan pada setiap hari Minggu, Dana APP yang ditinggal di Paroki berasal dari 25% dari keseluruhan dana yang diperoleh dari kolekte Minggu Palma serta kotak APP dan dana Tim Kerja PSE yang berasal baik dari dana program yang dianggarkan di RAPB Paroki maupun dana yang diperoleh dari permohonan kepada Panitia APP Kevikepan/Keuskupan/Nasional
142
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
anggaran 2011-2012 sampai dengan 2014-2014 dominan diwarnai karya-karya
karitatif. Ketika kebutuhan akan dana-dana yang bersifat pertolongan pertama tidak
dapat diakses di Paroki, sangatlah beralasan apabila kemudian kebutuhan akan
dana tersebut diusulkan kepada Panitia Pemanfaatan Dana APP baik di tingkat
kevikepan maupun tingkat Keuskupan.
Pengelolaan dana-dana sosial Gereja yang belum diatur secara tegas
berdasarkan intensio dantis-nya tersebut menyebabkan terjadinya overlapping baik
dalam pengelolaan maupun pemanfaatannya. Untuk itu, sangatlah mendesak
adanya sebuah pedoman yang integral mengenai pengelolaan dan pemanfaatan
dana-dana sosial gereja -yang memuat kriteria yang jelas, persyaratan penerima
manfaat dan mekanisme tim kerjanya-. Kebutuhan akan pedoman ini menjadi
semakin penting karena data di lapangan menunjukkan bahwa ada beberapa dana
sosial Gereja di luar Dana APP dan Danpamis. Di Keuskupan Agung Semarang,
untuk kepentingan pengembangan Pelayan Pastoral dikenal dana KPG (Kolekte
Pelayan Gereja), untuk situasi bencana ada dana Karitas Indonesia dan di lapangan
dikenal juga dana Tim Peduli Pendidikan (TPP). Dengan adanya sebuah pedoman
yang integral mengenai dana-dana sosial Gereja ini sangatlah memungkinkan
terjadinya sinergi dalam pengelolaan dan pemanfaatan masing-masing dana
tersebut dan dengan demikian peluang untuk tercapainya wajah Gereja yang
semakin signifikan dan relevan bagi umat dan masyarakat semakin besar. Melalui
143
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pedoman ini pula karya-karya sosial Gereja terhindar dari dominasi warna karitatif
yang cenderung tidak berkelanjutan.
Berkenaan dengan pedoman pengelolaan dana sosial gereja, 26 paroki dari
33 Paroki di Kevikepan Yogyakarta telah memiliki pedoman tersebut. 2 paroki
dalam proses penyusunan dan 5 paroki belum memiliki. Kepemilikan pedoman
itupun dapat dibedakan menjadi dua kriteria, yaitu: mempunyai pedoman tetapi
belum dilaksanakan dan mempunyai pedoman sekaligus sudah dilaksanakan. Tabel
5.1 berikut ini mengilustrasikan kepemilikan pedoman pengelolaan dana sosial
gereja di Kevikepan Yogyakarta.
TABEL 5.1 KEPEMILIKAN PEDOMAN PENGELOLAAN DANA SOSIAL GEREJA
PAROKI-PAROKI DI KEVIKEPAN YOGYAKARTA
Sumber: Diolah oleh Bernadetta Rini Susanti dari Berbagai sumber
Buku-buku pedoman pengelolaan dana sosial gereja tersebut di atas memiliki
keragaman baik dari segi isi maupun tampilan fisiknya. Dari segi isi, beberapa buku
sudah memuat secara lengkap dana-dana sosial apa saja yang dikelola, kriteria yang
jelas berdasarkan intensio dantis masing-masing dana, persyaratan penerima
No Kriteria Kepemilikan Jumlah Paroki
1 Memiliki dan sudah dilaksanakan 8 2 Memiliki tetapi belum dilaksanakan 16 3 Proses penyusunan 2 4 Belum memiliki 5
Jumlah 33
144
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
manfaat dan mekanisme tim kerjanya. Namun, terdapat pula buku pengelolaan
dana sosial gereja yang sangat minim dalam hal informasi. Kondisi ini nampaknya
harus ditangkap sebagai persoalan di Keuskupan Agung Semarang yang ada
solusinya. Bukan terbatas pada persoalan buku pedoman yang seragam di semua
paroki karena keseragaman bukan jawabannya. Keanekaragaman kondisi sosial
dan ekonomi paroki-paroki di Keuskupan Agung Semarang memang sangat
memungkinkan adanya keragaman buku panduan. Namun, di Keuskupan Agung
Semarang perlu adanya buku panduan penyusunan pedoman pengelolaan dana
sosial gereja di paroki agar dalam keberagaman tetap ada hal-hal yang wajib ada
dan ditaati oleh paroki-paroki di Keuskupan Agung Semarang.
5.2.3. Sebaran Penerima Manfaat Program Pemanfaatan Dana APP di
Keuskupan Agung Semarang Periode Tahun Anggaran 2011-2012
sampai dengan 2014-2015: Catatan Kritis Berasas Prinsip-Prinsip
Ajaran Sosial Gereja.
Pada bagian sub bab ini, sebaran penerima manfaat dana APP di keuskupan
Agung Semarang selama periode tahun anggaran 2011-2012 sampai dengan
2014-2014 akan ditinjau ulang dengan menggunakan prinsip-prinsip Ajaran Sosial
Gereja. Seperti yang telah dipaparkan dalam studi dokumen di bab IV, dari data
statistik yang disajikan tabel 4.6 4.7, 4.8, 4.9 dan 4.10 dapat diperoleh gambaran
145
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
yang jelas dan terang bahwa pemanfaatan Dana Aksi Puasa Pembangunan di
Keuskupan Agung Semarang belum memperlihatkan adanya sebuah pemanfaatan
yang maksimal. Ketidakmaksimalan tersebut terlihat dari tiga kondisi. Pertama,
sebaran jumlah proposal disetujui yang tidak merata. Kedua, kestabilan jumlah
proposal yang tinggi di beberapa paroki. Ketiga, fakta adanya paroki yang sama
sekali tidak mengakses bantuan yang ditawarkan oleh 5 panitia pemanfaatan dana
APP selama empat periode tahun anggaran.
Selanjutnya, apabila tiga fenomena ketidakmaksimalan pemanfaatan dana
APP dikaitkan dengan gambar 4.1 mengenai flow chart mekanisme akses dana
APP di Keuskupan Agung Semarang, akan memunculkan diskusi bahwa hal
tersebut ada pertaliannya dengan peran Romo Paroki dan Tim PSE
Lingkungan/Paroki. Seperti yang tertera dalam flow chart, tahapan akses
pemanfaatan dana APP sangat ditentukan oleh keaktifan Romo Paroki dan Tim
PSE Lingkungan/Paroki. Dengan bahasa lain dapat dikatakan bahwa Romo Paroki
dan Tim PSE Lingkungan/Paroki merupakan ujung tombak tumbuhnya kepekaan
untuk merespon kebutuhan umat/masyarakat yang membutuhkan bantuan. Data
lapangan sangat mendukung “statement” tersebut. Paroki-paroki dengan jumlah
proposal disetujui merupakan paroki-paroki yang Romo Paroki atau Tim PSE
Lingkungan/Parokinya aktif terlibat dalam gerak pelayanan di bidang
pengembangan sosial ekonomi.
146
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Dalam konteks penelitian ini, Romo Paroki dan Tim PSE
Lingkungan/Paroki adalah agen kesejahteraan umum. Agen yang mengikhtiarkan
kebaikan sesama seolah-olah itu merupakan kebaikan sendiri. Hal ini sesuai
dengan salah satu di antara banyak implikasi dari kesejahteraan umum yang
menyangkut hak atas penggunaan bersama harta benda sebagai “prinsip utama
seluruh tatanan etika dan sosial” serta “asas unik ajaran sosial kristen”. Prinsip
yang menyangkut tujuan universal harta benda ini merupakan sebuah undangan
untuk mengembangkan sebuah wawasan ekonomi yang diilhami oleh nilai-nilai
moral yang memungkinkan tercapainya dunia yang adil dan solider (Pontifical
Council for Justice and Peace,Compendium of the Social Doctrine of the Church,
2004: 114-118).
Sebuah realitas yang tidak bisa disangkal bahwa kepemimpinan jemaat
gerejani menuntut lebih pelayan imam sebab mereka dipanggil untuk lebih
menghidupi rahmat imami, rajawi dan kenabian pembabtisan. Oleh karena itu,
pelaksanaan penggembalaan Gereja paroki terutama diletakkan dalam
kepemimpinan serta pelayanan pastor paroki. Selanjutnya, persoalan yang lalu
dihadapi dalam menjalankan reksa pastoral paroki adalah apa dan bagaimana
konsekuensi dari pemahaman akan tugas perutusan Gereja dalam menjalankan
reksa pastoral. Peran pastor paroki adalah menjalankan tugas utama
penggembalaan Gereja maka menjadi harapan agar kepentingan “agenda” pribadi
147
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
yang dimilikinya tidak menentukan reksa pastoral paroki. Dalam hal ini, setiap
karisma atau talenta perlu ditempatkan pada kerangka perpektif sumbangan khas
dan peran unik dari masing-masing pribadi. Karenanya aspek sharing, saling
berbagi berbagi bakat, kemampuan, talenta, dan karisma yang lebih terjadi, bukan
dominasi suatu talenta atau pendekatan tertentu oleh figur yang mendominasi dan
menguasai (Cahyadi: 48 - 50).
Terkait dengan paragraf di atas, data di lapangan merepresentasikan
adanya suatu fenomena yang mendeskripsikan perhatian Gereja yang amat kurang
dalam hal karya-karya sosial. Alasan ketidaksesuaian “minat, bakat dan
kemampuan” Romo Paroki pada karya sosial menempati urutan pertama
banyaknya Paroki di Keuskupan Agung Semarang yang sangat sedikit meletakkan
karya sosial menjadi bagian penting dalam reksa pastoral mereka. Karya sosial
merupakan karya yang sulit dan butuh pemikiran yang kompleks menjadi alasan
kedua mengapa karya ini kurang diminati. Selebihnya alasan-alasan teknis,
termasuk kurangnya pemahaman Romo Paroki terhadap tata kelola dana-dana
sosial yang ada di Gereja melengkapi deretan alasan mengapa animo Romo
Paroki terhadap karya sosial sangat rendah. Data lapangan yang kurang
menguntungkan tersebut semakin menyedihkan ketika disandingkan dengan
pengertian bahwa Gereja seharusnya menempatkan diri sebagai pelayanan karya
keselamatan Allah yang diwujudkan lewat kehadiran serta karya pelayanan Gereja
148
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
yang tidak saja berdemensi gerejani, namun juga sosial kemasyarakatan. Oleh
karena itu karya keselamatan Allah dinyatakan tidak saja lewat perayaan
sakramen (liturgia), pewartaan (kerygma), dan pembangunan jemaat yang hidup
(koinonia), namun juga dengan pelayanan nyata (diakonia) (Cahyadi: 47) .
Pesan Ajaran Sosial Gereja berkenaan dengan solidaritas jelas-jelas
menunjukkan bahwa terdapat sebuah ikatan yang sangat erat antara solidaritas dan
kesejahteraan umum, antara solidaritas dan tujuan universal harta benda, antara
solidaritas dan kesetaraan di antara semua manusia. Istilah “solidaritas” yang
digunakan secara luas oleh Magesterium mengungkapkan secara ringkas
kebutuhan untuk mengakui ikatan-ikatan kokoh yang mempersatukan semua
orang dan kelompok-kelompok sosial satu sama lain, untuk kemudian memberi
ruang yang diberikan kepada pertumbuhan bersama yang di dalamnya semua
orang berbagi dan berperan serta. Komitmen ini diterjemahkan ke dalam
kesediaan ikut ambil bagian secara positif untuk kebaikan sesama melampaui
setiap kepentingan individu atau golongan (Pontifical Council for Justice and
Peace,Compendium of the Social Doctrine of the Church, 2004: 133-134).
Romo Paroki dan Tim PSE Lingkungan/Paroki selain bertanggung jawab
sebagai agen kesejahteraan umum juga berkewajiban untuk menjadi agen
pertumbuhan bersama yang mendorong semua orang berbagi dan berperan aktif
dalam gerakan solidaritas kepada mereka yang kecil, lemah, miskin, terlantar dan
149
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
difabel. Kesadaran akan fungsi inilah yang nampaknya perlu dimunculkan sebagai
bagian utama dari ketugasan Romo Paroki dan Tim PSE Lingkungan/Paroki
dalam reksa pastoral Gereja. Realitas di lapangan menginformasikan kedua peran
tadi sangat lemah dalam pelaksanaannya. Sebaran jumlah proposal disetujui yang
tidak merata, kestabilan jumlah proposal yang tinggi di beberapa paroki dan data
adanya paroki yang sama sekali tidak mengakses dana APP selama empat periode
tahun anggaran merupakan fenomena konsekuensi dari tidak terpahaminya
dengan baik tanggung jawab Romo Paroki dan Tim PSE Lingkungan/Paroki
sebagai agen kesejahteraan umum dan agen solidaritas kepada mereka yang kecil,
lemah, miskin, terlantar dan difabel.
Tinjauan mengenai integritas pelayanan pastoral, nampaknya perlu
dimunculkan berkaitan dengan tanggung jawab Romo Paroki dan Tim PSE
Lingkungan/Paroki sebagai agen kesejahteraan umum dan agen solidaritas.
Integritas pelayanan pastoral mengacu pada keefektifan dan kekredibelan pelaku
pelayan pastoral. Artinya, pelayanan pastoral dapat efektif dan kredibel apabila
apa yang dilakukan oleh pelaku pelayanan pastoral sungguh mengalir dan
menyatu dalam hidupnya. Hal ini mengacu pada karakter yang memiliki potensi
dan kemampuan, baik dalam kemampuan pastoralnya maupun profesionalnya
(Madya Utama: 67).
150
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Komite Nasional Standar Profesional, Konferensi Waligereja Australia dan
konferensi Pemimpin Tarekat Religius Australia menjelaskan integritas pelayan
pastoral dengan menunjuk lima bidang perhatian, yaitu: hidup penuh komitmen,
pengembangan kompetensi, komitmen untuk mewujudkan keadilan, integritas
dalam pengelolaan adminitrasi, dan tanggung jawab untuk merawat kesejahteraan
pribadi. Kelimanya akan diuraikan secara singkat sebagai berikut.
1) Hidup Penuh Komitmen
Seorang pelayan pastoral menghayati hidupnya dan semua yang ia lakukan
sebagai sebuah keputusan dan pilihan untuk mengikuti jejak Yesus guna
mewujudkan rencana Allah, yakni keselamatan bagi seluruh umat manusia dan
seluruh makhluk ciptaan-Nya. Pilihan hidup ini menuntut komitmen yang
perlu diperbaharui terus-menerus. Pertama, komitmen untuk terbuka secara
berkesinambungan terhadap panggilan Allah serta kesediaan untuk
menanggapi panggilan tersebut dan menghayatinya. Kedua, kesediaan untuk
mengembangkan ketrampilan pastoral dan profesional yang dituntut oleh tugas
pelayanannya. Ketiga, mengembangkan relasi untuk memperoleh afirmasi dan
dukungan afektif dengan orang-orang yang tidak berada dalam relasi pastoral.
Keempat, bertindak penuh integritas dalam semua relasi manusiawi yang
dibangun. Kelima, memberikan kesaksian atas pola hidup yang menghormati
martabat dan nilai dari setiap orang yang dilayani.
151
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2) Pengembangan Kompetensi
Seorang pelayan pastoral perlu mengembangkan ketrampilan pastoral maupun
ketrampilan profesionalnya agar pelayanannya dapat efektif dan kredibel.
3) Komitmen untuk Mewujudkan Keadilan
Dengan menjalankan tugas pelayanannya, seorang pelayan pastoral
memberikan kesaksian akan keadilan Allah sekaligus menjadi pelaku dari
keadilan tersebut. Hal ini diwujudkan lewat cara hidup dan pelayanannya yang
adil.
4) Integritas dalam Pengelolaan Adminitrasi
Dalam melaksanakan tugas pastoral, seorang pelayan pastoral diberi tanggung
jawab atas berbagai harta kekayaan dan keuangan milik lembaga gerejawi.
Ketika memanfaatkan harta kekayaan dan keuangan lembaga gerejawi,
pelayan pastoral perlu bertindak sebagai pengelola dan bukan sebagai pemilik.
Hal ini dilakukan dengan membuat perencanaan tahunan, mengevaluasi
pengelolaan harta kekayaan dan keuangan yang dipercayakan kepada pelayan
pastoral, serta menghindarkan diri dari penggunaan kedudukan untuk
memperoleh keuntungan bagi dirinya sendiri.
5) Tanggung Jawab untuk Merawat Kesejahteraan Pribadi
Pelayan pastoral perlu memiliki kesadaran bahwa kesehatan fisik, emosional
dan rohani merupakan anugerah yang sangat berharga dan wajib untuk dirawat.
152
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Berkaitan dengan hal ini, seorang Uskup dan Pemimpin Tarekat Religius
memiliki tanggung jawab khusus untuk mewujudkan kesehatan dan
kesejahteraan, kondisi kerja yang baik serta pengembangan profesional bagi
pelayan pastoral yang berada di bawah tanggung jawab mereka.
Beberapa catatan yang terjadi di lapangan berkaitan dengan integritas
pelayan pastoral di bidang pengembangan sosial dan ekonomi dalam konteks
pemanfaatan dana APP di Keuskupan Agung Semarang dapat dipaparkan sebagai
berikut.
1) Kompetensi Romo Paroki berkaitan dengan dana-dana sosial Gereja yang
sangat minim sangat berkaitan dengan masa pendidikan yang memang tidak
membekali pengetahuan tentang hal ini dengan cukup. Kompetensi mengenai
hal ini lebih diperoleh pada masa Tahun Orientasi Pastoral dan kompetensi
yang diperoleh ini pun sangat tergantung pada kompetensi Romo Paroki
setempat. Sebagai catatan tambahan, tidak semua Frater melalui masa Tahun
Orientasi Pastoral di Paroki.
2) Selama ini di Keuskupan Agung Semarang masih sangat sedikit pelatihan yang
diselenggarakan untuk peningkatan kompetensi pastoral maupun
profesional Tim PSE Lingkungan/Paroki. Perlu adanya sebuah kurikulum
sederhana yang memuat kompetensi apa saja yang wajib dimiliki Tim PSE
153
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lingkungan/Paroki. Juga dibutuhkan suatu sistem yang mengatur pergantian
Tim PSE Lingkungan/Paroki se-Keuskupan Agung Semarang supaya
pembekalan di awal masa tugas dapat berjalan secara efektif dan efisien.
3) Rentangan jumlah proposal yang disetujui oleh lima Panitia Pemanfaatan dana
APP di Keuskupan Agung semarang yang amat lebar memberikan kesan ada
ketidakadilan dalam pengelolaan dana APP. Padahal, data di lapangan
menunjukkan bahwa Panitia sudah maksimal dalam hal sosialisasi Program
pemanfaatan Dana APP d Keuskupan agung Semarang. Panitia sudah
membuka lebar kesempatan kepada paroki supaya mengakses dana APP.
Berkaitan dengan hal ini, untuk mengantisipasi jarak yang lebar jumlah
proposal yang disetujui dapat dibuat suatu sistem yang memungkinkan
keadilan dapat dicapai dalam akses dana APP. Panitia Pemanfaatan dana APP
Kevikepan Surakarta telah memiliki dan menerapkan sistem ini. Panitia
Pemanfaatan dana APP Kevikepan Yogyakarta juga telah memiliki namun
belum diterapkan secara maksimal.
4) Mengingat dana APP di Keuskupan Agung Semarang sudah dalam jumlah
yang tidak sedikit, maka dalam pengelolaannya perlu suatu audit keuangan
baik secara internal maupun eksternal.
5) Di beberapa paroki Tim PSE Lingkungan/Paroki bekerja dengan frekuensi
yang cukup tinggi. Untuk itu perlu ada suatu pemikiran mengenai
154
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kesejahteraan Tim PSE Lingkungan/Paroki. Kompetensi pastoral maupun
profesional Tim PSE Lingkungan/Paroki perlu diapresiasi dengan pemberian
uang transpot atau tunjangan keuangan yang besarnya disesuaikan dengan
kemampuan paroki setempat.
5.3. Telaah Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung
Semarang Berdasarkan Kategori-Kategori Community Empowerment
dalam Dimensi Corporate Social Responbility.
Berdasarkan pemaparan teori pada bab terdahulu dapat kita peroleh
pemahaman bahwa Community Empowerment merupakan sebuah aktualisasi dari
CSR yang lebih substansial daripada aktivitas charity. Pelaksanaan CSR dengan
Community Empowerment memuat kolaborasi kepentingan bersama antara
perusahaan dengan komunitas, adanya partisipasi, produktivitas dan keberlanjutan
(Sri Urip, 2014:81). Community Empowerment mengacu pada proses yang
memungkinkan masyarakat untuk meningkatkan kontrol atas hidup mereka.
‘Empowerment’ mengacu pada proses dimana orang mendapatkan kontrol atas
faktor-faktor dan keputusan yang menentukan hidup mereka. Ini adalah proses
dimana mereka meningkatkan aset dan atribut mereka dan membangun kapasitas
untuk mendapatkan akses, mitra, jaringan , dalam rangka untuk mendapatkan
kontrol. "Mengaktifkan" menyiratkan bahwa orang tidak bisa "diberdayakan" oleh
155
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
orang lain; mereka hanya dapat memberdayakan diri dengan mengakuisisi
berbagai bentuk kekuasaan yang lebih. Ini mengasumsikan bahwa orang adalah
aset untuk mereka sendiri, dan peran agen eksternal adalah untuk mengkatalisis,
memfasilitasi atau "menemani" masyarakat dalam memperoleh kekuasaan
(Labonte dan Laverack, 2008).
Selanjutnya, berdasarkan uraian mengenai konsep ‘Community
Empowerment dalam Dimensi Corporate Social Responbility’ dapat diketahui
adanya tiga unsur pembentuk konsep, yaitu: Community Empowerment,
partisipasi masyarakat dan kompetensi agen pemberdayaan. Pada bab terdahulu
dipaparkan bahwa salah satu instrumen evaluasi Program Aksi Puasa
Pembangunan di Keuskupan Agung Semarang selama empat periode tahun
anggaran ini akan dikembangkan berdasarkan tiga hal tersebut.
Pada sub bab ini akan dijabarkan hasil analisis temuan studi dokumen
Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang dan temuan
studi lapangan yang telah disintesiskan dengan pemahaman teoritis mengenai
‘Community Empowerment dalam dimensi Corporate Social Responbility’.
Struktur pemaparan akan dibagi menjadi tiga bagian. Pertama, profil Community
Empowerment dalam keterserapan dana Program Pemanfaatan Dana APP di
Keuskupan Agung Semarang periode tahun anggaran 2011-2012 sampai dengan
2014-2015. Kedua, partisipasi umat/masyarakat dalam lima kategori bidang
156
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
perhatian program pemanfaatan dana APP di Keuskupan Agung Semarang selama
periode tahun anggaran 2011-2012 sampai dengan 2014-2015. Ketiga, Korelasi
kompetensi agen pemberdayaan dengan jmlah proposal disetujui dalam sebaran
penerima manfaat dana APP di Keuskupan Agung Semarang periode tahun
anggaran 2011-2012 sampai dengan 2014-2015. Berikut ini akan diuraikan satu
persatu.
5.3.1. Profil Community Empowerment dalam Keterserapan Dana Program
Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang Periode
Tahun Anggaran 2011-2012 sampai dengan 2014-2015.
Seperti yang telah diuraikan pada bab IV, data Dokumen Laporan
Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang selama periode tahun
anggaran 2011-2012 sampai dengan 2014-2015 mendeskripsikan tiga hal yang
menarik untuk dicermati terkait keterserapan dana Program Pemanfatan Dana
APP. Pertama, fenomena kenaikan dana diterima dari tahun ke tahun berbanding
dengan penurunan dana yang berhasil di kelola di tiga tahun periode anggaran.
Kedua, rerata keterserapan dana di lima kepanitiaan hanya mencapai 61%. Ketiga,
Panitia APP Keuskupan Agung Semarang keterserapan dana yang dikelola paling
rendah dibandingkan dengan empat panitia di tingkat kevikepan.
157
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pada sub bab 5.3.1 ini data dokumen mengenai keterserapan dana APP
Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang selama periode
tahun anggaran 2011-2012 sampai dengan 2014-2015 tersebut di atas akan
disintesiskan dengan data lapangan dan teori Community Empowerment. Dalam
konteks penelitian ini teori Community Empowerment digunakan sebagai alat
untuk mengevaluasi Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung
Semarang. Sintesis antara teori dan data dokumen maupun data lapangan akan
dititikberatkan pada aktivitas pengelola pemberdayaan masyarakat .
Di bab terdahulu sudah dipaparkan bahwa dalam perkembangannya
istilah ‘Pemberdayaan Masyarakat’ menggantikan istilah ‘Community
Empowerment’. Kombinasi dari beberapa teori pemberdayaan masyarakat yang
telah di uraikan pada bab 2 dan yang kemudian akan disintesiskan dengan data
dokumen dan data lapangan dalam kerangka penelitian ini memuat tiga prinsip.
Pertama, pemberdayaan masyarakat memuat pengertian pengelola sudah berupaya
untuk membangun daya, dengan mendorong, memotivasi dan membangkitkan
kesadaran akan kapasitas yang dimiliki penerima manfaat serta berupaya untuk
mengembangkan. Kedua, pemberdayaan masyarakat memiliki konsekuensi bahwa
pengelola sudah berupaya untuk memperkuat kapasitas atau daya yang dimiliki
oleh penerima manfaat melalui kegiatan pendidikan, pelatihan dan pendampingan
yang berkelanjutan. Ketiga, dalam pemberdayaan masyarakat, pengelola sudah
158
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
berupaya untuk menggerakkan partisipasi aktif penerima manfaat seluas-luasnya
melalui partisipasi mulai dari tahapan perencanaan, pengembangan, pelaksanaan,
dan evaluasi.
Buku Pedoman Aksi Puasa Pembangun Keuskupan Agung Semarang
(2009: 34-35), menginformasikan bahwa salah satu tugas Panitia APP di tingkat
Kevikepan dan Keuskupan adalah mengelola proposal-proposal permohonan
dukungan dana untuk umat/masyarakat baik dalam bidang pelayanan karitatif
maupun bidang pelayanan pemberdayaan dan pengembangan ekonomi. Seperti
yang telah dibahas pada bab-bab sebelumnya, terdapat lima kategori kegiatan yang
didanai dengan dana APP, yaitu: (1) kategori karitatif kemanusiaan, (2) kategori
motivasi-animasi, (3) kategori bantuan pendidikan, (4) kategori bidang sosial
kemasyarakatan dan pengembangan kemasyarakatan, dan (5) kategori bidang
sarana-prasarana yang dikhususkan untuk merenovasi sarana-prasarana yang rusak
atau timbul akibat bencana alam atau musibah (Panitia APP Keuskupan Agung
Semarang, 2012:3).
Dari data dokumen dan data lapangan diketahui bahwa Panitia Program
Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung untuk kategori kegiatan
pengembangan sosial dan ekonomi bekerja sama dengan Tim Pengembangan
Sosial Ekonomi di semua tingkat (Panitia APP Keuskupan Agung Semarang: 2009,
33-35). Secara nasional ditangani oleh Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi
159
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Konperehensi Waligereja Indonesia atau disebut sebagai Komisi PSE KWI. Di
tingkat keuskupan ditangani oleh Komisi PSE Keuskupan. Komisi PSE di
Keuskupan Agung Semarang dalam ketugasannya dibantu oleh Komisi PSE
Kevikepan, yaitu Komisi PSE Kevikepan Semarang, Komisi PSE Kevikepan
Kedu, Komisi PSE Kevikepan Yogyakarta dan Komisi PSE Kevikepan Surakarta.
Penggerak dan penyelenggara karya pastoral bidang PSE di tingkat yang paling
dasar terselenggara di paroki-paroki yang disebut Tim Kerja PSE Paroki yang
beranggotakan Tim PSE Lingkungan sejumlah lingkungan yang berada dalam
wilayah teritorial sebuah paroki.
Berdasarkan uraian di atas dapat kita ketahui bahwa pengelolaan dana
APP untuk pengembangan sosial dan ekonomi tidak dilakukan oleh Panitia
Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang tetapi oleh
Komisi PSE. Panitia APP di semua tingkatan bertindak sebatas sebagai penyedia
dana. Maka dalam konteks penelitian ini, Komisi PSE Keuskupan Agung
Semarang, Komisi PSE Kevikepan Semarang, Komisi PSE Kevikepan Kedu,
Komisi PSE Kevikepan Surakarta, dan Tim PSE Paroki di seluruh wilayah
teritorial Keuskupan Agung Semarang dipahami sebagai pengelola aktivitas
pelayanan pengembangan sosial ekonomi yang dalam data dokumen juga disebut
sebagai kegiatan pemberdayaan masyarakat11.
11 Pada bab 4 sudah dipaparkan mengenai ketugasan Komisi/Tim PSE yang dibentuk untuk menanggapi kebutuhan sosial umat dan masyarakat melalui pelayanan-pelayanan langsung dan usaha-usaha menegakkan keadilan sesuai dengan prinsip-prinsip moral dan iman kristiani. Pelayanan diarahkan kepada pemberdayaan
160
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Selanjutnya, terkait dengan kapasitas Tim PSE Paroki/Tim PSE
Lingkungan dalam kegiatan pengembangan sosial dan ekonomi
umat/masyarakat12, data lapangan mengungkapkan mengenail dua hal. Pertama,
umat/masyarakat mengakses dana APP untuk kategori pemberdayaan masyarakat
tanpa keterlibatan Tim PSE Paroki/Tim PSE Lingkungan. Dalam konteks ini,
umat/masyarakat mengetahui adanya dana APP yang bisa diakses dari Romo
Paroki, sesama umat/masyarakat, Buku Panduan APP dan pamflet yang tertempel
di papan pengumuman gereja. Kedua, umat/masyarakat mengakses dana APP
untuk kategori pemberdayaan masyarakat karena peran aktif Tim PSE Paroki/Tim
PSE Lingkungan.
Akses dana APP untuk kategori pemberdayaan masyarakat karena peran
aktif Tim PSE Paroki/Tim PSE Lingkungan aplikasinya di lapangan dapat
dibedakan menjadi tiga. Pertama, Tim PSE Paroki/Tim PSE Lingkungan terlibat
dalam assessment awal calon penerima manfaat dana APP, mendampingi proses
pembuatan proposal, mengawal proposal untuk mendapatkan rekomendasi dari
Romo Paroki dan sampai pada Panitia Program Pemanfaatan Dana APP di tingkat
kevikepan maupun di tingkat keuskupan. Kedua, Tim PSE Paroki/Tim PSE
Lingkungan terlibat dalam assessment awal calon penerima manfaat dana APP,
mendampingi proses pembuatan proposal, mengawal proposal untuk mendapatkan
dan kemandirian masyarakat. Mengenai ketugasan Komisi/Tim PSE secara rinci dapat dilihat pada hal. 86-89. 12 Lihat gambar 4.1 mengenai flow chart mekanisme akses dana APP.
161
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
rekomendasi dari Romo Paroki, mengawal proposal sampai pada Panitia Program
Pemanfaatan Dana APP di tingkat kevikepan maupun di tingkat keuskupan dan
bekerja sama dengan Komisi PSE Kevikepan/Keuskupan dalam pengelolaan dana
APP. Ketiga, Tim PSE Paroki/Tim PSE Lingkungan terlibat dalam assessment
awal calon penerima manfaat dana APP, mendampingi proses pembuatan proposal,
mengawal proposal untuk mendapatkan rekomendasi dari Romo Paroki,
mengawal proposal sampai pada Panitia Program Pemanfaatan Dana APP di
tingkat kevikepan maupun di tingkat keuskupan, bekerja sama dengan Komisi
PSE Kevikepan/Keuskupan dalam pengelolaan dana APP dan memberikan
pendampingan serta pelatihan pada penerima manfaat Program Pemanfaatan Dana
APP.
Berdasarkan uraian dua paragraf di atas dapat kita tarik kesimpulan
bahwa ada empat tipe aktivitas pelayanan Tim PSE Paroki/Tim PSE Lingkungan
yang diberikan kepada umat/masyarakat penerima manfaat Program Pemanfaatan
Dana APP. Keempat tipe aktivitas pelayanan tersebut dapat diilustrasikan dengan
menggunakan skema 5.1. sebagai berikut.
162
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
SKEMA 5.1 TIPE AKTIVITAS PENGELOLA DANA APP
KATEGORI PENGEMBANGAN SOSIAL DAN EKONOMI PROGRAM PEMANFAATAN DANA APP DI KEUSKUPAN AGUNG SEMARANG
PERIODE TAHUN ANGGARAN 2011-2012 SAMPAI DENGAN 2014-2015
Tipe 1
Pamflet Penerima Dana diterima
Romo Paroki Manfaat Penerima
Informasi lain menyusun Manfaat
proposal &
menyampaikan
ke Panitia APP
Tipe 2
Assessment Tim PSE Dana diterima
Tim PSE Ling./ bersama Penerima
Paroki menyusun Manfaat
proposal &
Menyampaikan
Tipe 3
Assessment Tim PSE Dana diterima Bersama
Tim PSE Ling./ bersama Penerima Komisi PSE
Paroki menyusun Manfaat Kev./Keuskupan
proposal & mengelola
Menyampaikan dana
ke Panitia APP
Tipe 4
Assessment Tim PSE Dana diterima Bersama Menyelenggarakan
Tim PSE Ling./ bersama Penerima Komisi PSE pendampingan &
Paroki menyusun Manfaat Kev./Keuskupan pelatihan untuk
proposal & mengelola penerima
Menyampaikan dana manfaat. Bersama
ke Panitia APP Komisi PSE Kev./
Keuskupan
Sumber: Diolah oleh Bernadetta Rini Susanti dari Berbagai Sumber
163
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Aktivitas pelayanan Tim PSE Paroki/Tim PSE Lingkungan dalam
pengembangan sosial ekonomi umat/masyarakat yang terjadi hampir di sebagian
besar paroki di Keuskupan Agung Semarang adalah aktivitas pelayanan tipe 1 dan
tipe 2. Aktivitas pelayanan Tim PSE Paroki/Tim PSE Lingkungan tipe 3 dominan
terjadi di paroki-paroki Kevikepan Surakarta13. Paroki Jumapolo, Paroki Wonogiri,
Paroki Kleco dan Paroki Klaten merupakan contoh untuk aktivitas pelayanan
tipe 3. Dalam konteks ini, penerima manfaat yang mengakses dana APP memiliki
kewajiban untuk mengembalikan dana yang dipinjam. Tim PSE Paroki sebagai
pengelola aktivitas pengembangan sosial dan ekonomi di tingkat paroki akan
mengadminitrasikan pengembalian dana APP dari penerima manfaat. Di
Kevikepan Surakarta, 50 % dari pengembalian dana akan ditinggal di paroki
sebagai dana pemberdayaan masyarakat yang akan digulirkan pada penerima
manfaat lain. 50% selebihnya akan di kembalikan ke Tim PSE Kevikepan sebagai
dana kegiatan yang berkaitan dengan pengembangan sosial dan ekonomi
umat/masyarakat.
Aktivitas pelayanan Tim PSE Paroki/Tim PSE Lingkungan tipe 4
ditemukan dengan jumlah yang sangat terbatas dan kadar aktivitas yang beragam.
Keberagaman aktivitas terutama dalam hal terselenggaranya pendampingan dan
13 Kondisi ini terjadi pada masa ketugasan Romo Agustinus Giyono Darmopranoto sebagai Romo Moderator PSE Kevikepan Surakarta. Pada masa ketugasan Romo Agustinus Sudarisman sebagai Romo Moderator PSE Kevikepan Surakarta, ada aturan baru yang berlaku di Keuskupan Agung Semarang, yaitu: Dana APP yang diakses umat/masyarakat dalam pengelolaannya tidak perlu dikembalikan oleh penerima manfaat Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang untuk kepentingan bergulir kepada penerima manfaat lain.
164
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pelatihan yang teratur dalam hal waktu dan terstruktur dalam hal materi. Paroki
Gamping dan Paroki Pakem di Kevikepan Yogyakarta menjadi contoh dari
aktivitas pelayanan tipe 4. Tim PSE Paroki di kedua paroki ini ikut terlibat dalam
assessment awal calon penerima manfaat dana APP, mendampingi proses
pembuatan proposal, mengawal proposal untuk mendapatkan rekomendasi dari
Romo Paroki, mengawal proposal sampai pada Panitia Program Pemanfaatan
Dana APP di tingkat kevikepan, bekerja sama dengan Komisi PSE Kevikepan
Yogyakarta dalam hal pengelolaan pengembalian dana APP dan pendampingan
serta pelatihan pada penerima manfaat.
Jika tipe-tipe aktivitas pengelola dana APP kategori pengembangan sosial
ekonomi di atas dikaitkan dengan teori pemberdayaan masyarakat sebagai sebuah
strategi dalam pembangunan berbasis masyarakat. Maka, tipe yang paling
mendekati konsep pemberdayaan masyarakat adalah tipe 4. Aktivitas pengelola
tipe 4 mendekati konsep pemberdayaan masyarakat yang merupakan konsep
pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini
mencerminkan paradigma baru pembangunan yakni yang bersifat “people
centered, participatory, empowering, and sustainable” (Chambers, 1995 dalam
Kartasasmita, 1996). Dalam sesi pendampingan dan pelatihan yang diberikan oleh
pengelola tipe 4 pada penerima manfaat termuat upaya untuk membangun daya,
memperkuat kapasitas dan mengedepankan partisipasi penerima manfaat mulai
165
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dari tahapan perencanaan, pengembangan, pelaksanaan dan evaluasi aktivitas
pemberdayaan masyarakat.
Konstruksi pendampingan dan pelatihan tiap paroki tentu sangat berbeda,
ini mengingat bahwa bentuk pemberdayaan perlu menyesuaikan dengan potensi
masalah, dan kebutuhan masyarakat lokal atau masyarakat setempat.
Pemberdayaan masyarakat sangat jauh dengan bentuk-bentuk pembangunan yang
cenderung top down ( Anwas: 2014, hal.3). Data lapangan menunjukkan bahwa
pendampingan dan pelatihan yang terselenggara lebih banyak berada di tingkat
Kevikepan dan Keuskupan. Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi di tingkat
kevikepan dan Keuskupan memiliki peran yang sangat dominan untuk
menentukan bentuk-bentuk pelatihan yang akan dilaksanakan. Sangat sedikit
pendampingan dan pelatihan yang berbasis paroki.
Sebagai sebuah pendekatan yang diyakini dapat mengantar
umat/masyarakat berdaya dan mandiri, pemberdayaan masyarakat bukanlah
sebuah pendekatan yang mudah untuk dilakukan. Kompleksitas karakteristik
umat/masyarakat penerima manfaat Program Pemanfaatan Dana APP di
Keuskupan Agung Semarang, tuntutan perubahan zaman yang begitu pesat
menjadi tantangan dan sekaligus peluang bagi Tim PSE di Keuskupan Agung
Semarang di semua tingkatan. Oleh karena itu kesuksesan dalam kegiatan
pemberdayaan memerlukan agen pemberdayaan yang memiliki kompetensi sesuai
166
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
tuntutan masyarakat dan perkembangan zaman.
Selanjutnya, evolusi konsep Corporate Social Responbility (CSR)
memiliki sejarah panjang terkait dengan bagaimana dampaknya terhadap perilaku
perusahaan. Moura dan Padget (2011) dalam penelitiannya Historical Background
of Corporate Social Responbility membagi proses evolusi konseptual CSR
sebagai berikut.
TABEL 5.2. KONSEP EVOLUSI CORPORATE SOCIAL RESPONBILITY
BERDASARKAN FOKUS PERHATIAN
Sumber: Diolah berdasarkan Social Responbility Journal/Vol.7 No. 4 2011, hal. 528-529
Berdasarkan Tabel 5.1 dapat dilihat bahwa pada perkembangan awalnya CSR
masih dianggap sebagai suatu kegiatan filantropi yang merupakan kegiatan sosial
yang dilakukan oleh perusahaan. Perkembangan pada tahap awal ini masih
menggunakan pendekatan CSR yang berdasarkan motivasi karitatif dan
Tahun Fokus Perhatian CSR
1950-an Tanggung jawab bisnis terhadap masyarakat dan melakukan perbuatan baik bagi masyarakat.
1960-an Orang dan ide-ide gerakan yang berperan dalam karakteristik perubahan sosial.
1970-an Fungsi manajemen tradisional ketika berhadapan dengan isu-isu CSR.
1980-an Bisnis dan kepentingan sosial. Perusahaan menjadi lebih responsif terhadap kepentingan stakeholder.
1990-an Gagasan CSR secara universal disetujui. CSR juga dikaitkan dengan srategi
2000-an CSR menjadi isu strategis yang penting dalam perusahaan
167
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kemanusiaan. Pada perkembangan terkini, pemahaman dan pelaksanaan CSR
mengalami kemajuan yang pesat. CSR menjadi bagian yang terintegrasi dengan
strategi bisnis perusahaan. CSR merupakan sarana dalam mengembangkan
perusahaan agar dapat meraih pertumbuhan dan laba yang berkelanjutan.
Aktivitas pelayanan Tim PSE Paroki/Tim PSE Lingkungan tipe 1 dan tipe 2
jika kita cermati dari perspektif evolusi konsep Corporate Social Responbility
yang tertuang dalam tabel 5.2. menghasilkan konklusi bahwa pengelolaan
kegiatan pengembangan sosial ekonomi yang dilakukan saat ini sama dengan
yang dilakukan bidang CSR pada tahap awal perkembangannya. Interpretasinya,
sampai saat ini sebagian besar dari paroki-paroki di Keuskupan Agung Semarang
masih melaksanakan tanggung jawab keterlibatan sosialnya dengan pilihan
aktivitas yang sangat tertinggal jika dibandingkan dengan aktivitas tanggung
jawab sosial di bidang CSR. Seperti yang tertera di tabel 5.2., di rentang tahun
1950-an, bidang CSR fokus utamanya adalah tanggung jawab bisnis kepada
masyarakat dan melakukan perbuatan baik bagi masyarakat berdasarkan motivasi
karitatif dan kemanusiaan (Caroll dan Frederick dalam Moura dan Padget :2011,
hal 530). Kegiatan CSR dengan kebijakan murah hati yang diberikan bisnis bagi
masyarakat dengan pola karitatif dan kemanusiaan seperti ini manfaatnya hanya
dirasakan sesaat oleh masyarakat dan berdampak sangat terbatas bagi perusahaan.
Maka konsep ini sudah mulai ditinggalkan. CSR pada saat ini dipahami sebagai
168
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ikatan tanggung jawab yang layak dijalankan untuk menjamin terciptanya manfaat
berkelanjutan bagi perusahaan maupun masyarakat (Urip: 2014, hal.40).
Evolusi perkembangan CSR terkini yang membawa konsep baru bahwa
jika perusahaan menekankan pelaksanaan kegiatan CSR-nya pada persolan yang
tidak relevan dengan kebutuhan masyarakat, maka kegiatan sebaik apapun yang
dilaksanakan dalam kerangka CSR akan gagal menciptakan manfaat yang
diharapkan baik untuk masyarakat maupun perusahaan. Oleh karena itu,
penerapan prinsip CSR pada saat ini lebih didorong oleh pemahaman bisnis akan
strategi bisnisnya yang diimbangi dengan pemahaman akan kebutuhan masyarakat
(Lantos: 2001;Urip: 2014, hal.16) . Evolusi perkembangan konsep CSR ini sangat
relevan apabila diadopsi oleh Panitia Program Pemanfaatan Dana APP di tingkat
Keuskupan/Kevikepan dan Komisi Pengembangan Sosial dan Ekonomi di tingkat
Keuskupan/Kevikepan dengan beberapa diskusi untuk penerapannya dalam hal
tanggung jawab keterlibatan sosial Gereja terhadap masalah-masalah kemiskinan
dalam arti luas. Pemahaman Panitia Program Pemanfaatan Dana APP di tingkat
Keuskupan/Kevikepan dan Komisi Pengembangan Sosial dan Ekonomi di tingkat
Keuskupan/Kevikepan terhadap kebutuhan umat/masyarakat yang masuk dalam
kategori kecil, lemah, miskin, tersingkir dan difabel sangat menentukan
bentuk-bentuk keterlibatan sosial apa sajakah yang akan dikelola.
169
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Fenomena rerata keterserapan dana di lima kepanitiaan yang hanya
mencapai 61%, besar kemungkinan terjadi karena Pemahaman Panitia Program
Pemanfaatan Dana APP di tingkat Keuskupan/Kevikepan dan Komisi
Pengembangan Sosial dan Ekonomi di tingkat Keuskupan/Kevikepan yang sangat
kurang terhadap kebutuhan umat/masyarakat yang masuk dalam kategori kecil,
lemah, miskin, tersingkir dan difabel. Flow Chart 4.1. mengenai mekanisme akses
dana APP semakin menunjukkan bahwa memang sangat sedikit peluang bagi
Panitia Program Pemanfaatan Dana APP di tingkat Keuskupan/Kevikepan dan
Komisi Pengembangan Sosial dan Ekonomi di tingkat Keuskupan/Kevikepan
untuk membuat suatu kegiatan keterlibatan sosial gereja yang sesuai dengan
kebutuhan umat. Flow Chart 4.1. memuat informasi bahwa TIM PSE
Paroki/Lingkungan yang lebih memungkinkan untuk mengadakan assessment
terhadap kebutuhan umat/masyarakat. Namun, berdasarkan uraian yang terlebih
dahulu dipaparkan, diperoleh data bahwa TIM PSE Paroki/Lingkungan pun dalam
kegiatannya lebih banyak yang tidak berdasarkan assessment yang memadai
terhadap kebutuhan umat/masyarakat. Ini ditunjukkan dengan dominannya tipe
aktivitas pelayanan 1 dan 2.
Pemahaman yang baik terhadap kebutuhan umat/masyarakat akan
meningkatkan peluang untuk menaikkan tingkat keterserapan dana APP di
Keuskupan Agung Semarang. Data yang diuraikan di bagian pendahuluan
170
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
memperlihatkan dengan jelas bahwa secara umum masih ada puluhan juta orang
Indonesia yang taraf hidupnya berada di bawah garis kemiskinan, maka dari sini
dapat diperoleh wawasan bahwa dana APP yang selama ini tidak terserap dengan
baik masih sangat memungkinkan untuk dikelola dengan bentuk-bentuk kegiatan
keterlibatan sosial Gereja yang lebih bersifat memberdayakan. Kegiatan
keterlibatan sosial Gereja dengan motivasi karitatif dan kemanusiaan tanpa
disertai peningkatan kompetensi, pelatihan, pemberdayaan, penyediaan lapangan
kerja dan penciptaan kesejahteraan tidak akan memberikan manfaat berkelanjutan
bagi umat/masyarakat.
5.3.2. Partisipasi Umat/Masyarakat dalam Lima Kategori Bidang Perhatian
Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang
Periode Tahun Anggaran 2011-2012 sampai dengan 2014-2015.
Pada bagian sub bab ini, Rerata pemanfaatan dana APP berdasarkan lima
kategori bidang perhatian selama periode tahun anggaran 2011-2012 sampai
dengan 2014-2015 akan ditelaah dari perpektif partisipasi umat/masyarakat sebagai
penerima manfaat program. Seperti yang telah dipaparkan dalam studi dokumen di
bab IV, data mengenai hal tersebut mengarah pada fakta bahwa prosentase terbesar
pemanfaatan dana APP di Keuskupan Agung Semarang digunakan untuk kategori
karitatif kemanusiaan, yaitu sebesar 34,71%. Prosentase terbesar kedua
171
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dipergunakan untuk kategori pengembangan sosial ekonomi sebesar 28,49%.
Berturut-turut kemudian kategori motivasi dan animasi sebesar 18,64%, kategori
pendidikan 16,84% dan kategori bencana alam dan musibah 1.32%.
Pada bab terdahulu sudah dipaparkan bahwa partisipasi masyarakat pada
dasarnya merupakan kesediaan secara sukarela dari seseorang untuk membantu
kegiatan pembangunan yang berlangsung di daerahnya. Partisipasi yang dilakukan
dengan sukarela tersebut akan membuat masyarakat merasa turut menjadi bagian
dari kegiatan tersebut. Masyarakat selaku obyek pembangunan harus pula
ditempatkan sebagai subyek pembangunan, yang mampu menetapkan tujuan
dalam mengendalikan sumber daya dan mengarahkan proses pembangunan untuk
meningkatkan taraf hidupnya (Mulyadi, 2011:6 - 21).
Selanjutnya, pada sub bab 5.3.1. juga sudah dipaparkan bahwa Program
Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang untuk kategori
pengembangan sosial ekonomi atau disebut juga kategori pemberdayaan
masyarakat dilaksanakan dengan bekerja sama dengan Tim PSE dalam berbagai
tingkatan. Berdasarkan data lapangan, aktivitas pelayanan Tim PSE Paroki/Tim
PSE Lingkungan dalam pengembangan sosial ekonomi umat/masyarakat di
Keuskupan Agung Semarang dapat dibedakan menjadi empat tipe pelayanan14.
Aktivitas pelayanan Tim PSE Paroki/Tim PSE Lingkungan dalam pengembangan
14 Lihat skema 5.1 mengenai Tipe Pengelola Dana APP Kategori Pengembangan Sosial dan Ekonomi Program Pemanfaatan dana APP Keuskupan Agung Semarang.
172
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
sosial ekonomi umat/masyarakat yang terjadi hampir di sebagian besar paroki di
Keuskupan Agung Semarang adalah aktivitas pelayanan tipe 1 dan tipe 2.
Aktivitas pelayanan Tim PSE Paroki/Tim PSE Lingkungan tipe 3 dominan
ditemukan di paroki-paroki yang masuk dalam wilayah teritorial Kevikepan
Surakarta dan aktivitas pelayanan Tim PSE Paroki/Tim PSE Lingkungan tipe 4
hanya ditemukan dalam jumah yang sangat kecil dengan kadar yang beragam pula
dalam hal kualitas pendampingan dan pelatihan.
Dilihat dari perspektif konsep pemberdayaan masyarakat aktivitas
pelayanan Tim PSE Paroki/Tim PSE Lingkungan tipe 1 dan 2 belum dapat
dikategorikan sebagai bentuk pemberdayaan masyarakat. Kegiatan dalam tipe ini
lebih bersifat charity. Kecenderungan bantuan jenis ini menimbulkan
ketergantungan, timbulnya sifat malas, konsumtif, dan semakin jauh dari
kemandirian (Anwas: 2014, hal. 10). Dari perspektif yang sama Aktivitas
pelayanan Tim PSE Paroki/Tim PSE Lingkungan tipe 4 inilah yang paling
mendekati konsep pemberdayaan masyarakat. Konsep ini mendorong adanya
pelibatan dan partisipasi umat/masyarakat supaya program yang dilakukan
menyentuh dan menjawab kebutuhan umat/masyarakat (Resnawaty: 2012,
hal. 156).
Dari data dokumen mengenai prosentase terbesar pemanfaatan dana APP di
Keuskupan Agung Semarang yang digunakan untuk kategori karitatif kemanusiaan
173
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dan data lapangan mengenai aktivitas pelayanan Tim PSE Paroki/Tim PSE
Lingkungan dalam pengembangan sosial ekonomi umat/masyarakat di Keuskupan
Agung Semarang yang dominan di posisi tipe 1 dan tipe 2 di atas dapat diprediksi
bahwa partisipasi umat/masyarakat penerima manfaat Program Pemanfaatan dana
APP di Keuskupan Agung Semarang sangat kurang. Hal ini sesuai dengan
pendapat Anwas (2014, hal.60) bahwa keterlibatan sosial yang bersifat charity
atau filantropi memiliki kecenderungan untuk menempatkan masyarakat hanya
sebagai obyek dari suatu program pembangunan masyarakat bukan sebagai
subyek yang secara aktif dilibatkan untuk berpartisipasi aktif mulai dari tahapan
perencanaan, pengembangan, pelaksanaan dan evaluasi.
Prediksi terkait partisipasi umat/masyarakat penerima manfaat Program
Pemanfaatan dana APP di Keuskupan Agung Semarang yang sangat kurang
didukung oleh data kuantitatif maupun data kualitatif mengenai tingkat partisipasi
penerima manfaat Program Pemanfaatan dana APP Keuskupan Agung Semarang
di Kevikepan Kedu sampel. Romo Moderator Pengembangan Sosial Ekonomi
Kevikepan Kedu dalam beberapa kali pertemuan menekankan bahwa saat ini di
wilayah teritorial Kevikepan Kedu baru ada satu program di tingkat Kevikepan
yang dimulai dari assessment mengenai kebutuhan umat/masyarakat, perencanaan
yang partisipatif, implementasi yang partisipatif dan juga monitoring dan evaluasi
174
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
yang partisipatif. Pada tahapan pertanyaan mengenai indikator kuantitatif 15
partisipasi penerima manfaat program, Romo Moderator Pengembangan Sosial
Ekonomi Kevikepan Kedu juga menyebutkan jumlah yang tidak pasti terkait
dengan program pembuatan demplot untuk skala kepentingan umat/masyarakat
se-Kevikepan Kedu. Hanya dikatakan mulai ada pelaku-pelaku baru yang muncul
tetapi belum konsisten dalam hal kehadiran dan isu-isu yang diperjuangkan.
Untuk indikator kualitatif16, terlihat ada peningkatan dalam hal kapasitas umat
yang tumbuh untuk mengorganisasi aksi yang berkaitan dengan isu pertanian
organik. Begitu pula dalam hal meningkatnya dukungan yang tumbuh dari umat.
Semakin banyak umat yang terlibat dalam kegiatan pelatihan pertanian organik,
pemasaran maupun pembelian hasil-hasil pertanian di demplot. Umat/ masyarakat
belum terlibat secara penuh dalam pembuatan kebijakan dan keputusan. Masih
ada kecenderungan tergantung pada Romo Moderator Pengembangan Sosial
Ekonomi. Untuk Program pengembangan sosial ekonomi di tingkat paroki di
kevikepan Kedu, data lapangan memastikan belum ada paroki yang secara penuh
menerapkan konsep pemberdayaan masyarakat dalam kegiatan pengembangan
sosial dan ekonomi yang memungkinkan adanya partisipasi umat/masyarakat.
Akses dana APP untuk kategori pemberdayaan masyarakat masih menonjol
dikelola dengan pola pengelolaan tipe 1 dan tipe 2. Kegiatan pendampingan dan
15 Lihat Lampiran 3 dan 4 mengenai kisi-kisi dan pokok kerangka acuan penelitian lapangan Program Pemanfaatan dana APP di Keuskupan Agung Semarang. 16 Lihat Lampiran 3 dan 4 mengenai kisi-kisi dan pokok kerangka acuan penelitian lapangan Program Pemanfaatan dana APP di Keuskupan Agung Semarang.
175
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pelatihan dominan dilaksanakan di tingkat kevikepan dengan materi yang
ditentukan oleh penentu kebijakan tertinggi di Komisi Pengembangan Sosial
Ekonomi dan Tim PSE Kevikepan Kedu.
Tingkat partisipasi penerima manfaat Program Pemanfaatan dana APP
Keuskupan Agung Semarang di Kevikepan Yogyakarta sampel secara umum
memberikan deskripsi yang sama dengan penerima manfaat dana APP di
Kevikepan Kedu sampel. Data lapangan mengenai akses dana APP untuk kategori
pemberdayaan masyarakat yang masih dikelola dengan pola pengelolaan tipe 2
dan tipe 3 memberikan penanda bahwa partisipasi umat/masyarakat penerima
manfaat belum tumbuh. Partisipasi hanya memungkinkan terjadi apabila kegiatan
pengembangan sosial ekonomi dilakukan dengan kebijakan pemberdayaan
masyarakat yang menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat (Mulyadi:
2011, hal.17).
Satu hal yang menjadi daya pembeda, Kevikepan Yogyakarta sudah
memiliki Tim PSE yang terpisah dengan Panitia APP. Kedua Tim ini bekerja
sesuai dengan job description masing-masing17. Pertemuan untuk koordinasi di
kedua kepanitiaan ini juga berbeda. Panitia APP Kevikepan Yogyakarta memiliki
voulenteer18 yang berkantor setiap hari dan pertemuan koordinasi dilakukan satu
kali dalam setiap minggunya. Voulenteer Tim PSE Kevikepan Yogyakarta
17 Lihat halaman 78 sampai dengan 83. 18 Panitia APP dan Tim PSE di tingkat kevikepan di seluruh Keuskupan Agung Semarang belum ada yang memiliki karyawan tetap. Semua bekerja dalam kategori voulenteer.
176
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
berkoordinasi satu kali dalam setiap bulannya. Dari deskripsi ini dapat kita
peroleh pemahaman bahwa pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan
pemberdayaan masyarakat di Kevikepan Yogyakarta lebih banyak. Tim PSE
Kevikepan Yogyakarta memiliki program pendampingan dan pelatihan yang
tertuang dalam program kerja yang dengan ketat dilaksanakan sesuai dengan
agenda tertulis. Pendampingan dan pelatihan bagi penerima manfaat program
masih dilaksanakan berbasis kevikepan bukan berbasis paroki.
Data spesifik mengenai partisipasi umat/masyarakat di Kevikepan
Yogyakarta ditemukan di Paroki Pakem. Pola pengelolaan kegiatan pemberdayaan
masyarakat Paroki ini memungkinkan keterlibatan umat/masyaraat dalam proses
komunikasi dua arah secara terus menerus. Paroki Pakem memiliki Panitia Dana
Sosial Gereja Pakem (PDSGP) dalam struktur kepengurusan Dewan Paroki Santa
Maria Assumpta Pakem yang mengelola Dana Sosial Gereja. Kepanitiaan
merupakan fusi antara Tim Kerja Aksi Puasa Pembangunan, Tim Kerja
Pendidikan, Tim Kerja Pengembangan Sosial Ekonomi dan Tim Kerja
Kesehatan19 yang bertugas sebagai pengelola Dana Papa Miskin, Dana Aksi
Puasa Pembangunan, Dana Pengembangan Sosial Ekonomi, Dana Bantuan
Pendidikan, Dana Bantuan Kesehatan Paroki Santa Maria Assumpta Pakem dan
Dana Pemberdayaan Masyarakat Karina-KAS.
19 Istilah Dewan Paroki dan berbagai tim kerja ini dapat dipelajari lebih lanjut dalam Buku: Pedoman Dasar Dewan Paroki Keuskupan Agung Semarang dan Penjelasannya.
177
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PDSGP menerapkan aktivitas pemberdayaan masyarakat dengan
memberikan ‘kail’ dan menciptakan kerja sama antarpenerima manfaat program
untuk mencapai hidup yang lebih baik. Dalam kelompok-kelompok kecil, anggota
masyarakat ditingkatkan kapasitasnya dalam pengelolaan lahan pertanian,
peternakan dan pengelolaan ekonomi. Ikatan yang terbentuk dalam kelompok
tersebut diharapkan akan mendukung proses kemandirian. Dukungan, bantuan,
dan motivasi digali dan dibagi di antara anggota kelompok.
Sistem pinjaman guliran diterapkan dalam proses pendampingan di Paroki
Pakem. Pelatihan-pelatihan terkait dengan profesionalitas sebagai petani juga
diberikan kepada kelompok-kelompok dampingan. Mengadakan pelatihan,
kunjungan atau studi banding ke daerah-daerah yang maju bidang pertaniannya
adalah agenda yang melekat pada proses pendampingan. Karena hendak
membangun semangat solidaritas, keterlibatan awam dalam tim paroki menjadi
tumpuan program ini. Tim Paroki pun tidak hanya terdiri dari mereka yang
seiman. Masyarakat beragama bukan Katolik dilibatkan dalam aktivitas
pemberdayaan masyarakat ini. Keterlibatan semakin banyak orang ini diyakini
oleh PDSGP sebagai upaya menumbuhkan harapan bahwa setelah pendampingan
selesai, aset-aset yang telah diberikan PDSGP dapat terus dikelola demi kebaikan
dan kemajuan semakin banyak orang.
Selama hampir enam tahun masa pendampingan terhadap
178
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kelompok-kelompok marginal, dari tahun ke tahun jumlah penerima manfaat dan
keterlibatan umat/masyarakat dalam PDSGP semakin banyak. Kegiatan
pengembangan sosial ekonomi di Paroki Pakem ternyata juga menjadi daya tarik
bagi paroki-paroki dan kelompok-kelompok kategorial untuk melihat dan terlibat
dalam pengelolaan aktivitas pemberdayaan. Frater-Frater dari Ordo CMF tanggal
9 - 13 Maret tinggal di Paroki Pakem untuk belajar tentang pengembangan sosial
dan ekonomi umat. Tanggal 28 - 29 Mei 2016 sejumlah 50 orang Tim PSE Paroki
dari 18 paroki se-Kevikepan DIY live in di Paroki Pakem dalam rangka belajar
bersama mengenai aplikasi aktivitas pemberdayaan umat. 25 Romo Paroki dan 4
Diakon serta 2 pendeta, tinggal dan terlibat di Paroki Pakem dalam acara yang
sama pada tanggal 9 - 10 Juli 2016.
Data spesifik pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat yang telah
dipaparkan di atas pararel dengan teori mengenai pemberdayaan masyarakat yang
menginformasikan bahwa melalui kegiatan pemberdayaan, individu dan
masyarakat disadarkan akan potensi, kebutuhan, dan masalah yang ada pada diri
dan lingkungannya. Selanjutnya mereka didorong untuk melakukan perubahan.
Untuk kemudian muncul penguatan dengan meningkatkan kemampuan dan
ketrampilan sehingga perubahan akan meningkat. Kegiatan ini dapat dilakukan
melalui pendidikan dan latihan serta pendampingan. Pada akhirnya keberhasilan
proses ini ditandai adanya perubahan perilaku individu dan masyarakat ke arah
179
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
yang lebih baik, meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan penerima manfaat
program. Keberhasilan seluruh rangkaian aktivitas ini sangat bergantung pada
partisipasi umat/masyarakat
5.3.3. Korelasi Kompetensi Agen Pemberdayaan dengan Jumlah Proposal
Disetujui dalam Sebaran Penerima Manfaat Program Pemanfaatan
Dana APP di Keuskupan Agung Semarang Periode Tahun Anggaran
2011-2012 sampai dengan 2014-2015.
Pada bagian sub bab ini, sebaran penerima manfaat dana APP di keuskupan
Agung Semarang selama periode tahun anggaran 2011-2012 sampai dengan
2014-2014 akan dikaji dari perspektif kompetensi agen pemberdayaan. Seperti
yang telah dipaparkan dalam studi dokumen di bab IV, dari data statistik yang
disajikan tabel 4.6 4.7, 4.8, 4.9 dan 4.10 dapat diperoleh gambaran yang jelas dan
terang bahwa pemanfaatan Dana Aksi Puasa Pembangunan di Keuskupan Agung
Semarang belum memperlihatkan adanya sebuah pemanfaatan yang maksimal.
Ketidakmaksimalan tersebut terlihat dari tiga kondisi. Pertama, sebaran jumlah
proposal disetujui yang tidak merata. Kedua, kestabilan jumlah proposal yang
tinggi di beberapa paroki. Ketiga, fakta adanya paroki yang sama sekali tidak
mengakses bantuan yang ditawarkan oleh 5 panitia pemanfaatan dana APP selama
empat periode tahun anggaran.
180
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Selanjutnya, pada bagian landasan teori sudah dipaparkan mengenai
usaha-usaha pembangunan suatu masyarakat yang selalu ditandai oleh adanya
sejumlah orang yang mempelopori, menggerakkan, dan menyebarluaskan proses
perubahan. Mereka adalah orang-orang yang disebut sebagai agen perubahan.
Nama yang diberikan sesuai dengan misi yang ingin dibawa, yakni membuat
suatu perubahan yang berarti bagi sekelompok orang. Agen pembaharu dalam
konteks pemberdayaan lebih tepat disebut sebagai Agen Pemberdayaan. Agen
pemberdayaan disyaratkan memiliki kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan
dan tuntutan masyarakat. Kompetensi untuk memberdayakan masyarakat yang
berorientasi pada kegiatan menumbuhkan partisipasi masyarakat.
Kompetensi dalam pemberdayaan masyarakat memiliki makna upaya
kemampuan yang harus dimiliki oleh para agen pemberdayaan masyarakat.
Anwas (2014:61-79) mensyaratkan 14 kompetensi agen pemberdayaan yang
diwujudkan dalam pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang diperlukan dalam
kegiatan pemberdayaan. Dari 14 kompetensi digunakan 10 untuk menyusun
kuesioner Profil Tim Pengembangan Sosial Ekonomi Paroki. Kuesioner ini akan
digunakan untuk mengukur kompetensi agen pemberdayaan yang dalam konteks
penelitian ini adalah Pengurus PSE Paroki. Hasil dari proses ini nantinya akan
dikorelasikan dengan jumlah proposal yang masuk ke lima kepanitiaan Program
Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang.
181
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Sub bab ini akan memaparkan hasil analisis korelasi antara kompetensi
Pengurus PSE Paroki dengan jumlah proposal yang masuk ke lima kepanitiaan
Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang. Unit
analisisnya Pengurus PSE Lingkungan sampel. Sampel penelitian dengan
menggunakan sampling kuota 20 orang. Masing-masing kevikepan dipilih 5
paroki. Hasil analisis kuantitatif korelasi antara kompetensi Pengurus PSE Paroki
dengan jumlah proposal yang masuk ke lima kepanitiaan Program Pemanfaatan
Dana APP di Keuskupan Agung Semarang dengan menggunakan teknik korelasi
product moment dapat dipaparkan sebagai berikut
TABEL 5.3. TABEL PERHITUNGAN KOEFISIEN KORELASI
JUMLAH PROPOSAL DISETUJUI (X) DENGAN KOMPETENSI AGEN PEMBERDAYAAN (Y)
PROGRAM PEMANFAATAN DANA APP DI KEUSKUPAN AGUNG SEMARANG
No X Y XY X2 Y2
1 11 66 726 121 4356
2 10 34 340 100 1156
3 5 82 410 25 6724
4 28 60 1680 784 3600
5 1 62 62 1 3844
6 40 80 3200 1600 6400
7 24 68 1632 576 4624
8 46 85 3910 2116 7225
182
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
TABEL 5.3. TABEL PERHITUNGAN KOEFISIEN KORELASI
JUMLAH PROPOSAL DISETUJUI (X) DENGAN KOMPETENSI AGEN PEMBERDAYAAN (Y)
PROGRAM PEMANFAATAN DANA APP DI KEUSKUPAN AGUNG SEMARANG
Lanjutan tabel 5.3.
No X Y XY X2 Y2
9 27 77 2079 729 5929
10 53 82 4346 2809 6724
11 34 65 2210 1156 4225
12 101 48 4848 10201 2304
13 93 68 6324 8649 4624
14 26 74 1924 676 5476
15 34 85 2890 1156 7225
16 73 85 6205 5329 7225
17 90 68 6120 8100 4624
18 108 85 9180 11664 7225
19 182 82 14924 33124 6724
20 108 91 9828 11664 8281
N=
20 𝛴𝛴X = 1094 𝛴𝛴Y =1447
𝛴𝛴XY
=82838
𝛴𝛴X2
=100580
𝛴𝛴Y2
=108515
183
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Dengan demikian secara sederhana dapat kita berikan interpretasi terhadap
terletak antara 0,200 - 0,400 yang berarti korelasinya lemah atau
rendah. Sehingga hipotesis (Ha) ditolak. Jadi hasil analisis korelasional
menunjukkan: tidak ada korelasi positif yang signifikan antara jumlah proposal
yang masuk di lima kepanitiaan Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan
Agung Semarang dengan kemampuan Pengurus PSE Paroki sebagai agen
pemberdayaan.
Ketidaksignifikannya antara jumlah proposal yang masuk di lima
kepanitiaan Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang
dengan kemampuan Pengurus PSE Paroki sebagai agen pemberdayaan banyak
kemungkinan berkaitan dengan peranan Romo Paroki dalam akses dana APP.
Berdasarkan Flow Chart 4.1. dapat kita ketahui bahwa Romo Paroki memegang
peranan penting dalam teraksesnya dana APP dan di bab terdahulu juga sudah
184
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dipaparkan bahwa Romo Paroki merupakan agen pemberdayaan. Data lapangan
juga mengukuhkan hal tersebut. Berkaitan dengan peranan Romo Paroki sebagai
agen pemberdayaan dalam Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung
Semarang tidak akan secara rinci di konteks penelitian ini.
5.4. Potensi Keberlanjutan Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan
Agung Semarang.
Pada sub bab ini akan dibahas mengenai potensi keberlanjutan Program
Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang. Hasil penelitian pada
tahap satu dan tahap dua akan dijadikan pijakan dalam analisisnya. Ada dua
perspektif yang akan dipakai untuk melihat potensi keberlanjutan Program
Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang. Pertama, dari perspektif
keuangan. Kedua, dari perpektif penerima manfaat program.
Pada bab IV telah dipaparkan bahwa terdapat kenaikan yang signifikan
pada setiap tahun anggaran. Tahun anggaran 2011-2012 sejumlah Rp
1.465.317.274, tahun anggaran 2012-2013 sejumlah Rp 1.666.930.416, tahun
anggaran 2013-2014 sejumlah Rp 1.863.120.511., dan tahun anggaran 2014-2015
sejumlah Rp 2.098.765.001. Data lapangan menginformasikan kenaikan jumlah
dana APP karena katekese mengenai APP yang benar-benar disiapkan oleh Panitia
APP Keuskupan Agung Semarang. Bekerja sama dengan Romo Paroki katekese
185
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mengenai APP ini disampaikan melalui homili dan pertemuan-pertemuan di
lingkungan/komunitas basis. Katekese ini mampu menjadi daya ungkit kesadaran
umat untuk bersolidaritas dengan terlibat dalam pengumpulan dana sebagai
buah-buah pertobatan. Maka, dari perspektif keuangan dapat disimpulkan bahwa
keberlanjutan Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang
sangat sustainable sejauh katekese mengenai APP terjaga baik dari sudut kualitas
materi maupun kuantitas penyampaiannya.
Dari perpektif penerima manfaat program ke-sustainable-an Program
Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang dapat dilihat dari
aktivitas pengelola dana APP. Pada bab terdahulu sudah dipaparkan bahwa
aktivitas pelayanan Tim PSE Paroki/Tim PSE Lingkungan di Keuskupan Agung
Semarang dapat dibedakan menjadi 4 tipe. Selanjutnya, yang terjadi hampir di
sebagian besar paroki di Keuskupan Agung Semarang adalah aktivitas pelayanan
tipe 1 dan tipe 2. Aktivitas pelayanan Tim PSE Paroki/Tim PSE Lingkungan tipe 3
dominan terjadi di paroki-paroki Kevikepan Surakarta. Paroki Jumapolo, Paroki
Wonogiri, Paroki Kleco dan Paroki Klaten merupakan contoh untuk aktivitas
pelayanan tipe 3. Aktivitas pelayanan Tim PSE Paroki/Tim PSE Lingkungan
tipe 4 ditemukan dengan jumlah yang sangat terbatas dan kadar aktivitas yang
beragam. Keberagaman aktivitas terutama dalam hal terselenggaranya
pendampingan dan pelatihan yang teratur dalam hal waktu dan terstruktur dalam
186
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
hal materi. Paroki Gamping dan Paroki Pakem di Kevikepan Yogyakarta menjadi
contoh dari aktivitas pelayanan tipe 4. Tim PSE Paroki di kedua paroki ini ikut
terlibat dalam assessment awal calon penerima manfaat dana APP, mendampingi
proses pembuatan proposal, mengawal proposal untuk mendapatkan rekomendasi
dari Romo Paroki, mengawal proposal sampai pada Panitia Program Pemanfaatan
Dana APP di tingkat kevikepan, bekerja sama dengan Komisi PSE Kevikepan
Yogyakarta dalam hal pengelolaan pengembalian dana APP dan pendampingan
serta pelatihan pada penerima manfaat.
Seperti yang telah dipaparkan di awal, tipe-tipe aktivitas pengelola dana
APP kategori pengembangan sosial ekonomi apabila dikaitkan dengan teori
pemberdayaan masyarakat sebagai sebuah strategi dalam pembangunan berbasis
masyarakat. Maka, tipe yang paling mendekati konsep pemberdayaan masyarakat
adalah tipe 4. Aktivitas pengelola tipe 4 mendekati konsep pemberdayaan
masyarakat yang merupakan konsep pembangunan ekonomi yang
ke-sustainable-an terjaga. Maka, dari perspektif penerima manfaat dapat
disimpulkan bahwa keberlanjutan Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan
Agung Semarang sangat sustainable jika tata kelola aktivitas pengembangan
sosial dan ekonominya diarahkan untuk lebih banyak pada aktivitas pengelola
tipe 4.
187
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
188
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB VI
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
6.1. Kesimpulan
Sebagaimana telah diuraikan dalam bagian pendahuluan, tesis ini
merupakan studi yang menggunakan pendekatan evaluasi untuk mengkaji
Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang. Kerangka teori
yang dikembangkan untuk tujuan evaluasi ini dengan menggunakan
prinsip-prinsip Ajaran Sosial Gereja dan teori community empowerment dalam
dimensi Corporate Social Responbility. Kombinasi dari dua hal berbeda ini akan
menjadi panduan dalam penyusunan standar kinerja pelaksanaan Program Aksi
Puasa Pembangunan di Keuskupan Agung Semarang. Standar kinerja yang
dihasilkan akan digunakan untuk mengukur kinerja yang aktual terjadi.
Selanjutnya, hasil perbandingan kinerja aktual dengan standar kinerja akan
digunakan untuk usulan perbaikan apabila terjadi penyimpangan antara kinerja
aktual dengan kinerja standar.
Dari studi dokumen dalam Bab IV yang bersumber dari dokumen dokumen
yang diterbitkan oleh Panitia Aksi Puasa Pembangunan Keuskupan Agung
Semarang dan Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi Keuskupan Agung
Semarang maupun KWI diperoleh pemahaman yang holistik mengenai Program
Pemanfaatan Dana Aksi Puasa Pembangunan di Keuskupan Agung Semarang.
Data kuantitatif memperlihatkan mengenai tiga hal yang signifikan. Pertama,
keterserapan dana Program Pemanfaatan Dana Aksi Puasa Pembangunan di
188
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Keuskupan Agung Semarang periode tahun anggaran 2011-2012 sampai dengan
2014-2015 baru mencapai 61 %. Kedua, Pemanfaatan terbesar Dana APP di
Keuskupan Agung Semarang berdasarkan lima kategori bidang perhatian selama
periode tahun anggaran 2011-2012 sampai dengan 2014-2015 terletak di kategori
karitatif kemanusiaan. Ketiga, sebaran penerima manfaat Program Pemanfaatan
Dana APP di Keuskupan Agung Semarang periode tahun anggaran 2011-2012
sampai dengan 2014-2015 tidak merata dan dominan berada di paroki-paroki
tertentu.
Data kuantitatif dari dokumen Laporan Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan
Agung Semarang dan data penelitian lain yang dikumpulkan dari sejumlah
sumber yang berbeda dalam Bab V dievaluasi dengan menggunakan teori
prinsip-prinsip Ajaran Sosial Gereja dan teori community empowerment yang
telah dikembangkan untuk kepentingan penelitian ini. Hasil evaluasi
menghasilkan pemeringkatan baik dari perspektif prinsip-prinsip Ajaran Sosial
Gereja maupun dari perspektif kategori-kategori dalam konsep community
empowerment.
Evaluasi Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang
dengan menggunakan prinsip-prinsip Ajaran Sosial Gereja menghasilkan
pemeringkatan sebagai berikut. Pertama, pencapaian prinsip solidaritas dalam
Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang baru dalam
tataran sebagai ‘prinsip sosial’ untuk berbagi dana dan terlibat dalam
pengumpulan dana. Tataran solidaritas yang baru terbatas sebagai ‘prinsip sosial’
tersebut perlu dikembangkan menjadi solidaritas yang juga dimaknai sebagai
189
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
suatu ‘kebajikan moral’ untuk mewujudkan kesejahteraan umum. Kedua, Prinsip
subsidiaritas perlu diterapkan di Panitia APP Keuskupan Agung Semarang.
Panitia APP Keuskupan Agung Semarang bertindak sejauh sebagai “subsidium”
bagi empat panitia pengelola dana APP di tingkat kevikepan. Peran ini sesuai
dengan makna imperatif yang ditunjukkan oleh prinsip subsidiaritas, yaitu
fungsi-fungsi yang dapat dijalankan secara efisien oleh kelompok-kelompok yang
lebih kecil dan lebih rendah tingkatannya tidak usah diambil alih oleh kelompok
yang lebih luas dan lebih tinggi. Ketiga, Prinsip kesejahteraan umum kurang
diaplikasikan dalam Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung
Semarang yang memiliki kecenderungan menonjol pada bantuan dalam kategori
karitatif kemanusiaan. Keempat, kurangnya kesadaran Romo Paroki dan Tim PSE
Lingkungan/Paroki akan perannya sebagai agen kesejahteraan umum yang
berkewajiban untuk sekaligus menjadi agen pertumbuhan bersama yang
mendorong semua orang untuk berbagi dan berperan aktif dalam gerakan
solidaritas kepada mereka yang kecil, lemah, miskin, terlantar dan difabel.
Evaluasi Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang
dengan menggunakan kategori-kategori community empowerment memberikan
hasil pemeringkatan sebagai berikut. Pertama, Aktivitas pelayanan Tim PSE
Paroki/Tim PSE Lingkungan dalam pengembangan sosial ekonomi
umat/masyarakat yang terjadi hampir di sebagian besar paroki di Keuskupan
Agung Semarang baru terbatas pada aktivitas pelayanan tipe 1 dan tipe 2.
Aktivitas pelayanan Tim PSE Paroki/Tim PSE Lingkungan tipe 3 dan tipe 4
ditemukan dengan jumlah yang sangat terbatas dengan kadar aktivitas yang
190
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
beragam. Kedua, partisipasi umat/masyarakat penerima manfaat Program
Pemanfaatan dana APP di Keuskupan Agung Semarang sangat kurang. Hal ini
sangat erat berkaitan dengan dominannya aktivitas pelayanan tipe 1 dan tipe 2.
Ketiga, tidak ada korelasi positif yang signifikan antara jumlah proposal yang
masuk di lima kepanitiaan Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung
Semarang dengan kemampuan Pengurus PSE Paroki sebagai agen pemberdayaan.
Dalam konteks ini kemampuan Pengurus PSE Paroki sebagai agen pemberdayaan
perlu dukungan Romo Paroki yang dalam pengembangan sosial ekonomi umat
juga berperan sebagai agen pemberdayaan.
Terdapat dua perspektif yang akan dipakai untuk melihat potensi
keberlanjutan Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang.
Pertama, dari perspektif keuangan. Kedua, dari perpektif penerima manfaat
program. Dari perspektif keuangan, keberlanjutan Program Pemanfaatan Dana
APP di Keuskupan Agung Semarang sangat sustainable sejauh katekese mengenai
APP terjaga dengan baik. Baik dari sudut kualitas materi maupun kuantitas
penyampaiannya. Katekese ini mampu menjadi daya ungkit kesadaran umat untuk
bersolidaritas dengan terlibat dalam pengumpulan dana sebagai buah-buah
pertobatan. Dari perspektif penerima manfaat program, keberlanjutan Program
Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang memiliki potensi yang
sangat sustainable jika tata kelola aktivitas pengembangan sosial dan ekonominya
diarahkan untuk lebih banyak pada aktivitas pengelola tipe 3 dan tipe 4.
191
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan penelitian di atas, dapat dikemukakan
saran-saran yang perlu ditindaklanjuti, baik untuk pengembangan
pengetahuan, bagi penelitian selanjutnya, maupun untuk kepentingan
Pengelola Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang.
6.2.1. Bagi Penelitian Selanjutnya.
1) Frame penelitian yang sangat luas mengenai Program Pemanfaatan Dana
APP di Keuskupan Agung Semarang ini perlu dikembangkan lagi dengan unit
analisis yang lebih kecil. Dengan unit analisis yang lebih kecil akan
merepresentasikan lebih terang kondisi pelaksanaan keterlibatan sosial gereja
dalam Pemanfaatan Dana APP di wilayah teritorial Keuskupan Agung
Semarang.
2) Penelitian ini terbatas pada peran Komisi/Tim Pengembangan Sosial
Ekonomi di berbagai tingkatan. Keberhasilan pelaksanaan keterlibatan sosial
gereja dalam Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang tidak
hanya dipengaruhi peran Komisi/Tim Pengembangan Sosial Ekonomi di
berbagai tingkatan. Terdapat banyak pihak terkait sebagai penentu kebijakan
yang dapat memberikan kontribusi yang besar bagi keberhasilan pelaksanaan
keterlibatan sosial gereja dalam pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung
Semarang.
192
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6.2.1. Bagi Pengelolaan Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan
Agung Semarang.
Berkaitan dengan hasil evaluasi ini, sangat diharapkan Pengelola Program
Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang bersedia untuk meninjau
kembali kinerja yang telah berjalan dan mempertimbangkan usulan-usulan yang
secara spesifik telah dipaparkan dalam Bab V.
193
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA
Aini, Titik Nur (Ed.). (1999). Aksi Puasa Pembangunan di Gereja Katolik Indonesia. Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga.
Alhumami, Amich. (2008). Evolusi Pemikiran Pembangunan. Jakarta: Bappenas.
Anwas, Oos M. (2014). Pemberdayaan Masyarakat di Era Global. Bandung: Alfabeta.
Cahyadi, Krispurwono SJ. (2009). Pastoral Gereja: Paroki dalam Upaya Membangun Gereja yang Hidup. Yogyakarta: Kanisius.
Caritas Indonesia: Lembaga Penelitian dan Pembangunan Sosial. (1994). Profil Program Aksi Puasa Pembangunan. Jakarta: Caritas LPPS.
Carrol, A.B. (2000).”The four face of Corporate Citizenship”, Business Ethichs, Ed. J.E. Richardson. Guiford: McGraw-Hill.
Carr, A.Z. (1996). “Is Business Bluffing Ethical”, Beyond Integrity: A Judeo-Christian Approach, Ed. S.B. Rae dan K.L. Wong. Zondervan Publishing House. Grands Rapids. MI. pp 55-62
Dewan Karya Pastoral Keuskupan Agung Semarang. (2011). Nota Pastoral tentang Arah Dasar Umat Allah Kesukupan Agung Semarang 2011-2015: Gereja yang Siginifikan dan Relevan. Semarang: Dewan Karya Pastoral Keuskupan Agung Semarang.
Dewan Karya Pastoral Keuskupan Agung Semarang. (2016). Membangun Gereja yang Inklusif, Inovatif dan Transformatif Demi Terwujudnya Peradaban Kasih di Indonesia. Semarang: Dewan Karya Pastoral Keuskupan Agung Semarang.
Elkington, John. (1998). Cannibals With Forks: The Triple Bottom Lini in 21st. Gabriola Island BC: New Society Publisher.
Friedman, M. (1996). “The Social Responbility of Business is to increase profits”, Beyond Integrity: A Judeo-Christian Approach, Ed. S.B. Rae dan K.L. Wong. MI: Zondervan Publishing House. Grands Rapids. MI. ppZondervan Publishing House. Grands Rapids. MI. Pp 241.
194
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Freeman, R.E. (2001). “Stakeholder theory of the modern corporation”, Business Ethics: Reading and Cases in Corpotare morality, Ed. W. M. Hoffman, R.E. Freederick, M.S. Schwartz. Boston: Pitman.
Heuken SJ, Adolf. (2004). Ensiklopedi Gereja. Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka.
Hopkins, Michael. (2007). Corporate Social Responbility & Internasional Development. London.
Ife, Jim dan Tesoriero, Frank. (2008). Community Development; Alternatif Pengembangan Masyarakat di Era Globalisasi. terj. Sastrawan Manulang dkk. Edisi 3. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
John W, Creswell. (1998). Qualitative Inquiry and Research Design: Choosing Among Five Traditions. London: SAGE Publications.
Kristianto, Ignatius Fajar. (2012). Justinus Kardinal Darmojuwono: Aksi Puasa Pembangunan sebagai Perwujudan Solidaritas Penggembalaan Umat Keuskupan Agung Semarang. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma Jurusan Teologi.
Komisi Pengembangan PSE KAS. (2009). Pedoman Pastoral Tim Kerja PSE Paroki. Semarang: Seri PSE-APP KAS 1.
Labonte, Ronald & Glenn Laverack. (2008). Health Promotion in Action: From Local to Global Empowerment. New York: Palgrave Macmillan.
Mulyadi, Mohammad. (2011). Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Masyarakat Desa. Yogyakarta: Nadi Pustaka.
Panitia Aksi Puasa Pembangunan KAS. (2009). Pedoman APP KAS. Semarang: Seri PSE-APP KAS 1.
Panitia Aksi Puasa Pembangunan Keuskupan Agung Semarang. (2012). Laporan Pemanfaatan Dana APP 2011-2012 dan Pemasukan Dana APP 2012. Semarang: KPP KAS.
Panitia Aksi Puasa Pembangunan Keuskupan Agung Semarang. (2014). Laporan Pemanfaatan Dana APP 2012-2013 dan Pemasukan Dana APP 2013. Semarang: KPP KAS.
195
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Panitia Aksi Puasa Pembangunan Keuskupan Agung Semarang. (2015). Laporan Pemanfaatan Dana APP 2013-2014 dan Pemasukan Dana APP 2014. Semarang: KPP KAS.
Patton, Michael Quinn. (2006). Metode Evaluasi Kualitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.
Paus Fransiskus (2014). Evangelii Gaudium. terj. F.X. Adisusanto, SJ dkk. Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI.
Pontifical Council for Justice and Peace. (2005). Compendium of the Social Doctrine of the Church. Vatican: Libreria Editrice Vaticana.
Pope John XXIII. (1991). “Mater et Magistra”, Proclaming Justice and Peace, Ed. Michae; Walsh, Brian Davies. Connecticut: Twenty-Thirtd Publications.
Pope John XXIII. (1991). “Pacem in Teris”, Proclaming Justice and Peace, Ed. Michae; Walsh, Brian Davies. Connecticut: Twenty-Thirtd Publications.
Pope Leo XIII. (1991). “Rerum Novarum”, Proclaming Justice and Peace, Ed. Michae; Walsh, Brian Davies. Connecticut: Twenty-Thirtd Publications.
Pope Pius XI. (1991). “Quadragesimo Anno”, Proclaming Justice and Peace, Ed. Michae; Walsh, Brian Davies. Connecticut: Twenty-Thirtd Publications.
Pope Paul VI 1975. (1991). “Evangeli Nuntiandi”, Proclaming Justice and Peace, Ed. Michae; Walsh, Brian Davies. Connecticut: Twenty-Thirtd Publications.
Panitia Aksi Puasa Pembangunan Keuskupan Agung Semarang. (2012). Laporan Pemanfaatan Dana APP 2011-2012 dan Pemasukan Dana APP 2012. Semarang: Kantor Pelayanan Pastoral KAS
Panitia Aksi Puasa Pembangunan Keuskupan Agung Semarang. (2013). Laporan Pemanfaatan Dana APP 2012-2013 dan Pemasukan Dana APP 2013. Semarang: Kantor Pelayanan Pastoral KAS
Panitia Aksi Puasa Pembangunan Keuskupan Agung Semarang. (2014). Laporan Pemanfaatan Dana APP 2013-2014 dan Pemasukan Dana APP 2014. Semarang: Kantor Pelayanan Pastoral KAS
196
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Panitia Aksi Puasa Pembangunan Keuskupan Agung Semarang. (2015). Laporan Pemanfaatan Dana APP 2014-2015 dan Pemasukan Dana APP 2015. Semarang: Kantor Pelayanan Pastoral KAS
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. (1993). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Riyanto, Armada. (2014). Katolisitas Dialogal: Ajaran Sosial Katolik. Yogyakarta: Kanisius.
Robert K, Yin. (1989). Case Study Research Design and Methods. Washington: COSMOS.
Roman Synod 1971. (1991). “ Justice in The World”, Proclaming Justice and Peace, Ed. Michae; Walsh, Brian Davies. Connecticut: Twenty-Thirtd Publications.
R Holme, P Watts. (2000). Corporate Social Responbility: Making Good Business Sense. Geneva.
Sastropoetro, S. (1988). Partisipasi, Komunikasi, Persuasi dan Disiplin dalam Pembangunan Nasional. Bandung: Alumni.
Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Manajemen. Bandung: Alfabeta.
Suharto, Edi. (2005). Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Bandung: Refika Aditama.
Sunarko, dkk. (2006). Bangkit dan Bergeraklah Dokumentasi Hasil Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia 2005.Jakarta: Obor.
Theresia, Aprilia dkk. (2014). Pembangunan Berbasis Masyarakat: Acuan Praktisi, Akademis, dan Pemerhati Pengembangan Masyarakat. Bandung: Alfabeta.
Urip, Sri. (2014). Strategi CSR: Tanggung Jawab Social Perusahaan untuk Peningkatan Daya Saing Perusahaan di Pasar Negara Berkembang. Jakarta: Gramedia.
Yohanes Paulus II. (1991). “Sollicitudo Rei Socialis”, Proclaming Justice and Peace, Ed. Michae; Walsh, Brian Davies. Connecticut: Twenty-Thirtd Publications.
197
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Yohanes Paulus II. (1991). “Centesimus Annus”, Proclaming Justice and Peace, Ed. Michae; Walsh, Brian Davies. Connecticut: Twenty-Thirtd Publications.
198
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LAMPIRAN
Lampiran 1
KISI-KISI INSTRUMEN PENELITIAN KESESUAIAN PROGRAM PEMANFAATAN DANA APP
DI KEUSKUPAN AGUNG SEMARANG DENGAN PRINSIP-PRINSIP AJARAN SOSIAL GEREJA
Aspek Variabel Indikator
Nomor Butir Pada
Instrumen
K
ESE
SUA
IAN
PR
OG
RA
M P
EM
AN
FAAT
AN
DA
NA
AK
SI P
UA
SA
PEM
BA
NG
UN
AN
DI K
EU
SKU
PAN
AG
UN
G S
EM
AR
AN
G D
EN
GA
N
PRIN
SIP-
PRIN
SIP
AJA
RA
N S
OSI
AL
GE
RE
JA
1. Prinsip hormat akan martabat manusia
Manusia tidak dapat dibedakan atas dasar ciri natural (ras, jenis kelamin, usia, asal-usul, agama)
Setiap manusia memiliki hak untuk hidup layak
1
2. Prinsip Kesejahteraan Umum
Sistem tata kehidupan yang memungkinkan semua orang mendapat kesempatan yang sama untuk meningkatkan taraf hidup.
Setiap individu bertanggung jawab terhadap individu yang yang lain.
Prioritas keadilan yang mensejahterakan terutama bagi mereka yang lemah dan miskin
2
3. Prinsip Subsidiaritas
Apabila tugas dan tanggung jawab yang dapat diselesaikan di tingkat bawah, lembaga di tingkat atas jangan mengambil alih.
3
199
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Aspek Variabel Indikator
Nomor Butir Pada
Instrumen
Keterlibatan dari lembaga atau individu di lapis bawah dalam pengambilan keputusan.
4. Prinsip Solidaritas
Kebajikan moral yang autentik. Bukan perasaan kasihan.
Tekad yang teguh dan tabah untuk membaktikan diri kepada kesejahteraan semua orang dan setap orang perorangan
Ruang yang diberikan kepada kebebasan manusia untuk pertumbuhan bersama dimana di dalamnya semua orang berbagi dan berperan serta.
4
200
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 2
KISI-KISI INSTRUMEN PENELITIAN
PROFIL COMMUNITY EMPOWERMENT
DALAM PENGELOLAAN PROGRAM PEMANFAATAN DANA APP
DI KEUSKUPAN AGUNG SEMARANG
Aspek Variabel Indikator Nomor Butir
Pada Instrumen
P
RO
FIL
CO
MM
UN
ITY
EM
POW
ER
ME
NT
DA
LA
M P
EN
GE
LO
LAA
N P
RO
GR
AM
PE
MA
NFA
ATA
N D
AN
A A
PP
DI K
EU
SKU
PAN
AG
UN
G S
EM
AR
AN
G
1. Adanya upaya untuk membangun daya dengan mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan kapasitas yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkan.
Penerima manfaat Program: dapat
menggambarkan kepada publik keberhasilan- keberhasilan yang diraih pada masa mengalami kesulitan
dapat mendokumentasikan unsur-unsur dan tahap yang mereka anggap penting untuk meraih keberhasilan
dapat menyepakati bersama dengan kelompok tentang gambaran visi yang mereka inginkan yang berkaitan dengan penghidupan mereka.
membuat daftar potensi dan aset yang tersedia di sekitar mereka
1a, 1b, 1c
201
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Aspek Variabel Indikator Nomor Butir
Pada Instrumen
P
RO
FIL
CO
MM
UN
ITY
EM
POW
ER
ME
NT
DA
LA
M P
EN
GE
LO
LAA
N P
RO
GR
AM
PE
MA
NFA
ATA
N D
AN
A A
PP
DI K
EU
SKU
PAN
AG
UN
G S
EM
AR
AN
G
2. Adanya upaya untuk
memperkuat kapasitas atau daya yang dimiliki oleh penerima manfaat program.
Memiliki kegiatan pendidikan yang disesuaikan dengan kebutuhan penerima manfaat program.
Memiliki kegiatan pelatihan yang disesuaikan dengan kebutuhan penerima manfaat program.
Memiliki kegiatan pendampingan penerima manfaat program yang dilaksanakan secara berkala.
2a, 2b, 2c
3. Adanya upaya aktif untuk menggerakkan partisipasi penerima manfaat mulai dari tahapan perencanaan, pengembangan, pelaksanaan dan evaluasi?
Ada upaya aktif menggerakkan partisipasi penerima manfaat mulai dari tahapan perencanaan, pengembangan, pelaksanaan dan evaluasi
3
202
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 3
POKOK KERANGKA ACUAN KUESIONER
PROFIL COMMUNITY EMPOWERMENT
DALAM PENGELOLAAN PROGRAM PEMANFAATAN DANA APP
DI KEUSKUPAN AGUNG SEMARANG
Tujuan : Mengetahui profil community empowerment dalam pengelolaan
penerima manfaat Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan
Agung Semarang
Metode : Penelitian kualitatif
Teknik : Open-ended interview
1. Apakah dalam pengelolaan Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan
Agung Semarang sudah ada upaya untuk membangun daya dengan
mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan kapasitas yang
dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkan?
a. Apakah penerima manfaat program secara berkelompok dapat
menggambarkan kepada publik tentang keberhasilan-keberhasilan yang
pernah mereka raih sebelumnya saat menghadapi kesulitan?
b. Apakah penerima manfaat program dapat mendokumentasikan
unsur-unsur dan tahap yang mereka anggap penting untuk meraih
keberhasilan tersebut?
203
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
c. Apakah penerima manfaat program dengan tegas dapat menyepakati
bersama dengan kelompok tentang gambaran visi yang mereka inginkan
yang berkaitan dengan penghidupan mereka.
d. Apakah penerima manfaat program mampu membuat daftar potensi dan
aset yang tersedia di sekitar mereka (sumber daya alam, sumber daya
manusia, sosial, fisik dan finansial) untuk diketahui publik?
2. Apakah dalam pengelolaan Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan
Agung Semarang sudah ada upaya untuk memperkuat kapasitas atau daya
yang dimiliki oleh penerima manfaat program?
a. Apakah ada kegiatan pendidikan yang disesuaikan dengan kebutuhan
penerima manfaat program?
b. Apakah ada kegiatan pelatihan yang disesuaikan dengan kebutuhan
penerima manfaat program?
c. Apakah ada pendampingan penerima manfaat program yang
dilaksanakan secara berkala?
3. Apakah dalam pengelolaan Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan
Agung Semarang ada upaya aktif menggerakkan partisipasi penerima
manfaat mulai dari tahapan perencanaan, pengembangan, pelaksanaan dan
evaluasi?
204
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 4
KISI-KISI INSTRUMEN PENELITIAN
TINGKAT PARTISIPASI PENERIMA MANFAAT
PROGRAM PEMANFAATAN DANA APP
DI KEUSKUPAN AGUNG SEMARANG
Aspek Indikator Indikator
Nomor Butir Pada
Instrumen
ISIP
ASI
PE
NE
RIM
A M
AN
FAAT
PR
OG
RA
M P
EM
AN
FAAT
AN
DA
NA
APP
D
I KE
USK
UPA
N A
GU
NG
SE
MA
RA
NG
1. Indikator kuantitatif partisipasi penerima manfaat program.
Jumlah pertemuan dan jumlah peserta. 1
Jumlah orang yang dipengaruhi oleh isu. 2
Jumlah umat yang memegang peranan sebagai pemimpin. 3
Jumlah umat yang memegang peran dalam program 4
2. Indikator kualitatif partisipasi penerima manfaat program.
Kapasitas umat yang tumbuh untuk mengorganisasi aksi 5
Dukungan yang tumbuh dari umat dan jaringan yang bertambah kuat
6
Peningkatan pengetahuan umat tentang hal-hal seperti keuangan dan manajemen program
7
Keinginan umat untuk terlibat dalam pembuatan keputusan
8
Pemimpin-pemimpin baru yang muncul. 9
Umat mulai mempengaruhi kebijakan 10
205
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
205
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 5
POKOK KERANGKA ACUAN PENELITIAN LAPANGAN
TINGKAT PARTISIPASI PENERIMA MANFAAT
PROGRAM PEMANFAATAN DANA APP
DI KEUSKUPAN AGUNG SEMARANG
Tujuan : Mengetahui deskripsi mengenai tingkat partisipasi umat penerima
manfaat Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung
Semarang.
Metode : Penelitian kualitatif
Teknik : Studi lapangan
1. Jumlah pertemuan dan jumlah peserta?
2. Jumlah umat yang dipengaruhi oleh isu?
3. Jumlah umat yang memegang peranan sebagai pemimpin?
4. Jumlah umat yang memegang peran dalam program?
5. Apakah kapasitas umat tumbuh untuk mengorganisasi aksi?
6. Apakah ada dukungan yang tumbuh dari umat dan jaringan yang bertambah
kuat?
206
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7. Apakah ada peningkatan pengetahuan umat tentang hal-hal seperti keuangan
dan manajemen program?
8. Apakah ada keinginan umat untuk terlibat dalam pembuatan keputusan?
9. Apakah ada pemimpin-pemimpin yang muncul dari umat?
10. Apakah umat mulai mempengaruhi kebijakan?
207
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 6
KISI-KISI INSTRUMEN PENELITIAN
KOMPETENSI SEBAGAI AGEN PEMBERDAYAAN
TIM PSE PAROKI
DI KEUSKUPAN AGUNG SEMARANG
Variabel Indikator Jumlah Butir Nomor Butir
Pada Instrumen
K
ompe
tens
i Tim
PSE
Par
oki S
ebag
ai A
gen
Pem
berd
ayaa
n U
mat
1. Mengetahui eksistensi dana-dana yang bisa diakses umat.
4 13, 14, 15, 16
2. Memiliki pengetahuan tentang keberadaan Tim PSE dan job description
11 1, 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12
3. Memiliki kemampuan mengidentifikasi masalah dan sumber daya yang dapat dikembangkan.
9 3, 17, 18, 19, 21, 22, 24, 25, 26,
4. Memiliki kemampuan menumbuhkan kesadaran penerima manfaat akan peluang dan potensi yang dimiliki.
2 30, 31
5. Memiliki kemampuan memahami inovasi yang dibutuhkan penerima manfaat dan mengkomunikasikan dengan bahasa yang mudah dipahami.
2 33
6. Memiliki kemampuan mengelola pelatihan.
2 20, 27, 28
7. Memiliki kemampuan mengembangkan kewirausahaan.
2 34
208
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Variabel Indikator Jumlah Butir Nomor Butir
Pada Instrumen
8. Memiliki kemampuan untuk melakukan kerja sama yang sinergis dengan pihak-pihak terkait.
2 23, 29
9. Memiliki kemampuan untuk mendampingi masyarakat di lapangan.
1 35
10. Memiliki kemampuan mencari sponsorship.
1 32
209
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 7
KUESIONER PROFIL TIM PENGEMBANGAN SOSIAL EKONOMI PAROKI
RESPONDEN: PAROKI _______________
DAFTAR PERTANYAAN Petunjuk Umum : • Isilah kuesioner berikut ini dengan teliti. • Untuk pertanyaan pilihan ganda , berikan tanda silang (X) pada jawaban yang
telah disediakan. Pilihlah jawaban yang paling sesuai dengan paroki Anda. • Untuk pertanyaan isian, berikan jawaban Anda dengan singkat dan jelas. 1. Di dalam susunan kepengurusan Dewan Paroki, apakah Paroki Anda telah
memiliki Tim Kerja Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE) ? A. Ya B. Tidak C. Baru dalam perencanaan
2. Apakah yang menjadi wewenang atau tugas dari Tim Kerja PSE di Paroki
anda? A. ___________________________________________________________ B. ___________________________________________________________ C. ___________________________________________________________ D. ___________________________________________________________ E. ___________________________________________________________
3. Menurut anda, keprihatinan pastoral di bidang sosial ekonomi seperti apa
yang terdapat di Paroki anda? Mengapa demikian? ______________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________
4. Apakah di Paroki Anda telah terbentuk Tim Kerja PSE atau Seksi Sosial Ekonomi (Sosek) di tingkat lingkungan? A. Sudah (Walaupun belum semua lingkungan ada) B. Belum C. Baru dalam perencanaan
210
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5. Jika di Paroki anda telah memiliki Tim Kerja PSE lingkungan, apakah yang menjadi tugas dari Tim Kerja PSE lingkungan di paroki Anda? ________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________
6. Apakah Paroki anda juga memiliki Tim Kerja Aksi Puasa Pembangunan (APP) ? A. Ya B. Tidak C. Baru dalam rencana
7. Apakah di dalam struktur kepengurusan Dewan Paroki anda, Tim Kerja PSE
dipisahkan/dibedakan dengan Tim Kerja APP Paroki? A. Ya B. Tidak C. Baru dalam rencana
8. Siapakah yang bertugas mengurusi Dana Papa Miskin (Danpamis) di Paroki
Anda? A. Tim Danpamis paroki B. Tim Kerja PSE Paroki C. Tim Kerja APP Paroki D. Tim Kerja PSE Paroki bekerja sama dengan Tim Kerja APP Paroki E. Romo Paroki F. Dewan Harian Paroki G. ___________________________________________________________
9. Jika di Paroki Anda terdapat tim khusus yang menangani bidang sosial
ekonomi, sebutkan siapa saja yang menjadi anggota tim tersebut? A. Ketua bidang pelayanan kemasyarakatan B. Anggota tim kerja PSE C. Anggota tim kerja APP Paroki D. Anggota tim kerja kesehatan E. Anggota tim kerja pendidikan F. Anggota tim kerja pangruktilaya G. Anggota tim kerja HAK H. Umat yang berpengalaman dalam pengembangan masyarakat, yaitu:
a) LPMD b) Penmas c) Koperasi d) PKK e) Wirausahawan f) Biarawan/biarawati g) Lain-lain: _______________________________________________
211
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10. Apakah di Paroki Anda terdapat pertemuan rutin (rapat) yang diselenggarakan oleh tim kerja PSE Paroki / Tim kerja APP Paroki / Tim Kerja Danpamis Paroki? A. Ya B. Tidak C. Baru dalam rencana
Jika sudah ada pertemuan rutin, pertemuan diselenggarakan: A. Setiap 1 minggu 1 kali B. Setiap 2 minggu 1 kali C. Setiap 1 bulan 1 kali D. Lainnya: ...............................
11. Apakah Paroki Anda telah memiliki Pedoman Pemanfaatan Dana Papa Miskin paroki ? A. Ya B. Tidak C. Baru dalam rencana
12. Apakah Pedoman Pemanfaatan Dana Papa Miskin di Paroki anda telah
disahkan oleh Romo Paroki Anda ? A. Ya B. Tidak C. Baru dalam rencana
13. Tahukah Anda darimana Dana Papa Miskin yang ada di paroki berasal?
Sebutkan! ______________________________________________________________
14. Tahukah anda dari mana dana APP yang dikelola paroki berasal? Sebutkan!
_____________________________________________________________
15. Selain Dana papa miskin dan dana APP yang dikelola Paroki, apakah Paroki
anda memiliki sumber-sumber pendanaan sosial yang lain? A. Ya B. Tidak C. Baru dalam rencana Jika jawabannya Ya, dari mana sumbernya? ______________________________________________________________
212
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16. Jika Paroki Anda telah memiliki Pedoman Pemanfaatan dan Pengelolaan Danpamis, Dana APP Paroki, maupun dana-dana sosial yang lain, sejauh mana upaya paroki untuk mensosialisasikannya kepada umat?
___________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________
17. Pernahkah Tim Kerja PSE Paroki/Lingkungan Anda melakukan kegiatan pendataan tentang umat yang memerlukan bantuan dan pendampingan di bidang sosial ekonomi? A. Sudah pernah B. Belum pernah C. Baru dalam rencana
18. Apakah Paroki Anda menyediakan anggaran yang relatif mencukupi untuk
menunjang kegiatan pengembangan sosial ekonomi di paroki Anda? A. Ya B. Tidak C. Baru dalam rencana
19. Apakah di Paroki Anda terdapat program kegiatan kunjungan lingkungan/keluarga dalam rangka kerasulan sosial ekonomi? A. Ya B. Tidak C. Baru dalam rencana
20. Apakah di paroki anda terdapat program kegiatan lokakarya, pelatihan,
sarasehan atau bentuk kegiatan yang lainyang diselenggarakan dalam rangka kerasulan sosial ekonomi? A. Ya B. Tidak C. Baru dalam perencanaan Apabila jawabannya Ya, sebutkan nama dan tema kegiatan tersebut! ______________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________
213
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21. Apakah Paroki Anda telah memiliki program peduli pendidikan untuk membantu biaya pendidikan bagi anak-anak kurang mampu atau sekolah-sekolah yang berada di wilayah teritorial Paroki Anda? A. Ya B. Tidak C. Baru dalam rencana
22. Apakah di paroki anda terdapat program kegiatan bakti sosial (kerja bakti,
donor darah, pelayanan kesehatan gratis, dll)? A. Ya B. Tidak C. Baru dalam perencanaan
Apabila jawabannya Ya, sebutkan program kegiatan dan waktu pelaksanaannya. ______________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________
23. Apakah di Paroki Anda terdapat usaha untuk mengembangkan gerakan koperasi (Credit Union, usaha simpan pinjam, usaha bersama, arisan cinta kasih, dll) ? Sebutkan! A. Ya B. Tidak C. Baru dalam perencanaan
Apabila jawabannya Ya, sebutkan program kegiatan dan waktu pelaksanaannya. ___________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________
24. Apakah di Paroki Anda Tim Kerja PSE Paroki/Lingkungan terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang menaruh perhatian dan membantu orang-orang jompo? A. Ya B. Tidak C. Baru dalam perencanaan
214
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25. Apakah di Paroki Anda terdapat keterlibatan tim kerja PSE Paroki/Lingkungan dalam kegiatan-kegiatan yang menaruh perhatian dan membantu orang-orang yang terkena musibah? A. Ya B. Tidak C. Baru dalam perencanaan
26. Apakah di Paroki Anda Tim Kerja PSE Paroki/Lingkungan terlibat dalam
kegiatan kunjungan dan usaha membantu - orang-orang sakit? A. Ya B. Tidak C. Baru dalam perencanaan
27. Apakah di Paroki Anda Tim Kerja PSE Paroki pernah menyelenggarakan
kegiatan kursus / pelatihan ketrampilan usaha? A. Ya B. Tidak C. Baru dalam perencanaan
28. Apakah di Paroki Anda terdapat kegiatan penyuluhan pertanian, peternakan,
perikanan, atau wirausaha yang dilakukan oleh Tim Kerja PSE Paroki/Lingkungan? A. Ya B. Tidak C. Baru dalam perencanaan
29. Apakah di paroki Anda terdapat usaha-usaha membangun jaringan dan
kerjasama dalam kegiatan pemberdayaan sosial ekonomi? Sebutkan! A. Ya B. Tidak C. Baru dalam perencanaan
Apabila jawabannya Ya, apa bentuk kegiatannya? ______________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________
30. Apakah di Paroki Anda pernah mengadakan diskusi mengenai kegiatan di
bidang pertanian/peternakan/Usaha Kecil Menengah yang telah berhasil dilaksanakan dengan baik? A. Pernah. B. Belum pernah C. Baru dalam perencanaan.
215
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31. Apakah di Paroki Anda pernah mendiskusikan Sumber Daya Manusia (pengelola, pemilik ketrampilan, pengorganisir) apa saja yang dimiliki oleh umat berkaitan dengan kegiatan di bidang pertanian/peternakan/Usaha Kecil Menengah? A. Pernah B. Belum pernah. C. Baru dalam perencanaan.
32. Apakah di Paroki Anda pernah mendiskusikan tentang aset sosial (nama kelompok atau organisasi yang ada dan dapat bergabung) untuk membantu kegiatan di bidang pertanian/peternakan/Usaha Kecil Menengah? A. Pernah B. Belum pernah. C. Baru dalam perencanaan.
33. Apakah di Paroki Anda pernah membuat data mengenai Sumber Daya Fisik (alat atau sarana) yang dapat digunakan umat berkaitan dengan kegiatan di bidang pertanian/peternakan/Usaha Kecil Menengah? A. Pernah. B. Belum pernah. C. Baru dalam perencanaan.
34. Apakah di Paroki Anda pernah mengadakan sarasehan mengenai bagaimana mengembangkan sikap untuk berinisiatif dalam berbagai usaha di bidang pertanian/peternakan/Usaha Kecil Menengah? A. Pernah. B. Belum pernah. C. Baru dalam perencanaan.
35. Apakah dalam proses penyusunan rencana kegiatan di bidang pertanian/peternakan/Usaha Kecil Menengah Anda melakukan bersama dengan dan oleh umat sendiri? A. Ya B. Tidak C. Rencana kegiatan ditentukan pihak lain.
216
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI