manajemen agro industri

9
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan agroindustri merupakan bagian integral dari sektor pertanian mempunyai kontribusi penting dalam proses industrialisasi terutama di wilayah pedesaan. Efek agroindustri tidak hanya mentransformasikan produk primer ke produk olahan tetapi juga budaya kerja dari agraris tradisional yang menciptakan nilai tambah rendah menjadi budaya kerja industrial modern yang menciptakan nilai tambah tinggi. Kebijakan pembangunan agroindustri antara lain kebijakan investasi, teknologi dan lokasi agroindustri harus mendapat pertimbangan utama. (Suryana, 2005) Upaya peningkatan nilai tambah melalui agroindustri, selain meningkatkan pendapatan juga berperan dalam penyediaan pangan yang beragam dan bermutu. Teknologi merupakan salah satu faktor menunjang keberhasilan pengembangan sistem agroindustri di pedesaan dengan aspek tepat guna, efisien, dan mudah diterapkan (Departemen Pertanian, 2008). Industrialisasi pedesaan merupakan suatu proses yang dicirikan dengan penggunaan alat-alat mekanis dalam sektor pertanian dan semakin berkembangnya industri pengolahan hasil-hasil pertanian. Dampak dari industrialisasi tersebut dapat diwujudkan melalui keterkaitan yang saling menguntungkan antara petani produsen dengan industri pengolahan dalam mewujudkan pembangunan ekonomi pedesaan. Implementasi diversifikasi pangan dapat berjalan dengan baik bila tersedia bahan pangan sumber karbohidrat secara beragam dengan kualitas dan kuantitas yang terjamin mutunya. Tanaman gandum merupakan tanaman sumber karbohidrat utama dengan nilai gizi setara beras bahkan mempunyai kelebihan mengandung gluten untuk daya kembang adonan yang pada serealia lainnya jumlah sangat kecil bahkan tidak ada. Ketergantungan masyarakat Indonesia pada tepung terigu sudah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan. Indonesia terpaksa melakukan impor karena gandum bukan merupakan tanaman asli Indonesia. Jumlah impor gandum tahun 2004 yang mencapai kurang lebih 4.5 juta ton memposisikan Indonesia sebagai negara importir gandum kelima terbesar di dunia setelah Mesir, China, Jepang dan Brasil. (Departemen Pertanian, 2008) Ketergantungan bahan pangan impor tersebut sangat membahayakan ketahanan pangan negara kita. Oleh sebab itu, sudah saatnya Indonesia mulai melepaskan ketergantungan pada gandum impor. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk

Upload: ahya-alamsyah

Post on 19-Jul-2015

243 views

Category:

Education


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Manajemen Agro industri

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kegiatan agroindustri merupakan bagian integral dari sektor pertanian mempunyai

kontribusi penting dalam proses industrialisasi terutama di wilayah pedesaan. Efek

agroindustri tidak hanya mentransformasikan produk primer ke produk olahan tetapi juga

budaya kerja dari agraris tradisional yang menciptakan nilai tambah rendah menjadi budaya

kerja industrial modern yang menciptakan nilai tambah tinggi. Kebijakan pembangunan

agroindustri antara lain kebijakan investasi, teknologi dan lokasi agroindustri harus mendapat

pertimbangan utama. (Suryana, 2005) Upaya peningkatan nilai tambah melalui agroindustri,

selain meningkatkan pendapatan juga berperan dalam penyediaan pangan yang beragam dan

bermutu. Teknologi merupakan salah satu faktor menunjang keberhasilan pengembangan

sistem agroindustri di pedesaan dengan aspek tepat guna, efisien, dan mudah diterapkan

(Departemen Pertanian, 2008). Industrialisasi pedesaan merupakan suatu proses yang

dicirikan dengan penggunaan alat-alat mekanis dalam sektor pertanian dan semakin

berkembangnya industri pengolahan hasil-hasil pertanian. Dampak dari industrialisasi

tersebut dapat diwujudkan melalui keterkaitan yang saling menguntungkan antara petani

produsen dengan industri pengolahan dalam mewujudkan pembangunan ekonomi pedesaan.

Implementasi diversifikasi pangan dapat berjalan dengan baik bila tersedia bahan pangan

sumber karbohidrat secara beragam dengan kualitas dan kuantitas yang terjamin mutunya.

Tanaman gandum merupakan tanaman sumber karbohidrat utama dengan nilai gizi

setara beras bahkan mempunyai kelebihan mengandung gluten untuk daya kembang adonan

yang pada serealia lainnya jumlah sangat kecil bahkan tidak ada. Ketergantungan masyarakat

Indonesia pada tepung terigu sudah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan. Indonesia

terpaksa melakukan impor karena gandum bukan merupakan tanaman asli Indonesia. Jumlah

impor gandum tahun 2004 yang mencapai kurang lebih 4.5 juta ton memposisikan Indonesia

sebagai negara importir gandum kelima terbesar di dunia setelah Mesir, China, Jepang dan

Brasil. (Departemen Pertanian, 2008)

Ketergantungan bahan pangan impor tersebut sangat membahayakan ketahanan

pangan negara kita. Oleh sebab itu, sudah saatnya Indonesia mulai melepaskan

ketergantungan pada gandum impor. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk

Page 2: Manajemen Agro industri

mengurangi ketergantungan atas gandum impor adalah mensubstitusi tepung terigu dengan

bahan baku tepung lokal yang belum dimanfaatkan secara optimal. Pengembangan gandum di

dalam negeri diharapkan menjadi alternatif ketersediaan pangan di dalam negeri. Sampai saat

ini, kontribusi industri terigu terhadap perekonomian nasional juga pantas untuk

diperhitungkan.

Nilai penjualan rata-rata per tahun mencapai 6 trilyun. Dari jumlah ini, sektor Usaha

Kecil Menegah (UKM) berbasis gandum (industri kecil pembuat roti, mie, kue kering dan

lainnya) yang berjumlah sekitar 30 ribu unit, menyerap 64.8 persen produk tepung terigu.

Dengan pangsa pasar yang sedemikian besar maka pemerintah mempunyai kebijakan untuk

memperkecil impor gandum dengan substitusi produk tepung-tepungan yang diproduksi

melalui budidaya seperti gandum, ubijalar dan talas serta tanaman penghasil pati lainnya.

Dengan kondisi ini, pengembangan industri tepung gandum memiliki prospek yang cukup

menjanjikan. Dalam kondisi perekonomian saat ini serta nilai tukar rupiah yang rendah,

pemenuhan kebutuhan gandum dalam negeri melalui impor sangat memberatkan. Dampak

kenaikan harga gandum telah berdampak luas khususnya pada industri yang menggunakan

bahan-baku gandum, sedangkan pola konsumsi makanan akibat pertumbuhan ekonomi dan

pertumbuhan penduduk mengakibatkan kebutuhan gandum yang makin tinggi dari tahun ke

tahun.

1.2. Perumusan Masalah

Pengolahan gandum menjadi tepung di Kabupaten Bandung dilakukan oleh unit usaha

agroindustri skala kecil yang masih menggunakan teknologi pengolahan yang cukup

sederhana. Unit usaha agroindustri tepung gandum ini diharapkan berkembang menjadi unit

usaha mandiri dan profesional serta dikelola secara profesional dengan ciri berorientasi bisnis

yang sehat, baik secara teknis, ekonomi, sosial, layak dan menguntungkan serta

berkelanjutan.

Dengan demikian, pengembangan usaha perlu ditelaah lebih lanjut apakah layak atau

tidak untuk dikembangkan serta biaya yang ada dapat digunakan agar dapat memberikan

manfaat yang sebesar-besarnya untuk pengembangan usaha lebih lanjut. Selanjutnya, perlu

dilakukan analisis finansial yang lebih terinci untuk mengetahui keuntungan yang akan

diperoleh gapoktan, mengingat unit usaha agroindustri tepung gandum tersebut baru

beroperasi. Agroindustri tepung gandum dapat bertahan dan semakin berkembang seiring

dengan permintaan produk olahannya yang semakin meningkat apabila pengelola dapat

mengidentifikasi kelemahan dan potensi yang ada. Apabila pengelola telah mengetahui

Page 3: Manajemen Agro industri

faktor-faktor strategik internal dan eksternal yang dimiliki tepung berbasis gandum, maka

mereka dapat menyusun strategi yang paling tepat untuk pengembangan tepung gandum di

masa mendatang. Faktor yang melemahkan hendaknya dapat diminimumkan atau dicari

pemecahannya, sementara potensi yang dimiliki harus dimanfaatkan sebaik-baiknya supaya

dapat memberikan hasil yang maksimum. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka

secara khusus masalah pokok penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1) Faktor-faktor strategik apakah yang mempengaruhi pengembangan usaha

agroindustri tepung gandum?

2) Apakah unit usaha agroindustri tepung gandum ini layak dikembangkan?.

3) Bagaimana bentuk strategi pengembangan usaha agroindustri tepung gandum?

1.3. Tujuan masalah

1) Mengetahui faktor-faktor strategik yang mempengaruhi usaha agroindustri tepung

gandum

2) Mengetahui kelayakan usaha agroindustri tepung gandum.

3) Menyusun strategi yang tepat dalam rangka pengembangan usaha agorindustri

tepung gandum kedepan .

1.4. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan dampak yang positif bagi berbagai pihak,

antara lain :

1) Pihak-pihak yang terlibat dalam kawasan usaha agroindustri gandum baik

para petani maupun masyarakat di sekitarnya.

2) Pemerintah, sebagai bahan pertimbangan dalam pengembangan

agroindustri tepung gandum selanjutnya.

3) Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan studi dan

pertimbangan dalam penelitian selanjutnya.

1.5. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini dilakukan di unit pengolahan tepung gandum yang

mengolah gandum kering menjadi tepung dan dikelola oleh gabungan kelompok tani . Unit

usaha pengolahan gandum merupakan unit usaha mesin pengolahan gandum yang terdiri dari

: perontok dan pembersih, penyosoh, penepung, purifier, dan timbangan digital yang dikelola

oleh gabungan kelompok tani (gapoktan) gandum yakni gapoktan Laksana Mekar dan

Page 4: Manajemen Agro industri

Rahayu. Adapun aspek yang dikaji dalam penelitian ini adalah kelayakan usaha dari aspek

keuangan unit usaha dan analisa alternatif strategi yang perlu di lakukan dalam rangka

pengembangan unit usaha agroindustri tepung gandum .

Page 5: Manajemen Agro industri

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran

Dari karakteristik unit usaha agroindustri tepung gandum di Kabupaten Bandung, dilakukan

kajian terhadap kondisi umum, kelayakan usaha dari keuangan, identifikasi faktor-faktor

strategi internal dan eksternal serta strategi usaha unit agroindustri tepung gandum.

Berdasarkan data yang ada, kemudian dilakukan analisa baik secara kualitatif maupun

kuantitatif. Hasil analisa tersebut kemudian diinterpretasikan dan diperoleh hasil analisa

kelayakan usaha dan strategi pengembangan unit usaha agroindustri tepung gandum sehingga

diperoleh unit usaha agroindustri tepung gandum yang prospektif.

Karakteristik Unit Usaha

Agroindustri Tepung Gandum Kajian

Kajian Terhadap:

- Kondisi Umum

- Aspek Kelayakan

- Identifikasi Faktor-Faktor Strategik Internal dan Eksternal

- Aspek Kajian Strategi

Analisis Kualitatif Analisis Kuantitatif

Interpretasi Hasil Analisa

Kelayakan Usaha

Interpetasi hasil analisa

Kelayakan usaha (1) Strategi pengembangan

usaha (2)

Unit usaha agro industry gandum

yang propektif

Page 6: Manajemen Agro industri

Gambar : kerangka pemikiran penelitian

3.2. Penentuan Lokasi

Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive), yaitu didasarkan pada

pertimbangan : (1) Kabupaten Bandung merupakan salah satu daerah pengembangan

areal penanaman gandum yang dilakukan departemen Pertanian (Dinas Pertanian

Kabupaten Bandung, 2009). (2) unit usaha agroindustri tepung gandum di Kabupaten

Bandung merupakan salah satu unit usaha binaan di Departemen Pertanian, (3)

adanya ketersediaan data yang diperlukan pada unit usaha agroindustri di Kab.

Bandung, menjadikan lokasi tersebut menjadi lokasi kajian.

3.3. Data dan Sumber Data

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini berupa data primer yang berasal dari

sumber data yakni: petani, Gapoktan, pedagang (mitra usaha), serta instansi terkait

dan data sekunder berupa tinjauan pustaka dan dokumen. Responden di tingkat

Gapoktan, responden terdiri atas Ketua Gapoktan, Kepala Unit Usaha Gapoktan dan

Sekretaris Gapoktan. Sedangkan ditingkat petani yang menjadi responden adalah

petani gandum yang menjadi anggota Gapoktan Gandum. Responden ditingkat

pedagang adalah pengusaha tepung gandum. Ditingkat instansi pemerintahan,

responden merupakan petugas dinas pertanian Kabupaten Bandung.

3.4. Penarikan Sampel

Penarikan sampel dilakukan secara purposive samplingterhadap responden dan

jumlah seluruh responden yang digunakan sebanyak 35 orang. 3.5. Metode

Pengumpulan Data Metode kerja yang digunakan dalam studi adalah dengan metode

deskriptif, yaitu metode yang menggambarkan keadaan yang ada di lapangan,

selanjutnya berdasarkan fakta – fakta yang tampak dilakukan analisis berdasarkan

teori – teori terkait.

a. Pengumpulan data primer dilakukan melalui survei lapangan, wawancara

(interview) dengan alat bantu kuesioner (terlampir) terhadap anggota kelompok tani,

ketua gapoktan, seksi pemberdayaan alat unit usaha agroindustri tepung gandum,

pengusaha makanan dan petugas dari instansi bidang terkait melalui alat bantu

kuesioner. 28

b. Pengumpulan data sekunder melalui penelusuran pustaka, dokumen dan

Page 7: Manajemen Agro industri

laporan instansi terkait.

3.6. Pengolahan dan Analisis Data.

Pengolahan data dilakukan secara manual dan bantuan komputer dengan program

excel. Analisis data yang dilakukan adalah analisis kelayakan dan SWOT. Metode

analisis yang digunakan untuk menganalisa dan menginterpretasikan data adalah :

1. Metode Deskriptif, yaitu pengumpulan data mengenai informasi potensi bahan

baku, prospek pasar dan keuangan yang berkaitan dengan pasokan bahan baku yang

telah dikeluarkan oleh unit usaha.

2. Metode analisis yang dilakukan adalah analisis kelayakan usaha dari aspek berupa

Matriks Pay Back Period(PBP), Net Benefit Cost Ratio(Net B/C), Break Even

Point(BEP), Net Present Value(NPV) dan Internal Rate of Return(IRR),

MatriksExternal Factor Evaluation(EFE), Internal Factor Evaluation(IFE) dan

Analisis SWOT.

1). Analisa Kelayakan Usaha Dari Aspek Keuangan

Dalam penelitian ini dilakukan pengkajian analisa kelayakan usaha dari aspek

keuangan yang terdiri dari :

a. Komponen dan struktur biaya.

Komponen biaya mencakup pengadaan sarana dan prasarana, biaya operasi

dan biaya lain-lain. Biaya pengadaan prasarana adalah meliputi biaya

investasi, yaitu biaya perijinan, bangunan dan pembelian peralatan untuk

proses produksi. Biaya operasi meliputi biaya pembelian gandum, biaya

bahan pembantu, biaya pengemasan, upah pekerja, pembelian bahan

pembantu produksi, biaya peralatan, kendaraan dan biaya overhead.

b. Pendapatan

Pendapatan adalah total hasil penjualan unit usaha agroindustri, yang

didasarkan pada proyeksi selama berdirinya unit usaha ini .

c. Kebutuhan Modal dan Kredit

Dalam menunjang pengembangan perusahaan diperlukan modal kerja dan

modal.

d. BEP

BEP atau titik impas adalah suatu keadaan dimana besarnya pendapatan

sama dengan besarnya biaya/pengeluaran yang dilakukan oleh proyek.

2). Analisis Matriks Evaluasi Faktor Internal dan Eksternal

Page 8: Manajemen Agro industri

Penilaian internal ditujukan untuk mengukur sejauh mana kekuatan dan

kelemahan yang dimiliki perusahaan. Langkah yang ringkas dalam melakukan

penilaian internal adalah dengan menggunakan matriks Internal factor

Evaluation (IFE).

3). Analisis Matriks Internal dan Eksternal

Gabungan kedua matriks tersebut menghasilkan matriks Internal Eksternal(IE)

yang berisikan sembilan macam sel yang memperlihatkan kombinasi total nilai

terboboti dari matriks-matriks IFE dan EFE.

4). Analisisis Pengembangan Usaha.

Alat yang dipakai untuk menyusun faktor-faktor strategik perusahaan adalah

matriks SWOT. Matriks ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana

peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan untuk disesuaikan

dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Matriks ini dapat

menghasilkan empat kemungkinan alternatif strategi. Setelah memperoleh

gambaran yang jelas mengenai kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman

yang dihadapi perusahaan, maka selanjutnya dapat dipilih alternatif strategi

yang akan diterapkan perusahaan dalam mengembangkan usahanya. Dengan

pilihan strategi yang tepat, perusahaan diharapkan dapat memanfaatkan

kekuatan dan peluangnya untuk mengurangi kelemahan dan menghadapi

ancaman yang ada. Melalui matriks SWOT didapatkan alternatif strategi untuk

menentukan critical decision, agar perusahaan dapat menerapkan strategi yang

tepat.

Page 9: Manajemen Agro industri

DAFTAR PUSTAKA

• Drjen BPPHP. 2005. REVITALISASI PERTANIAN MELALUI AGROINDUSTRI

PERDESAAN.

DIREKTORAT JENDERAL BINA PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL

PERTANIAN,

DEPARTEMEN PERTANIAN

• Supriati dan E. Suryani. 2006. Peranan, Peluang dan Kendala Pengembangan

AGROINDUSTRI di Indonesia. Forum Penelitian Agroekonomi. 24(2):92-106.

• Amini Hidayati dan Mudrajad Kuncoro. 2004. KONSENTRASI GEOGRAFIS INDUSTRI

MANUFAKTUR DI GREATER JAKARTA DAN BANDUNG PERIODE 1980-2000:

MENUJU SATU

DAERAH AGLOMERASI? Empirika, Vol. 17, No. 2, Desember 2004

• Deptan. 2005. Rencana Pembangunan Pertanian Tahun 2005-2009.

• Thomas Darmawan (GAPMMI). 2004. The Linkages Between Agriculture Development,

Industry Development, and Regional Development”. Disajikan dalam Agriculture Policy for

The Future (UNSFIR) Jakarta, February 12-13, 2004

• Iskandar A. Nuhung. 2002. Tantangan Usaha bagi UKM di Bidang Agribisnis.

USAHAWAN

NO. 07 TH XXXI JULI 2002

• Rusastra, I. W., B Rahman, Sumedi, dan T Sudaryanto. 2004. Struktur Pasar dan

Pemasaran Gabah-Beras dan Komoditi Kompetitor Utama. Forum Penelitian Agroekonomi.

24(2):227-260.

• Daryanto, A dan H.K.S. Daryanto. 2000.MODEL KEPEMIMPINAN DAN PEMIMPIN

AGRIBISNIS DI MASA DEPAN. IPB BOGOR

• Daryanto, A. 2007. EKONOMI POLITIK IMPOR CHICKEN LEG QUARTER (CLQ)

DI INDONESIA. IPB Bogor

• Drajad, B. 2004. DINAMIKA LINGKUNGAN NASIONAL DAN GLOBAL

PERKEBUNAN:

IMPLIKASI STRATEGIS BAGI PEMBANGUNAN PERKEBUNAN, LRPI Bogor