makna perkawinan bagi suami pada masyarakat … · adalah makna tidak bisa ditemukan untuk...
TRANSCRIPT
MAKNA PERKAWINAN BAGI SUAMI PADA MASYARAKAT
MANGGARAI
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusunoleh:
Yohanes Efremi Ngabur
(109114101)
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI, JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2016
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
HALAMAN MOTTO
“Sesungguhnya pikiran manusia mampu mengendalikan
semesta tergantung bagaimana manusia secara arif
menyikapinya”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Dengan penuh syukur saya persembahkan karya ini kepada:
Tuhan Yesus dan Bunda Maria
Kedua orang tua tercinta
Kakak-kakak dan adik-adik tersayang
Sahabat dan teman-teman terkasih, dan
Almamater Universitas Sanata Dharma
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
MAKNA PERKAWINAN BAGI SUAMI PADA MASYARAKAT
MANGGARAI
Yohanes Efremi Ngabur
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan makna dan dinamika
perkawinan pada suami masyarakat desa di Manggarai. Penelitian ini diadakan di
desa Kole, kecamatan Satarmese Utara, Manggarai, Nusa Tenggara Timur dengan
jumlah informan tiga orang serta kisaran usia antara 25-35 tahun dan semuanya
berjenis kelamin laki-laki. Penelitian pendekatan kualitatif ini menggunakan
metode fenomenologi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa laki-laki yang
menjadi suami pada masyarakat Manggarai memaknai perkawinan sebagai simbol
prestise atau perkawinan dimaknai sebagai penunjuk kelas sosial.Perkawinan
bukan lagi sebagai lembaga sakral yang mampu menciptakan hubungan
kekerabatan yang baikantara keluarga besar pria dan perempuan. Makna
perkawinan seperti ini muncul akibat dari sikap arogan atau sikap sombong yang
ada dalam diri masyarakat Manggarai itu sendiri. Informan dalam
mengungkapkan makna perkawinan sebagai ajang penunjukkan kelas sosial tidak
diungkapkan secara langsung. Peneliti menemukan makna tersebut dengan
menelusuri dinamika perkawianan berdasarkan pengalaman akan perkawinan
yang informan rasakan seperti beban, kesengsaraan, penderitaan, perjuangan,
kesulitan, dan tantangan akibat dari paktik tradisi paca dalam tubuh budaya
masyarakat Manggarai itu sendiri yang sudah bergeser dari pembentuk hubungan
kekerabatan menuju ajang uji kelas sosial.
Kata kunci: fenomenologi, makna, perkawinan, paca, symbol prestise
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
THE MEANING OF MARRIAGE FOR A HUSBAND IN MANGGARAI
SOCIETY
Yohanes Efremi Ngabur
ABSTRACT
This research is aimed to reveal the meaning and the marriage dynamics to
the villagers in Manggarai. It wasconducted in Kole village, NorthSatarmese,
Manggarai, East Nusa Tenggarato three male respondents on ages range
between25-35years old.The studyisa qualitative approachusingthe
phenomenologicalmethod. The results show thatthe Manggarai
communityinterpretsmarriageas a symbolof prestigeormarriageas a label ofsocial
class. Marriage isno longer asacredinstitution to createa kinshipwithinthe man’s
familyandthe woman’s family.This sense of marriage appears as a result
fromarrogance that exists inManggarai communityitself. The respondents did not
directly expressing the meaning of marriageas asocial class labeling. The
researcher foundthis signification byexploringthe dynamics ofmarriagebased on
the feel of respondents’ marriage experiences such as burden, misery, suffering,
struggle, difficulty, and challengeas the resultsofpaca tradition in the part of
Manggarai cultural itself which has shifted fromformingan allianceto the social
class labeling.
Key words: Phenomenological, meaning, marriage, paca, symbol, prestige
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan
rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Makna
Perkawinan Bagi Suami pada Masyarakat Desa Kabupaten Manggarai” sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi pada Program Studi
Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma. Penulis akui bahwa
dalam seluruh proses penulisan skripsi ini terdapat banyak kendala, namun berkat
dukungan, doa, dan semangat serta bantuan dari berbagai pihak baik langsung
maupun tidak langsung, skripsi ini bisa terselesaikan. Oleh karena itu, secara
khusus penulis ingin berterima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Priyo Widiyanto, selaku Dosen Pembimbing Akademik.
2. Bapak Dr. Y.B. Cahya Widiyanto, M.si selaku dosen pembimbing
skripsi yang sudah bersedia menjadi partner diskusi dan beliau
memberikan banyak masukan yang sangat berharga bagi penulis.
3. Dosen dan staff sekretariat Fakultas Psikologi, Universitas Sanata
Dharma, Yogyakarta.
4. Kedua orang tuasaya Belasius Ngabur dan Elisabeth Rembung serta
kakak-kakak saya Fransiska Dinarti Ngabur, Elfridus Brekmans
Ngabur, dan adik saya Stefania Natalia Ngabur yang selalu mendukung
dalam bentuk doa dan semangat yang telah mereka berikan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………………………………………………………….....i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……………………..……..ii
HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………………iii
HALAMAN MOTTO …………………………………………………….iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ……………………………………………..v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……………………………………vi
ABSTRAK …………………………………………………………………...vii
ABSTRACT …………………………………………………………………..viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ……………………ix
KATA PENGANTAR ………………………………….……………...…..x
DAFTAR ISI …………………………………………………………………....xii
BAB I ………………………………………………………..……………………1
PENDAHULUAN ……………………………………………………………..1
B. Latar Belakang ……………………………………..………………………2
C. Rumusan Masalah ……………………………………………………13
D. Tujuan Penelitian ……………………………………………………13
E. Manfaat Penelitian ……………………………………………………13
1. Manfaat teoritis ……………………………………………………………13
2. Manfaat praktis ……………………………………………………………13
a. Untuk masyarakat Manggarai ……………………………………13
b. Untuk pemerintah ……………………………………………………14
BAB II ……………………………………………………………………15
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
KAJIAN PUSTAKA ……………………………………………………………15
A. Perkawinan ……………………………………………………………16
1. Pengertian ……………………………………………………………16
2. Keabsahan ……………………………………………………………17
3. Syarat dan Larangan ……………………………………………………18
4. Tujuan ……………………………………………………………………18
B. Masyarakat Manggarai ……………………………………………………19
1. Religi ……………………………………………………………………20
2. Sistem Organisasi Sosial atau Kemasyarakatan ……………………20
3. Sistem Perkawinan Adat Manggarai ……………………………………20
a. Cangkang ……………………………………………………………20
b. Tungku ……………………………………………………………21
c. Cako ……………………………………………………………21
4. Ilmu Pengetahuan ……………………………………………………22
5. Bahasa ……………………………………………………………………22
6. Kesenian ……………………………………………………………23
7. Sistem Mata Pencaharian atau Ekonomi ……………………………24
8. Teknologi ……………………………………………………………25
C. Makna ……………………………………………………………………27
1. Makna dalam konteks Fenomenologi ……………………………………27
a. Definisi ……………………………………………………………27
b. Sejarah ……………………………………………………………29
c. Fenomenologi sebagai Metode ……………………………………30
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
2. Tradisi ……………………………………………………………………30
3. Logos ……………………………………………………………………32
D. Budaya ……………………………………………………………………35
1. Definisi ……………………………………………………………35
2. Pengertian ……………………………………………………………36
3. Cara pandang terhadap kebudayaan ……………………………………37
a. Kebudayaan Sebagai Peradaban ……………………………………37
b. Kebudayaan sebagai sudut pandang umum ……………………39
c. Kebudayaan sebagai Mekanisme Stabilisasi ……………………40
4. Penetrasi kebudayaan ……………………………………………………40
E. Kerangka Berpikir ……………………………………………………40
BAB III ……………………………………………………………………41
METODE PENELITIAN ……………………………………………………41
A. Paradigma dan Pendekatan Penelitian ……………………………………41
B. Fokus Penelitian ……………………………………………………………48
C. Prosedur dan Tahapan Penelitian ……………………………………48
1. Prosedur Penelitian ……………………………………………………48
a. Infoman ……………………………………………………………48
b. Populasi dan Sampel ……………………………………………49
2. Tahap Penelitian ……………………………………………………49
a. Tahap Persiapan Penelitian ……………………………………49
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
b. Tahap pelaksanaan penelitiaan ……………………………………50
D. Teknik Pengumpulan Data ……………………………………………50
1. Wawancara Semi-terstruktur ……………………………………………51
E. Kredibilitas Penelitian ……………………………………………………53
F. Teknik Analisis Data ................................................................................54
BAB IV ……………………………………………………………………56
HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………………56
A. Pelaksanaan Penelitian ……………………………………………………56
1. Informan ……………………………………………………………56
2. Tempat dan Lokasi ……………………………………………………56
3. Waktu Penelitian ……………………………………………………57
B. Hasil Penelitian ……………………………………………………………57
C. Analisis ……………………………………………………………………60
D. Pembahasan ……………………………………………………………65
E. Keterbatasan Penelitian ……………………………………………………71
F. Kerangka Berpikir Hasil Penelitian …………..………………………..72
BAB V ……………………………………………………………………73
KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………………………73
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………75
LAMPIRAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
Perkembangan budaya sangatlah cepat. Relasi yang intens antara budaya
dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadikan budaya begitu cair
dan lentur. Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi Martin
Heidegger. Hal ini ditetapkan berdasarkan pada konsep fenomenologi Heidegger
yang dengan berani secara radikal memahami hakekat dari realitas tanpa terjatuh
pada asumsi-asumsi yang dimiliki ilmuwan atau peneliti sebelumnya.
Fenomenologi Heidegger mencoba menelusuri makna yang tersembunyi dari
fenomena yang ada—destruksi fenomenologis—dalam hal ini fenomena
perkawinan pada masyarakat desa di Manggarai.
Penelitian ini bertujuan mendeskripsi makna perkawinan bagi suami pada
masyarakat Manggarai. Manggarai menjadi destinasi utama dalam penelitian ini
berangkat dari keunikan jenis perkawinannya. Selain jenis perkawinan yang unik,
Manggarai juga kental dengan tradisi paca. Penerapan tradisi pacadalam
perkawinan orang Manggarai tidak terlepas dari isu budaya patriarki. Budaya
patriarki mampu membawa beberapa pengaruh buruk seperti masalah sosial,
ekonomi, dan budaya. Ini juga dialami orang Manggarai saat ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
A. Latar Belakang
Peneliti sadar dalam kontestasi budaya global ini mobilitas masyarakat
semakin tinggi, percepatan alur kebudayaan semakin tidak bisa dilihat dengan
model angka-angka kuantitatif. Kondisi ini menjadikan model penelitian kualitatif
semakin dijadikan arus utama dalam melihat kondisi sosial di masyarakat.
Kemampuannya menghasilkan produk analisis yang mendalam sejalan dengan
alur dan setting-nya, diakui sebagai paradigma yang patut diperhitungkan dalam
rangka melihat, mengatahui dan menghadirkan refleksi bagi kajian budaya pada
konteks zamannya. Beberapa metode penelitian berbasis paradigma kualitatif ini
diantaranya adalah fenomenologi, analisis wacana, studi kasus, semiotik dan
etnografi (Parker, 2005).
Penelitian ini berada pada alur psikologi humanistik. Para psikolog yang
berorientasi humanistik mempunyai satu tujuan yakni ingin memanusiakan
psikologi. Mereka ingin membuat psikologi sebagai studi tentang “apa makna
hidup sebagai seorang manusia”. Mereka berasal dari berbagai latar belakang dan
keyakinan yang beragam misalnya Brentano yang berusaha membagi dua jenis
psikologi; genetik dan deskriptif. Kebijaksanaan Brentano dimanfaatkan secara
baik oleh Edmund Husserl. Usaha Husserl menjadikan fenomenologi sebagai
pendekatan penelitian diteruskan oleh muridnya Martin Heidegger.
Peneliti dalam menganalisis hasil wawancara menggunakan metode
fenomenologi Martin Heidegger.Destruksi fenomenologis merupakan konsep
dasar fenomenologi Heidegger yang menempatkan metode fenomenologi
hermeneutik, yakni mencoba untuk mengungkapkan makna yang tersembunyi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
(Palmer, 2005). Konsepsi ini menunjukkan bahwa pengalaman atau tindakan
selalu ada dalam realitas dunia. Artinya makna hadir dan dihadirkan oleh para
pelaku tindakan bergantung bagaimana konteks tindakan dengan realitasnya.
Kontekstualisasi tindakan dengan kehadiran makna menempatkan posisi
fenomenologi sebagai pola penelusuran atau investigasi makna dan kelahiran
makna.
Kehadiran suatu realitas baru bukan serta merta ada dengan sendirinya,
tetapi logika kita akan mempertanyakan realitas baru tersebut dengan pertanyaan
kenapa itu menjadi, maka penelusuran terhadap hal-hal yang menjadikan suatu
realitas baru itu yakni dengan cara melacak proses menjadi sebagai pengungkapan
makna yang berhubungan dengan konteks makna itu dihadirkan. Ini merupakan
konsekuensi dari gejala yang timbul kepermukaan dari realitas sosial
(Puspoprodjo, 2005).
Fenomenologi berusaha untuk memahami segala sesuatu apa adanya.
Usaha ini diikuti dengan ketegasan fenomenologi yang tidak mau terjatuh pada
asumsi-asumsi ilmuwan sebelumnya. Membagi wilayah data dan wilayah
interpretasi peneliti menjadi kunci utama dalam fenomenologi. Fenomenologi
menjadi satu alternatif dari keterikatan ilmu psikologi Indonesia saat ini pada
penelitian kuantitatif (Watimenna, 2008). Pada penelitian ini, fenomenologi
Martin Heidegger menjadi tonggak utama. Pokok-pokok pemikiran Heidegger
ialah fenomenologi sebagai hermeneutik, hakikat pemahaman, dunia dan
hubungan kita dengan objek di dunia, kebermaknaan pra-predikatif, pemahaman,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
dan interpretasi, dan kemustahilan ketiadaan pra-asumsi interpretasi (Watimenna,
2008).
Pokok-pokok pemikirannya di atas mengantar Heidegger pada apa yang
disebut kenampakkan. Kenampakan ini muncul dari usahanya menelusuri akan
makna ada. Peneliti sadar bahwa konsekuensi logis dari fenomenologi Heidegger
adalah makna tidak bisa ditemukan untuk mendekati ada. Agar mampu mendekati
ada, maka hal penting yang dilakukan adalah dengan mempertanyakan ada itu
sendiri. Mempertanyakan ada berarti berusaha untuk membuka diri akan
penyingkapan ada. Dasein; didefinisikan sebagai yang ada-di-sana, menjadi media
utama dalam penyingkapan ada (Heidegger, 1998). Penyingkapan adalah kata
kunci bagi konsep kebenaran Heidegger. Kebenaran atau realitas akhirnya hanya
merupakan penyingkapan dari Ada ini. Ada merupakan sesuatu yang tersembunyi,
yang tidak bisa disingkapkan secara keseluruhan. Penyingkapan Ada ini disebut
Aletheia atau kebenaran (Rahardjo, 2008).
Di dalam ilmu-ilmu positivis, seperti psikologi positivistik, seorang
pengamat dianggap memiliki status istimewa terhadap objek yang diamati. Cara
pandang positivistik ini menganggap objek; yang sering juga adalah manusia itu
sendiri, adalah subjek yang tidak memiliki dunia (worldless). Cara pandang
semacam inilah yang tidak disepakati Heidegger (1998). Baginya manusia yang
merupakan subjek pengamat adalah bagian dari dunia yang sama dari objek yang
diamati, yakni dunia. Manusia adalah mahluk yang selalu ada di dunia (being in
the world) bersama dengan benda-benda fisik maupun mahluk hidup lainnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
Konsekuensinya manusia adalah mahluk yang ada bersama (being among) dan
terlibat (involve) dengan dunia yang sudah selalu ada.
Pandangan-pandangan Heidegger di atas sangat menghargai proses dan
kenyataan atau lebih luas dikenal sebagai konsep eksistensi manusia. Keberadaan
dan proses adalah dua hal yang membentuk satu pola interaksi dan membentuk
sebuah simbol yang dapat dianut. Pernyataan ini mengantar peneliti pada
kesadaran akan hubungan fenomenologi Heidegger dengan konteks manusia
sebagai subjek dari produk budaya. Dengan kata lain kebudayaan (sebagai
produk) tidak terlepas dari keberadaan manusia (subjek peng-ada).
Kebudayaan merupakan hasil karya manusia dalam usahanya
mempertahankan hidup, mengembangkan keturunan dan meningkatkan taraf
kesejahteraan dengan segala keterbatasan kelengkapan jasmaninya serta sumber-
sumber alam yang ada disekitarnya. Kebudayaan boleh dikatakan sebagai
perwujudan tanggapan manusia terhadap tantangan-tantangan yang dihadapi
dalam proses penyesuaian diri mereka dengan lingkungan. Kebudayaan
didefinisikan sebagai keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial
yang digunakannya untuk memahami dan menginterpretasi lingkungan dan
pengalamannya, serta menjadi kerangka landasan bagi mewujudkan dan
mendorong terwujudnya kelakuan. Dalam definisi ini, kebudayaan dilihat sebagai
"mekanisme kontrol" bagi kelakuan dan tindakan-tindakan manusia (Geertz,
1973).
Dengan demikian kebudayaan merupakan serangkaian aturan-aturan,
petunjuk-petunjuk, resep-resep, rencana-rencana, dan strategi-strategi, yang terdiri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
atas serangkaian model-model kognitif yang digunakan secara kolektif oleh
manusia yang memilikinya sesuai dengan lingkungan yang dihadapinya
(Spradley, 1972). Kebudayaan merupakan pengetahuan manusia yang diyakini
kebenarannya oleh yang bersangkutan. Segala sesuatu yang diselimuti juga me-
nyelimuti perasaan-perasaan serta emosi-emosi manusia. Budaya menjadi sumber
bagi sistem penilaian sesuatu yang baik dan yang buruk, sesuatu yang berharga
atau tidak, sesuatu yang bersih atau kotor, dan sebagainya (Geertz, 1973).
Berpatokan pada konsep kebudayaan seperti di atas peneliti
menyimpulkan bahwa keberadaan sekelompok manusia memiliki berbagai jenis
interaksinya dengan dunia. Dunia yang dimaksudkan seperti dalam konsep
Heidegger padabukunya “Being and Time”bahwa dunia bukanlah sekadar
lingkungan tetapi lebih kepada manusia yang mampu terbuka atas diri serta
mampu melihat akan keberadaanya pada diri objek lain. Berdasarkan pemahaman
ini peneliti menyimpulkan bahwa masyarakat Manggarai; sebagai subjek yang
diteliti adalah masyarakat budaya. Salah satu simbol yang dihasilkan dari pola
interaksi masyarakat Manggarai adalah budaya perkawinan.
Kajian atas pola kehidupan masyarakat sangatlah menarik. Peneliti lebih
tertarik mengkaji budaya perkawinan berawal dari berbagai persoalan pelik pada
tubuh perkawinan saat ini. Banyak media masa memberitakan persoalan-persoalan
seputar perkawinan; mulai dari masalah kekerasan dalam perkawinan hingga pada
kasus penelantaran dan perceraian. Pemberitaan-pemberitaan tak sedap ini sangat
menggelitik dan menyisakan sangsi untuk ditelaah lebih lanjut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
Duvall dan Miller (1985) mendefinisikan perkawinan sebagai legitimasi
atas relasi seksual untuk mendapatkan keturunan. Perkawinan dalam definisi ini
merupakan lembaga resmi yang tidak dapat digugat oleh siapa pun karena sifatnya
legal. Beberapa sumber lain seperti Regan (2003), Olson dan Defrain (2006),
Seccombe dan Warner (2004) mengungkapkan bahwa perkawinan merupakan
ikatan atau komitmen emosional dan legal antara seorang laki-laki dan perempuan
yang terjalin dalam waktu yang panjang dan melibatkan berbagai aspek seperti
ekonomi, sosial, tanggungjawab pasangan, kedekatan fisik, dan seksual. Beberapa
teori ini sepakat bahwa idealnya perkawinan yaitu relasi kedekatan fisik antara
seorang laki-laki dan seorang perempuan berlandaskan pada komitmen emosional
yang representatif dalam perilaku terhadap pasangan seperti bertanggungjawab,
memberikan rasa aman secara ekonomi dan sosial serta memenuhi kebutuhan
seksual pada pasangannya. Negara Indonesia juga mengamini beberapa
pandangan di atas dengan menetapkan perkawinan dalam perundangan seperti
yang tertera dalam UU No. 1 tahun 1974 (Tunardi, 2012).
Agama pada kapasitasnya juga mengungkapkan makna perkawinan.
Beberapa agama populer (Islam, Katolik, Hindu, Ortodoks, dll) sepakat bahwa
pernikahan adalah prosesi sakral yang melibatkan seorang laki-laki dan
perempuan dan pada dasarnya perkawinan tidak terceraikan (collins dan Gerald,
1996). Semua agama modern juga sepakat akan sifat perkawinan yang monogami
kecuali dalam agama islam yang membolehkan poligami dalam artian perkawinan
antara seorang laki-laki dengan beberapa perempuan (Simbolon, 2008). Agama
katolik sebagai agama yang mayoritas dianut oleh masyarakat Manggarai juga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
memberi pandangannya terhadap perkawinan. Perkawinan adalah persatuan
seumur hidup, yang diikat oleh perjanjian, antara seorang pria dan seorang wanita
(collins dan Gerald, 1996).
Wahyuningsih (2012) dalam penelitiannya (pada masyarakat budaya Jawa)
mengungkapkan bahwa perkawinan yang berkualitas tinggi adalah perkawinan
yang terus berkembang karena mengejar tujuan pokok dan tujuan bersama.
Kualitas perkawinan yang tinggi dapat dicapai dengan kebajikan/virtue.Faktor
religiusitas dalam model psikologis kualitas perkawinan menjadi master of virtue
yang mampu mengintegrasikan virtue yang lain (komitmen perkawinan dan
pengorbanan) untuk mengejar kualitas perkawinan yang tinggi. Penelitian ini
menunjukkan bahwa betapabesar faktor religiusitas mempengaruhi kualitas
perkawinan.
Beberapa pandangan di atas mengungkapkan makna perkawinan yang
ideal. Makna perkawinan yang idealis ini menjadi paradigma dalam pembangunan
keluarga tetapi perlu dipahami tentang faktor religiusitas dan keberadaan budaya
sudah mampukah menghilangkan perilaku negatif dalam sebuah keluarga? Karena
terbukti sampai sejauh ini perilaku menyimpang seperti kekerasan dalam rumah
tangga masif terjadi. Gender pada kelompok masyarakat patriarki masih menjadi
isu sentral; seperti pemarginalan terhadap perempuan dan pelegalan politik
(kekuasaan) atas tubuh perempuan.
Budaya partriarkal dalam praktiknya seakan-akan membelenggu
keberadaan perempuan. Nilai-nilai yang dilekatkan norma dalam masyarakat
sebagian besarnya menjadikan perempuan bukan sebagai subjek budaya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
Perempuan seakan dihadapkan pada dunia yang miskin akan pilihan-pilihan.
Perempuan tidak memiliki akses sebanyak yang dimiliki oleh kelompok dominan.
Perempuan mau tidak mau harus menempatkan diri sebagai objek norma dan
aturan dalam masyarakat. Keterbelengguan perempuan tidak semata lahir dari
kekuasan yang tidak bisa dihentikan pada diri dominan. Keberadaan perempuan
pulalah yang melahirkan budaya patriarkal. Sikap lemah pada diri perempuan
sudah mampu melucut begitu banyak simbol kekuatan pada dirinya sendiri.
Kondisi ketertindasan ini melahirkan pelbagai gerakan pembebasan perempuan
dan aliran feminisme hingga postfeminisme (Tong, 2008). Konsep budaya
patriarkal seperti ini mengantar peneliti pada kesadaran akan perempuan
Manggarai yang selalu dinomorduakan dalam budayanya.
Isu budaya patriarkal erat kaitannya dengan ketimpangan gender.
Ketimpangan gender juga ditemukan dalam kehidupan masyarakat Manggarai,
terutama dalam sistem perkawinannya. Sistem perkawinan orang Manggarai,
pembayaran paca menjadi syarat penting suatu perkawinan. Perkawinan dalam
tradisi kehidupan sosial orang Manggarai umumnya menganut sistem genealogis
patrilineal (mengikuti garis keturunan ayah) dan disempurnakan oleh ritual
berupa paca (material) yang wajib dipenuhi oleh pihak mempelai laki-laki
berdasarkan kesepakatan kedua keluarga mempelai. Anutan seperti ini yang
menjadikan seorang calon suami atau suami lebih merasakan praktik tradisi
perkawinan di Manggarai. Praktik budaya patriarki dalam perkawinan masyarakat
Manggarai mempengaruhi cara pandang suami di Manggarai. Suami didefinisikan
sebagai orang yang memiliki peran tertentu dalam keluarga; seperti menafkahi,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
melindungi, serta bijaksana dalam merencanakan keluarga (Chaniago, 2002).
Definisi ini memberi batasan bahwa suami tidak lebih dari seorang rekan yang
sederajat dengan istri. Masyarakat Manggarai masih mencampur baurkan antara
masalah gender dengan peransosial suami.
Perkawinan dalam lingkup budaya terutama dalam budaya orang
Manggarai, Bagul (1997) menjelaskan dalam beberapa makna seperti
mengungkapkan kebutuhan dasar manusia untuk berada bersama dengan yang lain
dalam suatu ranah kehidupan yang sejahtera. Subur dan berkembang, membuka
sosialitas manusia agar terhubung dengan orang lain dan kelompok lain.
Menjadikan keluarga sebagai ruang transimisi nilai budaya dan moral.
Menjadikan kebebasan manusia terlembaga dalam suatu tatanan moral dan etika
seperti menghargai perempuan yang sudah bersuami (Bagul, 1997).
Masyarakat Manggarai sebagai kelompok sosial berbudaya sangatlah unik
terutama budaya perkawinannya. Masyarakat Manggarai dalam membangun
keluarga sangatlah berbeda dari budaya pada masyarakat lain. Masyarakat
manggarai mengenal tiga jenis perkawinan yaitu perkawinan dengan suku lain
(cangkang), perkawinan dengan sesama suku (tungku), perkawinan dari satu garis
keturunan (cako). Keunikan ini juga tidak jarang membawa pro-kontra dalam
menanggapi budaya mereka sendiri. Terutama semenjak ilmu pengetahuan
merangsek masuk dalam tubuh budaya orang Manggarai itu sendiri. Semisal
perkawinan tungku dan cako bertolak belakang dengan ilmu biologi yang
melarang adanya perkawinan sedarah demi menghindar terjadinya kelainan-
kelainan biologis pada generasi berikutnya. Hal ini diamini oleh gereja katolik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
yang merupakan agama yang paling banyak dianut oleh masyarakat Manggarai.
Satu-satunya perkawinan yang sehat adalah perkawinan cangkang dan sekarang
masyarakat manggarai banyak mempraktikkan perkawinan jenis ini (Bagul,
1997).
Jika menilik lebih jauh tentang perkawinan cangkang ternyata tidak kalah
menariknya jika dibandingkan dengan perkawinan tungku dan cako. Pada jaman
dahulu kala perkawinan cangkang dilakukan hanya oleh keluarga berada atau dari
keturunan raja. Perkawinan cangkang merupakan ajang unjuk gengsi status sosial
baik dari pihak laki-laki maupun pihak perempuan. Status sosial yang direbut
disimbolkan melalui paca atau lebih familiar dikenal dengan istilah belis saat ini.
Nenek moyang orang Manggarai lebih memilih perkawinan tungku atau cako
karena tidak dibebankan dengan taruhan harga diri. Akan tetapi praktek yang
dilakukan para leluhurnya saat ini sudah jarang dilakukan karena internalisasi
nilai agama yang kuat serta ekspansi ilmu pengetahuan sudah mampu
menyadarkan pikiran orang Manggarai saat ini. Dengan demikian berarti
perkawinan cangkang saat ini sudah sering dipraktekan oleh orang manggarai.
Praktik perkawinan seperti ini tidak berjalan mulus ada pro dan kontra tentang
praktek paca (Bagul,1997).
Pada konteks masyarakat Manggarai perbedaan pandangan tentang
perkawinan antara ajaran gereja dan hukum adat menimbulkan perdebatan-
perdebatan terbuka. “Belis” menjadi tesis utama dalam berbagai perdebatan
terbuka pada kalangan orang Manggarai. Belis merupakan mahar pernikahan
dalam budaya masyarakat Nusa Tenggara Timur terkhusus masyarakat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
Manggarai; sebagai penghormatan pada perempuan (Nggoro, 2013). Bagul (1997)
menjelaskan bahwa bentuk dari seserahan (belis) pada jaman dulu memakai
kearifan lokal, seperti hewan dan tenunan kain daerah Manggarai, namun setelah
masyarakat Manggarai mengenal nominal uang sebagai alat transaksi maka belis
pun bergeser dari kearifan lokal ke sistem perekonomian modern yakni
menggunakan uang.
Penelitian yang berkaitan dengan makna perkawinan di Manggarai tidak
banyak dan hampir tidak ada. Akan tetapi penelitian yang membahas unit-unit
dalam tradisi perkawinan masyarakat Manggarai sedikit lebih baik. Semisal,
Jilung (2013) mengamini pernyataan Bagul. Tulisannya mengungkapkan bahwa
belis sudah mengalami pergeseran makna dari hewan dan tanah warisan menjadi
transaksi jual-beli. Belis ada saat pernikahan adat berlangsung. Belis untuk
perempuan Manggarai saat ini berkisar antara 50-500 juta rupiah bergantung pada
pendidikan perempuan yang akan diperistri mempelai laki-laki (Jilung, 2013).
Hasil penelitian serta keresahan beberapa orang di atas tidaklah semata
sebagai bentuk keresahan yang muncul begitu saja. Ada beberapa interaksi yang
mendorong mereka dalam berpendapat demikian. Salah satu yang menjadi
argumentasi logis yaitu pada masyarakat Manggarai belis lebih dikenal dengan
sebutan paca (Toda, 1999); pat kaba ca jarang = empat ekor kerbau dan satu ekor
kuda. Sebelum sistem perekonomian modern masuk masyarakat Manggarai lebih
mengenal pembayaran paca dalam bentuk hewan yang dapat dipelihara oleh
keluarga perempuan sedangkan sekarang orang lebih memilih menggunakan uang
sehingga simbol keterikatan keluarga yang mampu dijaga sudah hilang. Persoalan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
belis yang sudah muncul dipermukaan ini coba peneliti konfirmasi melalu
wawancara singkat via telepon (25/07/2016) dengan seorang suami muda
Manggarai berinisial A (25 tahun) yang saat ini sudah menikah. Hasil wawancara
singkat ini mengungkapkan bahwa dia memilih nikah cepat dan menghamili
istrinya sebelum nikah resmi karena adanya ketakutan akan permintaan belis yang
tinggi.
Penelitian sebelumnya dan keresahan masyarakat sangat berpusat pada
keberadaan belis saja. Berpusatnya semua pihak dengan keberadaan belis di
Manggarai, akhirnya tidak jarang yang berusaha mendiskreditkan budaya itu
sendiri. Hal lain, bahwasannya membicarakan perkawinan bukan hanya sekedar
membicarakan paca atau belis semata. Pada konteks masyarakat Manggarai
memiliki beberapa poin penting dalam tradisi perkawinannya. Banyak persoalan
yang muncul dalam bahtera rumah tangga tidak semata penyebabnya adalah
penerapan belis, bisa juga ada faktor lain yang mempengaruhinya. Dengan
demikian menurut peneliti bahwa mengungkapkan makna perkawinan jauh lebih
mendesak ketimbang melihat unit-unit terkecil dari budaya perkawinan.
Berpijak pada kesadaran ini, peneliti memfokuskan penelitian pada
pembuatan kesimpulan dari apa yang dikatakan masyarakat Manggarai tentang
budayanya dengan judul makna perkawinan bagi suami pada masyarakat
Manggarai.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
F. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini yaitu bagaimana makna perkawinan
bagi suami pada masyarakat Manggarai?
G. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan makna perkawinan bagi
suami pada masyarakat Manggarai.
H. Manfaat Penelitian
3. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai sumbangan ilmu psikologi
budaya. Selain itu, penelitian diharapkan mampu dijadikan acuan untuk
penelitian selanjutnya.
4. Manfaat praktis
c. Untuk masyarakat Manggarai
Penelitian ini bermanfaat bagi masyarakat Manggarai dalam memahami
perkawinan pada budayanya.
d. Untuk pemerintah
Penelitian ini bermanfaat bagi pemerintah yakni membantu pemerintah
Manggarai dalam merugalasi tradisi perkawinan pada masyarakatnya yang
sudah melenceng.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Pada bab ini peneliti mengulas banyak hal tentang perkawinan masyarakat
Manggarai, budaya, dan makna. Perkawinan dalam pemahaman umum—baik dari
sudut agama, negara, pengamat, dan budaya masyarakat beberapa daerah—
didefinisikansebagai bentuk penyatuan batin dua individu (laki-laki dan
perempuan) untuk membentuk keluarga yang bersifat sakral. Masing-masing
lembaga seperti agama, budaya, dan Negara memiliki andil dalam mengatur
perkawinan—tak terkecuali dalam masyarakat Manggarai yang merupakan
masyarakat adat.
Masyarakat Manggarai memiliki berbagai aturan dan ajaran adat dalam
tatanan kehidupannya. Masyarakat Manggarai dikategorikan sebagai masyarakat
budaya karena cara hidup yang dianutnya diwariskan dari generasi ke generasi.
Cara hidup ini dijalankan secara kolektif dalam sebuah wadah adat. Persis itulah
juga yang menjadi definisi dari masyarakat budaya dalam ilmu pengetahuan.
Hal penting lain dalam memahami budaya adalah metode yang digunakan
untuk menelusuri dan mencari jejak dalam menginvestigasi perubahan-perubahan
yang terjadi dalam tubuh budaya itu sendiri. Dari berbagai macam perubahan
yang diinvestigasi, akan ditemukan hal mendasar; yakni makna. Pencarian makna
sangatlah penting sebab peneliti berusaha mencari tahu dan mendefinisikan soal
fenomenologi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
Konsep fenomenologi yang dibahas dalam bab ini menyangkut logos (ilmu)
dari fenomenologi. Fenomenologi, kemudian, didefinisikan sebagai studi yang
berusaha menjelaskan arti dari pengalaman hidup beberapa orang tentang suatu
fenomena.
A. Perkawinan
5. Pengertian
Menurut Ensiklopedia Indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah;
sedangkan menurut Purwadarminta (1979), kawin adalah perjodohan laki-laki dan
perempuan menjadi suami istri; nikah, perkawinan adalah pernikahan. Di samping
itu menurut Hornby (1957), marriage: the union of two persons as husband and
wife (perkawinan adalah bersatunya dua orang sebagai suami isteri).
Menurut undang-undang perkawinan, perkawinan adalah ikatan lahir batin
antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-isteri dengan tujuan
untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa. Perkawinan merupakan salah satu aktivitas individu.
Aktivitas individu umumnya terkait pada tujuan tertentu yang ingin dicapai oleh
individu yang bersangkutan, demikian pula dalam hal perkawinan. Karena
perkawinan merupakan suatu aktivitas dari satu pasangan, maka sudah selayaknya
mereka juga mempunyai tujuan tertentu. Tetapi karena perkawinan itu terdiri dari
dua individu, maka adanya kemungkinan bahwa tujuan mereka itu tidak sama.
Bila hal tersebut terjadi, maka tujuan itu harus dibulatkan agar terdapat suatu
kesatuan dalam tujuan tersebut (Walgito, 2004).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
Gereja Katolik memiliki pandangan khusus tentang perkawinan.
Perkawinan adalah persatuan seumur hidup yang diikat oleh perjanjian antara
seorang pria dan seorang wanita. Melalui perkawinan mereka menjadi suami-istri,
berbagi kehidupan secara utuh, saling mengembangkan diri secara penuh dan
dalam cinta melahirkan dan mendidik anak-anak (Chen ed., 2012). Agama
modern lain yang berkembang di Indonesia juga sepakat dengan definisi
perkawinan yang dikatakan dalam ajaran gereja Katolik.
Masyarakat Manggarai memiliki makna hakiki tentang perkawinan yang
melekat pada beberapa ungkapan. Pertama, perkawinan mengungkapkan
kebutuhan dasar manusia untuk berada bersama dengan Yang Lain dalam suatu
ranah kehidupan yang sejahtera, subur dan berkembang, seperti ungkapan “saung
bembang ngger eta, wake seler ngger wa”. Kedua, perkawinan bertujuan agar
manusia dapat melanjutkan subsistensi dirinya lewat keturunan. Seperti suatu
ungkapan seorang suami, “wua raci tuke, lebo kala ako” (istriku sudah hamil).
Ketiga, perkawinan membuka sosialitas manusia agar terhubung dengan Orang
Lain dan kelompok lain sehingga terjalinlah suatu kekeluargaan dan persaudaraan
manusia seperti ungkapan “cimar neho rimang, cama rimang rana, kimpur
kiwung cama lopo (persaudaraan itu ibarat lidi yang tak mudah dipatahkan, kuat
seperti batang enau)” Keempat, perkawinan merupakan ruang pembentukan
keluarga yang nantinya akan menjadi ruang transimisi nilai budaya dan moral,
seperti tanggung jawab dan jiwa besar. Itu tersembul dalam ungkapan “Nai
nggalis tuka Ngengga (kearifan dan jiwa besar)” Atau ungkapan “Mese bekek,
langkas nawa” (pribadi yang bertanggung jawab dan bermoral). Keenam,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
perkawinan menjadikan kebebasan manusia terlembagan dalam suatu tatana moral
dan etika, seperti menghargai perempuan yang sudah bersuami. Seperti ungkapan
“lopan pado olo, morin musi mai (sudah ada yang punya).”
Pada intinya masyarakat Manggarai memiliki pengertian bahwa
perkawinan adalah hubungan antara seorang laki-laki dan perempuan yang
terlembaga dalam ikatan suci. Perkawinan bertujuan meneruskan keturunan serta
mentransformasi nilai-nilai luhur budaya serta nilai sosial.
6. Faktor sebagai Komponen Perkawinan
a. Keabsahan
Menurut undang-undang perkawinan, sahnya suatu perkawinan mengikuti
syarat sahnya pernikahan menurut agama yang dianut oleh kedua mempelai yang
hendak menikah. Undang-undang perkawinan di Indonesia memberikan
keleluasaan untuk mengakses perkawinan dengan mengikuti ajaran agama yang
berlaku bagi pasangan yang hendak menikah.
Perkawinan dalam gereja Katolik akan sah jika dilangsungkan di hadapan
uskup setempat, pastor paroki, imam atau diakon yang diberi delegasi secara sah.
Kalau tidak ada imam atau diakon, awam dapat diberi delegasi jika diberikan oleh
konferensi uskup-uskup. Dalam peneguhan perkawinan harus ada dua saksi yang
lain. Kerapkali perkawinan Katolik gagal dilaksanakan secara sah karena adanya
halangan-halangan nikah seperti umur yang belum mencapai standar gereja,
impotensi, ikatan perkawinan yang masih ada, tahbisan, kaul kekal hidup religius
yang dilakukan secara publik, hubungan darah dalam tingkat tertentu (Chen ed.,
2012). Agama; dalam hal ini agama modernmemilikipandangan yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
samawalaupun terdapat beberapa perbedaan; terutama soal ajaran gereja katolik
yang lebih radikal dan kaku dalam penerapanya.
b. Syarat dan Larangan
Menurut undang-undang pasal 6-12 syarat perkawinan tidak memiliki
ketentuan sendiri, negara selalu mengikuti agama yang berlaku di Indonesia untuk
menetapkan syarat dan larangan suatu perkawinan. Perbedaan terletak pada
bagaimana negara mengakomodasi kasus perceraian.
Dalam gereja katolik, sebagaimana yang termuat dalam KHK (Kitab
Hukum Kanonik), perkawinan memiliki syarat dan larangan yang tegas. Legalitas
suatu perkawinan ditentukan oleh beragam hal; yaitu bebas dari halangan seperti
umur belum cukup, impotensi, ikatan perkawinan yang masih ada, tahbisan, kaul
kekal hidup religius yang dilakukan secara publik, hubungan darah dalam tingkat
tertentu.
c. Tujuan
Tujuan perkawinan menurut gereja katolik dijabarkan dalam tiga poin,
yaitu kesejahteraan suami-isteri, kelahiran anak, dan pendidikan anak. Tujuan
utama ini bukan lagi pada prokreasi atau kelahiran anak. Hal ini berpengaruh pada
kemungkinan usaha pembatasan kelahiran anak (KB). Sedangkan menurut budaya
Manggarai perkawinan memiliki tujuan lain yaitu untuk membangun hubungan
kekerabatan antara kedua keluarga besar (Chen ed., 2012). Pandangan Gereja
Katolik dan adat Manggarai sengaja dimasukkan dalam tulisan ini mengingat
mayoritas masyarakat adat menganuat agama Katolik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
B. Masyarakat Manggarai
Masyarakat Manggarai terus berkembang dari waktu ke waktu. Data dari
http://regionalinvestment.bkpm.go.id/melansirkan bahwa secara demografis—
tercatatsampai pada tahun 2013—keberadaanpenduduk Manggarai berjenis
kelamin perempuan lebih banyak dibandingkan penduduk berjenis kelamin laki-
laki. Pertumbuhan ekonomi di Manggarai sangat lambat terlihat dari data
pembangunan infrastruktur yang kurang berkembang begitu signifikan,
pendapatan asli daerah yang rendah, dan pendapatan perkapita juga terhitung
rendah. Pendidikan diManggarai juga menempati posisi rendah berdasarkan data
dari http://www.manggarai.go.id/. Pada laman tersebut tertulis betapa prosentase
kelulusan dan putus sekolah sangat jauh berbeda pada satu dekade terakhir.
Jumlah putus sekolah lebih banyak dibandingkan siswa lulus SMA hingga
sarjana.
Dalam buku yang berjudul “Kebudayaan Manggarai”, Bagul (1996) dengan
gamblang menjelaskan persoalan kehidupan sosial dan budaya masyarakat
Manggarai. Pada umumnya gambaran masyarakat Manggarai bisa dilihat dari
corak maupun ragam budayanya yang tercermin dalam berbagai sistem atau sub-
sistem yang berlaku. Beragam sub-sistem yang hidup dalam masyarakat
Manggarai memperlihatkan bagaimana sesungguhnya corak kebudayaan di
Manggarai. Sub-sistem yang masuk dalam kehidupan masyarakat Manggarai yaitu
sub-sistem religi, sub-sistem organisasi, sub-sistem pengetahuan, bahasa,
kesenian, sistem mata pencaharian atau ekonomi, dan sistem teknologi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
9. Religi
Secara umum, sistem religi asli orang Manggarai adalah monoteis implisit.
Dasar religinya yakni menyembah Tuhan Maha Pencipta dan Maha Kuasa (Mori
Jari Dedek—Ema Pu’un Kuasa). Meskipun masih terdapat cara-cara dan tempat
persembahan lain;misalnya compang (mesbah) yang ditempatkan di bawah
pohon-pohon besar yang dipandang angker dan suci. Dewasa ini, masyarakat
Manggarai telah mengenal kepercayaan modern. Hal ini terlihat dari kehidupan
religiusnya yang diakomodasi sesuai agama yang dianutnya. Agama yang paling
banyak dianut oleh masyarakat Manggarai saat ini adalah agama Katolik Roma.
10. Sistem Organisasi Sosial atau Kemasyarakatan
Masyarakat Manggarai sejak dahulu sudah mengenal sistem pemerintahan.
Fakta ini dapat ditelusuri dari kejelasan struktur kepemimpinan mulai dari raja
hingga tua kilo—kepala keluarga. Tua kilo atau pun kepala-kepala unit yang lain
pada masyarakat Manggarai didominasi oleh laki-laki yang berstatus suami.
Dalam tatanan ini, deskripsi tugas warga juga dijalani secara apik dan jelas.
3. Sistem Perkawinan Adat Manggarai
Menurut adat Manggarai, ada tiga sistem perkawinan yaitu:
d. Cangkang
Perkawinan di luar suku atau perkawinan antar suku. Dalam bahasa adatnya
dikatakan laki pe’ang (anak laki-laki yang kawin di luar suku) atau wai pe’ang
(anak wanita yang kawin di luar suku). Orang yang memilih laki pe’ang atau wai
pe’ang membuka jalur hubungan baru dengan suku-suku lain. Dengan itu
keluarga besar lebih lebar jangkauan hubungan woe nelu-nya; kekerabatan. Dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
praktek orang tua generasi terdahulu, orang yang laki pe’ang bukan sembarang
orang. Mereka yang memilih untuk laki pe’ang berasal dari kalangan keluarga
yang mampu membayar paca dengan jumlah tertentu. Pacabukan sebatas pada
persoalan uang atau hewan, tetapi terutama soal harga diri dan martabat dari
keluarga kedua belah pihak; antara keluarga besar pihak pria dan wanita.
e. Tungku
Perkawinan untuk mempertahankan hubungan woe nelu, hubungan anak rona
dengan anak wina yang sudah terbentuk akibat perkawinan cangkang. Laki-laki
dan wanita yang kawin melalui jalur tungku disebut laki one; laki-laki yang
menikah dalam sukunya sendiri dan wai leleng one; perempuan yang menikah
dalam sukunya sendiri. Pemuda yang laki onemembuka kemungkinan akan
adanya pernikahan sekampung. Demikian pula terhadap wanita yang wai leleng
one. Berbicara tentang paca untuk orang yang laki one dan wai leleng one
tergantung pada jenis jalur tungku. Menurut adat Manggarai ada beberapa jenis
tungku: (1) Tungku cu atau tungku dungka (Kawin antara anak laki-laki dari ibu
dengan anak perempuan dari saudara ibu—yang kerap dipanggil Paman atau Om).
(2) Tungku neteng nara(perkawinan yang ada hubungan darah antara anak dari
saudara sepupu perempuan dengan anak dari saudara sepupu laki-laki), (3)
Tungku anak rona musi (perkawinan hubungan darah dengan keluarga kerabat
pemberi istri mertua laki-laki). Pekawinan sedarah seperti ini masih ada penerapan
pacaakan tetapi paca yang ditetapkan berupa terusan dari perkawinan orang tua
mereka; sifatnya tidak terlalu menuntut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
f. Cako
Perkawinan dalam suku sendiri. Perkawinan antara anak laki-laki dari
keturunan adik dengan anak perempuan dari keturunan kakak; disebut sebagai
perkawinan cako cama tau. Perkawinan cako biasanya orang tua mulai
mencobanya pada lapisan ketiga atau lapisan keempat dalam daftar silsilah
keluarga. Mengapa dikatakan mencoba? Karena menurut adat Manggarai, tidak
semua perkawinan cako direstui sang pemilik semesta (mori agu ngaran).
Orang Manggarai percaya bahwa Tuhan-lah yang menentukan apakah
perkawinan itu direstui atau tidak. Ada bukti bahwa perkawinan cako tidak
direstui, misalnya kedua insan yang menikah itu mati pada usia muda sebelum
memperoleh anak. Perkawinan cako cama salang artinya perkawinan yang
dilangsungkan dengan sesama anak wina; sesama keluarga penerima istri. Dalam
konteks ini paca tidak dituntut, sesuaikan dengan kemampuan laki-laki. Berlaku
ungkapan tama beka salang agu beka weki(prinsip yang mengedepankan nilai
pembentukan generasi baru).
Penjelasan-penjelasan di atas sebenarnya mau menegaskan bahwa tradisi
masyarakat Manggarai berpusat pada laki-laki; terutama yang berstatus sebagai
suami. Tradisi perkawinannya masyarakat Manggarai sangat berpusat pada laki-
laki (si calon suami); tergambar dari pemberian paca oleh keluarga dan calon
suami. Hal ini jelas terlihat dari penggambaran sosok tertinggi dalam sub-sistem
religi; wujud tertinggi digambarkan sebagai seorang laki-laki (Ema mori kraeng).
Selain itu sistem organisasi kepemerintahannya juga dihuni oleh seorang suami.
Begitu juga pada sub-sistem tradisi yang lainnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
4. Ilmu Pengetahuan
Sejak dulu, orang Manggarai memiliki pengetahuan tentang alam sekitarnya,
baik fauna maupun flora serta seluruh ekosistemnya. Sistem dan pola hidup
masyarakat Manggarai yang agraris mengharuskan mereka memiliki pengetahuan
yang cukup tentang flora; tentang tanaman atau tumbuh-tumbuhan yang
bermanfaat bagi kehidupannya. Begitu pula pengetahuan tentang fauna dimiliki
secara turun temurun karena orang Manggarai pada dasarnya senang beternak dan
berburu.
5. Bahasa
Mengutip hasil penelitian Pastor P.J. Verheijen, SVD (1991) yang dilakukan
sebelum 1950 menyebutkan bahwa di Manggarai terdapat enam bahasa, yaitu
bahasa Komodo di pulau Komodo, bahasa Waerana di Manggarai Tenggara,
bahasa Rembong di Rembong yang wilayahnya meluas ke Ngada Utara, bahasa
Kempo di wilayah Kempo, bahasa Rajong di wilayah Rajong dan bahasa
Manggarai Kuku yang termasuk atas lima kelompok dialeg, termasuk bahasa
Manggarai Timur Jauh.
Pengelompokkan bahasa tersebut sekaligus mengisyaratkan secara umum
kelompok budaya di Manggarai yang erat kaitannya dengan corak kesatuan
hubungan darah (genealogis), sebab kesatuan genealogis yang lebih besar di
Manggarai adalah Wa’u (klen patrilineal) dan perkawinan pun ikut dan tinggal di
kampung asal suami (patrilokal). Dalam kesatuan genealogis inilah bahasa
terpelihara baik secara turun temurun.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
6. Kesenian
Di Manggarai juga tumbuh dan berkembang berbagai jenis kesenian khas
daerah seperti seni sastra, musik, tari, lukis, desain dan kriya (seni rupa). Dari
berbagai jenis kesenian itu, ada dua jenis yang sudah mencapai tingkat sebuah
peradaban dan sudah dikenal luas, yakni seni pertunjukkan caci dan kriya, dan
songke.
Caci merupakan puncak kebudayaan Manggarai yang unik dan sarat makna;
seni gerak (lomes), nilai etika (sopan santun), nilai estetika, muatan nilai
persatuan, ekspresi suka cita, nilai sportifitas, serta penanaman percaya diri.
Beberapa macam kesenian di Manggarai: Seni Musik, Seni Tenun, Seni Sastra,
dan Seni Tari.
7. Sistem Mata Pencaharian
Aktivitas perekonomian atau mata pencaharian sudah sangat lama dikenal
dalam masyarakat Manggarai. Bahkan sepanjang usia peradaban yang
dimilikinya, seusia itu pula pengenalan masyarakat setempat terhadap kegiatan
mencari nafkah, berdagang atau bermata pencaharian petani. Dalam bidang
pertanian, sudah sangat lama dikenal pola perkebunan yang disebut oleh
masyarakat setempat dengan lingko (kebun komunal atau sistem pembagian tanah
pertanian yang disebut lodok). Di luar Manggarai, orang mengenal system
pembagian tanah pertanian ini dengan sistem sarang laba-laba (spider-field). Sama
seperti halnya sub-sistem sosial yang lain, sub-sistem ekonomi dan mata
pencaharian orang Manggarai senantiasa melekat dengan nuansa-nuansa religi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
Hal yang paling mudah ditemukan di Manggarai adalah pesta kebun. Pesta
kebun merupakan bentuk ucapan syukur secara kolektif kepada Mori Jari
Dedek(Allah yang maha pencipta) dan arwah nenek moyang atas hasil padi dan
jagung yang usai dipanen. Begitu pula upacara penanaman benih atau upacara
silih yang dilakukan agar kebun atau ladang terhindarkan dari berbagai hama
penyakit yang mengganggu tanaman dan menurunkan kuantitas hasil di kemudian
hari.
Masyarakat Manggarai pada umumnya adalah masyarakat agraris. Secara
turun temurun dua jenis tanaman andalan masyarakat adalah padi dan jagung.
Kemudian baru berkembang komoditas kopi mendapat tempat sebagai komoditas
yang akrab dengan orang Manggarai. Sejak tahun 1938, pembukaan sawah
dengan sistem irigasi sudah dikenal di Manggarai. Semula sistem irigasi
persawahan ini kurang diminati masyarakat karena terasa asing. Setelah melihat
hasil pekerjaan orang yang mengelola kebunnya dengan sistem irigasi lebih baik
dan menjanjikan, maka sistem irigasi pun perlahan-lahan mulai ditiru. Sistem ini
malahan menjadi primadona pada dekade selanjutnya. Di samping mengerjakan
sawah, berladang, dan menanam kopi, orang Manggarai juga terkenal handal
dalam beternak kerbau, sapi, kuda, babi, anjing, ayam, serta melaut (khususnya
masyarakat pesisir pantai).
8. Teknologi
Masyarakat Manggarai di masa lalu telah mengenal bahkan mampu
menghasilkan peralatan atau perkakas yang dibutuhkan untuk kehidupannya.
Secara tradisional, mereka sudah dapat membangun rumah. Dalam hal pembuatan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
rumah, misalnya di Manggarai dikenal lima tahapan, sekaligus menggambarkan
konstruksi segi lima. Konstruksi segi lima ini berkaitan dengan latar belakang
filosofis dan sosiologis. Angka ini memang dipandang sebagai angka keramat
karena secara kausalistis dihubungkan dengan rempa lima (lima jari kaki), mosa
lima (lima jari dalam ukuran pembagian kebun komunal), sanda lima (nyanyian
saat upacara adat yang terdiri dari lima ayat), wase lima(ukuran yang digunakan
dalam menghitung besaran hewan), lampek lima (besaran untuk mengukur
kejantanan hewan yang digunakan saat upacara adat).
Untuk pakaian, orang Manggarai sebelum mereka mengenal tenun ikat, bahan
pakaiannya terbuat dari kulit kayu cale (sejenis sukun). Sementara untuk
perhiasan sebelum mereka mengenal logam, perhiasan mereka umumnya terbuat
dari tempurung kelapa, kayu atau akar bahar. Begitupun teknologi pembuatan
minuman tradisional juga sudah dikenal lama di masyarakat Manggarai, yakni
proses pembuatan atau mencampur air enau dengan kulit damer sehingga
menghasilkan alkohol berkadar tinggi seperti arak atau tuak.
Masyarakat Manggarai sejak dulu juga sudah mengenal cara pembuatan obat-
obatan yang berasal dari daun-daunan, misalnya londek jembu=pucuk daun jambu
untuk mengobati sakit perut, kayu sita, untuk pengombatan disentri. Sebelum
mengenal logam, untuk alat-alat pertanian, masyarakat Manggarai sudah
mengenal perkakas dari bambu, kayu atau tanah liat untuk mengolah tanah
pertanian. Sementara alat perburuan yang dikenal yakni bambu runcing, lidi enau,
tali ijuk.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
C. Makna
1. Makna dalam Konteks Fenomenologi
d. Definisi
Kata fenomenologi berasal dari bahasa Yunani, phenomenon, yaitu sesuatu
yang tampak, yang terlihat karena berkecukupan. Dalam bahasa Indonesia biasa
dipakai istilah gejala. Secara istilah, fenomenologi adalah ilmu pengetahuan
(logos) tentang apa yang tampak. Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa
fenomenologi adalah suatu aliran yang membicarakan fenomena atau segala
sesuatu yang tampak atau yang menampakkan diri (Bertens, 1981).
Fenomenologi ini mengacu kepada analisis kehidupan sehari-hari dari sudut
pandang orang yang terlibat di dalamnya. Tradisi ini memberi penekanan yang
besar pada persepsi dan interpretasi orang mengenai pengalaman mereka sendiri.
Fenomenologi melihat komunikasi sebagai sebuah proses membagi pengalaman
personal melalui dialog atau percakapan. Fenomenologi melihat kisah seorang
individu lebih penting dan bermakna daripada hipotesis ataupun rumusan-
rumusan dangkal yang diciptakan manusia (aksioma). Fenomenologi cenderung
menentang segala sesuatu yang tidak dapat diamati. Fenomenologi juga
cenderung menentang naturalisme (biasa juga disebut obyektifisme atau
positifisme). Hal ini cukup beralasan; karena fenomenologi meyakini suatu bukti
atau fakta dapat diperoleh tidak hanya dari dunia kultur dan natural, tetapi juga
ideal, semisal angka, atau bahkan kesadaran hidup (Muhajir, 1989).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
Fenomenologi, sejatinya, mencoba menepis semua asumsi yang
mengkontaminasi pengalaman konkrit manusia. Inilah alasan mengapa
fenomenologi disebut sebagai cara berfilsafat yang radikal. Fenomenologi
menekankan upaya menggapai “hal itu sendiri” terlepas dari segala dugaan-
dugaan awal (presuposisi).
Langkah pertama fenomenologi dalam berfilsafat adalah menghindari semua
konstruksi, asumsi yang dipasang sebelum dan sekaligus mengarahkan
pengalaman. Tak peduli apakah konstruksi filsafat, sains, agama, dan kebudayaan,
semuanya harus dihindari sebisa mungkin. Semua penjelasan tidak boleh
dipaksakan sebelum pengalaman menjelaskannya sendiri dari dan dalam
pengalaman itu sendiri (Adian, 2002).
Fenomenologi menekankan perlunya filsafat melepaskan diri dari ikatan
historis apapun, baik itu tradisi metafisika, epistimologi, atau pun sains. Program
utama fenomenologi adalah mengembalikan filsafat ke penghayatan sehari-hari
subjek pengetahuan; kembali ke kekayaan pengalaman konkrit manusia, lekat, dan
penuh penghayatan. Perlu diketahui bahwa fenomenologi juga menolak klaim
representasionalisme epistimologi modern. Dengan demikian, fenomenologi yang
dipromosikan Husserl ini dapat disebut sebagai ilmu tanpa presuposisi. Hal ini
jelas bertolak belakang dengan modus filsafat sejak Hegel menafikan
kemungkinannya ilmu pengetahuan tanpa presuposisi, dimana presuposisi yang
menghantui filsafat selama ini adalah naturalisme dan psikologisme (Adian,
2002).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
Dalam perkembangan, munculnya filsafat fenomenologi telah memberikan
pengaruh yang sangat luas. Hampir semua disiplin keilmuan mendapatkan
inspirasi dari fenomenologi. Psikologi, sosiologi, antropologi, arsitektur sampai
penelitian tentang agama semuanya memperoleh nafas baru dengan munculnya
fenomenologi.
e. Sejarah
Ahli matematika Jerman Edmund Husserl, dalam tulisannya yang berjudul
Logical Investigations (1900) mengawali sejarah fenomenologi. Fenomenologi
sebagai salah satu cabang filsafat, pertama kali dikembangkan di universitas-
universitas Jerman sebelum Perang Dunia I, khususnya oleh Edmund Husserl.
Usaha ini kemudian dilanjutkan oleh Martin Heidegger dan yang lainnya, seperti
Jean Paul Sartre, dan Merleau-Ponty. Selanjutnya Sartre, Heidegger, dan Merleau-
Ponty memasukkan ide-ide dasar fenomenologi dalam pandangan
eksistensialisme. Adapun yang menjadi fokus dari eksistensialisme adalah
eksplorasi kehidupan dunia makhluk sadar, atau jalan kehidupan subjek-subjek
sadar.
Fenomenologi, dari sejarah pemikirannya, tidak dikenal setidaknya sampai
menjelang abad ke-20. Abad ke-18 menjadi awal digunakannya istilah
fenomenologi sebagai nama teori tentang penampakkan, yang menjadi dasar
pengetahuan empiris (penampakan yang diterima secara inderawi). Istilah
fenomenologi itu sendiri diperkenalkan oleh Johann Heinrich Lambert, pengikut
Christian Wolff. Sesudah itu, filosof Immanuel Kant mulai sesekali menggunakan
istilah fenomenologi dalam tulisannya, seperti halnya Johann Gottlieb Fichte dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
G.W.F.Hegel. Pada tahun 1889, Franz Brentano menggunakan fenomenologi
untuk psikologi deskriptif. Dari sinilah awalnya Edmund Hesserl mengambil
istilah fenomenologi untuk pemikirannya mengenai “kesengajaan”(Intentionality);
orientasi pikiran terhadap satu objek (sesuatu) baik yang nyata maupun tidak
nyata. Objek nyata yaitu segala sesuatu yang sengaja diciptakan untuk tujuan
tertentu. Objek tidak nyata adalah abstraksi yang dirumuskan dan diakui oleh
banyak orang, semisal konsep kesabaran, tanggung jawab, atau konsep abstrak
lainnya yang tidak nyata.
f. Fenomenologi sebagai Metode
1. Tradisi
“People actively interpret their experience and come to
unnderstand the world by personal experience with it……the process
of knowing through direct ecperience is the province of
phenomenology.” (Littlejohn and Foss, 2009) ("Orang-orang aktif
menafsirkan pengalaman mereka dan datang untuk memahami dunia
dengan pengalaman pribadi dengan itu ...... proses mengetahui
melalui pengalaman langsung adalah wilayah fenomenologi.")
Jika dilanjutkan dengan fenomenologi sebagai sebuah metodologi
penelitian, walaupun ada juga yang lebih senang menyebut sebagi tradisi
penelitian, maka kita dapat menelusuri beberapa pengertian yang sederhana.
Metode Fenomenologi, menurut Polkinghorne (Creswell,
1998) adalah, “a phenomenological study describes the meaning of
the lived experiences for several individuals about a concept or the
phenomenon. Phenomenologist explore the structure of cosciousness
in human experiences“. (sebuah studi fenomenologis menjelaskan
arti dari pengalaman hidup untuk beberapa orang tentang suatu
konsep atau fenomena. Fenomenolog mengeksplorasi struktur
kesadaran dalam pengalaman manusia).
Sedangkan menurut Husserl (Creswell, 1998). Peneliti
fenomenologis berusaha mencari tentang, “The essential, invariant
structure (or essence) or the central underlying meaning of the
experience and emphasize the intentionality of consciousness where
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
experience contain both the outward appearance and inward
consciousness based on memory, image, and meaning”. (invarian
struktur (atau esensi) atau arti yang mendasari pusat pengalaman dan
menekankan intensionalitas kesadaran di mana pengalaman
mengandung kedua penampilan luar dan kesadaran batin
berdasarkan memori, gambar, dan makna).
Alasuutari (1995) menyatakan bahwa, “…..phenomenology is
to look at how the individual tries to interpret the world and to make
sense of it”. ("..... fenomenologi adalah untuk melihat bagaimana
individu mencoba untuk menafsirkan dunia dan masuk akal itu".)
Selanjutnya Husserl (Cuff and Payne, 1981) menyatakan
bahwa, “Phenomenology referred to his atempt to described the
ultimate foundations of human experience by ‘seeing beyond ‘ the
particulars of everyday experiences in order to describe the
‘essences’ which underpin them.” ("Fenomenologi berusaha
menggambarkan dasar utama pengalaman manusia dengan 'melihat
luar' fakta-fakta dari pengalaman sehari-hari dalam rangka untuk
menggambarkan 'esensi' yang mendukung mereka.").
Dari beberapa pandangan di atas dapat disimpulkan bahwa fenomenologi
sebagai metode didefinisikan sebagai studi yang berusaha menjelaskan arti dari
pengalaman hidup beberapa orang tentang suatu konsep atau fenomena. Tugas
utama fenomenologi adalah untuk mengeksplorasi struktur kesadaran dalam
pengalaman manusia seperti yang dikemukakan oleh Polkinghorne.
2. Logos
Memahami fenomenologi, terlebih dahulu harus mempertimbangkan dua
aspek penting yang biasa disebut dengan “logos”-nya fenomenologi, yakni
‘intentionality’ dan ‘bracketing’. Intensionalitas (intentionality) adalah maksud
memahami sesuatu, di mana setiap pengalaman individu memiliki sisi obyektif
dan subyektif. Jika akan memahami, maka kedua sisi itu harus dikemukakan. Sisi
obyektif fenomena (noema) artinya sesuatu yang bisa dilihat, didengar, dirasakan,
dipikirkan, atau sekalipun sesuatu yang masih akan dipikirkan (ide). Sedangkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
sisi subyektif (noesis) adalah tindakan yang dimaksud (intended act) seperti
merasa, mendengar, memikirkan, dan menilai ide (Suseno, 2006).
Aspek kedua ‘bracketing’ atau juga disebut reduksi fenomenologi, dimana
seorang “pengamat” berupaya menyisihkan semua asumsi umum yang dibuat
mengenai sesuatu fenomena. Seorang pengamat akan berusaha untuk menyisihkan
dirinya dari prasangka, teori, filsafat, agama, bahkan ‘common sense’ sehingga
dirinya mampu menerima gejala yang dihadapi sebagai mana adanya (Suseno,
2006).
Studi fenomenologi dalam pelaksanaannya memiliki beberapa tantangan
yang harus dihadapi peneliti. Creswell (1998) menjelaskan tantangan tersebut
yaitu:
“The researcher requires a solid grounding in the
philosophical precepts of phenomenology. The participants in the
study need to be carefully chosen to be individuals who have
experienced the phenomenon. Bracketing personal experiences by
the researcher may be difficult. The researcher needs to decide
how and in what way his or her personal experiences will
introduced into the study.” (“Peneliti membutuhkan landasan yang
solid dalam ajaran filosofis fenomenologi. Para peserta dalam
penelitian ini perlu hati-hati dipilih untuk menjadi individu yang
telah mengalami fenomena tersebut. Mengurung pengalaman
pribadi oleh peneliti mungkin sulit. Peneliti perlu menentukan
bagaimana dan dalam hal apa-nya atau pengalaman pribadinya akan
diperkenalkan ke ruang kerja”).
Hakekatnya tantangan itu harus mampu dihadapi oleh seorang
fenomenolog, penguasaan pada landasan filosofis dalam cara pikir fenomenologi,
kemampuan memilih individu sebagai subyek yang mengalami yang akan
dieksplorasi, kemampuan memelihara dan meningkatkan kemampuan logos
fenomenologi, dan memilih serta memilah pengalaman bermakna yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
dikonstruksi oleh subyek penelitian. Tradisi Fenomenologi terbagi dalam tiga
bagian utama, yakni:
(i) Fenomenologi Klasik
Edmund Husserl, tokoh pendiri fenomenologi modern, adalah salah satu
pemikir fenomenologi klasik. Edmund Husserl dalam Spiegelberg (1994)
menjelaskan orang harus berdisiplin dalam menerima pengalaman itu. Dengan
kata lain, pengalaman secara individu adalah jalan yang tepat untuk menemukan
realitas. Hanya melalui ‘perhatian sadar’ (conscious attention), kebenaran dapat
diketahui.
Guna melakukan hal itu, kita harus menyingkirkan bias yang ada pada diri
kita. Kita harus meninggalkan berbagai kategori berpikir atau kebiasaan kita
melihat sesuatu agar dapat merasakan pengalaman sebagaimana apa adanya.
Melalui cara ini, berbagai objek di dunia dapat hadir dalam kesadaran kita.
Pandangan Husserl demikian dinilai sangat objektif karena hal itu mempengaruhi
proses merasakan pengalaman itu (Driyarkara, N. dan Sudiarja, A., 2006).
(ii) Fenomenologi Persepsi
Kebanyakan pendukung tradisi fenomenologi dewasa ini menolak pandangan
Husserl tersebut. Mereka justru mendukung gagasan bahwa pengalaman adalah
subjektif, tidak objektif, sebagaimana pandangan Husserl. Mereka percaya bahwa
subjektifitas justru sebagai pengetahuan yang penting. Tokoh penting dalam
tradisi ini adalah Mairice Marleau-Ponty, yang pandangannya dianggap mewakili
gagasan mengenai fenomenologi persepsi. (phenomenology of perception) yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
dianggap sebagai penolakan terhadap pandangan objektif namun sempit dari
Husserl.Menurut Ponty, manusia adalah mahluk yang memiliki kesatuan fisik dan
mental yang menciptakan makna terhadap dunianya yaitu hubungan dialogis di
mana suatu objek atau peristiwa mempengaruhi objek atau peristiwa lainnya
(Watloly, 2001).
(iii)Fenomenologi Hermeneutik
Cabang ketiga dalam tradisi ini disebut dengan fenomenologi hermeneutic
(hermeneutic phenomenology), yang mirip dengan fenomenologi persepsi, namun
dikembangkan secara luas, dengan menerapkannya secara lebih konperehensif
dalam komunikasi. Tokoh dalam tradisi ini adalah Martin Heidegger, yang
dikenal dalam karyanya philosofhical hermeneutic. Hal penting bagi Heidegger
adalah ‘pengalaman alami’ (natural experience) yang terjadi begitu saja ketika
orang hidup di dunia. Bagi Heidegger, realitas terhadap sesuatu tidak dapat
diketahui hanya melalui analisis yang hati-hati, tetapi melalui pengalaman alami
yang terbentuk melalui penggunaan bahasa dalam kehidupan setiap hari. Yang
dialami adalah sesuatu yang dialami melalui penggunaan alami bahasa dalam
konteks: it is in word and language that things first come into being and are
(dalam kata-kata dan bahasalah sesuatu itu terwujud pertama kali dan ada)
(Watloly, 2001).
D. Budaya
5. Definisi
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh
sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat
istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa,
sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia
sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis.
Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbada
budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya
itu dipelajari. Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat
kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku
komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan
sosial manusia (Ihromi, 2006).
Beberapa alasan mengapa orang mengalami kesulitan ketika berkomunikasi
dengan orang dari budaya lain terlihat dalam definisi budaya: Budaya adalah suatu
perangkat rumit nilai-nilai yang dipolarisasikan oleh suatu citra yang mengandung
pandangan atas keistimewaannya sendiri.”Citra yang memaksa” itu mengambil
bentuk-bentuk berbeda dalam berbagai budaya seperti “individualisme kasar” di
Amerika, “keselarasan individu dengan alam” d Jepang dan “kepatuhan kolektif”
di Cina. Citra budaya yang bersifat memaksa tersebut membekali anggota-
anggotanya dengan pedoman mengenai perilaku yang layak dan menetapkan
dunia makna dan nilai logis yang dapat dipinjam anggota-anggotanya yang paling
bersahaja untuk memperoleh rasa bermartabat dan pertalian dengan hidup mereka.
Dengan demikian, budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang koheren
untuk mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkannya meramalkan
perilaku orang lain (Ihromi, 2006).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
6. Pengertian
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J.
Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang
terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh
masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari
satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic.
Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai
sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial,
religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik
yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang
kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian,
moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat
seseorang sebagai anggota masyarakat. Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman
Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai
kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan
meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga
dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan
perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia
sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat
nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia
dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat (Ihromi, 2006). Dalam konteks
seperti ini kebudayaan tidak terbatas pada artefak tetapi lebih kepada segala
sesuatu yang dmenyangkut pola pikir, cara pandang, dan perilaku kelompok
tertentu.
E. Kerangka Berpikir
Religi
Tradisi
Masyarakat
Manggarai
Sifat
Tujuan
Teknologi
Bahasa
Perkawinan
Makna perkawinan
bagi suami
Syarat
Dirasakan
Kesenian
Pencaharaian
Ilmu pe-
ngetahuan
organisasi
neumena
fenomena
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
BAB III
METODE PENELITIAN
Beberapa pokok masuk dalam ulasan pada bab ini; diantaranya paradigma
yang digunakan sebagai koridor dalam penelitian; termasuk di dalamnya ialah
protokol wawancara, informan yang diwawancarai, populasi, serta teknik
sampling. Hal lain yang dimuat dalam bab ini untuk mempertegas fokus
penelitian. Tujuannya ingin mendeskripsikan dinamika makna perkawinan pada
Masyarakat Manggarai. Selain itu, bab ini mengemukakan teknik analisis data
seperti mengorganisasikan data, pengelompokkan kategori, tema, pola jawaban,
uji asumsi, dan mencari alternatif penjelasan data.
D. Paradigma dan Pendekatan Penelitian
Paradigma penelitian kualitatif ini menggunakan pendekatan
fenomenologi. Menurut Straus dan Corbin dalam Creswell (1998), yang dimaksud
dengan penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang menghasilkan temuan-
temuan yang tidak bisa dicapai melalui perhitungan kuantitatif. Pendekatan
kualitatif merupakan suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan
pada metodologi yang menyelidiki fenomena sosial dan masalah manusia. Pada
pendekatan ini, peneliti membuat suatu gambaran kompleks, meneliti kata-kata,
laporan terinci dari pandangan informan, dan melakukan studi pada situasi yang
alami (Creswell, 1998). Bogdan dan Bilken (1992) juga mengungkapkan
pandangannya perihal pendekatan kualitatif. Kualitatif bagi mereka adalah salah
satu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskripsi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
berupa ucapan atau catatan tentang perilaku orang-orang yang diamati.
Poerwandari (1998) juga mengungkapkan penelitian kualitatif adalah penelitian
untuk menghasilkan dan mengolah data yang sifatnya deskriptif; seperti
transkripsi wawancara, catatan lapangan, gambar, foto rekaman video dan lain-
lain.
Pandangan beberapa tokoh terkemuka dapat dirangkum dengan pernyatan
ini; penelitian kualitatif dinilai sebagai deskripsi tentang segala sesuatu pada
informan yang tengah diteliti. Dalam penelitian kualitatif perlu menekankan
pentingnya kedekatan dengan orang-orang dan situasi penelitian. Hal ini penting
agar peneliti memperoleh pemahaman jelas tentang realitas dan kondisi kehidupan
nyata(Patton dalam Poerwandari, 1998).
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan fenomenologi.
Penelitian fenomenologi berusaha menjelaskan makna konsep atau pengalaman
yang didasari oleh kesadaran yang terjadi pada individu. Penelitian ini dilakukan
dalam situasi yang alami, sehingga tidak ada batasan dalam memaknai atau
memahami fenomena yang dikaji.
Sebelum lebih jauh mengulas pokok fenomenologi, peneliti berusaha
menjelaskan terlebih dahulu dasar lahirnya fenomenologi yang menjadi landasan
utama penelitian ini. Menurut Creswell (1998), pendekatan fenomenologi
menunda semua penilaian tentang sikap yang alami sampai ditemukan dasar
tertentu. Penundaan ini biasa disebut epoche (jangka waktu). Konsep epoche
mengidentifikasikan pokok pembeda wilayah data (informan) dengan interpretasi
peneliti. Konsep epoche memiliki posisi yang menentukan, sebab peneliti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
menyusun dan mengelompokkan dugaan awal tentang fenomena guna memahami
fakta yang disampaikan informan.
Smith (2007) berusaha menemukan konsep fenomenologi ala Husserl.
Husserl mendefinisikan fenomenologi sebagai upaya memahami kesadaran
(intensionalitas) dari sudut pandang subyektif orang pertama. Fenomenologi
secara literal adalah studi tentang fenomena, mengenai perihal yang tampak pada
pengalaman subyektif; bagaimana manusia mengalami segala sesuatu
disekitarnya.
Posisi “makna” dalam fenomenologi dinilai konsep yang sangat penting.
Smith, pada penelitiannya tentang Husserl, mengungkapkan bahwa makna
merupakan isi penting dari pengalaman sadar manusia. Pengalaman setiap
individu bisa sama namun makna dari pengalaman tersebut bisa berbeda-beda.
Makna, di sini, berperan sebagai pokok pembeda pengalaman dari satu individu
dengan individu lain. Tindakan memaknai kesadaran manusia menyentuh suatu
struktur teratur dari segala sesuatu yang ada disekitarnya. Walaupun demikian
menurut Husserl, makna bukanlah obyek kajian ilmu-ilmu empiris. Makna adalah
obyek kajian logika murni (pure logic) atau semantik. Maka dalam arti ini
fenomenologi adalah suatu sintesis antara psikologi, filsafat, dan semantik; atau
logika murni (Smith, 2007).
Usaha Husserl menjadikan fenomenologi sebagai sintesis dari psikologi,
filsafat, dan semantik berakar pada pembagian Brentano pada psikologi yaitu
psikologi deskriptif dan psikologi genetis. Psikolgi deskriptif berusaha
memahami dinamika kehidupan mental manusia. Sementara psikologi genetis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
ingin memahami dinamika mental manusia dengan kaca mata ilmu-ilmu genetika
yang sifatnya biologistik.
Dalam pandangan Husserl, fenomenologi menjadi suatu displin yang
memiliki status otonom. Ia pun merumuskannya secara lugas, yakni sebagai ilmu
tentang esensi kesadaran; kesadaran manusia tidak pernah berdiri sendiri.
Kesadaran selalu merupakan kesadaran atas sesuatu. Inilah yang disebut dengan
intensionalitas, suatu konsep yang sangat sentral di dalam fenomenologi Husserl.
Dari argumentasi di atas, pokok yang ingin ditegaskan Husserl terletak pada apa
yang ditampakkan individu sebagai makna dari yang dialaminya (Smith, 2007).
Fenomenologi Husserl hendak menganalisis dunia kehidupan manusia
sebagaimana ia mengalaminya secara subyektif maupun intersubyektif dengan
manusia lainnya. Sebenarnya ia membedakan antara apa yang subyektif,
intersubyektif, dan yang obyektif. Hal-hal yang termasuk dalam kategori subyektif
adalah pengalaman pribadi kita sebagai manusia yang menjalani kehidupan.
Obyektif adalah dunia di sekitar kita yang sifatnya permanen di dalam ruang dan
waktu. Dan intersubyektitas adalah pandangan semua orang yang terlibat di dalam
aktivitas sosial di dalam dunia kehidupan. Interaksi antara dunia subyektif, dunia
obyektif, dan dunia intersubyektif inilah yang menjadi kajian fenomenologi.
Fenomenologi membuka kesadaran baru di dalam metode penelitian filsafat dan
ilmu-ilmu sosial. Kesadaran bahwa manusia selalu terarah pada dunia, dan
keterarahan ini melibatkan suatu horison makna yang disebut sebagai dunia
kehidupan. Di dalam konteks itulah pemahaman tentang manusia dan kesadaran
dapat ditemukan (Smith, 2007).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
Menjelaskan fenomenologi, Heidegger berangkat dari definisi
fenomenologi yang diprakarsainya sendiri. Fenomenologi menurut Heidegger
adalah gabungan kata phainomenon dan logos. Phainomenon (bahasa Yunani)
diambil dari kata kerja ”menampakkan dirinya“, manifestasi. Manifestasi di sini
berarti dapat terlihat atau dapat tampak dalam dirinya sendiri, sehingga pengertian
phenomenon secara lengkap adalah yang menampakkan diri pada dirinya sendiri
(that which shows itself in itself). Sementara logos berarti apa yang sedang
dibicarakan dalam wacana seseorang dari penampakkan tersebut. Dalam wacana,
logos mengambil pengertian sebagai membiarkan sesuatu tampak. Ketika sebuah
wacana dimunculkan, wacana itu sendiri menampakkan apa yang sedang
dibicarakan. Dengan demikian, pengertian fenomenologi adalah membiarkan yang
menampakkan dirinya tertampak dari dirinya dengan cara menampakkan dirinya
dari dirinya sendiri (Riyanto, 2001).
Penampakkan yang dimaksud Heidegger dibagi atas dua bagian yaitu
kemiripan dan penampilan. Kemiripan yaitu satu fenomena tampak mirip dengan
sesuatu. Sedangkan penampilan adalah sesuatu yang tampak dalam bentuk yang
lain. Dengan demikian menurut Heidegger jenis penampakkan penampilan
dipahami sebagai penampakan Ada; dimana Ada tidak menampakkan diri
seluruhnya, karena dalam penampakannya Ada sekaligus menyembunyikan diri.
Ada yang menyembunyikan diri hanya bisa didekati dengan membiarkan dia
menampakkan dirinya pada dirinya sendiri. Pemahaman ini yang menjadi cikal
bakal Heidegger menikung dari pemikiran Husserl. Dengan demikian disimpulkan
bahwa membiarkan Ada menampakkan diri pada dirinya sendiri (Riyanto, 2001).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
“Ada” menampakkan diri mengandung pengertian bahwa kita tidak bisa
memaksakan berbagai penafsiran melainkan membuka diri agar “Ada” terlihat.
Salah satu cara untuk mengungkapkan keberadaan suatu “ada” melalui Dasein.
Heidegger menerjemahkan Dasein sebagai yang ada di sana. Dasein dalam hal ini
secara harafiah adalah manusia. Heidegger tidak menggunakan kata manusia
karena dalam sejarah filsafat manusia mengacu pada definisinya sebagai benda.
Relasi antara Dasein dengan Ada inilah yang disebut eksistensi. Dasein
mengalami, namun Dasein tidak hanya berelasi dengan Ada tetapi berelasi juga
dengan Dasein lain. Relasi Dasein seperti inilah yang akan mempertemukan
Dasein dengan segala sesuatu yang siap dipakai; peralatan dan apa yang terberi
begitu saja. Keberadaan Dasein di dunia bukanlah sesuatu yang dipilihnya
melainkan sudah ditentukan baginya. Dasein terlempar begitu saja di dalam dunia,
tanpa tahu darimana dan mau kemana. Keterlemparan inilah yang disebut
Heidegger sebagai faktisitas. Dasein terlempar di dalam dunia. Dalam kondisi
berada di dunia, Dasein dimungkinkan untuk bersentuhan dengan Ada.
Persentuhan dengan Ada terjadi pada saat dia dihadapkan pada kecemasan (angst)
dan kesadaran akan kemungkinan kematian. Angst tidak dapat didefinisikan dan
tidak mempunyai objek yang dicemaskan. Angst bertolak pada pengalaman
Dasein sebagai ada-di-dalam-dunia. Dengan kata lain, kecemasan Dasein, adalah
tentang adanya-di-dalam dunia itu sendiri. Keadaan terlempar begitu saja tanpa
mengetahui darimana dan mau kemana (Riyanto, 2001).
Konsep keterlemparan Heidegger ini kerap menjelaskan tentang peristiwa
kelahiran dan kematian. Manusia (Dasein) tidak pernah memilih untuk dilahirkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
dari siapa, di mana, dan kapan. Kelahiran manusia dilihat sebagai sesuatu yang
terberi; manusia berada di dunia dimaknai sebagai sebuah peristiwa
“keterlemparan”. Kemudian, kematian adalah batas yang juga bersifat terberi
untuk memberi makna pada kehidupan manusia. Dapat dibayangkan seandainya
kehidupan manusia bersifat abadi (tanpa kematian), betapa gamangnya hidup
tersebut. Kematian dianugerahkan agar manusia menemukan makna atas
kehidupannya (Riyanto, 2001).
Ditegaskan lagi membicarakan yang terberi begitu saja berarti dihadapkan
pada persoalan eksitensi; Dasein yang terlempar tanpa tahu dari dan akan ke
mana. Heidegger menjabarkan persoalan ini pada konsep waktu yang dia
tawarkan; karena waktu menampakkan diri dalam kesadaran begitu saja. Tapi
perlu disadari bahwa menangkap fenomena yang sangat subtle seperti waktu tidak
semudah melukiskan objek yang jelas-jelas kelihatan secara fisikalnya. Maka,
Heidegger memerlukan sarana-sarana baru, di mana waktu itu dihayati oleh
manusia. Maksud Heidegger untuk menjelaskan hal tersebut dapat digambarkan
dengan ungkapan waktu merupakan yang dihayati dalam berbagai kegiatan
manusia(Riyanto, 2001).
Menurut konsep Heidegger, hal paling utama adalah kegiatan itu sendiri,
yaitu sibuk, atau kesibukan (manusia itu sibuk). Menurut Heidegger, kesibukan
itu sebenarnya adalah fenomena waktu. Ketika kita sibuk, itu maknanya kita
sedang terlibat dan berjibaku dengan waktu. Begitu juga ketika informan gelisah,
atau cemas, atau merasa sepi, atau merasa bosan dan mengerti masa lalu, itu juga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
adalah fenomen waktu yaitu bagaimana waktu menampakkan diri dalam
kesadaran manusia (Magee, 2001).
Perbedaan mendasar antara pandangan Husserl dengan Heidegger yaitu
terletak pada pemahaman tentang intentionalitas (intentionality).
Husserlmemahami intentionalitas secara epistemologi sedangkan Heidegger
memahami intentionalitas secara ontologi. Bagi Husserl, intentionalitas itu
menyangkut persoalan pengetahuan; bagaimana intensionalitas itu
dipertanggungjawabkan dan dipertahankan sebagai ilmu pengetahuan. Manakala,
intenisonalitas bagi Heidegger dipahami sebagai persoalan ontologis. Menyangkut
persoalan ada-nya realitas tersebut.
E. Fokus Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada deskripsi makna dan dinamika perkawinan bagi
suami pada masyarakat Manggarai.
F. Prosedur dan Tahapan Penelitian
3. Prosedur Penelitian
c. Infoman
Informan dalam penelitian ini adalah masyarakat Manggarai yang tinggal
di desa. Informan penelitian diambil berdasarkan pada status perkawinan dan
berjenis kelamin laki-laki. Peneliti mencari orang Manggarai yang tinggal di
sana dan bersedia untuk memberi data pada peneliti.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
d. Populasi dan Sampel
Populasi yang diteliti adalah masyarakat di Manggarai. Pengambilan
sampel dari populasi tersebut dilakukan dengan dua teknik sampling. Pada
awalnya menggunakan teknik purposive sampling yaitu sampel dipilih sesuai
dengan kriteria desain penelitian (Polit dan Hungler, 1999, Streubert dan
Carpenter, 1999). Strategi selanjutnya yang dipakai pada penelitian ini adalah
teknik snowball sampling, teknik ini dipakai untuk mengurangi subjektifitas
peneliti. Strategi ini diharapkan mampu mengumpulkan data lebih kaya dan
mendalam karena informan akan didapat dengan cara dianjurkan oleh
informan pertama yang mampu memberikan data pada peneliti.
4. Tahap Penelitian
c. Tahap Persiapan Penelitian
Pertama peneliti membuat pedoman wawancara yang disusun sesuai
dengan fenomena yang diangkat dalam penelitian ini. Pedoman wawancara ini
berisi pertanyaan-pertanyaan mendasar yang nantinya akan berkembang dalam
wawancara. Pedoman wawancara yang telah disusun, ditunjukkan kepada
yang lebih ahli dalam hal ini adalah pembimbing penelitian untuk mendapat
feedback mengenai isi pedoman wawancara. Setelah mendapat masukan dan
koreksi dari pembimbing, peneliti membuat perbaikan terhadap pedoman
wawancara dan mempersiapkan diri untuk melakukan wawancara.
Tahap persiapan selanjutnya adalah peneliti membuat pedoman
observasi yang disusun berdasarkan hasil observasi terhadap perilaku
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
informan selama wawancara dan observasi terhadap lingkungan atau setting
wawancara. Di sini termasuk pula pengaruh perilaku informan dan pencatatan
langsung yang dilakukan pada saat peneliti melakukan observasi. Namun
apabila tidak memungkinkan, maka peneliti sesegera mungkin mencatatnya
setelah wawancara selesai.
Peneliti mencari informan yang sesuai dengan karakteristik informan
penelitian. Untuk itu sebelum wawancara dilaksanakan peneliti bertanya
kepada informan tentang kesiapannya untuk diwawancarai. Setelah informan
bersedia untuk diwawancarai, peneliti membuat kesepakatan dengan informan
tersebut mengenai waktu dan tempat untuk melakukan wawancara.
d. Tahap pelaksanaan penelitiaan
Peneliti membuat kesepakatan dengan informan mengenai waktu dan
tempat untuk melakukan wawancara berdasarkan pedoman yang dibuat.
Setelah wawancara dilakukan, peneliti memindahkan hasil rekaman
berdasarkan wawancara dalam bentuk verbatim. Selanjutnya peneliti
melakukan analisis data dan interpretasi data sesuai dengan langkah-langkah
yang dijabarkan pada bagian metode analisis data pada akhir bab ini. Setelah
itu, peneliti membuat deskripsi dan kesimpulan. Peneliti akan memberikan
saran-saran untuk penelitian selanjutnya.
E. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan satu teknik pengumpulan
data, yaitu:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
2. Wawancara Semi-terstruktur
Menurut Prabowo (1996) wawancara adalah metode pengambilan data
dengan cara menanyakan sesuatu kepada seorang informan, caranya adalah
dengan bercakap-cakap secara tatap muka.
Pada penelitian ini wawancara akan dilakukan dengan menggunakan
pedoman wawancara. Menurut Patton (dalam Poerwandari 1998), proses
wawancara dengan menggunakan pedoman umum wawancara ini, interviewer
dilengkapi pedoman wawancara yang sangat umum, serta mencantumkan isu-isu
yang harus diliput tanpa menentukan urutan pertanyaan, bahkan mungkin tidak
terbentuk pertanyaan yang eksplisit.
Pedoman wawancara digunakan untuk mengingatkan interviewer
mengenai aspek-aspek apa yang harus dibahas, juga menjadi daftar pengecek
(check list) apakah aspek-aspek relevan tersebut telah dibahas atau ditanyakan.
Dengan pedoman demikian interviwer harus memikirkan bagaimana pertanyaan
tersebut akan dijabarkan secara konkrit dalam kalimat tanya, sekaligus
menyesuaikan pertanyaan dengan konteks aktual saat wawancara berlangsung
(Poerwandari, 1998).
Kerlinger (dalam Hasan, 2000) menyebutkan 3 hal yang menjadi kekuatan
metode wawancara :
a. Mampu mendeteksi kadar pengertian informan terhadap pertanyaan yang
diajukan. Jika mereka tidak mengerti bisa diantisipasi oleh interviewer dengan
memberikan penjelasan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
b. Fleksibel, pelaksanaanya dapat disesuaikan dengan masing-masing individu.
c. Menjadi satu-satunya hal yang dapat dilakukan disaat teknik lain sudah tidak
dapat dilakukan.
Menurut Yin (2003) disamping kekuatan, metode wawancara juga
memiliki kelemahan, yaitu:
a. Rentan terhadap bias yang ditimbulkan oleh kontruksi pertanyaan yang
penyusunanya kurang baik.
b. Rentan terhadap bias yang ditimbulkan oleh respon yang kurang sesuai.
c. Probling yang kurang baik menyebabkan hasil penelitian menjadi kurang
akurat.
d. Ada kemungkinan informan hanya memberikan jawaban yang ingin didengar
oleh interviwer.
Menurut Poerwandari (1998) penulis sangat berperan dalam seluruh proses
penelitian, mulai dari memilih topik, mendeteksi topik tersebut, mengumpulkan
data, hingga analisis, menginterprestasikan dan menyimpulkan hasil penelitian.
Dalam mengumpulkan data-data penulis membutuhkan alat Bantu
(pedoman penelitian). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan satu alat bantu,
yaitu protokol wawancara. Protokol digunakan agar wawancara yang dilakukan
tidak menyimpang dari tujuan penelitian. Pedoman ini disusun tidak hanya
berdasarkan tujuan penelitian, tetapi juga berdasarkan teori yang berkaitan dengan
masalah yang diteliti.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
Selama wawancara peneliti menggunakan alat perekam yang bermanfaat
Sebagai alat bantu pada saat wawancara, agar peneliti dapat berkonsentrasi pada
proses pengambilan data tampa harus berhenti untuk mencatat jawaban-jawaban
dari informan. Dalam pengumpulan data, alat perekam baru dapat dipergunakan
setelah mendapat ijin dari informan untuk mempergunakan alat tersebut pada saat
wawancara berlangsung.
G. Kredibilitas Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitataif. Dalam penelitian
kualitatif melakukan uji kredibilitas sangatlah penting karena mengingat tujuan uji
kredibilitas yaitu untuk mengetahui kebenaran penelitian (Moleong, 2005). Dalam
menguji kredibilitas penelitian ini peneliti menggunakan teknik triangulasi data
seperti yang diungkapkan Yin (2003) triangulasi data dilakukan dengan
membandingkan beberapa data dalam hal ini data yang didapat dari hasil
wawancara pada beberapa informan. Menurut Patton (dalam Sulistiany 1999)
triangulasi data berarti mengguanakan berbagai sumber data seperti dokumen,
arsip, hasil wawancara, hasil observasi atau juga dengan mewawancarai lebih dari
satu informan yang dianggap memiliki sudut pandang yang berbeda. Pada
penelitian ini dalam menguji kredibilitas penelitian peneliti menggunakan
triangulasi data terutama dengan mewawancari lebih dari satu informan yang
dianggap memiliki sudut pandang yang berbeda. Penelitian ini memiliki informan
dengan usia yang berbeda sehingga mampu dijadikan patokan untuk dilakukan
triangulasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
H. Teknik Analisis Data
Pada dasarnya dalam melakukan analisis data kualitatif tidak ada teknik
yang pasti dan sangat baku. Namun, dalam melakukan analisis data penelitian hal
yang paling penting adalah adanya patokan teori yang menjelaskan tentang teknik
analisis dan teknik tersebut dapat dipertanggungjawabkan. Pada penelitian ini
dalam menganalisis data berpatokan pada konsep Heidegger tentang penelusuran
fenomena. Menelusuri makna sebuah fenomena berarti menelusuri dari apa yang
tampak dengan tampilan yang berbeda. Penekanan Heidegger yaitu berusaha
menelusuri tentang sesuatu yang esensial dari suatu yang tampak (Ryanto, 2001).
Berangkat dari pandangan Heidegger di atas teknik analisis data menurut
Creswell dianggap mampu menelurkan cita-cita Heidegger dalam menelusuri
fenomena yang tampak. Teknik analisis data Creswell dinilai mumpuni dalam
menggali tujuan penelitian ini; karena keunggulan teknik Creswell terletak pada
konsep epoche—sebagaimana dijelaskan di depan. Teknik analisis data
fenomenologi menurut Creswell yaitu sebagai berikut:
1. Peneliti memulai mengorganisasikan semua data atau gambaran menyeluruh
tentang fenomena pengalaman yang telah dikumpulkan.
2. Membaca data secara keseluruhan dan membuat catatan pinggir mengenai
data yang dianggap penting kemudian melakukan pengkodean data.
3. Menemukan dan mengelompokkan makna pernyataan yang dirasakan oleh
informan dengan melakukan horizonaliting yaitu setiap pernyataan pada
awalnya diperlakukan memiliki nilai yang sama. Selanjutnya, pernyataan yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
tidak relevan dengan topik dan pertanyaan maupun pernyataan yang bersifat
repetitif atau tumpang tindih dihilangkan, sehingga yang tersisa hanya
horizons (arti tekstural dan unsur pembentuk atau penyusun dari phenomenon
yang tidak mengalami penyimpangan).
4. Pernyataan tersebut kemudian di kumpulkan ke dalam unit makna lalu ditulis
gambaran tentang bagaimana pengalaman tersebut terjadi.
5. Selanjutnya peneliti mengembangkan uraian secara keseluruhan dari
fenomena tersebut sehingga menemukan esensi dari fenomena tersebut.
Kemudian mengembangkan textural description (mengenai fenomena yang
terjadi pada responden) dan structural description (yang menjelaskan
bagaimana fenomena itu terjadi).
6. Peneliti kemudian memberikan penjelasan secara naratif mengenai esensi dari
fenomena yang diteliti dan mendapatkan makna pengalaman responden
mengenai fenomena tersebut.
7. Membuat laporan pengalaman setiap informan. Setelah itu, gabungan dari
gambaran tersebut ditulis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini peneliti akan menjelaskan makna perkawinan bagi suami
pada masyarakat Manggarai. Secara garis besar, hasil penelitian menunjukkan
bahwa perkawinan bermakna konotasi negatif. Dikatakan konotasi negatif karena
perkawinan dipandang sebagai simbol untuk menunjukkan kelas sosial seseorang
(atau keluarga tertentu). Secara gamblang semua informan menyampaikan bahwa
perkawinan dimaknai sebagai beban, penderitaan, perjuangan, tantangan,
kesulitan, dan kesengsaraan. Akan tetapi pengungkapan makna perkawinan yang
terbuka ini sebenarnya ingin menunjukkan makna hakiki dari perkawinan yaitu
sebagai simbol strata sosial seseorang.
G. Pelaksanaan Penelitian
4. Informan
Informan pada penelitian ini berjumlah tiga orang dengan jenis kelamin laki-
laki dan rentang usia dari 25-35 tahun. Status informan semua sama yaitu sudah
menikah.
5. Tempat dan Lokasi
Penelitian ini dilakukan di rumah para informan yang terletak di desa Kole,
Kecamatan Satarmese Utara - Kabupaten Manggarai - Provinsi Nusa Tenggara
Timur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
6. Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada tanggal 2-9 Februari 2015. Wawancara dilakukan
pada sore hari mengingat informan hanya memiliki waktu senggang di sore hari.
Rata-rata waktu wawancara selama satu jam.
H. Hasil Penelitian
1. Informan F (31)
Bpk F (31) memaknai perkawinan sebagai beban. Hal ini disebabkan oleh
tuntutan yang begitu besar dalam perkawinan masyarakat Manggarai. Tuntutan
yang dimaksud ialah nilai paca sebagai mahar pernikahan yang tidak menentu
dalam penerapannya. Pergeseran dari pemanfaatan kearifan lokal (ternak sebagai
mahar) menuju penggunaan uang memicu perkawinan di Manggarai
memberatkan.
Bpk F (31) mengungkapkan dalam beberapa pengalaman, perkawinan
memang membutuhkan perjuangan. Membangun rumah tangga tidak begitu saja
mudah. Orang yang memilih untuk menikah tentu harus memiliki modal—uang.
Dalam adat Manggarai akhir-akhir ini, kebanyakan perjuangan yang terjadi bukan
untuk membangun dan mempertahankan eksistensi keluarga barunya. Keluarga
baru bekerja untuk mendapatkan uang demi membayar utang-utang pernikahan.
Minimnya persiapan modal memaksa calon pengantin meminjam sejumlah uang
ke berbagai ragam pihak; bisa keluarga, kenalan, bahkan bank.
Faktor lain yang mempengaruhi perkawinan di Manggarai yang memberatkan
adalah tujuan perkawinan yaitu untuk mempersatukan keluarga besar kedua belah
pihak yang tentunya bukanlah hal yang gampang. Syarat perkawinan juga sangat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
mempengaruhi kehidupan perkawinan di Manggarai. Penerapan paca seperti di
atas tidak sejalan dengan syarat perkawinan masyarakat Manggarai saat ini. Bpk F
(31) juga mengungkapkan bahwa saat ini orang Manggarai lebih mementingkan
upacara yang tidak terlalu mendesak seperti pesta. Pesta ini yang akan
mengundang orang banyak akan menambah biaya belis. Makanya belis di
Manggarai sangat besar.
2. Informan J (35)
Menurut Bpk J (35), perkawinan di Manggarai merupakan beban yang berat.
Bpk J (35) merasa terbebani karena syarat atau tuntutan dan prosesi dalam
perkawinan masyarakat Manggarai terhitung panjang dan rumit. Tentunya prosesi
yang panjang dan rumit ini menelan anggaran yang banyak dan tenaga yang besar.
Tuntutan terberat dalam perkawinan Manggarai tercermin dari paca sebagai
seserahan. Paca sudah menjadi momok yang menakutkan karena paca sudah
mengalami pergeseran makna dari sebagai simbol ikatan keluarga menuju
kalkulasi matematis (uang). Tuntutan inilah yang menyebabkan banyak orang
meninggalkan keluarga barunya untuk merantau serta menelantarkan anak dan
istri di kampung halamannya.
Selain itu Bpk J (35) menambahkan, sifat perkawinan masyarakat Manggarai
memiliki andil yang besar dalam kehidupan keluarga. Terlepas dari
keberadaannya yang sangat diimpikan, sifat perkawinan adat masyarakat
Manggarai yang mengikat dan monogami membawa petaka bagi sebagian orang.
Ikatan perkawinan adat yang monogami bisa menjadi beban, karena tidak
membuka ruang bagi orang Manggarai untuk mengakhiri kehidupan rumah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
tangganya seandainya terindikasi gagal. Dengan kata lain, orang akan pasrah
dengan situasi keluarga barunya. Situasi yang seperti ini membuat perkawinan
bukan dilihat sebagai sesuatu yang sakral seperti yang dianut dalam Gereja
Katolik. Sebab, situasi yang tidak kondusif dalam keluarga malahan menciptakan
banyak masalah baru; seperti penelantaran dan kekerasan dalam rumah tangga.
3. Informan L (25)
Bpk L (25) memaknai perkawinan dalam masyarakat Manggarai sebagai
penderitaan. Konteks perkawinan adat masyarakat Manggarai sangat
mengedepankan terciptanya hubungan kekerabatan antara kedua belah pihak
(hubungan baik antara keluarga besar besanan). Hal ini menjadi tujuan dari
perkawinan masyarakat Manggarai selain untuk meneruskan keturunan.
Bpk L (25) menambahkan, idealnya sebuah perkawinan harus dilandaskan
pada kedewasaan pola pikir. Perkawinan di Manggarai tidaklah terlalu
memperhatikan faktor ekonomi dan psikologis diri saat hendak menikah.
Kebanyakan, masyarakat lebih menilai segi kematangan fisik semata. Masyarakat
Manggarai tidak melihat bahwa kematangan secara ekonomi sebagai salah satu
indikator keharmonisan keluarga. Ketidakharmonisan ini berekses pada tindakan
lain seperti kekerasan dalam rumah tangga. Jika dirujuk lagi ke depan, permintaan
paca yang terlampau besar menjadi faktor utama yang dapat dijadikan alasan
degradasi ekonomi keluarga-keluarga baru. Paca yang begitu besar berangkat dari
budaya pesta masyarakat Manggarai saat ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
I. Analisis
Menganalisis hasil wawancara ini, peneliti bersandar pada penelusuran
fenomena menurut Heidegger seperti yang dijelaskan pada bab-bab sebelumnya.
Kekuatan analisis fenomena Heidegger terletak pada kemampuannya untuk
menelusuri perihal yang paling esensial dari kenampakkan suatu fenomena.
Kenampakkan yang dimaksud Heidegger ialah “penampakkan penampilan”
seperti yang telah diulas panjang lebar pada bab tiga. Langkah-langkah yang
dipakai peneliti juga diperkuat dengan teknik analisis data Creswell. Kekuatan
teknik analisis Creswell terletak pada usaha peneliti untuk membedakan wilayah
data dan interpretasi peneliti. Kesadaran peneliti akan usaha Creswell mengamini
cita-cita fenomenologi Heidegger maka penggabungan kedua teknik analisis data
ini mampu melahirkan sebuah analisis yang tajam tentang fenomena yang diteliti.
Atas dasar seperti di atas maka peneliti menganalisis fenomena seperti
berikut. Paca dalam tradisi masyarakat Manggarai jaman dahulu diterapkan pada
perkawinan cangkang. Perkawinan cangkang lazim dipraktikkan oleh kaum
bangsawan atau kaum dengan kondisi ekonomi sangat kuat (Bagul, 1996).
Adanya penetrasi budaya (Ihromi, 2006) dari ilmu pengetahuan barat dan agama
barat turut mempengaruhi pola pikir masyarakat terutama tentang perkawinan
yang sehat secara genetis. Sehingga relatif pada saat ini praktik perkawinan
cangkang sudah dilakukan secara luas bagi masyarakat Manggarai. Boleh
dikatakan bahwa perkawinan cangkang berlaku bagi semua lapisan masyarakat
adat Manggarai saat ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
Persoalan yang muncul kemudian adalah, perspeksi paca gaya lama
seperti yang diungkapkan Bagul pada bukunya tetapi tidak sejalan dengan kondisi
ekonomi saat ini yang rata-rata masyarakatnya masih berada di bawah garis
kemiskinan. Penetapan nilai paca berbanding terbalik dengan kondisi ekonomi
calon suami. Masyarakat pada umumnya hampir bersikap abai terhadap fenomena
dan kondisi ekonomi para calon suami.
Fenomena semacam ini juga diterima begitu saja oleh para calon suami.
Para calon suami membentuk mindset bahwa memang seperti itulah yang harus
mereka terima. Perkawinan, kemudian, dimaknai sebagai beban berat yang harus
ditanggung di kemudian hari. Faktor lain yang turut memperkeruh pola pikir
masyarakat Manggarai adalah gengsi (paca dilihat sebagai indikator status sosial).
Pola pikir semacam ini menciderai makna agung paca itu sendiri, yang
mana dianggap sebagai pengikat hubungan kekerabatan antara keluarga besar dari
pihak-pihak yang hendak menikah. Bukan tanpa alasan peneliti mengungkapkan
hal ini, terbukti dari penulusuran atas hasil analisis data yang menunjukkan bahwa
perkawinan dimaknai sebagai beban.
Bpk F (31) 51-53,”Namun kadang kala orang terbebani gara-
gara dengan beban yang begitu tinggi dengan segala macam
anggarannya.” Bpk J (35) 341-343, “Belis jangan terlalu
membebankan atau bahkan membuat keluarga yang baru
berantakan.” Bpk L (25), 216-228,”Yang namanya belis seperti yang
saya lihat sekarang belis ini sudah berbeda dengan yang dulu. Ya
mungkin pengaruh perkembangan jaman... yang namanya belis itu
sebenarnya tidak boleh terlalu menuntut dan jatuhnya
memberatkan.”
Perkawinan dimaknai sebagai perjuangan karena syarat paca yang tinggi.
Tuntutan paca yang tinggi tentu memaksa (keluarga) calon suami untuk berusaha
semaksimal mungkin memenuhi tuntutan permintaan tersebut. Berkaitan dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
tuntutan seperti ini, orang Manggarai menggalang kerja sama dengan berbagai
cara; entah dengan melakukan peminjaman uang dalam bentuk kumpul kope
(patungan keluarga besar pria) atau dengan uang tabungan sendiri si pengantin
pria, atau jalur ekstrim meminjam uang ke bank. Perjuangan yang dilakukan pun
untuk memenuhi paca yang pada dasarnya bersifat sementara; yaitu memenuhi
kebutuhan saat upacara perkawinan berlangsung. BpkF (31), 36-44:
”Berjuang dengan segala daya upayanya supaya
e...perkawinan itu berjalan dengan baiklah, meriah, dan lain-lain
sebagainya. Jadi orang dengan segala kemampuannya entah
dengan melibatkan orang lain (menggerakkan tangan ke arah
kanan luarnya) atau dengan perjuangannya sendiri (Sambil
mengeluskan dadanya sendiri) intinya bahwa dia begitu getol
untuk memperjuangkan.”
Perkawinan juga dimaknai sebagai tantangan bagi suami pada masyarakat
Manggarai. Ditegaskan lagi, perkawinan masyarakat Manggarai bukan sekedar
dituntut untuk membangun relasi antara dua orang yang hendak menikah saja
tetapi untuk membangun hubungan kekerabatan antara kedua keluarga besar.
Tidak mengherankan jika ada begitu banyak biaya yang harus digunakan untuk
melangsungkan ritual perkawinan mengingat banyaknya keluarga besar yang
terlibat dalam ritual perkawinan. Inilah yang menjadi tantangan dalam perkawinan
masyarakat Manggarai yaitu untuk menyatukan kedua keluarga besar ini. BpkF
(31), 282-284, “Dan itu memang sebuah tantangan besar bagi seorang yang
hendak untuk masuk ke ranah dan tahap perkawinan. Begitu.”
Paca sudah menjadi momok yang menakutkan bagi suami pada
masyarakat Manggarai. Pemaknaan perkawinan sebagai sebuah kesengsaraan
ditengarai akibat dari mahar yang begitu tinggi. Paca yang tinggi menuntut pria
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
yang hendak menikah untuk berjuang mencari uang guna memenuhi paca yang
begitu tinggi. Memenuhi hal ini, mereka yang menikah secara tidak langsung atas
nama tradisi adat yang dianutnya membuka lembar utang dalam kehidupannya.
Usai menikah, yakni saat tinggal dalam lembaga sakral (keluarga) yang baru,
mereka bekerja banting tulang untuk membayar utang yang telah mereka adakan
saat membiayai ritus perkawinan. Bpk J (35), 207-210, “Kembali lagi tadi
perkawinan yang belisnya besar membuat mereka kerja banting tulang untuk
membayar lagi utang-utang belis yang membuat mereka sengsara.”
Suami-suami di Manggarai mengamini perkawinan dalam konteks budaya
masyarakat Manggarai yakni mengedepankan hubungan kekerabatan keluarga
besar kedua belah pihak yang hendak menikah itu tercipta. Membangun relasi
kelurga besar bukanlah hal yang sepele mengingat begitu banyak hal yang
diperhatikan dalam membangun relasi kekerabatan dalam skala besar. Upaya
menyatukan tersebut melibatkan tenaga dan pikiran yang maksimal untuk
menyatukan pemikiran-pemikiran dari dua kelompok yang berlatar belakang
berbeda. Hal ini yang menjadikan orang Manggarai memaknai perkawinan
sebagai kesulitan. Terlebih lagi jika hal ini tidak didukung oleh kualitas SDM
(Sumber Daya Manusia) yang memadai. Bpk L (25), 46-51:
“Iya kraeng jangan ketawa ini memang kenyataan saat ini.
Yang namanya nikah itu kan sebenarnya bukan hanya menyatukan
dua pribadi iya kan? Ha’am tapi bagaimana mereka bisa
menyatukan kedua keluarga besar. Itu yang sulit untuk menikah.”
Suami pada masyarakat Manggarai merasa bahwa paca sifatnya memaksa.
Keluarga pihak perempuan dalam adat Manggarai biasanya semena-mena dalam
menentukan besaran paca. Angka yang sangat fantastis sudah tidak asing lagi di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
telinga orang Manggarai. Sifat ini juga bagi suami di Manggarai merupakan cikal
bakal penderitaan di balik sakralnya perkawinan. Suami di Manggarai memaknai
perkawinan sebagai penderitaan sehingga relatif suami di Manggarai merasa
bahwa perkawinan itu tidak membahagiakan. Bpk L (25), 229-233, “Ya belis itu
tidak boleh terlalu memaksa karena begini dengan belis yang sangat tinggi akan
membuat hidup dari anak kita yang akan berkeluarga itu menderita.”
Sejurus dengan Heidegger maka makna yang tampak pada analisis di atas
menyembunyikan makna yang hakiki. Heidegger mengungkapkan bahwa hal
paling hakiki dari sebuah fenomena biasanya memiliki tampilan lain (Ryanto,
2001). Peneliti sadar bahwa berdasarkan analisis di atas perasaan yang timbul
pada masyarakat Manggarai saat ini merupakan tampilan lain dari sebuah makna
yang sebenarnya. Makna perkawinan di atas sebenarnya menjurus pada makna
konotasi dari perkawinan. Pemaknaan perkawinan suami pada masyarakat desa di
Manggarai sangat apik dirangkai sedemikian rupa sehingga terkesan pihak laki-
laki dirugikan. Paca menjadi tema utama bagi suami masyarakat Manggarai
dalam memaknai perkawinan.
Tema ini cukup jelas dalam mendeskripsikan makna perkawinan dalam
cara pandang mereka. Perkawinan merupakan simbol untuk menjelaskan kelas
sosial; dan untuk mengetahui hal ini lebih lanjut akan dijelaskan secara rinci pada
subbab pembahasan.
J. Pembahasan
Perkawinan merupakan peristiwa sosial yang sangat penting pada
masyarakat Manggarai. Gordon (1975) dalam penelitiannya mengungkapkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
bahwa perkawinan bagi masyarakat Manggarai tidak hanya sekedar sebagai
peubah status sosial—sebagai proses yang menunjukkan seseorang sudah mampu
melewati usia dewasa awal menuju usia dewasa lanjut—kedua mempelai saja
tetapi lebih kepada penentuan peran dan kedudukan keluarga besar kedua
mempelai. Perkawinan bagi masyarakat Manggarai selalu dikaitkan dengan
hubungan woenelu—yang berarti hubungan kekeluargaan akibat dari perkawinan.
Melalui perkawinan, keluarga mempelai laki-laki akan disebut sebagai
keluarga anak wina (wife-receiver), sedangkan untuk pihak mempelai perempuan
disebut anak rona (wife-giver) atau lebih lazim didengar dengan istilah terberi-
pemberi dan status ini akan bertahan dan diteruskan secara turun temurun
(Gordon, 1975).
Menelisik situasi perkawinan sebagaimana dijelaskan di atas maka
perkawinan bagi suami pada masyarakat Manggarai merupakan hal yang sifatnya
sakral. Dengan demikian, perkawinan dapat diibaratkan dengan pedang bermata
dua; perkawinan dapat dimaknai sebagai tantangan dan peluang. Makna
perkawinan seharusnya bisa diarahkan pada makna yang lebih positif. Akan
tetapi, makna yang ditemukan dalam hasil penelitian ini berkonotasi negatif. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa perkawinan menurut suami pada masyarakat
Manggarai dimaknai sebagai gaya hidup bukan sebagai panggilan hidup untuk
membentuk lembaga terhormat yang sering disebut keluarga.
Perkawinan dengan kata lain sudah dianggap sebagai simbol yang
menunjukkan kelas sosial seseorang dalam kelompok masyarakat dan ini yang
menjadi bencana besar bagi kelompok masyarakat yang belum siap secara sosial,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
ekonomi, dan budaya. Simbol yang dimaksud peneliti di sini menjurus pada satu
tahap perkawinan masyarakat Manggarai yaitu paca (seserahan).
Jelas dalam pengakuan semua informan tentang hal ini semisal informan
(F, 381-391):
“Status sosial di Manggarai sangat berpengaruh dalam
artian kita bisa melihat siapa si wanita apa title-nya (saat ini dia
senyum) dan kita bisa menentukan atau orang sudah bisa mencapai
target kalau statusnya si perempuan begini maka sekitar beginilah
biayanya. Dan itu biasanya dua puluh juta dua puluh lima juta atau
bahkan jauh lebih tinggi dari angka yang saya sebutkan. Apalagi
kalau misalnya si wanita lebih tinggi lagi dia punya ini kan status
sosialnya pasti lebih mahal lagi biayanya.” (J, 140-143), “pengaruh
di Manggarai kental sekali dengan belis, terlebih dengan orang
yang memiliki apa namanya e status sosial yang begitu tinggi.” (L,
311-318) juga mengungkapkan demikian: “artinya perkawinan di
Manggarai sudah terlampau jauh dari yang sebenarnya. Karena
dalam artian sebenarnya belis kalau diterjemahkan dalam bahasa
manggarai yaitu pat kaba ca jarang yang berarti hanya dengan
empat ekor kerbau dan satu ekor kuda saja sudah. Bukan uang
yang berpuluh-puluh juta.”
Selain informan dalam penelitian ini yang merasakan hal tersebut, pada
penelitian sebelumnya di Manggarai: Patut(2013), Pahun (2012), dan Jilung(2013)
mengungkapkan hal yang sama yakni belis sudah mengalami pergeseran makna
dari kearifan lokal menuju kalkulasi matematis (dari hewan dan tanah warisan
menjadi transaksi jual-beli). Belis untuk perempuan Manggarai saat ini berkisar
antara 50-500 juta rupiah tergantung graduasi pendidikan perempuan yang akan
diperistri mempelai laki-laki. Kalkulasi-kalkulasi seperti ini yang dimaksud
dengan perhitungan matematis, lebih mengedepankan angka (uang) ketimbang
hakikat dasar belis yaitu sebagai simbol pengikatan keluarga besar kedua
mempelai.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
Tentu angka ini dinilai sangat fantastis mengingat pertumbuhan ekonomi
masyarakat Manggarai berada di bawah garis kemiskinan. Hal ini tidak sejalan
dengan kondisi riil ekonomi masyarakat manggarai itu sendiri. Data kepala
keluarga miskin di Manggarai (dalam Marut, 2008) menunjukkan kepala keluarga
miskin sebesar 67% dari total keseluruhan kepala keluarga yang ada di
Manggarai.
Pada kelompok masyarakat lain di NTT juga seakan melanggengkan budaya
belis yang sudah menyetubuhi harkat dan martabatnya sendiri. Tatengkeng (2009)
dalam karyanya mengungkapkan bahwa dalam masyarakat suku Dawan di NTT
pada mulanya belis memiliki makna yang lebih positif akan tetapi belis yang
sangat tinggi mampu membawa efek yang negatif. Efek negatif yang paling
dirasakan oleh masyarakat Dawan terdapat pada dinamika psikologi perempuan
Dawan. Perempuan Dawan yang sudah menikah merasa tidak bahagia dengan
perkawinannya, depresi, dan mereka cenderung cepat marah. Dinamika psikologis
seperti ini disebabkan oleh perbedaan antara ekspektasi mereka atas belis yang
tinggi berbeda dengan kenyataan yang mereka alami.
Penelitian Banfatin (2012) melaporkan bahwa dalam perkawinan adat
masyarakat etnis Sikka di Kota Kupang menempatkan mas kawin (belis) sebagai
hal yang penting karena memiliki makna sebagai simbol penghargaan dan
pengakuan kepada harkat dan martabat seorang perempuan. Akan tetapi dalam
kenyataan sekarang praktik pembayaran belis sudah tidak dilakukan sebagaimana
mestinya sehingga menimbulkan pemahaman baru yang negatif dalam masyarakat
yaitu menyalahkan adat istiadat. Faktor-faktor dominan yang mempengaruhi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
pergeseran makna belis dalam masyarakat suku Sikka adalah simbol prestise, nilai
ekonomi dari benda-benda belis.
Penelitan Lembaga Penelitan SMERU, dari bulan Oktober hingga
Desember 2006, belis menjadi beban dan salah satu tantangan pembangunan di
Nusa Tengara Timur (NTT). Tingginya nilai belis ditengarai menjadi salah satu
faktor yang menggangu kesejahteraan masyarakat NTT karena keluarga mempelai
laki-laki cenderung berusaha mempertahankan gengsi dan martabat sehingga tidak
jarang belis yang diminta akan diserahkan sesuai ketentuan yang disepakati.
Beberapa penelitian di atas mengungkapkan bahwa dinamika perkawinan
masyarakat NTT sangatlah jamak. Terlepas dari hasil penelitian-penelitian di atas
penelitian ini juga mendapatkan dinamika baru dalam perkawinan bagi suami
pada masyarakat Manggarai. Perkawinan di Manggarai dijadikan ajang unjuk
kelas sosial. Bpk F (31), 381-391; Bpk J (35) 140-143; dan Bpk L (25) 311-318,
mengungkapkan bahwa title (tingkat pendidikan) perempuan akan menentukan
besaran paca. Selain itu munculnya budaya pesta dalam kehidupan masyarakat
Manggarai turut mendorong permintaan paca begitu tinggi. Bpk F (31) 64-72
mengungkapkan,
“Itukan lebih mementingkan aspek kemeriahan. Tapi dibalik
itu sebenarnya dalam hati terdalam orang mungkin akan merasa
terbebani dengan bahwa kendati pun pesta telah usai pernikahan
sudah dilaksanakan tapi orang terbebani dengan beban dari segi
material lah dari segala tanggung jawab yang lain itu bisa jadi
sebuah beban (menganggukkan kepalanya beberapa kali).”
Bpk L (25) 329-332 juga mengungkapkan, “. Nah, sekarang yang bikin
paca itu pemintaannya sangat besar karena adanya keinginan bikin-bikin pesta
ikut gaya orang kaya e.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
Baudrillard menyebut fenomena paca dengan jumlah nominal yang sangat
fantastis (bergerak dari 20 juta hingga 200 juta) untuk dihambur-hamburkan
seperti ungkapan informan seperti di atas disebut sebagai budaya konsumtif.
Manusia tidak memaknai objek berdasarkan kegunaan tetapi berdasarkan
prestisius. Fenomena paca pada saat ini tidak sesuai dengan fungsi paca pada
dasarnya sebagai pengikat hubungan kekerabatan. Kelahiran budaya konsumtif
seperti ini akibat dari konstruksi budaya lokal yang tercemar dengan ideologi
kapitalisme. Budaya kapitalisme dengan brutal menyetubuhi martabat budaya
lokal yang terkenal mengedepankan kehidupan sosial (Ule, 2011).
Makna perkawinan sebagai simbol kelas sosial menurut suami pada
masyarakat Manggarai merujuk pada budaya paca. Paca dianggap sebagai simbol
penunjuk kelas sosial dan sebenarnya hal ini sudah ada sejak nenek moyang orang
Manggarai mengenal sistem perekonomian modern dan strata sosial. Hal ini bisa
ditelusuri melalui jenis perkawinan yang dianut masyarakat Manggarai seperti
yang sudah dijelaskan pada bab satu bahwa perkawinan masyarakat Manggarai
terdiri atas perkawinan cangkang, tungku, dan cako di mana perkawinan cangkang
dianggap perkawinan kaum berada (keturunan raja) karena perkawinan ini
sifatnya menikah dengan suku lain yang tidak memiliki hubungan darah sehingga
paca-nya besar dan saat itu kaum ber-ada-lah yang memiliki kemampuan untuk
membayar paca dengan jumlah yang fantastis (Toda, 1999) sehingga praktis
perkawinan cangkang adalah perkawinan orang kaya.
Akselerasi informasi pengetahuan dan teknologi turut mengambil peran
penting dalam mempengaruhi orang Manggarai untuk mempertimbangkan praktik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
perkawinan cako dan tungku. Berdasarkan pada ajaran Gereja katolik dan
berdasarkan studi biologi perkawinan cako dan tungku diharamkan sehingga
praktis perkawinan di Manggarai rata-rata perkawinan cangkang. Ketika
perkawinan cangkang lazim dipraktikan dengan bertujuan untuk menghindari
kelainan biologis dan tidak sejalan dengan perubahan makna dari jenis
perkawinan ini justru menjadi “senjata makan tuan” bagi masyarakat Manggarai
itu sendiri saat ini.
Paca pada dasarnya diberikan oleh pihak laki-laki sebagai anak wina (wife
receiver) kepada anak rona (wife-giver). Alasan laki-laki membayar paca karena
setelah prosesi perkawinan dilakukan akan diadakan upacara podo (mengantar
pengantin perempuan pada keluarga pengantin laki-laki) yang berarti keberadaan
perempuan sudah sah menjadi bagian dari keluarga laki-laki. Hal ini wajar karena
masyarakat adat Manggarai bercorak patriarkal (Nggoro, 2006). Keberadaan paca
dalam budaya patriarkal sangat sensistif terutama menyangkut isu gender. Paca
dalam budaya orang Manggarai seakan-akan menelanjangi martabat perempuan.
Isu gender ini mempengaruhi tatanan kehidupan sosial terutama status sosial
seseorang. Status sosial sebagai suami juga sering terjebak dalam isu gender yang
berlaku dalam rumah. Praktik pelegalan atas pelucutan terhadap harga di
perempuan belum disadari secara utuh bahwa terlahir dari kaum minoritas
(perempuan) juga.
Perlu disadari bahwa paca tidak bisa disalahkan sepenuhnya pada pihak
anak wina (kelompok pengantin laki-laki) tetapi juga dari pihak yang anak rona
(kelompok pengantin perempuan) karena dalam proses memberi-menerima untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
paca itu sendiri melalui tahap perembukan untuk menentukan angka yang
ditetapkan. Sikap arogan dari kedua belah pihak akan menentukan paca yang
disepakati bernilai fantastis dan tidak manusiawi lagi. Jika kedua belah pihak
masing-masing menyadari paca dalam konteks perkawinan masyarakat
Manggarai bertujuan untuk membangung hubungan kekerabatan maka akan
terjadi sikap saling menghormati dan adanya sikap rendah hati.
K. Skema Makna Perkawinan bagi Suami pada Masyarakat
Manggarai
Penjelasan-penjelasan sebelumnya menegaskan bahwa perkawinan
masyarakat Manggarai begitu kompleks. Lugasnya, penelitian ini mengungkapkan
bahwa suami pada masyarakat Manggarai memiliki idea (konsep dasar) tentang
perkawinan. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Manggarai merupakan
masyarakat berbudaya. Ratner (2000) mengungkapkan bahwa budaya sebatas pada
artefak atau mitos-mitos tetapi juga menyangkut pola pikir, konsep, serta perilaku
dari sekelompok orang.
Suami pada masyarakat Manggarai mengamini bahwa perkawinan ideal
berarti perkawinan yang memiliki tujuan, syarat, dan sifat tertentu. Seperti pada
subbab hasil, analisis, dan pembahasan tertuang bahwa pada dasarnya menurut
suami pada masyarakat Manggarai bahwa perkawinan itu memiliki tujuan yang
mulia sekali. Perkawinan bertujuan untuk membangun hubungan kekerabatan serta
meneruskan keturunan. Sifat perkawinan masyarakat Manggarai juga sangat baik.
Sifatnya yang monogami menjadikan perkawinan itu diakui sebagai prosesi yang
akan meligitimasi lembaga yang sakral (keluarga). Syarat perkawinan masyarakat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
Manggarai juga memiliki fungsi yang sangat baik. Syarat perkawinan masyarakat
Manggarai yaitu dengan membayar paca. Paca ini pada dasarnya untuk mengikat
hubungan kekerabatan antara keluarga besar dari orang-orang yang hendak
menikah. Suami di Manggarai memiliki idealisme perkawinan seperti ini karena
budaya perkawinan mereka mengandung nilai demikian.
Suami pada masyarakat Manggarai sebagai kelompok berbudaya tidak
luput dari proses interaksi dengan lingkungannya. Proses ini disebut pengalaman
hidup manusia. Suami di Manggarai; yang sudah memiliki idealisme atas
perkawinan, berinteraksi secara intens dengan tradisi perkawinannya. Mereka
terlibat langsung di dalam fenomena-fenomena perkawinan sehingga mereka
merasakan beberapa hal sebagai refleksi. Refleksi-refleksi ini membentuk satu
idea baru tentang perkawinan. Perkawinan dimaknai sebagai beban, tantangan,
penderitaan, perjuangan, kesulitan, dan kesengsaraan.
Pemaknaan suami di Manggarai seperti ini berangkat dari interaksi antara
gambaran serta harapan mereka tentang perkawinan yang tidak sesuai dengan
realitasnya. Relasi yang tidak singkron antara tujuan, sifat, syarat, dan yang
dirasakan masyarakat Manggarai mendorong pemaknaan yang berkonotasi negatif
pada suami di Manggarai pada saat ini muncul.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
L. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini tidak terlepas dari beberapa keterbatasan. Keterbatasan yang
terdapat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Peneliti adalah seorang peneliti pemula, sehingga baik dari segi pengalaman,
teori maupaun praktik di lapangan masih belum maksimal dan sangat terbatas.
Tujuan
Perkawinan
- Monogami dan
sakral.
- Mempersatukan
kedua keluarga
besar.
- Meneruskanketur
unan.
Dirasakan
Syarat
Sifat
- Beban
- Tantangan
- Perjuangan
- Penderitaan
- Kesulitan
- kesengsaraan
- Membayar paca.
- Kematangan
fisik.
- Kematangan
psikologis.
- Pendidikan
sebagai tolok ukur.
- Pengadaan pesta
perkawinan.
- Persaingan kelas
sosial.
Masy. Manggarai
Suami
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
2. Terbatasnya waktu penelitian akibat dari jarak lokasi penelititan dan tempat
tinggal peneliti, sehingga memungkinkan data yang diperoleh dalam penelitian
ini masih kurang sempurna dan kurang mendalam.
3. Instrumen penelitian disusun oleh peneliti sendiri, sehingga tidak menutup
kemungkinan masih terdapat kesalahan dalam penyusunannya.
4. Penelitian yang serupa atau relevan di Manggarai sangat terbatas sehingga
peneliti kesulitan dalam melakukan review penelititan sebelumnya sebagai
pembanding.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Penelitian ini menemukan beberapa tesis penting. Tesis pertama yaitu
perkawinan dimaknai sebagai beban yang memberatkan, kesengsaraan,
perjuangan; konteks pelunasan utang, dan beberapa makna lain. Pemaknaan ini
mengacu pada satu kesimpulan umum yaitu perkawinan itu tidak mengenakkan.
Paca menjadi hal utama yang melatarbelakangi pemaknaan demikian. Paca
merupakan seserahan dalam tradisi perkawinan Masyarakat Manggarai; dulunya
yang menjadi seserahan adalah hewan, tanah, dan kain adat tetapi sekarang sudah
menggunakan uang. Perkawinan di Manggarai tidak mengenakkan karena
penggunaan uang pada tradisi paca yang sangat fantastis bergerak dari puluhan
hingga ratusan juta rupiah.
Berakar pada kesadaran Heidegger akan kenampakkan makna, peneliti tidak
berhenti pada kenampakan nyata dari makna perkawinan yang diungkapkan
informan. Peneliti berusaha menelusuri kembali data penelitian dengan beberapa
panduan peneliti dan ilmuwan sebelumnya. Temuan megungkapkan penetapan
paca tidak dilakukan sepihak melainkan melalui perundingan keluarga besar.
Kesadaran ini pulalah yang mengantar peneliti menuju tesis kedua yaitu
perkawinan dimaknai sebagai ajang unjuk gengsi; prestise. Dengan demikian
ditemukan bahwa persoalan utama pada kenampakkan makna sebagai perkawinan
yang tidak mengenakkan adalah persoalan gengsi atau harga diri (pride).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
B. Saran
Peneliti menyarankan kepada peneliti selanjutnya, bahwasannya penelitian ini
belumlah sempurna dan bukanlah kebenaran absolut. Perlu ada pengembangan
dan penelitian lebih dalam lagi dari penelitian selanjutnya untuk mendekati kata
kebenaran. Selain itu peneliti juga memberi saran kepada masyarakat Manggarai
agar mereka mampu memilah secara bijak dalam menanggapi pasang dan
surutnya tradisi perkawinan mereka. Bagi pemerintah, peneliti menyarankan
untuk membantu masyarakatnya dalam meluruskan kembali tradisi perkawinan
mereka.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
DAFTAR PUSTAKA
Adian, D.G. (2002). Berfilsafat Tanpa Sabuk Pengaman. Dalam Rabinow, P.,
Pengetahuan dan Metode: Karya-Karya Penting Michel Foucault,
Yogyakarta : Jalasutra.
Alasuutari, Pertti. (1995). Researching Culture: Qualitative Method and Cultural
Studies. University of London: Sage pub. Ltd.
Bagul, A. (1996). Kebudayaan Manggarai: Sebagai Salah Satu Khasanah
Kebudayaan Nasional. Surabaya: Ubhara Press.
Bertens, K. (1981). Filsafat Barat dalam Abad XX. Jakarta: PT. Gramedia.
BKPM. (2015). Demografis Masyarakat Manggarai. diunduh dari
(http://regionalinvestment.bkpm.go.id/).
Chaniago, A. Y. S. (2002). Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Bandung: Pustaka
Setia
Chen, Martin (Ed.). (2012). Iman, Budaya, dan Pergumulan Sosial: Refleksi
Yubileum 100 Tahun Gereja Katolik Manggarai. Jakarta: Obor.
Creswell, J. W. (1998). Qualitative Inquiry And Research Design: Choosing
Among Five Traditions. London: SAGE Publications.
Departemen Hukum dan Ham (2004).Undang-Undang No 23 tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT), Jakarta:
Depdagri.
Driyarkara, N., Sudiarja (ed.). (2006). Karya lengkap Driyarkara: Esai-Esai
Filsafat Pemikir yang Terlibat Penuh dalam Perjuangan Bangsanya.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Geertz, Clifford. (1973). The Interpretation of Culture. New York: Basic.
Gordon, J.H. (1975). The Manggarai: Economic and Social Transformation in an
Eastern Indonesia Society. Cambridge: Massachusets.
Hamersma, Harry. (1983). Tokoh-Tokoh Filsafat Barat Modern. Jakarta:
Gramedia.
Hornby, A.A.S., Gatenby, M.E. V., Wakefield, M. (1957). The Advanced
Learner` s. Dictionary of Current English. London: University Press.
Husserl, Edmund. (1990).On the Phenomenology of the Consciousness of Internal
Time, Trans. J.B. Brough, (Collected Works IV). Dordrecht: Kluwer.
Ihromi, T. O. (2006). Pokok-pokok Antropologi Budaya, Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Jilung, P.P. Supardi.(2013). Harga Seorang Perempuan Manggarai dan Keadilan
Gender. www.kompasiana.com. Diunduh dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
(http://sosbud.kompasiana.com/2013/05/15/harga-seorang-perempuan-
manggarai-dan-keadilan-gender-560653.html).
Kabalmay. (2002). Designing Qualitatitative Research. London: Sage
Publication.
KBBI.(2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Diunduh dari
http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php.
Keesing, F. M. dan R. M. Keesing. (1971). New Perspectives in Cultural
Anthropology: Culture and People Some Basic Concept. New
York: Holt, Rinehart and Winston.
Litbang SMERU. (2014). Tantangan Pembangunan di NTT, (Buletin SMERU).
Diunduh dari (http://dokumen.tips/documents/buletin-smeru-tantangan-
pembangunan-di-ntt.html).
Little, J., Stephen, W., dan Karen A. F., (2009).Theories of Human
Communication (Edisi Sembilan). Jakarta: Salemba Humanika.
Littlejohn dan Foss.(1962). Ideas: General Introduction to Pure
Phenomenology(pemikiran Edmund Husserl).
Marut, U.D. (2008). Studi Tentang Aspek Sosial Ekonomi dan BudayaSerta
Kaitannya dengan Masalah Gizi Kurang di Kabupaten Manggarai, Nusa
Tenggara Timur (Skripsi sarjana tidak diterbitkan). Institut Pertanian
Bogor, Bogor, Indonesia.
Muhajir, Noeng. (1989). Metodologi Penelitian Kualitatif: Telaah Positivistik,
Rasionalistik, dan Fenomenologik. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Nggoro, A. M. (2006). Budaya Manggarai: Selayang Pandang. Ende: Nusa Indah.
O’Collins, Gerald. (1996). Kamus Theologi. Yogyakarta: Kanisius.
Pahun, chelus. (2012). “Belis” antara Neo-trafficking atau Human
Awardsdiunduh dari (http://sosbud.kompasiana.com/2012/10/25/belis-di-
manggarai-flores-barat-504084.html).
Palmer dan Richard E. (2005).Interpratation Theory in Schleirmacher, Dilthey,
Heidegger, and Gadamer, (terjemahan). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Parker, Ian. (2005). Penelitian Radikal: Penelitian Kualitatif, (terjemahan).
Yogyakarta:Penerbit ANDI.
PEMKAB Manggarai (2014). Data Kependudukan Manggarai. Diunduh dari
(http://www.manggarai.go.id/.).
Poerwadarminta, W.J.S. (1994). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Poerwandari, E. Kristi. (1998). Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Universitas
Terbuka.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
Poespoprodjo, W dan Gilarso,Ek. T. (1999). Logika Ilmu Menalar: Dasar-Dasar
Berpikir Tertib, Logis, Kritis, Analitis, Dialektis. Jakarta: Pustaka Grafika
Kita.
Riyanto, Bambang. (2001).The Ontological Fondation of Dasein.
Majalah Filsafat DriyarkaraVol.2Thn. XXV.
Simbolon, Pormadi. (2008). Makna Perkawinan Berbagai Agama, (artikel tidak
diterbitkan). Diunduh dari
(https://pormadi.wordpress.com/2008/05/10/makna-perkawinan-dalam-
berbagai-agama/).
Smith, W. David. (2007). Husserl. London: Routledge
Spiegelberg, H. (1994). The Phenomenological Movement: A historical
Introduction. Dordrecht: Kluwer Academic Publishers.
Spradley, J. P. (1997). Metode Etnografi. Yogyakarta: PT tiara Wacana.
Suseno, F. M., Wibowo, I.,&Herry-Priyono, B.,(2006). Sesudah Filsafat: Esai-
Esai untuk Franz Magnis-Suseno. Yogyakarta: Kanisius.
Toda, D. M. (1999). Manggarai Mencari Pencerahan Historiografi. Ende: Nusa
Indah.
Tong, Rosemarie Putnam. 2008. Feminist Thought. Yogyakarta: Jalasutra.
Tunardy, Wibowo. (2012). Hukum perkawinan. Jurnal Hukum. Diunduh dari
(http://www.jurnalhukum.com/asas-asas-perjanjian/).
Wahyuningsih, Hepi. (2012). Model Psikologis Kualitas Perkawinan Pasangan
Suami Istri (Disertasi tidak diterbitkan). Universitas Gajah Mada,
Yogyakarta, Indonesia.
Walgito, B. (2000). Bimbingan dan Konseling Perkawinan. Edisi kedua.
Yogyakarta. Penerbit ANDI.
Wattimena, R. A. A. (2008).Fenomenologi Ontologi di dalamPemikiran Martin
Heidegger, (artikel). Diunduh dari
(https://rumahfilsafat.com/2009/09/02/fenomenologi-ontologi-martin-
heidegger/).
Watloly, Aholiab. (2001). Tanggung Jawab Pengetahuan Mempertimbangkan
Epistimologi secara Kultural. Yogyakarta: Kanisius.
(A, wawancara, 25 Juli, 2016)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
Lapiran 1:KISI-KISI PERTANYAAN PENELITIAN
No. Konstruk yang
digali
Petanyaan-pertanyaan keterangan
1. Biografi 1. Siapa nama lengkap
anda?
2. Usia anda berapa saat
ini?
3. Apkah anda sudah
menikah atau belum?
Ditanyakan
seperlunya sekalian
sebagai raport awal.
2. Pengalaman akan
fenomena
1. Apa pengalaman anda
dengan perkawinan di
manggarai?
Dikembangkan di
lapangan sesuai
dengan kebutuhan
penelitian.
3. Perasaan akan
pengalaman
1. Apa perasaan anda
dengan pengalaman
tersebut?
Dikembangkan di
lapangan sesuai
dengan kebutuhan
penelitian.
4. Makna fenomena 1. Apa makna perkawinan
bagi anda?
2. Mengapa anda
memaknai perkawinan
manggarai seperti itu?
Dikembangkan di
lapangan sesuai
dengan kebutuhan
penelitian.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
Lampiran 2: FORMULIR PERSETUJUAN (INFORMED CONSENT)
Judul : MAKNA PERKAWINAN BAGI SUAMI PADA
MASYARAKAT MANGGARAI.
Nama peneliti : YOHANES EFREMI NGABUR
Nim : 109114101
Peneliti adalah mahasiswa fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan makna dan dinamika perkawinan
bagi suami pada masyarakat Manggarai. Penelitian ini merupakan salah satu
syarat untuk mendapat gelar sarjana pada fakultas psikologi Universitas Sanata
Dharma. Peneliti mengharapkan partisipasi saudara dalam memberikan jawaban
atas wawancara sesuai dengan pendapat saudara. Peneliti akan menjamin
kerahasiaan identitas dan jawaban ssaudara, informasi yang saudara berikan hanya
akan digunakan sebagai data penelitian. Kesediaansaudara dalam penelitian ini
bersifat sukarela, saudara bebas menerima menjadi informan penelitian atau
menolak tanpa ada sanksi apapun. Jika saudara bersedia menjadi informan,
silahkan menandatangani surat persetujuan ini pada tempat yang telah disediakan
dibawah ini sebagai bukti saudara bersedia menjadi informan pada penelitian ini.
Nama (inisial):
Tanda tangan :
Terimakasih atas partisipasisaudara dalam penelitian ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
Lampiran 3:
Responden : Fabianus Sebatu Tanggal: 5 Februari 2015
Usia : 31 tahun Tempat: Rumah Responden
Jenis Kelamin : Laki-laki
Wawancara ke : 1
No. Pertanyaan/Pernyataan Tema
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
T
J
T
J
T
J
T
J
Jadi begini pak, saya ke sini lagi dalam rangka
tugas kuliah dari kampus. Jadi saya memilih
untuk mengangkat tema tentang perkawinan.
Terutama perkawinan masyarakat Desa di
Manggarai. Nah, yang mau saya lihat itu
bagaimana pemaknaan masyarakat di sini
tentang perkawinan. Jadi saya bertanya ke siapa
saja yang bersedia mau berbagi dengan saya
tentang makna perkawinan bagi mereka.
Kebetulan bapak juga mau berbagi dengan saya.
Jadi mungkin kita bisa mulai saja.
Iya boleh, ini bukan pertanyaan seperti
pertanyaan dari hakim kan? (sembari tertawa
lepas)
hahaha tidak tidak..
Oke silahkan...
Baik, menurut bapak kira-kira makna
perkawinan itu sendiri apa?
Bukan tentang pernikahan tetapi perkawinan e?
Iyo..
Ha’a..perkawinan bila dilihat dari sisi yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
berbeda atau pandangan yang berbeda
sebenarnya bisa diarahkan ke makna yang paling
baik (sembari condongkan badan ke depan dan
menatap saya dalam. Kedua tangannya
dikaitkan di depan perutnya). Makna yang
paling baik ini maksudnya begini, jadi setiap
orang orang itu kan ketika ingin memasuki ke
tahap kehidupan yang baru orang akan berjuang
tentunya (jari telunjuknya menunjuk ke arah
lantai dan saat itu kepalanya angguk-angguk).
(lalu kemudian dengan menyandarkan badannya
pada sandaran kursi dan kedua tangannya
diletakan pada sandaran pinggir kursi,
kemudian dia melanjutkan pembicaraaan)
Berjuang dengan segala daya upayanya supaya
e...perkawinan itu berjalan dengan baiklah,
meriah, dan lain-lain sebagainya. Jadi orang
dengan segala kemampuannya entah dengan
melibatkan orang lain (menggereakkan tangan
ke arah kanan luarnya) atau dengan
perjuangannya sendiri (Sambil mengeluskan
dadanya sendiri) intinya bahwa dia begitu getol
untuk memperjuangkan. Dan pada akhirnya
tentu bahwa yang dicapai ialah ingin mencari
kebahagiaan bersama kedua belah pihak. Nah
kebahagiaan ini tentulah melibatkan banyak
aspek. Salah satunya misalnya dukungan.
Dukungan dari keluarga entah keluarga yang
paling dekat, kenalan atau siapa pun yang dirasa
terkait dengan hal itu. Namun kadang kala orang
terbebani gara-gara dengan beban yang begitu
Perjuangan dibutuhkan
untuk memasuki
kehidupan yang baru.
Semua upaya
dikerahkan untuk
memperjuangkan
perkawinan.
Tujuan dari perkawinan
adalah pencarian akan
Dukungan menjadi
tonggak utama dalam
pencapaian
kebahagiaan.
Kebahagiaan itu sendiri
merupakan beban
karena membutuhkan
biaya yang banyak.
Perkawinan merupakan
beban.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
tinggi dengan segala macam anggarannya.
Sehingga perkawinan itu hanya sesaat boleh
dikatakan membahagiakan. Tapi bisa kemudian
orang jatuh karena e...masuk pada pada sebuah
perjuangan bahwa orang boleh menikah tetapi
menjadi sebuah beban selanjutnya. Beban
misalnya katakanlah dalam kebiasaan –
kebiasaan yang ada bahwa orang bisa pinjam
sana-sini untuk melangsungkan segala-galanya
supaya dikesankan diberi kesan bahwa meriah
megah banyak orang datang tamu diundang
pegawai-pegawai besar dan sebagainya. Itukan
lebih mementingkan aspek kemeriahan. Tapi
dibalik itu sebenarnya dalam hati terdalam orang
mungkin akan merasa terbebani dengan bahwa
kendati pun pesta telah usai pernikahan sudah
dilaksanakan tapi orang terbebani dengan beban
dari segi material lah dari segala tanggung jawab
yang lain itu bisa jadi sebuah beban
(menganggukkan kepalanya beberapa kali).
Nah, solusinya mungkin begini, ini hanya
tawaran bahwa mungkin ada sebuah pilihan lain
bahwa perkawinan itu tidak memberatkan kedua
belah pihak atau keluarga-keluarga yang terkait
misalnya tidak mesti dengan pesta besar-besaran
cukuplah misalnya dengan mengundang
keluarga dan kenalan semacam makan bersama
begitu kan sehingga sebagian dari dana yang
disediakan bisa untuk keluarga yang baru atau
melangsungkan kegiatan yang lain dari sebuah
keluarga karena bagaimana pun juga kan
Perkawinan dijadikan
beban karena biaya
yang tinggi untuk
menunjukkan status
sosial.
Tuntutan perkawinan
yang fantastis membuat
yang bersangkutan
terbebani.
Prosesi perkawinan
yang rumit dan
menuntut akan
kemeriahan itu
memberatkan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
105
106
107
108
109
110
111
112
113
114
T
J
pernikahan itu tidak hanya dilihat hanya untuk
aksidental yang sifat perkawinan yang hanya
pada saat yang tertentu saja tetapi perjuangan
yang ke depannya itu yang lebih dan disitulah
tuntutan yang paling paling mendalam. Begitu
bos (menatap saya dan kemudian tersenyum).
Kemudian pembicaraan kami terpotong sebentar
karena ada yang menyuguhkan minuman kopi.
Saya mengucapkan terima kasih ke ibu paruh
baya itu lalu saya melanjutkan dengan bertanya.
mmm...itu ehm bagi bapak tentang makna
perkawinan. Saya tertarik dengan pernyataan tadi
bahwa e ehm...kebanyakan orang kita itu
aa..orang di sini lebih pada kemeriahan sesaat,
bahwa e mereka menilai bahwa pernikahan itu
adalah sesuatu yang meriah. Tetapi sebenarnya
itu meriah sesaat gitu. Kemudian berikutnya
seperti yang diceritakan tadi. Kira-kira e
mungkin bisa bapak memberikan beberapa
contoh begitu maksudnya contoh yang paling
konkrit karena bagi saya tadi seperti saya hanya
mendengarkan bahwa itu mungkin asumsi dari
bapak sendiri begitu.
Oke..a persisnya tidak di sini tetapi di tempat
lain yang berdasarkan cerita orang yang tinggal
di situ dan memang dan ikut terlibat di dalam itu.
(dia tertawa lepas dan mempersilahkan saya
untuk minum kopi yang sudah disuguhkan
sembari dia mengambil gelas kopinya dan
menyeruput sedikit demi sedikit sambil meniup
uapnya. Saya juga ikut tertawa dan minum.
Tuntutan akan
mengurangi
keharmonisan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
115
116
117
118
119
120
121
123
124
125
126
127
128
129
130
131
132
133
134
135
136
137
138
139
140
141
142
143
144
145
146
J
Kemudian dia lanjut membicarakan
pernyataannya tadi.
Jadi begini eee (sambil dahinya dikerutkan dan
melihat ke atap rumah kemudian dia kembali
menatap saya). waktu pesta memang semuanya
meriah tetapi setelah terjadinya pesta itu
kemudian banyak omongan yang terkait dengan
minusnya anggaran sehingga sebagiannya
ditutup oleh keluarga mempelai wanita dan itu
kan ada sebuah paksaan. Sementara uang atau
stok duit yang dibawa oleh pihak lelaki jauh di
bawah dari yang dianggarkan atau dengan kata
lain bahwa minus begitulah kan. Sehingga mau
tidak mau untunglah bahwa kelaurga wanita
memiliki dana yang cukup. Tetapi kemudian
menjadi sebuah rasa malu si pihak lelaki karena
ada omongan tidak enak dari belakang dari
keluarga pihak wanita kepada si pihak laki. Nah,
di sini kan bahwa orang terlalu menginginkan
yang mewah meriah tetapi tidak dipikirkan
bagaimana orang berjuang untuk mendapatkan
uang sejumlah yang yang di pikirkan itu atau
tidak dipikirkan bahwa e uang sebanyak itu
sangat susah dicari. Orang boleh dapat tetapi
dengan pinjam sana-sini tapi sesudah itu kan
orang harus berjuang untuk melunasinya dan lain
sebagainya sehingga perkawinan sebenarnya
tidak lebih mementingkan yang sifatnya
aksidental atau kemegahan sesaat tetapi ;lebih
memikirkan seharusnya bagaimana keluarga
baru ini harus dibangun pernikahan ini harus
Perkawinan dijadikan
beban prestise.
Tuntutan perkawinan
yang tinggi
mewajibkan
perjuangan yang lebih.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
147
148
149
150
151
152
153
154
155
156
157
158
159
160
162
163
164
165
166
167
168
169
170
171
172
173
174
175
176
177
178
T
J
membangun sebuah keluarga yang sungguh-
sungguh mapan ke depan. Begitu (sambil
mengambil gelas kopi yang ada di meja dan
memegangnya dan dia lanjut bercerita).
Sehingga tidak boleh menjadi sebuah beban
harusnya melegakan melegakan ini tidak hanya
pada peristiwa perkawinan itu semata tetapi juga
ke depannya dari sebuah keluarga begitu
(kemudian dia meminum kopinya dua tegukan
dan menempatkan lagi di meja).
Aa kemudian yang menjadi pertanyaaan lanjutan
dari saya e mungkin bapak kan tau to tapi saya
kan belum belum terlalu tau soal itu. Kira-kira
misalnya tadi kan ada tentang pernikahan. Saya
tangkap ada singgung tentang pendanaan gitu.
Kira-kira sistem pendanaan sistem pendanaan
untuk perkawinan manggarai itu seperti apa gitu,
mungkin bisa dijelaskan.
Kalau (sembari mengatur lagi posisi duduknya
dengan berdiri setengah jongkok dan duduk lagi
dengan posisi menyenderkan badan pada
sandaran kursi) selama ini kan kita harus
dibedakan dengan. Ada memang yang dengan
kesepakatan keluarga menjadi lebih penting di
situ sehingga selain melibatkan uang yang
terkumpul kira-kira berapa banyak juga
kebersamaan di situ kan lebih ditekankan di situ.
Itu sangat variatif sifatnya dalam artian begini
ada memang yang a keluarganya menyerahkan
semuanya pada si pengantin laki-laki bahwa e
sepenuhnya urusan ini soal pendanaan itu
Perkawinan bukannya
melegahkan tetapi
membebankan.
Segala bentuk
pendanaan perkawinan
dibebankan pada
keluarga pria tetapi
lebih dibebankan
adalah si pengantin
pria.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
179
180
181
182
183
184
185
186
187
188
189
190
191
192
193
194
195
196
197
198
199
200
201
202
203
204
205
206
207
208
209
T
J
tergantung pada pihak pengantin yang lain hanya
membantu yang sifatnya tak seberapalah dalam
artian bahwa kalau harapkan bantuan dari pihak
keluarga tidak begitu cukup mau tidak mau yang
menjadi pihak pengantin yang paling
dikedepankan untuk menanggung semuanya itu.
(dia menatap ke arah pintu sambil berbicara)
Sehingga harus dibedakan dengan ritual adat
yang lain kan misalnya ada pengumpulan dana
dari keluarga-keluarga dekat kalau nikah bisa
diajak juga tapi utamanya itu lebih menekankan
si pihak lelaki atau keluarga atau pengantin laki-
laki untuk mendanai semua itu. Begitu (sambil
menatap saya). (sembari dia membungkukan
badan dan menatapp saya dengan dalam dia
berujar) Sehingga mau tidak mau memang
bahwa kalau seseorang ingin menikah dia harus
memiliki kesiapan yang matang baik dari segi e
keuangan bukan hanya dari banyak hal yang
harus dipertimbangkan. (dia menyandarkan
badannya ke arah kiri dan tangan kirinya jadi
tumpuan) tadi dari segi psikologis bahwa sudah
siap atau tidak untuk menikah untuk hidup
berkeluarga untuk perkawinan dan lain
sebagainya. Dari segi dananya juga tidak bisa
tidak bahwa semuanya harus disiapkan dengan
baik.
Mmm berarti harus adanya kemapanan secara e
material secara e pokoknya dari semua aspeklah.
Karena itu bukan hanya peristiwa yang yang
begitu saja dibuat tapi harus dilihat bahwa
Perkawinan menjadi
beban moril bagi
pengantin pria.
Perkawinan
membutuhkan kesiapan
yang matang baik
materi maupun
psikologis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
210
211
212
213
214
215
216
217
218
229
220
221
222
223
224
225
226
227
228
229
230
231
232
233
234
235
236
237
238
239
240
T
J
peristiwa yang sangat penting dalam e dalam
tahap sebuah kehidupan. Jadi begitu. (kemudian
dia mengambilkan gelas kopi dan meminumnya
lagi setelah itu dia meletakkan kembali gelasnya
pada meja)
Mungkin bapak tahu maksudnya ehm
berdasarkan cerita-cerita sebelumnya begitu e
kira-kira dari dulu sistem apa yang misalnya kan
tadi untuk biaya pernikahan. Kalau yang
sekarang dengan yang dulu apakah ada
perbedaannya begitu. Maksudnya dari cerita
yang dulu-dulu sama realitas yang terjadi saat
ini.
(dia menarik napas dalam dan mulai berbicara
dengan mengerutkan dahinya sebentar) Kalau
dulu misalnya urusan pernikahan itu kan
misalnya ini hanya ss (dia tetap mengernyitkan
dahinya sambil mendongak sebentar lalu
meneruskan pembicaraanya) tidak untuk berlaku
umum, tidak berlaku umum tapi kesan saya ada
perubahan misalnya perbandingan dengan
sekarang bahwa dulu misalnya e yang penting si
lelaki sudah siap dari segi kemauanya untuk
menikah atau untuk a mencari pasangan hidup.
Soal segala dana dan segala persiapannya itu
semua tanggung jawab orang tua. Aam (dia
menoleh ke kiri sementara badannya tetap
disandarkan ke arah kiri) sehingga ada yang
memang hanya ya semacam hanya fisiknya saja
dia hanya karena adanya bahwa saya dari segi
fisik sudah boleh dan sudah layak untuk itu.
Perkawinan tahap
penting dalam
kehidupan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
241
242
243
244
245
246
247
248
249
250
251
252
253
254
255
256
257
258
259
260
261
262
263
264
265
266
267
268
269
270
271
T
J
Tetapi soal yang lain orang tua yang urusi
sehingga ada juga ada yang mengatakan bahwa
emang orang ini hanya siap fisiknya saja
sedangkan yang lain-lainya sama sekali tidak
dan memang pernah terjadi begitulah. (kemudian
dia menutup matanya lalu menatap saya) Nah
kalau sekarang orang tidak lagi terkurung dengan
hal itu kalau misalnya (dia mengambil gelas
kopinya dan memindahkannya) seseorang ingin
mencari pasangan hidupnya untuk menikah atau
kawin dengan calon atau pasangannya sendiri dia
harus matang dari segi persiapannya. Segala
macam hal harus dipertimbangkan segala macam
aspek yang terkait dengan itu itu pun harus di
dilihat juga. Karena kesiapan dirinya entah dari
persiapan fisik maupun dari segi kematangan
dari segi persiapan pendanaan itu juga harus
disiapkan dengan baik dan bisa dilihat atau tidak
bisa dianggap sepele begitu saja. Begitu (sambil
menunjukkan jari telunjuknya ke saya).
e..mungkin bisa bapak jelaskan lebih tepatnya
menyimpulkan pernikahan di manggarai itu saat
ini seperti apa sebenarnya.
Pernikahan di Manggarai umumnya bahwa
inikan tujuannya untuk mempersatukan
(tangannya digenggam sambil digoyang-
goyangkan) ke dua keluarga yang bersangkutan.
(sambil membuka genggaman tangannya) nah,
persatuan ini bukan hanya dari segi
pengantinnya saja tetapi seluruh keluarga dari
kedua belah pihak dan untuk mencapai ke tahap
Pernikahan merupakan
sesuatu yang
memberatkan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
272
273
274
275
276
277
278
279
280
281
282
283
284
285
286
287
288
289
290
291
292
293
294
295
296
297
298
299
300
301
302
itu orang harus mempersiapkan diri dengan baik
persiapan dari segi emosional kemudian
kematangan e dari segi fisiknya kemudian juga
sanggup untuk e membiayai atau mendanai
seluruh peristiwa yang akan dihadapi sekurang-
kurangnya kalau pun dia tidak sepenuhnya tapi
paling tidak sebagian besar haruslah untuk itu.
(dia mengatur posisi duduknya lagi dengan
posisi menyandarkan badannya pada sisi kiri
kursi sambil menyorongkan kakinya ke depan
dan melipatnya). Dan itu memang sebuah
tantangan besar bagi seorang yang hendak untuk
masuk ke ranah dan tahap perkawinan. Begitu.
Dan dalam kebiasaan manggarai atau adat kita
bahwa perkawinan sebelum sampai ke sana kan
tentu ada ritual adat yang yang harus di jalani.
Tentu melibatkan orang tua dan kedua belah
pihak untuk melancarkan proses itu. Begitu.
Pada intinya kalau pernikahan mau dilihat lebih
baik intinya bahwa orang tidak boleh dibebani.
Tidak boleh memberatkan tidak boleh kemudian
menjadi sebuah persoalan yang merumitkan
pasangan itu atau si pengantin yang akan
menikah itu. Begitu (kemudian dia mengambil
gelas kopinya dan lanjut meminum lagi.
Sementara itu ibu yang antarkan kopi tadi
datang lagi dan membawa jagung rebus dan
mempersilahkan kami makan. Lalu dia
menawarkan saya kopi lagi tapi saya
memutuskan untuk tidak menerima tawarannya.
Bapak Fabi yang menjadi narasumber saya juga
Pernikahan bertujuan
untuk menyatukan
keluarga besar dua
belah pihak.
Pernikahan merupakan
beban yang besar.
Pernikahan merupakan
tantangan besar bagi
pria Manggarai.
Sifat ritual perkawinan
manggarai memaksa.
Orang tua berperan
dalam perkawinan
masyarakat manggarai.
Perkawinan merupakan
beban.
Perkawinan di
Manggarai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
303
304
305
306
307
308
309
310
311
312
313
314
315
316
317
318
319
320
321
322
323
324
325
326
327
328
329
330
331
332
333
T
J
T
J
T
J
tersenyum dan meyakinkan saya tidak perlu
malu-malu kalau mau menambah kopi tapi saya
tetap tidak mau karena memang saya tidak
terlalu suka dengan kopi). Kemudian saya
lanjutkan dengan pertanyaan ke bapak Fabi.
Ehm..saya mencoba mereview lagi dari cerita
bapak tadi. Berarti sebenarnya yang bapak lihat
dari pengalamannya bapak selama berada di Sini
pernikahan di Manggarai itu makin ke sini
berarti makin membebankan dan bahkan beban
ini menjadi tantangan besar bagi keluarga-
keluarga baru yang ada di Sini. Seperti itu.
Kecuali kalau misalnya e orang sudah sangat
mapan (sambil dia menggeserkan piringan
jagung rebus tadi mendekat ke saya).
Nah, maaf saya potong. Bicara soal mapan.
Apakah orang di sini sudah dikatakan mapan?
Ah bahkan jauh di bawah mapan anak (saat itu
dia sambil mengambil jagung satu)
oh..terus lanjutkan yang tadi.
(Sambil mengunyah jagungnya dia mulai
pembicaraaan) ham tapi kalo misalnya kan kita
bisa melihat dari situasi sehari-hari orang-orang
atau siapa saja lah yang akan melangsungkan
ritual perkawinan itu kan dia harus sadari bahwa
sejauh mana kemampuan saya. Misalnya kalau
pun orang sudah menyadari sudah siap segala-
galanya tidak jadi masalah. Tapi praktisnya kan
tidak pernah setelah selesai melakukan ritual
perkawinan semuanya juga ikut selesai pasti ada
cerita-cerita yang tidak mengenakan.
memberatkan dan
rumit.
Masyarakat manggarai
belum mapan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
334
335
336
337
338
339
340
341
342
343
344
345
346
347
348
349
350
351
352
353
354
355
356
357
358
359
360
361
362
363
364
T
J
Kebanyakan yang saya lihat atau pengalamannya
saya dengar dan saya alami lah bahwa kalau
keluarga memang cukup mampu mendanai no
problem tapi kalau seandainya misalnya keluarga
yang pas-pasan saja atau menengah ke bawah
memang akan menjadi sebuah cerita yang amm
cenderung untuk menjelekan begitu. Misalnya
(sambil melihat ke atap rumah sebentar lalu
kembali menatap saya) ah persiapan tidak
matang lah duitnya tidak cukup lah segala
macam nah begitu kan menjadi sebuah beban.
Beban karena selain meninggalkan cerita buruk
juga bisa jadi menjadi kenangan pahit bagi
keluarga lelaki kalau memang sungguh-sunggu
tidak mencukupi dana yang disediakan untuk itu.
Artinya kan begini terlalu besar keinginan begitu
lah kan ya tapi real yang terjadi kan artinya
minus sebenarnya. Ini kan menimbulkan cerita
yang kurang enak. Menjadi sebuah beban iya
beban sebetulnya. (lalu diam sesaat dan saya
menyimpulkan dan kembali bertanya).
Berarti sebetulnya bahwa perkawinan di
manggarai sudah menggunakan sistem
perekonomian yang modern dan cenderung
menganut pada arus atau aliran konsumerisme.
Iya memang selalu ke situ kan arahnya kan.
Kalau orang mau berpesta secara meriah itu kan
harus dilihat dari segi pendanaan kan? Dan di
situ letak yang menjadi bebannya. Beda kalau
orangnya sudah mapan di situ memang tidak
akan menjadi sumber masalah karena tidak ada
Ritus perkawinan
menyisakan cerita
buruk.
Perkawinan sangat
membebani.
Perbedaan antara
keinginan dan kondisi
real menjadi beban.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
365
366
367
368
369
370
371
372
373
374
375
376
373
378
379
380
381
382
383
384
385
386
387
388
389
390
391
392
393
394
395
T
J
T
yang dipusingkan ya kan? Uang banyak segala
macam iya kan bisa atasi semua kebutuhan untuk
melangsungkan ritual pernikahan tersebut.
Kemudian saya mau bertanya lanjut pak.
Sayakan tidak terlalu tahu tentang situasi
perkawinan di Manggarai saat ini bahkan dari
dulu-dulu saya tidak tahu persis gitu. Nah, dari
diskusi kita dari tadi sepertinya ada semacam
pemberian sejumlah dana dari pihak pria pada
pihak perempuan. Kira-kira apakah ada
standarisasi untuk uang pernikahan itu atau
tidak. (saat saya mengajukan pertanyaan dan
memberikan sedikit kesimpulan atas jawabannya
bapak nara sumber menyimpan tongkol
jagungny di meja dan kembali meminum
kopinya.)
Oke. Status sosial di Manggarai sangat
berpengaruh dalam artian kita bisa melihat siapa
si wanita apa title-nya (saat ini dia senyum) dan
kita bisa menentukan atau orang sudah bisa
mencapai target kalau statusnya si perempuan
begini maka sekitar beginilah biayanya. Dan itu
biasanya dua puluh juta dua puluh lima juta atau
bahkan jauh lebih tinggi dari angka yang saya
sebutkan. Apalagi kalau misalnya si wanita lebih
tinggi lagi dia punya ini kan status sosialnya
pasti lebih mahal lagi biayanya. Tapi kalo
misalnya orang yang sederhana saja atau orang-
orang yang dikampung macam kita di sini
biasanya tidak sampai sebanyak itu biayanya.
Berarti yang menjadi tolok ukur untuk ongkos
Ritual perkawinan yang
membutuhkan dana
besar menjadi beban.
Pendanaan perkawinan
di manggarai sangat
dipengaruhi oleh status
sosial wanita.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
396
397
398
399
400
401
402
403
404
405
406
407
408
409
410
411
412
413
414
415
416
417
418
419
420
421
422
423
424
425
426
J
T
J
T
J
perkawinan di Manggarai itu bukan berdasarkan
kelas sosial si orang tuanya tetapi lebih ke kelas
sosial si perempuan ynag bersangkutan tersebut.
Sebenarnya bisa berpengaruh kedua-duanya tapi
yang lebih dominan atau lebih mencolok itu
wanitanya. (dia menyandarkan badannya ke
belakang) sehingga walaupun orang tuanya dia
itu tidak begitu jelas tapi dari segi anaknya bisa
dilihat bahwa oh kalau anak saya begini maka
nanti uang ininya oh harus setinggi langit.
Macam itu lah ya kan.
Berarti status sosial sangat menentukan juga
Bahkan ya menentukan kalo boleh dikata itu
penentuan tarif kalau boleh dikatakan kasar
hahaha tarif atau uang lah begitu kan (lalu dia
tertawa dan sambil melihat ke arah pintu depan
rumahnya). Bukan hanya bukan serta merta
cuman untuk a saat nikah bukan untuk
kebutuhan lain juga bahkan patokan itu juga
sangat penting dan tidak bisa dihindari.
Mmm berarti uang yang diperbincangkan dari
tadi bukan hanya uang yang berguna untuk
mendanai pernikahan saja.
Kalau mau diperluas(sembari tangannya
direntangkan ke luar tubuhnya) bisa untuk aspek
yang lain juga yang masih ada keterkaitan
dengan perkawinan itu sendiri karena itu kan ada
tahapan-tahapannya. Dan tahapan yang dilalui
pun itu juga harus dilihat siapa si perempuan ini
apa profesinya dan segala macam. Sehingga itu
menentukan berapa nanti uang untuk dia atau
Biaya perkawinan di
manggarai dimulai dari
20 juta ke atas
tergantung pada status
sosialnya.
Status sosial orang tua
wanita tidak terlalu
berpengaruh pada
perkawinan manggarai.
Kelas sosial wanita
menentukan tarif
(banyaknya uang) yang
digunakan dalam
segala urusan
perkawinan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
427
428
429
430
431
432
433
434
435
436
437
438
439
440
441
442
443
444
445
446
447
448
449
450
451
452
453
454
455
456
457
T
J
saat melangsungkan pernikahannya.Iyah status
sosial sangatlah berpengaruh. Dan sebenarnya
itu bukan hanya di tempat kita tetapi di tempat
lain juga saya pikir ada hal demikian hanya
memang di tempat kita jauh lebih kuat
keliahatannya. (tangannya dikaitkan satu sama
lain di depan perutnya)
Kemudian e dengan pernyataan tadi dari bapak
seperti di atas. Apakah bapak sepakat dengan
saya bahwa sebenarnya sistem pembayaran ini
sudah menggila dan saat seseorang ingin
memperistrikan perempuan manggarai sudah
terjadi uang bisa dikatakan transaksi begitu yah
seperti transaksi jual beli begitu kalau bahasa
kasarnya.
Ahm..sebenarnya kan begini kalau dikatakan
transaksi tidak juga (dan memiringkan kepalanya
ke arah kanan) karena kalau transaksi kan misal
kalau ada barang ada pembeli kalau sudah
sepakat harga berarti sudah selesai. Tapi ini kan
harus melibatkan aspek lain karena sebagai
manusia kan tidak bisa digunakan kata transaksi
yang dibeli beda kalau macam barang. Hanya
bahwa rumusan jual-beli sebenarnya bagi saya
sangatlah tidak pantas atau tidak pas karena itu
kan tidak etis. Ini kan sifatnya manusia dan itu
yang layak untuk manusia itu apa? Begitulah.
Yang ada mungkin karena efeknya
membebankan. Untuk kita misalnya kita kan
sebelum sampai ke sana itu kan ada tahapan-
tahapan yang kalau dilihat bahwa itu dibicarakan
Tahapan perkawinan di
Manggarai ada begitu
banyak.
Profesi perempuan
mempengaruhi tahapan
perkawinan.
Tahapan itu
mempengaruhi berapa
banyak dana yang
digunakan.
Status sosial
berpengaruh pada
prosesi perkawinan.
Pematoakan harga pada
prosesi perkawinan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
458
459
460
461
462
463
464
465
466
467
468
469
470
471
472
473
474
475
476
477
478
479
480
481
482
483
484
485
486
487
488
T
J
T
J
dulu dibicarakan dulu berarti tentu masih
mempertimbangkan aspek kemanusiaan.
Sedangkan soal beban dana yang begitu banyak
itu kan soal lain. Begitu. Kalau transaksi saya
kira tidak lah (kepalanya dianggukkan seperti
ingin meyakinkan saya). Begitu. Karna kalau
transaksi kan misalnya ini barang saya beli sudah
selesai.
Berarti untuk orang manggarai sendiri hubungan
tidak akan berarkhir setelah prosesi pernikahan
sudah selesai.
Lha iya beda kalau macam prinsip jual -beli tadi
kan? Selesai saya sudah beli barang hubungan
kita juga sudah selesai. Kalau kita akan masih
sampe kapan pun hubungan kekerabartan itu
akan tetap berlanjut. Dan kemudian dari segi
urusan ritual adatnya kan masih sangat bertalian
dengan yang kedepan-depannya. Begitu. Tidak
ada ikatan kalau hanya transaksi. Sudah selesai
yang sudah kalau ini kan sampai kapan pun.
Mungkin masih ada lagi yang perlu disampaikan
tentang pengalamannya bapak yang perlu di
sharekan ke saya tentang perkawinan di sini. (dia
condongkan kepalanya ke depan dan menatap
saya lalu dia menarik napas dan berbicara)
Sebenarnya anjuran saya hanya satu saja bahwa
hanya mungkin ini kan butuh waktu banyak atau
butuh pemahaman yang besar supaya
perkawinan itu dilihat bahwa harus sungguh-
sungguh melegahkan meringankan tidak ada
yang terbebani.
merupakan transaksi
jual beli.
Penyebutan jual beli
diganti dengan kata
yang lebih etis untuk
manusia.
Biaya perkawinan yang
tinggi sangat
membebankan.
Perkawinan
mempererat hubungan
kekerabatan keluarga
besar.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
489
490
491
492
493
494
495
496
497
498
499
500
501
502
503
504
505
506
507
508
509
510
511
512
513
514
515
516
517
T
J
T
J
T
J
T
Intinya perkawinan itu membebaskan.
Lha iya harus membebaskan dan ya keluarga
baru kan burtuh banyak persiapan macam-
macam untuk membangun ke depannya. Jadi
karena ini juga kan berkenan dengan mungkin
pengalaman pribadi ke depan yah tidak boleh
yang namanya itu memberatkan dan
membebankan pada orang lain bahwa butuh
uang yah..pasti karena bagaimana pun juga tidak
bisa terlepaskan dari urusan-urusan seperti itu
hanya harus dipertimbangkan supaya
meringankan. Begitu. (sambil mengacungkan
jari telunjuknya ke sandaran kursi)
Oke terima kasih banyak sudah banyak
membantu saya untuk mencari makna
perkawinan masyarakat di sini.
Semoga apa yang saya bicarakan tadi bisa
membantu penelitianmu yah.
(saya tersenyum) pasti ini sangat sangat
membantu saya. Maaf saya tidak punya apa-apa
sebagai cindera mata.
Aehhh (dia tertawa lepas) tidak apa-apa intinya
kalian sekolah baik-baik saja biar pulang tidak
buat seperti kami yang ada di kampung sini terus
yah.
Amin..terima kasih banyak. (lalu dia memanggil
kakaknya untuk mengambil mengangkat gelas
kopi yang kami minum dan kami melanjutkan ke
pembicaraan yang lain.)
Perkawinan itu
membebankan bukan
melegahkan.
Perkawinan bertujuan
untuk membebaskan.
Perkawinan menjadi
beban yang berat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
Responden : Hilarius Juan Tanggal: 6
Februari 2015
Usia : 35 tahun Tempat : Rumah
Responden
Jenis Kelamin : Laki-laki
Wawancara ke : 2
No T/J PERTANYAAN/PERNYATAAN TEMA
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
T
J
T
J
T
J
Pertama saya mau tanya kira-kira menurut ite
(saudara) makna perkawinan itu apa?
Makna perkwinan e?
Iyo makna perkawinan secara umum saja.
Secara umum e?
Iyo.
Secara umum perkawinan itu menurut hemat
saya (sambil menundukkan kepala melihat ke
arah lantai) penyatuan dua insan yang
dikukuhkan dalam sakramen perkawinan
dalam agama katolik atau kristen yang
sifatnya mengikat. Dalam melegalkan itu ada
tiga tahap lagi (sambil menggarukkan lengan
kanannya) melalui upacara adat itu secara
upacar agama katolik tadi (sambil
mengangkat dan memindahkan kursi yang
didudukinya) upacara untuk daerah
Manggarainya tadi itu ada beberapa tahap
yang dilalui. Yang pertama itu (sambil
menghitung menggunakan jari-jari
tangannya) tukar cincin ya tukar cincin
Sifat dari perkawinan
adalah mengikat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
(menggaruk hidungnya) setelah tukar cincin
itu ada istilah kempu.Ada istilah kempu (dia
melihat-lihat ke arah atap rumah) nah dalam
acara kempu ini disitu yang dipertemukan
bukan hanya dua insan antara yang hendak
menjadi pengantin pria atau laki-laki dengan
perempuan tetapi pertemuan antara kedua
keluarga besar pria dan wanita yang diwalili
oleh masing-masing satu jubir (juru
bicara)(sambil menggarukan lengan kirinya).
Itu untuk tahap kempu. Sekarang dalam
tahap kempu itu juga ditentukan pula untuk
tanggal pernikahan. Tanggal berapa
nikahnya (sambil memotong beberapa
menggunakan tangannya seperti membagi
sesuatu) itu yang dibicarakan saat kempu.
Dan di kempu itu menurut upacara adat
orang manggarai di situ membahas tentang
belis lagi sampai berapa belisnya dibahas
dalam acara kempu itu sendiri. Nah setelah
lewat itu semua setelah ada kata kesepakatan
maka ada pembicaraan lebih lanjut lagi
tentang pacahio pe (itu) dalam adat
manggarai langsung wagal sehingga setelah
pernikahan selesai maka adanya upacara
wagal (kembali menggaruk lengan
kanannya) ditandai dengan sembelihnya
seekor babi. Setelah upacara itu semua
dilalui maka secara adat perkawinan itu
disahkan (Sambil membuka telapak
tangannya dan disodorkan ke arah depan
Tujuan dari perkawinan
masyarakat Manggarai
adalah untuk menyatukan
keluarga besar.
Proses perkawinan
manggarai panjang dan
rumit.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
T
J
badannya). Secara gereja pun setelah
dikukuhkan di gereja dan juga norma
hukumnya (sambil menarik alis matanya ke
atas) dari segi hukumnya mereka sudah
dilegalkan dari segi adatnya gerejanya sudah
semua terus norma sosialnya juga (sambil
menatap saya sambil menggerakkan
kepalanya dari atas ke bawah) lalu norma
sosialnya sudah mencakupi semua beberapa
poin dalam perkawinan. Perkawinan juga
bukan hanya untuk apa (Sambil menutup
matanya sambil menggerakan badannya) e
menikah saja menikah begitu saja atau tentu
ada tahap-tahap lagi pada saat menjelang
pernikahan itu ada tahap pengenalan antara
kedua belah apa? Kedua insan tadi ada tahap
penjajakkan. Seandainya sudah ada
kecocokkan maka bisa dilanjutkan ke jenjang
yang lebih (sambil membunyikan sendi
jarinya) tinggi lagi. Seperti itu (sambil
tersenyum dan melihat ke arah saya).
Prosesnya panjang dan rumit.
Berarti kalau saya simpulkan menurut kraeng
tahap penting dalam perkawinan masyarakat
manggarai itu ada tiga yaitu tahap
perkawinan menurut adat istiadat setempat,
gereja, dan tahap hukum negara. Nah,
pertanyaan lanjutan saya mungkin begini,
menurut kraeng tahap yang paling utama itu
yang mana?
Sebenarnya begini (sambil senyum dan
Tahap perkawinan yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
105
106
107
108
109
110
111
112
113
114
T
J
T
J
menatap saya) ketiganya saling berkaitan
tetapi yang paling penting itu adalah tahap
perkawinan menurut gereja. Karena kita
sebagai umat kristiani pastikan kita melalu
pengukuhan perkawinan oleh seorang imam
di gereja (sambil menganggukkan
kepalanya).
Berarti menurut kraeng sendiri sifat
perkawinan di manggarai itu mengikat dan
sakral.
Iya betul (dia tampak tersenyum)
Begini kraeng tadikan kita berbicara tentang
prosedural dan idealnya sebuah perkawinan
di manggarai. Sekarang saya mau tahu kira-
kira apa pengalaman dite mengenai
perkawinan. Ya tidak harus pengalaman
dalam rumah ini tetapi melihat realitas di
sekeliling kraeng di lingkungan ini itu
bagaimana?
Iya (Sambil menjepitkan kedua tangannya
diantara kedua lututnya) kalau di lingkungan
sekitar sini kalau kita belajar dari tetangga-
tetangga sekitar sini perkawinan bukan
hanya sekedar untuk, pada awalnya memang
pernikahan itu sesuatu yang membahagiakan
tetapi makin ke sini sudah tidak dianggap,
sesuatu yang tidak sakral lagi. Banyak
perilaku-perilaku yang menyimpang norma
sosial masyarakat seperti yang kita ketahui.
Tetapi semua itu terselubung berusaha tidak
diketahui orang lain (sambil menggarukkan
paling penting yaitu
tahap pernikahan gereja.
Sekarang perkawinan
bukan dilihat sebagai
sesuatu yang sifatnya
sakral.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
115
116
117
118
119
120
121
123
124
125
126
127
128
129
130
131
132
133
134
135
136
137
138
139
140
141
142
143
144
145
146
T
J
T
J
kepalanya) tetapi memang ada yang melihat
perkawinan itu bukan sesuatu yang sakral
lagi. Sehingga banyak yang lari dari
perkawinan itu.
Mm kira-kira pandangan mereka seperti itu
penyembabnya apa kraeng?
Banyak hal yang mempengaruhi, masalah
ekonomi, masalah kesalahpahaman, dan
yang terutama adalah perkawinan di
Manggarai itu berat dan rumit.Sengaja
dirumitkan dan bebannya itu hadir dari sifat
perkawinan yang monogami dan sakral tadi.
Oh..kemudian adakah kraeng menemukan
bahwa perkawinan di manggarai itu gagal
karena salah satu tahap yang tidak terpenuhi?
Ada (Sambil dia menganggukkan kepalanya
dan sambil menggarukkan lengan
kanannya).Semacam di (sambil menutup
matanya) tetapi memang sumbernya bukan
langsung dari sumbernya begitu (sambil
menunjukkan tangannya) tapi e dari saya
punya teman (sambil menunjukkan jari
telunjuknya ke arah jendela) itu pun
pengaruh belis. Pengaruh di manggarai
kental sekali dengan belis, terlebih dengan
orang yang memiliki apa namanya e status
sosial yang begitu tinggi. Amm mereka
pasang target itu (sambil mengelus-elus
dadanya) belisnya sampai dua ratus lima
puluh juta tetapi kenyataanya (sambil
menggerak-gerakkan tangannya membentuk
Perkawinan di Manggarai
rumit dan berat.
Sifat perkawinan yang
monogami dan sakral itu
berat.
Status sosial
mempengaruhi besaran
belis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
147
148
149
150
151
152
153
154
155
156
157
158
159
160
162
163
164
165
166
167
168
169
170
171
172
173
174
175
176
177
178
T
potongan di atas pahanya) orang tua si laki-
laki tidak sanggup sebegitu. Tidak sanggup
sebegitu terus adanya istilah jubir tadi. Nah
setelah nego-nego dalam proses adat tetapi
tidak mendapatkan kata kesepakatan
makanya diputuskan di situ (sambil
tangannya bergerak seperti memotong
sesuatu). berat sekali (lalu tertawa dengan
suara pelan) iyo betul-betul berat bagi yang
hendak menikah e. Ada lagi satu lagi itu
kasus pengaruh mungkin pengaruh ada unsur
apa (sambil mengernyitkan dahinya dan
matanya dipaksa tutup seperti berusaha
untuk berpikir) ck e.. (diam sejenak) apa
namanya sudah (sambil melihat ke arah
bawah) pernikahan yang dipaksakan oleh
orang tua. Itu ada di gereja Wangkung
(sambil menunjuk ke arah jendela). Pada saat
digereja waktu mengucapkan janji sampai
tiga kali dia mengatakan tidak sanggup.
Akhirnya pastor menanyakan secara pribadi
kenapa dia sampai seperti jawab seperti ini?
Dia akhirnya jujur bahwa pernikahan ini
sebenarnya tidak terjadi karena dia belum
siap tetapi karena adanya paksaan dari orang
tua, seperti itu. Akhirnya bubar (sambil dia
tertawa dan tangannya mengusap-usap
lutut).
Melihat realita sekarang, belis itu sudah
menjadi momok bagi orang manggarai.
Bagaimana pendapatnya kraeng mengenai
Perkawinan dengan
adanya belis tinggi
sangat memberatkan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
179
180
181
182
183
184
185
186
187
188
189
190
191
192
193
194
195
196
197
198
199
200
201
202
203
204
205
206
207
208
209
J
T
J
T
J
itu.
Jadi begini belis pada dasarnya adalah hanya
sebuah nama untuk mengikat keduabelah
pihak tetapi makin ke sini sudah mengalami
disorientasi. (kemudian tangannya dilipatkan
depan dadanya) Semua berpikir soal uang.
Sehingga akhirnya belis membebankan
karena dipaksakan untuk dibawa
semuanya.Ada pengalaman kemarin teman
saya, putusan untuk belis istrinya sebesar
125 juta dan mereka terpaksa bayar semua.
Tetapi sekarang (sambil tangannya
dijulurkan ke depan) kehidupannya sudah
tidak baik lagi, hanya sibuk dengan bayar
utang kiri-kanan. Dan kehidupannya terlihat
ada banyak beban.
Melihat situasi seperti itu kraeng, perasaanya
bagaimana?
Mmmhh (sambil mendongakkan kepalanya
ke atas) saya merasa kasihan dengan situasi
sekarang. Ada banyak kasus kekerasan
dalam keluarga di lingkungan kita sekarang.
Kita tidak bisa melakukan apa-apa.Tetapi
ada banyak hal yang mempengaruhi seperti
ditinggal suaminya.
Oh..terus kira-kira pengaruh apa sampe
mereka meninggalkan keluarga?
Kembali lagi tadi perkawinan yang belisnya
besar membuat mereka kerja banting tulang
untuk membayar lagi utang-utang belis yang
membuat mereka sengsara (Sambil
Belis dalam perkawinan
Manggarai sudah
mengalami disorientasi
dari bertujuan
menghubungi kedua
belah phak sekarang
semua soal uang.
Beban rumah tangga
terbesar adalah belis
yang begitu tinggi.
Merasa kasihan dengan
situasi perkawinan di
Manggarai.
Faktor lain masalah
perkawinan adalah
penelantaran.
Utang akibat belis
membuat keluarga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
210
211
212
213
214
215
216
217
218
229
220
221
222
223
224
225
226
227
228
229
230
231
232
233
234
235
236
237
238
239
240
T
J
T
J
tersenyum dan badannya dimiringkan ke
kanan). Sampe-sampe ada yang pergi
merantau dan melepaskan anak istri demi
menghidupi keluarga dan urus utang-utang
yang sudah diciptakan sebelumnya ae
(kemudian dia tertawa lepas sambil
memukul-mukul pahanya.
Oh..iya saya pernah baca di bunga rampai itu
majalah prempuan. Pernah mereka
membeberkan tentang tingginya kekerasan
dalam rumah tangga di NTT. Termasuk
penelantaran seperti yang kae jelaskan. Kira-
kira itu kenapa perempuan di manggarai
betah dengan situasi yang terjadi e?
Jadi begini, perkawinan manggarai itu
sifatnya monogami satu ya satu (sambil dia
behitung menggunakan jari
tangannya).kemudian yang kedua pengaruh
adat kita. Adat kita yang sangat ketat seperti
belis tadi itu yang menyebabkan perempuan
tidak mau kembali ke orang tuanya. Karena
dia malu toh dia sudah dibelis kan? Nah
logikanya seperti itu. (Sambil dia memainkan
alis matanya).
m..berarti seperti itu kenyataanya kraeng e?
Iyah..itu bagusnya kita orang manggarai e.
Tidak mau kawin lebih dari satu kali
sehingga banyak permpuan dari luar mau
nikah dengan orang manggarai. (kemudian
dia tertawa terbahak-bahak lagi)
Oh (saya ikut tertawa). Menarik kalau kita
sengsara sehingga
banyak yang merantau
dan melepaskan anak
juga istri.
Sifat perkawinan
Manggarai itu
monogami.
Adat yang sangat ketat
yang membuat
perempuan tidak mau
kembali ke orang tuanya.
Sifat perkawinan
manggarai monogami.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
241
242
243
244
245
246
247
248
249
250
251
252
253
254
255
256
257
258
259
260
261
262
263
264
265
266
267
268
269
270
271
T
J
T
J
membahas tentang belis tadi kraeng. Kira-
kira dalam penentuan harga belis itu apa
yang menentukan?
Dalam menentukan belis seorang perempuan
dari dulu sangat ditentukan oleh kelas sosial.
Seperti pada jaman kerajaan dulu. Orang
biasa macam kita ini tidak mungkin mau
menikahi putri kraeng-kraeng (sebutan
untuk orang dengan status sosial tinggi di
daerah manggarai) (sambil menunjukkan
tangannya ke arah jendela
rumahnya).Sekarang mungkin sistem
kerajaan tidak ada yang ada kelas sosial
berdasarkan tingkat pendidikan. Semakin
tinggi dia sekolah semakin tinggi belisnya.
Oh tadi diceritakan sekarang berdasarkan
tingkat pendidikan. Berarti mengalami
perubahan dong dari status sosial seperti
yang dikisahkan kraeng tadi? Dulu kan
berdasarkan kelas sosial orang tua nah
sekarang berdasarkan kelas sosial seorang
perempuan yang akan dipinang?
Iya mengalami perbedaan. Sekarang mau
orang tuanya petani atau apa (sambil
mengkerutkan dahinya) itu tidak peduli yang
orang pedulikan itu seperti apa tingkat
pendidikan perempuan itu. Contohnya kita
ambil yang paling dekat saja siapa sudah
namanya (Sambil menunjukkan ke arah
rumah depan rumahnya) e huber. Itu
anaknyakan lulusan S2 di Malang kemarin
Belis dalam perkawinan
Manggarai ditntukan oleh
kelas sosial.
Penentu kelas sosial
sekarang adalah tingkat
pendidikan.
Pendidikan perempuan
sebagai penentu tinggi-
rendahnya belis, bukan
orang tuanya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
272
273
274
275
276
277
278
279
280
281
282
283
284
285
286
287
288
289
290
291
292
293
294
295
296
297
298
299
300
301
302
T
J
T
J
T
J
T
yang perempuan yang anak keduanya.
Padahal bapaknya huber itu hanya petani
tetapi karena anaknya pintar tadi itu sampe-
sampe belisnya 150 juta kemarin. Sangat
besar sekali. Tapi yah (sambil mencibirkan
bibirnya) kelihatannya yang laki-laki juga
orang kuat itu. Begitu.
Orang kuat maksudnya?
Orang kuat secara ekonomi maksud saya.
Karena kelihatan waktu datangnya pake oto
(mobil) begitu.
Oh orang kaya maksudnya.
Iyah begitulah (lalu dia tertawa lagi sambil
melihat ke arah saya).Perlu digaris bawah e
bahwa pengeluaran uang untuk pernikahan
manggarai bukan hanya saat pembayaran
belis saja. Masih banyak penggunaan uang di
luar itu.
Oh penggunaan uang itu seperti apa lagi
kraeng?
Penggunaan uang itu contoh misalkan kita
pergi ke rumah perempuan untuk melamar
lalu kita terlambat sesuai dengan waktu yang
disepakati maka kita akan kena denda.
Karena kita harus membangunkan lagi ibu-
ibu yang sudah tidur untuk masak kopi dan
makan untuk kita sebagai tamu.
Ah maksudnya? Padahalkan kita datang
mungkin tidak terlampau lama dari waktu
yang disepakati?
Namanya juga adat. Kita membayar denda
Banyak pengeluaran
untuk perkawinan di
manggarai.
Selain belis ada denda
seandainya keluarga pria
melakukan kesalahan
misalnya keterlambatan
kehadiran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
303
304
305
306
307
308
309
310
311
312
313
314
315
316
317
318
319
320
321
322
323
324
325
326
327
328
329
330
331
332
333
J
T
J
T
J
T
tidak diminta dari pihak perempuan tetapi
dari kesadaran kita sendiri sebagai
menunjukkan sikap rendah hati dan niat baik
kita (sambil kakinya dilipat saling
menumpuk antara kaki kiri dan kaki kanan).
Oh begitu. Ada lagi yang membutuhkan
uang dalam prosesi perkawinan manggarai?
Selain denda dan belis tadi?
Oh masih banyak makanya kalo menikah itu
seperti membongkat tabungan. Itu yang
membuat perkwinan di manggarai itu sangat
berat dan banyak yang pada akhirnya
perkawinannya bermasalah. Karena seperti
yang kita ceritakan sebelumnya bahwa tidak
semua orang mampu membayar belis. Hanya
karena cinta maka banyak yang berhutang
kiri-kanan (sambil membuka tangannya).
Oh begitu. Terus apa solusi dari kae tentang
keresahan seputar perkawinan di Manggarai
kae?
Sederhana saja menurut saya. Bahwa kita
harus sadar akan intisari dari perkawinan
menurut adat kita. Tetapi jangan
kesampingkan juga soal ajaran agama dan
menurut negara. Seperti itu ta (Sambil dia
menganggukan kepalanya dan melihat ke
arah saya).
Inti sari perkwinan kita memangnya seperti
apa kae?
Inti dari perkawinan manggarai kan untuk
mempersatukan keluarga besar dan tentunya
Denda dibayar tanpa
diminta tetapi sebagai
bentuk penunjukkan niat
baik.
Belis menjadikan
perkawinan di Manggarai
itu memberatkan.
Belis juga menjadi
sumber masalah
perkawinan di
Manggarai.
Perkawinan di Manggarai
akan sah bila melewati
tahap adat, gereja, dan
negara (undang-undang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
334
335
336
337
338
339
340
341
342
343
344
345
346
347
348
349
350
351
352
353
354
355
356
357
358
359
360
361
362
363
364
J
T
J
T
J
T
J
mempersatukan yang hendak menikah.
Sehingga untuk membangun hubungan yang
baik maka perlu ada yang namanya saling
menghormati (sambil tangannya disimpulkan
di depan perutnya dan kepalanya
dimiringkan ke kanan).Belis jangan terlalu
membebankan atau bahkan membuat
keluarga yang baru berantakan.
Oh seperti itu? Mungkin ada lagi yang mau
disampaikan kae seputar perkawinan
manggarai.
E itu saja ta tidak banyak (sambil
tersenyum). Atau masih ada lagi pertanyaan?
Sejauh ini belum ada lagi tetapi saya mau
dengar kalau misalnya masih ada yang belum
diceritakan tetapi penting untuk saya ketahui.
(Dia mengernyitkan lagi dahinya sambil
melihat ke arah lantai rumah seperti berpikir
dan mencari yang perlu diceritakan) ah
menurut saya itu saja seperti itu yang saya
ketahui melihat situasi disekitar lingkungan
kita ini e (tetap melihat ke arah lantai).
Oh begitu baik kalau begitu. Terima kasih
banyak sudah membantu saya dalam mencari
makna perkawinan masyarakat disekitar sini
kae.
Oke sama-sama e. Jangan pulang dulu kah
kita cerita-cerita dulu. Cerita seputar sepak
bola atau apa begitu karena saya tidak ada
teman untuk cerita soal bola di sini (lalu dia
tertawa terbahak).
perkawinan).
Tujuan perkawinan di
Manggarai adalah
mempersatukan kedua
keluarga besar.
Belis di Manggarai
membebankan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
365 T Oh begitu oke oke.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
Responden : Valentinus Jurut Tanggal: 7 Februari 2015
Usia : 25 tahun Tempat : Rumah RespondenJenis
Kelamin : Laki-laki Wawancara ke : 3
NO T/J PERTANYAAN/PERNYATAAN TEMA
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
T
J
T
J
T
J
Apa pengalamannya kraeng dengan
perkawinan di Manggarai, pengalaman
dalam artian pengalamannya kraeng dalam
merasakan situasi perkawinan di
manggarai entah itu pengalaman langsung
maupun tidak langsung.
Oh oke. Hahaha ini pertanyaan e berat
sekali (sambil menggarukan kepala
bagian belakangnya), tapi saya coba
jawab walaupun tidak begitu benar e (saat
ini dia sambil tertawa lepas)
Sante saja. Hehehe itu kan subjektif
jawabannya kraeng. Tidak ada salah dan
tidak sepenuhnya benar juga.
Io (iya), oh baiklah (lalu dia mengisap
rokoknya). Jadi pengalaman saya sejauh
ini e kesa (teman) saya punya pengalaman
yang sangat berkesan menyangkut cekeng
(musim) pernikahan di Manggarai. Cala
maksud dite perkawinan ngong nikah to
(maksudnya perkawinan berarti menikah
kan?) ?(sambil melihat ke arah saya)
Iyaps.
Sambil menatap saya dan sedikit
membukungkukan badannya kemudian dia
bertanya saya lebih melihat dari usia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
T
J
T
J
T
J
T
J
perkawinan toh?
iya bisa
kemudian...jodoh hio ta e? (kemudian
menyangkut jodoh juga kan?
Ha’am. Kemudian tentang kehidupan
perkawinan di Manggarai. (kemudian dia
mengisap rokoknya dalam lalu
menjelaskan)
Oh...oke oke... sejauh yang saya lihat di
Manggarai perkawinan dilakukan tidak
mempertimbangkan kematangan usia.
(terlihat dia melipat kakinya) Nah
sekarang ni yang mereka lihat lebih pada
sisi fisik. Artinya fisik mendukung, fisik
sudah yah katakan yang sudah besar
begitu berarti mereka cocok untuk
berkeluarga. Nah itu yang menjadi
kenyataan sekarang. Nah anak muda
sekarang ini kebanyakan kalo yang saya
perhatikan selama ini itu seakan-akan
mereka bersaing berlomba-lomba untuk
mencari istri.
(saya tertawa)
Iya kraeng jangan ketawa ini memang
kenyataan saat ini. Yang namanya nikah
itu kan sebenarnya bukan hanya
menyatukan dua pribadi iya kan? Ha’am
tapi bagaimana mereka bisa menyatukan
kedua keluarga besar. Itu yang sulit untuk
menikah. Tapi yang saya lihat sekarang
aehhh sambil memiringkan bibirnya
Kematangan fisik
sebagai tolok ukur
usia perkawinan.
Perkawinan
bertujuan untuk
menyatukan
keluarga besar
kedua pihak.
Pernikahan adalah
kesulitan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
T
J
T
J
T
J
T
J
seperti orang mencibir) hanya sebatas
saya sudah punya istri. (lalu dia tertawa)
Saya ikut tertawa
Ya itu tadi kesa dari segi fisik mendukung
ya langsung bisa nikah. Nenggitu (begitu).
(kemudian dia berpangku kaki).
Baik. Dari pengalamannya kraeng seperti
tadi itu ge, bagaimana perasaannya kraeng
dengan situasi seperti demikian ge?
yah memang begini, kalo kita melihat
fenomena seperti itu tadi kita pasti
kasihan. Kasihan e? Iya karna begini,
nikah itu artinya umur belum mencukupi
belum dewasa tapi mereka apa namanya
sudah menikah itu kan akan berdampak
pada kehidupan keluarga. Nah sekarang
kehidupan keluarganya mereka beda
dengan orang betul-betul dewasa dalam
hal berpikir begitu. Tapi itu tadi
kebanyakan mereka liat dari segi fisik.
(sambil dia mematikan rokoknya dia
meneruskan) Nah perlu digarisbawahi
kematangan fisik beda dengan
kematangan dalam hal berpikir.
Bagaimana mereka memenuhi kebutuhan
dalam kehidupan mereka nanti sangat
berpengaruh.
Kemudian dari situasi seperti ini dengan
perasaan dite yang kasihan. Menurut ite
makna perkawinan sebenarnya itu apa?
Artinya berdasarkan (sambil
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
105
106
107
108
109
110
111
112
113
114
115
116
117
118
119
T
J
T
J
mengernyitkan dahinya).
Maksudnya idealnya ite pe nikah itu
sebenarnya apa?
Maksudnya bagaimana
Ite deskripsikan saja menikah menurut ite
itu intinya seperti apa?
(dia tersenyum dan memajukan badannya
dari sandaran kursi) ini yang sulit sudah
pertanyaannya...
(Saya tersenyum) tidak perlu seperti yang
didefinisikan para ahli pe, sesuai dengan
pengalaman harian dite dan ite bisa
membuat kesimpulan menurut dite ga
kira-kira makna perkawinan sebenarnya
itu apa?
Heem kalo menurut saya menikah itu apa
namanya memang tujuannya kan untuk
meneruskan yang namanya keturunan.
Heem meneruskan keturunan.
Iya. Itu yang penting. Kemudian yang
kedua (sambil menunjukkan dua jari
tangannya) itu mendewasakan orang. Iya
artinya kan dengan menikah itukan orang
bisa berpikir bagaimana orang bisa
menata kehidupan kedepannya. Tapi,
kadang...karena itu tadi yang kita seakan-
akan berlomba-lomba itu jadi hal-hal
seperti itu kadang kita tidak pikirkan.
Yang kita buat itu kita menikah itu kita
sudah tau menikah itu tujuannya untuk
apa. Haam. Tapi lebih dari itu mereka
Pernikahan
bertujuan untuk
meneruskan
keturunan.
Perkawinan itu
mendewasakan.
Menikah saat ini
membebankan.
Menikah itu
menambahkan
beban bagi orang-
orang terdekat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
120
121
123
124
125
126
127
128
129
130
131
132
133
134
135
136
137
138
139
140
141
142
143
144
145
146
147
148
149
150
151
T
J
T
J
T
J
T
J
tidak pikirkan. Heem. Sebenarnya
menikah ini kalau sudah berhak untuk
menikah berarti mereka itu nanti tidak
boleh lagi tinggal bersama orang tua. Itu
yang sebenarnya. Tapi yang ada sekarang
ini disaat mereka sudah menikah mereka
masih tetap tinggal dengan orang tua.
Jadinya beban orang tua ini semakin
bertambah. Yah yang berarti yang sudah
menikah berarti sudah siap secara matang
untuk membentuk keluarga yang baru.
Tapi yang ada malah seperti tadi
kejadiannya.
Berarti saya bisa simpulkan sebenarnya
menurut kraeng itu kriteria untuk menikah
itu sebenarnya harus memiliki kemapanan.
Iya itulah (kemudian dia mengambil lagi
sebatang rokok dari bungkusannya lalu
membangkarnya)
Kemapanan ini dalam artian luas,
kemapanan secara fisik, cara berpikir,
kemudian ekonomi juga.
Iya ekonomi harus mendukung.
Kemudian berarti yang encik bilang tadi
selain apa namanya menikah itu kan hanya
sekedar pengubah status sudah beristri
atau bersuami. Tapi untuk selebihnya
terutama untuk pendewasaan tadi. (dia
menghisap rokoknya dalam lalu asapnya
dia buang ke atas)
Lebih ke pendewasaan berpikirlah.
Menikah harus
memiliki
kemapanan
ekonomi.
Tujuan perkawinan
yaitu
mendewasakan
pola pikir.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
152
153
154
155
156
157
158
159
160
162
163
164
165
166
167
168
169
170
171
172
173
174
175
176
177
178
179
180
181
182
183
T
Kalo kraeng melihat realita perkawinan
secara di manggarai ini. Dengan situasi-
situasi perkawinan di sini termasuk situasi
keluarganya. Apa pendapat dite ge
(kamu).
Yah kalau kita orang Manggarai kan pasti
kenal yang namanya istilah istri rumah
atau wina tungku (istri pusaka) nah kalau
misalnya dilihat dari adat yang namanya
tungku itu wajar tapi bila dilihat dari segi
agamanya itu sudah berbeda artinya
perkawinan ini sudah tidak diperbolehkan
(kemuadian dia tersenyum). Nah satu
pertanyaan yang sering muncul itu mana
yang harus kita pilih sekarang melanggar
hukum adat atau melanggar hukum
agama. (diam sejenak sambil dia
mengisap rokoknya lagi). (sembari dia
membuang abu rokoknya di asbak dia
meneruskan pembicaraan) Karena begini
kalo misalnya kita tidak layani yang
namanya perkawinan tungku pasti akan
menyebabkan hubungan dari saudara
terhadap saudari atau dalam bahasa
manggarai namanya hubungan weta-nara.
Itu akan berpengaruh, kemudian apakah
kita bisa terima kalau misalnya hubungan
antara weta nara itu ditiadakan nah itu kan
akan berdampak kalau misalnya orang
terlalu menuntut supaya tungku. Nah
akibatnya dalam kehidupan keluarga itu
Relasi kekerabatan
sangat penting
dalam perkawinan
masyarakat
manggarai.
Relasi kekerabatan
sangat penting
dalam perkawinan
masyarakat
manggarai.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
116
184
185
186
187
188
189
190
191
192
193
194
195
196
197
198
199
200
201
202
203
204
205
206
207
208
209
210
211
212
213
214
J
T
J
T
J
seandainya perkawinan tungku itu
dilakukan yang ada itu yah apa namanya
anak yang akan dilahirkan pasti ada yang
namanya kembar siam. Karena diantara
suami dan istri itu memiliki hubungan
darah. Akibat dari hubungan darah itu
muncul apa namanya bayi kembar siam itu
dampaknya. Kemudian hubungan kalo
misalnya tungku tidak dilaksanakan
berarti antara weta dan nara itu pasti ada
keretakan artinya hubungan mereka tidak
harmonis lagi. (kemudian dia berpangku
kaki)
Berarti semacam adanya kontradiktif
antara tuntutan adat dengan tuntutan
gereja yah. Kemudian kemarin saat saya
sampai di sini seperti jadi rahasia umum
begitu e kekerasan dalam rumah tangga
dari tetangga kita di sebelah.
(dia tersenyum) Oh yang suami pukul istri
itu?
Iyah
(dia perkecil volume suaranya dan sedikit
membungkukan badannya lalu bercerita)
Jadi begini yang namanya masalah dalam
keluarga itu ada beberapa faktor
penyebabnya salah satunya itu faktor
ekonomi. Iyah, kalo misalnya faktor
ekonomi yah sudah mengalami masalah
tergantung dari kedua belah pihak
bagaimana cara mengatasinya. (Dia
Perkawinan harus
memperhatikan
ekonomi.
Belis menjadi satu
faktor penyebab
KDRT di
Manggarai.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
117
215
216
217
218
229
220
221
222
223
224
225
226
227
228
229
230
231
232
233
234
235
236
237
238
239
240
241
242
243
244
245
T
sandarkan lagi badannya ke belakang) Ya
memang kekerasan terhadap perempuan
itu sering terjadi. Kenapa perempuan mau
betah-betahan seperti yang kita lihat
kemarin pasrah saja begitu itu karena apa?
Mungkin salah satu alasan mengingat
dengan yang namanya belis. Ya, kemudian
mengingat dengan masa depan dari anak-
anak. Seandainya mereka sudah memiliki
anak bagaimana nasib dari anaknya
mereka nanti kalau misalnya suami istri
itu ditinggalkan artinya cerai. (diam
sejenak dan alis matanya diangkat dan
menatap saya kemudian dia membuang
abu rokoknya ke asbak) Iya, siapa yang
mengasuh anak dan bagaimana apa
namanya rasa kasih sayang dari kedua
belah pihak yah kalau salah satu itu
ditinggalkan.
Menarik. Ketika kita berbicara soal belis.
Apa pandangannya kraeng tentang belis.
(menarik napas dalam lalu kemudian dia
berbicara) Yah, belis itu kan ini hanya
pengaruh tradisi saja artinya sudah
menjadi suatu kebudayaan. Yang namanya
belis seperti yang saya lihat sekarang belis
ini sudah berbeda dengan yang dulu. Ya
mungkin pengaruh perkembangan jaman
atau bagaimana begitu salah satu
faktornya itu tapi yang sekarang itu belis
itu artinya terlalu tinggi ada yang terjadi
Perkawinan sangat
membebankan dari
segi ekonomi.
Perkawinan di
manggarai sifatnya
memaksa dan
menuntut.
Perkawinan jadi
beban yang
memberatkan.
Perkawinan adalah
penderitaan.
Kehidupan
perkawinan adalah
beban.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
118
246
247
248
249
250
251
252
253
254
255
256
257
258
259
260
261
262
263
264
265
266
267
268
269
270
271
272
273
274
275
276
J
T
sampe apa namanya pemaksaan
kemampuan yah yang sebenarnya mereka
tidak memiliki modal sebanyak itu hanya
karena menjadi suatu keharusan ya
bagaimana pun harus tercapai begitu
artinya yang namanya belis itu sebenarnya
tidak boleh terlalu menuntut dan jatuhnya
memberatkan (tersenyum dan geleng-
gelengkan kepala). Jadi itu menurut saya.
Ya belis itu tidak boleh terlalu memaksa
karena begini dengan belis yang sangat
tinggi akan membuat hidup dari anak kita
yang akan berkeluarga itu menderita. Yah
saya ambil contoh katakan begini
(menatap ke atas sejenak lalu kemudian
melanjutkan pembicaraan) belisnya itu
lima puluh juta nah yang kita buat itu cari
uang dengan dalam artian kredit lah atau
hutang. Nah saat mereka hidup dalam
keluarganya nanti mereka tidak sibuk lagi
bagaimana kehidupan ke depan tetapi
mereka hanya sibuk untuk bayar utang.
Yah itu yang terjadi.
Nah belis yang begitu tinggi sebenarnya
menurut pendapatnya kraeng itu siapa
yang salah? (saat saya mengajukan
pertanyaan dia mengisap rokoknya dalam
lalu dia mematikan rokoknya di asbak dan
kemudian kesepuluh jarinya dirapatkan
satu sama lain)
Nah kalau masalah belis yang tinggi kita
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
119
277
278
279
280
281
282
283
284
285
286
287
288
289
290
291
292
293
294
295
296
297
298
299
300
301
302
303
304
305
306
307
J
T
tidak bisa salahkan siapa semua
tergantung pada kedua belah pihak yang
sudah melakukan kesepakatan. Karena
begini kadang orang tua kandung si
perempuan mengerti dengan kondisi
ekonomi si calon pengantin laki-laki
hanya karena melihat apa namanya
keluarga besar keluarga besar ini nanti
yang akan menuntut. Karena begini, kita
(sambil menunjukkan dadanya dengan
kelima jarinya) yang namanya orang
manggarai ini yang namanya ada anak
secara biologis memang ada yang
namanya anak kandung tetapi dalam
proses membesarkan anak ini seluruh
masyarakat atau keluarga besar
mengambil andil penting juga sekali pun
yang hari-harinya yang kasih makan dia
itu orang tua kandung yah. Tapi karena
yang namanya sudah memiliki hubungan
kekeluargaaan itu makanya disebut
sebagai anak kami juga jadi mereka juga
menuntut nih belisnya untuk mereka juga.
Itu makanya dalam adat perkawinan
manggarai kalau misalnya upacara belis
itu nanti uang yang ap namanya laki-laki
bawa itu pasti dibagi. Yang sering disebut
sebagai anak rona sa’i (saudara kandung
dari ibu si perempuan) lah yang sering
memberikan patokan belis juga.
Mungkin kraeng bisa simpulkan kira-kitra
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
120
308
309
310
311
312
313
314
315
316
317
318
319
320
321
322
323
324
325
326
327
328
329
330
331
332
333
334
335
336
337
338
J
T
J
T
J
perkawinan di manggarai itu seperti apa?
(dia tertawa lepas dan memecahkan
kesunyian petang hari) ini yang cukup
berat. Jadi begini menurut saya
perkawinan di manggarai itu aneh tapi
nyata. (sambil dia tersenyum) Kenapa
saya bilang aneh tapi nyata karena itu tadi
orang terlalu menuntut sekalil yang
namanya belis tetapi mereka tidak pernah
memikirkan juga tentang kondisi ekonomi
mereka sendiri tapi begitulah kenyataan
yang ada (sambil membuka telapak
tangannya kemudian menggenggam erat
sandaran samping kursi yang dia
tempati). Kalau dipikir lebih jauh yah
saaat kita menuntut belis sangat tinggi itu
sama halnya kita membuat anak kita juga
menderita. Iya, kalau kita banding dengan
cerita orang di tempat lain e prisnsipnya
hanya satu asalkan anak kami itu dijaga
dan buat dia bahagia. Artinya perkawinan
di Manggarai sudah terlampau jauh dari
yang sebenarnya. Karena dalam artian
sebenarnya belis kalau diterjemahkan
dalam bahasa manggarai yaitu pat kaba
ca jarang yang berarti hanya dengan
empat ekor kerbau dan satu ekor kuda saja
sudah. Bukan uang yang berpuluh-puluh
juta. (Sedikit matanya dikecilkan dia
melanjutkan pembicaraan) Sekarang
penggunaan uang sangat gila-gilaan dan
Permintaan paca
tinggi akibat dari
tradisi pesta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
121
339
340
341
342
343
344
345
346
347
348
T
J
T
akhirnya menyimpang dari yang namanya
budaya sebenarnya.
Oh berarti sudah menyimpang dari
kearifan lokal di sini.
Lah iya kraeng (Dengan menganggukkan
kepalanya)
Tapi begini saya mau tanya apakah
memang seperti dalam pernyataan kraeng
tadi dengan paca maka belis sudah selesai.
Apakah itu masih relevan saat ini? (dia
mengambil lagi rokok dalam
bungkusannya)
Sebenarnya sah-sah saja penggunaan uang
itu asal jangan menyimpang terlampau
jauh lah dari kearifan lokal seperti yang
kraeng bilang (sambil mengelus-elus
rokok yang dipegangnya). Mungkin
binatang tidak realistis saat ini mengingat
kerbau dan kuda saat ini sudah jarang kita
temukan. Tetapi kan dalam
perhitungannya yang membuat belis saat
ini itu bermasalah. Masa kerbau dan kuda
sampai ratusan juta? Tidak kan ya? Sudah
yang wajar-wajar saja lah ya soal
menguangkan hewan-hewan itu. (Sambil
menunjukkan ke depan dengan rokoknya)
Mungkin hanya sampai belasan juga saja
kalau kita menguangkan secara wajar itu
hewan-hewan paca-nya. Nah, sekarang
yang bikin paca itu pemintaannya sangat
besar karena adanya keinginan bikin-bikin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
122
pesta ikut gaya orang kaya e.
Oh berarti belis menjadi masalah lebih
kepada kesalahan orang-orang manggarai
itu sendiri menilai hewan paca dalam mata
uang yang tidak realistis berarti serta
munculnya budaya pesta yah. (dia lalu
membakar rokoknya)
Yah begitu lah.
Oke terima kasih banyak sudah membantu
saya dalam mencari makna perkawinan
masyarakat manggarai. Maaf kalau saya
salah berbicara sampai menyinggung
perasaan kraeng atau apa pun itu. Sekali
lagi saya minta maaf.
(dia tertawa) santai saja e lagian ini bagus
biar orang manggarai pikirannya bisa
terbuka semua soal belis.
Mudah-mudahan amin...
hehehe
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
123
Lampiran 4: Meaning Unit dan interpretasi deskriptif
Bapak F (31)
No Tema Meaning Unit
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
Perjuangan dibutuhkan untuk memasuki kehidupan yang
baru.
Semua upaya dikerahkan untuk memperjuangkan
perkawinan.
Tujuan dari perkawinan adalah pencarian akan dukungan
Dukungan menjadi tonggak utama dalam pencapaian
kebahagiaan.
Kebahagiaan itu sendiri merupakan beban karena
membutuhkan biaya yang banyak.
Perkawinan merupakan beban.
Perkawinan merupakan beban karena biaya yang tinggi
untuk menunjukkan status sosial.
Tuntutan perkawinan yang fantastis membuat yang
bersangkutan terbebani.
Prosesi perkawinan yang rumit dan menuntut akan
kemeriahan itu memberatkan.
Tuntutan akan mengurangi keharmonisan.
Perkawinan dijadikan beban prestise.
Tuntutan perkawinan yang tinggi mewajibkan perjuangan
yang lebih.
Perkawinan bukannya melegakan tetapi membebankan.
Segala bentuk pendanaan perkawinan dibebankan pada
keluarga pria tetapi lebih dibebankan adalah si pengantin
pria.
Perkawinan menjadi beban moril bagi pengantin pria.
Perkawinan membutuhkan kesiapan yang matang baik
materi maupun psikologis.
Perkawinan tahap penting dalam kehidupan.
Kebutuhan
Yang dirasakan
Tujuan
Kebutuhan
Yang dirasakan
Yang dirasakan
Yang dirasakan
Yang dirasakan
Yang dirasakan
Yang dirasakan
Yang dirasakan
Yang dirasakan
Yang dirasakan
Yang dirasakan
Yang dirasakan
Syarat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
124
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
Pernikahan merupakan sesuatu yang memberatkan.
Pernikahan bertujuan untuk menyatukan keluarga besar
dua belah pihak.
Pernikahan merupakan beban yang besar.
Pernikahan merupakan tantangan besar bagi pria
Manggarai.
Sifat ritual perkawinan manggarai memaksa.
Orang tua berperan dalam perkawinan masyarakat
manggarai.
Perkawinan merupakan beban.
Perkawinan di Manggarai memberatkan dan rumit.
Masyarakat manggarai belum mapan.
Ritus perkawinan menyisakan cerita buruk.
Perkawinan sangat membebani.
Perbedaan antara keinginan dan kondisi real menjadi
beban.
Ritual perkawinan yang membutuhkan dana besar menjadi
beban.
Pendanaan perkawinan di manggarai sangat dipengaruhi
oleh status sosial wanita.
Biaya perkawinan di manggarai dimulai dari 20 juta ke
atas tergantung pada status sosialnya.
Status sosial orang tua wanita tidak terlalu berpengaruh
pada perkawinan manggarai.
Kelas sosial wanita menentukan tarif (banyaknya uang)
yang digunakan dalam segala urusan perkawinan.
Tahapan perkawinan di Manggarai ada begitu banyak.
Profesi perempuan mempengaruhi tahapan perkawinan.
Tahapan itu mempengaruhi berapa banyak dana yang
digunakan.
Status sosial berpengaruh pada prosesi perkawinan.
Kebutuhan
Yang dirasakan
Tujuan
Yang dirasakan
Yang dirasakan
Yang dirasakan
Keterlibatan
Yang dirasakan
Yang dirasakan
Yang dirasakan
Yang dirasakan
Yang dirasakan
Yang dirasakan
Yang dirasakan
Yang dirasakan
Yang dirasakan
Yang dirasakan
Yang dirasakan
Syarat
Yang dirasakan
Yang dirasakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
125
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
Pematokan harga pada prosesi perkawinan merupakan
transaksi jual beli.
Penyebutan jual beli diganti dengan kata yang lebih etis
untuk manusia.
Biaya perkawinan yang tinggi sangat membebankan.
Perkawinan mempererat hubungan kekerabatan keluarga
besar.
Perkawinan itu membebankan bukan melegakan.
Perkawinan bertujuan untuk membebaskan.
Perkawinan menjadi beban yang berat.
Sifat
Yang dirasakan
Yang dirasakan
Tujuan
Yang dirasakan
Tujuan
Yang dirasakan
Interpretasi: Perkawinan di Manggarai menjadi beban yang berat. Hal ini disebabkan
oleh keberadaan tuntutan yang begitu besar dalam perkawinan masyarakat Manggarai.
Tuntutan yang dimaksud adalah keberadaan belis sebagai mahar pernikahan yang tidak
karuan dalam penerapannya. Pergeseran dari pemanfaatan kearifan lokal menuju
penggunaan uang yang gila-gilaan memicu perkawinan di Manggarai memberatkan.
Tentunya perkawinan membutuhkan perjuangan tetapi perjuangan yang terjadi sekarang
bukan untuk mempertahankan eksistensi keberadaan keluarga barunya tetapi hanya
untuk menutup utang-utang yang sudah diadakan saat pernikahan berlangsung. Selain
itu faktor lain yang mempengaruhi perkawinan di Manggarai yang memberatkan adalah
tujuan perkawinan yaitu untuk mempersatukan keluarga besar kedua belah pihak yang
tentunya bukanlah hal yang gampang. Syarat perkawinan juga sangat mempengaruhi
kehidupan perkawinan di Manggarai. Kadang syarat perkawinan di Manggarai sangat
bertolak belakang. Syarat yang sering dipakai untuk menentukan orang menikah adalah
fisik sedangkan syarat secara psikologis dan material tidak terlalu diindahkan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
126
Bapak J (35)
No. Tema Meaning Unit
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
Sifat dari perkawinan adalah mengikat.
Tujuan dari perkawinan masyarakat
Manggarai adalah untuk menyatukan keluarga
besar.
Proses perkawinan manggarai panjang dan
rumit.
Tahap perkawinan yang paling penting yaitu
tahap pernikahan gereja.
Sekarang perkawinan bukan dilihat sebagai
sesuatu yang sifatnya sakral.
Perkawinan di Manggarai rumit dan berat.
Sifat perkawinan yang monogami dan sakral
itu berat.
Status sosial mempengaruhi besaran belis.
Perkawinan dengan adanya belis tinggi sangat
memberatkan.
Belis dalam perkawinan Manggarai sudah
mengalami disorientasi dari bertujuan
menghubungi kedua belah pihak sekarang
semua soal uang.
Beban rumah tangga terbesar adalah belis yang
begitu tinggi.
Merasa kasihan dengan situasi perkawinan di
Manggarai.
Faktor lain masalah perkawinan adalah
penelantaran.
Utang akibat belis membuat keluarga sengsara
sehingga banyak yang merantau dan
melepaskan anak juga istri.
Sifat perkawinan Manggarai itu monogami.
Adat yang sangat ketat yang membuat
perempuan tidak mau kembali ke orang
tuanya.
Sifat perkawinan manggarai monogami.
Belis dalam perkawinan Manggarai ditntukan
oleh kelas sosial.
Penentu kelas sosial sekarang adalah tingkat
pendidikan.
Pendidikan perempuan sebagai penentu tinggi-
rendahnyabelis, bukan orang tuanya.
Banyak pengeluaran untuk perkawinan di
manggarai.
Selain belis ada denda seandainya keluarga
pria melakukan kesalahan misalnya
Sifat
Tujuan
Sifat
Syarat
Yang dirasakan
Yang dirasakan
Sifat
Faktor
Yang dirasakan
Yang dirasakan
Yang dirasakan
Perasaan yang timbul
Akibat
Yang dirasakan
Sifat
Sifat
Sifat
Faktor
Faktor
Faktor
Yang dirasakan
syarat
Faktor
Yang dirasakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
127
45
46
47
48
49
50
51
52
53
keterlambatan kehadiran.
Denda dibayar tanpa diminta tetapi sebagai
bentuk penunjukkan niat baik.
Belis menjadikan perkawinan di Manggarai itu
memberatkan.
Belis juga menjadi sumber masalah
perkawinan di Manggarai.
Perkawinan di Manggarai akan sah bila
melewati tahap adat, gereja, dan negara
(undang-undang perkawinan).
Tujuan perkawinan di Manggarai adalah
mempersatukan kedua keluarga besar.
belis di Manggarai membebankan.
Faktor
Syarat
Tujuan
Yang dirasakan
Interpretasi: Perkawinan di Manggarai sudah menjadi beban yang berat. Hal ini
dipengaruhi oleh syarat atau tuntutan dan prosesi dalam perkawinan masyarakat
Manggarai. Prosesi dalam perkawinan masyarakat Manggarai sangat panjang dan
rumit. Tentunya prosesi yang panjang dan rumit ini menelan anggaran dan tenaga.
Tuntutan dalam perkawinan Manggarai tercermin dari Belis sebagai seserahan.
Belis sudah menjadi momok yang menakutkan karena belis sudah mengalami
pergeseran makna—dari sebagai simbol ikatan keluarga menuju semua menyoal
uang—tuntutan inilah yang menyebabkan banyak orang yang meninggalkan
keluarga barunya untuk merantau dan menelantarkan anak dan istri. Selain itu
sifat perkawinan masyarakat Manggarai memiliki andil yang besar dalam
kehidupan keluarga masyarakat Manggarai. Sifat perkawinan yang mengikat dan
monogami menjadikan beban bagi masyarakat yang ada di Manggarai. Menjadi
beban ketika sifat ini tidak membuka ruang bagi orang Manggarai untuk
mengakhiri kehidupan rumah tangganya dengan kata lain orang akan pasrah
dengan situasi keluarga barunya. Situasi yang seperti ini membuat perkawinan
bukan dilihat sebagai sesuatu yang sakral seperti yang dianut dalam gereja katolik
dengan demikian banyaklah masalah yang timbul.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
128
Bapak L (25)
No. Tema Meaning unit
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
Kematangan fisik sebagai tolok ukur usia
perkawinan.
Perkawinan bertujuan untuk menyatukan keluarga
besar kedua pihak.
Pernikahan adalah kesulitan.
Pernikahan bertujuan untuk meneruskan keturunan.
Perkawinan itu mendewasakan.
Menikah saat ini membebankan.
Menikah itu menambahkan beban bagi orang-orang
terdekat.
Menikah harus memiliki kemapanan ekonomi.
Tujuan perkawinan yaitu mendewasakan pola pikir.
Relasi kekerabatan sangat penting dalam
perkawinan masyarakat manggarai.
Relasi kekerabatan sangat penting dalam
perkawinan masyarakat manggarai.
Perkawinan harus memperhatikan ekonomi.
Belis menjadi satu faktor penyebab KDRT di
Manggarai.
Perkawinan sangat membebankan dari segi
ekonomi.
Perkawinan di manggarai sifatnya memaksa dan
menuntut.
Perkawinan jadi beban yang memberatkan.
Perkawinan adalah penderitaan.
Kehidupan perkawinan adalah beban.
Syarat
Tujuan
Yang dirasakan
Tujuan
Tujuan
Yang dirasakan
Yang dirasakan
Syarat
Tujuan
Tujuan
Tujuan
Syarat
Yang dirasakan
Yang dirasakan
Sifat
Yang dirasakan
Yang dirasakan
Yang dirasakan
Interpretasi: perkawinan dalam masyarakat Manggarai merupakan beban berat yang
menimbulkan penderitaan. Masyarakat Manggarai dalam membangun sebuah keluarga
dalam konteks perkawinan sangat mengedepankan yang namanya hubungan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
129
kekerabatan antara kedua belah pihak dan ini menjadi tujuan dari perkawinan
masyarakat Manggarai selain untuk meneruskan keturunan. Idealnya sebuah
perkawinan harus dilandaskan pada kedewasaan pola pikir. Perkawinan di Manggarai
tidaklah terlalu memperhatikan faktor ekonomi dan psikologis diri saat hendak
menikah lebih menilai dari segi kematangan fisik saja. Masyarakat Manggarai tidak
melihat bahwa tidak adanya kematangan secara ekonomi mampu menciptakan
keluarga yang tidak harmonis—contohnya kekerasan dalam rumah tangga—ini akibat
dari masyarakat Manggarai kurang memperhatikan situasi ekonominya sendiri
sehingga biaya perkawinan dalam seserahan—belis—tidak dipertimbangkan dengan
baik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
130
Lampiran 5: Susunan meaning unit
InformanF
Susunan
meaning
unit
Tujuan
Tujuan dari perkawinan adalah pencarian akan
dukungan.
Pernikahan bertujuan untuk menyatukan keluarga
besar dua belah pihak.
Perkawinan mempererat hubungan kekerabatan
keluarga besar.
Perkawinan bertujuan untuk membebaskan.
Sifat Rumit dan menuntut.
Tahapan perkawinan di Manggarai ada begitu banyak.
Syarat
Dukungan menjadi tonggak utama dalam pencapaian
kebahagiaan.
Perkawinan membutuhkan kesiapan yang matang
baik materi maupun psikologis.
Orang tua berperan dalam perkawinan masyarakat
manggarai.
Yang
dirasakan
Semua upaya dikerahkan untuk memperjuangkan
perkawinan.
Kebahagiaan itu sendiri merupakan beban karena
membutuhkan biaya yang banyak.
Perkawinan merupakan beban.
Perkawinan merupakan beban karena biaya yang
tinggi untuk menunjukkan status sosial.
Tuntutan perkawinan yang fantastis membuat yang
bersangkutan terbebani.
Prosesi perkawinan yang rumit dan menuntut akan
kemeriahan itu memberatkan.
Tuntutan akan mengurangi keharmonisan.
Perkawinan dijadikan beban prestise.
Tuntutan perkawinan yang tinggi mewajibkan
perjuangan yang lebih.
Perkawinan bukannya melegakan tetapi
membebankan.
Segala bentuk pendanaan perkawinan dibebankan
pada keluarga pria tetapi lebih dibebankan adalah si
pengantin pria.
Perkawinan menjadi beban moril bagi pengantin pria.
Pernikahan merupakan sesuatu yang memberatkan.
Pernikahan merupakan beban yang besar.
Pernikahan merupakan tantangan besar bagi pria
Manggarai.
Sifat ritual perkawinan manggarai memaksa.
Perkawinan merupakan beban.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
131
Susunan
meaning
unit
Yang
dirasakan
Perkawinan di Manggarai memberatkan dan rumit.
Masyarakat manggarai belum mapan.
Ritus perkawinan menyisakan cerita buruk.
Perkawinan sangat membebani.
Perbedaan antara keinginan dan kondisi real menjadi
beban.
Ritual perkawinan yang membutuhkan dana besar
menjadi beban.
Pendanaan perkawinan di manggarai sangat
dipengaruhi oleh status sosial wanita.
Biaya perkawinan di manggarai dimulai dari 20 juta
ke atas tergantung pada status sosialnya.
Status sosial orang tua wanita tidak terlalu
berpengaruh pada perkawinan manggarai.
Kelas sosial wanita menentukan tarif (banyaknya
uang) yang digunakan dalam segala urusan
perkawinan.
Profesi perempuan mempengaruhi tahapan
perkawinan.
Tahapan itu mempengaruhi berapa banyak dana yang
digunakan.
Pematokan harga pada prosesi perkawinan merupakan
transaksi jual beli.
Biaya perkawinan yang tinggi sangat membebankan.
Perkawinan itu membebankan bukan melegakan.
Perkawinan menjadi beban yang berat.
InformanJ
Susunan
meaning
unit
Tujuan
Tujuan dari perkawinan masyarakat Manggarai
adalah untuk menyatukan keluarga besar.
Tujuan perkawinan di Manggarai adalah
mempersatukan kedua keluarga besar.
Sifat
Sifat dari perkawinan adalah mengikat.
Proses perkawinan Manggarai panjang dan rumit.
Sifat perkawinan yang monogami dan sakral itu berat.
Sifat perkawinan Manggarai itu monogami.
Adat yang sangat ketat yang membuat perempuan
tidak mau kembali ke orang tuanya.
Sifat perkawinan Manggarai monogami.
Syarat
Tahap perkawinan yang paling penting yaitu tahap
pernikahan gereja.
Selain belis ada denda seandainya keluarga pria
melakukan kesalahan misalnya keterlambatan
kehadiran.
Perkawinan di Manggarai akan sah bila melewati
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
132
InformanL
Susunan
meaning
unit
Tujuan
Perkawinan bertujuan untuk menyatukan keluarga
besar kedua pihak.
Pernikahan bertujuan untuk meneruskan keturunan.
Perkawinan itu mendewasakan.
Tujuan perkawinan yaitu mendewasakan pola pikir.
Relasi kekerabatan sangat penting dalam perkawinan
masyarakat Manggarai.
Relasi kekerabatan sangat penting dalam perkawinan
masyarakat Manggarai.
Sifat Perkawinan di Manggarai sifatnya memaksa dan
menuntut.
tahap adat, gereja, dan negara (undang-undang
perkawinan).
Yang
dirasakan
Sekarang perkawinan bukan dilihat sebagai sesuatu
yang sifatnya sakral.
Perkawinan di Manggarai rumit dan berat.
Status sosial mempengaruhi besaran belis.
Perkawinan dengan adanya belis tinggi sangat
memberatkan.
Belis dalam perkawinan Manggarai sudah mengalami
disorientasi dari bertujuan menghubungi kedua belah
pihak sekarang semua soal uang.
Beban rumah tangga terbesar adalah belis yang begitu
tinggi.
Merasa kasihan dengan situasi perkawinan di
Manggarai.
Faktor lain masalah perkawinan adalah penelantaran.
Utang akibat belis membuat keluarga sengsara
sehingga banyak yang merantau dan melepaskan anak
juga istri.
Belis dalam perkawinan Manggarai ditntukan oleh
kelas sosial.
Penentu kelas sosial sekarang adalah tingkat
pendidikan.
Pendidikan perempuan sebagai penentu tinggi-
rendahnyabelis, bukan orang tuanya.
Banyak pengeluaran untuk perkawinan di Manggarai.
Denda dibayar tanpa diminta tetapi sebagai bentuk
niat baik.
Belis menjadikan perkawinan di Manggarai itu
memberatkan.
Belis juga menjadi sumber masalah perkawinan di
Manggarai.
belis di Manggarai membebankan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
133
Syarat
Kematangan fisik sebagai tolok ukur usia
perkawinan.
Menikah harus memiliki kemapanan ekonomi.
Perkawinan harus memperhatikan ekonomi.
Yang
dirasakan
Pernikahan adalah kesulitan.
Menikah saat ini membebankan.
Menikah itu menambahkan beban bagi orang-orang
terdekat.
Belis menjadi satu faktor penyebab KDRT di
Manggarai.
Perkawinan sangat membebankan dari segi ekonomi.
Perkawinan jadi beban yang memberatkan.
Perkawinan adalah penderitaan.
Kehidupan perkawinan adalah beban.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI