makna patriotisme pada foto cerita...
TRANSCRIPT
Makna Patriotisme pada Foto Cerita Jurnalistik
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial
(S.Sos)
Oleh: Mario Caisar
NIM: 1111051100013
KONSENTRASI JURNALISTIK
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H / 2017M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar strata 1 (S1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi
yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 1 April 2017
Mario Caisar
i
ABSTRAK
Mario Caisar
NIM 1111051100013
Makna Patriotisme pada Foto Cerita Jurnalistik
Melalui foto jurnalistik, segala peristiwa tidak akan hilang begitu saja di benak kita dan
nantinya dapat mengingatkan khalayak atas peristiwa bersejarah yang pernah terjadi. Foto
jurnalistik berperan penting dalam pelaporan suatu peristiwa yang penting dan perlu diketahui
banyak orang, karena menyangkut kehidupan di sekitar kita. Membaca dan memahami makna
yang ada pada sebuah foto membutuhkan interpretasi dari para penikmat foto, secara mendalam
mengaji karya foto tersebut merujuk pada kajian semiotika yang merupakan sebuah metode
dalam memaknai tanda atau simbol. Foto jurnalistik membutuhkan suatu medium penyampai
pesan pada khalayak, lebih dalam medium tersebut dapat berupa media massa.
Www.antarafoto.com mencoba menyajikan gambaran sejumlah pasukan Tentara Nasional
Indonesia (TNI) Satgas Pengamanan Pulau Terluar XVII Yonif 5 Marinir, Yonif 743/PSY
Angkatan Darat dan Pangkalan Angkatan Laut Pulau Ndana yang menjaga kedaulatan
Republik ini dari klaim negara lain di Pulau Ndana yang terletak di Kecamatan Rote Barat
Daya, Kabupaten Rote Ndao, Provinsi Nusa Tenggara Timur melalui foto cerita jurnalistik
yang berjudul Menjaga Indonesia dari Pulau Ndana yang dipotret oleh seorang pewarta foto
ANTARA M. Agung Rajasa.
Dari latar belakang di atas penulis ingin mengetahui apa makna denotasi, konotasi, dan
mitos pada foto cerita jurnalistik karya M. Agung Rajasa yang berjudul Menjaga Indonesia
dari Pulau Ndana, pada www.antarafoto.com?, apa makna patriotisme pada foto cerita
jurnalistik karya M. Agung Rajasa yang berjudul Menjaga Indonesia dari Pulau Ndana, pada
www.antarafoto.com?
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan pisau analisis semiotika
model Roland Barthes yang mengacu terhadap dua tanda (konotasi dan denotasi) kemudian
menghasilkan mitos agar bisa memahami makna pada delapan dari 11 foto pada foto cerita
jurnalistik berjudul Menjaga Indonesia dari Pulau Ndana yang diunggah www.antarafoto.com
pada September 2015. Selanjutnya, penulis menambahkan dengan temuan makna yang
mengarahkan pada patriotisme.
Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan, diperoleh beberapa hasil, yaitu: makna
denotasi yang memberikan gambaran bagaimana kehidupan para prajurit TNI di pulau paling
selatan di Indonesia yang hanya dihuni oleh para prajurit TNI tersebut. Untuk analisis pada
makna konotasi, Sementara makna konotasi dari keseluruhan rangkaian foto cerita jurnlistik
tersebut ialah perjuangan para prajurit dalam menjaga kedaulataan wilayah teritorial Negara
Kesatuan Republik Indonesia, meski dalam keterbatasan dan kesederhanaan mereka tetap
melaksanakan tugas negara dengan baik. Seperti apa yang ditunjukan oleh Panglima Besar TNI
Jendral Sudirman pada masa penjajahan dan pendudukan sekutu. Pada makna mitos adalah
nilai-nilai perjuangan yang diwariskan oleh Jendral Sudirman diharapkan bisa menular pada
setiap prajurit TNI. Sementara nilai patriotisme yang tergambar adalah keberanian,
kesetiakawanan sosial dan rela berkorban.
Dengan hasil penelitian ini pula disimpulkan bahwa sebuah foto bukan hanya sekadar
sebuah alat pengabadi momen namun dapat pula menjadi media penyampai pesan yang baik
dan menarik. Melalui foto-foto yang ditampilkan oleh M. Agung Rajasa pula memperlihatkan
bahwa para Prajurit TNI yang bertugas memiliki nilai-nilai patriotisme yang seharusnya juga
dimiliki oleh seluruh Warga Negara Indonesia
Kata Kunci: Foto Jurnalistik, Semiotika Roland Barthes, Patriotisme.
ii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Alhamdulillahirrabilalamin. Segala puji dan syukur penulis sampaikan atas
kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tetap terlimpah dan
tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW semoga kita adalah umat yang dapat
syafaatnya di hari akhir. Aamiin ya rabbalalamin.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari bahwa tanpa adanya bantuan
dari berbagai pihak, penulis tidak dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Skripsi yang diselesaikan penulis pada semester 12 ini bukan suatu yang sempurna
dan juga bukan suatu skripsi yang telat selesai, penulis percaya bahwa kelulusan di
semester 12 ini nantinya akan bermanfaat untuk penulis sendiri dan orang lain.
Maka dalam kata pengantar ini ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Allah Subhanahu Wa Ta’ala, Tuhan semesta alam, yang hadir dalam
kehidupan penulis sebagai sesuatu yang penulis percaya keberadaan-Nya
dan menghadirkan penulis di dunia ini dan di akhirat kelak.
2. Secara khusus kepada Ramania Laode dan Ari Wahyudi, orang tua penulis,
yang senantiasa melapangkan jalan kehidupan dengan doa, perhatian, dan
kasih sayang, dan Reza Setiadi, adik penulis. Terimakasih Ibu, Bapak, Ja!
3. Dr. Arief Subhan, MA, Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi, Suparto, M.Ed Ph.D Wakil Dekan Bidang Akademik, Dr. Hj.
Roudhonah, M.A Wakil Dekan Bidang Administrasi Umum, Dr. Suhaimi,
M.Si, Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan.
iii
4. Kholis Ridho, M.Si, dan Dra. Hj. Musfira Nurlaily, M.A, Ketua dan
Sekertaris Konsentrasi Jurnalistik.
5. Fita Fathurokhmah, M.Si, dosen pembimbing penulis yang telah
meluangkan waktu, meberikan ilmu serta nasihat sehingga penulis bisa
menyelesaikan skripsi ini.
6. M. Agung Rajasa, yang sudah rela meluangkan waktunya untuk penulis
wawancarai, juga berbagi cerita tentang bagaimana menjadi fotografer
profesional. Semoga semakin sukses dan makin banyak karya dan
prestasinya.
7. Kawan-kawan keluarga besar Lembaga Pers Mahasiswa Journo Liberta,
Riski Solehudin, Khoirur Rozi, Ardiansyah, Algifari, Miftah Farid, Rheza
Alfian, Bisri, Fakhri, Denny, Fathtra dan seluruh anggota redaksi dari
angkatan I sampai V yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Sukses terus
dan terus berkarya sebebas kalian.
8. Faizah Irani, yang selalu sabar, selalu buat ketawa, selalu memberi doa,
waktu, semangat, dan dukungannya kepada penulis sehingga penulis bisa
menyelesaikan skripsi ini. Makasih ya Neng cantik!
9. Kawan-kawan seperjuangan Jurnalistik 2011, Ozzy, Karim, Yudha, Ama,
Eko, Dito, Katherine, Ayu, Dian, Gani, dan akan kepanjangan kalau
disebutkan satu per satu, yang berproses bersama di dalam dan luar kampus.
10. Hanggi Tyo, Sayyid, dan Agsa, terima kasih atas saran dan masukkannya
selama penulis mengerjakan skripsi ini.
iv
11. Kawan-kawan Naga Hitam, Qumz, Jali, Kun, Manggala, Fikri, Ali
Bazdawi, Mukhlas, Kahfi, Acim dan masih banyak yang lainnya tidak bisa
disebutkan satu per satu. Terima kasih , See You on Top Man!!!
12. Kawan-kawan Pelatihan Jurnalistik Bulutangkis Mahasiswa 2015 bersama
Harian Bola dan Djarum Foundation. Terima kasih atas ilmu dan
pengalamannya.
13. Serta semua pihak yang turut membantu, baik terlibat langsung maupun
tidak langsung yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terimakasih
sebesar-besarnya. Semoga Allah SWT menggantinya dengan rahmat dan
karunia kepada kita semua.
Penulis menyadari skripsi ini masih belum mencapai kesempurnaan namun
penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk dapat menyelesaikannya dengan
sebaik-baiknya. Semoga skripsi ini bermanfaat untuk pembaca.
Jakarta, 1 April 2017
Mario Caisar
v
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN
LEMBAR PERNYATAAN
ABSTRAK .........................................................................................................i
KATA PENGANTAR .......................................................................................ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................1
B. Batasan dan Rumusan Masalah..........................................................6
C. Tujuan Penelitian ...............................................................................7
D. Manfaat Penelitian .............................................................................7
E. Metodologi Penelitian ........................................................................8
1. Paradigma Penelitian ....................................................................8
2. Pendekatan Penelitian ...................................................................8
3. Metode Penelitian .........................................................................9
4. Teknik Pengumpulan Data ............................................................9
5. Teknik Analisis Data .....................................................................10
6. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................12
7. Subjek dan Objek Penelitian ..........................................................12
F. Tinjauan Pustaka ..................................................................................13
G. Sistematika Penulisan ..........................................................................14
BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA KONSEPTUAL
A. Ruang Lingkup Semiotika .................................................................16
vi
1. Pengertian Semiotika ................................................................16
2. Semiotika Model Roland Barthes .............................................17
B. Ruang Lingkup Fotografi ...................................................................25
1. Pengertian Fotografi ..................................................................25
2. Sejarah dan Perkembangan Fotografi ........................................27
3. Aliran-aliran Fotografi ...............................................................28
C. Foto Jurnalistik ..................................................................................32
1. Karakteristik Foto Jurnalistik ....................................................31
2. Jenis Foto Jurnalistik .................................................................33
3. Foto Essay dan Foto Cerita ........................................................37
D. Konsep Patriotisme .............................................................................40
BAB III GAMBARAN UMUM
A. Gambaran Umum Lembaga Kantor Berita Nasional(LKBN) ANTARA
...............................................................................................................46
1. Profil LKBN ANTARA ...............................................................46
2. Profil Antara Foto ........................................................................49
B. Profil M. Agung Rajasa ........................................................................51
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS
A. Analisis Data Foto I .............................................................................55
B. Analisis Data Foto II ............................................................................59
C. Analisis Data Foto III ...........................................................................63
D. Analisis Data Foto IV ...........................................................................67
E. Analisis Data Foto V ............................................................................70
F. Analisis Data Foto VI ...........................................................................75
vii
G. Analisis Data Foto VII .........................................................................79
H. Analisis Data Foto VIII ........................................................................82
I. Interpretasi ............................................................................................85
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ..........................................................................................87
B. Saran ....................................................................................................88
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di zaman kemajuan teknologi seperti sekarang ini, masyarakat sulit terpisah
dengan informasi. Informasi dibutuhkan masyarakat demi memenuhi kebutuhan
pengetahuan serta mengetahui situasi dan kondisi yang sedang terjadi di sekitar
mereka. New Media salah satunya internet menjadi salah satu pilihan masyarakat
luas demi melengkapi kebutuhannya akan informasi seiring dengan perkembangan
zaman. Melalui internet, masyarakat diberi kemudahan dalam pencarian informasi
di mana saja mereka berada dan kapan saja mereka membutuhkannya.
Pada kenyataannya saat ini banyak portal berita yang memberikan beragam
pilihan berita pada masyarakat yang dapat diakses secara cuma-cuma. Hanya saja
dalam mengakses internet, masyarakat harus memiliki perangkat keras seperti
komputer, laptop, atau gadget lainnya yang terhubung dengan jaringan internet.
Terlebih lagi melalui media digital, berita-berita yang disajikan dalam portal berita
dapat ter-update setiap saat dan memberi keuntungan lebih bagi pembacanya.
Informasi yang disajikan pada masyarakat dapat berupa tulisan dan juga foto. Salah
satu media online yang menyajikan informasi berita dengan beragam foto adalah
www.antarafoto.com. Fotografi sebagai sebuah karya seni semakin diminati oleh
khalayak dari waktu ke waktu. Hasil karya foto dapat dijadikan andalan khalayak
dalam pencerminan kembali realitas. Melalui foto cerita, khalayak diajak untuk
2
melihat, menikmati, dan berimajinasi lebih dalam mengenai sebuah peristiwa.
Melihat hal tersebut, penulis tertarik meneliti sebuah judul foto cerita untuk
dianalisis makna dan pesan jurnalistiknya.
Foto mampu memberikan pesan berita tersendiri bagi para penikmat foto.
Foto juga dapat mendukung berita ketika tulisan dalam sebuah berita tidak mampu
menggambarkan realita yang terjadi. Foto semakin dianggap penting dalam dunia
jurnalistik yang semakin berkembang di Indonesia. Melalui foto jurnalistik, segala
peristiwa tidak akan hilang begitu saja di benak kita dan nantinya dapat
mengingatkan khalayak atas peristiwa bersejarah yang pernah terjadi. Foto
jurnalistik berperan penting dalam pelaporan suatu peristiwa yang penting dan
perlu diketahui banyak orang, karena menyangkut kehidupan di sekitar kita1.
Tujuan foto jurnalistik adalah memenuhi kebutuhan mutlak penyampaian informasi
kepada sesama, sesuai amandemen kebebasan berbicara dan kebebasan pers
(freedom of speech and freedom of press)2. Secara khusus karena objek dan
fungsinya yang tidak sekadar mendokumentasikan tetapi juga karena apa yang
terekam itu juga harus diketahui secara umum, maka lahirlah apa yang disebut
press photograph atau fotografi jurnalistik.3
1Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik: Metode Memotret dan Mengirim Foto ke Media Massa,
(Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2004), h. 3
2Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik: Metode Memotret dan Mengirim Foto ke Media Massa,
h. 5
3Soeprapto Soedjono, Pot-Pourri Fotografi, (Jakarta: Penerbit UniversitasTrisakti, 2006),
h.133
3
Foto bukan hanya sekadar hasil karya yang menarik secara bentuk, namun
foto memiliki kedalaman dan makna. Foto sebagai ungkapan berita harus
mengandung unsur 5W + 1H (what, who, where, when, why, dan how) untuk
kelayakan berita setiap helainya.4 Fotografer berperan dalam pemilihan objek yang
akan diambil, pemilihan ini dapat terjadi sebelum atau pada saat pengambilan
objek. Tiap fotografer memiliki dua pilihan pendekatan saat ia mengambil gambar,
yaitu pendekatan objektif dan pendekatan subjektif. Pendekatan objektif ialah saat
fotografer berusaha dengan sadar untuk menyajikan gambaran menurut kenyataan,
tanpa mengungkapkan pendapat pribadinya. Sedangkan pendekatan subjektif ialah
cara mengabadikan gambar di saat fotografer dengan sengaja berusaha
mengungkapkan perasaan pribadi terhadap apa yang dilihatnya.5 Pada dasarnya
fotografer jurnalistik dituntut untuk menghasilkan karya foto yang objektif, namun
demi menghasilkan gambar yang baik biasanya fotografer menggunakan nalurinya
untuk memotret. Foto jurnalistik di Indonesia diatur dalam kode etik jurnalistik,
khususnya pada pasal 2 dan 3.6
Menurut Paul Messaris seperti dikutip Seno Gumira Adjidarma dalam
bukunya Kisah Mata, gambar-gambar yang dihasilkan oleh manusia, termasuk
fotografi, bisa dipandang sebagai suatu keberaksaraan visual.7 Dapat dikatakan
bahwa, gambar-gambar itu bisa dibaca, sehingga hasil dari pendapat tersebut
4 Atok Sugiarto, Indah Itu Mudah, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2006), h. 110
5 Andreas Freininger, Unsur Utama Fotografi, (Semarang: Dahara Prize, 1999) h. 16-17
6 Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik: Metode Memotret dan Mengirim Foto ke Media Massa,
(Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2004), h. 9
7 Seno Gumira Adjidarma, Kisah Mata, Fotografi antara Dua Subjek:Perbincangan tentang
Ada, (Yogyakarta: Galang Press, 2003), h. 26
4
gambar-gambar pun merupakan bagian dari suatu cara berbahasa. Editor majalah
Life, Wilson Hicks mengatakan bahwa unit dasar dari foto jurnalistik adalah foto
tunggal dengan teks yang menyertainya, selain itu ada pula foto seri atau foto esai,
merupakan foto-foto yang terdiri atas lebih dari satu foto tetapi temanya satu. Hal
tersebut mendukung keberadaan foto jurnalistik di media massa untuk melibatkan
perasaan dan menggugah emosi khalayak.8
Membaca dan memahami makna yang ada pada sebuah foto membutuhkan
interpretasi dari para penikmat foto, secara mendalam mengaji karya foto tersebut
merujuk pada kajian semiotika yang merupakan sebuah metode dalam memaknai
tanda atau simbol. Hal ini berhubungan juga dengan pesan sang fotografer melalui
foto-foto yang diambilnya kepada khalayak, apakah pesan tersebut dapat dimaknai
dengan baik oleh khalayaknya. Karya foto sebagai komunikasi visual merujuk pada
rekonstruksi atas realitas, yang berarti penggambaran kembali realitas yang terjadi.
Pemahaman dan pemaknaan pesan dalam sebuah karya foto jurnalistik dapat
berbagai macam hasilnya yang bergantung pada perspektif para penikmat foto.
Keberadaan sebuah foto tidak ditentukan oleh apa atau siapa objeknya, melainkan
oleh bagaimana “subjek yang memandang" dan memberi makna kepada foto
tersebut.9
8Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik: Metode Memotret dan Mengirim Foto ke Media Massa,
(Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2004), h. 5
9Seno Gumira Adjidarma, Kisah Mata, Fotografi antara Dua Subjek:Perbincangan tentang
Ada, (Yogyakarta: Galang Press, 2003), h. 13
5
Foto jurnalistik membutuhkan suatu medium penyampai pesan pada
khalayak, lebih dalam medium tersebut dapat berupa media massa. Kantor berita
nasional ANTARA merupakan salah satu medium yang menyajikan teks atau
gambar kepada khalayak mengenai realita yang terjadi di sekitar. Portal online
www.antarafoto.com yang juga merupakan bagian dari Kantor berita nasional
ANTARA, sebagai distributor foto jurnalistik di Indonesia baik untuk media
nasional maupun media internasional, menyajikan beragam karakter foto
jurnalistik mulai dari foto tunggal hingga foto cerita.
Www.antarafoto.com mencoba menyajikan gambaran sejumlah pasukan
Tentara Nasional Indonesia (TNI) Satgas Pengamanan Pulau Terluar XVII Yonif
5 Marinir, Yonif 743/PSY Angkatan Darat dan Pangkalan Angkatan Laut Pulau
Ndana yang menjaga kedaulatan Republik ini dari klaim negara lain di Pulau Ndana
yang terletak di Kecamatan Rote Barat Daya, Kabupaten Rote Ndao, Provinsi Nusa
Tenggara Timur melalui foto cerita jurnalistik yang berjudul Menjaga Indonesia
dari Pulau Ndana yang dipotret oleh seorang pewarta foto Antara, yaitu M. Agung
Rajasa. Ketika seseorang memotret, pilihan atas apa yang dipotret merupakan suatu
konstruksi budaya, yang merupakan suatu pembacaan atas peristiwa yang intuitif
dan berlangsung cepat sekali untuk memutuskan segera pilihan atas objeknya,
dimana pemilihan ini sangat ditentukan oleh situasi sosial dan kehidupan
pemotret.10
10 Seno Gumira Adjidarma, Kisah Mata, Fotografi antara Dua Subjek:Perbincangan tentang
Ada, (Yogyakarta: Galang Press, 2003), h. 30
6
Dengan latar belakang masalah tersebut, maka penelitian ini berjudul:
Makna Patriotisme Pada Foto Cerita Jurnalistik
B. Batasan dan Rumusan Masalah
1. Batasan Masalah
Penelitian ini difokuskan pada foto cerita Jurnalistik karya M.
Agung Rajasa di media online www.antarafoto.com yang berjudul
Menjaga Indonesia dari Pulau Ndana yang diunggah pada 4 September
2015. Foto karya M. Agung Rajasa tersebut bercerita tentang bagaimana
kehidupan Satgas Pengamanan Pulau Terluar XVII Yonif 5 Marinir,
Yonif 743/PSY Angkatan Darat dan Pangkalan Angkatan Laut pulau
Ndana menjaga kedaulatan negara ini dari klaim negara lain. Penulis
hanya mengambil delapan dari 11 foto karena menurut penulis empat
foto tersebut sudah mewakili apa yang ingin disampaikan oleh
fotografer.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka masalah dalam
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
a) Apa makna denotasi, konotasi, dan mitos pada foto cerita
jurnalistik karya M. Agung Rajasa yang berjudul
Menjaga Indonesia dari Pulau Ndana, pada
www.antarafoto.com?
7
b) Apa makna patriotisme pada foto cerita jurnalistik karya
M. Agung Rajasa yang berjudul Menjaga Indonesia dari
Pulau Ndana, pada www.antarafoto.com?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas tujuan dari penelitian
ini adalah:
1. Untuk mengetahui dan memahami makna denotasi, konotasi, dan mitos
yang terkandung pada foto cerita jurnalistik karya M. Agung Rajasa yang
berjudul Menjaga Indonesia dari Pulau Ndana, pada www.antarafoto.com.
2. Untuk mengetahui dan memahami makna patriotisme pada foto cerita
jurnalistik karya M. Agung Rajasa yang berjudul Menjaga Indonesia dari
Pulau Ndana, pada www.antarafoto.com.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan menjadi bahan kajian yang memberi
kontribusi bagi keilmuan komunikasi, khususnya keilmuan jurnalistik
dalam membaca tanda yang terkandung dalam foto cerita jurnalistik melalui
kacamata semiotika.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan bisa memberikan manfaat berupa wawasan
dan pengetahuan bagi fotografer, juga dapat dijadikan sebagai referensi
bagi studi fotografi dokumenter dan jurnalistik.
8
E. Metodologi Penelitian
1. Paradigma Penelitian
Paradigma penelitian merupakan suatu cara pandang untuk
memahami kompleksitas dunia nyata. Sebagaimana dikatakan Patton,
paradigma tertanam kuat dalam sosisalisasi para penganut dan
praktisinya. Paradigma menunjukan pada mereka apa yang penting,
absah dan masuk akal. Paradigma juga bersifat normatif, menunjukan
pada praktisinya apa yang harus dilakukan tanpa perlu melakukan
pertimbangan ekstensial atau epistimologi yang panjang.11
Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivis.12
Paradigma yang memandang bahwa kenyataan itu hasil konstruksi atau
bentukan dari manusia itu sendiri. Kenyataan itu bersifat ganda, dapat
dibentuk, dan merupakan satu keutuhan. Kenyataan ada sebagai hasil
bentukan dari kemampuan berpikir seseorang. Pengetahuan hasil
bentukan manusia itu tidak bersifat tetap tetapi berkembang terus.
2. Pendekatan Penelitian
Dalam memaparkan penelitian ini, penulis menggunakan
pendekatan kualitatif yakni prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriktif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan
11 Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2003), h.9.
12 Zainal Arifin, Penelitian, Pendidikan Metode dan Paradigma Baru, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2012), h.140.
9
perilaku yang dapat diamati.13 Pendekatan kualitatif ini bertujuan untuk
mendapat pemahaman yang sifatnya umum yang diperoleh setelah
melakukan analisis terhadap kenyataan sosial yang menjadi fokus
penelitian, kemudian ditarik kesimpulan berupa pemahaman umum
tentang kenyatan-kenyataan tersebut.14
3. Metode penelitian
Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
metode penelitian analisis semotik Roland Barthes, yang dalam
memaknai sebuah foto melalui tiga tahapan, yaitu : denotasi, konotasi,
dan mitos.
4. Teknik Pengumpulan Data
Penulis melakukan pengumpulan data dengan tahapan-tahapan
sebagai berikut:
a. Copy File Foto
Untuk mendapatkan foto cerita jurnalistik berjudul
Menjaga Indonesia dari Pulau Ndana penulis
mengkopi file dari portal online www. Antarafoto.
com. Foto inilah yang kemudian akan menjadi bahan
untuk dianalisis dalam penelitian ini.
13 Lexy J. Maleong, Metodologi penelitian kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2000) h.3
14 Rosady Ruslan, Metodologi Penelitian Relation dan Komunikasi, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2003), h.125.
10
b. Wawancara
Wawancara atau interview merupakan teknik
pengumpulan data dengan cara tanya jawab secara lisan
dan bertatap muka secara langsung antara seorang atau
beberapa orang yang diwawancarai.15 Dalam penelitian
ini, penulis akan mewawancarai fotografer Antara yang
memotret foto cerita jurnalistik berjudul Menjaga
Indonesia dari Pulau Ndana yaitu M. Agung Rajasa.
c. Studi Kepustakaan
Untuk melengkapi penelitian penulis juga
mengumpulkan dan mempelajari data melalui literatur
dan sumber bacaan, seperti buku-buku yang relevan
dengan masalah yang dibahas dan mendukung
penulisan.
5. Teknik Analisis Data
Pada penelitian ini penulis menggunakan teknik analisis data
semiotika model Roland Barthes. Pada model ini, pemilahan tanda-
tanda denotatif dan konotatif dilakukan dengan menggunakan
semiotika sehingga dapat dikaji dan bisa mendapatkan makna
sebenarnya yang terdapat dalam foto, bagaimana pesan jurnalistik
dalam foto cerita jurnalistik Menjaga Indonesia dari Pulau Ndana
15 Wardi Bahtiar, Metodologi Penulisan Ilmu Dakwah, (Jakarta: logos, 1997), h.71
11
melalui tanda-tanda yang ada. Merujuk pada pemaknaan foto,
khususnya foto jurnalistik maka penulis menggunakan prosedur
Roland Barthes dalam memaknai foto cerita tersebut, yang terdiri dari:
Peta tanda Roland Barthes
Tabel 1
Signifier
(Penanda)
Signifiet
(petanda)
Denotative sign (tanda denotatif)
CONNOTATIVE SIGNIFIER
(PENANDA KONOTATIF)
CONNOTATIVE
SIGNIFIED (PETANDA
KONOTATIF)
CONNOTATIVE SIGN (TANDA KONOTATIF)
6. Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian ini akan dilakukan di Galeri Foto Jurnalistik
Antara yang terletak di Jalan Antara, Pasar Baru, Jakarta Pusat.
Penelitian ini dilakukan antara Januari sampai Februari 2016.
7. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek dari penelitian ini adalah foto cerita jurnalistik di
www. antarafoto. com, dan subjek penelitiannya adalah foto cerita
jurnalistik karya pewarta foto LKBN Antara, M. Agung Rajasa
dengan judul Menjaga Indonesia dari Pulau Ndana yang diunggah
www. antarafoto. com pada September 2015.
12
F. Tinjauan Pustaka
Penelitian ini merujuk pada penelitian-penelitian terdahulu dan buku-
buku yang membahas tentang analisis semiotika. Beberapa skripsi mengenai
analisis semiotika yang menjadi acuan di antaranya:
Nilai Budaya Dalam Foto Jurnalistik (Analisis Semiotik Foto Headline
di Surat Kabar Harian Kompas Edisi Ramadan 1434 H./2013 M.) oleh Faradilla
Nurul Rahma, Konsentrasi Jurnalistik, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2014. Hasil analisis
skripsi tersebut menemukan bahwa dengan analisis semiotik model Roland
Barthes tidak hanya menemukan makna denotasi, konotasi, dan mitos dari
sebuah foto, tetapi juga dapat menemukan nilai budaya dalam foto. Perbedaan
skripsi ini dengan skripsi tersebut adalah terletak pada jenis media yang
menerbitkan foto dan jenis fotonya. Pada skripsi karya Faradilla Nurul Rahma
merupakan foto dalam media cetak atau koran dan merupakan foto tunggal
sedangkan pada skripsi ini adalah media online dan merupakan foto cerita.
Makna Bencana Dalam Foto Jurnalistik (Analisis Semiotika Foto
Terhadap Karya Kemal Jufri Pada Pameran Aftermath: Indonesia In Midst Of
Catastrophes tahun 2012) oleh Isye Naisila Zulmi, Konsentrasi Jurnalistik,
Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta tahun 2014. Hasil dari skripsi karya Isye Naisila Zulmi
menemukan bahwa bencana alam tidak hanya menimbulkan dampak pada
kerusakan infrastruktur saja tetapi mental serta psikologis para korban juga
mengalami dampak cukup besar terutama pada anak-anak. Persamaan dan
13
perbedaan dengan skripsi ini adalah foto yang dianalisis pada skripsi tersebut
sama-sama merupakan rangkaian foto jamak atau cerita, dan bedanya adalah
foto-foto tersebut dipublikasi dalam sebuah pameran sedangkan dalam skripsi
ini dipublikasi pada media online.
Yang terakhir adalah Analisis Semiotik Isi Pesan Esai Foto Jurnalistik
dalam Foto-foto Perjuangan Sumarsih Belum Berakhir Karya Pewarta Foto
Antara pada Buku Kilas Balik 2009-2010 oleh Herka Yanis Pangaribowo,
Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Sebelas Maret Surakarta tahun 2012. Hasil dari skripsi karya Herka
Yanis Pangaribowo adalah menemukan pesan di balik rangkaian esai foto.
Persamaan dan perbedaannya dengan skripsi ini adalah sama-sama merupakan
analisis dari foto jamak, dan merupakan foto hasil jepretan perwarta foto dari
Antara Foto. Sedangkan bedanya yakni foto tersebut dipublikasi pada buku foto
dan foto yang penulis analisis dipublikasi pada media online
www.antarafoto.com. Walaupun sama-sama menggunakan analisis semiotik
model Roland Barthes, penelitian ini memiliki perbedaan objek dari penelitian
sebelumnya yaitu foto cerita jurnalistik “Menjaga Indonesia dari Pulau Ndana”
karya pewarta foto Antara M.Agung Rajasa.
14
G. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah penulisan, maka sistematika penulisan dibagi ke dalam
lima bab, dan masing-masing bab terdiri dari sub-bab dengan penyusunan sebagai
berikut:
BAB I : PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan tentang Latar Belakang
Masalah, Batasan dan Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian,
Metodologi Penelitian, Tinjauan Pustaka, dan Sistematika Penulisan.
BAB II : LANDASAN TEORI Bab ini membahas tentang ruang lingkup
teori semiotika, semiotika model Roland Barthes, fotografi, foto cerita
jurnalistik, dan pejelasan tentang nilai patriotisme.
BAB III : GAMBARAN UMUM Bab ini, penulis menggambarkan atau
menjelaskan mengenai profil pewarta foto yang bernama M Agung Rajasa, dari
mulai pendidikan yang ia jalani, hingga karya dan prestasi-prestasi yang telah ia
dapatkan selama menjadi seorang pewarta foto. Serta profil dari LKBN ANTARA
dan juga www.antarafoto.com.
BAB IV : TEMUAN DAN ANALISIS Bab ini akan melaporkan hasil temuan
atau penelitian penulis sesuai dengan model Analisis semiotika untuk memaknai
foto cerita karya M Agung Rajasa yang yang berjudul Menjaga Indonesia dari
Pulau Ndana, yang diunggah media online www. antarafoto. com pada
September 2015 dengan menggunakan model Roland Barthes.
15
BAB V : PENUTUP Bab terakhir laporan yang berisi kesimpulan serta saran
sekaligus menjawab pertanyaan dari perumusan masalah dan menyampaikan
lampiran-lampiran yang terkait dengan penulisan.
16
BAB II
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA KONSEPTUAL
A. Ruang Lingkup Semiotika
1. Pengertian Semiotika
Menurut Eco, dalam buku Analisis Teks Media Suatu
Analisis Untuk Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis
Framming yang dikutip oleh Alex Sobur secara etimologis, istilah
semiotika atau semiologi berasal dari bahasa Yunani, Semeion
yang berati “tanda”. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai
sesuatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun
sebelumnya, dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain.1
Eco juga menjelaskan, secara terminologis, semiotik dapat
didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas
objek-objek, peristiwa-peristiwa seluruh kebudayaan sebagai
tanda.2 Sedangkan menurut Benny H. Soed dalam bukunya
Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya, Semiotika adalah ilmu
tentang tanda-tanda. Ilmu ini menganggap bahwa fenomena
sosial dan masyarakat dalam kehidupan manusia. Artinya, semua
yang hadir dalam kehidupan kita dilihat sebagai tanda, yakni
sesuatu yang kita beri makna.3
1 Alex Sobur, Analisis Teks Media Suatu Analisis Untuk Wacana, Analisis Semiotik, dan
Analisis Framming, (Bandung: PT.Rosdakarya, 2004), h. 95
2 Alex Sobur, Analisis Teks Media Suatu Analisis Untuk Wacana, Analisis Semiotik, dan
Analisis Framming, h. 95
3 Benny H. Soed, Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya, (Depok: Fakultas Ilmu
Pengetahuan Budaya UI, 2008), h.3
17
Dalam perkembangannya, semiotika memiliki dua tokoh
sentral yang mempunyai latar belakang berbeda. Adalah Charles
Sanders Pierce dan Ferdinand De Saussure dua pilar sentral
keilmuan semiotika. Saussure berpandangan bahwa semiotika
merupakan sebuah kajian yang memperlajari tentang tanda-tanda
yang menjadi bagian dari kehidupan sosial.4
Berbeda dengan Saussure yang memiliki latar belakang
keilmuan linguistik. Menurut Pierce yang berlatar belakang
keilmuan filsafat, tanda adalah perwakilan atau ‘sesuatu’ yang
mewakili ‘sesuatu’, ‘sesuatu’ yang pertama adalah tanda yang
dapat ditangkap oleh panca indera manusia, sedangkan ‘sesuatu’
berikutnya adalah menghubungkan ‘sesuatu’ yang awal dengan
hal-hal yang telah berpacu pada suatu ilmu atau pemahaman
manusia yang melihat ‘sesuatu yang awal’ tersebut, di mana
nantinya akan menghasilkan suatu penafsiran atau interpretant.5
Proses yang disebutkan Pierce tersebut disebut dengan nama
segitiga semiotik.
2. Semiotika Model Roland Barthes
Karena penelitian ini menggunakan teori semiotik model
Roland Barthes maka penulis akan membahas lebih jauh tentang
semiotika model ini. Lahir pada 1915 dari keluarga kelas
4 Arthur Asa Berger, Pengantar Semiotika: Tanda-Tanda dalam Kebudayaan
Kontemporer, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2010), h. 4
5 Benny H. Soed, Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya, (Depok: Fakultas Ilmu
Pengetahuan Budaya UI, 2008), h.4
18
menengah Protestan di Cherbourg dan dibesarkan di Bayonne,
kota kecil dekat Pantai Atlantik di sebelah Barat Daya Perancis.6
Barthes adalah anak dari seorang perwira angkatan laut, dan
setelah sepeninggalan dari ayahnya, Barthes hidup dengan ibunya
yang bekerja sebagai penjilid buku. Kepintarannya bukan tanpa
sebab, melainkan antara 1943 sampai 1947 ia menderita sebuah
penyakit yang memaksanya untuk beristirahat. Dari istirahat
itulah Barthes banyak membaca buku hingga berhasil membuat
artikel.7 Semasa hidupnya Barthes telah banyak menulis buku, di
antaranya adalah le degree zero de l’ecriture atau “nol derajat di
bidang menulis” (diterjemahkan ke dalam bahasa inggris, writing
degree zero 1977).
Barthes menyempurnakan teori semiotik Saussure yang
hanya berhenti pada pemaknaan penanda dan petanda saja
(denotasi). Barthes mengembangkan dua tingkatan pertandaan
(two way of signification), yang memungkinkan untuk
dihasilkannya makna yang juga bertingkat-tingkat, yaitu tingkat
denotasi dan konotasi.
Yasraf Amir Piliang menjabarkan dalam bukunya
Hipersemiotika, Denotasi adalah tingkat pertandaan yang
menjelaskan hubungan antara penanda dan petanda atau antara
6 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), h.63
7 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h.64
19
tanda dan rujukannya pada realitas yang menghasilkan makna
eksplisit, langsung dan pasti.8
Sementara konotasi adalah tingkat pertandaan yang
menjelaskan hubungan antara penanda dan petanda yang di
dalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung
dan tidak pasti (artinya terbuka terhadap berbagai kemungkinan).
Ia menciptakan makan-makna lapis kedua, yang terbentuk ketika
penanda dikaitkan dengan berbagai aspek psikologis seperti
perasaan, emosi atau keyakinan.9
Model Barthes ini dikenal dengan signifikasi dua tahap (two
way of signification) seperti yang terlihat dalam gambar di bawah.
Peta Tanda Roland Barthes
Tabel 2 10
Signifier
(Penanda)
Signifiet
(petanda)
Denotative sign (tanda denotatif)
CONNOTATIVE SIGNIFIER
(PENANDA KONOTATIF)
CONNOTATIVE
SIGNIFIED (PETANDA
KONOTATIF)
CONNOTATIVE SIGN (TANDA KONOTATIF)
8 Yasraf Amir Piliang, Hipersemiotika: Tafsir Cultural Studies Atas Matinya Makna, (
Bandung: Jalasutra, 2003), h. 261
9 Yasraf Amir Piliang, Hipersemiotika: Tafsir Cultural Studies Atas Matinya Makna, h.
261
10 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004) h.69
20
Dari peta tanda Barthes di atas terlihat bahwa tanda denotatif
(3) terdiri atas penanda (1) dan penanda (2). Akan tetapi pada saat
bersamaan, tanda denotatif adalah juga penanda konotatif (4).
Dengan kata lain, hal tersebut merupakan unsur material: hanya
jika anda mengenal tanda ‘singa’, barulah konotasi seperti harga
diri, kegarangan, dan keberanian menjadi mungkin. Jadi dalam
konsep Barthes, terdapat tanda konotatif yang bukan hanya
sekadar memiliki makna tambahan, namun juga mengandung
kedua bagian tanda denotatif yang melandasi keberadaannya.11
Selain denotatif dan konotatif, semiotika Roland Barthes
juga tidak akan lepas dari adanya mitos. Mitos berasal dari bahasa
Yunani yaitu mutos, yang berarti cerita. Biasanya mitos kita pakai
untuk menunjuk cerita yang tidak benar, cerita buatan yang tidak
mempunyai kebenaran historis. Meskipun demikian, cerita
semacam itu tetap dibutuhkan agar manusia dapat memahami
lingkungan dan dirinya.12
Mitos oleh Barthes disebut sebagai tipe wicara. Ia juga
menegaskan bahwa mitos merupakan sistem komunikasi, bahwa
dia adalah sebuah pesan. Hal ini memungkinkan kita untuk
berpandangan bahwa mitos tak bisa menjadi sebuah objek,
konsep atau ide; mitos adalah cara penandaan (signification),
11 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004) h.69.
12 Sunardi, Semiotika Negativa, (Yogyakarta: Kanal, 2002), h.103
21
sebuah bentuk. Segala sesuatu bisa menjadi mitos asalkan
disajikan oleh sebuah wacana.13
Teori tentang mitos tersebut kemudian diterangkannya
dengan mengetengahkan konsep konotasi, yakni pengembangan
segi signifed (petanda) oleh pemakai bahasa. Pada saat konotasi
menjadi mantap, ia akan menjadi mitos, dan ketika mitos menjadi
mantap, ia akan menjadi ideologi. Akibatnya, suatu makna tidak
lagi dirasakan oleh masyarakat sebagai hasil konotasi.14 Seperti
pada gambar di bawah:
Tatanan Penandaan Barthes
Tabel 3
Dua tatanan pertandaan Barthes. Pada tatanan kedua, sistem tanda dari tatanan
pertama
disisipkan ke dalam sistem nilai budaya.15
13 Roland Barthes, Mitologi, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2009) h. 208.
14 Benny H. Soed, Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya, (Depok: Fakultas Ilmu
Pengetahuan Budaya UI, 2008), h.22 15Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004) h.70
Penanda
Petanda
Denotasi
Konotasi
Mitos
Realitas Kultur Tanda
Tatanan
Pertama
Tatanan Kedua
22
Dalam kerangka Barthes, konotasi identik dengan operasi
ideologi, yang disebutnya sebagai mitos dan berfungsi untuk
mengungkapkan dan memberi pembenaran nilai-nilai dominan
yang berlaku dalam suatu periode tertentu.16
Arthur Asa Berger mencoba membandingkan antara
konotatif dan denotatif sebagai berikut:17
Perbandingan Antara konotatif dan Denotatif
Tabel 4
KONOTATIF DENOTATIF
Pemakaian figur Literatur
Petanda Penanda
Kesimpulan Jelas
Memberi kesan tentang makna Menjabarkan
Dunia mitos Dunia keberadaan/ eksistensi
B. Ruang Lingkup Fotografi
1. Pengertian Fotografi
Fotografi merupakan sebuah ilmu tentang melukis dengan cahaya.
Kata fotografi berasal dari bahasa Yunani, yaitu photos dan graphein.
Photos memiliki arti cahaya sedangkan graphein berarti melukis.
Istilah tersebut pertama kali dikemukakan oleh Sir John Herschell
seorang ilmuan asal Inggris tahun 1839.18 Fotografi erat kaitannya
dengan cahaya. Sebab cahaya adalah unsur paling penting dalam
16 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004) h.71
17 Arthur Asa Berger, Tehnik-tehnik Analisis Media second Edition, (Yogyakarta
Universitas Atmajaya, 2000), h.55
18 Darmawan Ferry, Dunia dalam Bingkai, cet 1 (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), h. 19-
20
23
sebuah pengambilan gambar. Apabila cahaya kurang mencukupi, maka
gambar yang terekam akan terlihat kurang jelas.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata fotografi merupakan
seni dan proses penghasilan gambar melalui cahaya pada film atau
permukaan yang dipekakan.19 Melalui tahapan pada bagian kamera,
sebuah objek dengan dukungan cahaya akan menjadi sebuah foto yang
kemudian menjadi bentuk visual. Fotografi adalah seni, yaitu
pemotretan yang menghasilkan karya foto yang indah dan bernilai seni
tinggi.20 Selain sebagai media komunikasi, foto juga bernilai estetika
yang semakin menguatkan pesan dan mendukung makna yang
terkandung. Setelah melewati pengertian bahwa cahaya sangat
berpengaruh dalam fotografi, pengertian selanjutnya tentang fotografi
tidak dapat berhenti pada titik ini. Fotografi tidak sekadar perkara
cahaya, namun terdapat banyak komponen atau unsur yang ada dalam
penjelasan terhadap fotografi itu sendiri.
Seno Ajidarma Gumira dalam buku Kisah Mata Fotografi
menjelaskan bahwa foto adalah suatu pesan yang dibentuk oleh sumber
emisi, saluran transmisi dan titik resepsi. Struktur sebuah foto bukanlah
sebuah struktur yang terisolasi, karena selalu berada dalam komunikasi
dengan struktur lain, yakni teks tertulis, judul, keterangan, artikel, yang
selalu mengiringi foto. Dengan demikian pesan keseluruhannya
dibentuk oleh ko-operasi dua struktur yang berbeda.21
19 Griand Giwanda, Panduan Praktis Belajar Fotografi, (Jakarta: Puspa Swara, 2001), h.
2
20 Ferry Darmawan, Dunia dalam Bingkai, cet 1 (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), h. 21
21 Seno Ajidarma Gumira, kisah mata fotografi, (Yogyakarta: Galang Press, 2002), h. 27
24
Sementara Tubagus P.Svarajati dalam bukunya Phōtagōgós,
mengemukakan bahwa fotografi adalah proses dari seni melihat atau art
of seeing yang berpondasi pada kemampuan dalam menuangkan
kreativitas seorang fotografer.22
2. Sejarah dan Perkembangan Fotografi
Pada 1558 ilmuan Italia, Giambasista Della Forta menyebut kamera
‘Camera obscura’ pada sebuah kotak yang membantu pelukis
menangkap bayangan gambar. Suatu fakta bahwa fotografi lahir sebagai
upaya menyempurnakan karya seni visual dan bentuk prototif sebuah
kamera yang disebut camera obscura. Meski percobaan alat rekam
gambar sudah mencapai taraf yang menguntungkan dan perkembangan
dari saat ke saat semakin berhasil, tetap saja belum bisa disebut proses
fotografi karena media perekam gambarnya masih belum bisa membuat
gambar permanen.23
Sedangkan peralatan modern dalam bentuk Kodak dan gulungan
film seperti yang digunakan sekarang, baru mulai ditemukan oleh
George Eastman pada 1877, di New York. Ketika itu dia sedang bekerja
sebagai seorang karyawan bank di Rochester, New York. Eastman
kemudian mengembangkan temuannya itu, hingga pada 1889 ia
membuka usaha dalam bidang fotografi yang lebih modern. Ketika itu
22 Tubagus P. Svarajati, PHŌTAGŌGÓS: Terang-Gelap Fotografi Indonesia, (Semarang:
Suka Buku, 2013), h. 21
23 Ray Bachtiar, Ritual Fotografi, Chip foto video edisi spesial, h.8
25
ia memperkenalkan film transparan dalam bentuk flexibel film. Bentuk
kamera kecil mulai popular di Amerika pada 1920-an.24
Fotografi yang berkembang saat ini jauh berbeda dengan fotografi
di awal era kemunculannya. Hal ini terlihat dari pandangan secara teknis
kamera dan bentuk kamera. Bayangkan saja seseorang dapat duduk,
berbaring, bahkan berdiri selama 10 detik lebih untuk menghasilkan
sebuah foto diri atau selfie yang saat ini sedang menjadi trend di
Indonesia bahkan di dunia. Hal tersebut diperjelas Erik Prasetya dalam
bukunya yang berjudul On Street Photography, bahwa hingga abad ke-
19 fotografi tidak bekerja dengan cepat, melainkan baru abad ke-20 lah
fotografi cepat yang lebih kecil dan mudah dibawa ditemukan.25 Dalam
buku tersebut juga disisipkan hasil foto cetak pertama di dunia yang
dibuat oleh fotografer berkebangsaan Prancis, Joseph Nicephore Niepce
pada 1826.
Di Indonesia, Yudhi Soerjoatmodjo dalam bukunya berjudul
IPPHOS mencatat, Mendur bersaudara, Alex Impurung (1907-1984)
dan Frans Soemarto (1913-1971) adalah dua orang yang berpengaruh
dalam perkembangan fotografi di Indonesia, di mana mereka merekam
peristiwa sebelum dan setelah kemerdekaan Republik Indonesia.
24 Asep Saeful Muhtadi, Jurnalistik Pendekatan teori dan praktek, (Jakarta: logos
Wacana Ilmu, 1999), h. 100.
25 Erik Prasetya, On Street Photography, (Jakarta: KPG[Kepustakaan Populer Gramedia],
2014.), h.17
26
3. Aliran-aliran Fotografi
Dalam fotografi terdapat beberapa aliran, Bagas Darmawan dalam
bukunya Fotografi dengan Kamera DSLR mengategorikan foto-foto
dalam bidangnya. Aliran-aliran itu antara lain journalism photography,
potrait photography, foto comercial advertising, wedding photography,
fashion photography, food photography, landscape photography,
cinemagraph photography, wildlife photography, street photography,
underwater photography, infrared photography, macro photography.26
Foto jurnalistik menurut Guru Besar Universitas Missouri, AS, Cliff
Edom yang dikutip Audy Mirza Alwi dalam buku Foto Jurnalistik
adalah pantuan kata words dan pictures. Sementara menurut editor foto
majalah Life dari 1937-1950, Wilson Hicks, kombinasi dari kata dan
gambar yang menghasilkan satu kesatuan komunikasi saat ada
kesamaan antara latar belakang pendidikan dan sosial pembacanya.27
Potrait photography adalah dimana sang fotografer menunjukan
penuh bagian muka objek atau subjek yang diambil bahkan hampir
tanpa latar belakang.28 Dalam fotografi potret, hubungan antara
fotografer dengan subjek yang difoto adalah hal yang sangat penting dan
berpengaruh pada hasil foto.
26 Bagas Dharmawan, Belajar Fotografi dengan Kamera DSLR, (Yogyakarta: Pustaka Baru
Press), h.80
27 Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), h. 4
28 National Gheograpic, Ultimate Field Guide To Photography, (China: National
Gheograpic Society, 2009), h.122
27
Foto comercial advertising ditujukan untuk promosi sebuah produk
atau iklan.29 Dalam aliran ini, peran software pengolahan foto cukup
penting. Sebab untuk kepentingan iklan dalam prosesnya tidak hanya
memerlukan keterampilan menggunakan kamera tetapi juga keahlian
dalam penggunaan software pengolahan foto.
Wedding photography adalah aliran yang biasa dilakukan oleh
fotografer yang sudah ahli atau profesional karena dalam aliran ini
dibutuhkan kecepatan dan ketepatan di setiap momen-momennya yang
penting.30 Seperti namanya aliran ini ada dalam seluruh aktivitas
pernikahan.
Fashion photography hampir mirip dengan aliran foto comercial
advertising yaitu untuk mempromosikan pakaian atau perlengkapan-
perlengkapan berbusana.31 Perbedaan dari aliran foto comercial
advertising ialah objek yang ditampilkan berupa busana dan aksesoris
tubuh lainnya. Aliran ini juga menggunakan model untuk penarik iklan
tersebut.
Food photography dibutuhkan untuk iklan sebuah makanan atau
minuman serta pengemasannya. Selain untuk dipromosikan atau
diiklankan, biasanya foto-foto aliran ini dipakai untuk tampilan menu.32
Landscape photography adalah fotografi yang menampilkan
berbagai pemandangan seperti alam, pedesaan dan perkotaan.
29 Bagas Dharmawan, Belajar Fotografi dengan Kamera DSLR, (Yogyakarta: Pustaka Baru
Press), h. 81
30 Bagas Dharmawan, Belajar Fotografi dengan Kamera DSLR, (Yogyakarta: Pustaka
Baru Press), h. 82
31 Bagas Dharmawan, Belajar Fotografi dengan Kamera DSLR, h. 86
32 Bagas Dharmawan, Belajar Fotografi dengan Kamera DSLR, h. 87
28
Pendekatan fotografi ini biasanya digunakan oleh para traveller atau
wisatawan. Lalu tentang fotografi kontemporer, dalam kamus Bahasa
Indonesia kontemporer berarti masa kini.33
Cinemagraph photography adalah aliran yang menampilkan foto
yang mampu bergerak.34 Aliran ini memerlukan keahlian khusus dalam
pengambilan dan pengolahan fotonya.
Wildlife photography merupakan aliran yang menampilkan foto-foto
aktivitas hewan dalam keseharian baik pagi maupun malam.35 Aliran ini
hampir sama dengan landscape photography, di mana kedua aliran ini
bersinggungan dengan alam. Namun, aliran wildlife photography lebih
terfokus pada kehidupan hewan liar yang berada di alam bebas.
Street photography adalah suatu aliran atau pendekatan fotografi
yang menampilkan foto-foto di ruang publik seperti taman kota,
terminal, mal, pedestrian dan lainnya.36 Ditambahkan oleh Wilsen Way
dalam Human Interest Photography, aliran ini mempunyai sifat foto
yang diambil diam-diam atau orang biasa menyebutnya snapshoot,
lokasinya tentu di mana sana tapi tentunya di luar ruangan.37
Underwater photography menampilkan foto-foto di bawah laut.
Aliran underwater photography memiliki dua golongan yaitu macro
photographer yang menggambarkan keadaan laut secara dekat dan
33 Tim Redaksi Kamus Bahasa Indonesia, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat
Bahasa, 2008), h. 805
34 Bagas Dharmawan, Belajar Fotografo dengan Kamera DSLR, h.89
35 Bagas Dharmawan, Belajar Fotografo dengan Kamera DSLR, (Yogyakarta: Pustaka
Baru Press), h.90
36 Erik Prasetya, On Street Photography, (Jakarta: KPG[Kepustakaan Populer Gramedia],
2014.), h. 12-15
37 Wilsen Way, Human Interest Photography, (Jakarta: PT Alex Media Komputindo,
2014), h. 6
29
detail seperti ikan, siput, rumput laut dan wide angle photographer yang
menampilkan keindahan pemandangan bawah laut secara luas.38
Infra red photography agak sulit dilakukan karena tidak semua
kamera bisa melakukannya dan harus ada perubahan-perubahan
pengaturan di dalam kamera yang harus memiliki sensitif pada cahaya
inframerah.39
Macro photography yaitu aliran yang menampilkan foto-foto
dengan jarak sangat dekat dan menampilka sangat detail bagian tertentu
dari objek.40 Aliran ini memerlukan lensa khusus untuk makro. Objek
fotografi makro dapat berupa serangga, bunga, bulir air atau benda lain
yang jika di-closeup-kan akan menghasilkan detail yang menarik.
C. Foto Jurnalistik
Awal mula fotografi masuk dalam halaman surat kabar adalah sejak
Mathew Brady membuat gambaran realis, yang melukiskan suasan perang,
gambar tersebut ternyata menarik perhatian para pembaca surat kabar
sekaligus membangun kesan tentang peristiwa.41 Sejarah mencatat surat
kabar harian Daily Graphic, pada Senin 16 April 1877 memuat gambar yang
berisi berita kebakaran hotel dan salon pada halaman satu seperti yang
disebutkan Taufan Wijaya dalam bukunya Foto Jurnalistik, merupakan
38 Bagas Dharmawan, Belajar Fotografo dengan Kamera DSLR, h.92
39 Bagas Dharmawan, Belajar Fotografo dengan Kamera DSLR, h.93
40 Bagas Dharmawan, Belajar Fotografo dengan Kamera DSLR, (Yogyakarta: Pustaka
Baru Press), h.95
41 Asep Saeful Muhtadi, Jurnalistik Pendekatan teori dan praktek, (Jakarta: logos
Wacana Ilmu, 1999), h.100
30
embrio dari foto jurnalistik.42 Lalu pada 1937-1950 terbitlah majalah Life,
majalah tersebut menampilkan foto dalam porsi yang lebih besar dari pada
tulisan dalam penyajiannya.
Perkembangan foto jurnalistik sampai pada era foto jurnalistik
modern yang dikenal dengan golden age. Di era itu muncul nama-nama
jurnalis foto seperti Robert Capa, Alferd Eisenstaedt, Margaret Bourke-
White, David Seymour dan W. Eugene Smith. Taufan Wijaya menjelaskan
dalam www.1000kata.com, Pada 1947 Henry Cartier-Bresson, bersama
Robert Capa, David Seymour, dan George Rodger kemudian mendirikan
Magnum Photos. Magnum adalah agensi foto berita pertama yang
menyediakan foto jurnalistik dari berbagai isu dan belahan dunia. Para
pendirinya yang ‘alumni’ Life kemudian membagi area kerja yaitu, Afrika
dan Timur Tengah, India dan Cina, Eropa, serta Amerika.43
Robert Capa dikenal sebagai fotografer yang memotret secara dekat
dalam medan perang dengan kalimat yang sangat terkemuka,“ Jika gambar
Anda tidak cukup bagus, Anda tidak cukup dekat.” Salah satu fotonya yang
sangat terkenal berjudul The Falling Soldier menceritakan tentang seorang
prajurit yang gugur karena tertembak dalam perang Spanyol pada 5
September 1936 di Cerro Muriano.44
Di Indonesia foto jurnalistik berawal pada 1841, ialah Juriaan
Munich, seorang utusan kementerian kolonial lewat jalan laut di Batavia.
42 Taufan Wijaya, Foto Jurnalistik dalam Dimensi Utuh, (Jakarta: CV.Sahabat,2011), h.1
43 http://www.1000kata.com/2014/07/sejarah-foto-jurnalistik/ (diakses pada 8 Februari
2016)
44 Taufan Wijaya, Foto Jurnalistik, (Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama, 2014), h.137-
140
31
Seorang anak Indonesia yang diangkat oleh pasangan Belanda bernama
Kassian Cephas dikenal dengan hasil fotonya pada 1875.45 Dalam buku
IPPHOS karya Yudhi Soerjoatmodjo, Oscar Motuloh mengungkapkan,
pada 2 Oktober 1946 Justus Umbas bersama Frans “Nyong” Mendur, Alex
Mamusung serta Oscar Ganda, mereka mendirikan IPPHOS, yang tercatat
sebagai kantor berita foto independen pertama di Indonesia.46
Hingga pada 1992 Lembaga Kantor Berita Negara Antara
mendirikan Galeri Foto Jurnalistik Antara (GFJA), galeri pertama yang
fokus pada foto jurnalistik. Dengan kelas foto
jurnalistiknya, Antara menjadi katalis lahirnya jurnalis foto muda. Lewat
jalur pendidikan mereka mengembangkan minat dan wawasan jurnalistik.47
1. Karakteristik Foto Jurnalistik
Foto jurnalistik merupakan bagian dari komunikasi massa,
adapun yang membedakan sebuah foto sehingga dapat
dikategorikan sebagai foto jurnalistik, yaitu di dalamnya
mengandung unsur berita, serta mencantumkan keterangan foto
yang memuat informasi 5W+1H. Seperti yang dikutip Alwi
dalam bukunya Foto Jurnalistik, Frank P. Hoy menjelaskan ada
delapan karaketer foto jurnalistik, yaitu:48
45 Taufan Wijaya, Foto Jurnalistik, h.7
46 Yudhi Soerjoatmodjo, IPPHOS Indonesian Press Photo Service, (Jakarta: Galeri Foto
Jurnalistik Antara, 2013), h.220
47 http://www.1000kata.com/2014/07/sejarah-foto-jurnalistik/ (diakses pada 8 Februari
2016)
48 Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), h.5
32
a. Foto jurnalistik adalah komunikasi melalui foto.
Komunikasi yang dilakukan akan
mengekspresikan pandangan pewarta foto terhadap
suatu subjek, tetapi pesan yang disampaikan bukan
merupakan ekspresi pribadi.
b. Medium foto jurnalistik adalah koran atau majalah,
media kabel atau satelit, juga internet seperti kantor
berita (wire service).
c. Kegiatan foto jurnalistik adalah melaporkan berita
d. Foto jurnalistik adalah panduan foto dan teks.
e. Foto jurnalistik mengacu pada manusia. Manusia
adalah subjek sekaligus pembaca foto jurnalistik.
f. Foto jurnalistik adalah komunikasi dengan orang
banyak (mass audiences). Berati pesan yang
disampaikan harus singkat dan segera disegera
diterima orang yang beraneka ragam.
g. Foto jurnalistik merupakan hasil kerja editor foto.
h. Tujuan foto jurnalistik adalah memenuhi
kebutuhan mutlak penyampaian informasi kepada
sesama, sesuai amandemen kebebasan bicara dan
kebebasan pers (freedom of speech and freedom of
press).
Karena foto jurnalistik merupakan sebuah unsur
pemberitaan, maka dari itu harus memenuhi nilai berita, yaitu:
33
a. aktual,
b. luar biasa,
c. penting,
d. mengandung unsur ketokohan,
e. memiliki kedekatan dengan pembaca,
f. berkaitan dengan kemanusiaan, dan
g. bersifat universal.
2. Jenis Foto Jurnalistik
Organisasi foto jurnalis yang kerap menjadi acuan para
fotografer dunia, World Press Photo mengategorikan beberapa
foto berita, antara lain:49
a. Spot photo atau foto berita
Adalah foto tunggal yang menyajikan satu
peristiwa yang berdiri sendiri.50 Dengan kata lain
tanpa keterangan yang rumit pembaca surat kabar
memahami kesan adanya peristiwa yang
mempunyai nilai berita. Jenis foto ini, seorang
fotografer membutuhkan keberuntungan dalam
hal posisi, keberadaan, serta keberanian saat
membuat foto. Memperlihatkan emosi subjek
yang difotonya sehingga memancing juga emosi
pembaca. Contohnya seperti pada saat aksi baku
49 Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), h.5
50 R.M. Soelarko, Pengantar Foto Jurnalistik, (Jakarta: PT.Karya Nusantara, 1985), h.77
34
tembak antara polisi dan teroris di Jalan M.H.
Thamrin, Jakarta, Januari lalu.
b. General news photo
Jenis foto ini menjelaskan tentang foto-foto yang
diambil secara umum atau peristiwa yang sudah
biasa terjadi. Objek pada sejenis foto ini
bermacam-macam biasanya seperti politik, sosial,
ekonomi, humor dan lain sebagainya. Contohnya
foto Presiden Jokowi yang sedang melantik Jaksa
Agung di Istana Negara.
c. People in The News Photo
Jenis foto ini biasanya tentang orang atau
masyarakat dalam suatu berita. Objek dalam foto
ini tidak hanya orang yang memiki popularitas,
namun setelah foto tersebut dipublikasikan, objek
akan menjadi lebih terkenal dari sebelumnya.
Contohnya adalah foto Ponari, seorang bocah
yang bisa menyebuhkan penyakit dengan
mecelupkan batu ajaibnya ke dalam air pasiennya.
d. Daily Life Photo
Jenis foto jurnalistik ini berkaitan erat dengan
masalah-masalah kemanusiaan dan
kemasyarakatan atau human interest. Pesan
kemanusian adalah salah satu pesan kuat yang
35
ingin disampaikan melalui foto jenis ini.51
Berbeda dengan spot photo jenis foto ini bisa
ditayangkan kapan saja karena sifatnya yang tidak
mudah basi. Contohnya foto kehidupan
masyarakat di bantaran Sungai Cisadane.
e. Potrait photo
Jenis foto yang menampilkan wajah seseorang
secara close up dan bergaya. Sasaran utamanya
adalah wajah manusia dan segala ekspresinya.52
f. Sport photo
Jenis foto yang diambil dari peristiwa olah raga.
Dalam jenis foto ini fotografer haruslah sangat
cekatan dan cepat dalam menangkap momen-
momen yang rata-rata berkecapatan tinggi.53 Oleh
karena ada jarak tertentu antara atlet, penonton,
dan fotografer juga diperlukan kecepatan dalam
mengambil gambar, maka sport foto biasanya
menggunakan lensa telle untuk mendapatkan
hasil yang bagus. Namun ada beberapa cabang
olah raga yang dalam pengambilan gambarnya
51 R.M. Soelarko, Pengantar Foto Jurnalistik, (Jakarta: PT.Karya Nusantara, 1985), h.77 52 Isroi, Fotografi Asyik dengan Kamera Saku, (Yogyakarta: C.V. ANDI OFFSET, 2013),
h. 14
53 Rita Gani dan Ratri Rizki Kusumalestari, Jurnalistik Foto Suatu Pengantar, (Bandung:
Simbiosis Rekatama Media, 2013), h. 221
36
fotografer dilarang menggukan lampu kilat atau
flash, seperti pada cabang olah raga bulu tangkis
dan tenis. Karena dapat menggangu konsentrasi
atlet saat bertanding. Contoh sport photo adalah
ekspresi pemain sepak bola usai mencetak gol.
g. Science and technology photo
Jenis foto yang diambil dari kejadian yang ada
kaitannya dengan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Contohnya seperti foto beberapa siswa
SMK di Solo yang memamerkan mobi hasill
karya mereka sendiri.
h. Art and culture photo
Jenis foto yang diambil dari peristiwa seni dan
budaya. Contohnya seperti foto pertunjukan dari
Teater Koma di Taman Ismail Marzuki, Jakarta.
i. Social and environment photo
Jenis foto yang diambil dari kehidupan sosial
masyarakat serta lingkungannya. Contohnya foto
kehidupan masyarakat pesisir Utara Jakarta.
j. Feature photo
Foto feature menurut Yuniadhi Agung dalam
Makalah Pengantar Fotografi Jurnalistik, bukan
sekedar snapshot, tapi usaha wartawan untuk
memilih sudut pandang yang khas dan bukan
37
sekadar didikte oleh peristiwa itu sendiri,
sehingga memberi makna lebih dalam terhadap
sebuah peristiwa. Sebagai contoh, saat terjadi
kebakaran, wartawan tidak hanya memotret api
yang menyala dan petugas pemadam kebakaran
yang berusaha menjinakkan api, tapi juga
memotret ekspresi pemilik rumah yang sedih.
kehilangan tempat tinggal.54
k. Essay photo
Jenis foto yang merupakan kumpulan beberapa
foto features yang dapat bercerita ini dibangun
melalui sebuah imaji, yaitu foto-foto yang
bercerita secara sequentatif dan teks yang
menyertainya.55 Jenis foto ini sering disebut
sebagai ‘otaknya’ foto jurnalistik.
3. Foto Essay dan Foto Cerita
Bercerita dengan cahaya adalah salah satu pilihan
penyampaian informasi yang diminati. Selain narasi, foto
jurnalistik mampu menampilkan realitas yang diinginkan
pembaca dengan apa adanya. Foto jurnalistik terbagi dalam foto
tunggal (single picture), foto seri (story photo) dan foto esai
(essay photo). Esai foto bisa juga dibuat dengan jalan
menggabungkan beberapa foto tunggal, yang penting satu sama
54 Yuniadhi Agung, Makalah Pengantar Fotografi Jurnalistik, (Jakarta:T,pn, 2004), h.23
55 Fotomedia, Foto Jurnalistik Gabungan Foto dan Kata, April 2003, h.24
38
lain harus mampu memberi kekuatan sehingga secara
keseluruhan foto-foto tersebut jadi lebih kuat.56
Foto-foto ini lazimnya terdapat di koran mingguan atau
majalah. Foto jenis ini pembuatannya memakan waktu yang
cukup lama, sehingga jarang dilakoni fotografer jurnalis. Namun,
keduanya memudahkan fotografer untuk menjelaskan suatu
peristiwa dalam beberapa foto, tidak hanya foto tunggal.
Akan tetapi foto seri dan foto esai memiliki pengertian yang
berbeda. Gerald D. Hurley dan Angus McDougall berpendapat,
seperti yang dikutip Alwi dalam Foto Jurnalistik. Metode
Memotret dan Mengirim Foto ke Media Massa, bahwa foto esai
lebih mengutamakan penyampaian argumentasi daripada narasi.
Argumentasi disini tidak hanya menceritakan peristiwa yang
terekam namun menguatkan maksud berita. Foto esai lebih
mengandung unsur pendidikan dan menganalisis peristiwa secara
kedua belah pihak. Penggambarannya juga berbeda dengan foto
seri, yaitu tiap-tiap foto esai tidak bergantung satu sama lain. Foto
seri biasanya menggambarkan peristiwa secara urut.57
Menururt Soeprapto Soedjono dalam bukunya Pot-Pourri
Fotografi, karya foto jurnalistik berupa esai foto bernilai sebagai
suatu narrative-text karena cara menampilkannya yang disusun
berurutan secara serial sehingga memberikan kesan sebuah cerita
56 Atok Sugiarto, Indah itu Mudah. Buku Panduan Fotografi, (Jakarta: PTGramedia
Pustaka Utama, 2006), h.82
57 Audy MirzaAlwi, Foto Jurnalistik: Metode Memotret dan Mengirim Foto ke Media
Massa, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2004), h.6
39
yang berkesinambungan antara gambar yang satu dengan yang
lain. Bahasa gambar yang tertuang dalam karya fotografi tersebut
menyiratkannya sebagai media komunikasi pictorial dalam
mengisahkan sebuah kejadian atau peristiwa secara visual dengan
teknik fotografi.58
4. Proses Teknik Foto Jurnalistik
Seorang fotografer jurnalistik harus mengetahui beberapa
proses teknik foto jurnalistik yang baik, yang dimaksud dengan
proses teknik foto jurnalistik yaitu urutan atau tahapan
pengambilan objek yang dilakukan oleh fotografer sehingga
menghasilkan sebuah karya foto yang dapat dinikmati,
melibatkan perasaan dan menggugah emosi pembaca.
Foto jurnalistik yang baik tidak hanya sekadar fokus secara
teknis, namun juga fokus secara cerita. Fokus dengan teknis
adalah gambar mengandung tajam dan kekaburan yang
beralasan.59 Ini dalam artian memenuhi syarat secara teknis
fotografi. Fokus secara cerita, kesan, pesan dan misi yang akan
disampaikan kepada pembaca mudah dimengerti dan dipahami.
Sementara dari konsep pemaknaan sudut pengambilan
gambar yang dikutip dari konvensi menurut Berger Teknik-teknik
Analisis Media, sebagai berikut:60
58 Soeprapto Soedjono, Pot-Pourri Fotografi, (Jakarta: Penerbit Universitas Trisakti,
2006),h.41
59 SK Patmono, Teknik Jurnalistik Tuntunan Praktis untuk Menjadi Wartawan, (Jakarta:
PT BPK Gunung Mulia, 1996), h.109
60 Arthur Asa Berger, Tehnik-teknik Analisis Media, (Yogyakarta: Universitas Atmajaya.
2000), h. 33
40
Tabel 5
Signifier (Penanda)
Sudut Pengambilan Foto
Definisi Signified
(Petanda)
Close Up (CU) Hanya wajah Keintiman
Medium Shoot (MS) Hampir seluruh
tubuh
Hubungan
personal
Long Shoot (LS) Setting dan
karakter
Konteks, skope,
jarak publik
Full Shoot (FS) Keseluruhan Hubungan sosial
Low Angle (LA) Kamera melihat
ke bawah
Kekuasaan,
kekuatan
High Level (HL) Kamera melihat
ke atas
Kelemahan,
ketidakberdayaan
Eye Level Kamera sejajar
dengan mata
objek
Kesejajaran
D. Konsep Patriotisme
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata patriotisme
adalah kata sifat yang memiliki arti sikap seseorang yang bersedia
mengorbankan segala-galanya untuk kejayaan dan kemakmuran tanah
airnya; semangat cinta tanah air.61 Suprapto dan kawan-kawan dalam
buku Pendidikan Kewarganegaraan Kelas X SMA/MA 1 menyatakan
bahwa patriotisme adalah semangat cinta tanah air atau sikap seseorang
yang rela mengorbankan segala-galanya untuk kejayaan dan
kemakmuran tanah airnya.62 Patriotisme merupakan jiwa dan semangat
cinta tanah air yang melengkapi eksistensi nasionalisme.63
Sekelompok manusia yang menghuni bumi Indonesia wajib bersatu,
mencintai dengan sungguh-sungguh, dan rela berkorban membela tanah
61 http://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/Patriotisme (diakses pada 27 Januari 2017) 62 Suprapto dan kawan-kawan, Pendidikan Kewarganegaraan Kelas X SMA/MA1,
(Jakarta: PT Bumi Aksara, 2007), h.38 63 Noor Ms Bakry, Pendidikan Pancasila, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. 144
41
air Indonesia sebagai bangsa yang merdeka.64 Lebih jauh lagi, Bakry
dalam Pendidikan Pancasila menyatakan bahwa patriotisme adalah
bagian dari paham kebangsaan dalam nasionalisme Indonesia.65
Patriotisme meliputi sikap-sikap bangga akan pencapaian bangsa,
bangga akan budaya bangsa, adanya keinginan untuk memelihara ciri-
ciri bangsa dan latar belakang budaya bangsa. Rashid dalam bukunya
Patriotisme menyebutkan beberapa nilai patriotisme, yaitu: kesetiaan,
keberanian, rela berkorban, serta kecintaan pada bangsa dan negara.66
Staub membagi patriotisme dalam dua bagian yaitu blind
patriotisme atau patriotisme buta dan constructive patriotism atau
patriotisme konstruktif. Patriotisme buta didefinisikan sebagai sebuah
keterikatan pada negara dengan ciri khas tidak mempertanyakan segala
sesuatu , loyal dan tidak toleran terhadap kritik.67
Sementara patriotisme konstruktif didefinisikan sebagai sebuah
keterikatan pada bangsa dan negara dengan ciri khas mendukung adanya
pertanyaan dan kritik dari anggotanya terhadap berbagai kegiatan yang
dilakukan atau terjadi sehingga diperoleh suatu perubahan positif guna
mencapai kesejahteraan bersama.68
64 Noor Ms Bakry, Pendidikan Pancasila, h.144
65 Noor Ms Bakry, Pendidikan Pancasila, h. 145 66 Abdul Rahim Abdul Rashid, Patriotisme: Agenda Pembinaan Bangsa, (Kuala Lumpur:
Utusan, 2004), h.5
67 Jurnal Andita Trias Nur Azizah, PERBANDINGAN NILAI-NILAI PATRIOTISME
DALAM FILM (Analisis Isi Perbandingan Nilai-Nilai Patriotisme dalam Film Sang Pencerah
(2010) dan Film Sang Kiai (2013)), h.7
68 Jurnal Andita Trias Nur Azizah, PERBANDINGAN NILAI-NILAI PATRIOTISME
DALAM FILM (Analisis Isi Perbandingan Nilai-Nilai Patriotisme dalam Film Sang Pencerah
(2010) dan Film Sang Kiai (2013)), h.7-8
42
Eyal Lewin kemudian membagi lagi patriotisme konstruktif menjadi
dua bagian yaitu patriotisme konstruktif politik dan patriotisme
konstruktif moral.69 Patriotisme konstruktif politik didefinisikan sebagai
patriotisme yang tetap menerima kritikan namun berdasar pada motivasi
dasar bahwa tidak ada yang bisa dilakukan pada isu-isu susila dan
moralitas. Sedangkan patriotisme konstruktif moral diartikan sebagai
patriotisme yang menerima kritikan dan menjunjung tinggi nilai-nilai
kebenaran dan keadilan
Berdasarkan pemaparan di atas penulis menarik beberapa poin nilai-
nilai patriotisme yakni:
1. Keberanian
Menurut Peter Irons keberanian adalah suatu tindakan
memperjuangkan sesuatu yang dianggap penting dan mampu
menghadapi segala sesuatu yang dapat menghalanginya karena
percaya kebenarannya. Sedangkan menurut Paul Findley
keberanian adalah suatu sifat mempertahankan dan
memperjuangkan apa yang dianggap benar dengan menghadapi
segala bentuk bahaya, kesulitan, kesakitan, dan lain-lain.70
2. Rela Berkorban
Anis Matta dalam Mencari Pahlawan Indonesia
menjelaskan sikap rela berkorban adalah sikap yang
mencerminkan adanya kesediaan dan keikhlasan memberikan
69 Jurnal Andita Trias Nur Azizah, PERBANDINGAN NILAI-NILAI PATRIOTISME
DALAM FILM (Analisis Isi Perbandingan Nilai-Nilai Patriotisme dalam Film Sang Pencerah
(2010) dan Film Sang Kiai (2013)), h.8
70 Peter Irons, Keberanian Mereka yang Berpendirian, (Bandung: Angkasa,2003), h.21
43
sesuatu yang dimiliki untuk orang lain, walaupun akan
menimbulkan penderitaan bagi diri sendiri. Sesuatu yang
dimiliki tersebut dapat berupa hartanya, keluarganya, orang
yang dicintainya maupun badan dan nyawanya sendiri. Rela
berkorban artinya kesediaan untuk mengalami penderitaan atau
siksaan demi kepentingan atau kebahagiaan orang lain maupun
orang banyak.71 Keke T. Aritonang memaparkan dalam
Menghidupkan Kembali Semangat Nasionalisme Soe Hok Gie,
nilai-nilai kerelaan berkorban demi negara dapat dilihat dari
nilai-nilai : 72
a. Mengutamakan kepentingan bersama daripada
kepentingan diri sendiri.
b. Berupaya menghindari sikap egois, apatis, dan masa
bodoh.
c. Memberikan sesuatu yang dimilikinya untuk membantu
orang lain.
d. Mempunyai kesetiaan terhadap bangsa dan negara
dengan memberi perhatian pada kepentingan umum.
3. Pantang Menyerah.
Masih dalam Mencari Pahlawan Indonesia Anis juga
menjelaskan bahwa pantang menyerah adalah sebuah wujud
71 Anis Matta, Mancari Pahlawan Indonesia, (Jakarta: Tarbawi Center, 2004), h. 61
72 Keke T. Aritonang, Menghidupkan Kembali Semangat Nasionalisme Soe Hok Gie,
(Jurnal Pendidikan Penabur - No.14/Tahun ke-9/Juni 2010), h.81
44
kepribadian seseorang yang gigih, tanpa bosan bangkit dari satu
kegagalan ke kegagalan yang lain dan akhirnya mencapai
keberhasilan. Seseorang yang pantang menyerah akan
melakukan hal yang sama walaupun telah gagal sebelumnya.
Seseorang yang pantang menyerah senantiasa berusaha memberi
jawaban atas tantangan yang dihadapi.73
4. Kesetiakawanan Sosial
Kesetiakawanan sosial mengandung aspek-aspek solidaritas,
empati dan bukan sebaliknya tak acuh, masa bodoh dengan
orang lain atau egois.74 Solidaritas adalah kata lain dari kasih,
yang menggerakkan kaki, tangan, hati dan seluruh kepribadian
manusia. Tujuan dari solidaritas adalah berbagi kehidupan
dengan sesama yang menderita,dan menolong kebangkitannya
untuk memperoleh kebebasan, keadilan, dan hak serta
martabatnya.75
5. Toleransi
Toleransi berasal dari bahasa latin yaitu tollerare yang artinya
menahan diri, bersikap sabar, membiarkan orang berpendapat
lain dan berhati lapang terhadap orang-orang yang mempunyai
pendapat yang berbeda.76
73 Anis Matta, Mancari Pahlawan Indonesia,, h. 61
74 Darmadi, Kesetiakawanan Tetap Diperlukan. http : //www.suaramerdeka.com edisi 20
Desember 2004, (diakses 25 Maret 2017) 75 I. Sandyawan Sumardi, Melawan Stigma Melalui Pendidikan Alternatif, (Jakarta: PT.
Grasindo, 2005), h. 87
76Ahmad Masykur, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, www.elcom.umy.ac.id,
(diakses 25 Maret 2017)
45
Seorang patriot harus mempunyai toleransi yang tinggi demi
menjaga kesatuan dan persatuan bangsanya. Ia harus toleran
terhadap kritik dan evaluasi dari anggotanya agar perjuangan
yang ia lakukan tetap berada di jalur yang benar.
46
BAB III
A. Gambaran Umum Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN)
ANTARA
1. Profil LKBN ANTARA
a. Sejarah Singkat LKBN ANTARA1
Kantor Berita ANTARA didirikan pada 13 Desember 1937
oleh Adam Malik, Soemanang, A.M. Sipahoetar dan Pandoe
Kartawagoena, ketika semangat kemerdekaan nasional digerakkan
oleh para pemuda pejuang. Keberhasilan ANTARA menyiarkan
Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus
1945 ke seluruh dunia adalah wujud kecintaan dan baktinya yang
besar bagi perjuangan bangsa Indonesia. Akhirnya pada 1962,
ANTARA resmi menjadi Lembaga Kantor Berita Nasional yang
berada langsung di bawah Presiden Republik Indonesia.
Selama lebih dari setengah abad, ANTARA sebagai salah
satu kantor berita terbesar di dunia bertekad untuk selalu
menghadirkan berita dan foto mengenai peristiwa-peristiwa
penting dan mutakhir secara cepat dan lengkap ke seluruh dunia.
Didukung teknologi informasi terkini, ANTARA memiliki
jaringan komunikasi yang menjangkau berbagai pelosok tanah air
dan dunia. ANTARA memiliki biro di setiap propinsi serta
1 Diolah dari http://www.antara.net.id/index.php/2011/10/09/sejarah-singkat/id/ (diakses
pada 8 Pebruari 2016)
47
perwakilan di beberapa kotamadya/kabupaten. Agar dapat
menyajikan berita luar negeri dengan persepsi nasional, ANTARA
mengendalikan biro atau perwakilan di New York, Canberra,
Kuala Lumpur, Kairo dan Sana’a.
Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap informasi
global, ANTARA juga menjalin kerjasama, baik secara komersial
maupun non-komersial, dengan kantor-kantor berita di seluruh
dunia, seperti AAP (Australia), Reuters (Inggris), AFP (Perancis),
DPA (Jerman), Kyodo (Jepang), Bernama (Malaysia), Xinhua (PR
China), CIC (Columbia), NAMPA (Namibia) dan lain-lainnya.
ANTARA aktif dalam berbagai organisasi regional dan
international, seperti ANEX (ASEAN News Exchange), OANA
(Organization of Asia Pacific News Agencies) dan NANAP (Non-
Aligned News Agencies Pool).
Tak kurang dari 3000 berita luar negeri yang berasal dari
para mitra kerjanya dan 250 berita hasil liputan wartawannya
sendiri disebarluaskan setiap hari melalui teknologi komunikasi
terkini, seperti VSAT dan DVB, serta berbagai teknologi berbasis
Internet, seperti situs web, email dan ftp (file transfer protocol).
Selain melayani berita dan foto, ANTARA juga menawarkan
produk dan jasa lainnya seperti layanan data dan informasi pasar
uang dan saham (Indonesia Market Quote/IMQ), penyebarluasan
48
rilis pers (PRWire) dan pendidikan jurnalistik (Lembaga
Pendidikan Jurnalistik ANTARA).
ANTARA juga bekerjasama dengan mitra-mitra asing
seperti Reuters, Bloomberg dan Bridge-Telerate dalam menjual
layanan data dan informasi pasar global. Dengan kantor-kantor
berita asing di Asia Pasifik, ANTARA membentuk konsorsium
Asia Pulse dalam memberikan layanan informasi bisnis Asia, dan
membentuk konsorsium Asia Net dalam menyebarluaskan rilis
pers secara global.
Sebagai bagian dari misi sosial budayanya, ANTARA
mengelola sebuah galeri foto jurnalistik (GFJA). Galeri ini telah
banyak dikunjungi dan telah dikenal di mancanegara. Belanda dan
Australia pernah memberi sumbangan fotro-foto berharga untuk
dipamerkan di GFJA.
Gedung ANTARA di Pasar Baru merupakan bangunan
bersejarah karena pernah menyebarluaskan Proklamasi
Kemerdekaan RI. Layaknya museum, gedung ini menyimpan dan
memamerkan berbagai benda peninggalan wartawan sejak 1945
sampai 1950 yang dapat dikunjungi oleh siapa pun yang berminat.
b. Visi dan Misi LKBN ANTARA
Sebagai sebuah kantor berita dan juga Badan Usaha Milik
Negara (BUMN), ANTARA tentunya memiliki visi dan misi
dalam menjalankan usahanya.
49
Visinya adalah Penyedia jasa informasi Multimedia,
pencerah, dan duta informasi Indonesia. Sedangkan misinya
adalah:2
1) Penyedia jasa informasi dan komunikasi yang
berorientasi pasar untuk berbagai pemangku
kepentingan yang dijalankan dengan tata kelola
yang baik dan berstandar internasional;
2) Menjalankan Aktivitas pembangunan karakter
masyarakat berbasis pengetahuan;
3) Menyiarkan informasi untuk pencitraan Indonesia
di luar negeri;
4) Mengembangkan jurnalisme Indonesia
2. Profil Antara Foto3
Adalah divisi pemberitaan foto mandiri yang menjadi
bagian internal dari Lembaga Kantor Berita Nasional ANTRA.
Divisi otonom ini menyediakan beragam variasi produk visual
khususnya di bidang fotografi jurnalistik serta dokumentasi foto
arsip bersejarah untuk kebutuhan pers dan berbagai kalangan
lainnya.
Antara Foto merupakan ujung tombak foto jurnalistik
modern yang eksistensi yang telah hadir sebelum kelahiran
Republik Indonesia. Pada masa revolusi perjuangan salah seorang
2 Diolah dari http://www.antara.net.id/index.php/2011/10/09/visi-misi/id/ (diakses pada 8
Februari 2016 3 Company profile Antara Foto, Galeri Foto Jurnalistik Antara.
50
pewarta fotonya, Abdoel Wahab sempat mengabadikan peristiwa
perobekan bendera Belanda di menara Hotel Oranye pada peristiwa
10 Nopember 1945 di Surabaya.
Ketika itu Antara Foto dikenal dengan nama Biro Foto
Antara, yang ikut hijrah ke Yogyakarta pada 1949 bersama-sama
dengan pemerintahan Republik Indonesia. Biro Foto sempat
ditutup pada 1958 dengan alasan merugi, bahkan pada akhir 1965,
setelah peristiwa G30S seluruh koleksi arsip foti Kantor Berita
Antara musnah dibakar oleh seorang prajurit penerangan Angkatan
Darat di depan Gedung Antara di Jalan Antara, Pasar Baru, Jakarta.
Biro Foto beroperasi kembali pada 1972 yang di bawah
Direktorat Logistik. Baru pada 1976 produksi murni Biro Foto
berupa pelayan paket foto berita dalam negeri kembali diluncurkan
dengan mengambil momentum berlangsungnya KTT ASEAN
pertama di Bali. Pada 1978 Biro Foto bergabung kembali ke jajaran
Direktorat Redaksi ditandai dengan pemuatan foto hasil liputan
peringatan Sumpah Pemuda 28 Oktober di Senayan.
Dua puluh satu tahun kemudian Biro Foto bersama dengan
Museum dan Galeri Foto Jurnalistik Antara dioperasikan sebagai
salah satu unit usaha strategis Antara di bawah kendali Direktorat
Usaha dan Pemasaran. Kantor redaksi Biro Foto kemudian juga
dipindahkan dari lantai 19 Wisma Antara ke Gedung Antara Pasar
Baru yang bersejarah tersebut.
51
Akhirnya pada 2005, Biro Foto Antara digabungkan
kembali dengan Direktorat Redaksi Kantor Berita Antara.
Sementara itu pada April 2007, nama Antara Foto resmi digunakan
sebagai sebutan baru menandai statusnya sebagai kantor berita
Foto Antara yang mandiri dan memiliki otonomi penuh dalam
menjalankan fungsi pelayanan dan operasi pemberitaan foto yang
independen.
Dewasa ini, Antara Foto didukung penuh oleh 27 pewarta
foto tetap, 102 pewarta foto lepas, di 27 kota potensi berita foto di
Indonesia. 10 penyunting berita foto profesional dan 15 personel
pendukung yang menjalankan roda perusahaan. Kehadiran mereka
adalah demi memajukan harkat dan peradaban foto jurnalistik
Indonesia dengan pelayanan berita foto yang cepat, berkarakter,
dan terpercaya.
Antara Foto memiliki misi, melayani dan informasi visual
yang bermartabat, serta mendorong pengembangan dan pelestarian
budaya foto jurnalistik yang diselenggarakan seluas-luasnya untuk
kemajuan peradaban bangsa dan negara. Sementara visinya adalah
menjadi kantor berita foto global terpercaya.4
B. Profil M.Agung Rajasa
Muhammad Agung Rajasa lahir di Jakarta pada 10 September 1983
dari kedua orang tua yang berdarah Minang. Mulai belajar seeius fotografi
saat ia kuliah di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
4 Company profile Antara Foto, Galeri Foto Jurnalistik Antara
52
sebelumnya ia memliki pengetahuan dasar fotografi dari belajar secara
otodidak. Baru pada 2005 atau saat kuliahnya menginjak semester lima,
Agung yang mengambil kuliah jurusan Perbandingan Agama mulai berpikir
setelah lulus ingin bekerja sebagai apa. Dari pemikiran itu awalanya ia
memutuskan untuk serius belajar fotografi di Kalacitra, UKM fotografi
yang ada di kampusnya. Di situ ia mendalami fotografi sampai menunda
kelulusannya kurang lebih selama dua tahun, untuk menjadi pengurus
Kalacitra. Hingga pada 2008 Agung menyelesaikan masa studinya di UIN
Jakarta.
Setelah lulus kuliah, Agung sempat bekerja di Koran Indonesia
Bisnis Today. Tidak lama kemudian, masih pada 2008 Ia pindah ke majalah
mingguan Gatra. Hanya bertahan setahun di Gatra, pria berdarah Minang
ini kembali hengkang. Kali ini Agung memilih memilih bekerja di sebuah
portal berita online inilah.com, di sini Ia pun hanya bertahan setahun.
Hingga kemudian lelaki bertinggi badan 172 sentimeter ini
bergabung dengan Antara Foto pada 2011. Di tahun itu bisa dibilang sebagai
tahun terbaik untuk karirnya sebagai pewarta foto. Beberapa penghargaan
bergengsi di dunia fotografi Indonesia Ia raih, di antaranya Juara 1 Lomba
Foto Anugerah Jurnalistik AJI, Juara Foto of The Year Anugerah Pewarta
Foto Indonesia, Juara 1 Lomba Foto Kategori Spot News Anugerah Pewarta
Foto Indonesia, dan Juara 1 Lomba Foto Kategori Daily Life Anugerah
Pewarta Foto Indonesia.
Puncaknya adalah ketika foto karyanya terpilih menjadi juara
Anugerah Adinegoro 2011. Di situ Agung meyakinkan ibunya bahwa Ia
53
serius menggeluti dunia fotografi. Sebelum itu ibunya meminta ia untuk
melanjutkan kuliah ke jenjang strata dua dan menjadi dosen. Sampai saat
ini Ia menjadi pewarta foto tetap di Antara Foto, dan aktif menjadi pengurus
di Pewarta Foto Indonesia.
54
BAB IV
TEMUAN DAN ANALISIS
Pada bab ini penulis memaparkan data dan hasil penulisan dari skripsi
yang berjudul Makna Patriotisme pada Foto Cerita Jurnalistik. Penulis
menggunakan pisau analisis semiotika Roland Barthes yang merujuk pada makna
denotatif, konotatif, dan mitos yang terkandung dalam foto berita yang diteliti.
Guna mengembangkan hasil temuan, selanjutnya penulis melihat hasil pemaknaan
foto dan mengarahkannya pada kajian tentang patriotisme.
55
A. Analisis data foto I
Gambar 1. Foto Koordinasi Prajurit
Sumber: http://www.antarafoto.com/foto-cerita/v1441360511/menjaga-
indonesia-dari-pulau-ndana
Caption:
Sejumlah prajurit TNI yang tergabung dalam Satgas Pengamanan Pulau
terluar XVII berkoordinasi sebelum melakukan patroli di Pulau Ndana,
Rote Barat Daya, Nusa Tenggara Timur.
1. Makna Denotasi
Makna denotasi ialah makna sebenarnya. Dengan kata lain, makna
yang paling nyata dari tanda. Makna denotasi lazimnya diberikan
penjelasan sebagai makna yang sesuai dengan apa yang kita lihat,
cium, dengar rasakan dan pengalaman lainnya.
56
Foto ini terlihat menggunakan cahaya tambahan (flash), ini dilihat
dari cahaya yang tidak merata. Dalam foto tersebut terlihat dua orang
di dalam sebuah ruangan sedang menunjuk ke satu titik pada sebuah
peta. Kedua orang tersebut mengenakan baju loreng, satu orang
memakai baret warna hijau dan satu lainnya memakai baret warna nila.
Di dalam ruangan yang tersebut juga terdapat peta yang nampak
seperti peta Provinsi Nusa Tenggara Timur, bendera merah putih,
bendera dengan motif horisontal merah putih, di sebelah kanan terlihat
seperti bagan struktur organisasi. Di bagian atas terpasang foto
Presiden dan Wakil Presiden Indonesia dan foto lambang negara
Garuda Pancasila.
2. Makna Konotasi
Makna konotasi merupakan makna yang didasarkan atas perasaan
atau pikiran yang ditimbulkan oleh penulis atau pembaca. Dapat
dikatakan bahwa konotasi itu ialah makna dari hasil pemikiran atau
ideologi seseorang dalam memahami pesan yang disampaikan.
Dalam foto tersebut, dua orang dalam foto tersebut merupakan
prajurit TNI ini dilihat dari pakaian yang mereka kenakan. Namun
kedua prajurit tersebut berasal dari dua kesatuan yang berbeda, dilihat
dari baret yang mereka kenakan. Dalam Tentara Nasional Indonesia
warna baret menandakan dari kesatuan mana dia berasal, , prajurit
berbaret nila berasal dari kesatuan Marinir Angkatan Laut, sedangkan
prajurit yang berwarna hijau berasal dari kesatuan Komando Strategis
Angkatan Darat(Kostrad).
57
Dua orang prajurit tersebut sedang berkoordinasi dalam
menjalakan tugas patroli, ini terlihat dari kedua prajurit tersebut
menunjuk dengan telunjuk ke sebuah titik pada peta yang akan
menjadi konsentrasi patroli mereka juga sedikit dijelaskan pada
caption data foto I.
Adanya objek seperti peta, foto presiden dan wakil presiden, foto
Garuda Pancasila, Bendera Merah Putih, bendera dengan motif
horisontal merah putih, dan sebuah bagan struktur organisasi di sini
menandakan bahwa kedua prajurit TNI tersebut sedang berada di
dalam pos penjagaan di wilayah Negara Kesatuan Indonesia.
Kedekatan kedua prajurit TNI yang berbeda kesatuan
mengisyaratkan sikap kesetiakawanan sosial yang mengandung aspek-
aspek solidaritas. Tujuan dari solidaritas adalah berbagi kehidupan
dengan sesama yang menderita,dan menolong kebangkitannya untuk
memperoleh kebebasan, keadilan, dan hak serta martabatnya.1
3. Makna Mitos
Pada tahap ini, penulis menangkap makna mitos pada foto ini yaitu
kerjasama, gotong royong, kesetiakawan sosial yang dijalin dari kedua
anggota prajurit TNI yang tergabung dalam Satgas Pengamanan Pulau
terluar XVII di Pulau Ndana. Dalam menjalankan tugas mengamankan
dan menjaga wilayah kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang merupakan tugas setiap anggota Tentara Nasional Indonesia.
1 I. Sandyawan Sumardi, Melawan Stigma Melalui Pendidikan Alternatif, (Jakarta: PT.
Grasindo, 2005), h. 87
58
Walaupun berbeda kesatuan, kedua prajurit tersebut bahu-membahu
untuk berpatroli mengamankan Pulau Ndana dari klaim negara lain.
Kerjasama antar kesatuan TNI ini sangat diperlukan mengingat
makin maraknya pencaplokan atas pulau-pulau terluar milik Indonesia
yang diklaim oleh negara lain. Seperti yang terjadi pada 2002, kasus
perebutan kepemilikan Sipadan dan Ligitan di Kalimatan Utara. Pada
kasus tersebut Indonesia bersengketa dengan Malaysia untuk
merebutkan kepemilikan Pulau Sipadan dan Ligitan. Hasilnya
Mahkamah Internasional (International Court of Justice) di Den Haag,
Belanda, memutuskan Malaysia menjadi pihak yang berhak atas
kedaulatan Pulau Sipadan dan Ligitan.
59
B. Analisis data foto II
Gambar 2. Foto Prajurit Patroli
Sumber: http://www.antarafoto.com/foto-cerita/v1441360511/menjaga-
indonesia-dari-pulau-ndana
Caption:
Sejumlah prajurit TNI yang tergabung dalam Satgas Pengamanan Pulau
terluar XVII melakukan patroli di Pulau Ndana, Rote Barat Daya, Nusa
Tenggara Timur.
1. Makna Denotasi
Denotasi adalah hubungan antara penanda dengan petanda dalam
sebuah tanda yang mengacu terhadap realitas eksternalnya. Dalam
mengungkap makna denotatif dari sebuah foto bisa melalui tahapan
perseptif, dengan cara meransformasi gambar ke dalam kategori verbal
atau verbalisasi gambar. Maksudnya makna paling nyata dari sebuah
tanda yang artinya makna sesungguhnya dan yang digambarkan
terhadap sebuah objek.
60
Pada foto tersebut, tidak menggunakan cahaya tambahan (flash).
Di foto ini terdapat tiga orang yang sedang berjongkok dengan
mengenakan pakaian loreng dan baret berwarna nila. Terlihat satu
orang di antara mereka sedang memegang sebuah alat yang ditaruh di
depan matanya, sedangkan dua lainnya memandang ke depan.
Dari latar tempat ketiga orang ini berada di antara rerumputan di
depan mereka ada pasir putih, dan di kejauhan nampak gulungan
ombak. Foto ini diambil pada siang hari dilihat dari cahaya cahaya dan
warna langit dan awan yang terlihat begitu cerah.
2. Makna Konotasi
Ketiga orang tersebut merupakan prajurit TNI dari kesatuan
Marinir Angkatan Laut ini didapat dari pakaian loreng dan baret yang
mereka kenakan. Mereka sedang berjongkok di antara rerumputan
sembari memandang ke arah depan memiliki arti bahwa mereka
sedang berpatroli memantau keberadaan musuh.
Ketiganya menghadap laut dan berlindung di antara ilalang dan
rerumputan yang tinggi. Salah satu dari mereka mengintai dengan
menggunakan binokular2, ini dimaksudkan agar dapat memantau objek
dari kejauhan. Dua prajurit lainnya, yaitu yang di tengah dan di paling
kanan terlihat seolah-olah sedang berbincang, ini terlihat dari gerakan
2 Alat yang dipegang dengan tangan dan dipakai untuk membesarkan benda jauh dengan
melewati tampilan dua rentetan lensa dan prisma yang berdampingan. Prisma dipergunakan untuk
mengembalikan tampilan dan memantulkan cahaya lewat refleksi internal total. Binokular
menghasilkan bayangan yang benar dan tidak terbalik seperti teleskop. dapat dikatakan binokular
adalah dua teleskop yang dijadikan satu,menghasilkan penglihatan 3 dimensi bagi pemakainya.
Sumber dari https://id.wikipedia.org/wiki/Binokular (diakses pada 27 Februari 2017).
61
tangan dari prajurit yang berada di tengah, sedangkan prajurit yang
paling kanan menyondongkan badan dan telinganya seolah-olah
sedang mendegarkan apa yang sedang diucapkan si prajurit yang di
tengah. Adanya unsur ilalang dan rerumputan, penulis juga melihat ada
makna lain, yaitu sebagai alat kamuflase dari penglihatan musuh.
Warna langit yang cerah, pasir pantai, dan gulungan ombak di laut
memiliki makna latar tempat dan waktu dari foto ini, selain itu juga
bisa juga berarti bahwa prajurit TNI siap menjaga wilayah kedaulatan
Republik Indonesia baik dari dari darat, laut, dan udara.
Ini juga menunjukan sikap keberanian yang dimiliki oleh para
prajurit TNI dalam menjaga wilayah batas negara yang berbatasan
langsung dengan laut negara Australia. Sejalan dengan apa yang
dikatakan oleh Peter Irons bahwa keberanian adalah suatu tindakan
memperjuangkan sesuatu yang dianggap penting dan mampu
menghadapi segala sesuatu yang dapat menghalanginya karena
percaya kebenarannya.
3. Makna Mitos
Penjagaan pulau-pulau terluar merupakan antisipasi lepasnya
sebuah pulau dan menghidari klaim kepemilikan pulau Indonesia oleh
negara lain. Ini juga diungkapkan oleh sang fotografer yang
mengambil foto ini, “Beberapa waktu pulau ini pernah mau diakui oleh
Australia makanya patroli itu terus. Nah ini ga ada penjaga, ga ada
62
kehidupan di sini hanya prajurit yang tinggal di sana,” tutur Agung
Rajasa.3
Hal ini juga sempat terjadi pada beberapa pulau di wilayah
Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, yaitu Pulau Bidadari,
Kanawa, dan Sebayur. Ketiga pulau tersebut bukan diklaim asing
melaikan dikelolah dan dimanfaatan oleh pihak asing akibat tidak
berpenghuni. Seperti yang dikutip dari tempo.co, Tidak berpenghuni,
sebanyak tiga pulau di Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur,
diketahui telah dikelola oleh pihak asing. Bupati Manggarai Barat
Agustinus Ch Dulla mengatakan tiga pulau tersebut adalah Pulau
Bidadari, Kanawa, dan Sebayur. "Yang saya tahu, hanya tiga pulau itu
yang tidak berpenghuni dan dikelola orang asing," katanya
kepada Tempo, Selasa, 10 Februari 2015.4
Dari hal tersebut tersebut pemerintah melalui Tentara Nasional
Indonesia (TNI) berusaha jangan sampai ada pulau yang diklaim atau
dimanfaatkan oleh asing, maka Pulau Ndana dihuni dan dijaga oleh
para prajurit TNI yang tergabung dalam Satgas Pengamanan Pulau
terluar XVII.
3 Wawancara pribadi dengan M. Agung Rajasa pada 28 Maret 2017
4 https://bisnis.tempo.co/read/news/2015/02/11/090641608/tak-berpenghuni-3-pulau-di-
ntt-dikuasai-asing (diakses pada 14 April 2017)
63
C. Analisis data foto III
Gambar 3. Foto Prajurit Berpatroli
Sumber: http://www.antarafoto.com/foto-cerita/v1441360511/menjaga-
indonesia-dari-pulau-ndana
Caption:
Sejumlah prajurit TNI yang tergabung dalam Satgas Pengamanan Pulau
terluar XVII berpatroli di Pulau Ndana, Rote Barat Daya, Nusa Tenggara
Timur.
1. Makna Denotasi
Dalam foto ini tidak menggunakan cahaya tambahan (flash). Pada
foto ini terdapat siluet dari enam orang yang sedang berjalan melewati
padang rumput atau ilalang di siang hari terlihat dari teriknya cahaya
matahari yang menyebabkan siluet dari keenam orang tersebut. Di
kejauhan nampak juga bangunan kecil menyerupai pos pantau dan
64
sebuah tiang bendera dengan bendera yang sedang berkibar
menandakan bahwa foto tersebut diambil di sebuah daerah yang
merupakan bagian dari penjagaan.
2. Makna Konotasi
Keenam orang yang terlihat siluet ini merupakan prajurit TNI yang
sedang berpatroli mengelilingi Pulau Ndana, hal ini bisa dilihat dari
beberapa dari mereka yang nampak membawa seperti senjata di
tangannya. Pos pantau dan bendera yang berkibar juga menandakan
bahwa meraka merupakan prajurit TNI yang sedang berjaga di Pulau
Ndana. Ini juga dikuatkan oleh keterangan foto yang menyatakan
bahwa para prajurit tersebut sedang berpatroli.
Dalam foto ini tersirat makna bahwa para prajurit yang tergabung
dalam Satgas Pengamanan Pulau terluar XVII ini siap berjuang sampai
mati dalam mengamankan wilayah teritorial Indonesia.
Hal ini penulis lihat dari para prajurit TNI yang seolah-olah
bergerak ke arah kiri, arah kiri bisa memiliki makna pulang. Dalam
foto ini juga frame didominasi oleh langit yang bisa mempunyai arti
tempat di mana surga berada, jika dirangkai dengan makna para
prajurit yang berjalan ke arah kiri tersebut. Hal tersebut makin
memperkuat makna bagaimana para prajurit TNI tersebut siap
berjuang sampai mati dalam mengamankan wilayah teritorial
Indonesia.
65
Ini menggambarkan bagaimana para prajurit tersebut mempunyai
sikap rela berkorban. Nilai ini terlihat dari bagaimana para prajurit TNI
yang tergabung dalam Satgas Pengamanan Pulau terluar XVII rela
mengorbankan jiwa dan raga mereka demi menggamankan dan
menjaga pulau terluar yang berbatasan langsung dengan negara
Australia ini. Tidak hanya mengorbankan jiwa dan raga, para prajurit
tersebut juga rela menahan rindu dengan keluarga dan sanak saudara
mereka dalam kurun waktu tertentu.
Seperti juga yang dikatakan oleh Anis Matta dalam Mencari
Pahlawan Indonesia, sikap rela berkorban adalah sikap yang
mencerminkan adanya kesediaan dan keikhlasan memberikan sesuatu
yang dimiliki untuk orang lain, walaupun akan menimbulkan
penderitaan bagi diri sendiri. Sesuatu yang dimiliki tersebut dapat
berupa hartanya, keluarganya, orang yang dicintainya maupun badan
dan nyawanya sendiri.5
3. Makna Mitos
Adapun mitos yang terkandung dalam foto ini ke tiga ini. Para
prajurit yang tampil dalam foto dengan warna hitam, karena
membelakangi sumber cahaya atau siluet menghadirkan mitos
mengenai warna hitam yang diangkap elegan, misterius, kuat, dan
tanpa identitas. Dalam budaya Barat warna hitam juga kesedihan dan
kematian.
5 Anis Matta, Mancari Pahlawan Indonesia, (Jakarta: Tarbawi Center, 2004), h. 61
66
Di bagian atas foto terlihat langit siang yang cerah dengan awan-
awan tebal. Hal tersebut menimbulkan persepsi mitos mengenai
ancaman yang digambarkan oleh awan tebal yang bisa saja
membahayakan bagi para prajurit siluet tersebut. Awan menjadi
perantara yang melindungi atau bahkan mengancam untuk
mengantarkan para prajurit siluet tersebut sampai di langit. Di mana
langit dipercaya kebanyakan masyarakat Indonesia merujuk pada sang
pencipta, tempat di mana surga berada, dan tempat keabadian. Secara
keseluruhan mitos yang tersirat dalam foto ini adalah bagaimana
perjuangan dari prajurit yang menjaga dan mengamankan wilayah
kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia mempertaruhkan
seluruh jiwa dan raga mereka.
67
D. Analisis data foto IV
Gambar 4. Foto Prajurit Memasak
Sumber: http://www.antarafoto.com/foto-cerita/v1441360511/menjaga-
indonesia-dari-pulau-ndana
Caption:
Prajurit TNI yang tergabung dalam Satgas Pengamanan Pulau terluar XVII
melakukan aktivitas memasak di Pulau Ndana, Rote Barat Daya, Nusa
Tenggara Timur.
1. Makna Denotasi
Dalam foto tersebut kita dapat makna denotatif foto tersebut yaitu
seorang yang sedang berjongkok dengan mengenakan pakaian kaos
motif loreng, celana pendek, dan memakai sandal jepit di dalam
sebuah ruangan dengan pencahayaan yang kurang baik. Dalam
ruangan tersebut terdapat tumpukan kayu bakar, dua buah kompor,
sebuah kompor dengan menggunakan kayu bakar, dan juga nampak
beberapa alat masak. Terdapat pula tiang penyangga yang menjadi
68
foreground dari foto ini. Dalam foto ini terlihat juga kepulan asap hasil
pembakaran kayu bakar dari kompor.
2. Makna Konotasi
Orang dalam foto ini adalah prajurit TNI yang bisa dilihat dari
pakaian yang dia kenakan. Prajurit tersebut sedang memasak dengan
menggunakan kompor dan kayu bakar aktivitas memasak bisa dilihat
dari api yang menyala dan asap yang dihasilkan dari kompor dan
pembakaran kayu bakar tersebut. Ini dikuatkan juga oleh caption dari
foto yang menyebutkan bahwa prajurit tersebut sedang memasak.
Dari suasana dan alat masak yang terdapat dalam ruangan tersebut
menyiratkan makna keadaan yang serba terbatas dari kehidupan para
prajurit yang berada di Pulau Ndana. Para prajurit TNI di Pulau Ndana
harus survive dalam menjalankan aktivitas keseharian mereka di sana,
dengan keadaaan yang serba terbatas.
Dari itu tersirat bahwa para prajurit TNI di Pulau Ndana memiliki
sikap rela berkorban, menurut Anis Matta dalam Mencari Pahlawan
Indonesia sikap rela berkorban adalah sikap yang mencerminkan
adanya kesediaan dan keikhlasan memberikan sesuatu yang dimiliki
untuk orang lain, walaupun akan menimbulkan penderitaan bagi diri
sendiri. Sesuatu yang dimiliki tersebut dapat berupa hartanya,
keluarganya, orang yang dicintainya maupun badan dan nyawanya
sendiri6. Mereka rela meninggalkan anak, istri, keluarga, dan kampung
6 Anis Matta, Mancari Pahlawan Indonesia, (Jakarta: Tarbawi Center, 2004), h. 61
69
halaman untuk menjaga sebuah pulau paling selatan di republik ini dari
klaim negara lain.
3. Makna Mitos
Dalam buku Demokrasi Keintiman Ratna Batara Munti mengutip
perkataan salah satu tokoh feminis UGM Nunuk Murniati, mengatakan
bahwa budaya patriarkis yang masih melekat pada masyarakat
terutama pada kaum laki-laki, yang menganggap perempuan hanya
berkutat dalam hal-hal domestik (domestifikasi perempuan). Hal
tersebut erat kaitannya dengan mitos perempuan yang identik dengan
3M, yaitu masak (memasak), manak (melahirkan), dan macak (merias
diri).7
Para prajurit TNI yang bertugas di Pulau Ndana memecahkan
mitos bahwa urusan dapur atau memasak adalah hanya merupakan
urusan perempuan. Dalam masa tugasnya, prajurit tersebut secara
bergantian berbagi tugas baik memasak maupun kegiatan lainnya.
7 Ratna Batara Munti, Demokrasi Keintiman: Seksualitias di Era Global, (Jakarta: PT
LKiS Pelangi Aksara, 2005), h.99
70
E. Analisis Data Foto V
Gambar 5. Foto Plang Pulau Ndana
Sumber: http://www.antarafoto.com/fotocerita/v1441360511/menjaga-
indonesia-dari-pulau-ndana
Caption:
Suasana pos penjagaan Satgas Pengamanan Pulau terluar XVII melakukan
patroli di Pulau Ndana, Rote Barat Daya, Nusa Tenggara Timur.
1. Makna Denotasi
Secara denotatif foto ini memiliki makna, terdapat papan nama
berwarna merah dan bertuliskan ‘Base Camp Ndana Island’ yang
artinya pos penjagaan Pulau Ndana. Di sebelah kanan nampak sebuah
bangunan dengan warna tembok bermotif loreng dan beberapa orang
dengan berpakaian loreng di depannya. Di foto sebelah kiri sebuah
tiang bendera beserta bendera merah putih yang sedang berkibar.
71
Dengan latar belakang langit yang cerah dan birunya samudra yang
nampak jauh terlihat dari foto ini, juga berbukitan nampak pada bagian
belakang foto.
2. Makna Konotasi
Dari makna denotasi di atas dapat diambil makna konotasi yaitu,
papan nama yang bertuliskan ‘Base Camp Ndana Island’ merupakan
sebuah identitas dari pulau ini, diperjelas lagi dengan adanya tiang
bendera dan bendera merah putih yang merupakan bendera dari
Indonesia menandakan bahwa pulau tersebut merupakan milik dari
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Di pulau ini hanya ditinggali oleh para prajurit TNI yang tergabung
dalam Satgas Pengamanan Pulau terluar XVII yang merupakan
gabungan dari Yonif 5 Marinir, Yonif 743/PSY Angkatan Darat dan
Pangkalan Angkatan Laut pulau Ndana. Di atas pulau seluas 12
hektare itu berdiri barak TNI seluas 500 meter persegi, yang nampak
pada bagian kanan foto.
Yonif 5 Marinir adalah sebuah pasukan marinir TNI Angkatan
Laut yang merupakan bagian dari Brigade Infanteri 1/Marinir yang
bermarkas di Surabaya. Mereka harus menempuh jarak Surabaya ke
Kupang yang merupakan ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Timur yaitu
kurang lebih 1.900 km.
Ditambah jarak Pulau Ndana dengan Kupang kurang lebih 120 mil
atau sekitar 193 km, sedangkan dengan Pulau Rote sekitar 4 mil atau
kurang lebih 6 km, yang dapat dicapai dengan menggunakan kapal
72
motor. Untuk mencapai Pulau Ndana, perjalanan yang ditempuh dari
Pelabuhan Tenao, Kupang dengan kapal laut ke Kabupaten Rote Ndao
di Ba’a selama kurang lebih dua setengah jam. Kemudian
menggunakan angkutan darat dari Ba’a ke Desa Bo’a atau Desa
Oenggaut selama kurang lebih satu setengah jam, selanjutnya dari
Desa Oenggaut atau Desa Bo’a dengan perahu motor ke Pulau Ndana
selama kurang lebih 35 menit dengan kecepatan kurang lebih 6 knot
atau bila dikonversi sekitar 11 km per jam.8
Jarak yang cukup jauh dari tempat asal mereka menunjukan bahwa
prajurit TNI berada pada tempat yang jauh dari jangkauan keluarga.
Mereka rela meninggalkan keluarga dan kampung halaman untuk
menjaga wilayah NKRI pada posisi pulau paling luar. Artinya para
prajurit berada pada kondisi yang harus menerima segala keadaan yang
sulit bagi dirinya. Dengan demikian secara konotasi plang nama pulau
tersebut menunjukkan jarak yang harus ditempuh oleh prajurit untuk
kembali ke kampung halamannya. Artinya mereka harus memiliki jiwa
rela berkorban.
Makna Mitos
Pulau Ndana ini merupakan pulau yang tidak berpenghuni, artinya
tidak ada penghuni yang secara permanen tinggal di pulau, sehingga di
sana ditempatkan personel TNI. Sejak 2006 telah dibangun Pos dan
Barak untuk prajurit TNI seluas 500 meter persegi. Pos tersebut
dibangun atas kerjasama Kementerian Pertahanan didukung Lantamal
8 http://www.ppkkp3k.kkp.go.id/direktoripulau/index.php/public_c/pulau_info/433
(diakses pada 14 April 2017)
73
VII Kupang beserta Pemerintah Kabupaten Rote Ndao. Di pulau ini
terdapat padang savana serta bukit karang berhutan yang menjadi
habitat rusa Timor (Cervus timorensis). Saat ini Pulau Ndana menjadi
tempat konservasi rusa Timor oleh pemerintah Nusa Tenggara Timur.9
Letaknya yang berada paling selatan Indonesia dan potensi alam
yang cukup bagus, membuat pulau ini rentan akan klaim ataupun
pemanfaatan oleh negara lain. Pulau Ndana yang berpasir putih sempat
dikelola oleh seorang pengusaha dari Australia untuk kegiatan
pariwisata beberapa tahun lalu. Namun TNI kemudian menempatkan
prajuritnya di pulau tersebut untuk mencegah pencaplokan pulau
tersebut.10 Oleh karena itu bagi prajurit letak kepulauan tidak hanya
dilihat sebagai letak geografis tetapi sebagai wilayah yang harus
mereka jaga dari serangan luar.
Perlu diingat bahwa salah satu tugas TNI dalam PPPA TNI AD TA
2014 (No.57 Tgl 16-12-2013) yang tertuang dalam lampiran Peraturan
Kasad Nomor Perkasad /57/XII/2013 Tanggal, 16 Desember 2013
disebutkan bahwa, menjaga keamanan wilayah perbatasan darat
dengan11 negara lain dan pulau-pulau terluar, yaitu dengan melakukan
segala upaya, pekerjaan dan kegiatan untuk menjamin tegaknya
kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa di
9 http://www.batasnegeri.com/pulau-ndana-pulau-terluar-bagian-selatan-indonesia/
(diakses pada 14 April 2017)
10 http://www.antaranews.com/berita/523134/dedikasi-para-penjaga-ujung-selatan-
indonesia (diakses pada 14 April 2017)
11 https://tniad.mil.id/index.php/sample-page-2/tugas/(diakses pada 26 Februari 2017)
74
wilayah perbatasan darat dengan negara lain dan di pulau-pulau terluar
dari segala bentuk ancaman dan pelanggaran, dengan prioritas.
75
F. Analisis Data Foto VI
Gambar 6. Foto Patung Jenderal Sudirman
Sumber: http://www.antarafoto.com/fotocerita/v1441360511/menjaga-
indonesia-dari-pulau-ndana
Caption:
Patung Jendral Sudirman di Pulau Ndana, Rote Barat Daya, Nusa
Tenggara Timur.
1. Makna Denotasi
Sebuah patung berwarna hitam yang menjulang tinggi dengan
beberapa keterangan yang terdapat di bawahnya. Patung dalam foto ini
adalah sosok Jendral Sudirman yang merupakan Panglima Tertinggi
Tentara Nasional Indonesia, dan juga menjadi salah satu jendral
bintang lima. Patung ini terlihat di tengah sebuah lapangan, dan pagar
besi yang sedikit berkarat. Dengan latar belakang birunya langit dan
sedikit awan, di sebelah kanan terdapat sebuah bangunan. Di belakang
patung juga terlihat sebuah bukit.
76
2. Makna Konotasi
Patung tersebut adalah sosok seorang panglima besar TNI yaitu
Jendral Sudirman, ini diperkuat dari keterangan dari data foto VI.
Angle dalam foto ini menyiratkan akan bagaimana kekuatan dari
seorang panglima besar TNI. Sudirman merupakan sosok pahlawan
yang menjadi tauladan bagi seluruh prajurit TNI. Foto tentang Patung
Jendral Sudirman menyiratkan makna perjuangan tiada akhir bagi
maasyarakat Indonesia, prajurit TNI untuk memertahankan
kemerdekaan dan wilayah NKRI.
Pagar yang sedikit berkarat dalam foto ini menyiratkan bahwa
kegigihan perjuangan para pahlawan dalam memertahankan wilayah
kedaulatan Indonesia dari tangan para penjajah pada masa lalu.
Pada 2010 pemerintah melakukan pembangunan patung Jenderal
Sudirman yang dibangun di atas taman seluas satu hektare. Patung ini
diresmikan Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso pada 2 Agustus
2010. Bupati Rote Ndao, Lens Haning menyatakan, dengan adanya
Patung Sudirman di tengah-tengah pulau Ndana, memberikan bukti
bahwa tidak akan ada klaim dari pihak manapun untuk merebut pulau
itu dari NKRI.12
Sosok Sudirman dengan segala kegigihan dan keberanianya dalam
menghadapi musuh untuk membela dan mempertahankan tanah air
Indonesia dari tangan para penjajah inilah yang diharap menjadi
motivasi bagi para prjurit yang bertugas di Pulau Ndana.
12 http://www.batasnegeri.com/pulau-ndana-pulau-terluar-bagian-selatan-indonesia/
(diakses pada 14 April 2017)
77
3. Makna Mitos
Jendral Sudirman merupakan sosok pahlawan nasional yang
menjadi tauladan bagi para prajurit TNI di masa kini. Dia lahir pada 24
Januari 1916 di Purbalingga, tepatnya di Dukuh Rembang. Sang
Jendrak lahir dari sosok ayah yang bernama Karsid Kartowirodji, dan
seorang ibu yang bernama Siyem. Ayah dari Sudirman ini merupakan
seorang pekerja di Pabrik Gula Kalibagor, Banyumas, dan ibunya
merupakan keturunan Wedana Rembang. Sudirman dirawat oleh
Raden Tjokrosoenarjo dan istrinya yang bernama Toeridowati.13
Hingga pada 12 November 1945, dalam sebuah pemilihan untuk
menentukan panglima besar TKR di Yogyakarta, Sudirman terpilih
menjadi panglima besar, sedangkan Oerip, yang telah aktif di militer
sebelum Soedirman lahir, menjadi kepala staff.
Dengan ditandu, Sudirman berangkat memimpin pasukan untuk
melakukan perang gerilya. Kurang lebih selama tujuh bulan ia
berpindah-pindah dari hutan yang satu ke hutan yang lain, dari gunung
ke gunung dalam keadaan sakit dan lemah sekali sementara obat juga
hampir-hampir tidak ada. Tapi kepada pasukannya Sang Jendral
Bintang Lima tersebut selalu memberi semangat dan petunjuk seakan
dia sendiri tidak merasakan penyakitnya. Namun akhirnya ia harus
pulang dari medan gerilya, ia tidak bisa lagi memimpin Angkatan
Perang secara langsung, tapi pemikirannya selalu dibutuhkan.
13 Hermansyah Sihombing, Sejarah - Biografi Jendral Soedirman,
https://www.academia.edu/10887779/Biografi_dan_Sejarah_Perjuangan_Jendral_Sudirman?auto=
download (diakses pada 14 April 2017)
78
Surat kabar harian Yogyakarta, Kedaulatan Rakjat, menulis bahwa
Indonesia telah kehilangan seorang "pahlawan yang jujur dan
pemberani". Tokoh Muslim Indonesia, Haji Abdul Malik Karim
Amrullah, menggambarkan sosok Soedirman sebagai "lambang dari
kebangunan jiwa pahlawan Indonesia".14
Hal ini menunjukan bahwa para prajurit yang bertugas menjaga
perbatasan di pulau terluar, seperti di Pulau Ndana harus memiliki
semangat berjuang seperti Jendral Sudirman. Mereka harus tetap
menjalankan tugasa walaupun dalam keadaan yang serba terbatas.
14 Hermansyah Sihombing, Sejarah - Biografi Jendral Soedirman,
https://www.academia.edu/10887779/Biografi_dan_Sejarah_Perjuangan_Jendral_Sudirman?auto=
download (diakses pada 14 April 2017)
79
G. Analisis Data Foto VII
Gambar 7. Foto Prajurit Mengantre Mandi
Sumber: http://www.antarafoto.com/fotocerita/v1441360511/menjaga-
indonesia-dari-pulau-ndana
Caption:
Prajurit TNI yang tergabung dalam Satgas Pengamanan Pulau terluar XVII
menunggu antrean kamar mandi di Pulau Ndana, Rote Barat Daya, Nusa
Tenggara Timur.
1. Makna Denotasi
Pada foto ini terdapat sebuah bilik dari kayu berwarna hijau ,
dengan sebuah pintu yang berwarna hijau juga, di dalam bilik tersebut
dilihat ada sepasang kaki, sandal berwarna kuning, sebuah dan tampak
terlihat basah pada bagia lantainya. Hal tersebut menunjukan bahwa
bilik tersebut menunjukan sebuah kamar mandi.
Di samping atau pada bagian kiri foto terdapat sepasang sepatu
berwarna hitam, dan nampak juga sebuah tulisan pada kertas warna
80
putih menempel pada bilik tersebut. Di belakang bilik tersebut terdapat
sebuah pohon besar. Di bagian kanan belakang terlihat agak samar
seorang sedang duduk di bawah pohon menghadap ke arah kamera.
Dari caption foto menerangkan bahwa Prajurit TNI menunggu antrean
kamar mandi.
2. Makna Konotasi
Bilik tersebut bisa menyiratkan sebuah kamar mandi jika melihat
objek yang ada pada sekelilingnya. Hal tersebut penulis melihat dari
sepasang kaki yang tidak beralas, lantai bagian dalam bilik yang
terlihat basah sampai mengalirkan air ke luar bilik, dan sebuah benda
warna biru yang terlihat dari bawah pintu nampak seperti bejana atau
wadah air. Sepatu hitam di samping bilik tersebut juga menandakan
sepatu seorang prajurit TNI, yang sedang berada di dalamnya.
Caption foto juga memperkuat bahwa foto tersebut
menggambarkan aktivitas seorang Prajurit yang sedang mandi,
sementara di belakang nampak seseorang sedang duduk, caption juga
menjelaskan bahwa orang tersebut sedang menunggu antrean untuk
mandi. Hal tersebut bisa dilihat dari gesture orang tersebut yang
terlihat seperti orang menunggu.
Pohon besar menjadi peneduh dari teriknya matahari di Pulau
Ndana ini bisa dilihat pada bagian belakang foto yang nampak cahaya
matahari yang begitu terik.
Dalam tugasnya mengamankan dan menjaga Pulau Ndana para
prajurit yang tergabung dalam Satgas Pengamanan Pulau terluar XVII
81
juga beraktivitas sehari-hari seperti orang pada umumnya yaitu, mandi
dan mencuci. Kamar mandi yang sederhana dan dengan jumlah
terbatas menggambarkan bagaimana keterbatasan kehidupan dari para
prajurit yang bertugas di sana. Hal ini menunjukan sikap
kerelaberkorbanan para prajurit TNI yang menjaga kedaulatan dan
wilayah teritorial Indonesia
3. Makna Mitos
Dari makna konotasi bisa didapatkan mitos bahwa para prajurit
yang bertugas harus bersedia dan menerima di manapun mereka
ditugaskan. Mereka juga harus menerima keadaan dari wilayah tempat
mereka ditugaskan, karena pada dasarnya menjaga kedaulatan dan
memertahankan wilayah Indonesia merupakan tugas pokok dari TNI.
Ini sesuai dengan apa yang menjadi tugas pokok dari Tentara Nasional
Indonesia, yaitu:15
Sebagai bagian dari TNI, tugas pokok TNI AD adalah menegakkan
kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta
melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari
ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.
15 https://tniad.mil.id/index.php/2012/07/tugas/ (diakses pada 18 April 2017)
82
H. Analisis Data Foto VIII
Gambar 8. Foto Prajurit Menyuling Air
Sumber: http://www.antarafoto.com/fotocerita/v1441360511/menjaga-
indonesia-dari-pulau-ndana
Caption:
Prajurit TNI yang tergabung dalam Satgas Pengamanan Pulau terluar XVII
mendapat giliran piket menyuling air untuk MCK di Pulau Ndana, Rote
Barat Daya, Nusa Tenggara Timur.
1. Makna Denotasi
Seorang dengan kepala plontos sedang menunangkan air ke dalam
wadah yang diletakan pada sebuah pohon, dari wadah tersebut . Di
depannya sebuah gerobak yang di atasnya terisi tiga buah drum
berwarna biru yang salah satunya dimasukan selang ke dalam drum
tersebut. Dari caption foto ini tertulis bahwa prajurit tersebut sedang
menyuling air untuk keperluan mandi, cuci, dan kakus (MCK) mereka.
83
2. Makna Konotasi
Dari perpaduan foto dan caption ini menyiratkan bahwa kehidupan
yang serba terbatas di Pulau Ndana. Demi mendapatkan air untuk
keperluan sehari-hari mereka, para prajurit secara bergiliran bertugas
menyuling air laut untuk dijadikan air tawar. Ini menandakan
kehidupan yang serba terbatas, mereka rela melakukan usahas lebih
keras untuk mendapatkan air bersih dengan cara menyulingnya untuk
dipakai keperluan sehari-hari.
Hal tersebut menggambarkan sikap rela berkorban untuk
menyuling air laut menjadi air tawar, walaupun bukan hanya untuk
kebutuhan pribadi semata. Menyuling air adalah kegiatan untuk
memperbaiki kualitas air agar dapat digunakan untuk keperluan sehari-
hari, prinsip penyulingan air laut menjadi air yang tawar dan layak
untuk diminum sama seperti halnya siklus air. Alat yang diperlukan
untuk menyuling yaitu wadah untuk tempat menaruh air yang ingin
disuling, selang, dan kompor untuk memanaskan air tersebut.
Seperti kata Anis Matta dalam Mencari Pahlawan Indonesia yang
menjelaskan bahwa, sikap rela berkorban adalah kesediaan dan
keikhlasan memberikan sesuatu yang dimiliki untuk orang lain,
walaupun akan menimbulkan penderitaan bagi diri sendiri.16
3. Makna Mitos
Air merupakan sumber kehidupan, yang memiliki banyak fungsi
dalam hidup ini. Selain untuk minum air juga dipakai untuk
16 Anis Matta, Mancari Pahlawan Indonesia, (Jakarta: Tarbawi Center, 2004), h. 61
84
menunjang kegiatan sehari-hari. Bahkan pada 2016 tema Hari Air
Sedunia ialah “Water and Jobs atau Air dan Pekerjaan”. Dikutip dari
laman National Geographic Indonesia bahwa, Hari ini, hampir
setengah dari jumlah pekerja di dunia sebesar 1,5 miliyar orang
bekerja di dalam pekerjaan yang memiliki hubungannya dengan air
dan hampir seluruh pekerjaan bergantung pada air. Namun, dari jutaan
orang yang bekerja di dalam bidang yang memiliki kaitannya dengan
air sering kali tidak mendapatkan pengakuan atau perlindungan dari
hak dasar sebagi buruh.17
Air adalah anugrah sekaligus petaka. Penyair Ismaiil Marzuki
merangkumnya dalam syair “Kulihat ibu pertiwi/ Sedang bersusah
hati/ Air matamu berlinang Mas intanmu terkenangHutan gunung
sawah lautan. Simpanan kekayaan. Kini ibu sedang lara/Merintih dan
berdoa”
Syair tersebut mengandung makna tersirat bahwa kekayaan
Indonesia ada di setiap tempat. hutan, gunung, sawah lautan. Dan
tempat-tempat tersebut tak pernah nihil akan air. Sejatinya begitu. Di
sisi lain, air menjadi simbol kepedihan sebuah negara yang tengah
dalam kondisi kesusahan. Bisa jadi, Ismail Marzuki menggambarkan
kondisi air di negeri ini dengan air juga.
17 http://nationalgeographic.co.id/berita/2016/03/makna-dibalik-hari-air-sedunia
85
I. Interpretasi
Setelah melakukan analisis delapan dari 11 foto cerita jurnalistik
Menjaga Indonesia dari Pulau Ndana. Foto cerita tersebut menggambarkan
bagaimana kehidupan para prajurit TNI yang menjaga perbatasan RI
dengan negara Australia yakni Pulau Ndana. Selain itu, penulis
menangkap sikap patriortisme yang ditunjukan oleh prajurit yang
tergabung dalam Satgas Pengamanan Pulau terluar XVII yaitu sikap
keberanian, kesedian, keikhlasan, kesetiakawanan sosial dan rela
berkorban.
Hal tersebut menggambarkan bagaimana perjuangan prajurit TNI
dalam menjaga pulau terluar seperti Pulau Ndana yang tidak. Mereka jauh
dari keluarga, sanak saudara, dan kamupung halaman, inilah salah satu
yang mereka korbankan. Jauh dari hingar bingar dan gemerlap lampu
kota, para prajurit TNI hidup dalam kesederhanaan dan keterbatasan
fasilitas, mereka rela meninggalkan semua itu demi menjalakan tugas
negara yakni menjaga wilaya teritorial Indonesia.
Dengan ikhlas mereka bahu membahu mengerjakan kegiatan
sehari-hari seperti, memasak, menyuling air, sertu tugas utama mereka
yakni berpatroli keliling pulau.
Dari analiasis foto cerita ini menunjukan bahwa sebuah foto
menjadi medium penyampaian pesan yang yang efektif. Efektif dalam hal
memberikan segala yang tidak dapat diperoleh orang secara langsung. Hal
ini juga merupakan karakteristik dari foto jurnalistik. Seperti yang dikutip
Alwi dalam bukunya Foto Jurnalistik, Frank P. Hoy menjelaskan ada
86
delapan karaketer foto jurnalistik yang di antaranya, yaitu:18 Foto
jurnalistik adalah komunikasi melalui foto. Komunikasi yang dilakukan
akan mengekspresikan pandangan pewarta foto terhadap suatu subjek,
tetapi pesan yang disampaikan bukan merupakan ekspresi pribadi, dan foto
jurnalistik adalah komunikasi dengan orang banyak (mass audiences).
Berati pesan yang disampaikan harus singkat dan segera disegera diterima
orang yang beraneka ragam.
Melalui foto cerita, khalayak diajak untuk melihat, menikmati, dan
berimajinasi lebih dalam mengenai sebuah peristiwa. Dari rangkaian foto
cerita jurnalistik berjudul Menjaga Indonesia dari Pulau Ndana didapat
makna lain dari sekadar apa yang bisa dilihat dengan mata. Penulis
membaca bahwa foto ini memberikan informasi kepada masyarakat
bagaimana sikap patriotisme dari para prajurit TNI yang menjaga
kedaulatan dan wilayah Indonesia di pulau paling selatan yaitu Pulau
Ndana.
18 Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), h.5
87
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan penelitian ini yang berjudul Makna Patriotisme pada Foto Cerita
Jurnalistik, yaitu yang didapat dari foto cerita jurnalistik berjudul Menjaga Indonesia
dari Pulau Ndana karya pewarta foto Antara yang diunggah pada portal online
www.antarafoto.com pada 4 September 2015.
1. Makna Denotasi, Konotasi, dan Mitos.
Dari penelitian yang menganalisis delapan dari sebelas foto ini dapat
disimpulkan bahwa makna denotasi dari foto cerita jurnalistik berjudul Menjaga
Indonesia dari Pulau Ndana adalah bagaimana gambaran kehidupan prajurit TNI
yang tergabung dalam Satgas Pengamanan Pulau terluar XVII yang menjaga dan
mengamankan pulau paling selatan Indonesia dari klaim negara lain.
Sementara makna konotasi dari keseluruhan rangkaian foto cerita jurnlistik
tersebut ialah perjuangan para prajurit dalam menjaga kedaulataan wilayah
teritorial Negara Kesatuan Republik Indonesia, meski dalam keterbatasan dan
kesederhanaan mereka tetap melaksanakan tugas negara dengan baik. Seperti apa
yang ditunjukan oleh Panglima Besar TNI Jendral Sudirman pada masa
penjajahan dan pendudukan sekutu.
Yang terakhir makna mitos yang bisa disimpulkan dari foto cerita jurnalistik
karya M.Agung Rajasa ini adalah nilai-nilai perjuangan yang diwariskan oleh
Jendral Sudirman diharapkan bisa menular pada setiap prajurit TNI di mana pun
bertugas, khusus di Pulau Ndana yang merupakan pulau terluar di bagian selatan
Indonesia. Di pulau ini dibangun patung Jendral Sudirman untuk menyutikan
88
semangat perjuangan dari Sang Jendral kepada para prajurit TNI yang bertugas
mengamankan tapal batas negeri ini.
2. Makna Patriotisme
Secara keseluruhan penulis menyimpulkan nilai patriotisme dari foto cerita
jurnalistik berjudul Menjaga Indonesia dari Pulau Ndana karya pewarta foto
ANTARA M. Agung Rajasa adalah nilai keberanian, kesetiakawanan sosial dan
rela berkorban. Foto cerita tersebut menggambarkan bagaimana para prajurit TNI
yang mengamankan sebuah pulau paling selatan dari Negara Kesatuan Republik
Indonesia dari klaim negara tetangga. Mereka berani mempertaruhkan seluruh
jiwa dan raganya untuk keutuhan dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Untuk itu mereka juga rela meninggalkan keluarga, anak, istri, serta
kampung halaman demi menjaga sebuah pulau paling selatan di Indoensia dari
gangguan asing.
B. Saran
Dari penelitian yang telah disimpulkan pada bab ini, maka adapun saran agar
penelitian ini tidak berhenti pada analisis ini saja, dan dapat terus berkembang di
kalangan mahasiswa progam studi jurnalistik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan
khalayak umum yang menyukai dunia fotografi khususnya fotografi Jurnalistik,
sebagai berikut:
1. Semakin banyaknya peminat fotografi dan penelitian terhadap foto diharapkan
kepada perpustakaan, baik Perpustakaan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi
maupun Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk
memperbanyak buku-buku yang berkaitan dengan fotografi apa saja, karena
peminat foto tidak hanya terdapat dalam satu jenis kategori foto.
89
2. Analisis menggunakan metode semiotika banyak diminati oleh para mahasiswa
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah khususnya
mahasiswa konsentrasi Jurnalistik, hal ini dilihat dari banyaknya mahasiswa yang
membuat skripsi dengan metode analisis tersebut, oleh karena itu penulis memberi
saran agar diadakannya mata kuliah semiotika atau materi tentang analisis
semiotika di fakultas ini khususnya pada Konsentrasi Jurnalistik, minimal satu
semester.
3. Diharapkan ke depannya agar menambah porsi mata kuliah yang berkaitan dengan
fotografi. Tidak hanya satu semester saja, bahkan minimal dua atau tiga semester.
Untuk menghasilkan calon-calon pewarta foto yang handal dan mampu bersaing
dalam dunia kerja nantinya.
4. Untuk pihak Kampus khususnya Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi penulis
menyarankan agar menyediakan sarana di bidang fotografi, seperti studio foto dan
berbagai kelengkapannya. Mengingat meningkatnya minat fotografi di kalangan
mahasiswa terlebih bagi mahasiswa Konsentrasi Jurnalistik yang memang lebih
spesifik mempelajari mata kuliah fotografi jurnalistik. Selain itu juga sebagai
penunjang bagi mahasiswa dalam memeraktikan materi yang didapat di kelas.
DAFTAR PUSTAKA
A. Sumber Buku
Adjidarma, Seno Gumira. Kisah Mata, Fotografi antara Dua
Subjek:Perbincangan tentang Ada, Yogyakarta: Galang Press, 2003.
Agung, Yuniadhi. Makalah Pengantar Fotografi Jurnalistik, Jakarta:T,pn,
2004.
Alwi, Audy Mirza. Foto Jurnalistik: Metode Memotret dan Mengirim Foto
ke Media Massa, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2004.
Arifin, Zainal. Penelitian, Pendidikan Metode dan Paradigma Baru, Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 2012.
Bachtiar, Ray. Ritual Fotografi, Chip foto video edisi spesial.
Bahtiar, Wardi. Metodologi Penulisan Ilmu Dakwah, Jakarta: logos, 1997.
Bakry, Noor Ms. Pendidikan Pancasila, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.
Barthes, Roland. Mitologi, Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2009.
Berger, Arthur Asa. Pengantar Semiotika: Tanda-Tanda dalam Kebudayaan
Kontemporer, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2010.
Berger, Arthur Asa. Tehnik-tehnik Analisis Media second Edition, Yogyakarta
Universitas Atmajaya, 2000.
Bungin, Burhan. Metode Penelitian Kuantitaif, Jakarta: Kencana, 2008.
Company profile Antara Foto, Galeri Foto Jurnalistik Antara.
Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif : ANALISIS DATA, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2010.
Ferry, Darmawan. Dunia dalam Bingkai, cet 1, Yogyakarta: Graha Ilmu,
2009.
Fotomedia, Foto Jurnalistik Gabungan Foto dan Kata, April 2003
Freininger, Andreas. Unsur Utama Fotografi, Semarang: Dahara Prize, 1999.
Gani, Rita dan Kusumalestari, Ratri Rizki. Jurnalistik Foto Suatu Pengantar,
Bandung: Simbiosis Rekatama Media, 2013.
Giwanda, Griand. Panduan Praktis Belajar Fotografi, Jakarta: Puspa Swara,
2001.
Hoed, Benny H. Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya, Depok: Fakultas
Ilmu Pengetahuan Budaya UI Depok, 2008.
Irons, Peter. Keberanian Mereka yang Berpendirian, Bandung :
Angkasa,2003.
Irons, Peter. Keberanian Mereka yang Berpendirian, Bandung: Angkasa,2003.
Isroi, Fotografi Asyik dengan Kamera Saku, Yogyakarta: C.V. ANDI
OFFSET, 2013.
Maleong, Lexy J. Metodologi penelitian kualitatif, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2000.
Matta, Anis. Mancari Pahlawan Indonesia, Jakarta: Tarbawi Center, 2004.
Matta, Anis. Mancari Pahlawan Indonesia, Jakarta: Tarbawi Center, 2004.
Muhtadi, Asep Saeful. Jurnalistik Pendekatan teori dan praktek, Jakarta:
logos Wacana Ilmu, 1999.
Mulyana, Deddy. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2003.
Munti, Ratna Batara. Demokrasi Keintiman: Seksualitias di Era Global,
Jakarta: PT LKiS Pelangi Aksara, 2005.
National Gheograpic, Ultimate Field Guide To Photography, China: National
Gheograpic Society, 2009.
Patmono, SK. Teknik Jurnalistik Tuntunan Praktis untuk Menjadi Wartawan,
Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 1996.
Piliang, Yasraf Amir. Hipersemiotika: Tafsir Cultural Studies Atas Matinya
Makna, Bandung: Jalasutra, 2003.
Prasetya, Erik. On Street Photography, Jakarta: KPG(Kepustakaan Populer
Gramedia), 2014.
Rashid, Abdul Rahim Abdul. Patriotisme: Agenda Pembinaan Bangsa, Kuala
Lumpur: Utusan, 2004.
Ruslan, Rosady. Metodologi Penelitian Relation dan Komunikasi, Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2003.
Sumardi, I. Sandyawan. Melawan Stigma Melalui Pendidikan Alternatif,
Jakarta: PT. Grasindo, 2005.
Sobur, Alex. Analisis Teks Media Suatu Analisis Untuk Wacana, Analisis
Semiotik, dan Analisis Framming, Bandung: PT.Rosdakarya, 2004.
Sobur, Alex. Semiotika Komunikasi, Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset,
2009.
Soedjono, Soeprapto. Pot-Pourt Fotografi, Jakarta: Penerbit Universitas
Trisakti, 2007.
Soelarko, R.M. Pengantar Foto Jurnalistik, Jakarta: PT.Karya Nusantara,
1985.
Soerjoatmodjo,Yudhi. IPPHOS Indonesian Press Photo Service, Jakarta:
Galeri Foto Jurnalistik Antara, 2013.
Sugiarto, Atok. Indah Itu Mudah, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,
2006.
Sumardi, I. Sandyawan. Melawan Stigma Melalui Pendidikan Alternatif,
Jakarta: PT.Grasindo, 2005.
Sunardi, Semiotika Negativa., Yogyakarta: Kanal, 2002.
Suprapto dan kawan-kawan. Pendidikan Kewarganegaraan Kelas X
SMA/MA1, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2007.
Svarajati, PHŌTAGŌGÓS: Terang-Gelap Fotografi Indonesia, Semarang:
Suka Buku, 2013.
Tim Redaksi Kamus Bahasa Indonesia, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta:
Pusat Bahasa, 2008.
Way, Wilsen. Human Interest Photography, Jakarta: PT Alex Media
Komputindo, 2014.
Wijaya, Taufan. Foto Jurnalistik dalam Dimensi Utuh, Jakarta: CV.Sahabat,
2011.
B. Sumber Jurnal
Aritonang, Keke T. Menghidupkan Kembali Semangat Nasionalisme Soe Hok
Gie, (Jurnal Pendidikan Penabur - No.14/Tahun ke-9/Juni 2010
Jurnal Andita Trias Nur Azizah, PERBANDINGAN NILAI-NILAI
PATRIOTISME DALAM FILM (Analisis Isi Perbandingan Nilai-Nilai
Patriotisme dalam Film Sang Pencerah (2010) dan Film Sang Kiai
(2013))
C. Sumber Internet
Darmadi, Kesetiakawanan Tetap Diperlukan, http :
//www.suaramerdeka.com
http://kbbi.kemdikbud.go.id
http://www.1000kata.com
http://www.antara.net.id
https://id.wikipedia.org
Masykur, Ahmad. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan,
www.elcom.umy.ac.id
https://bisnis.tempo.co/
http://www.ppkkp3k.kkp.go.id
http://www.batasnegeri.com
http://www.antaranews.com
Hermansyah Sihombing, Sejarah - Biografi Jendral Soedirman,
https://www.academia.edu/10887779/Biografi_dan_Sejarah_Perjuangan_J
endral_Sudirman?auto=download
http://nationalgeographic.co.id
https://tniad.mil.id/
D. Wawancara
Wawancara pribadi dengan M. Agung Rajasa pada 28 Maret 2017
Narasi foto cerita
Menjaga Indonesia dari Pulau Ndana
Matahari mulai menampakkan wujudnya di ujung Timur Indonesia, di mana biru langit
menyatu dengan birunya Samudera Hindia. Terik mentari mencapai 38 celcius mulai
membakar kulit seiring kapal nelayan mulai membelah ombak melintasi perairan pulau paling
Selatan Indonesia.
Tidak mudah melintasi laut Selatan Indonesia. Hanya nelayan yang mengerti dan lihai
menaklukkan hantaman ombak serta derasnya arus selat Pulau Lando dan Pulau Ndana yang
dapat melintasinya.
Pulau Ndana merupakan salah satu pulau terluar Indonesia, berbatasan langsung
dengan negara Australia. Secara geografis, pulau Ndana berada di selatan Pulau Rote yang
dapat ditempuh selama satu jam menggunakan perahu nelayan. Secara administrasi masuk
dalam Kecamatan Rote Barat Daya, Kabupaten Rote Ndao, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Walau berupa pulau kecil tidak berpenghuni, Pulau Ndana aman dari potensi klaim
negara lain sebab pulau ini dijaga dan diduduki oleh Satgas Pengamanan Pulau Terluar XVII
Yonif 5 Marinir, Yonif 743/PSY Angkatan Darat dan Pangkalan Angkatan Laut pulau Ndana.
Di atas pulau seluas 12 hektare itu berdiri barak TNI seluas 500 meter persegi. Ada
patung Jenderal Sudirman yang berdiri di atas lahan seluas satu hektare.
"Tugas pokok kami di sini adalah menjaga dan menduduki pulau ini dan mengamankan
secara fisik," kata Komandan Satgas Marinir Pengamanan Pulau Terluar XVII Kapten (Mar)
Wahid Hasyim saat ditemui di pulau Ndana, pekan lalu.
Menurut Wahid pasukan yang menjaga pulau Ndana ini mendapat tugas selama
sembilan bulan dan kemudian berganti dengan pasukan khusus lainnya. Dalam kesehariannya
mereka silih berganti berjaga, mengelilingi pulau tersebut.
Meski hidup di pulau terluar dan jauh dari peradaban tidak membuat para prajurit itu
melupakan aktivitas sehari-hari yang bermanfaat untuk mereka. Di sela-sela tugas negara
menjaga keutuhan dan keamanan pulau terluar, mereka mengisi waktu dengan berbagai
kegiatan menarik.
Wahid yang sudah tiga kali menjaga pulau terluar di wilayah Indonesia membagi tugas
kepada para prajurit untuk menanam sayur mayur, menyuling air, dan memancing ikan.
"Kalau sudah ada yang mencoba masuk daerah territorial Indonesia maka wajib kita
hajar," katanya.
Oleh: M. Agung Rajasa
Naskah Wawancara
Nama : M. Agung Rajasa
Pekerjaan : Pewarta foto ANTARA
Tempat : Menteng, Jakarta Pusat.
Tanggal : 28 Maret 2017
Pukul : 17.00 WIB
Keterangan : Wawancara untuk data penelitian Pemaknaan Nilai Patriotisme pada
www.antarafoto.com
Daftar Pertanyaan
1. Apa yang bisa Anda ceritakan dari foto pertama, kedua, ketiga, dan keempat?
Kalau foto pertama itu sebenernya menceritakan tentang dua prajurit TNI yang sedang
memantau peta Pulau Ndana dan wilayah sekitarnya. Nah pulau ini pulau yang paling
selatan di Indonesia. Sebenernya orang banyak tahu Pulau Rote, tapu di bawah Pulau
Rote itu paling selatan dekat Australia itu ada namanya Pulau Ndana. Pulau Ndana itu
hanya ditempati oleh marinir dan Angkatan Laut. Merek berjaga keliling dengan waktu
yang tidak ditetapkan agar musuh tidak tahu kapan dia berjaga atau keliling. Nah foto
pertama ini hanya memantau peta yang ada di peta pulau sekitarnya dan mereka
berkoordinasi antar prajurit ketika sebelum patroli, kira-kira gitu foto pertama.
Foto kedua ada tiga prajurit marinir yang sedang memantau pesisir atau pantai yang
menjurus langsung ke Australia. Biasanya banyak nelayan atau kapal yang melintas di
situ. Tapi saat waktu dia pantau memang tidak ada, tapi ini memang sesekali mereka
memantau dengan teropong (ketiga orang) ini. Maka saya ambil dari belakang biar
keliatan suasana laut yang luas, kemudian mereka harus berjaga di pulau. Beberapa
waktu pulau ini pernah mau diakui oleh Australia makanya patroli itu terus. Nah ini ga
ada penjaga, ga ada kehidupan di sini hanya prajurit yang tinggal di sana.
Foto ketiga, ini beberapa prajurit yang memang sedang patroli di kawasan Pulau Ndana.
Nah pulau ini memang sama kayak tadi terus dijaga dan yang kita tidak tahu itu adalah
semaunya komandannya ketika memberikan instruksi patroli. Jadi, ketika misalkan
memang bisa dua hari sekali, bisa tiga hari sekali, bisa satu hari sekali, dan itu bisa
ganti-gantian, siang-malam ,siang-malam. Kira-kira gitu. Ini suasana patroli aja,
menceritakan tentang suasana patroli.
Foto keempat. Nah, prajurit-prajurit Marinir yang telah lama tinggal, biasanya mereka
ditugaskan enam sampai delapan bulan di Pulau Ndana ini abis itu mereka berganti
dengan pasukan Marinir yang lainnya. Nah kira-kira foto keempat ini menceritakan
mereka apa namanya mereka memasak dengan apa adanya yang terdapat di Pulau
Ndana itu. Mereka masak pakai kayu, mereka kalau bikin misalkan untuk sama-sama
untuk bareng-bareng, mereka gentian piketnya. Nah ini suasana mereka ketika memang
ditugaskan di Pulau Ndana. Mereka bercocok tanam juga, mereka mencari air juga,
mereka kadang juga apa namanya berburu dan mereka ya seperti ini kehidupan, saya
pribadi pengen nunjukin sisi lain selain mereka berjaga bahwa ada kehidupan yang lain,
ada acara mereka berhidup seperti manusia biasa.
2. Apa yang Anda ingin sampaikan dari foto-foto tersebut?
Bahwa ada marinir, ada tentara yg menjaga pulau di wilayah paling selatan Indonesia.
Pulau itu tetap dijaga sama prajurit TNI yang setia sama NKRI. Nah orang-orang jarang
yang melihat, jarang yang tahu kalau mereka di pulau paling selatan yang pulau paling
dekat dengan Australia. Banyak negara tetangga yang ingin mengakui pulau-pulau
yang terdapat di Indonesia, salah satunya misalkan ada di deket Filipina itu Pulau
Miangas, ada yang di perbatasan darat di Papua, ada yg di Timor di NTT itu nah itu
mereka pasti akan berjaga setiapa saat karena kalau yg selatan ini kan berbatasan
dengan laut juga berbatasan langsung sama apa namanya sama daratan nah karena
memisahkan laut makanya mereka memang harus berpatroli dan musuh tidak tahu
kapan waktunya patroli, nah kira-kira gitu.
3. Dalam angle pengambilan foto-foto tersebut adakah maksud lain yang ingin Anda
sampaikan?
Di satu sisi mereka berpatroli bahwa ada kehidupan lain bahwa seorang laki-laki ya
harus masak dan mereka juga harus tahu bagaimana caranya membakar kayu. Mereka
survive, mau di tempat manapun mereka survive intinya dari foto ini ya mereka survive,
bagaimana dia bertahan hidup dari kan ada yang cocok tanam juga foto saya, mereka
seperti itu. Terus ini, yang ini hanya sekadar foto patroli bahwa mereka pasti keliling
pulau dan pulau itu ga kecil tapi besar. Nah ini, jarang punya foto ini karena mereka
apa namanya memang mantau langsung keadaan laut tapi ada sebenernya yang memang
wilayahnya bukit, cuma itu batu-batuan karang gede. Mereka pasti jaga di situ cuma ga
kelihatan kalau mereka memang berjaga di semak-semak. Sebenernya ada yang di situ,
Cuma karena foto ini lebih ngena karena mereka bisa saat-saat mantau tidak dengan
duduk tapi dengan tidur, terus bisa mantau langsung pakai teropong. Tapi lebih pada
kapal laut yang dipantau, kapal yang melintas.
4. Menurut Anda, sikap patriotisme apa yang tergambar dari para prajurit TNI
dalam foto cerita jurnalistik Menjaga Indonesia dari Pulau Ndana?
Mereka bisa bertahan sama apa namanya, merek ditugaskan ke pulau yang mana di
pulau itu tidak ada siapa-siapa, mereka tinggal di sana terus mereka juga hidup bareng
makan bareng masak bareng dengan satu tujuan, pulau itu tidak direbut sama asing,
pulau itu tidak direbut sama negara asing atau negara tetangga karena kalau sudah
direbut, malu lah kita. Makanya menurut saya sikap kepahlawanan mereka yang
ditunjukkan adalah mereka berani dan rela berkorban, meninggalkan keluarga,
meninggalkan anak istri demi untuk menjaga sebuah pulau kecil. Padahal itu cuma
pulau kecil tapi itu harga diri buat mereka. Pulau itu p ulau Indonesia itu yang harus
dipertahankan karena pada dasarnya daratan yang dikuasai militer itu ya basenya si
negara itu, tidak bisa direbut. Beda sama dulu, kalau dulu kan orang datang perang,
kalah direbut nah sekarang dijaga. Kalau ga dijaga berarti mereka sama aja dia tidak
menjaga negaranya sendiri.
5. Ada lagi ga sih maksud secara keseluruhan dari foto cerita tersebut?
Di foto-foto saya kan ini sebenernya ada yang ditampilkan sisi lain ya, selain dia
menjaga bahwa TNI di pulau ya pasti kan menjaga pulau tapi coba menampilkan sisi
lain dari mereka, seperti misalkan mereka masak, terus mereka kalau beli apa-apa harus
pakai, kadang mereka pakai perahu, mereka harus muter pulau untuk belanja ke kota
beli masakan, telor dan lain segala macam, minyak, sayur, selain mereka tanam mereka
juga ada, mereka belanja sama nelayan.
Terus ini kan ada patung Soedirman karena ini simbolnya bahwa ini negara Indonesia
gitu. Ini menunjukkan bahwa ini pulau kepunyaan Indonesia, terus ya mereka kalau lagi
tidak piket ya mereka santai gitu. Kadang-kadang mau di pohon untuk melepas kangen
aja sama keluarga. Mereka nyuling, bukan dari laut yang di pantai tapi yang di darat,
daratan diini sama dia, disaring karena masih ada kandungan garamnya. Mereka sholat,
ya kalau ya tetap mereka beribadah, mereka ga akan melupakan itu. Paling itu, gaada
yang lain.
Foto penulis dengan narasumber M. Agung Rajasa setelah sesi wawancara: