makna gelar adat terhadap status sosial pada …lib.unnes.ac.id/27714/1/3401412032.pdf · bahasa...
TRANSCRIPT
HALAMAN JUDUL
MAKNA GELAR ADAT TERHADAP STATUS SOSIAL PADA
MASYARAKAT DESA TANJUNG AJI KERATUAN
MELINTING
SKRIPSI
Untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Oleh:
Umi Kholifatun
NIM 3401412032
JURUSAN SOSIOLOGI DAN ANTROPOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMERANG
2016
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi ini telah disetujui oleh Pembimbing untuk diajukan ke Sidang Panitia
Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang pada:
Hari :
Tanggal :
Pembimbing Skripsi I
Asma Luthfi, S. Th.I., M.Hum
NIP.197805272008122001
Pembimbing Skripsi II
Dra. Elly Kismini, M.Si
NIP.196203061986012001
iii
PENGESAHAN KELULUSAN
Skripsi ini telah dipertahankan di depan Sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas
Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang pada:
Hari :
Tanggal :
Penguji I
Prof. Dr. Tri Marhaeni Pudji Astuti, M.Hum.
NIP.196506091989012001
Penguji II
Dra. Elly Kismini, M.Si
NIP.196203061986012001
Penguji III
Asma Luthfi, S. Th.I., M.Hum
NIP.197805272008122001
Mengetahui:
Dekan,
iv
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar hasil karya
saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau
seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat di dalam skripsi ini
dikutip dan dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Semarang, September 2016
Umi Kholifatun
NIM. 3401412032
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
1. “Jika anda tidak bergerak untuk mulai membangun mimpi anda, seseorang
justru akan memperkerjakan anda untuk membantu membangun mimpi
mereka.” (Tony Gaskins)
2. “Bahkan jika jalan saya terjal, saya akan berjalan dengan senyuman.”
(Umi Kholifatun)
PERSEMBAHAN
Dengan mengucap rasa syukur Alhamdulillah kupersembahkan karya tulis ini
untuk orang-orang yang ada di dekatku dan yang jauh di sana:
Kedua orang tua saya, Bapak Sakat dan Ibu Sunarsih (Alm) tercinta yang
senantiasa selalu memberikan motivasi dan dukungannya baik material
maupun spiritual dengan penuh rasa kasih sayang. Tanpa beliau, saya tidak
akan bisa seperti sekarang ini.
Mas Irwan, Mba Ani, dan Mas Jarwo yang turut memberikan dukungan
baik material dan mendoakan adiknya untuk menjadi orang yang sukses.
Keponakan tercinta Amelia yang mampu membuatku tersenyum dan
menjadi penyemangatku.
Keluarga besarku di Lampung yang telah membantu dan turut memberikan
doa.
Tyas, Lina, Minduarina, dan teman-teman Jurusan Sosiologi dan
Antropologi angkatan 2012.
vi
Cyrli Yunita Miyanti yang turut membantu selama proses pengumpulan
data.
Bang Ridwan, Yoga, Suprapti, Annisa Rahma, dan teman-teman yang
memberikan dukungan.
Evis, Annisa, Sukma, dan teman-teman Wisma Warda Kamila yang
memberikan semangat.
Bapak-ibu dosen Jurusan Sosiologi dan Antropologi Fakultas Ilmu Sosial
Unnes.
vii
SARI
Kholifatun, Umi. 2016, Makna Gelar Adat terhadap Status Sosial pada
Masyarakat Desa Tanjung Aji Keratuan Melinting. Jurusan Sosiologi dan
Antropologi. FIS UNNES. Pembimbing: Asma Luthfi, S. Th.I.,M.Hum, dan Dra.
Elly Kismini, M.Si. 90 halaman.
Kata Kunci: Makna, Bejeneng, Simbol.
Indonesia merupakan suatu negara yang memiliki suku bangsa yang
majemuk. Keberagaman suku bangsa ini tersebar di seluruh wilayah Indonesia,
mulai dari Sabang sampai Merauke. Berbagai macam suku yang ada di Indonesia
memiliki adat isitiadat tersendiri dan prosesi adat yang berimplikasi pada aturan
suatu suku itu tersendiri. Salah satu tradisi yang masih tetap lestari adalah
pemberian gelar adat yang ada di Lampung. Gelar adat merupakan suatu simbol
yang diberikan oleh suatu kelompok untuk mengakui keberadaannya dalam
masyarakat. Gelar adat yang diberikan memiliki makna tersendiri bagi masyarakat
sehingga dalam pelaksanaan pemberian gelar ini harus dengan upacara adat.
Pemberian gelar adat tidak diberikan kesembarang orang daan jabatan semata
karena gelar adat menunjukkan nilai luhur seseorang dalam keadatan Lampung.
Tujuan penelitian: 1)Mengetahui prosesI pemberian gelar adat pada masyarakat
Lampung Saibatin, 2)Mengetahui masyarakat Tanjung Aji Keratuan Melinting
dalam memaknai pemberian gelar adat, 3)Mengetahui implikasi pemberian gelar
adat terhadap status sosial masyarakat Tanjung Aji.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Lokasi penelitian
di Desa Tanjung Aji, Kecamatan Melinting, Kabupaten Lampung Timur. Subjek
penelitian adalah masyarakat masyarakat Desa Tanjung Aji.Teknik pengumpulan
data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Validitas
data adalah dengan teknik triangulasi data. Teknik analisis data meliputi reduksi
data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.
Hasil penelitian mengenai makna Gelar Adat pada Masyarakat Desa
Tanjung Aji menunjukkan bahwa, prosesi pemberian gelar adat (bejeneng)
melalui beberapa proses diantaranya membayar uang adat seperti dau
penerangan, dau pengecupan, serta babak kibau. Pemberian bejeneng bagi
masyarakat Desa Tanjung Aji memiliki makna sebagai wujud dari penghormatan
dan status sosial dalam upacara adat, pengaturan relasi dalam kekerabatan, simbol
kedewasaan, serta mekanisme pelestarian budaya yang dilakukan secara turun
temurun. Saran penenlitian ditujukan bagi tokoh adat agar dalam musyawarah
adat mempertimbangkan kemampuan masyarakat yang akan melakukan upacara
pemberian gelar adat dan dapat memberikan pertimbangan-pertimbangan untuk
pelaksanaan gelar adat. Masyarakat Tanjung Aji agar lebih berpartisipasi lagi
dalam pelestarian budaya Lampung khususnya upacara pemberian gelar adat.
viii
PRAKATA
Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
berkat, rahmat, dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
yang berjudul “Makna Gelar Adat terhadap Status Sosial pada Masyarakat Desa
Tanjung Aji Keratuan Melinting. Penyusunan skripsi ini adalah untuk
menyelesaikan studi strata satu dan untuk memperoleh gelar sebagai Sarjana
Pendidikan di Jurusan Sosiologi dan Antropologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas
Negeri Semarang.
Penulisan skripsi tidak akan berhasil tanpa bimbingan, motivasi, dan
bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam
kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada yang terhormat:
1. Prof. Dr. Fathur Rohman, M.Hum, Rektor Universitas Negeri Semarang atas
kebijakan-kebijakan yang diberikan kepada penulis sehingga dapat menyusun
skripsi dengan lancar.
2. Drs. Moh. Solehatul Mustofa, M.A, Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas
Negeri Semarang atas sarana dan prasarana yang telah diberikan kepada
penulis sehingga dapat menyusun skripsi dengan lancar.
3. Kuncoro Bayu Prasetyo, S. Ant, M.A selaku Ketua Jurusan Sosiologi dan
Antropologi yang telah memberikan saran dan fasilitas sehingga dapat
menyusun skripsi dengan baik.
4. Asma Luthfi, S. Th.I.,M.Hum, selaku dosen pembimbing 1 yang telah dengan
sabar memberikan bimbingan, arahan, serta motivasi sehingga penulis
mampu menyelesaikan tulisan ini.
5. Dra. Elly Kismini, M.Si, selaku dosen pembimbing 2 yang telah dengan sabar
memberikan bimbingan, petunjuk, serta motivasi sehingga penulis mampu
menyelesaikan skripsi ini dengan lancar.
ix
6. Prof.Dr. Tri Marhaeni Pudji Astuti, M.Hum., selaku dosen penguji utama
yang telah memberikan saran sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan
ini.
7. Warga masyarakat Desa Tanjung Aji, Kecamatan Melinting, Kabupaten
Lampung Timur yang telah berkenan membantu penulis dalam
menyelesaikan penelitian.
8. Semua pihak yang telah membantu dalam penelitian ini yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu.
Atas segala bimbingan, semangat, inspirasi dan bantuannya, penulis
mengucapkan terimakasih semoga Allah Tuhan Yang Maha Esa membalas
bantuan yang telah diberikan kepada penulis. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi
semuanya.
Semarang, September 2016
Penulis
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................................... ii
PENGESAHAN KELULUSAN ............................................................................ iii
PERNYATAAN ..................................................................................................... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN .......................................................................... v
SARI ...................................................................................................................... vii
PRAKATA ........................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... x
DAFTAR BAGAN .............................................................................................. xiii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xvi
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1. LATAR BELAKANG ................................................................................. 1
2. RUMUSAN MASALAH ............................................................................. 6
3. TUJUAN PENELITIAN .............................................................................. 6
4. MANFAAT PENELITIAN .......................................................................... 7
5. BATASAN ISTILAH .................................................................................. 8
1) Gelar Adat ................................................................................................ 8
2) Status Sosial ........................................................................................... 10
3) Masyarakat Adat Lampung Saibatin ...................................................... 10
4) Simbol .................................................................................................... 11
xi
BAB II NJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 13
1. DESKRIPSI TEORI ...................................................................................... 13
1) Teori Interaksionisme Simbolik ............................................................. 13
2) Konsep Status Sosial .............................................................................. 16
2. KAJIAN HASIL-HASIL PENELITIAN YANG RELEVAN ................... 17
3. KERANGKA BERPIKIR .......................................................................... 21
BAB III METODE PENELITIAN........................................................................ 23
1. Latar Penelitian .......................................................................................... 23
2. Fokus Penelitian ......................................................................................... 24
3. Sumber dan Jenis Data ............................................................................... 25
a. Data Primer ............................................................................................. 26
b. Data Sekunder ........................................................................................ 31
4. Alat dan Teknik Pengumpulan Data .......................................................... 32
a) Pengamatan ............................................................................................ 32
b) Wawancara ............................................................................................. 33
c) Catatan Lapangan ................................................................................... 35
d) Dokumen ................................................................................................ 35
5. Teknik Validitas Data ................................................................................ 36
6. Teknik Analisis Data .................................................................................. 38
a. Pengumpulan Data ................................................................................. 38
b. Reduksi Data .......................................................................................... 39
c. Penyajian Data ........................................................................................ 40
d. Penarikan Kesimpulan / Verifikasi ......................................................... 41
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 42
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian .......................................................... 42
xii
1. Gambaran Umum Desa Tanjung Aji ...................................................... 42
2. Gambaran Umum Keratuan Adat Melinting .......................................... 50
B. Prosesi Pemberian Gelar Adat pada Masyarakat Desa Tanjung Aji .......... 60
1. Tahap Pra Upacara Pemberian gelar/Bejeneng ...................................... 60
2. Tahap Upacara Pemberian Gelar Adat ................................................... 66
3. Tahap Pasca Upacara Pemberian Gelar Adat ......................................... 72
C. Makna Pemberian Gelar Adat pada Masyarakat Desa Tanjung Aji Keratuan
Melinting ........................................................................................................... 72
1. Penghormatan dan Status Sosial Masyarakat dalam Upacara Adat ....... 72
2. Pengaturan Relasi dalam Kekerabatan ................................................... 75
3. Simbol Kedewasaan ............................................................................... 78
4. Mekanisme Pelestarian Budaya .............................................................. 79
D. Implikasi Pemberian Gelar Adat terhadap Relasi Sosial Masyarakat
Lampung Saibatin .............................................................................................. 81
1. Gelar Adat dan Peran Sosial dalam Masyarakat .................................... 81
2. Pengakuan Sosial sebagai Anggota Komunitas Adat ............................. 82
3. Gelar Adat sebagai Kontrol Sosial pada Masyarakat Desa Tanjung Aji 83
BAB V PENUTUP ................................................................................................ 86
A. Simpulan .................................................................................................... 86
B. Saran ........................................................................................................... 87
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 88
LAMPIRAN .......................................................................................................... 90
xiii
DAFTAR BAGAN
Bagan 1 : Kerangka Berpikir .................................................................. 22
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Informan Utama ...................................................................... 27
Tabel 2 : Informan Pendukung ............................................................... 30
Tabel 3 : Jumlah Penduduk Menurut Kriteria Umur ............................. 45
Tabel 4 : Penduduk Desa Tanjung Aji menurut Tingkat Pendidikan .... 45
Tabel 5 : Tingkatan Gelar ...................................................................... 62
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 : Peta Kecamatan Melinting .................................................. 43
Gambar 2 : Pemukiman Masyarakat Desa Tanjung Aji ........................ 44
Gambar 3 : Gerbang Nuwo Adat dan Nuwo Adat Keratuan Melinting . 53
Gambar 4 : Silsilah Ratu Melinting ....................................................... 54
Gambar 5 : Tempat Menaruh Ayam Panggang yang akan
Diserahkan kepada Sultan ................................................... 63
Gambar 6 : Penyembelihan Seekor Sapi sebagai Salah Satu Syarat
Bejeneng .............................................................................. 64
Gambar 7 : Arak-arak Menuju Tempat Pemberian Gelar ...................... 67
Gambar 8 : Pengukuhan Bejeneng oleh Sultan Ratu Melinting ............ 68
Gambar 9 : Menari Bersama Setelah Menerima Gelar .......................... 70
Gambar 10: Surat Tanda Bejeneng ........................................................ 71
Gambar 11: Bapak Rizal sebagai Sultan Melinting ................................ 74
Gambar 12: Pernikahan Adat Melinting ................................................ 78
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
1. Instrumen Penelitian ................................................................... 89
2. Pedoman Observasi .................................................................... 91
3. Pedoman Wawancara Masyarakat Desa Tanjung Aji ................. 92
4. Pedoman Wawancara Tokoh Adat .............................................. 97
5. Identitas Informan Utama ......................................................... 101
6. Identitas Informan Pendukung .................................................... 103
7. Surat Keputusan Dekan .............................................................. 105
8. Surat Izin Penelitian ................................................................... 106
9. Surat Keterangan telah melakukan Penelitian ............................ 108
10. Dokumentasi .............................................................................. 11
1
BAB I PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan suatu negara yang memiliki suku bangsa yang
majemuk. Keberagaman suku bangsa ini tersebar di seluruh wilayah Indonesia,
mulai dari Sabang sampai Merauke. Hal ini membuat Indonesia dikenal memiliki
keunikannya tersendiri dibandingkan dengan negara-negara lain. Berbagai macam
suku yang ada di Indonesia memiliki adat isitiadat tersendiri dan prosesi adat yang
berimplikasi pada aturan suatu suku itu tersendiri. Di Indonesia, dikenal ada
berbagai tradisi upacara adat. Salah satu tradisi atau upacara yang berkembang di
masyarakat adalah penyelenggaraan upacara adat dan aktivitas ritual yang
memiliki makna bagi masyarakat, sebagai wujud penghormatan pada nilai-nilai
leluhur, juga sebagai sarana sosialisasi, serta sebagai pengukuhan nilai-nilai
budaya dalam kehidupan bermasyarakat. Wujud dari ritual adat salah satunya
adalah dengan upacara pemberian gelar adat.
Gelar adat merupakan suatu simbol yang diberikan suatu kelompok kepada
seseorang atau kelompok sebagai tanda seseorang atau kelompok tersebut diakui
keberadaannya dalam masyarakat. Gelar adat yang diberikan memiliki makna
tesendiri bagi masyarakat sehingga dalam pelaksanaan pemberian gelar harus
dengan upacara adat. Upacara pemberian gelar adat ini dilaksanakan oleh
2
masyarakat sebagai wujud penghormatan terhadap budaya leluhur yang sudah
sejak turun temurun dilaksanakan.
Pemberian gelar adat ini dimaksudkan untuk mendapatkan pengakuan
sosial dalam masyarakat dimana dia tinggal dan sekaligus untuk menentukan garis
keturunan keluarga. Mengingat menentukan silsilah keluarga dalam masyarakat
Indonesia khususnya masyarakat Lampung masih sangat penting terutama untuk
menguri-uri budaya lokal yang serat dengan keyakinannya. Gelar adat dalam
bahasa lampung disebut dengan istilah adok/bejeneng.
Hadikusuma (1983) mengungkapkan bahwa riwayat di sebagian wilayah
Lampung, generasi awal Ulun Lampung berasal dari beberapa tempat, salah
satunya berasal dari Sekala Brak, di kaki Gunung Pesagi, Lampung Barat.
Penduduknya dihuni oleh Buay Tumi yang dipimpin oleh seorang wanita bernama
Ratu Sekerummong. Negeri ini menganut kepercayaan dinamisme, yang
dipengaruhi ajaran Hindu Birawa. Kemudian menyebar ke berbagai daerah dan
mendiami wilayah pesisir dan pedalaman Lampung seperti saat ini.
Pernong (dalam Wulandari, 2015) menyatakan bahwa pada dasarnya orang
Lampung berasal dari Sekala Brak, namun dalam perkembangannya, secara
umum masyarakat adat Lampung terbagi menjadi dua yaitu masyarakat adat
Lampung Saibatin dan masyarakat adat Lampung Pepadun. Masyarakat Adat
Saibatin kental dengan nilai aristokrasinya, sedangkan masyarakat adat Pepadun
yang baru berkembang belakangan kemudian lebih berkembang dengan nilai nilai
3
demokrasinya yang berbeda dengan nilai nilai Aristokrasi yang masih dipegang
teguh oleh Masyarakat Adat Saibatin.
Masyarakat Lampung adalah masyarakat yang memiliki adat istiadat yang
unik yang membedakannya dengan masyarakat dengan kebudayaan lainnya.
Masyarakat Lampung mencoba bertahan dengan tradisi nenek moyangnya dari
gempuran budaya luar yang kini menggerogoti masyarakatnya. Masyarakat
Lampung terdiri dari dua suku adat besar yang mendiami wilayah dengan
topografi yang berbeda. Lampung pesisir (Ulun Peminggir) adalah masyarakat
suku asli yang mendiami wilayah Lampung pesisir dan menggunakan ragam
dialek Api (A). Masyarakat ini lebih sering dikenal dengan Lampung Saibatin.
Sedangkan, Lampung Pepadun (Ulun Pepadun) adalah masyarakat suku asli
Lampung yang mendiami wilayah dataran rendah dan tinggi atau wilayah
pedalaman Lampung. Masayarakat Lampung Pepadun memilki ragam dialek yang
berbeda dengan masyarakat Lampung Saibatin, yaitu menggunakan ragam dialek
O atau Nyow (Saputra, FISIP UI:2010)
Hadikusuma (1994), Ulun Lampung secara geografis adalah suku bangsa
yang mendiami seluruh wilayah Lampung dan sebagian provinsi Sumatera Selatan
bagian selatan dan tengah yang menempati daerah Martapura, Muaradua di OKU,
Kayu Agung, Komering di OKI, Merpas di Selatan Bengkulu serta Cikoneng di
pantai barat Banten. Secara umum, ulun Lampung terdiri dari dua suku adat yakni,
Saibatin dan Pepadun.
4
Masyarakat adat Lampung Saibatin merupakan masyarakat yang
mendiami wilayah Labuhan Maringgai, Pugung, Jabung, Way Jepara, Melinting,
Kalianda, Raja Basa, Teluk Betung, Padang Cermin, Cukuh Balak, Way Lima,
Talang Padang, Kota Agung, Semaka, Suoh, Sekincau, Batu Brak, Belalau, Liwa,
Pesisir Krui, Ranau, Martapura, Muara Dua, Kayu Agung, empat kota ini ada di
Provinsi Sumatera Selatan, Cikoneng di Pantai Banten dan bahkan Merpas di
Selatan Bengkulu. Masyarakat Lampung Saibatin sering disebut dengan
masyarakat Lampung pesisir mengingat daerah ini adalah daerah pesisir.
Masyarakat Lampung Saibatin dan masyarakat Lampung Pepadun
memiliki corak kebudayaan yang berbeda satu sama lainnya. Mengingat
masyarakat Lampung Saibatin merupakan masyarakat pesisir sedangkan
masyarakat Lampung Pepadun mendiami wilayah tengah. Perbedaan yang
mencolok adalah pada pakaian adatnya, jika pada masyarakat Lampung saibatin
mahkota siger yang dikenakan wanita memiliki tujuh tingkatan sedangkan pada
masyarakat Lampung Pepadun memiliki Sembilan tingkatan. Selain perbedaan
dari segi pakaian adat terdapat pula perbedaan ragam dialek, dimana masyarakat
adat Lampung Saibatin memiliki ragam dialek A (Api) sedangkan masyarakat
Lampung Pepadun memiliki ragam dialek O (Nyow). Perbedaan lainnya berupa
pemberian gelar yang diadakan masyarakatnya, yakni pada masyarakat Lampung
Saibatin yang menerima gelar adat hanya laki-laki saja dan hanya diberikan untuk
orang yang sudah menikah, sedangkan pada masyarakat Lampung Pepadun
pemberian gelar adat diberikan kepada mempelai pria dan wanita pada saat
5
sebelum dilakukan akad nikah dan pemberian gelar juga dapat diberikan sejak
penerima gelar masih kecil atau belum memasuki usia pernikahan.
Adat pemberian gelar di Lampung yaitu adat yang dilakukan untuk
memberi gelar kepada seseorang karena tingkatan atau silsilah dalam adat
tersebut. Pemberian gelar adat tidak diberikan kesembarang orang dan jabatan
semata karena gelar adat menunjukkan nilai luhur seseorang dalam keadatan
Lampung. Pemberian gelar/bejeneng perlu mendapatkan penilaiaan dan harus
dengan persetujuan dari penyimbang adat, dan sang sultan sehingga tidak
sembarang orang yang bisa mendapat gelar di dalam suatu adat. Pemberian gelar
adat ini merupakan warisan dari kebudayaan Melayu Kuno, terutama warisan
kebudayaan Hindu masa Sriwijaya, yang masih terus dilestarikan sampai
sekarang. Tradisi pemberian gelar adat pada masyarakat Lampung Saibatin ini
dilaksanakan pada saat upacara perkawinan atau pada saat tertentu ketika
seseorang dinggap mampu untuk mengadakan upacara pemberiakn gelar
adat/bejeneng.
Dari pemaparan di atas, penulis tertarik untuk memahami lebih mendalam
alasan bagaimana masyarakat Lampung Saibatin memaknai pemberian gelar adat
sehingga gelar adat adat tersebut dapat mempengaruhi kehidupan sosial mereka.
Pemberian gelar adat merupakan tradisi masyarakat Lampung khususnya
masyarakat Desa Tanjung Aji yang sampai sekarang masih terus bertahan. Pada
penelitian ini, peneliti akan mencoba menelusuri bagaimana pemberian gelar adat
6
dapat mempengaruhi status sosial pada masyarakat yang ada di desa Tanjung Aji
Kecamatan Melinting, sebab ada perbedaan pemberian gelar adat di tempat lain.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti ingin mengetahui lebih lanjut
mengenai makna pemberian gelar terhadap status sosial pada masyarakat Tanjung
Aji Kec. Melinting Kab. Lampung Timur. Oleh karena itu, penulis mengambil
judul “Makna Gelar Adat terhadap Status Sosial pada Masyarakat Desa Tanjung
Aji Keratuan Melinting.
2. RUMUSAN MASALAH
1) Bagaimana prosesi pemberian gelar adat pada masyarakat adat Lampung
Saibatin?
2) Bagaimana masyarakat Saibatin yang berada di Desa Tanjung Aji
memaknai pemberian gelar adat mereka?
3) Bagaimana implikasi pemberian gelar adat terhadap status sosial pada
masyarakat Tanjung Aji Keratuan Melinting?
3. TUJUAN PENELITIAN
1) Untuk mengetahui proses pemberian gelar adat pada masyarakat
Lampung Saibatin.
2) Untuk mengetahui masyarakat di Desa Tanjung Aji Kecamatan
Melinting Kabupaten Lampung Timur dalam memaknai pemberian gelar
adat.
7
3) Untuk mengetahui implikasi pemberian gelar adat terhadap status sosial
pada masyarakat adat Lampung Saibatin di Desa Tanjung Aji Kec.
Melinting Kab. Lampung Timur.
4. MANFAAT PENELITIAN
1) Manfaat Teoritis
a. Menambah khasanah ilmu pengetahuan sosial khususnya dibidang
sosiologi dan antropologi. Penelitian ini dapat digunakan sebagai
analisis fenomena sosial yang terjadi pada masyarakat. Dimana
penelitian ini menfokuskan pada pengaruh pemberian gelar adat
terhadap pengakuan sosial masyarakat pada masyarakat Lampung
Saibatin yang ada di Desa Tanjung Aji Kecamatan Melinting melalui
upacara pemberian gelar adat pada pengantin. Melalui penelitian ini
dapat diketahui prosesi pemberian gelar adat pada masyarakat
Lampung Saibatin khususnya di Desa Tanjung Aji.
b. Dapat memberikan sumbangan pemikiran dan menjadi bahan acuan
dalam penelitian atau sebagai bahan pengembangan apabila akan
dilakukan penelitian lanjutan, selain itu juga dapat dijadikan sebagai
referensi pembelajaran Sosiologi dan Antropologi di SMA mengenai
keragaman suku bangsa, interaksi sosial, stratifikasi sosial, perubahan
sosial dan budaya.
2) Secara Praktis
8
a. Bagi pemerintah, digunakan sebagai bahan acuan atau pertimbangan
dalam memuat kebijakan dalam melaksanakan pelestarian kebudayaan
khususnya tradisi pemberian gelar adat di Kabupaten Lampung Timur.
b. Bagi masyarakat, untuk menambah pengetahuan mengenai pentingnya
melestarikan tradisi pemberian gelar adat sebagai warisan budaya.
Dengan penelitian ini masyarakat mampu memahami akan pentingnya
nilai-nilai yang terkandung dalam pemberian gelar adat.
c. Bagi peneliti, untuk menambah pengetahuan dan wawasan sehingga
dapat dilakukan penelitian lanjutan dan dapat dijadikan pengalaman
sebagai mahasiswa yang mengambil jurusan sosiologi dan
antropologi. Melalui penelitian ini peneliti mampu menhubungkan
konsep perubahan dengan masalah sosial yang ada di masyarakat
sehingga dapat menjadikan pemahaman peneliti terhadap ilmu
sosiologi semakin dalam.
5. BATASAN ISTILAH
Untuk menjelaskan jalannya penelitian maka perlu adanya batasan
operasional agar orang lain yang berkepentingan dalam penelitian ini mempunyai
persepsi yang sama dengan peneliti. Batasan operasional yang perlu ditegaskan
adalah sebagai berikut:
1) Gelar Adat
Dalam masyarakat adat di Indonesia mengenal juga istilah Gelar
Adat. Gelar ini diberikan oleh Ketua Adat setempat setelah memenuhi
berbagai persyaratan tertentu. Setiap suku bangsa tentu mempunyai tata cara
9
tersendiri yang khas dalam memberikannya. Hal ini tentunya menjadi warna
tersendiri bagi keanekaragaman budaya di Indonesia. Salah satu suku
bangsa yang mempunyai kebiasaan memberikan gelar adat adalah Suku
Lampung. Menurut Ali (dalam Haryadi, 2015) Ketua Adat Desa Pekurun
Marga Selagai, Lampung Utara, pemberian gelar merupakan hal yang
umum dilakukan terhadap masyarakat di desanya. Adapun urutan pemberian
Gelar Adat yang pertama adalah gelar “Tuan/Ratu/Raja”, kedua gelar
“Pangeran”, ketiga gelar “Sunan” dan gelar yang paling tinggi adalah
“Sultan.”
Menurut Dalom Edward Syah (dalam Yuniar 2015:3,) gelar dalam
bahasa Lampung disebut dengan adok. Adok adalah gelaran atau sebutan
untuk menunjukkan kedudukan seseorang dan bagaimana cara untuk
menghargainya. Menurut Seem R. Canggu, adok merupakan gelar adat
yang menunjukkan tingkat kebangsawan dan kedudukan seseorang di
dalam adat. Gelar dalam bahasa lampung artinya nama. Dalam penelitian
ini, gelar adat yang dimaksud adalah upacara pemberian nama adat pada
saat perkawinan atau pada saat orang tersebut mampu mengadakan
upacara pemberian gelar pada masyarakat Lampung Saibatin yang ada di
Desa Tanjung Aji Kecamatan Melinting dan bagaimana mereka memaknai
pemberian gelar adat yang ada di desanya.
10
2) Status Sosial
Soekanto (2006:210) menyatakan bahwa status sosial adalah
tempat seseorang secara umum dalam masyarakatnya sehubungan dengan
orang-orang lain, dalam arti lingkungan pergaulannya, prestisenya, dan hak-
hak serta kewajiban-kewajibannya. Dengan demikian, seseorang dikatakan
mempunyai beberapa kedudukan karena seseorang biasanya ikut serta dalam
berbagai pola kehidupan. Dalam masyarakat dikenal dua macam
kedudukan/status yaitu ascribed status dan achieved status.
Setiap masyarakat pasti memiliki sesuatu yang dihargainya, sesuatu
yang dihargai inilah yang menjadi benih tumbuhnya pelapisan dalam
masyarakat. Hal ini pula-lah yang terjadi pada masyarakat Lampung
Saibatin dengan memberikan gelar adat (adok). Pemberian gelar adat
dimaksudkan untuk memperoleh status sosial dalam masyarakat. Status
sosial dalam masyarakat Lampung Saibatin setelah mendapatkan gelar
memiliki kewajiban dan hak istimewa yang sepadan.
3) Masyarakat Adat Lampung Saibatin
Hadikusuma (1983) menyatakan bahwa masyarakat Lampung
Saibatin adalah salah satu dari dua kelompok terbesar dalam masyarakat
Lampung. Masyarakat ini mendiami wilayah pesisir Lampung yang
membentang dari timur, selatan, hingga barat. Wilayah persebaran Suku
Saibatin mencakup Lampung Timur, Lampung Selatan, Bandar Lampung,
Pesawaran, Tanggamus, dan Lampung Barat. Masyarakat Lampung
11
Saibatin menganut sistem patrilineal atau menganut garis keturunan ayah.
Dalam penelitian ini yang menjadi fokus penelitian adalah masyarakat adat
Lampung Saibatin yang berada di Desa Tanjung Aji, Kecamatan
Melinting, Kabupaten Lampung Timur.
4) Simbol
Simbol adalah segala sesuatu yang bermakna, dalam arti dia
mempunyai makna referensial. Suatu simbol mengacu pada pengertian yang
lain. Tanda tidak mengacu pada pengertian yang lain. Simbol berbeda
dengan tanda. Tanda tidak mengacu pada apa-apa, sebuah tanda pada
dasarnya tidak bermakna dan tidak mempunyai nilai. Segala bentuk dan
macam kegiatan simbolik dalam masyarakat tradisional merupakan upaya
pendekatan manusia kepada Tuhan nya, yang menciptakan, menurunkan,
memelihara dan menentukan.
Charon (dalam Ritzer, 2005:292) Simbol adalah objek sosial yang
dipakai untuk mempresentasikan (atau menggantikan) apa pun yang
disetujui orang yang akan mereka representasikan. Simbol merupakan
aspek penting yang memungkinkan orang bertindak menurut cara-cara
yang khas dilakukan manusia. Sedangkan, Mead (dalam Ritzer, 2005:293)
Simbol memberikan ciri-ciri khusus pada tindakan sosial manusia dan
pada interaksi sosial manusia (yang melibatkan dua orang aktor atau lebih
yang terlibat dalam tindakan sosial).
12
Simbol dalam Kamus Sosiologi merupakan setiap gerak, artefak,
tanda, atau konsep yang mewakili, menandai atau mengungkapkan sesuatu
yang lain adalah sebuah simbol. Kajian tentang simbol sangatlah penting
sebab simbol-simbol mengumumkan dan mengirimkan emosi, perasaan,
atau informasi yang dimiliki bersama. Akan tetapi, simbol mungkin juga
mengalami disfungsi sosial yang mempresentasikan konflik sosial, seperti
ritual, ‘simbol’ sering didefinisikan terlalu luas sehingga mencakup semua
kebudayaan.
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan simbol adalah dengan
memberikan gelar adat kepada mempelai laki-laki saat melangsungkan
upacara perkawinan. Pemberian gelar adat ini sebagai simbol bahwa sudah
diakuinya status si penerima gelar di dalam masyarakat desa Tanjung Aji.
13
BAB II NJAUAN PUSTAKA
TINJAUAN PUSTAKA
1. DESKRIPSI TEORI
1) Teori Interaksionisme Simbolik
Mead (dalam Mulyana, 2002:61) menyatakan bahwa
interaksionisme simbolik mempelajari sifat interkasi yang merupakan
kegiatan sosial dinamis manusia. Dalam perspektif ini, individu bersifat
aktif, reflektif dan kreatif, menafsirkan, menimpilkan perilaku yang rumit
dan sulit diramalkan individu akan terus berubah maka masyarakat pun
akan berubah melalui interaksi. Jadi, interaksilah yang dianggap variabel
penting yang menentukan perilaku manusia, bukan struktur masyarakat.
Mead (dalam Soeprapto, 2002:70) mengklaim bahwa bahasa
memungkinkan kita untuk menjadi makhluk yang sadar-diri (self-
conscious), yaitu sadar akan individualis kita, dan unsur dari semua ini
adalah simbol. Sebuah simbol merupakan sesuatu yang berada demi (stand
for) yang lain. Paham interaksionisme simbolik membuat kita belajar
untuk terus-menerus memikirkan obyek secara simbolik. Pemikiran
simbolik ini pada dasarnya aka membebaskan kita dari pembatasan
pengalaman kita hanya atas apa yang betul-betul kita lihat, dengar, atau
rasakan.
Paham interaksionisme simbolik menganggap segala sesuatu
tersebut adalah virtual. Semua interaksi antarindividu manusia melibatkan
14
sesuatu pertukaran simbol. Interaksionisme simbolik mengarahkan
perhatian kita pada interaksi antaraindividu, dan bagaimana hal ini bisa
dipergunakan untuk menegrti apa yang orang lain katakana dan lakukan
kepada kita sebagai individu. Interaksionisme simbolik biasanya
memfokuskan pada interaksi tatap muka (face-to-face) dalam konteks
kehidupan sehari-hari.
Blumer (Mulyana, 2002:70-71), proses sosial dalam kehidupan
kelompoklah yang menciptakan dan menegakkan aturan-aturan, bukan
aturan-aturan yang menciptakan dan menegakkan kehidupan kelompok.
Masyarakat adalah proses interaksi simbolik dan pandangan ini
memungkinkan mereka menghindari problem-problem strukturalisme dan
idealisme dan mengemudikan jalan tengah diantara kedua pandangan
tersebut. Selanjutnya, perspektif interaksi simbolik berusaha memahami
perilaku manusia dari sudut pandang subjek. Perspektif ini menyarankan
bahwa perilaku manusia harus dilihat sebagai proses yang memungkinkan
manusia membentuk dan mengatur perilaku manusia dengan
mempertimbangkan ekspektasi orang lain yang menjadi mitra interaksi
mereka.
Inti dari teori interaksi simbolik adalah teori tentang “diri” (self)
dari George Herbert Mead. Konsep Mead tentang diri merupakan
penjabaran “diri sosial” (social self), yaitu individu bersifat aktif, inovatif
yang tidak saja tercipta secara sosial, namun juga menciptakan masyarakat
15
baru yang perilakunya tidak dapat diramalkan. Bagi Mead, kesadaran diri
berarti menjadi suatu diri dalam pengalaman seseorang sejauh “suatu sikap
yang dimilikinya sendiri membangkitkan sikap serupa dalam upaya
sosial…”. Jadi, menurut penganut interaksionisme simbolik perilaku
manausia tidak determinisitik, sebagaimana dianut kaum positivis (Mead
dalam Mulyana, 2002:73-76).
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teori interaksionisme
simbolik dari Mead. Penulis memilih menggunakan teori interaksionisme
simbolik oleh Mead dalam penelitian ini karena teori ini dianggap sesuai
dengan topik penelitian yaitu pengaruh pemberian gelar adat yang di
dalamnya terdapat simbol-simbol sebagai bentuk interaksi masyarakat.
Masyarakat dipahami oleh Mead sebagai sebuah pertukaran isyarat
(komunikasi) yang melibatkan penggunaan simbol-simbol dalam
berinteraksi, yang dimaksud dengan simbol dalam penelitian ini adalah
bejeneng/gelar adat sebagai sarana komunikasi. Jadi, interaksionisme
simbolik merupakan studi tentang hubungan antara diri, masyarakat
sebagai sebuah proses komunikasi simbolik aktor-aktor sosial. Mead
menekankan objektivisme sosial (masyarakat mempunyai eksistensi yang
obyektif dan bukan semata-mata hasil kesadaran subyektif aktor),
interaksionisme simbolik bertendensi melihat masyarakat sebagai hasil
dari transaksi yang tak terbatas antar aktor sosial.
16
2) Konsep Status Sosial
Menurut Linton (dalam Abercrombie, 2006:555) menyatakan bahwa
status semata-mata sebagai posisi dalam sebuah sistem sosial, seperti “anak”
dan “orang tua”. Status mengacu pada “menjadi apa seseorang itu”. Status
juga digunakan sebagai sinonim untuk kehormatan atau prestise, yakni
ketika status menunjuk pada posisi relatif seseorang pada skala yang telah
diakui umum atau pada hierarki penghargaan sosial.
Menurut Weber (dalam Ritzer, 2014:138) menyatakan bahwa status
merujuk pada komunitas; kelompok status biasanya berupa komunitas,
kendati sedikit tak berbentuk. Situasi status merupakan setiap komponen
tipikal kehidupan manusia yang ditentukan oleh estimasi sosial tentang
derajat martabat tertentu, positif atau negatif. Sudah menjadi semacam
patokan umum kalau suatu status dikaitkan dengan suatu gaya hidup.
Mereka yang berada di puncak hierarki status memiliki gaya hidup berbeda
dengan yang ada di bawah.
Menurut Weber (dalam Narwoko, 2004:155-157) menyatakan bahwa
hierarki status manusia dikelompokkan dalam kelompok-kelompok status
atas dasar ukuran kehormatan. Kelompok status ini, didefinisikan Weber
sebagai kelompok yang anggotanya memiliki gaya hidup tertentu dan
mempunyai tingkat penghargaan sosial dan penghormatan sosial tertentu
pula. Dalam penelitian ini. penulis akan mencoba menelusuri lebih
17
mendalam bagaimana status sosial seseorang setelah mendapatkan gelar
adat pada masyarakat Lampung Saibatin yang ada di desa Tanjung Aji
Keratuan Melinting.
2. KAJIAN HASIL-HASIL PENELITIAN YANG RELEVAN
Penelitian mengenai pemberian gelar sudah banyak dilakukan
sebelumnya. Diantaranya adalah penelitian Wulandari (2015) yang berjudul
“Proses Pengukuhan Adok dalam Adat Kepaksian Pernong Paksi Pak
Sekala Beghak.” Dalam penelitian ini dijelaskan bahwa pengukuhan adok
sangat menentukan kedudukan seseorang dalam adat dikarenakan adanya
beberapa tingkatan adok yang diwariskan berdasarkan keturunan. Namun,
tidak semua lapisan masyarakat memahami bagaimana proses pengukuhan
adok yang berlaku dalam adat. Dalam penelitian ini diketahui pengukuhan
adok sangat mempengaruhi peranan dan kedudukan di dalam struktur adat
dan upacara-upacara adat. Proses pengukuhan adok pada masyarakat adat
menyebabkan adanya perubahan sistem sosial yang dipengaruhi oleh
perubahan struktur adat. Perubahan tersebut juga mempengaruhi fungsi pada
seseorang yang telah memperoleh adok atau yang dikenal dengan istilah
penyandang adok.
Penelitian Saputra, dkk (2010) yang berjudul “Peranan Tokoh Adat
dalam Melestarikan Adat Mego Pak Tulang Bawang” menjelaskan bahwa
peran tokoh adat dalam melestarikan kebudayaan yang sudah turun menurun
dilakukan khususnya dalam hal pernikahan. Tokoh adat awalnya berpegang
18
teguh dalam aturan Adat Mego Pak Tulang Bawang, namun karena aturan
itu sampai sekarang belum ada peninjauan ulang sehingga ada beberapa
aturan yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan dan kehidupan
manusia pada zaman saat ini. Dalam adat pernikahan masih ada beberapa
aturan yang masih tetap dilestarikan, salah satunya adalah pemberian gelar
adat. Masyarakat Tulang Bawang menyebutnya dengan istilah Begawi
cakak Pepadun untuk mendapatkan gelar adat ini. Serentetan tradisi
pernikahan dimulai dari tar padang, turun duwai, dan selanjutnya cakak
pepadun (pemberian gelar). Ketiga hal tersebut digabung sehingga
memerlukan biaya yang banyak dan waktu yang cukup lama. Jika ketiga hal
tersebut dilaksanakan, maka pemberian gelar adalah urutan terakhir sebelum
akad dilaksanakan.
Wulandary (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “Akibat Hukum
Penerimaan Gelar Adat Bagi Pendatang Oleh Suku Marind karena
Perkawinan Eksogami di Kabupaten Merauke Papua.” menjelaskan bahwa
masyarakat Papua Barat, kabupaten Merauke ini masih melaksanakan tradisi
yang diwariskan secara turun temurun dalam tradisi perkawinan. Prosesi itu
diantaranya proses peminangan bagi laki-laki dan memberikan beberapa
mas kawin, selanjutnya dari pernikahan eksogami ini mengakibatkan hukum
pemberian gelar yang dilakukan masyarakatnya yang terdiri dari dua hal
yakni hak dan kewajiban. Hak-hak yang didapatkan berupa hak untuk
memnfaatkan sumber daya alam yang merupakan hak teritorial suku
Marind, sedangkan kewajiban (bagi laki-laki) adalah memberi nafkah secara
19
lahir batin, menjunjung tinggi adat istiadat masyarakat suku Marind, serta
pemberian nama marga dibelakang nama anak-anaknya yang dihasilkan dari
perkawinannya tersebut. Dalam pelaksanaannya kepala adat memiliki
peranan yang hampir menyeluruh dalam aspek kehidupan masyarkatnya,
kepala adat diperlukan untuk memelihara ketentraman, perdamaian,
keseimbangan lahir batin. Kepala adat juga memiliki kewenangan hukum
yang dapat menjadi pembentuk hukum, pelaksana hukum, dan pelopor
perkembangan hukum.
Juhary (2011) dalam penelitiannya yang berjudul “Abstraction and
Concreteness in Customary Practices in Malaysia: A Prelimenary
Understanding” menjelaskan bahwa di Malaysia terdapat dua adat yaitu
adat Perpatih dan adat Temenggung. Masyarakat Malaysia melayu memiliki
dua adat yang berbeda. Kedua adat tersebut berasal dari Indonesia. Adat
Perpatih hanya ada di Negeri Sembilan dan Masjid yang ada di Malaka,
sedangkan adat Temenggung dipraktikkan di seluruh negari-negari
Malaysia. Adat Temenggung dikatakan memiliki beberapa kesamaan
dengan hukum islam atau hukum syariah. Adat Perpatih mencakup aturan
khusus dan menghasilkan perilaku di masyarakat. Sistem kehidupan adat
Perpatih berbeda dengan adat Temenggung dibeberapa aspek, contohnya
tatacara dalam pernikahan, praktek aktivitas sosial, dan etika bekerja. Dalam
adat Perpatih menganut sistem matrilineal, yaitu laki-laki memiliki posisi
yang lebih rendah di komunitasnya, namun perempuan masih harus
menghormatinya. Adat Temenggung berlawanan dengan adat Perpatih.
20
Sebagian besar peraturan sudah dimodifikasi sesuai kebutuhan dan
dipraktikkan sesuai dengan hukum Islam dan adat Temenggung. Adat
Temenggung lebih memperhatikan laki-laki karena mereka para pemimpin
dan memiliki tanggung jawab dalam melindungi istri dan anak-anaknya.
Pernikahan dalam adat Perpatih sebuah institusi dimana aturan dan ritual
tidak hanya membawa bersama-sama seorang pria dan wanita dalam serikat
halal, tetapi juga membangun dan memelihara hubungan antara kelompok
lineal. Masyarakat akan bergotong royong membantu mempersiapkan ritual
pernikahan yang rumit. Ritual yang rumit karena hubungan hierarki dalam
masyarakat beton, tahapan dan langkah-langkah harus dipenuhi sebagai
acara penghormatan untuk orang tua dan ritual itu sendiri. Penelitian ini
memiliki kesamaan dengan kondisi masyarakat Lampung yang juga terdiri
dari dua adat, yakni adat Saibatin (aristokrasi) dan Pepadun yang lebih
disesuaikan dengan perkembangan zaman (demokrasi).
Dari beberapa literatur di atas, penulis belum menemukan pembahasan
yang memfokuskan pada makna simbolis pemberian gelar adat yang diberikan
kepada mempelai laki-laki yang telah menjadi tradisi masyarakat adat Lampung
Saibatin yang ada di desa Tanjung Aji, Melinting, Lampung Timur. Dengan
asumsi penelitian ini akan menjadi pembeda dari penelitian mengenai pemberian
gelar adat sebelumnya.
21
3. KERANGKA BERPIKIR
Kerangka berpikir merupakan alur penulis dalam melakukan penelitian.
Kerangka perpikir dibuat berdasarkan permasalahan dan fokus penelitian, serta
menggambarkan secara singkat alur penelitian yang akan dilakukan.
Kerangka berpikir di bawah ini menggambarkan bahwa masyarakat
Lampung Saibatin dibagi menjadi dua kelompok besar yakni masyarakat
Lampung Pepadun dan Lampung Saibatin. Masyarakat Lampung Saibatin
mendiami wilayah pesisir Lampung sedangkan masyarakat Lampung Pepadun
mendiami wilayah tengah. Dalam kehidupan masyarakat Lampung ada upacara
pemberian gelar adat saat diadakan upacara pernikahan. Pemberian gelar ini
dimaksudkan untuk mendapatkan status sosial dalam masyarakat. Penulis dalam
penelitian ini ingin megetahui lebih mendalam mengenai makna gelar adat pada
masyarakat Lampung Saibatin yang berada di desa Tanjung Aji. Bagaimana
prosesi pemberian gelar adat pada masyarakat Lampung Saibatin, bagaimana
masyarakat Lampung Saibatin dalam memaknai pemberian gelar adat, bagaimana
implikasi pemberian gelar adat terhadap status sosial pada masyarakat Tanjung
Aji Keratuan Melinting tersebut. Untuk mengkaji rumusan masalah tersebut
penulis menggunakan teori interaksionisme simbolik. Penulis menggunakan
kerangka berpikir sebagai berikut:
22
Bagan 1 : Kerangka Berpikir Penelitian
PEPADUN SAIBATIN
PEMBERIAN GELAR ADAT
UPACARA PERKAWINAN
STATUS SOSIAL
PROSESI PEMBERIAN
GELAR ADAT PADA
MASYARAKAT
LAMPUNG SAIBATIN
MASYARAKAT DALAM
MEMAKNAI PEMBERIAN
GELAR ADAT
IMPLIKASI PEMBERIAN
GELAR ADAT TERHADAP
STATUS SOSIAL
MASYARAKAT TANJUNG
AJI
TEORI
INTERAKSIONISME
SIMBOLIK
MASYARAKAT LAMPUNG
86
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
1. Prosesi pemberian gelar adat pada masyarakat Desa Tanjung Aji terdiri
dari 3 tahap, yaitu tahap pra upacara, tahap upacara, dan tahap pasca
upacara. Tahap pra upacara pemberian gelar adat bejeneng meliputi; dau
penerangan, dau pengecupan, dan babak kibau. Tahap upacara pemberian
gelar adat meliputi; mengarak mempelai laki-laki menuju tempat
pemberian gelar, duduk berdampingan dengan orang yang memiliki gelar
yang sama, pemberian gelar yang diberikan langsung oleh sultan
Melinting, menari bersama, dan pemberian surat tanda bejeneng. Tahap
pasca pemberian gelar adat yaitu diakuinya orang yang sudah bergelar
dalam lingkungan adat dan diterima oleh masyarakat.
2. Pemberian gelar adat pada masyarakat Desa Tanjung Aji ini tidak
diberikan kesembarang orang karena gelar yang diberikan menunjukkan
nilai luhur seseorang dalam keadatan Lampung. Adapun pemaknaan
pemberian gelar ini diantaranya: (a) penghormatan dan status sosial dalam
upacara adat; (b) pengaturan relasi dalam kekerabatan; (c) simbol
kedewasaan; dan (d) sebagai pelestarian budaya.
3. Implikasi pemberian gelar adat terhadap status sosial masyarakat Lampung
Saibatin meliputi; (1) gelar adat dan peran sosial dalam Masyarakat, (2)
pengakuan sosial sebagai anggota komunitas adat, dan (3) gelar adat
sebagai kontrol sosial pada masyarakat Desa Tanjung Aji. Selama ini
87
warga Desa Tanjung Aji hidup berdampingan dan tidak ada konflik
meskipun mayoritas masyarakatnya adalah ulun Lampung. Rasa toleransi
yang dimiliki masyarakat Desa Tanjung Aji sangat besar terhadap
perbedaan yang ada di dalamnya. Interaksi yang ada dalam masyarakat
terjalin dengan sangat baik. Hal ini terlihat sebelum mengadakan upacara
adat, masyarakat Desa Tanjung Aji akan membawa musyawarah pada
lembaga adat yang disebut dengan perwatin. Dalam merwatin ini semua
permasalahan akan didiskusikan dan dicari jalan keluarnya. Hal ini juga
berlaku pada upacara pemberian gelar adat, sebelum upacara dilaksanakan
terlebih dahulu harus ada musyawarah adat. Selanjutnya baru diadakan
upacara pemberian gelar yang melibatkan segenap masyarakat Desa
Tanjung Aji tidak hanya ulun Lampung saja melainkan semua anggota
masyarakat.
B. Saran
Saran ditujukan kepada:
1. Tokoh adat maupun Sultan Keratuan Melinting, agar dalam musyawarah
adat mempertimbangkan kemampuan masyarakat,mengingat banyaknya
masyarakat desa maka untuk memberikan syarat yang sesuai dengan
kemampuan masyarakat.
2. Bagi masyarakat Desa Tanjung Aji, agar lebih berpartisipasi lagi dalam
pelestarian budaya Lampung khususnya upacara pemberian gelar adat.
88
DAFTAR PUSTAKA
Abercrombie, Nicholas, dkk. 2010. Kamus Sosiologi. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Asfai, Yoyon Miftahul. 2009. Gelar Adat dalam Upacara Perkawinan Adat
Masyarakat Komering di Gumawang, Belitang, Ogan Komering Ulu Timur.
SKRIPSI: UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.. http://digilib.uin-
suka.ac.id/2831/1/BAB%20I,%20V.pdf (Diunduh pada Jumat, 26 Pebruari
2016 pukul 16.40).
Hadikusuma, Hilman, dkk. 1983. Adat-istiadat Lampung. Bandar Lampung:
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Lampung.
Haryadi, Jumari. 2015. Pemberian Gelar Adat dalam Adat Lampung. Artikel
online. http://www.kompasiana.com/jumariharyadi/makna-pemberian-gelar-
dalam-adat-lampung_5594bce42b7a61b6048b4569 (Diunduh pada Sabtu,
20 Pebruari 2016).
Irham, Muhammad Aqil. 2013. “Lembaga Perwatin dan Kepunyimbangan dalam
Masyarakat Adat Lampung : analisis Antropologis.” Jurnal Studi
Keislaman. Volume XIII No 1 Juni 2013.
http://ejournal.iainradenintan.ac.id/index.php/analisis/article/view/87/56
(Diakses pada tanggal 20 Januari 2016 pukul 10.01 wib).
Juhary, Jowati Binti. 2011. “Abstraction and Concreteness in Customary Practices
in Malaysia: A Prelimenary Understanding.” International Journal of
Humanites and Social Science. Vol. 1 No. 17.
http://www.ijhssnet.com/journals/Vol_1_No_17_Special_Issue_November_
2011/31.pdf (Diakses pada Kamis, 3 Maret 2016)
Lestari, Anggie Intan, Irawan Suntoro, M. Mona Adha. 2013. Upaya Pelestarian
Adat Melinting Lampung Timur Tahun 2013. Artikel.
Miles, B Matthew dan Huberman, Michael A. 1992. Analisis Data Kualitatif.
Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.
Moleong, Lexy J. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Mulyana, Deddy. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Narwoko, J. Dwi dan Bagong Suyanto (ed.). 2004. Sosiologi Teks Pengantar dan
Terapan. Jakarta: Kencana.
89
Ritzer, George dan Douglas J. Goodman. 2014. Teori Sosiologi. Bantul: Kreasi
Wacana.
Ritzer, George dan Douglas J. Goodman. 2005. Teori Sosiologi Modern. Jakarta:
Kencana.
Saputra, Juanda Hadi, dkk. 2015. “Peranan Tokoh Adat dalam Melestarikan Adat
Mego Pak Tulang Bawang.” Jurnal Kultur Demokrasi, Vol 3, No 3 (2015).
http://jurnal.fkip.unila.ac.id/index.php/JKD/article/view/8171/4977 (diakses
pada tanggal 20 Januari 2016 pukul 09.17).
Soekanto, Soerjono. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Soeprapto, H. R. Riyadi. 2002. Interaksionisme Simbolik. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Subagyo, P. Joko. 2006. Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Wulandari, Yuniar Wike, dkk. 2015. “Proses Pengukuhan Adok dalam Adat
Kepaksian Pernong Paksi Pak Sekala Beghak.” Jurnal Pendidikan dan
Penelitian Sejarah (PESAGI).
http://jurnal.fkip.unila.ac.id/index.php/PES/article/view/9312/pdf_125.
(Diakses pada tanggal 20 Januari 2016 pukul 09.54).
Wulandary. 2013. Akibat Hukum Penerimaan Gelar Adat Bagi Pendatang Oleh
Suku Marind karena Perkawinan Eksogami di Kabupaten Merauke Papua.
SKRIPSI: Universitas Hasanuddin Makassar..
http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/13602/SKRIPSI%
20LENGKAP-PERDATA-WULANDARY.pdf?sequence=1 (Diakses pada
tanggal 15 Pebruari 2016, pukul 07:49 wib).