makiyyah madaniyyah dan qiraat al-qur'an
DESCRIPTION
Makiyyah Madaniyyah dan Qiraat Al-Qur'anTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Semua bangsa berusaha keras untuk melestarikan warisan pemikiran dan sendi-sendi
kebudayaannya. Demikian juga umat islam sangat memperhatikan kelestarian rislaha nabi
Muhammad. Banyak ideologi di bumi ini yang terus berkembang demi melanjutkan dan
mempertahankan kehidupan di muka bumi. Hal ini tidak terlepas dari kebutuhan empiris
dan rasionalis untuk menjawab tantangan zaman yang terus berjalan. Dimensi ideologi
yang kita kenal yaitu Komunisme, Liberalisme, Feodalisme, dan lain-lain. Semua ideologi
tersebut sudah dijalankan di beberapa negara tetapi hampir semuanya berdampak
negative bagi negara-negara yang menumbuhkan ideologi tersebut. Oleh karena itu kita
perlu mempelajari pedoman (alqur’an) yang bisa kita gunakan dalam menjalani hidup yang
sesuai dengan ajaran islam sehingga kehidupan kita akan teratur atas dasar bimbingan
dari Allah.
B. Rumusan Masalah
1. Makiyyah dan Madaniyyah
a) Pengertian Makiyyah dan Madaniyyah
b) Karakteristik Makiyyah dan Madaniyyah
c) Faedah Mengetahui Makiyyah dan Madaniyyah
2. Qira’at
a) Pengertian Qira’at
b) Macam-Macam Qira’at
c) Hikmah diturunkannya al-qur’an dalam 7 huruf
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari makiyyah dan madaniyyah
2. Mengetahui karakteristik apa yang membedakan antara makiyyah dan madaniyyah
3. Mengetahui Faedah apa yang didapatkan jika menetahui lebih mendalam mengenai
makiyyah dan madaniyyah
4. Mengetahui pengertian dari Qira’at Al-Qur’an
5. Menetahui macam dari Qira’at al-qur’an
6. Mengetahui hikmah apa saja karena al-qur’an diturunkan dalam 7 huruf
BAB II
PEMBAHASAN
A. Makiyyah dan Madaniyyah
1. Pengertian Makkiyah dan Madaniyyah
Studi tentang ayat-ayat Makkiyah dan Madinyah sesungguhnya tidak lebih dari
memahami pengelompokan ayat- ayat Al-Quran berdasarkan waktu dan tempat turunya
sebuah atau beberapa buah ayat Al-Quran. Al-Qur’an turun kepada Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam secara berangsur-angsur dalam jangka waktu dua puluh tiga tahun dan
sebagian besar diterima oleh Rasul shallallaahu ‘alaihi wa sallam di Mekah. Allah ‘Azza
wa Jalla berfirman:
“Dan Al-Qur’an itu telah Kami turunkan secara berangsur-angsur agar kamu
membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi
bagian.” (QS. Al-Israa’: 106)
Maka ada empat perspektif dalam mendefinisikan Makiyyah dan Madaniyyah, yaitu
secara :
a. Zaman an-nuzul (Waktu Turun)
Menurut Waktu Turun yang disebut Makkiyah oleh sebagian ulama 1 adalah ayat-
ayat Al Quran yang diturunkan sebelum Rasullah hijrah ke Madinah meskipun
turunnya di luar Makkah
Sedangkan Madaniyah adalah Ayat-ayat Al Quran yang diturunkan setelah
Rasullah hijrah ke Madinah meskipun turunnya diluar Madinah
Pembagian ini adalah pembagian yang benar dan selamat dari cacat, karena di
sini terdapat patokan dan batasan yang barlaku secara umum.Oleh karena
itu,kebanyakan ulama’ berpegang pada pendapat ini. Sebagaimana firman Allah
SWT:
“Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamu,dan telah Ku-cukupkan
kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhoi Islam itu menjadi agama bagimu.”(Al-
maidah:3)
Ayat ini diturunkan pada hari Jum’at di Arafah ketika haji Wada’, tetapi ayat ini
termasuk ayat Madaniyah.
b. Makan an-nuzul (Tempat turun)
Menurut Tempat Turun yang disebut Makkiyah adalah ayat-ayat Al Quran yang
diturunkan di Mekkah meskipun turunnya setelah Nabi hijrah,
Sedangkan yang disebut Madaniyah adalah ayat-ayat Al Quran yang diturunkan
di Madinah
1 Pengantar Ulmul Quran ,Prof Drs H Masjtuk Zubdi ,hlm 69
Dalam definisi ini terdapat kelemahan (tidak jami’ dan mani’) 2 karena hanya
mencakup semua ayat yang turun di daerah Mekkah termasuk Mina ,Arafat dan
sebagainya, dan juga mencakup semua ayat dan surat yang turn di daerah
Madinah,termasuk pula Uhud dan Badar.
Tetapi definisi ini tidak mencangkup ayat atau surat yang turun di luar daerah
Mekkah dan Madinah. Misalnya : Surat At Taubah ayat 45 yang turun di Tabuk ,dan
surat Al Zuhruf ayat 45 yang turun di Baitul Maqdis pada malam Nabi melakukan
Isra’.
c. Mukhatthab (Obyek Pembicaraan)
Menurut Objek yang dibicarakan (seruan) yang dimaksud dengan Makkiyah
adalah seruan atau sasaran turunnya kepada penduduk Mekkah.
Sedangkan Madaniyah sasaran turunnya adalah kepada penduduk Madinah
Dengan definisi ini bahwa yang dimaksud dengan Makiyah adalah surat/ayat
yang diawali dengan ”ya ayyuha an nas" karena penduduk Mekkah pada waktu itu
sedangkan yang dimaksud dengan Madaniyah adalah yang diawali dengan " ya
ayyuha al ladzina amanu" karena pada umumnya penduduk Madinah pada waktu itu
sudah beriman.
Definisi tersebut terdapat kelemahan antaranya:
a) Tidak selalu surat/ayat dimulai dengan seruan ”ya ayyuha an nas" atau " ya
ayyuha al ladzina amanu" .Misalnya surat Al Azhab ayat 1
b) Tidak selalu surat/ayat Makiyah adalah surat/ayat yang diawali dengan ”ya
ayyuha an nas" ,atau Madaniyah adalah yang diawali dengan " ya ayyuha al
ladzina amanu".
Misalnya surat An Nisa adalah Madaniyah padahal permulaannya adalah ”ya
ayyuha an nas" ,begitu juga dengan surat Al Baqarah adalah surat Madaniyah
padahal didalamnya terdapat seruan ”ya ayyuha an nas" pada ayat 21.
Sebaliknya surat Al Hajji adalah Makiyah meskipun didalamnya terdapat seruan "
ya ayyuha al ladzina amanu".
2Jami’ artinya bahwa definisi harus mampu memuat dan menggambarkan seluruh aspek obyek kajian. Mani’ berarti
menutup pintu bagi aspek-aspek yang bukan termasuk obyek kajian untuk turut dibahas di dalamnya.
2. Karakteristik Makkiyah dan Madaniyyah
Dalam penetapan Surat Makiyyah dan Madaniyah para ulama mengambil keputusan,
menetapkan secara kias bagi tiap-tiap karakteristik 3
Sesuai dhabit qiyasi yang sudah di tetapkan ciri-ciri khas pasa surat Makkiyah ada 2
,yaitu 4:
a) Ciri khas bersifat qathi5 ,diantaranya :
1. Tiap-tiap surat yang di dalamnya ada lafafadz Sajdah, Sebagian Ulama
mengatakan bahwa umlah ayat sajdah ada 16 ayat.
2. Tiap-tiap surat yang di dalamnya ada lafafadz “Kalla”
3. Al-Ummani menerangkan bahwa bagian Al Quran yang terakhir itu sebagian besar
turun ddi Mekkah dan sasarannya pada umumnya kaum yang keras kepala
menentang ajaran Islam,maka lafadz “kalla” dipakai untuk memberi peringatan ang
tegas dank eras pada mereka.
4. Di mulai dengan ungkapan”Ya ayyuhannas, Ya bani Adam ,kecuali surat Al al Hajj
ini sekalipun pada ayat 77 terdapat “ya ayyuha al ladzina amanu” tetapi surat ini
dipandang sebagai Makkiyah
5. Setiap surat terdapat kisah-kisah para Nabi dan umat manusia yang terdahulu
(kecuali surat Al Baqarah).
6. Setiap surat terdapat didalamnya kisah Nabi Adam dan Iblis (kecuali surat Al
Baqarah)
7. Setip surat dimulai dengan huruf Tahajj (huruf abjad) ,kecuali surat Al Baqarah dan
Ali Imron.
b) Ciri khas bersifat aghlabi6
1. Ayat dan suratnya pendek-pendek,nada perkataannya keras dan agak bersajak.
2. Mengandung seruan untuk beriman kepada Allah dan Hari Qiyamat dan
menggambarkan surge & neraka
3. Mengajak manusia untuk berakhlahk muli dan berjalan di jalan yang benar/baik
4. Membantah orang-orang musyrik dan menerangkan kesalahan kepercayaan dan
perbuatnnya
5. Terdapat banyak lafadz sumpah
3Pebahasan Ilmu Al Quran ,Pembahasan Ilmu Alquran . Mana’ul Quthan hlm 66
4 Pengantar Ulmul Quran ,Prof Drs H Masjtuk Zubdi ,hlm 74
5qathi(bersifat jelas dan pasti)
6aghlabi (berlaku kepada sebagian besar kasus, dengam berbagai perkecualian/ciri umum)
Dan di tetapkan ciri-ciri khas pasa surat Makkiyah ada 2 ,yaitu :
a) Ciri khas bersifat qathi ,diantaranya:
1. Setiap surat mengandung izin berjihad (berperang) atau menyebut hal-hal perang
dan enjelaskan hukumnya
2. Setiap surat menjelaskan secra terperinci tentnag Hukum Pidana,Hukum Waris
,Hukum Perdata,Kemasyarakatan ,Kenegaraan.
3. Setiap ayat yang menyinggung hal orang-orang munafik ,kecuali surat Al Ankabut
,yang hanya 11 ayat pertama yang merupakan Madaniyah karena menjelaskan
orang-orang munafik
4. Setiap surat membantah kepercayaan/agama Ahlul Kitab (Kristen &Yahudi) yang
dipandang salah dan mengajak mereka agar tidak berlebih-lebihan dalam
menjalankan agamanya (Al Baqarah,Al Imran,An Nisa,Al Maidah,At Taubah)
b) Ciri khas bersifat aghlabi ,diantaranya :
1. Sebagian surat-suratnya panjang-panjang sebagian ayat-ayatnya pun panjang-
panjang (Ithbab) dan gaya bahasanya cukup jeas dalam menerangkan hukm-
hukum agama
2. Menerangkan secra terperinci bukti-bukti dan dalil-dalil yang menunjukan hakekat
keagamaan.
3. Faedah Mengetahui Makkiyah dan Madaniyyah
Faedah atau manfaat penting dari mengetahui Makiyyah dan Madaniyah bagi umat
islam7 diantaranya :
a) Pembedaan nasikh dan mansukh ,karena yang terakhir adalah mansukh bagi yang
terdahulu
b) Merupakan bantuan dalam penafsiran Al Quran.Dengan mengetahui lokasi turunnya
ayat ,dapat membantu memahai maksud ayat dan mengetahui ayat yang ditunjuk
(madlu) serta isyarat-isyarat yang dikemukakan
c) Pengetahuan terhadap sejarah pembentukan hukum (tarikh at tasyi) dan fase-fase
pembedahan (tajridah) yang di iringi oleh keyakinan terhadap kenyataan bahwa fase-
fase tersebut pasti berasal dari Allah Yang Maha Esa ,Maha Pengasih ,Maha
Penyayang
d) Meresapi gaya bahasa Al-Qur’an dan memanfaatkannya dalam metode berdakwah
menuju jalan Allah, sebab setiap situasi mempunyai bahasa sendiri.
e) Agar dapat meningkatkan keyakinan terhadap kebenaran, kesucian dan keaslian al-
Qur’an
7Ulumul Quran Studi Kompleksitas Al-Quran ,Dr. Fahd Bin Abdurrahmab Ar-Rumi hlmn 176
f) Percaya bahwa AL-Qur’an telah sampai kepada kita terhindar dari perubahan dan
pembelokan. Oleh karena itu perlu bagi orang-orang islam mengetahuinya dengan
seksama, sehingga mereka bisa mengatahui, dan kemudian beralih mengetahui ayat-
ayat yang diturunkan sebelum hijrah dan sesudah hijrah, ayat-ayat yang diturunkan
pada siang hari dan pada malam hari,dst.
B. Qira’at
1. Pengertian Qira’at
Berdasarkan etimologi (bahasa), qiraah merupakan bentuk jamak (mashdar) dari kata
kerja qiraah (membaca), jamaknya yaitu qiraat. Bila dirujuk berdasarkan pengertian
terminology (istilah), ada beberapa definisi yang dikemukaakan oleh para ulama :
a. Ibn Al Jarazi , mengemukakan bahwa qira’at merupakan pengetahuan tentang cara-cara
mengucapkan kalimat-kalimat Al Qur’an dan perbedaannya.
b. Az-Zarqani.
Az-Zarqani mendefinsikan qiraah dalam terjemahan bukunya yaitu : mazhab yang
dianut oleh seorang imam qiraat yang berbeda dengan lainnya dalam pengucapan al-
Qur’an serta kesepakatan riwayat-riwayat dan jalur-jalurnya, baik perbedaan itu
dalampengucapan huruf-huruf ataupun bentuk-bentuk lainnya.
c. Ibn al Jazari
Ilmu yang menyangkut cara-cara mengucapkan kata-kata al-Qur’an dan perbedaan-
perbedaannya dengan cara menisbatkan kepada penukilnya8
d. Al-Qasthalani :
Suatu ilmu yang mempelajari hal-hal yang disepakati atau diperselisihkan ulama yang
menyangkut persoalan lughat, hadzaf, I’rab, itsbat, fashl, dan washl yang kesemuanya
diperoleh secara periwayatan.9
e. Menurut az-Zarkasyi :
Qiraatadalah perbedaan cara mengucapkan lafaz-lafaz al-Qur’an, baik menyangkut
huruf-hurufnya atau cara pengucapan huruf-huruf tersebut, seperti takhfif(meringankan),
tatsqil (memberatkan), dan atau yang lainnya
f. Menurut Ibnu al-Jazari
Qira’atadalah pengetahuan tentang cara-cara melafalkan kalimat-kalimat Al-Qur’an
dan perbedaannya dengan membangsakaanya kepada penukilnya.
Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa, Ilmu Qira’at adalah ilmu yang
mempelajari bagaimana cara membaca Al Qur’an dengan pengucapan lafal-lafal yang baik
dan benar. Qira’at adalah bentuk jamak dari kata qira’ah yang secara bahasa artinya
bacaan.
Dalam pembahasan ilmu qira’at, sering didapatkan bercampur baurnya pengertian antar
qira’at sa’bah dengan diturunkannya Al Qur’an atas tujuh huruf. Orang-orangberanggapan
bahwa sa’bah (tujuh huruf) itu identik dengan qira’ah sa’bah (imam tujuh).Perbedaan cara
pendefenisian di atas sebenarnya berada pada satu kerangka yangsama, yaitu bahwa ada
8Dr. Rosihon Anwar, M.Ag, Ulumul Qur’an, (Bandung : Pustaka Setia, 2000). Hal. 147
9Dr. Rosihon Anwar, M.Ag, Ulumul Qur’an, (Bandung : Pustaka Setia, 2000). Hal. 147
beberapa cara melafalkan Al-Qur’an walaupun sama-sama berasaldari satu sumber, yaitu
Muhammad. Dengan demikian, dari penjelasan-penjelasan di atas,maka ada tiga qira’at
yang dapat ditangkap dari definisi diatas yaitu :
1. Qira’at berkaitan dengan cara penafalan ayat-ayat Al-Qur’an yang dilakukan salah
seorang iman dan berbeda cara yang dilakukan imam-imam lainnya.
2. Cara pelafalan ayat-ayat Al-Qur’an itu berdasarkan atas riwayat yang bersambung
kepada Nabi. Jadi, bersifat tauqifi, bukan ijtihadi.
3. Ruang lingkup perbedaan qira’at itu menyangkut persolan lughat, hadzaf, I’rab, itsbat,
fashl, dan washil.
2. Macam-Macam Qira’at
Pertama, macam-macam Qira’at dari segi kuantitas atau jumlahnya.
Adapun sebutan qira`at dari segi jumlah qira’at ada bernacam-macam. Ada yang
bernama qira`at tujuh, qira`at delapan, qira`at sepuluh, qira`at sebelas, qira`at tiga belas, dan
qira`at empat belas. Tetapi dari sekian macam jumlah qira`at yang dibukukan, hanya tiga
macam qira’at yang terkenal yaitu:
1. Qira`at al-Sab’ah: ialah qira`at yang dinisbatkan kepada para imam qurra’ yang tujuh yang
masyhur.10
No Tempat Imam Qurra’
1 Madinah Nafi' (169H/785M)
2 Mekah Ibn Katsir (120H/737M)
3 Damaskus Ibn 'Amir (118H/736M)
4 Basrah Abu 'Amru (148H/770M)
5 Kufah 'Asim (127H/744M)
6 Kufah Hamza (156H/772M)
7 Kufah Al-Kisa'i (189H/804M)
2. Qira`at ‘asyroh: ialah qira`at sab’ah diatas ditambah dengan tiga qira`at lagi.
No Tempat Imam Qurra’
8 Madinah Abu Ja'far (130M/747H)
9 Basrah Basrah Ya'qub (205M/820H)
10 Kufah Kufah Khalaf al-Asyir (229M/843H)
10
Ahmad Von Denffer, 'Ulum al-Qur'an An Introduction to Sciences of the Qur'an, Liecester: The Islamic Foundation, 1989. hlm. 83.
3. Qira`at arba’ah asyrah: ialah qira`at ‘asyrah yang lalu ditambah dengan empat qira’ah lagi.
No Tempat Imam Qurra’
11 Basrah Hasan al Basri (110H/728M)
12 Mekah Ibn Muhaisin (123H/740M)
13 Basrah Fahya al-Yazidi (202H/817M)
14 Kufah Al-A’masy (148H/765M)
Kedua,dari segi kualitas, qira`at berdasarkan kualitas dapat dikelompokkan dalam lima
bagian:
1. Qira`at Mutawatir, yaitu qira`at yang diriwayatkan oleh orang banyak dari orang banyak
yang tidak mungkin terjadi kesepakatan di antara merekauntuk berbohong.
2. Qira`at Masyhur, yakni qira’at yang memilki sanad sahih, tetapi tidak sampai kepada
kualitas mutawatir. Qira`at ini sesuai dengan kaidah bahasa Arab dan tulisan
3. Qira`at Ahad, yakni yang memiliki sanad sahih, tetapi menyalahi tulisan Mushaf ‘Utsmani
dan kaidah bahasa Arab, tidak memilki kemasyhuran, dan tidak dibaca. (Qira’at Aisyah
dan Hafsah, Ibn Mas’ud, Ubay bin Ka’ab, Sa’ad bin Abi Waqqash, Ibn Abbas)
4. Qira’at Syadz (menyimpang), yakni qira’at yang sanadnya tidak sahih.
5. Qira’at Maudhu’(palsu), yaitu qira’at yang dibuat-buat dan disandarkan kepada seorang
tanpadasar. Seperti qira’at yang disusun oleh Abu Al-Fadhl Muhammad bin Ja’far dan
mensbtkannya kepada Imam Abu Hanifah.
6. Qira’at Syabih bi al-mudroj, yaitu qira’at yang mirip dengan mudroj dari macam-macam
hadis. Dia adalah qira’at yang didalamnya ditambah kalimat sebagai tafsir dari ayat
tersebut.
Tolak ukur yang dijadikan pegangan para ulama’ dalam menetapkan qira’atyang sahih
adalah sebagai berikut :11
1. Bersesuaian dengan kaidah bahasa Arab, baik yang fasih atau paling fasih. Sebab, qora`at
adalah sunnah yang harus diikuti, diterima apa adanya dan menjadi rujukan dengan
berdasarkan pada isnad, bukan pada rasio.
2. Bersesuai dengan salah satu kaidah penulisan Mushaf ‘Ustmani walaupun hanya
kemungkinan (ihtimal) atau mendekati.
3. Memiliki sanad yang sahih atau jalan periwayatannya benar, sebab qira`at merupakan
sunnah yang diikuti yang didasarkan pada penukilan dan kesahihan riwayat.
11
Ahmad Von Denffer, 'Ulum al-Qur'an An Introduction to Sciences of the Qur'an, Liecester: The Islamic Foundation, 1989. hlm. 84.
3. Hikmah turunnya Al-Qur’an dalam 7 Huruf
Perbedaan Pendapat Seputar Makna “Tujuh Huruf”
Para Ulama berbeda pendapat dalam menafsiran maksud tujuh huruf ini dengan
pendapat yang bermacam-macam. Sehingga Ibnu Hayyan rahimahullah mengatakan:”Ahli
Ilmu berbeda pendapat tentang arti kata tujuh huruf ini menjadi tiga puluh lima
pendapat.” Namun kebanyakan pendapat-pendapat itu saling tumpang tindih. Diantaranya
adalah:12
Pertama: Sebagian besar Ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf
adalah tujuh macam bahasa (dialek) dari bahasa-bahasa (dialek-dialek) Arab dalam satu
makna. Dalam artian, jika bahasa mereka berbeda dalam mengungkapkan satu makna, maka
al-Qur’an pun diturunkan dengan sejumlah lafazh sesuai dengan ragam bahasa tersebut
tentang satu makna itu. Dan jika tidak terdapat perbedaan, maka al-Qur’an hanya
mendatangkan satu lafazh atau lebih saja. Kemudian mereka berbeda pendapat juga dalam
menentukan ketujuh bahasa (dialek) tersebut. Dikatakan bahwa ketujuh dialek tersebut adalah
dialek Quraisy, Hudzail, Tsaqif, Hawazin, Kinanah, Tamim dan Yaman.
Menurut Abu Hatim as-Sijistani, Al-Qur’an diturunkan dalam dialek Quraisy, Hudzail,
Tamim, Azad, Hawazin, dan Sa’ad bin Abi Bakar. Dan diriwayatkan pula pendapat yang lain.
(lihat al-Itqaan)
Kedua: Yang dimaksud dengan tujuh huruf adalah tujuh macam bahasa dari bahasa-
bahasa Arab yang ada, yang mana dengannyalah al-Qur'an diturunkan. Dalam artian bahwa
kata-kata dalam al-Qur’an secara keseluruhan tidak keluar dari ketujuh macam bahasa tadi,
yaitu bahasa yang paling fasih di kalangan bangsa Arab, meskipun sebagian besarnya dalam
bahasa (dialek) Quraisy. Sedang sebagian yang lain dalam bahasa Hudzail, Tsaqif, Hawazin,
Kinanah, Tamim atau Yaman, karena itu maka secara keseluruhan al-Qur’an mencakup
ketujuh bahasa tersebut. Pendapat ini berbeda dengan pendapat sebelumnya, karena yang
dimaksud dengan tujuh huruf dalam pendapat ini adalah tujuh dialek yang bertebaran di
berbagai surat al-Qur’an, bukan tujuh bahasa yang berbeda tetapi sama dalam makna.
Menurut Abu Ubaid, yang dimaksud bukanlah setiap kata boleh dibaca dengan tujuh
bahasa, tetapi tujuh bahasa (dialek) tersebut bertebaran dalam al-Qur’an. Sebagiannya
bahasa Quraisy, sebagian yang lain Hudzail, Hawazin, dan Yaman. Dan selain mereka
berkata:”Sebagian bahasa-bahasa itu lebih beruntung dari yang lain dan lebih banyak
persentasenya dalam al-Qur’an.”
Ketiga: Sebagian Ulama menyebutkan, yang dimaksud dengan tujuh huruf adalah tujuh
segi/sisi,yaitu: amr (perintah), nahyu (larangan), wa’d (janji), wa’iid (ancaman), jadal (debat),
qashash (kisah),dan matsal (perumpamaan) atau amr, nahyu, halal,haram, muhkam,
mutasyabih, dan amtsal.
12
Muhammad Ali al-Sabuni, Studi Ilmu al-Qur’an, Terj. Aminuddin, (Bandung: Pustaka Setia, 1999). 363.
Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: ”Kitab umat
terdahulu diturunkan dari satu pintu dan dengan satu huruf, sedang al-Qur’an diturunkan
melalui tujuh pintu dan tujuh huruf, yaitu; zajr (larangan), amr, halal, haram, muhkam,
mutasyabih dan amtsal.” (HR. al-Hakim dan al-Baihaqi)
Keempat: Segolongan ulama berpendapat, bahwa yang dimaksud dengan huruf adalah
tujuh macam hal yang di dalamnya terjadi ikhtilaf (perbedaan), yaitu:
1. Perbedaan asmaa’ (perbedaan kata benda); dalam bentuk mufrad (tunggal), mudzakar
(menunjukkan laki-laki) dan cabang-cabangnya seperti tatsniyyah (menunjukkan dua),
jama’ (menunjukkan lebih dari dua), dan ta’nits (menunjukkan perempuan).
2. Perbedaan dalam segi I’rab (akhir harakat dari kata dalam bahasa Arab), seperti rafa’
(dhammah), nashab (fathah), majrur (kasroh) dan majzum (sukun). Karena dalam masalah
ini para Qari’ berbeda pendapat dalam membacanya.
3. Perbedaan dalam tashrif (perubahan posisi dan bentuk dalam ilmu nahwu/tata bahasa
Arab).
4. Perbedaan dalam taqdim (mendahulukan suatu kalimat atas kalimat yang lain)
danta’khir (mengakhirkan).
5. Perbedaan dalam segi ibdal (penggantian), baik penggantian huruf dengan huruf, ataupun
penggantian lafazh dengan lafazh, dan bisa jadi penggantian pada perbedaan makhraj
(tempat keluarnya huruf).
6. Perbedaan dengan sebab adanya penambahan dan pengurangan.
Perbedaan lahjah (dialek) dengan pembacaan tafkhim (tebal) dan tarqiq (tipis),fathah,
dan imalah, izhar dan idgham, hamzah dan tashiil, isymam dan lain-lain.
Kelima: Sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa bilangan tujuh itu tidak bisa
diartikan secara harfiah, tetapi angka tujuh tersebut hanya sebagai simbol kesempurnaan
menurut kebiasaan orang Arab. Dengan demikian, maka kata tujuh adalah isyarat bahwa
bahasa dan susunan al-Qur’an merupakan batas dan sumber utama bagi semua perkataan
orang Arab yang telah mencapai puncak kesempurnaan tertinggi. Sebab, lafazh sab’ah (tujuh)
dipergunakan pula untuk menunjukkan jumlah banyak dan sempurna dalam bilangan satuan,
seperti tujuh puluh dalam bilangan puluhan, dan tujuh ratus dalam ratusan. Kata-kata itu tidak
dimaksudkan untuk bilangan tertentu.
Keenam: Ada juga ulama yang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf
adalah qira’at sab’ah (model bacaan yang tujuh).
Hikmah turunnya Al-Qur’an dengan tujuh huruf bisa disimpulkan dalam beberapa
perkara:13
1. Memberikan kemudahan dalam membaca dan menghafal bagi kaum yang masih umi (tidak
bisa membaca dan menulis), yang masing-masing Kabilah (suku) dari mereka memiliki
bahasa (dialek) tersendiri, dan mereka tidak terbiasa untuk menghafal syar’iat, terlebih lagi
untuk menjadikan hal itu sebagai kebiasaannya. Hikmah ini ditunjukkan dengan jelas dalam
beberapa hadits dengan bermacam-macam redaksi.
2. Kemukjizatan Al-Qur’an terhadap fitrah bahasa bagi bangsa Arab, karena bermacam-
macamnya susunan bunyi Al-Qur’an menjadikannya sebagai keberagaman yang mampu
mengimbangi beragamnya cabang-cabang bahasa (dialek) yang di atasnya fitrah bahasa di
kalangan Arab berada. Sehingga setiap orang Arab mampu untuk mengucapkannya
dengan huruf-huruf dan kalimatnya sesuai dengan masing-masing lahjah (logat) alami dan
dialek kaumnya, namun dengan tetap terjaganya kemukjizatan Al-Qur’an yang dengannya
Rasulullah SAW menantang orang-orang Arab (untuk membuat yang serupa dengan Al-
Qur’an). Dan dengan keputusasaan mereka untuk melawan Al-Qur’an, maka hal itu tidak
hanya menjadikannya menjadi mukjizat bagi satu bahasa saja, namun ia menjadi mukjizat
bagi fitrah bahasa itu sendiri di kalangan bangsa Arab.
3. Menunjukkan kemukjizatan Al-Qur’an dalam makna dan hukum-hukumnya, karena
perubahan bentuk suara dalam sebagian huruf dan kalimatnya menjadikan Al-Qur’an siap
untuk diambil (disimpulkan) hukum-hukumnya, yang menjadikan Al-Qur’an tepat untuk
semua zaman. Oleh sebab itu para ulama ahli fiqih berdalil dengan Qira’at Sab’ah (tujuh
model bacaan) dalam ber-istinbath(menyimpulkan hukum dari dalil) dan ijtihad mereka.”
4. Di dalamnya juga menunjukkan keistimewaan Al-Qur’an dibandingkan dengan kitab-kitab
samawi yang lain, karena kitab-kitab tersebut diturunkan sekaligus dengan satu huruf
sedangkan Al-Qur’an dengan tujuh huruf.
5. Di dalam turunnya Al-Qur’an dalam tujuh huruf ada kemuliaan yang diberikan oleh Allah
kepada umat ini, dan penjelasan tentang luasnya rahmat Allah terhadap mereka, yaitu
dengan memudahkan bagi mereka untuk mempelajari kitab-Nya dengan kemudahan yang
semaksimal mungkin.
6. Di dalamnya adalah permulaan untuk menyatukan bahasa-bahasa (dialek) Arab menjadi
satu bahasa terpilih yang paling fasih. Dan itu adalah permulaan dalam proses tahapan-
tahapan penyatuan umat Islam di atas satu bahasa yang menyatukan mereka.
7. Bentuk perhatian terhadap kondisi kehidupan suku-suku di jazirah Arab yang berdiri di atas
fanatisme penuh terhadap segala sesuatu yang ada kaitannya dengan suku, seperti nasab
(garis keturunan), tempat tinggal, maslahat dan bahasa, yang susah untuk berubah
(berpindah) darinya dalam waktu yang singkat.
13
Syaikh Manna al-Qaththan, Maktabah Ma’arif Linasyr wat Tauzi’ Riyadh, hal 169-170
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan:
1. .
2. Lafal Qira’at adalah bentuk jamak dari Qira’ah yang merupakan bentuk masdar dari Fi’il
Madi Qara’a. Menurut bahasa qira’ah artinya becaan, para ahli mengemukakan menurut
istilah secara berbeda-beda, antara lain:
a. Ibn Al Jarazi
mengemukakan bahwa qira’at merupakan pengetahuan tentang cara-cara
mengucapkan kalimat-kalimat Al Qur’an dan perbedaannya.
b. Az-Zarqani.
Az-Zarqani mendefinsikan qiraah dalam terjemahan bukunya yaitu : mazhab yang
dianut oleh seorang imam qiraat yang berbeda dengan lainnya dalam pengucapan al-
Qur’an serta kesepakatan riwayat-riwayat dan jalur-jalurnya, baik perbedaan itu
dalampengucapan huruf-huruf ataupun bentuk-bentuk lainnya.
c. Ibn al Jazari
Ilmu yang menyangkut cara-cara mengucapkan kata-kata al-Qur’an dan perbedaan-
perbedaannya dengan cara menisbatkan kepada penukilnya14
d. Al-Qasthalani
Suatu ilmu yang mempelajari hal-hal yang disepakati atau diperselisihkan ulama yang
menyangkut persoalan lughat, hadzaf, I’rab, itsbat, fashl, dan washl yang kesemuanya
diperoleh secara periwayatan.15
e. Menurut az-Zarkasyi :
Qiraatadalah perbedaan cara mengucapkan lafaz-lafaz al-Qur’an, baik menyangkut
huruf-hurufnya atau cara pengucapan huruf-huruf tersebut, seperti
takhfif(meringankan), tatsqil (memberatkan), dan atau yang lainnya
f. Menurut Ibnu al-Jazari
Qira’at adalah pengetahuan tentang cara-cara melafalkan kalimat-kalimat Al-Qur’an
dan perbedaannya dengan membangsakaanya kepada penukilnya.
Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa, Ilmu Qira’at adalah ilmu yang
mempelajari bagaimana cara membaca Al Qur’an dengan pengucapan lafal-lafal yang
baik dan benar. Qira’at adalah bentuk jamak dari kata qira’ah yang secara bahasa artinya
bacaan.
3. Hikmah turunnya al-qur’an dalam 7 huruf antara lain:
a. Kemukjizatan Al-Qur’an terhadap fitrah bahasa bagi bangsa Arab, karena bermacam-
macamnya susunan bunyi Al-Qur’an menjadikannya sebagai keberagaman yang
14
Dr. Rosihon Anwar, M.Ag, Ulumul Qur’an, (Bandung : Pustaka Setia, 2000). Hal. 147 15
Dr. Rosihon Anwar, M.Ag, Ulumul Qur’an, (Bandung : Pustaka Setia, 2000). Hal. 147
mampu mengimbangi beragamnya cabang-cabang bahasa (dialek) yang di atasnya
fitrah bahasa di kalangan Arab berada.
b. Memberikan kemudahan dalam membaca dan menghafal bagi kaum yang
masih umi (tidak bisa membaca dan menulis), yang masing-masing Kabilah (suku) dari
mereka memiliki bahasa (dialek) tersendiri, dan mereka tidak terbiasa untuk menghafal
syar’iat, terlebih lagi untuk menjadikan hal itu sebagai kebiasaannya.
c. Di dalamnya adalah permulaan untuk menyatukan bahasa-bahasa (dialek) Arab
menjadi satu bahasa terpilih yang paling fasih. Dan itu adalah permulaan dalam proses
tahapan-tahapan penyatuan umat Islam di atas satu bahasa yang menyatukan
mereka.
d. Bentuk perhatian terhadap kondisi kehidupan suku-suku di jazirah Arab yang berdiri di
atas fanatisme penuh terhadap segala sesuatu yang ada kaitannya dengan suku,
seperti nasab (garis keturunan), tempat tinggal, maslahat dan bahasa, yang susah
untuk berubah (berpindah) darinya dalam waktu yang singkat.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
a) Zubdi .Prof Drs H Masjtuk.1993 Pengantar Ulmul Quran. PT Binailmu: Malang
b) Quthan .Mana’ul 1993. Pebahasan Ilmu Al Quran ,Pembahasan Ilmu Alquran. Rineka
Cipta :Jakarta
c) Ar-Rumi .Dr. Fahd Bin Abdurrahmab.1997.Ulumul Quran Studi Kompleksitas Al-Quran
.Titiap Illahi Press :Yogyakarta
d) Anwar, Dr. Rosihon M.Ag .2000. Ulumul Qur’an .Pustaka Setia :Bandung
e) Von Denffer, Ahmad .1989 .'Ulum al-Qur'an An Introduction to Sciences of the Qur'an,: The
Islamic Foundation: Liecester.
f) Ali al-Sabuni, Muhammad.1999. Studi Ilmu al-Qur’an, Terj. Aminuddin. Pustaka Setia:
Bandung
Web:
a) http://makalahtoher.blogspot.com/2011/12/makalah-qiraat.html diakses pada 1 Maret 2014
b) http://zenyqq.wordpress.com/2012/12/28/makiyah-dan-madaniyah/ diakses pada 1 Maret
2014
c) http://alsofwah.or.id/?pilih=lihatquran&id=200 diakses pada 2 Maret 2014