makam kramat ki sinar pamulang

5
MAKAM KRAMAT KI SINAR PAMULANG SAKSI SEJARAH DIJADIKAN TEMPAT BERZIARAH Mohamad Sholeh https://www.facebook.com/muhammad.sholeh.313 Di Kota Tangerang Selatan, jika kita melintas di dekat Kantor Walikota, di sana akan kita lihat/jumpai kompleks permakaman umum Ki Sinar Pamulang. Akan tetapi, orang lebih mengenalnya dengan sebutan Makam Jabang Bayi, karena di sana keberadaan makam ini dikeramatkan oleh masyarakat sekitar. Sejauh ini, sejarah asal mula dari bayi siapakah gerangan yang dimakamkan yang hingga kini masih dikeramatkan itu, pada umumnya masyarakat tidak mengetahuinya, termasuk kuncen penjaga makamnya. Hampir setiap orang, bahkan masyarakat Pamulang tidak begitu pasti alasan- alasannya, mengapa sehingga terjadi seperti yang tersebut di atas, akan tetapi di bawab ini akan dituturkan sejarahnya peristiwa itu yang sebenarnya dan telah menjadi cerita rakyat secara turun-temurun. Ketika tahun 1512 M, di Pamulang, sekarang Pamulang Barat, hidup seorang yang baik hati bernama Ki Kamung. Lelaki itu sejak muda memiliki mata pencaharian menjala ikan. Ia selalu berangkat pagi hari dan pulang pada sore hari. Setiap hari dia menyisiri mulai dari sawah, empang, kali hingga ke setu-setu dengan berjalan kaki. Setiap hari, hasil tangkapannya selalu baik. Ikan-ikan itu cukup untuk menanggung beban ekonomi keluarga, bahkan juga ke kerabat dan tetangga. Jika pendapatan dari menjala ikan ini berlebih, tak lupa ia selalu menyempatkan untuk berbagi kepada sesamanya. Kebiasaan sering berbagi inilah yang pula membuat sosok Ki Kamung terkenal sebagai orang sederhana, namun berjiwa dermawan oleh keluarga, maupun warga di sekitarnya. Terlebih-lebih, bagi masyarakat Pamulang tempo dulu, ikan adalah jenis makanan yang tergolong elit. Tidak jarang orang mampu mekonsumsinya setiap hari karena harganya yang mahal. Terlebih, era ini adalah era dimana Indonesia memasuki masa krisis

Upload: endo

Post on 26-Sep-2015

76 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

MAKAM KRAMAT KI SINAR PAMULANG

SAKSI SEJARAH DIJADIKAN TEMPAT BERZIARAH

Mohamad Sholeh

https://www.facebook.com/muhammad.sholeh.313

Di Kota Tangerang Selatan, jika kita melintas di dekat Kantor Walikota, di sana akan kita lihat/jumpai kompleks permakaman umum Ki Sinar Pamulang. Akan tetapi, orang lebih mengenalnya dengan sebutan Makam Jabang Bayi, karena di sana keberadaan makam ini dikeramatkan oleh masyarakat sekitar.

Sejauh ini, sejarah asal mula dari bayi siapakah gerangan yang dimakamkan yang hingga kini masih dikeramatkan itu, pada umumnya masyarakat tidak mengetahuinya, termasuk kuncen penjaga makamnya.

Hampir setiap orang, bahkan masyarakat Pamulang tidak begitu pasti alasan-alasannya, mengapa sehingga terjadi seperti yang tersebut di atas, akan tetapi di bawab ini akan dituturkan sejarahnya peristiwa itu yang sebenarnya dan telah menjadi cerita rakyat secara turun-temurun.

Ketika tahun 1512 M, di Pamulang, sekarang Pamulang Barat, hidup seorang yang baik hati bernama Ki Kamung. Lelaki itu sejak muda memiliki mata pencaharian menjala ikan. Ia selalu

berangkat pagi hari dan pulang pada sore hari.

Setiap hari dia menyisiri mulai dari sawah, empang, kali hingga ke setu-setu dengan berjalan kaki. Setiap hari, hasil tangkapannya selalu baik. Ikan-ikan itu cukup untuk menanggung beban ekonomi keluarga, bahkan juga ke kerabat dan tetangga. Jika pendapatan dari menjala ikan ini berlebih, tak lupa ia selalu menyempatkan untuk berbagi kepada sesamanya.

Kebiasaan sering berbagi inilah yang pula membuat sosok Ki Kamung terkenal sebagai orang sederhana, namun berjiwa

dermawan oleh keluarga, maupun warga di sekitarnya.

Terlebih-lebih, bagi masyarakat Pamulang tempo dulu, ikan adalah jenis makanan yang tergolong elit. Tidak jarang orang mampu mekonsumsinya setiap hari karena harganya yang mahal. Terlebih, era ini adalah era dimana Indonesia memasuki masa krisis peperangan demi peperangan di wilayah Kerajaan Banten dan mulai masuknya penjajahan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) Belanda yang akhirnya berkedudukan di Batavia, Jakarta, tak jauh dari Pamulang.

Singkat cerita, pada suatu hari tiba-tiba Ki Kamung sedang tak beruntung. Harapannya mendapatkan ikan banyak ternyata tidak sesuai dengan keinginan. Hingga waktu menunjukkan bada (setelah) Dluhur tak satupun ikan berhasil dia dapatkan.

Pada waktu itu, Ki Kamung tidak putus asa, sawah demi sawah, kali demi kali, hingga ke situ terus dia jajaki. Namun hasilnya tetap sama. Tak satupun ikan bersarang di jalannya saat ia menghempaskan jala di perairan yang dituju.

Hingga pada akhirnya dia tiba di sebuah situ, yang warga sekitar menyebutnya Situ Pamulang. Kali ini, sebelum menghempaskan jala, ia menyempatkan diri duduk sejenak di bawag pohon besar dan rindang di tepu situ itu. Sambil menikmati sejuknya udara di pohon besar itu, ia masih tertegun dengan kenyataan jika seharian tak satupun ikan didapatkan. Padahal seharusnya, waktu itu ia sudah kewalahan membawa hasil tangkapan.

Dalam duduk istirahat itu, pikirannya pun mulai melayang kemana-mana. Sambil melepas lelah, ia terus bertanya-tanya pada diri sendiri apakah ada yang salah dalam perilakunya seharian ini, seolah keberuntungan menjauhi. Juga apakah memang dirinya sedang tak beruntung saja.

Terlihat, raut wajahnya pada waktu itu benar-benar linglung. Ada kecemasan jika ia tidak medapatkan ikan saat pulang nanti. Selain sulit menjelaskan, ia khawatir keluarga tidak dapat makam malam ini, dan tetangga yang memiliki kebiasaan dikasih akan kecewa.Ternyiang kenyataan itu semua, semangat Ki Kamung akhirnya bangkit kembali. Ia mengaku tidak akan putus asa dan akan terus mencari ikan hingga minimal kebutuhan makan keluarganya sendiri tercukupi.

Ki Kamung langsung berjingkat dan berdiri. Dia lekas-lekas mengurai jalanya yang kusut dan siap melemparnya kembali ke perairan pada Situ Pamulang yang tepat di hadapannya itu. Berkali-kali ia melempar, namun kondisinya ternyata tetap sama. Ia pun mengaku lelah dan akhirnya putus asa memutuskan pulang. Dalam pikirannya, mungkin malam ini keluarganya memang tak beruntung, tidak dapat makam ikan lagi seperti hari-hari biasanya.

Namun sebelum pulang, sebelum lemparan jala untuk terakhir kalinya ke perairan dia sempat berucap. Jika pada lemparan terakhir ini tak juga ada ikan yang tersangkut, ia akan pulang. Berarti para ikan tak mencintai diri, keluarga dan tetangganya malam ini.

Suatu keajaiban terjadi, ucapan putus asa Ki Kamung tampaknya didengar oleh para ikan di dasar air. Wajahnya serentak berubah raut menjadi berbinar-binar karena sosok benda menyangkut dijalanya saat ia tari secara perlahan. Ia pun menyakini, jika sosok yang masih belum kelihatan itu pasti ikan dengan ukuran sangat besar. Meski merasa seperti ada keanehan, yakni tak merasakan pemberontakan ikan yang tersangkut jala seperti biasanya, dia memaklumi. Mungkin kali ini ikan langsung banyak dan kasian kepadanya yang telah seharian tak satu pun mendapatkan tangkapan.

Ketika tampak ke permukaan, ternyata bukan ikan, namun sosok bayi dalam kondisi meninggal dunia. Semula dia sempat ragi jika yang ia angkat bukanlah jabang bayi nama lain dari banyi yang masik orok. Karena penasaran, akhirnya pun benar-benar dinaikkan ke daratan.

Betapa kaget, ternyata yang tersangkut itu benar-benar bayi. Ia sontak membuang jala begitu saja sambil berteriak histeris ketakutan.

Namun kejadian di luar dugaan terjadi. Disaat dia ingin berlari, kakinya seolah tak ingin melangkah. Rasanya ingin sekuat tenaga memberontak namun ia tetap tak kuasa.

Terlebih-lebih banyi itu ternyata masih hidup dan mampu berbicara. Badan Ki Kamun semakin panas dingin dan keringatnya terus berkucuran dari pori-pori sekujur tubuhnya.

Namun rasa takut disertai gemetaran berkeringat panas dingin itu mulai hilang ketika bayi itu meminta dirinya untuk tenang. Dia menyakinkan jika sosoknnya bukanlah seperti Ki Kamun sangkakan. Bayi itu bukanlah hantu, siluman atau makluk gaib lainnya. Di hadapan lelaki paro baya itu, dia mengaku sama seperti dirinya yang juga manusia.

Singkat cerita, bayi itu terus berbicara dan akhirnya meminta Ki Kamun membawanya pulang. Menurut bayi itu, membawanya pulang lebih baik dibandingkan keberadaannya di tepi Situ Pamulang yang sangat berbahaya bagi keselamatannya mengingat sosoknya masih bayi merah.

Dalam percakapan lanjut dengan bayi, Ki Kamun pun meiyakan permintaan itu sebab bayi tersebut mengaku tidak akan membebani hidupnya karena tak lama lagi dia akan meninggal dunia. Sebelum meninggal dunia, dia memiliki permintaan ingin dimakamkan di pekarangan rumahnya.

Masih terbaluti kondisi perasaan takut, Ki Kamung pun membawa bayi itu. Setelah tiba di halaman rumahnya, ternyata apa yang dikatakan sosok orok itu memang benar adanya, tak lama kemudian bayi itu meninggal dunia. Sebagaimana amanat ketika masih hidup, Ki Kamun pun akhirnya menguburnya di halaman rumahnya. Di dalam perasaannya kala itu menilai jika sosok orok yang dia temukan bukanlah sembarang bayi. Sebab itulah dia menganggapnya keramat dan tetap dikubur dengan khidmat, dilakukan kremasi seperti jenazah-jenazah bayi pada umumnya.

Hingga pada pada saat malam tiba, kejadian di luar kebiasaan pun terjadi kembali. Disaat tidurnya yang pulas, tiba-tiba dia terbangun karena mendengar suara seperti paduan kur doa. Penasaran dengan suara itu, ia pun akhirnya memeriksanya langsung melalui jendela rumah.

Kembali, betapa kaget Ki Kamun malam itu. Di tengah malam dimana sepi menyelimuti kampung, secara menakjubkan ribuan orang berjubah puti tampak dalam penglihatannya sedang bertahlil atau membaca zikir mendoakan bayi malang itu. Wajah dari ribuan orang yang berdoa ini tampak terlihat jelas di kegelapan sebab makam bayi yang baru beberapa jam lalu itu memancarkan sinar terang berwarna putih.

Lantaran kejadian langka ini, makam bayi tersebut dikenang masyarakat dan dikenal dengan nama Makam Keramat Jabang Bayi. Sinar yang terang dari atas makam itu dan asalnya dari Situ Pamulang, banyak pula menyebutnya Ki Sinar Pamulang dan menjadi bagian salah satu situs cagar budaya Kota Tangerang Selatan hingga kini.

Ki Sinar Pamulang dinamai berdasarkan sejarahnya. Ki berarti sebutan untuk seseorang yang dituakan, Sinar berarti cahaya yang menyorot terang, sementara Pamulang merupakan kawasan atau daerah, sehingga nama itu menunjukkan bahwa kebaradaan makam ini di daerah Pamulang.

Sumber :

http://pamulanganqt.blogspot.com/2013/01/makam-kramat-ki-sinar-pamulang.html

edited

17 November 2014