makalahnya^^
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan Keragaman budaya atau “cultural diversity” adalah keniscayaan yang
ada di bumi Indonesia. Keragaman budaya di Indonesia adalah sesuatu yang tidak dapat
dipungkiri keberadaannya. Dalam konteks pemahaman masyarakat majemuk, selain
kebudayaan kelompok sukubangsa, masyarakat Indonesia juga terdiri dari berbagai
kebudayaan daerah bersifat kewilayahan yang merupakan pertemuan dari berbagai
kebudayaan kelompok sukubangsa yang ada didaerah tersebut. Dengan jumlah penduduk
200 juta orang dimana mereka tinggal tersebar dipulau- pulau di Indonesia. Mereka juga
mendiami dalam wilayah dengan kondisi geografis yang bervariasi. Mulai dari
pegunungan, tepian hutan, pesisir, dataran rendah, pedesaan, hingga perkotaan. Hal ini
juga berkaitan dengan tingkat peradaban kelompok-kelompok sukubangsa dan
masyarakat di Indonesia yang berbeda. Pertemuan-pertemuan dengan kebudayaan luar
juga mempengaruhi proses asimilasi kebudayaan yang ada di Indonesia sehingga
menambah ragamnya jenis kebudayaan yang ada di Indonesia. Kemudian juga
berkembang dan meluasnya agama-agama besar di Indonesia turut mendukung
perkembangan kebudayaan Indonesia sehingga memcerminkan kebudayaan agama
tertentu. Bisa dikatakan bahwa Indonesia adalah salah satu negara dengan tingkat
keaneragaman budaya atau tingkat heterogenitasnya yang tinggi. Tidak saja
keanekaragaman budaya kelompok sukubangsa namun juga keanekaragaman budaya
dalam konteks peradaban, tradsional hingga ke modern, dan kewilayahan.
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang banyak
membawa perubahan terhadap kehidupan manusia baik dalam hal perubahan pola hidup
maupun tatanan social termasuk dalam bidang kesehatan yang sering dihadapkan dalam
suatu hal yang berhubungan langsung dengan norma dan budaya yang dianut oleh
masyarakat yang bermukim dalam suatu tempat tertentu.
Pengaruh social budaya dalam masyarakat memberikan peran penting dalam
mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Perkembangan social budaya dalam
masyarakat merupakan suatu tanda bahwa masyarakat dalam suatu daerah tersebut telah
mengalami suatu perubahan dalam proses berfikir. Perubahan social dan budaya bisa
memberikan dampak positif maupun negative.
Hubungan antara budaya dan kesehatan sangatlah erat hubungannya sebagai
salah satu contoh suatu masyarakat desa yang sederhana dapat bertahan dengan cara
pengobatan tertentu sesuai dengan tradisi mereka. Kebudayaan atau kultur dapat
membentuk kebiasaan dan respons terhadap kesehatan dan penyakit dalam segala
masyarakat tanpa memandang tingkatannya. Karena itulah penting bagi tenaga kesehatan
untuk tidak hanya mempromosikan kesehatan, tapi juga membuat mereka mengerti
tentang proses terjadinya suatu penyakit dan bagaimana meluruskan keyakinan atau
budaya yang dianut hubungannya dengan kesehatan.
Di Indonesia, utamanya di pedesaan berlaku begitu banyak mitos (larangan)
seputar dengan kehamilan, melahirkan, dan pasca melahirkan. Dari segi makanan,
keseharian, tindak-tanduk ataupun semua hal yang berkaitan dengan keseharian si ibu
ataupun si jabang bayi. Tradisi ini sangat kuat diterapkan di masyarakat. Beberapa mitos
bahkan dipercaya sebagai amanah/ pesan dari nenek moyang yang apabila tidak ditaati
akan menimbulkan suatu dampak/ karma yang tidak menyenangkan.
Padahal, apabila kita nalar dengan akal sehat, diteliti dari segi medis, ataupun
dari segi aqidah, banyak mitos yang tidak berhubungan. Walaupun maksud dari nenek
moyang itu adalah baik namun tidak semua dari nasihat atau pantangan yang
diberitahukan benar secara medis ataupun ilmiah.
Pada dasarnya, tujuan orang-orang terdahulu menciptakan mitos yang beraneka
ragam ialah untuk menjaga keselamatan si ibu dan bayinya. Tujuannya untuk
menciptakan kehamilan yang sehat, sehingga dapat menghindari hal-hal yang tidak
diinginkan. Terutama yang berhungan dengan kebiasaan, konsumsi bahan makan, dan
sebagainya.
Oleh sebab itu, kami melakukan wawancara kepada beberapa ibu dan juga
tokoh masyarakat di desa.Gandatapa Kecamatan Sumbang.untuk mengetahui beberapa
pantangan yang masih dilakukan oleh ibu hamil, melahirkan , dan pasca melahirkan di
desa tersebut.
B. Tujuan
1. Memenuhi tugas mata kuliah pada jurusan keperawatan di Universitas Jenderal
Soedirman
2. Mengetahui pantangan apa saja yang dilakukan oleh ibu hamil, melahirkan, serta
pasca melahirkan
3. Mengetahui hubungan antara pantangan-pantangan yang ada dengan penelitian-
penelitian yang telah ditemukan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kehamilan, Melahirkan, Dan Pasca Melahirkan
1. Kehamilan
Masa kehamilan di mulai dari konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya
kehamilan normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari
pertama haid terakhir (Bobak, 2005).
Masa kehamilan dibagi ke dalam 3 trimester. Tiga fase ini antara lain
(Hamilton, 1995):
Trimester I (minggu 1 – 12)
Pada masa ini biasanya ibu hamil masih bertanya-tanya, apakah benar telah
hamil? Tanda-tanda kehamilan awal seperti mual dan muntah karena perubahan
hormon terjadi di trimester ini. Perubahan kebiasaan seperti merokok, minum alkohol,
harus dihentikan di masa ini (Hamilton, 1995).
a. Periode Germinal (Minggu 0 – 3)
1) Pembuahan telur oleh sperma terjadi pada minggu ke-2 dari hari pertama
menstruasi terakhir.
2) Telur yang sudah dibuahi sperma bergerak dari tuba fallopi dan menempel ke
dinding uterus (endometrium).
b. Periode Embrio (Minggu 3 – 8 )
1) Sistem syaraf pusat, organ-organ utama dan struktur anatomi mulai terbentuk.
2) Mata, mulut dan lidah terbentuk. Hati mulai memproduksi sel darah.
3) Janin berubah dari blastosis menjadi embrio berukuran 1,3 cm dengan kepala
yang besar
c. Periode Fetus (Minggu 9 – 12)
1) Semua organ penting terus bertumbuh dengan cepat dan saling berkait.
2) Aktivitas otak sangat tinggi.
Trimester II (minggu 13 – 28)
Mual dan muntah mulai menghilang. Bayi berkembang pesat pada masa ini
dan mulai bergerak. Olah raga ringan, menjaga kebersihan dan diet ibu hamil
diperlukan di masa ini (Hamilton, 1995).
a. Pada minggu ke-18 ultrasongrafi sudah bisa dilakukan untuk mengecek
kesempurnaan janin, posisi plasenta dan kemungkinan bayi kembar.
b. Jaringan kuku, kulit dan rambut berkembang dan mengeras pada minggu ke 20
– 21
c. Indera penglihatan dan pendengaran janin mulai berfungsi. Kelopak mata
sudah dapat membuka dan menutup.
d. Janin (fetus) mulai tampak sebagai sosok manusia dengan panjang 30 cm.
Trimester III (minggu 29 – kelahiran)
Tubuh ibu hamil makin terlihat membesar. Kadang ibu hamil harus berlatih
menarik nafas dalam untuk memberikan oksigen yang cukup ke bayi. Ibu hamil
perlu istirahat yang cukup, jangan berdiri lama-lama, dan jangan mengangkat
barang berat pada masa ini (Hamilton, 1995).
a. Semua organ tumbuh sempurna
b. Janin menunjukkan aktivitas motorik yang terkoordinasi (‘nendang’, ‘nonjok’)
serta periode tidur dan bangun. Masa tidurnya jauh lebih lama dibandingkan
masa bangun.
c. Paru-paru berkembang pesat menjadi sempurna.
d. Pada bulan ke-9, janin mengambil posisi kepala di bawah, siap untuk
dilahirkan.
e. Berat bayi lahir berkisar antara 3 -3,5 kg dengan panjang 50 cm.
2. Persalinan
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin atau uri) yang telah
cukup bulan atau hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain,
dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri) (Hamilton, 1995).
Ada beberapa faktor yang berperan dalam persalinan yaitu (Hamilton, 1995) :
a. Tenaga atau Kekuatan (power) ; his (kontraksi uterus), kontraksi otot dinding
perut, kontraksi diafragma pelvis, ketegangan, kontraksi ligamentum rotundum,
efektivitas kekuatan mendorong dan lama persalinan.
b. Janin (passanger) ; letak janin, posisi janin, presentasi janin dan letak plasenta.
c. Jalan Lintas (passage) ; ukuran dan tipe panggul, kemampuan serviks untuk
membuka, kemampuan kanalis vaginalis dan introitus vagina untuk memanjang
d. Kejiwaan (psyche) ; persiapan fisik untuk melahirkan, pengalaman persalinan,
dukungan orang terdekat dan intregitas emosional.
3. Pasca Persalinan
Postpartum adalah periode enam minggu sejak kelahiran sampai organ-organ
kembali pada keadaab semula (Bobak, 2005). Masa post partum dibagi dalam tiga
tahap : Immediate post partum dalam 24 jam pertama, Early post partum period
(minggu pertama) dan Late post partum period ( minggu kedua sampai minggu ke
enam).Potensial bahaya yang sering terjadi adalah pada immediate dan early post
partum period sedangkan perubahan secara bertahap kebanyakan terjadi pada late post
partum period. Bahaya yang paling sering terjadi itu adalah perdarahan paska
persalinan atau HPP (Haemorrhage Post Partum).
Terdapat beberapa adaptasi Fisiologi yang terjadi pada ibu post partum, antara
lain:
a. Sistem Reproduksi
1). Proses Involusi
Involusi adalah proses kembalinya uterus ke kondisi sebelum
kehamilan, yang dimulai sesaat setelah pengeluaran plasenta dengan kontraksi
otot uterus. Dalam 12 jam persalinan, tinggi fundus uteri kurang lebih 1 cm di
atas umbilicus dan turun 1-2 cm tiap harinya. 6 hari postpartum, fundus uteri
setinggi pertengahan anatara umbilicus dan simfisis. 9 hari postpartum, uterus
tidak teraba karena masuk ke rongga pelvis 1 – 2 minggu postpartum, berat
uterus berkisar antara 500-350 gr. Dan pada minggu ke 6 postpartum, berat
uterus antara 50-60 gr. Penurunan hormon esterogen dan progesteron setelah
persalinan menyebabkan terjadinya autolisis pada jaringan uterus dalam proses
pengembalian ke kondisi sebelum hamil. Penyebab utama dari subbinvolusi
adalah tertinggalnya jaringan plasenta dan infeksi (Bobak, 2005).
2). Kontraksi Uterin
Intensitas kontraksi uterin meningkat secara bermakna segera setelah
persalinan bayi, yang merupakan respon untuk segera mengurangi jumlah
volume intra uterin. Selama 1 sampai 2 jam pertama postpartum, aktivitas uterin
menurun dengan halus dan dengan progresif dan stabil (Bobak, 2005).
3). Afterpains
Relaksasi dan kontraksi secara bergantian dan periodik menyebabkan
kram uterus yang tidak nyaman dan sisebut sebagai afterpains dan terjadi pada
awal postpartum. Afterpains lebih dirasakan ibu-ibu yang melahirkan bayi yang
besar, gemeli atau hidramnion. Menyusui dan oksitosin injeksi dapat
memperberat afterpains karena menyebabkan kontraksi uterus lebih kuat
(Bobak, 2005).
4). Tempat Perlekatan Plasenta
Segera setelah plasenta dan selaput amnion keluar, terjadi
vasokonstriksi dan trombosis untuk mencegah tempat perlekatan plasenta
melebar. Pertumbuhan endometrium menyebabkan terlepasnya jaringan
nekrotik dan mencegah timbulnya jaringan scar. Hal ini akan mempengaruhi
tempat perlekatan plasenta pada kehamilan yang akan datang. Regenerasi
endometrium akan selesai pada minggu ke-3 postpartum, sedangkan pada
tempat plasenta akan pulih pada minggu ke-6 postpartum (Bobak, 2005).
5). Lokhea
Pengeluaran uterus setelah melahirkan disebut sebagai lokhea.
Pengeluaran lokhea meliputi 3 tahap yang dikarakteristikkan dengan warna,
jumlah dan waktu pengeluaran.
a). Lokhea Rubra
Mengandung darah, sel desidua, dan bekuan darah, berwarna merah
menyala berbau amis. Pada 2 jam setelah melahirkan, jumlah lokhea
mungkin seperti saat menstruasi. Hal ini berlangsung sampai hari ke 3-4
postpartum.
b). Lokhea Serosa
Mengandung sisa darah, serum, dan leukosit. Warna pink atau kecoklatan
dan berlangsung sampai hari ke-10 postpartum.
c). Lokhea Alba
Mengandung leukosit, desidua, sel epitel, mucus, serum dan bakteri.
Berwarna kekuningan hingga putih dan berlangsung sampai minggu ke2-6
postpartum.
Cerviks
Cerviks kembali lembut segera setelah persalinan. Cerviks atas atau
segmen bawah uterus tampak edema, tipis dan fragil selama beberapa hari
setelah postpartum. Porsio mungkin menonjol kearah vagina, tampak memar
dengan sedikit laserasi. Laktasi dapat menghambat produksi mukosa cerviks
karena menghambat produksi estrogen.
Vagina dan Perineum
Kondisi vagina kembali seperti sebelum kehamilan terjadi pada minggu
ke 6-8 postpartum. Rugae muncul kembali setelah minggu ke 4 postpartum
tetapi tidak mungkin kembali ke kondisi seperti saat sebelum menikah.
Penurunan estrogen juga menyebabkan produksi mukosa vagina berkurang
sehinga lubrikasi minimal mukosa kembali menebal setelah ovarium kembali
berfungsi. Pada ibu dengan luka episiotomi maka harus menjaga kebersihan
daerah perineum minimal selama 2 minggu postpartum. Proses penyembuhan
luka episiotomi sama dengan luka insisi pada tindakan bedah lainnya. Tanda-
tanda infeksi yaitu (REEDA) harus selalu dipantau. Proses penyembuhan akan
terjadi setelah minggu 2 -3 postpartum. Hemoroid juga dapat ditemukan pada
ibu postpartum, terutama pada ibu yang mengedan kuat saat persalinan. Ibu
mungkin mengeluh gatal, tidak nyama atau terdapat perdarahan selama
defekasi. Hemoroid akan berkurang setelah 6 minggu postpartum.
b. Abdomen
Abdomen pada ibu postpartum akan kembali normal hampir seperti
kondisi sebelum hamil setelah minggu ke-6 postpartum. Striae mungkin masih ada.
Pengembaliuan tonus otot dipengaruhi oleh tonus itu sendiri, latihan yang tepat,
dan jumlah dari sel lemak. Diaktasis rektus abdominis tetap ada (Bobak, 2005).
c. Sistem Perkemihan
Steroid yang tinggi selama kehamilan menyebabkan fungsi ginjal
menjadi meningkat. Setelah persalinan, kadar steroid berkurang dan fungsi ginjal
juga menurun. Ginjal akan kembali normal seperti sebelum hamil setelah 1 bulan
persalinan (Hamilton, 1995).
d. Sistem Gastrointestinal
1). Nafsu Makan
Ibu postpartum akan merasa kelaparan setelah melahirkan karena energi
yang dikeluarkan saat persalinan .
2). Buang Air Besar
BAB Spontan mungkin terjadi pada hari 2-3 postpartum. Keterlambatan ini
disebabkan oleh penurunan tonus otot kolon selama persalinan dan
postpartum, diare, kekurangan makanan, atau dehidrasi. Trauma karena
persalinan pada sistem gastrointestinal, seperti : laserasi perineum grade 3 dan
4 juga dapat menghambat BAB secara normal.
e. Payudara
Saat mulai menyusui, massa berupa kantong ASI dapat teraba di
payudara, hanya berbeda dengan massa pada tumor atau karsinoma, massa pada
payudara ibu menyusui berpindah-pindah dan tidak menetap. Sebelum proses
menyusui dimulai, pengeluaran payudara berupa cairan kekuningan yang disebut
kolostrum. Payudara tegang dapat terjadi setelah 48 jam menyusui dan gangguan
putting dapat terjadi, seperti pecah-ecah, kemerahan dan melepuh (Hamilton,
1995).
B. Kultur dan Kebudayaan Pada Saat Kehamilan, Persalinan, dan Pasca Persalinan
1. Saat Kehamilan
Pada masyarakat yang telah dikaji oleh kelompok, masyarakat tersebut
masih melakukan tradisi dan ritual peninggalan leluhur yang mungkin tidak masuk
akal dan bahkan tidak sesuai dengan ilmu pengetahuan.
Pada masyarakat desa Gandatapa, mereka masih melakukan ritual
selamatan pada masa kehamilan 4 bulan dan masa kehamilan 7 bulan. Selamatan
pada usia kehamilan ke-4 disebut juga dengan ritual “Ngupati” yang menurut
penuturan warga setempat merupakan peringatan atas mulai terbentuknya organ
pada calon bayi. Selamatan pada usia 7 bulan kehamilan disebut juga dengan
“Mitoni”, tujuannya adalah untuk mendoakan ibu dan bayi agar saat kelahiran
tidak ada halangan dan diberi keselamatan. Agar persalinan lancar, pada Upacara 7
Bulanan, calon ibu dan calon ayah diminta meloloskan ikan atau belut melalui kain
sarung yang dikenakan ibu. Ada juga ritual dalam masyarakat yang sudah jarang
dilakukan seperti “Bandeman”, yaitu ritual yang dilakukan bersamaan dengan
“mitoni”. “Bandeman” dilakukan dengan melemparan batu atau buah timun ke
ranjang atau kamar ibu yang sedang melahirkan. Ritual ini dilakukan oleh anak-
anak kecil yang diundang oleh keluarga yang sedang hajatan. Menurut kepercayaan
warga, hal ini dilakukan untuk mengusir atau melindungi ibu dari gangguan-
ganguan makhluk astral.
Sebagian besar masyarakat desa masih menghindari makanan-makanan
yang dianggap pantangan bagi orang hamil, seperti melinjo mulai dari daun hingga
buahnya, durian, nanas, pete, jengkol, uwi, tape dan sate. Semua makanan itu
mereka hindari karena mereka percaya kalau memakan makanan itu dapat terjadi
hal yang tidak diinginkan pada kehamilannya. Makanan lain yang menjadi
pantangan bagi masyarakat desa Gandatapa saat kehamilan ialah pantangan untuk
memakan lele. Hal ini dikarenakan pada lele terdapat patil, dimana patil ini
dipercaya dapat membahayakan kandungannya.
Hal lain yang menjadi kebudayaan pada masyarakat Desa Gandatapa
ialah sering memukul pinggang setelah duduk. Hal ini dilakukan untuk mencegah
agar plasenta tidak lengket saat proses persalinan.
Kebudayaan lain yang dianut oleh masyarakat Desa Gandatapa saat
kehamilan ialah memasang gunting kecil atau pisau kecil pada pakaian dalam agar
janin terhindar dari marabahaya, terutama terkait makhluk astral. Mitos seperti ini
justru membahayakan ibu hamil.Gunting atau pisau yang tidak disimpan hati-hati
justru bisa menusuk tubuh ibu. Kekhawatiran akan bahaya makhluk astral
sebenarnya dikarenakan jaman dulu masih banyak orang-orang yang mempelajari
ilmu hitam dan membutuhkan janin bayi untuk syarat menambah ilmu.
2. Saat Persalinan
Pada masyarakat di Desa Gandatapa, tidak begitu banyak kebiasaan yang
dilakukan terkait dengan proses melahirkan. Namun, banyak masyarakat Indonesia
terutama suku Jawa yang menganggap bahwa dengan banyak meminum air kelapa
akan dapat mempercepat proses persalinan.
Dalam budaya Jawa, kelahiran seorang anak manusia ke dunia, selain
merupakan anugerah yang sangat besar, juga mempunyai makna tertentu. Oleh
karena itu, pada masa mengandung bayi hingga bayi lahir, masyarakat Jawa
mempunyai beberapa uapacara adat untuk menyambut kelahiran bayi tersebut.
Upacara-upacara tersebut antara lain adalah mitoni, upacara mendhem ari-ari,
brokohan, upacara puputan, sepasaran dan selapanan.
Selapanan dilakukan 35 hari setelah kelahiran bayi. Pada hari ke 35 ini,
hari lahir si bayi akan terulang lagi. Misalnya bayi yang lahir hari Rabu Pon (hari
weton-nya), maka selapanannya akan jatuh di Hari Rabu Pon lagi. Pada
penanggalan Jawa, yang berjumlah 5 (Wage, Pahing, Pon, Kliwon, Legi) akan
bertemu pada hari 35 dengan hari di penanggalan masehi yang berjumlah 7 hari.
Logikanya, hari ke 35, maka akan bertemu angka dari kelipatan 5 dan 7. Di luar
logika itu, selapanan mempunyai makna yang sangat kuat bagi kehidupan si bayi.
Berulangnya hari weton bayi, pantas untuk dirayakan seperti ulang tahun. Namun
selapanan utamanya dilakukan sebagai wujud syukur atas kelahiran dan kesehatan
bayi.
Mitos-mitos yang ada dalam proses persalinan ialah :
1. Saat air ketuban pecah mitos mengatakan bayi akan segera lahir. Menandakan
bahwa bayi harus segara dilahirkan agar tidak terinfeksi bakteri dari vagina ibu.
2. Ibu tidak boleh menutup mata (tertidur) saat proses persalinan. Mitos
mengatakan bahwa hal ini dapat menyebabkan kematian pada ibu.Namun
sebenarnya hal ini bertujuan untuk mengontrol perdarahan pada ibu agar ketika
terjadi perdarahan maka ibu merasa adanya perdarahan dan dapat tertangani
dengan baik.
3. Saat partus lama maka semua jendela harus dibuka. Mitos mengatakn bahwa
agar persalinannya dilancarkan, tidak ada halangan. Sedangkan faktanya, saat
partus lama maka ibu memerlukan banyak udara.
4. Saat persalinan ibu dilarang memakai perhiasan. Mitos mengatakan bahwa bila
memakai perhiasan dapat menghambat persalinan, namun fakta mengatakan
bahwa perhiasan dapat menghambat aliran darah.
3. Saat Pasca Persalinan
Beberapa kultur kebudayaan yang sering dikaitkan dengan masa post partum
pada masyarakata di desa Gandatapa antara lain:
a. Pantangan Untuk Memakan Bunga Kecombrang
Bunga kecombrang atau biasa juga dikenal dengan nama bunga siantan
atau honje, di negara Jiran Malaysia dikenal dengan nama bunga kantan,
memiliki nama latin Etlingera elatior, sinonim lainnya adalah Nicolaia elatior,
Phaeomeria magnifica, Nicolaia speciosa, Phaeomeria speciosa, Alpinia
elatior, Alpinia magnifica. Tanaman ini berwarna kemerahan seperti tanaman
hias pisang-pisangan dan jika batangnya telah tua maka bentuk tanamannya
mirip jahe dengan tinggi mencapai + 5 m.
Masyarakat di desa Gandatapa mempunyai pantangan untuk memakan
bunga kecombrang setelah melahirkan. Mereka beranggapan bahwa apabila
memakan kecombrang setelah melahirkan dapat menghentikan pengeluaran
ASI.
b. Melakukan Pijat Bayi
Pada masyarakat di Desa Gandatapa mereka sering melakukan pemijatan
pada bayi-bayi yang baru dilahirkan hingga usia bayi 40 hari. Hal ini
dimaksudkan untuk menjaga kesehatan si bayi. Selain itu juga pemijatan bayi
ini dilakukan untuk membentuk bagian tubuh bayi agar telihat lebih indah,
misalnya saja dilakukan pemijatan pada bagian kepala agar kepala bayi lebih
terlihat bagus ketika bayi sudah dewasa.
Pemijatan bayi ini biasanya dilakukan oleh dukun-dukun bayi. Pemijatan
dilakukan bersamaan dengan dilakukan pemijatan pada ibu postpartum.
c. Pantangan untuk memakan semua jenis buah-buahan yang bentuknya bulat,
seperti nangka, durian, kluih, talas, ubi, waluh, duku dan kentang karena
dianggap akan menyebabkan perut menjadi gendut seperti orang hamil.
d. Kebiasaan Menyimpan Tali Pusat Bayi Yang Sudah Terlepas
Menyimpan tali pusat yang telah terlepas merupakan salah satu kebiasaan
yang dilakukan oleh masyarakat Gandatapa. Tali pusat tersebut kemudian
digunakan oleh mereka untuk menyembuhkan anak-anak mereka ketika sedang
demam.
C. Analisis
1. Saat Kehamilan
a. Ngupati Dan Mitoni
Ngupati merupakan slametan mendoakan calon bayi yang masih umur
empat bulan dalam kandungan (Suwito, 2007). Pada masyarakat muslim Jawa
ritual tersebut disebut ngupati karena tepat pada usia empat bulan (sasi papat), dan
disebut ngupati karena menu yang disediakan adalah ketupat (Solikhin, 2010).
Dalam hadis telah disebutkan bahwa ketika usia kandungan berusia 120
hari telah ditiupkan ruh pada janin.
“Sesungguhnya salah seorang diantara kalian dipadukan bentuk ciptaannya
dalam perut ibunya selama empat puluh hari (dalam bentuk mani) lalu menjadi
segumpal darah selama itu pula (selama 40 hari), lalu menjadi segumpal daging
selama itu pula, kemudian Allah mengutus malaikat untuk meniupkan ruh pada
janin tersebut, lalu ditetapkan baginya empat hal: rizkinya, ajalnya, perbuatannya,
serta kesengsaraannya dan kebahagiaannya." [Bukhari dan Muslim dari Abdullah
bin Mas'ud Radhiyallahu 'anhu].
Memasuki usia kandungan tujuh bulan, masyarakat desa Gandatapa
melakukan ritual yang disebut dengan mitoni. Mitoni dilakukan karena pada usia
tersebut bentuk bayi sudah sempurna (Solikhin, 2010). Hal ini sesuai dengan
pernyataan Jhon W. Santrock (2007) dalam bukunya Perkembangan Anak,
terjemahan Mila Rachmawati dan Anna Kuswanti menyatakan bahwa “Pada akhir
bulan ketujuh janin sudah cukup berkembang dan dapat hidup bila lahir sebelum
waktunya.”
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa, ritual-ritual tersebut dilakukan
berhubungan dengan proses tumbuh kembang janin. Terdapat beberapa fase atau
tahapan dalam tumbuh kembang janin (Jhon, 2007) :
1) Terjadi perubahan pada bagian-bagian tubuh yang telah terbentuk, baik dalam
bentuk/rupa maupun perubahan aktual, dan terjadi perubahan dalam fungsi.
2). Pada akhir bulan ketiga, beberapa organ dalam, cukup berkembang sehingga
dapat mulai berfungsi. Denyut jantung janin mulai diketahui sekitar minggu ke
lima belas.
3).Pada akhir bulan kelima, berbagai organ dalam telah menempati posisi hampir
seperti posisi didalam tubuh orang dewasa.
4).Sel-sel saraf yang sejak minggu ketiga jumlahnya meningkat pesat selama
bulan-bulan kedua, ketiga, dan keempat. Apakah peningkatan pada saat ini akan
berlangsung apa tidak, bergantung pada kondisi didalam tubuh ibu.
5). Biasanya gerak-gerak janin tampak pertama kali antara minggu kedelapan belas
dan dua puluh. Kemudian meningkat cepat sampai akhir bulan ke sembilan,
dimana gerakan mulai berkembang karena penuhnya pembungkus janin dan
tekanan pada otak janin pada saat janin mengambil posisi kepala dibawah,
didaerah pinggul, dalam persiapan untuk lahir. Gerak-gerak janin ini berlainan
macamnya, yaitu menggelinding dan menendang, gerak pendek atau cepat.
6).Pada akhir bulan ketujuh janin sudah cukup berkembang dan dapat hidup bila
lahir sebelum waktunya.
7).Pada akhir bulan kedelapan, tubuh janin sudah lengkap ternentuk.
b. Pantangan Makan Melinjo, durian, nanas, pete, jengkol, uwi, tape dan sate bagi Ibu
Hamil
Secara ilmiah sebenarnya makanan-makanan tersebut ada yang memamg
benar harus dihindari oleh orang hamil namun ada juga yang salah. Seperti
melinjo, melinjo memiliki kandungan protein yang cukup tinggi, sehingga bagus
untuk nutrisi ibu hamil. Melinjo justru dapat mempercepat proses persalinan hal itu
berbanding terbalik dengan kepercayaan orang-orang di desa Gandatapa yang
menganggap, jika orang hamil makan melinjo persalinan akan tersendat-sendat.
Pada Ibu hamil tidak boleh makan nanas, durian, dan mentimun. Mitos ini
sangat dipercaya oleh sebagian masyarakat Jawa karena bisa mengakibatkan
keputihan. Bahkan mereka percaya bahwa nanas bisa menyebabkan keguguran,
khususnya pada nanas muda. Penyebab mengapa nanas muda dikatakan dapat
meluruhkan kandungan sebenarnya berasal dari kandungan enzim bromelain pada
nanas. Menurut Moore dan Caygill (1999), ekstrak buah nanas muda banyak
mengandung enzim bromelin. Aktivitas enzim bromelin dipengaruhi oleh
kematangan buah, pH, konsentrasi dan waktu. Aktivitas bromelin buah nanas muda
lebih tinggi daripada buah yang tua. Buah yang masak menunjukkan pH 3,0-3,5
dan pada suasana asam, enzim bromelin terdenaturasi dan mengalami perubahan
konformasi struktur sehingga keaktifannya berkurang. Efek negatif dari ekstrak
buah nanas muda ialah terhadap periode implantasi di awal kehamilan. Kram
menstruasi disebabkan oleh kontraksi rahim yang membantu melepaskan lapisan
dinding rahim dari tubuh. Kandungan enzim bromelain, yang ada pada buah nanas
atau jus nanas dapat membantu untuk melemaskan otot dan meredam nyeri perut.
Dalam kata lain enzim bromelain juga membantu meluruhkan haid yang bisa
menggugurkan kandungan. Hal inilah yang mendasari mengapa nanas muda tidak
dianjurkan bagi wanita hamil atau habis bersalin. Hal lain yang menyebabkan
mengapa nanas muda menjadi pantangan untuk dikonsumsi saat hamil muda ialah
karena nanas muda dapat menyebabkan cacat bawaan pada fetus jika ekstrak buah
nanas muda dikonsumsi ibu selama periode organogenesis. Hal ini telah dibuktikan
oleh Setyawati & Yulihastuti (2011) ekstrak buah nanas muda yang diberikan pada
mencit bunting selama organogenesis dapat mengubah penampilan reproduksi
induk dan menimbulkan efek terhadap fetus berupa kelainan morfologi (kerdil) dan
hemoragi, hambatan penulangan pada metakarpus dan metatarsus, serta malformasi
costae.
Namun nanas juga mengandung viatamin C dan serat yang penting untuk
menjaga kesehatan tubuh dan melancarkan proses pembuangan sisa-sisa
pencernaan. Buah nanas (Ananas comosus) banyak mengandung zat gizi antara lain
vitamin A, kalsium, fosfor, magnesium, besi, natrium, kalium, dekstrosa, sukrosa
(gula tebu), serta enzim bromelin (bromelain) yang merupakan 95%-campuran
protease sistein (Sawano et al.,2008).
Mengkonsumsi nanas dan mentimun saat kehamilan justru disarankan
meskipun dapat mengakibatkan keputihan. Adapun keputihan tidak selalu
membahayakan. Saat hamil maupun setelah melahirkan adalah normal jika ibu
mengalami keputihan. Kecuali jika keputihan tersebut terinfeksi oleh bakteri,
jamur, dan virus yang biasanya ditandai dengan keluhan gatal, bau tidak sedap, dan
warnanya kekuningan, kehijauan, atau kecoklatan.
c. Pantangan Tidak Boleh Makan Lele
Kebanyakan masyarakat Desa Gandatapa berasumsi bahwa berbahaya jika
mengkonsumsi lele bagi kehamilan. Namun asumsi tersebut ternyata salah, Ikan
lele bagi kehamilan sangat membantu ibu dalam memenuhi kebutuhan gizi, apalagi
ikan ini aman dikonsumsi karena kandungan lemak yang cukup rendah.
Tidak masalah bahkan bahwa ikan lele mengandung protein yang lebih
tinggi dibandingkan protein pada susu dan daging. Selain mengandung protein
yang dibutuhkan, ikan ini kaya akan kandungan gizi seperti asam amino, lisin,
fosfor, omega-3, namun ikan ini rendah akan lemak. Kandungan fosfor dalam ikan
lele lebih tinggi dibandingan kandungan fosfor dalam telur. Fosfor dibutuhkan ibu
hamil lebih banyak untuk membantu pembentukan tulang pada janin, jika ibu
hamil kekurangan akan fosfor maka janin akan mengambilnya dari tubuh sang ibu.
Oleh karena kebutuhan akan zat-zat tersebut harus terpenuhi agar Ibu menjadi
sehat dan bayipun terlahir dengan selamat. Itulah kelebihan ikan lele. Banyak
kelebihan yang diperoleh apabila Ibu hamil makan lele.
Penelitian yang dilakukan oleh Zuma, Marliayati, & Amalia (2011)
membuktikan bahwa kandungan protein yang ada pada kepala ikan lele lebih besar
dibandingkan dengan ikan tongkol. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa
kandungan protein dalam tepung pada kepala lele sebesar 51,03% sedangkan pada
ikan tongkol sebesar 15,05%.
d. Kebudayaan Memasang gunting kecil atau pisau kecil pada pakaian
Mitos seperti ini justru membahayakan ibu hamil. Gunting atau pisau yang
tidak disimpan hati-hati justru bisa menusuk tubuh ibu. Kekhawatiran akan bahaya
roh halus sebenarnya dikarenakan jaman dulu masih banyak orang-orang yang
mempelajari ilmu hitam dan membutuhkan janin bayi untuk syarat menambah
ilmu.
e. Agar persalinan lancar, pada Upacara 7 Bulanan, calon ibu dan calon ayah diminta
meloloskan belut melalui kain sarung yang dikenakan ibu.
Jika belut keluar dengan lancar (tak menyangkut), pertanda persalinan bakal
lancar. Tentu saja itu tidak benar. Karena lancar-tidaknya sebuah proses persalinan
tergantung pada berat janin, tenaga mengejan si ibu, dan jalan lahir. Jika semuanya
saling mendukung, bisa dipastikan persalinan akan berjalan lancar (Hamilton,
1995).
f. Memukul Pinggang Setelah Duduk
2. Saat Pasca Melahirkan
a. Pantangan Untuk Memakan Bunga Kecombrang
Tanaman kecombrang (Nicolaia speciosa Horan) adalah sejenis tanaman
rempah dan merupakan tumbuhan tahunan berbentuk terna yang bunga, buah, serta
bijinya dapat dimanfaatkan sebagai bahan sayuran. Kecombrang (Nicolaia
speciosa Horan) mempunyai nama lain yaitu kincun (Medan), Siantan (Melayu),
kaalaa (Thai), honje (Sunda), bongkot (Bali), bunga kantan (Malaysia). Tanaman
Kecombrang dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom :Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi :Spermathophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Liliopsida (Berkeping satu atau monokotil)
Sub Kelas : Commelinidae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae (suku jahe-jahean)
Genus : Nicolaia
Spesies : Nicolaia speciosa Horan
Tanaman kecombrang memiliki beberapa manfaat bagi ibu pasca
melahirkan. Salah satu manfaatnya yaitu untuk memperlancar pengeluaran ASI.
Hal ini sangat bertentangan dengan kebudayaan yang ada pada masyarakat di desa
Gandatapa yang menganggap bahwa apabila ibu pasca melahirkan tidak boleh
memakan kecombrang karena dapat menghambat pengeluaran ASI.
Dari penelitian yang telah dilakukan oleh Laba Udarno (2008) dalam
Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 14 Nomor 3, 8
Desember 2008 menunjukkan bahwa kecombrang dapat memperlancar
pengeluaran ASI. Hal ini dikarenakan kecombrang mengandung bahan aktif yang
terdapat dalam tanaman adalah saponin, flavonoid, polifenol dan minyak atsiri.
Cara menggunakan yaitu + 100 gram bunga segar N. speciosa dikukus
sampai matang, dimakan pagi dan sore hari sebagai sayuran.
b. Melakukan Pijat Bayi Sampai Usia Bayi 40 Hari
Dari hasil pembahasan mengenai pijat bayi, ternyata memang benar pijat
bayi yang sering dilakukan masyarakat adalah hal yang benar, karena pijat bayi
banyak manfaatnya apabila dilakukan sesuai dengan teknik pijat bayi yang benar,
manfaat yang di berikan dari pijat bayi adalah (Roesti, 2004):
1). Menghilangkan rasa tak nyaman ketika tubuh melepaskan oksitosin dan
endofrin yaitu hormon-hormon pereda nyeri yang menyamankan bayi saat
tumbuh gigi, kolik ataupun stress.
2). Stimulasi kulit akan membantu mempercepat myelinasi yaitu proses perbaikan
system saraf di saat jaringan saraf tertutup lemak yang disebut myelin.
3). Melatih respon saraf karena dapat menyeimbangkan dua kondisi yang
berbeda. Pijat bayi yang dapat menyebabkan stress pada bayi karena adanya
tekanan-tekanan pada tubuh justru dapat menjadi pelatih respon saraf bayi
karena adanya suara, sentuhan dan aroma tubuh orang tua yang akan membuat
tubuh bayi relaks.
4). Memperbaiki kualitas tidur bayi, bayi tidur lebih lama dan lebih nyenyak
setelah dipijat.
5). Dapat merangsang saraf vagus yaitu saraf yang memiliki banyak fungsi antara
lain meningkatkan daya peristaltis yang dapat merangsang dan membantu
system pencernaan.
6). Massa otot akan terbantu pertumbuhannya.
7). Mengajari bayi tentang nama-nama bagian tubuhnya. Saat sedang memijat,
beritahu bayi nama anggota tubuhnya agar kesadaran bayi akan tubuhnya juga
ikut terbangun.
Pijat Bayi melibatkan skin to skin contact, maka tak salah kalau
kegiatan ini dianggap sangat penting dalam tumbuh kembang anak. Sebaiknya bayi
dipijat oleh orang yang sangat dekat misalnya ayah atau ibu, bukan oleh orang
asing. Selain itu, pijat bayi hanya boleh dilakukan jika bayi mau, agar didapat
manfaat pijat sebagai bahasa cinta sentuhan dan pijatan yang diberikan terhadap
bayi setiap hari selama 20 menit selama sebulan ternyata tak hanya membuat bayi
lebih rileks, tapi dapat membantu menstimulasi saraf otaknya (Roesti, 2004).
Maka dapat disimpulkan dari hasil analisa di atas bahwa sebaiknya
pijat bayi dilakukan oleh ibu atau ayah bukan oleh orang asing (dukun bayi) karena
pijat bayi yang dilakukan oleh ibu atau ayah dapat melibatkan skin to skin contact
yang penting dalah tumbuh kembang anak, dan pemijatan bayi harus di lakukan
dengan teknik yang benar agar manfaat dari pijat bayi dapat tercapai secara
maksimal sesuai yang telah dipaparkan diatas. Akan tetapi ada kontraindikasi dari
pemijatan bayi yaitu jangan lakukan pemijatan bayi apabila bayi sedang dalam
suhu tinggi dan bayi dalam keadaan sakit, pijat bayi harus dilakukan dengan bayi
dalam keadaan sehat (Roesti, 2004).
c. Kebiasaan Menyimpan Tali Pusat bayi Yang Sudah Terputus
Tali pusat bayi yang telah terputus kemudian disimpan merupakan salah
satu tradisi yang dilakukan oleh masyarakat desa gandatapa. Tali pusat yang
disimpan tadi dipercaya dapat menyembuhkan anak-anak mereka saat sakit.
Padahal, pada kenyataannya belum ada bukti medis yang dapat memperkuat hal
tersebut, hal tersebut hanyalah sugesti dari mereka.
BAB III
KESIMPULAN
Dari hasil pembahasan di ats dapat disi,pulkan bahwa terdapat beberapa macam
kebudayaan yang sering dilakukan oleh masyarakat Desa Gandatapa yang berhubungan
dengan kehamilan, persalinan, dan pasca persalinan. Kebudayaan tersebut antara lain: saat
kehamilan terdapat tradisi 4 bulanan atau Ngupati dan juga 7 bulanan atau mitoni. Selain itu
juga terdapat pantangan-pantangan yang pada ibu hamil antara lain dilarang untuk makan
melinjo, durian, nanas, dan juga lele. Ada pula kebiasaan menggunakan guuntung unutuk
perlindungan. Pada saat pasca persalinan terdapat pula beberapa kebiaaan yang sering
dilakukan antara lain mengubur ari-ari, pantangan memakan buah kecombrang, kebiasaan
menyimpan tali pusat bayi yang dapat digunakan sebagai obat ketika anak mereka sakit
demam dan juga pijat bayi. Dari beberapa kebudayaan tersebut ternyata ada beberapa yang
sesuai dengan evidence based yang ada, namun ada pula yang tidak sesuai.
Referensi
Balitri, L. U. (2008). Penggunaan berbagai jenis tanaman obat untuk menaggulangi bau
badan. Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, , XIV (3), 8-11.
Bobak. (2005). Buku ajar keperawatan maternitas. Jakarta: EGC.
Hamilton, P. M. (1995). Dasar-dasar keperawatan maternitas. Jakarta: EGC.
Jhon, S. W. (2007). Perkembangan Anak, terjemahan Mila Rachmawati dan Anna Kuswati.
Jakarta: Erlangga.
Moore DJ, Caygill JC. 1999. Proteolitic Activity of Malaysian Pineapple. London: Tropical
Science.
Roesti, U. (2004). Bayi sehat berkat ASI eksklusif. Jakarta: Gramedia.
Sawano Y, Hatano K, Miyakawa T, Tanokura M. 2008. Absolute Side-Chain Structure at
Position 13 Is Required for The Inhibitory Activity of Bromein. Journal Biology and
Chemistry 283(52): 36338–36343.
Setyawati, I., & Yulihastuti, D. A. (2011). Penampilan Reproduksi dan Perkembangan
Skeleton Fetus Mencit Setelah Pemberian Ekstrak Buah Nanas Muda. Jurnal Veteriner
, XII (3), 192-199.
Solikhin, M. (2010). Ritual dan tradisi islam Jawa. Jakarta: PT.SUKA BUKU.
Suwito. ( 2007). Selametan dalam kosmologi jawa proses akulturasi islam dengan budaya
jawa. IBDA , V (1), 90-105.
Widodo, A., & Herawati, I. (2008). Efektivitas masasse eflurage terhadap perkembangan
gross motoric pada bayi usia 3-4 bulan. Jurnal Kesehatan , I (1), 67-72.
Zuma, H. V., Marliayati, S. A., & Amalia, L. (2011). Subtitusi tepung kepala ikan lele dumbo
(Clarias gariepinus sp) untuk meningkatkan kandungan kalsium crecles. Journal of
nutrition and food , VI (1), 18-27.