makalahnya

Upload: faizal-maourthada

Post on 17-Jul-2015

417 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem endokrin dalam kaitanya dengan system syaraf, mengontrol dan memadukan fungsi tubuh. Kedua system ini bersama-sama bekarja untuk mempertahankan homeostatis tubuh. Fungsi mereka satu sama lain berhubungan, namun dapat dibedakan dengan karakteristik tertentu. Misalnya medulla adrenal dan kelenjar hipofise posterior yang mempunyai asal dari saraf (neural) jika keduanya dihancurkan atau di ikat, maka fungsi dari kedua ginjal ini sebagian diambil alih oleh system syaraf. Terdapat 2 tipe kelenjar yaitu eksokrin dan endokrin. Kelenjar eksokrin melapaskan sekresinya kedalam duktus pada permukaan tubuh, seperti kulit atau organ internal, seperti lapisan traktus intestinal. Kelenjar endokrin termasuk hepar, pancreas(kelenjar eksokrin dan endokrin), payudara kelenjar lakrimalis untuk air mata. Sebaliknya kelenjar endokrin langsung melepaskan ekskresi langsung kedalam darah. Kelenjar endokrin termasuk : 1. 2. 3. pulau lagerhans pada pancreas gonad (ovarium dan testis) kelenjar adrenal, hipofise, tiroid dan paratiroid serta timus.

Infusiensi hipofise menyebabkan hipofungsi organ sekunder. Hipofungsi hipofise jarang terjadi, namun dapat saja terjadi dalam setiap kelompok usia. Kondisi ini dapat mengenai semua sel hipofise (panhipopituitarisme) atau hanya sel-sel tertentu, terbatas pada suatu subset sel-sel hipofise anterior (mis.: hipogonadisme sekunder terhadap defisiensi selsel gonadotropik) atau sel-sel hipofise posterior (mis,: diabetes insipidus). B. Tujuan Penulisan a. Tujuan umum Penulisan makalah ini bertujuan untuk menambah pengetahuan mengenai asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan kelenjar pytuitari yaitu dengan hipopytuitari anterior dan posterior seperti diabetes insipidus dan SIADH.

1

b. Tujuan khusus Penulisan makalah ini mempunyai tujuan khusus yaitu: 1. Untuk memahami teoritis dari hipopytuitari anterior dan posterior ( defenisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi, pemeriksaan fisik dan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan hipopytuitari ). 2. Untuk memahami teoritis dari Diabetes Insipidus ( defenisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi, pemeriksaan fisik dan asuhan keperawatan pada klien dengan Diabetes Insipidus ). C. Manfaat Penulisan Dengan disusunnya makalah ini, diharapkan dapat membantu mahasiswa untuk lebih mendalami tentang asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan kelenjar pytuitari yaitu dengan hipopytuitari anterior dan posterior seperti diabetes insipidus. D. Metode Pengumpulan Data Dalam pembuatan makalah ini tim penulis menggunakan metode deskriptif yaitu dengan mengumpulkan data-data yang diambil dari sumber buku perpustakaan dan internet, diskusi kelompok, serta konsultasi dengan dosen pembimbing. E. Sistematika Penulisan Makalah ini disusun berdasarkan sistematika penulisan dalam 3 BAB yaitu : BAB I : Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan. BAB II : Tinjauan teori yang terdiri dari konsep dasar teori dan konsep asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan kelenjar pytuitari yaitu dengan hipopytuitari anterior dan posterior seperti diabetes insipidus dan SIADH. BAB III : Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.

2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. FISIOLOGI HIPOTALAMUS DAN KELENJAR HIPOFISIS 1. HORMON HIPOFISIS ANTERIOR Pro-opiomelanokortin dan ACTH Aksis HPA adalah bagian utama sistem stress fisiologi, berbagai stresor (mis, stres metabolik, fisik, mental ) menyebabkan aktivasi aksis HPA. Regulator hipotalamus yang utama adalah peptida CRH dan, dengan derajat yang lebih rendah, arginin vasopresin (AVP), yang diproduksi di nucleus paraventricularis dan supraopticus hypothalami serta dibebaskan ke dalam sistem portal hipotalamushipofisis. Hormon-hormon ini memicu pembentukan dan transpor intrasel suatu protein besar yang dinamai pro-opiomelanokortin (POMC). POMC diproses lebih lanjut oleh berbagai protase (prohormon konvertase) untuk menghasilkan peptidapeptida yang lebih kecil, termasuk peptida 39 residu asam amino, yaitu ACTH. Sebagian besar peptida yang besar dari POMC lainnya belum jelas benar fungsinya. Meskipun ACTH adalah hormon hipofisis yang utama yang merangsang fungsi endokrin adrenokorteks, bagian terminal-amino dari peptida POMC (N-POMC) tampaknya memiliki fungsi mendorong pertumbuhan. Hormon-hormon steroid ini selanjutnya memiliki efek kompleks terhadap banyak jaringan untuk melindungan organisme dari stres : Hormon-hormon ini meningkatkan tekanan darah dan glukosa darah, mengubah responsivitas sistem imun, dan seterusnya. Glukokortikoid juga memberi umpan balik ke hipotalamus, tempat zat ini menghambat sekresi CRH, dan ke hipofisis, tempat zat ini menghambat sekresi ACTH lebih lanjut. Tanpa adanya stres yang tak lazim, pelepasan CRH, ACTH, dan steroid adrenal setiap harinya berlangsung dalam irama diurnal.

3

a

Hormon Glikoprotein TSH dan gonadotropin berasal dari famili hormon glikoprotein. Anggota-

anggota famili hormon glikoprotein klasik TSH dan gonadotropin, FSH dan LH, serta hormon kehamilan gonadotropin korion manusia (Hcg) terdiri atas subunit glikoprotein (-GSU), yang dimiliki oleh semua anggota, dan subunit yang dimiliki secara individual. Subunit- yang unik pada hormon glikoprotein berperan menentukan perbedaan biologis hormon-hormon ini. Anggota lain famili ini adalah tirostimulin, yang juga memiliki komposisi subunit dan . Peran fisiologi hormon ini masih dipastikan. 1) Tirotropin Tirotropin yang dilepaskan dari sel-sel spesifik di hipofisis atas rangsangan oleh thyrotropin-releasing hormone (TRH) dari hipotalamus. Faktorfaktor hipotalamus yang secara negatif mengatur pelepasan TSH adalah somatostatin. TSH selanjutnya mengalir melalui aliran darah sistematis ke kelenjar tiroid, tempat hormon ini merangsang pembentukan dan sekresi hormonhormon tiroid memiliki efek terhadap hampir semua jaringan di tubuh tetapi khususnya pada sistem kardiovaskular, pernapasan, tulang, dan sistem saraf pusat. Hormon tiroid sangat penting untuk perkembangan, dan defisiensinya sewaktu perkembangan menimbulkan efek yang tidak dapat pulih sempurna pada pemberian hormon tiroid berikutnya. 2) Gonadotropin Peran gonadotropin adalah mengatur aksis neuroendokrin sistem reproduksi. Karena itu, suatu releasing factor dari hipotalamus yang dinamai gonadotropin-releasing hormone (GnRH) merangsang sekresi LH dan FSH, yang merangsang steroidogenesis di dalam ovarium dan testis. Selain itu, gonadotropin mendorong fungsi sel Sertoli dan teka serta gametogenesis. Steroid-steroid yang diproduksi oleh ovarium (estrogen) dan oleh testis (testosteron) menghambat pembentukan GnRH, LH, dan FSH serta memiliki efek terhadap folikel yang sedang tumbuh di dalam ovarium itu sendiri, terhadap uterus (mengontrol siklus haid), terhadap perkembangan payudara, terhadap spermatogenesis, dan terhadap banyak jaringan serta proses fifiologi lain.4

b Hormon Pertumbuhan dan Prolaktin Hormon pertumbuhan dan prolaktin merupakan polipeptida satu-rantai yang secara struktural berkaitan tetapi memiliki spektrum kerja yang berbeda. 1) Hormon Pertumbuhan Hormon pertumbuhan (growth hormone, GH), yang secara positif diatur oleh growth hormone-releasing hormone (GNRH) hipotalamus dan dihambat oleh somatostatin, memicu berbagai efek yang mendorong pertumbuhan di beragam jaringan.GH memiliki efek langsung (mis, merangsang pertumbuhan tulang rawan) dan tak-langsung (mis, melalui insulin-like growht factor-1 [IGF1], suatu polipeptida yang disekresikan oleh hati dan jaringan. IGF-1 memiliki efek yang mirip dengan insulin, yaitu mendorong penyimpanan bahan bakar di berbagai jaringan. IGF-1 selanjutnya menghambat sekresi GNRH dan GH. Seperti pada berbagai aksis umpan-balik meuroendokrin, SSP dan faktor lain dapat secara bermakna memengaruhi aksis regulasi sederhana ini. 2) Prolaktin Peran utama prolakatin manusia adalah merangsang perkembangan payudara dan produksi air susu. Sekresi prolaktin diatur secara negatif oleh neurotransmiter dopamin dari hipotalamus, dan bukan oleh suatu peptida. Dopamin lebih bekerja sebagai penghambat ketimbang sebagai perangsang sekresi prolaktin. Proses-proses yang menyebabkan terpisahnya kelenjar hipofisis dan hipotalamus menyebabkan lenyapnya semua hormon hipofisis kecuali prolaktin (panhipopituitarisme akibat ketiadaan releasing hormone

hipotalamus). Ketiadaan dopamin menyebabkan peningkatan sekresi prolaktin dari sel hipofisis anterior spesifik yang kini dibebaskan dari inhibisi oleh dopamin. Prolaktin juga dapat bekerja sebagai fungsi imun. 2. Hormon Hipofisi Posterior Vasopresin dan Oksitosin Hormon peptida vasopresin dan oksitosin disintesis di nucleussupraopticus dan paraventricularis hypothalami. Akson dari neuron di nukleus-nukleus ini membentuk

5

hipofisis posterior, tempat hormon-hormon peptida ini disimpan. Karena itu, untuk memicu pelepasan vasopresin atau oksitosin, set terpisah releasing factor hipotalamus tidak diperlukan. 1) Vasopresin Respon terhadap peningkatan ringan osmolalitas darah, osmostat hipotalamus bereaksi dengan memicu rasa haus, pada saat yang sama, menyebabkan pelepasan vasopresin. Vasopresin meningkatkan jumlah kanal air aktif di membran sel ductus colligens ginjal sehingga air bebas dapat dihemat. Hal ini meningkatkan kepekatan urine. Penghematan air bebas dan stimulasi rasa haus memiliki efek akhir berupa koreksi perubahan ringan osmolalitas darah. Vasopresin berikatan dengan sedikitnya tiga kelas reseptor. Salah satu kelas resptor vasopresin ditemukan otot polos. Efek utama resptor ini adalah memicu vasokontriksi. Reseptor V18 dijumpai di kortikotrop, dan reseptor ini berperan meningkatkan sekresi ACTH. Kelas resptor yang lain (V2) ditemukan di nefron distal di ginjal; fungsi utamanya adalah memerantarai efek vasopresin terhadap osmolalitas. Karena efeknya yang diperantarai oleh reseptor V2 ini, vasopresin juga dikenal sebagai hormon antidiuretik (ADH). Hubungan diantara gaya osmotik, volume, dan sekresi vasopresin diilustrasikan. Meskipun fungsi utama vasopresin adalah mempertahankan osmolalitas darah, sekresi hormon ini juga ditingkatkan oleh penurunan tajam volume intravaskular. Hal ini membantu aldosteron meningkatkan volume intravaskular, meskipun dengan pengorbanan berupa penurunan osmolitas. Kombinasi vasokontriksi perifer dan retensi air yang diperantarai oleh ADH (dalam keadaan hipotensi meskipun osmolaritas normal atau rendah) dapat dipahami sebagai suatu cara yang dilakukan oleh tubuh untuk mempertahankan perfusi dalam menghadapi dafisit volume intravaskular yang besar, bahkan ketika volume dan komposisi osmolar darah tidak ideal. 2) Oksitosin Seperti vasopresin, peptida ini disimpan diujung saraf neuron hipotalaus di hipofisis posterior. Peptida ini berperan penting dalam kontraksi otot polos uterus dan payudara baik selama menyusui maupun pada kontraksi rahim sewaktu persalinan.6

Faktor Neurogenik

Meningkatkan Sekresi Tidur stadium III dan IV Stress (traumatik, bedah, peradangan, psikis) Agonis adrenergik-alfa Antagonis adrenergik-beta Agonis dopamin Agonis asetilkolin

Menghambat Sekresi Tidur REM

Antagonis adrenergik-alfa Agonis adrenergik-beta

Antagonis asetilkolin

Metabolik

Hipoglikemia Puasa Penurunan kadar asam lemak Asam amino Diabetes melitus tak-terkontrol Uremia Sirosis hati

Hiperglikemia

Peningkatan kadar asam lemak

Obesitas

Hormonal

GNRH Insulin-like growth factor yang rendah Estrogen Glukagon Vasopresin arginin

Somastostatin Insulin-like growth factor yang tinggi Hipotiroidisme Kadar glukokortikoid yang tinggi

B. Konsep Dasar Penyakit Diabetes Incipidus 1. Pengertian Diabetes insipidus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolic akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membrane basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskopis. (Kapita Selekta Kedoteran : 2000). Diabetes insipidus adalah suatu penyakit dengan simtoma poliuria dan polidipsia. Jenis Diabetes insipidus yang paling sering dijumpai adalah Diabetes insipidus sentral, yang disebabkan oleh defisiensi arginina pada hormon AVP ( ariginin vasopresin ). Jenis kedua adalah Diabetes insipidus nefrogenis yang disebabkan oleh kurang7

pekanya ginjal terhadap hormon dengan sifat (http://id.wikipedia.org/wiki/Diabetes_insipidus)

anti-diuretik,

seperti

AVP.

Diabetes insipidus adalah pengeluaran cairan dari tubuh dalam jumlah yang banyak yang disebabkan oleh dua hal yaitu Gagalnya pengeluaran vasopressin dan Gagalnya ginjal terhadap rangsangan AVP. Diabetes insipidus adalah suatu penyakit yang jarang ditemukan, penyakit ini diakibatkan oleh berbagai penyebab yang dapat menganggu mekanisme neurohypophyseal renal reflex sehingga mengakibatkan kegagalan tubuh dalam mengkoversi air . Diabetes insipidus adalah suatu sindrom poliuria yang terjadi akibat ketidakmampuan tubuh memekatkan urine sehingga menghemat air akibat ketiadaan efek vasopressin. (McPHEE, Stephen : 2011). Jadi menurut kelompok Diabetes Insipidus adalah sindroma yang ditandai dengan poliuria dan polidipsi akibat terganggunya sekresi vasopressin oleh system saraf pusat yang dapat disebut dengan diabetes insipidus sentral dan akibat kegagalan ginjal dalam rangsangan AVP dan ketidakmampuan responsive tubulus ginjal terhadap vasopressin yang dapat disebut dengan diabetes insipidus nefrogenik. 2. Klasifikasi Pada diabetes insipidus sentral dan nefrogenik, urin bersifat hipotonik. Kausa sentral tersering adalah kecelakaan trauma kepala, tumor intracranial, dan pasca bedah intracranial. Kausa yang lebih tercantum adalah: a Diabetes insipidus sentral Diabetes Insipidus Sentral (DIS) dapat terjadi akibat beberapa hal, yaitu: (Asman,dkk, 1996, hal : 816) 1) Tumor-tumor pada hipotalamus. 2) Tumor-tumor hipotalamik. 3) Trauma kepala. 4) Cedera operasi pada hipotalamus. 5) Oklusi pembuluh darah pada intraserebral (trombosis atau perdarahan serebral, aneurisma serebral, post-partum necrosis). 6) Pengangkutan ADH/AVP yang tidak bekerja dengan baik akibat rusaknya akson pada traktus supraoptikohipofisealis. 7) Sintesis ADH terganggu. 8) Kerusakan pada nucleus supraoptik paraventricular.8

besar

hipofisis

dan

menghancurkan

nucleus-nukleus

9) Gagalnya pengeluaran ADH. 10) Infeksi (Meningitis, ensefalitis, landry-Guillain-Barres syndrome) b Diabetes insipidus nefrogenik 1) Kegagalan tubulus renal untuk bereaksi terhadap ADH, akibat: Penyakit ginjal kronik Penyakit ginjal polikistik Medullary cystic disease Pielonefritis Obstruksi ureteral Gagal ginjal lanjut

2) Gangguan elektrolit Hipokalemia Hiperkalsemia

3) Obat-obatan Litium Demoksiklin Asetoheksamid Tolazamid Glikurid Propoksifen

4) Penyakit sickle cell 5) Gangguan diet Intake air yang berlebihan Penurunan intake NaCl Penurunan intake protein

6) Lain-lain Multipel mieloma Amiloidosis Penyakit Sjogrens Sarkoidosis

9

3. Etiologi a. Hipotalamus mengalami kelainan fungsi dan berkurangnya produksi ADH baik total maupun parsial. b. Kelenjar hipofisis posterior mengalami penurunan atau gagal melepaskan hormon antidiuretik ke dalam aliran darah. c. Kerusakan hipotalamus atau kelenjar hipofisa akibat pembedahan, trauma kepala, cedera otak (terutama patah tulang di dasar tengkorak), tumor otak, operasi ablasi, atau penyinaran pada kelenjar hipofisis. d. Ketidakmampuan ginjal berespon terhadap kadar ADH dalam darah akibat berkurangnya reseptor atau second messenger (diabetes insipidus nefrogenik). Hal ini disebabkan oleh faktor genetik dan penyakit ginjal. e. Infeksi sistem saraf pusat (ensefalitis atau meningitis). f. Pengaruh obat yang dapat mempengaruhi sintesis dan sekresi ADH seperti phenitoin, alkohol, lithium carbonat. g. Sarkoidosis atau tuberculosis. h. Gangguan aliran darah (Aneurisma atau penyumbatan arteri yang menuju ke otak). i. Idiopatik : dalam hal ini tidak ditemukan kelainan walaupun terdapat gejala. Gejala sering mulai pada masa bayi, tetapi tidak hilang selama hidup, tanpa mengganggu kesehatan dan mempengaruhi umur penderita 4. Patofisiologi Vasopresin arginin merupakan suatu hormon antidiuretik yang dibuat di nucleus supraoptik, paraventrikular , dan filiformis hipotalamus, bersama dengan pengikatnya yaitu neurofisin II. Vasopresin kemudian diangkut dari badan-badan sel neuron tempat pembuatannya, melalui akson menuju ke ujung-ujung saraf yang berada di kelenjar hipofisis posterior, yang merupakan tempat penyimpanannya. Secara fisiologis, vasopressin dan neurofisin yang tidak aktif akan disekresikan bila ada rangsang tertentu. Sekresi vasopresin diatur oleh rangsang yang meningkat pada reseptor volume dan osmotic. Suatu peningkatan osmolalitas cairan ekstraseluler atau penurunan volume intravaskuler akan merangsang sekresi vasopresin. Vasopressin kemudian meningkatkan permeabilitas epitel duktus pengumpul ginjal terhadap air melalui suatu mekanisme yang melibatkan pengaktifan adenolisin dan peningkatan AMP siklik (yaitu Adenosin Mono Fosfat). Akibatnya, konsentrasi kemih meningkat dan osmolalitas serum menurun.10

Osmolalitas serum biasanya dipertahankan konstan dengan batas yang sempit antara 290 dan 296 mOsm/kg H2O. Gangguan dari fisiologi vasopressin ini dapat menyebabkan pengumpulan air pada duktus pengumpul ginjal meningkat karena berkurang permeabilitasnya, yang akan menyebabkan poliuria atau banyak kencing. Selain itu, peningkatan osmolalitas plasma akan merangsang pusat haus, dan sebaliknya penurunan osmolalitas plasma akan menekan pusat haus. Ambang rangsang osmotic pusat haus lebih tinggi dibandingkan ambang rangsang sekresi vasopresin. Sehingga apabila osmolalitas plasma meningkat, maka tubuh terlebih dahulu akan mengatasinya dengan mensekresi vasopresin yang apabila masih meningkat akan merangsang pusat haus, yang akan berimplikasi orang tersebut minum banyak (polidipsia). Secara patogenesis, diabetes insipidus dibagi menjadi 2 yaitu diabetes insipidus sentral, dimana gangguannya pada vasopresin itu sendiri dan diabetes insipidus nefrogenik, dimana gangguannya adalah karena tidak responsifnya tubulus ginjal terhadap vasopresin. Diabetes insipidus sentral dapat disebabkan oleh kegagalan pelepasan hormone antidiuretik ADH yang merupakan kegagalan sintesis atau penyimpanan. Hal ini bisa disebabkan oleh kerusakan nucleus supraoptik, paraventrikular, dan filiformis hipotalamus yang mensistesis ADH. Selain itu, DIS ( diabetes insipidus sentral ) juga timbul karena gangguan pengangkutan ADH akibat kerusakan pada akson traktus supraoptiko hipofisealis dan aksin hipofisis posterior di mana ADH disimpan untuk sewaktu-waktu dilepaskan ke dalam sirkulasi jika dibutuhkan. DIS dapat juga terjadi karena tidak adanya sintesis ADH, atau sintesis ADH yang kuantitatif tidak mencukupi kebutuhan, atau kuantitatif cukup tetapi tidak berfungsi normal. Terakhir, ditemukan bahwa DIS dapat juga terjadi karena terbentuknya antibody terhadap ADH.

11

5. Manifiestasi klinis Manifestasi klinis penderita diabetes insipidus ialah sebagai berikut:

(Abdoerachman,dkk, 1974, hal : 290) a) Gejala utama: poliuria (banyak kencing) dan polidipsi (banyak minum). Jumlah cairan yang diminum maupun produksi urin per 24 jam sangat banyak. Produksi urin sangat encer dengan jumlah sekitar 4-30 liter/hari, dengan berat jenis urin biasanya sangat rendah, berkisar antara 1001 1005 atau 50 200 mOsmol/kg berat badan. Sebagai kompensasi hilangnya cairan melalui air kemih, penderita bisa minum sejumlah besar cairan (3,8-38 L/hari). Jika kompensasi ini tidak terpenuhi, maka dengan segera akan terjadi dehidrasi yang menyebabkan tekanan darah rendah dan syok. - Penderita terus berkemih dalam jumlah yang sangat banyak, terutama di malam hari (Nocturia). b) Pada bayi yang diberikan minum seperti biasa akan tampak kegelisahan yang tidak berhenti, sampai timbul dehidrasi, panas tinggi, dan terkadang sampai syok. c) Gejala lain: - Penurunan berat badan - Kelelahan - Hipotensi - Gizi kurang baik - Gangguan emosional - Enuresis - Kulit kering - Anoreksia - Gangguan pertumbuhan 6. Penatalaksanaan Medis a. Prevent Dehidration 1) Infus IV Elektrolit Untuk Dehidrasi Fungsi larutan elektrolit secara klinis digunakan untuk mengatasi perbedaan ion atau penyimpangan jumlah normal elektrolit dalam darah. 2) INFUS IV GLUKOSA NaCl / GLUKOSA 10% Pada umumnya larutan glukosa untuk injeksi digunakan sebagai pengganti kehilangan cairan tubuh, sehingga tubuh kita mempunyai energi12

kembali untuk melakukan metabolismenya dan juga sebagai sumber kalori. Dosis glukosa adalah 2,5-11,5 % (Martindale), pada umumnya digunakan 5 %. Dalam formula ini ditambahkan NaCl supaya diapat larutan yang isotonis, dimana glukosa disini bersifat hipotonis. Dalam pembuatan aqua p.i ditambahkan H2O2 yang dimaksudkan untuk menghilangkan pirogen, serta di dalam pembuatan formula ini ditambahkan norit untuk menghilangkan kelebihan H2O2. 3) Corsalit 200 Sachet Komposisi : Glucose anhydrate 4 g, NaCl 0.7 g, Na citrate 0.58 g, KCl 0.3 g b. Check body Weights Daily Berat badan harus di periksa dengan menggunakan timbangan yang akurat. c. Hormonal medic Penggantian dengan vasopressin. Desmopresin (DDAVP), yaitu suatu preparat sintetik vasopressin yang tidak memiliki efek vaskuler ADH alami, merupakan preparat yang sangat berguna karena mempunyai durasi kerja yang lebih lama dab efek samping yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan preparat lain yang pernah digunakan untuk mengobati penyakit ini. Preparat ini diberikan intranasal dengan menyemprotkan larutan obat kedalam hidung melalui pipa plastic fleksibel tidak yang kerjanya singkat dan diabsorpsi lewat mukosa nasal ke dalam darah. Jika kita menggunakan jalur intranasal dalam pemberian suatu obat, observasi kondisi pasien unutk mengetahui adanya ranofaringitis kronis. Bentuk terapi yang lain adalah penyuntikan intramuskuler ADH, yaitu vasopresin tannat dalam minyak, yang dilakukan bila pemberian intranasal tidak dimungkinkan. Preparat suntikan diberikan tiap 24 jam hingga 96 jam. Sebelum digunakan botol obat suntik terlebih dahulu dihangatkan atau digucangkan dengan kuat. Penyuntikan dilakukan pada malam hari agar mencapai hasil yang optimal. Kram abdomen adalahefek samping dari obat ini.

13

7. Pemeriksaan Penunjang 1) Hickey-Hare atau Carter-Robbins test Pemberian infuse larutan garam hipertonis secara cepat pada orang normal akan menurunkan jumlah urine, sedangkan pada Diabetes Insipidus urine akan menetap atau bertambah. Pemberian pitresin akan menyebabkan turunnya jumlah urine pada pasien DIS dan menetapnya jumlah urine pada pasien DIN. Kekurangan pada pengujuian ini adalah: a. Pada sebagian orang normal, pembebanan larutan garam akan menyebabkan terjadinya diuresis solute yang akan mengaburkan efek ADH. b. Interpretasi pengujicobaan ini adalah all or none sehingga tidak dapat membedakan defect partial atau komplit. 2) Fluid deprivation a. Tes deprivasi cairan dilakukan dengan cara menghentikan pemberian cairan selama 8 hingga 12 jam atau sampai terjadi penurunan berat badan sebesar 3% hingga 5%. Kemudian ditimbang BBnya, diperiksa volume dan berat jenis atau osmolalitas urine pertama. Pada saat ini diambil sample plasma untuk mengukur osmolalitasnya. b. Pasien diminta BAK sesering mungkin paling sedikit setiap jam. c. Pasien ditimbang tiap jam apabia diuresis lebih dari 300ml/jam, atau setiap 3 jam sekali bia diuresis kurang dari 300ml/jam. d. Setiap sample urine sebaiknya diperiksa osmoalitasnya dalam keadaan segar atau kalau hal itu tidak mungkin dilakukan semua sample harus disimpan dalam botol yang tertutup rapat serta disimpan dalam lemari es. e. Pengujian dihentikan setelah 16 jam atau berat badan menurun 3-4% tergantung mana yang lebih dahulu. 3) Uji nikotin Nicotine langsung merangsang sel hipotalamus yang memproduksi vasopressin. Obat yang dipakai ialah nicotine salicylate secara intra vena. Efek samping yang dapat ditimbulkan ialah mual dan muntah. Penialaian tes ini sama seperti pada Hickey-Hare test. (Abdoerachman,dkk, 1974, hal : 292-293)

14

4) Uji vasopressin Dilakukan bersama dengan pengukuran osmolalitas plasma serta urin; uji coba dengan menggunakan desmopresin (vasopressin sintetik); dan pemberian infus larutan salin hipertonis. 5) CT-Scan Untuk mendeteksi adanya lesi di hipotalamik pituitary. 8. Komplikasi a Dehidrasi berat dapat terjadi apabila jumah air yang diminum tidak adekuat. Dehidrasi dapat menyebabkan: b Mulut menjadi kering Kelemahan otot Tekanan darah rendah (hipotensi) natrium darah Ditinggikan (hipernatremia) Sunken penampilan untuk mata Anda Demam Sakit kepala Tingkat jantung cepat Kehilangan Berat badan

Ketidakseimbangan elektrolit, yaitu hipenatremia dan hipokalemia. Keadaan ini dapat menyebabkan denyut jantung menjadi tidak teratur dan dapat terjadi gagal jantung kongestif. Diabetes insipidus juga dapat menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit.

Elektrolit mineral dalam darah Anda - seperti natrium, kalium dan kalsium - yang menjaga keseimbangan cairan dalam tubuh Anda. Ketidakseimbangan

elektrolit dapat menyebabkan gejala, seperti: Sakit kepala Kelelahan Lekas marah Otot sakit

15

c

Intoksikasi air Asupan cairan yang berlebihan air, suatu di dipsogenic diabetes kondisi insipidus dapat

menyebabkan

keracunan

yang menurunkan konsentrasi

natrium dalam darah,yang dapat merusak otak.

16