makalah · web viewapabila diteliti isi kandungan ayat-ayat sesudah ayat 183 dari surat al-baqarah...

28
Makalah Oleh: UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BUTON FAKULTAS AGAMA ISLAM JURUSAN TARBIYAH 2012

Upload: dangnga

Post on 22-Mar-2019

235 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Makalah

Oleh:

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BUTON

FAKULTAS AGAMA ISLAM

JURUSAN TARBIYAH

2012

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Segala puji bagi Allah, tuhan semesta alam, pemilik segala ilmu pengetahuan. Atas izin-Nya, Alhamdulillah tangan ini mampu menorehkan sedikit ilmu pengetahuan yang telah dibentangkan dari seluas lautan. walau hanya sedikit, insya Allah memberi manfaat yang besar.

Salawat dan salam kepada Rasulullah, sang kasih Allah. Sang revolusional peradaban, melalui tangannyalah ilmu itu menjadi salah satu penerang kita saat ini.

Makalah ini kami persembahkan untuk memenuhi tugas dari dosen pembimbing mata kuliah yang bersangkutan.namun di sisi lain, kami persembahkan buat para pembaca yang memang butuh pengetahuan atau sebagai referensi mengenai bagaimana seoarang pekerja berat ketika bulan puasa.

Masalah seperti ini, jika kita pandang kasat mata memang bukan merupakan masalah besar, tetapi bagi orang-orang yang sungguh-sungguh dengan agama Allah dan selalu berharap mendapat ridha Allah, ini merupakan rmasalah besar. Jika kita berpikir sejenak bahwa ketika bulan puasa tiba, ia beda (istimewah) dibandingkan bulan-bulan yang lainnya. segala amal dilipat gandakan.

Makalah ini kami susun dari beberapa referensi.namun, kami sadari bahwa masih ada kekurangan di dalamnya. Olehnya itu, kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan makalah berikutnya sangat kami butuhkan.

Demikian, semoga memberi manfaat.

Baubau, September 2012

Penulis

ii

DAFTAR ISI

HALAMA- HALAMAN JUDUL .................................................................... i

KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................... iii

BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................... 1

A. Latar Belakang ........................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ...................................................................... 2

BAB II. PEMBAHASAN ............................................................................. 3

A. Pengertian Puasa ........................................................................ 3

B. Kewajiban Puasa Ramadhan ...................................................... 4

C. Puasa Bagi Pekerja Berat ........................................................... 6

BAB III. PENUTUP ....................................................................................... 16

A. Kesimpulan ................................................................................ 16

B. Saran ...................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 17

iii

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Puasa merupakan ibadah pokok yang ditetapkan sebagai salah satu rukun Islam. Dengan demikian karena puasa merupakan ibadah pokok maka dia harus dilaksanakan sebagai salah satu kewajiban bagi orang yang beriman. Kewajiban ini secara jelas dengan menggunakan kata

Katabayang terdapat dalam surat Al-Baqarah ayat 183:

$yg��r'¯»t� tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä |=ÏGä. ãNà6ø�n=tæ ãP$u� _Å Á9$# $yJx. |=ÏGä. �n?tã �úïÏ%©!$# `ÏB öNà6Î=ö7s% öNä3ª=yès9 tbqà)Gs? ÇÊÑÌÈ

Artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”

Apabila diteliti isi kandungan ayat-ayat sesudah ayat 183 dari surat Al-Baqarah tersebut, yang menjelaskan siapa saja yang mendapatkan masalah rukhsah akan dapat menimbulkan permasalahan bagi pekerja berat yang terus menerus termasuk pada bulan Ramadhan. Bagi mereka puasa adalah persoalan yang dilematis, disatu sisi puasa merupakan perintah agama yang wajibdilaksanakan, sementara disisi lain tuntutan ekonomi yang membuat mereka tidak bisa untuk meninggalkan pekerjaan tersebut. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dibahas mengenai masalah puasa bagi pekerja berat, apakah ada keringanan bagi mereka tersebut atau tidak.

B. Rumusan Masalah

1

Adapun pokok permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini, antara lain:

1. Apakah ada rukhsah bagi pekerja berat untuk tidak berpuasa?

2. Bagaimana hukum meninggalkan puasa bagi pekerja berat?

2

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Puasa

Kata puasa dalam bahasa Arab digunakan dengan kataal-shaum, dimana kata al-shaum itu sendiri berarti (menahan diri dari sesuatu) baik dalam bentuk perkataan ataupun perbuatan. Terkait masalah puasa ini, dalam al-Qur’an terdapat ungkapan kata  shiyam yang terulang sebanyak delapan kali. Kata shiyam disini menurut hukum syara’ berarti puasa, dan pada surat yang lain digunakan ungkapan shaum, yang berarti menahan diri untuk tidak berbicara. Hal ini terlihat dalam surat Maryam ayat 26:

�Í?ä3sù �Î1u�õ°$#ur �Ìh�s%ur $YZø�tã ( $¨BÎ*sù ¨ûÉït�s? z`ÏB Î�|³u;ø9$# #Y�tnr& þ�Í<qà)sù �ÎoTÎ) ßNö�x�tR Ç`»uH÷q§�=Ï9 $YBöq|¹ ô`n=sù zNÏk=�2é& uQöqu�ø9$# $|�Å¡SÎ) ÇËÏÈ

Artinya:

"sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusia pun padahari ini".

Demikian ungkapan maryam yang diajarkan oleh malaikat jibril ketikaada yang mempertanyakan tentang kelahiran anaknya Isa as. kata ini juga masing-masing sekali dalam bentuk perintah berpuasa di bulan ramadhan, satukali dalam bentuk kata kerja yang menyatakan bahwa “berpuasa adalah baik untuk kamu” dan satu kali dalam bentuk sebagai pelaku yaitual-shaimin wa al- shaimat. Lebih lanjut menurut quraish shihab, ungkapan kata-kata yang beraneka ragam tersebut berasal dari akar kata yang sama yakni shawama, yang dari segi bahasa maknanya berkisar pada “menahan” dan “berhenti”, atau “tidak  bergerak”. selanjutnya pengertian kebahasaan dipersempit maknanya oleh hukum syari’at, sehingga kata shiyam hanya digunakan untuk menahan dari makan, minum dan upaya mengeluarkan sperma, dari terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari.

3

Demikian halnya ungkapan para fuqaha sebagaimana yang telah dikutipoleh wahbah al-zuhaili dalam kitabnyaal-fiqh al-islamy wa adillatuh menyatakan bahwa definisi puasa (al-shaum) secara istilah adalah : “menahan diri di siang hari dari segala yang membatalkan puasa dengan disertai niat sejak terbitnya fajar sehingga terbenamnya matahari.”

Dalam redaksi yang sedikit berbeda, Abu Abdullah Muhammad al-Qurthubi dalam kitabnya al-Jami’il Ahkam al-Qur’an menyatakan bahwa al- shaum itu adalah: “Menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa yang dibarengi dengan niat sejak terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari, menyelesaikan dan menyempurnakannya dengan menjauhi perbuatan maksiat, serta tidak mendatangi tempat-tempat yang diharamkan.”

Walaupun dari beberapa definisi yang telah dikemukakan di atasterlihat memiliki perbedaan dalam redaksi, namun pada esensinya memiliki persamaan yang saling melengkapi terhadap rukun dari puasa itusendiri, yaitu niat untuk berpuasa, dan kegiatan menahan diri dari segalayang dapat membatalkan puasa dalam waktu tertentu (mulai dari terbitfajar hingga terbenamnya matahari).

B. Kewajiban Puasa Ramadhan

Dasar yang menjadi kewajiban puasa terdapat dalam surat al-Baqarahayat 183, 184, 185 dan 187. Ayat-ayat tersebut di antaranya adalah suratal-Baqarah ayat 183 yaitu:

$yg��r'¯»t� tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä |=ÏGä. ãNà6ø�n=tæ ãP$u� _Å Á9$# $yJx. |=ÏGä. �n?tã �úïÏ%©!$# `ÏB öNà6Î=ö7s% öNä3ª=yès9 tbqà)Gs? ÇÊÑÌÈ

Artinya:

"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa"

4

Dalam tuntutan puasa pada ayat diatas tidak dijelaskan siapa yang mewajibkan, dan tidak pula dijelaskan berapa kewajiban puasa itu, tetapi hanya disebutkan sebagaimana diwajibkan terhadap umat-umat sebelum kamu. Dengan demikian maka wajar pula jika umat Islam melaksanakannya, apalagi tujuan puasa tersebut adalah untuk kepentingan yang berpuasa sendiri, yakni agar menjadi orang yang bertakwa. Selanjutnya firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 184 sebagai berikut:

$YB$�r& ;Nºy�rß�÷è¨B 4 `yJsù �c%x. Nä3ZÏB $³Ò�Í�£D ÷rr& 4�n?tã 9�xÿy� ×o£�Ïèsù ô`ÏiB BQ$�r& t�yzé& 4 �n?tãur �úïÏ%©!$# ¼çmtRqà)�ÏÜã� ×pt�ô�Ïù ãP$yèsÛ &ûüÅ3ó¡ÏB ( `yJsù tí§qsÜs? #Z�ö�yz uqßgsù ×�ö�yz ¼ã&©! 4 br&ur (#qãBqÝÁs? ×�ö�yz öNà6©9 ( bÎ) óOçFZä. tbqßJn=÷ès? ÇÊÑÍÈ

Artinya:

“(Yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari lain. Dan wajib bagi orang-orang yang beratmenjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengankerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik  baginya. Dan puasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”

Surat al-Baqarah ayat 184 diatas menjelaskan bahwa kewajiban puasa itu bukanlah untuk sepanjang tahun, tetapi hanya (beberapa hari tertentu). Demikian inipun hanya diwajibkan bagi setiap mukallaf yang berada di kampung halaman tempattinggalnya (muqim), dan dalam keadaan sehat, sehingga bagi “siapa sajayang sakit atau dalam perjalanan” maka boleh untuk tidak berpuasa di bulan Ramadhan tersebut dan menggantinya pada hari-hari di bulan lain.Sedangkan terhadap “orang-orang yang merasa sangat berat berpuasa, maka (sebagai gantinya) dia harus membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin.”

Di sisi lain harusdiingat bahwa konsekwensi hukum bagi orang yang tidak berpuasadengan sebab sakit atau dalam perjalanan adalah dengan

5

mengganti puasa Ramadhan yang telah dibatalkan dengan puasa pada waktu yanglain sesuai dengan jumlah puasa yang ditinggalkan.

C. Puasa Bagi Pekerja Berat

Sebelum menguraikan bagaimana kedudukan ataupun pengaruh dari keadaan yang dialami oleh seseorang yang berprofesi sebagai pekerja berat terhadap pelaksanaan puasa Ramadhan, terlebih dahulu akan dijelaskan beberapa makna dari istilah-istilah yang biasanya selalu terkait dengan aktifitas subjek hukum dalam melaksanakan berbagai kewajiban, diantaranya adalah bagaimana makna yang terkandung dari kata ithaqah, istitha’ah dan wus’u.

1. Makna Ithaqah

Kata ithaqah berasal dari katathaqa - yathiqu, yang secara bahasa berarti kemampuan, kekuatan.Sedangkan menurut istilah ulama tafsir, seperti Muhammad Syaltut dan Muhammad Ali al-Sayis dalam kitabnya menyatakan bahwa Ithaqah adalah:“Istilah yang menggunakan untuk menunjukkan adanya kemampuan untuk melakukan sesuatu dengan keadaan yang sangat berat dan sulit” Demikianlah pendapat kebanyakan ulama, hanya saja al-Shabuni dengan mengutip pendapat al-Ragib mengomentari kata tersebut dengan mengibaratkannya kepada keadaan leher yang terlilit oleh sesuatu (tercekik) Selanjutnya kata ithaqah dengan makna kesanggupan dapat ditemukan dalam surat al-Baqarah ayat 249 sebagai berikut:

$£Jn=sù �@|Ásù ßNqä9$sÛ Ï�qãZàfø9$$Î/ tA$s% �cÎ) ©!$# Nà6�Î=tFö6ãB 9�ygoYÎ/ `yJsù z>Î��° çm÷YÏB }§ø�n=sù ÓÍh_ÏB `tBur öN©9 çmôJyèôÜt� ¼çm¯RÎ*sù ûÓÍh_ÏB �wÎ) Ç`tB t$u�tIøî$# Opsùö�äî ¾ÍnÏ�u�Î/ 4 (#qç/Î�|³sù çm÷YÏB �wÎ) WxÎ=s% öNßg÷YÏiB 4 $£Jn=sù ¼çny�ur%y` uqèd �úïÏ%©!$#ur (#qãZtB#uä ¼çmyètB (#qä9$s% �w sps%$sÛ $uZs9 tPöqu�ø9$# |Nqä9$yfÎ/ ¾ÍnÏ�qãZã_ur 4 tA$s% �úïÏ%©!$# �cq�ZÝàt� Nßg¯Rr& (#qà)»n=�B «!$# N�2 `ÏiB 7pt¤Ïù A's#�Î=s%

6

ôMt7n=xî Zpt¤Ïù Oou��ÏW�2 Èbø�Î*Î/ «!$# 3 ª!$#ur yìtB tûïÎ�É9»¢Á9$# ÇËÍÒÈ

Maka tatkala Thalut dan orang-orang yang beriman bersama dia Telah menyeberangi sungai itu, orang-orang yang telah minum berkata: "tak ada kesanggupan kami pada hari Ini untuk melawan Jalut dan tentaranya." Orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah, berkata: "Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. dan Allah beserta orang-orang yang sabar."

Kata thaqah dalam ayat ini menggambarkan betapa sulitnya pasukan Thalut melawan tentara Jalut yang begitu banyak dan memiliki persenjataan yang lengkap.Secara logika keadaan ini memperlihatkan betapa sulit atau tidak mungkinnya pasukan Thalut untuk melawan apalagi mengalahkan pasukan Jalut, sehingga pasukan Thalut ragu dan bimbang.Namun demikian, sebagian lainnya tetap optimis sehingga dengan pertolongan Allah (tentu dengan caranya sendiri) dengan mengirim seseorang yang masih muda belia yaitu Daud yang dipersiapkan untuk menjadi seorang Nabi. Meskipun belum begitu banyak pengalamannya di Medan pertempuran, namun dengan kecerdasan dan kepintarannya menyusun strategi dalam merancang medan tempur, tentara jalut dapat dilumpuhkan

Dengan demikian maka kata thaqah dimaksudkan untuk memikul beban yang tidak sanggup dipikul karena begitu beratnya. Keadaan ini seperti orang tua dan wanita hamil yang sudah lemah, serta orang sakit yang sudah tidak mungkin lagi bisa sembuh, sehingga mereka ini tidak mungkin lagi untuk melakukan pekerjaan yang begitu berat.

2. Kata Istitha’ah

Kata istitha’ah terbentuk dari tsilasi mazid tiga huruf yang terambildari kata tha’a yathi’u-thauan, yang secara etimologi berarti taat,patuh dan tunduk.

Istitha’ah adalah pecahan dari katatha’adalam bentuk benda, yang biasanya dimaksudkan dengan kemampuan dan kesanggupan. Oleh karena

7

itu, kataistitha’ahdalam bentuk ini dapat dipahami dengan keadaan seseorang yang tunduk untuk melakukansesuatu yang diperintahkan agama sesuai dengan kondisinya.Sedangkan dalam al-Qur’an, bentuk yang seperti ini nyaris tidak ditemukan, karena yang ditemukan hanya dalam bentuk kata kerja, baik dalam bentukfi’il madhiataupunfi’il mudhari’. Ungkapan seperti ini dapat ditemukan sebanyak 42 kali dalam surat dan ayat yang kesemuanya berarti sanggup dan mampu.

Beranjak dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa semakin tinggi daya kemampuan seseorang, maka semakin tinggi pula tuntutan untuk mengerjakan suatu perbuatan. Maka begitu juga sebaliknya, seseorangtidak akan dituntut untuk melakukan perbuatan yang melebihi kemampuannya. Demikian ini sebagaimana firman Allah yang terdapat dalam surat al-Baqarah ayat 286 sebagai berikut:

�w ß#Ïk=s3ã� ª!$# $²¡øÿtR �wÎ) $ygyèó�ãr 4 $ygs9 $tB ôMt6|¡x. $pkö�n=tãur $tB ôMt6|¡tFø.$# 3 $oY/u� �w !$tRõ�Ï{#xsè? bÎ) !$uZÅ¡®S ÷rr& $tRù'sÜ÷zr& 4 $oY/u� �wur ö@ÏJóss? !$uZø�n=tã #\�ô¹Î) $yJx. ¼çmtFù=yJym �n?tã �úïÏ%©!$# `ÏB $uZÎ=ö6s% 4 $uZ/u� �wur $oYù=ÏdJysè? $tB �w sps%$sÛ $oYs9 ¾ÏmÎ/ ( ß#ôã$#ur $¨Ytã ö�Ïÿøî$#ur $oYs9 !$uZôJymö�$#ur 4 |MRr& $uZ9s9öqtB $tRö�ÝÁR$$sù �n?tã ÏQöqs)ø9$# �úïÍ�Ïÿ»x6ø9$# ÇËÑÏÈ

Artinya:

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.”

Selanjutnya kataistitha’ahdalam kajian fiqh merupakan kajian yang fundamental, demikian karena kata tersebut terkait dengan sejauh mana seseorangdiberi kewajiban dalam bertindak hukum atas dirinya sebagai subjek hukum. Kata istitha’ahini dibahas secara lengkap oleh para fuqaha secara detail dalam pembahasan tentang haji dan umrah,serta nikah, sebab ketiga hal tersebut berhubungan lansung dengan kemampuan jasmaniah, meterial, dan keamanan. Karena itu dapat disimpulkan bahwa kata

8

istitha’ahini konotasinya adalah suatu kemampuan yang dimiliki seseorang secara prima, baik dari segi fisik, mental maupun dalam bentuk material.Sebagai contoh pelaksanaan ibadah haji, di manadalam pelaksanaannya seseorang dituntut untuk mempunyai kemampuan prima dari berbagai aspek.

3. Makna kata al-wus’u

Kata al-wus’uterambil dari kata wasa’a- yausa’u- was’an yang secara etimologi berarti tidak sempit, luas, lapang, kekayaan, punyakekuatan, kesanggupan atau kemampuan. Secara istilah al-wus’u menurut Muhammad Ali al-Sayis adalah :

“Suatu istilah yang menunjukkan adanya kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan sesuatu dengan sangat mudah”. Dalam al-Qur’an kata yang seakar dengan katawus’udapatditemukan dalam beberapa surat dengan makna yang berbeda-beda, diantaranya dengan makna kemampuan sebagaiman yang terdapat dalam firman Allah surat al-Baqarah ayat 233 sebagai berikut:

* ßNºt$Î!ºuqø9$#ur z`÷èÅÊö�ã� £`èdy�»s9÷rr& Èû÷,s!öqym Èû÷ün=ÏB%x. ( ô`yJÏ9 y�#u�r& br& ¨LÉêã� sptã$|ʧ�9$# 4 �n?tãur Ï�qä9öqpRùQ$# ¼ã&s! £`ßgè%ø�Í� £`åkèEuqó¡Ï.ur Å$rã�÷èpRùQ$$Î/ 4 �w ß#¯=s3è? ë§øÿtR �wÎ) $ygyèó�ãr 4 �w §�!$�Òè? 8ot$Î!ºur $ydÏ$s!uqÎ/ �wur ×�qä9öqtB ¼çm©9 ¾ÍnÏ$s!uqÎ/ 4 �n?tãur Ï^Í�#uqø9$# ã@÷VÏB y7Ï9ºs� 3 ÷bÎ*sù #y�#u�r& »w$|ÁÏù `tã < #Ú t�s? $uKåk÷]ÏiB 9�ãr$t±s?ur �xsù yy$oYã_ $yJÍkö�n=tã 3 ÷bÎ)ur öN�?�u�r& br& (#þqãèÅÊ÷�tIó¡n@ ö/ä.y�»s9÷rr& �xsù yy$uZã_ ö/ä3ø�n=tæ #s�Î) NçFôJ¯=y� !$¨B Läêø�s?#uä Å$rá�÷èpRùQ$$Î/ 3 (#qà)¨?$#ur ©!$# (#þqßJn=ôã$#ur ¨br& ©!$# $oÿÏ3 tbqè=uK÷ès? ×��ÅÁt/ ÇËÌÌÈ

Artinya:

“Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kemampuannya” Pada permulaan ayat di atas berbicara tentangbolehnya seorang ibu menyusukan anaknya kepada orang lain, di samping petunjuk yang menyatakan tentang tanggung jawab seorang ibu untuk menyusukan anaknya, dan sekaligus

9

tanggung jawabseorang ayah untuk memberikan nafkah dan pakaian menurut cara yang patut dan sesuai dengan kesanggupannya. Maknawus’u dalam arti kesanggupan dapat ditemukan dalam surat al-An’am ayat 152 sebagai berikut:

�wur (#qç/t�ø)s? tA$tB ÉOÏKu�ø9$# �wÎ) ÓÉL©9$$Î/ }�Ïd ß`|¡ômr& 4Ó®Lym x÷è=ö7t� ¼çn£�ä©r& ( (#qèù÷rr&ur �@ø�x6ø9$# tb#u��ÏJø9$#ur ÅÝó¡É)ø9$$Î/ ( �w ß#Ïk=s3çR $²¡øÿtR �wÎ) $ygyèó�ãr ( #s�Î)ur óOçFù=è% (#qä9Ï�ôã$$sù öqs9ur tb%�2 #s� 4�n1ö�è% ( Ï�ôgyèÎ/ur «!$# (#qèù÷rr& 4 öNà6Ï9ºs� Nä38¢¹ur ¾ÏmÎ/ ÷/ä3ª=yès9 �crã�©.x�s? ÇÊÎËÈ

Artinya:

“Kami tidak akan memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar kesanggupannya” Keseluruhan ayat tersebut secara umum membicarakan tentang larangan untuk mengambil harta anak yatim secara tidak sah. Makna yang samajuga ditemukan dalam surat al-A’raf ayat 42 yang memaparkan tentang tempat orang-orang yang beramal saleh setelah menggambarkan keadaan neraka. Surat al-mukminun ayat 62 tentang kewajiban menjalankan agama,yang kesemuanya itu diperintah menurut kadar kemampuan manusia. Pada ayat yang lain kata wus’u berarti luas, sebagaimana terdapat pada surat an-Nisa’ ayat 100 sebagai berikut:

* `tBur ö�Å_$pkç� �Îû È@Î6y� «!$# ô�Ågs� �Îû ÇÚö�F{$# $VJxîºt�ãB #Z��ÏWx. Zpyèy�ur 4 `tBur ólã�ø�s� .`ÏB ¾ÏmÏF÷�t/ #·�Å_$ygãB �n<Î) «!$# ¾Ï&Î!qß�u�ur §NèO çmø.Í�ô�ã� ßNöqpRùQ$# ô�s)sù yìs%ur ¼çnã�ô_r& �n?tã «!$# 3 tb%x.ur ª!$# #Y�qàÿxî $VJÏm§� ÇÊÉÉÈ

Artinya:

“Barang siapa berhijrah dijalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrahyang luas dan rezki yang banyak.” Katawus’uterkadang juga bermakna lapang, sebagaimana yang terdapat dalam surat An-Nur ayat 22:

�wur È@s?ù't� (#qä9'ré& È@ôÒxÿø9$# óOä3ZÏB Ïpyè¡¡9$#ur br& (#þqè?÷sã� �Í<'ré& 4�n1ö�à)ø9$# tûüÅ3»|¡yJø9$#ur

10

�úïÌ�Éf»ygßJø9$#ur �Îû È@Î6y� «!$# ( (#qàÿ÷èu�ø9ur (#þqßsxÿóÁu�ø9ur 3 �wr& tbq�7ÏtéB br& t�Ïÿøót� ª!$# óOä3s9 3 ª!$#ur Ö�qàÿxî îLìÏm§� ÇËËÈ

Artinya:

“Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan member (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orangyang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah.

Selanjutnya katawus’u juga bisa bermakna kecukupan, sebagaimana yang terdapat dalam surat An-Nisa’ ayat 130 sebagai berikut:

bÎ)ur $s%§�xÿtGt� Ç`øóã� ª!$# yxà2 `ÏiB ¾ÏmÏGyèy� 4 tb%x.ur ª!$# $·èÅ�ºur $VJÅ3ym ÇÊÌÉÈ

Artinya:

“Jika keduanya bercerai, Maka Allah akan memberi kecukupan kepada masing-masingnya dari limpahankarunia-Nya. Dan adalah Allah Maha luas (karunia-Nya) lagi Maha Bijaksana.

Sedangkan katawus’udalam bentukisim fa’ildapat ditemukan dalam surat al-Baqarah ayat 236:

�w yy$uZã_ ö/ä3ø�n=tæ bÎ) ãLäêø)¯=sÛ uä!$|¡Ïi 9Y $# $tB öNs9 £`èdq�¡yJs? ÷rr& (#qàÊÌ�øÿs? £`ßgs9 Zp�Ò�Ì�sù 4 £`èdqãèÏnFtBur �n?tã ÆìÅ�qçRùQ$# ¼çnâ�y�s% �n?tãur Î�ÏIø)ßJø9$# ¼çnâ�y�s% $Jè»tGtB Å$râ�÷êyJø9$$Î/ ( $�)ym �n?tã tûüÏZÅ¡ósçRùQ$# ÇËÌÏÈ

Artinya:

“Dan hendaklah kamu berikan suatu mut'ah (pemberian) kepada mereka.orang yang mampu menurut kemampuanya dan orang yang miskin menurut kemampuannya (pula), yaitu pemberian menurut yang patut. yang

11

demikian itu merupakan ketentuan bagiorang-orang yang berbuat kebajikan.

Dari beberapa ayat yang terdapat dalam beberapasurat di atas, maka katawus’u dapat dikatakan lebihmengarah kepada kemampuan untuk berbuat dengantidak ada unsur paksaan.

Oleh karena itu, seseorang tidak dituntut memikul beban yang dirasa memberatkan lagi menyulitkan. Seperti anjuran berinfak, Allah SWT hanya memerintahkan kepada orang-orang yang punya harta lebih dari cukup untuk dapat menafkahkan sebagian hartanya di jalan Allah SWT.

Beranjak dari uraian seputar penggunaan ketiga kata di atas, secara umum jelas terdapat perbedaan mendasar di samping adanya persamaan. Untuk lebih memperjelas terhadap persoalan yang dibahas, makaakan dikemukakan hal-hal penting dari ketiga ungkapan tersebut. Kata ithaqah yang terdapat dalam surat al-Baqarah ayat 286 memiliki pengertian sama dengan kata ithaqah yang terdapat dalam ayat 249. Artinya pemakaian kata tersebut hanya digunakan untuk pekerjaan yang berat dan tidak sanggup untuk dilaksanakan. Sebagai contoh kekuatan yang dimiliki tentara Jalut seperti yang disinyalir dalam ayat 249 tersebut tidak mampu untuk dilawan, karena disamping mereka memiliki jumlah yang begitu besar juga punya persenjataan yang lebih lengkap dibandingkan tentara Thalut.

Begitu pula halnya kata ithaqah yang terdapat dalam ayat 286, sehingga ayat seolah-olah hendak mengatakan bagi siapa saja yang benar-benar lemah atau tidak sanggup melaksanakan puasa, maka silakan untuk tidak berpuasa.

Barangkali pemahaman inilah yang menyebabkan paramufassir dan fuqaha memasukkan orang yang sudah tua renta,ibu hamil dan orang sakit yang sudah tidak dapat diharapkan lagi kesembuhannya ke dalam golonganyathiqunah. Selanjutnya dapat dipahami bahwa Allah SWT dalam berbagai keadaan hanya memberikan tuntutan sesuai dengan kemampuan hambanya (al-wus’u), yang olehMuhammad ali al-sayis

12

kataal-wus’uini berada di atas kataal-ithaqah. Disisi lain, Allah SWT juga hanya memberikan kewajiban untuk berbuat kepada hambanya yang istitha’ah, seperti dalam hal pelaksanaan ibadah haji, dan masalah pelaksanaan perkawinan sebagaimana yang terdapat dalam hadits Rasulullah SAW. Di mana kata istitha’ah itu sendiri secara sederhana dapat dipahami dengan kemampuan yang prima. Sedangkan cakupan makna yang terkandung pada kata yathiqunah menurut sebagian ulama sebagaimana yang dikemukakan Muhammad Ali al-Sayis dalam kitabnya menyatakan bahwa dalam kata itu hanya mencakup orang yang sudah tua renta, wanita hamil dan wanita yang sedang menyusui.Demikian halnya menurut al-Jashas, dimana menurutnya hanya ada tiga golongan yang termasuk kedalam cakupan ayat tersebut yaitu;

Pertama, orang tuarenta dan bagi mereka diwajibkan membayar fidyah

Kedua, orang yang terlalu berat memikul beban sehingga tidak mampu melaksanakannya, seperti wanita hamil. Dan

Ketiga, orang yang merasa sangatsukar (betul-betul kesulitan) melaksanakannya makabagi mereka juga wajib fidyah.

Lebih jauh ia mengemukakan bahwa orang-orang tersebut ditetapkan berdasarkan akal, tetapi berdasarkan pada tauqif dari Rasulullah SAW.

Sedangkan menurut Imam al-Maraghi cakupan kata yathiqunah dalam ayat 184 di atas adalah bagi setiap orang yang berat menjalankannya, mereka itu adalah orang tua yang sudah lemah, orang sakit yang sudah tidak dapat lagi diharapkan kesembuhannya, pekerjaberat, narapidana yang dijatuhi hukuman berat seumurhidup, wanita hamil dan menyusui apabila khawatir terhadap dirinya, dan anaknya. Untuk itu, kata athiqunah yang secara sederhana dapat dimaknai dengan beban yang disertai dengan kesulitan yang sangat berat, maka terhadap pekerja berat, seperti buruh tambang sebagaimana yang dikemukakan oleh Imam al-Maraghi hanya akan dapat digolongkan kepada apa yang terkandung pada kata yathiqunah dalam surat al-Baqarah ayat 184, apabila pekerjaan itu

13

memang dilakukan sepanjang masa dan tidak ada pilihan mata pencaharian lain baginya. Sebabapabila para pekerja berat dimaksud tidak dimasukkan kepada bagian dari makna yathiqunah, dalam artiantetap harus berpuasa maka terhadap pekerja itu hanyaada dua pilihan yaitu berhenti bekerja yang berakibat akan pada terancamnya kelansungan kehidupan keluarganya, atau nekad tetap bekerja yang berimbas pada kesusahan dan kesulitan yang bersangatan atas dirinya atau bahkan mengancam keselamatan dirinya. Hal ini tentu tidak sesuai dengan prinsip dalam Islamyang senantiasa menghendaki kemudahan bagi setiap umatnya bukan sebaliknya, sebagaimana yang terdapat dalam surat al-Baqarah ayat 185:

ã�öky tb$�ÒtBu� ü�Ï%©!$# tAÌ�Ré& ÏmÏù ãb#uäö�à)ø9$# �W�èd Ĩ$¨ =Y Ïj9 ;M»oYÉi�t/ur z`ÏiB 3�y�ßgø9$# Èb$s%ö�àÿø9$#ur 4 `yJsù y�Íky ãNä3YÏB t�ök¤¶9$# çmôJÝÁu�ù=sù ( `tBur tb$�2 $³Ò�Í�sD ÷rr& 4�n?tã 9�xÿy� ×o£�Ïèsù ô`ÏiB BQ$�r& t�yzé& 3 ß��Ì�ã� ª!$# ãNà6Î/ t�ó¡ã�ø9$# �wur ß��Ì�ã� ãNà6Î/ u�ô£ãèø9$# (#qè=ÏJò6çGÏ9ur no£�Ïèø9$# (#rç�Éi9x6çGÏ9ur ©!$# 4�n?tã $tB öNä31y�yd öNà6¯=yès9ur �crã�ä3ô±n@ ÇÊÑÎÈ

Artinya:

“Allah Menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.”

Dengan demikian bagi pekerja berat , mereka dapat diklasifikasikan dalam dua bagian.

Pertama, pekerjaberat yang sifatnya kontinyu sehingga tidak mempunyawaktu luang untukmengqadhalantaran sehari-hari pekerjaan keras dan kasar. Sebagai gantinya merekaharus membayarfidyah, Sesuai dengan firman Allahyang artinya “Dan wajib bagi orang-orang yang beratmenjalankannya, membayarfidyah, yaitu memberi makan orang miskin.

Kedua, pekerja berat yang sifatnya temporer yang masih memiliki waktu luanguntuk melakukan qadha, Karenanya mereka ini wajib mengqadha puasanya sebagai mana orang sakit yang masih diharapkan sembuh dan musafir.

14

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang terkandung dari makna keumuman lafazh yang ditelaah dari berbagai pendapat para mufasir sebagaimana yang telah dikemukakan di atas, dan dari prinsip dalam Islam yang selalu menghendaki kemudahan bagi setiap umatnya.

Maka dapat disimpulkan bahwa bagi pekerja berat seperti pekerja tambang atau pekerja jenislainnya yang tidak mempunyai pilihan lain untuk mencukupi kebutuhan pokok keluarganya, dan itu dilakukan sepanjang hidupnya, maka terhadap mereka dapat digolongkan kepada kelompok yathiqunah artinya mereka dapat diberikan rukhsah dalam bentuk kebolehan membatalkan puasa dan mengganti kewajiban tersebut dengan membayar fidyah. Wallahu a’lam.

B. Saran

Islam itu mudah namun tidak dimudah-mudahkan.Allah dengan segala kemurahan-Nya telah memberikan keringan-keringan bukan hanya dalam hal berpuasa namun hampir semua hal. Allah juga telah bersabda bahwa Ia tidak akan membebani umatnya di luar batas kemampuannya. begitu pula Allah memberi keringanan bagi pekerja berat ketika bulan puasa tiba yang dikarenakan pekerjaan itu merupakan pekerjaan pokok untuk bisa memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. Namun, jika kita mampu berpuasa sambil bekerja walaupun kerja berat, itu lebih bagus lagi. Bulan suci ramadhan adalah bulan yang penuh limpahan rahmat, berlipat ganda pahala, orang-orang muslim/muslimah berlomba-lomba menabung amal. Alangkah baiknya berpuasa ketika itu.

15

DAFTAR PUSTAKA

Abi Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Anshari al-Qurthubi (selanjutnya disebut Imam al-Qurthubi).Al-Jami’il Ahkam al-Qur’anBeirut: Dar al-Kutubal Ilmiyah,t.th

Ahkam al-Qur’an

al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuh, Al-Maraghi, Ahmad Musthafa,

Abu Bakar bin Ali al-Razi. 1974. Al Jashass. Beirut: Dar al Fikr.

Ali Al-Sayis, Muhammad Ali. Dar al Qur’an al-KarimMuhammad.Bairut.

Beirut: Dar al-Fikr ‘Ali, Atabik dan A. Zuhdi Muhdhar,

Beirut: Dar al-Kutub al –‘IlmiyahAl-Isfahani, Al-Raghib,

Dahlan, Abdul Aziz. 2002. Damaskus: Dar al-Fikr.

 Ensiklopedi Hukum Islam,

Garis-Garis Besar Fiqh,

Jakarta Timur: Prenada Media, 2003

Jakarta: Ichtiar Negeri Baru vanHoese, 1997Hamka,

Jakarta: Mizan, 1998 Syarifuddin, Amir,

Muhammad Ali. 1993. Kamus Kontemporer Arab-Indonesia. Jakarta: Panji Masyarakat.

M. Quraish Shihab, M. Quraish,

Mu’jam Mufradat Alfazh al-Qur’an,

Tafsir al-Azhar 

Tafsir al-Maraghi,

16

Tafsir Ayat al-Ahkam

Tafsir Ayat al-Ahkam min al-Qur’an,

Wawasan al-Qur’an: Tafsir atas Berbagai Persoalan Umat,

Yogyakarta: Multi Karya Grafika, 1996Al-Zuhaili, Wahbah,

17