makalah terumbu karang
TRANSCRIPT
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki
sumberdaya alam hayati laut yang potensial seperti sumberdaya terumbu karang.
Berdasarkan hasil penelitian pada tahun 1998, luas terumbu karang Indonesia
adalah 42.000 km2 atau 16,5 % dari luasan terumbu karang dunia yaitu seluas
255.300 km2 dengan 70 genera dan 450 spesies. Terumbu karang dan segala
kehidupan yang terdapat di dalamnya merupakan salah satu kekayaan alam yang
bernilai tinggi. Manfaat yang terkandung di dalam ekosistem terumbu karang
sangat besar dan beragam, baik manfaat langsung dan manfaat tidak langsung
( Sudiono, 2008).
Ekosistem pantai merupakan ekosistem yang unik karena merupakan
wilayah peralihan antara ekosistem daratan (terrestrial) dan ekosistem laut
(oseanik). Pengaruh kedua ekosistem tersebut membentuk karakteristik baru yang
unik, yang berbeda dari kedua ekosistem yang mempengaruhinya. Ekosistem
pantai tropis biasanya terdiri dari beberapa ekosistem pendukung di dalamnya
yang saling terkait. Ekosistem tersebut adalah ekosistem terumbu karang,
mangrove dan lamun. Ekosistem terumbu karang menempati barisan terdepan,
disusul ekosistem lamun dan mangrove. Ekosistem terumbu karang memiliki
karakteristik yang spesifik dan sangat bergantung pada kondisi perairan
disekitarnya. Wilayah Indonesia memiliki perairan pantai sepanjang lebih dari
81.000 km. perairan pantai sepanjang lebih dari 81.000 km (Sunarto, 2006).
Terumbu karang (Coral reef ) merupakan masyarakat organisme yang
hidup didasar perairan dan berupa bentukan batuan kapur (CaCO3) yang cukup
kuat menahan gaya gelombang laut. Sedangkan organisme–organisme yang
dominan hidup disini adalah binatang-binatang karang yang mempunyai kerangka
kapur, dan algae yang banyak diantaranya juga mengandung kapur. Berkaitan
dengan terumbu karang diatas dibedakan antara binatang karang atau karang
(reef coral) sebagai individu organisme atau komponen dari masyarakat dan
terumbu karang (coral reef ) sebagai suatu ekosistem ( Sisca, 2006).
2
Terumbu karang memiliki peranan sebagai sumber makanan, habitat
biotabiota laut yang bernilai ekonomis tinggi. Nilai estetika yang dapat
dimanfaatkan sebagai kawasan pariwisata dan memiliki cadangan sumber plasma
nutfah yang tinggi. Selain itu juga dapat berperan dalam menyediakan pasir untuk
pantai, dan sebagai penghalang terjangan ombak dan erosi pantai. Terumbu
karang diidentifikasi sebagai sumberdaya yang memiliki nilai konservasi yang
tinggi karena memiliki keanekaragaman biologis yang tinggi, keindahan, dan
menyediakan cadangan plasma nutfah ( Sudiono, 2008).
Terumbu karang (coral reef ) sebagai ekosistem dasar laut dengan
penghuni utamakarang batu mempunyai arsitektur yang mengagumkan dan
dibentuk oleh ribuan hewan kecil yang disebut polip. Dalam bentuk sederhananya,
karang terdiri dari satu polip sajayang mempunyai bentuk tubuh seperti tabung
dengan mulut yang terletak di bagian atas dan dikelilingi oleh tentakel. Namun
pada kebanyakan spesies, satu individu polip karang akan berkembang menjadi
banyak individu yang disebut koloni ( Sisca, 2006).
Berdasarkan kepada kemampuan memproduksi kapur maka karang
dibedakan menjadi dua kelompok yaitu karang hermatipik dan karang
ahermatipik. Karang hermatifik adalah karang yang dapat membentuk bangunan
karang yang dikenal menghasilkan terumbu dan penyebarannya hanya ditemukan
didaerah tropis. Karang hermatipik tidak menghasilkan terumbu dan ini
merupakan kelompok yang tersebar luas diseluruh dunia ( Sudiono, 2008).
Tujuan Makalah
1. Mengetahui tentang terumbu karang
2. Mengetahui manfaat terumbu karang untuk kehidupan manusia
maupun untuk makhluk hidup lainnya
3. Mengetahui dampak dari kerusakan terumbu karang
Manfaat Makalah
Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat menambah
pengetahuan tentang terumbu karang dapat menjadikan makalah ini sebagai
sumber informasi bagi mahasiswa maupun masyarakat yang membaca.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Terumbu Karang
Pada dasarnya terumbu karang terbentuk dari endapan-endapan masif
kalsium karbonat (CaCO3) yang dihasilkan oleh organisme karang pembentuk
terumbun(karang hermartipik) dari filum Cnidaria, ordo Scleractinia yang hidup
bersimbiosis dengan zooxantellae, dan sedikit tambahan dari algae berkapur serta
organisme lain yang menyekresi kalsium karbonat . Hewan karang termasuk
kelas Anthozoa, yang berarti hewan berbentuk bunga (Antho artinya bunga; zoa
artinya hewan). Hewan karang sebagai hewan-tumbuhan (animal plant). Baru
pada tahun 1723, hewan karang diklasifikasikan sebagai binatang
( Sudiono, 2008).
Terumbu karang (coral reefs) merupakan kelompok organisme yang hidup
di dasar perairan laut dangkal, terutama di daerah tropis. Meskipun karang di
temukan hampir diseluruh dunia, baik di perairan kutup maupun di perairan
ugahari, tetapi hanya di daerah tropic terumbu dapat berkembang. Karenanya
pembentukan terumbu karang digunakan untuk membatasi lingkungan lautan
tropic. Terumbu karang disusun oleh karang-karang kelas anthozoa,filum
cnidarian (cnide = sengat) / coelenterate, dan ordo madreporaria (=cleractinia),
yang termasuk karang hermatifik ( hermatific coral) atau jenis-jenis karang yang
mampu menghasilkan bangunan atau kerangka dari kalsium karbonat (CaCO3).
( Kordi, 2010)
Terumbu karang tropis yang paling beragam dan struktural kompleks dari
semua masyarakat kelautan. Terumbu karang pinggiran seperenam dari garis
pantai dunia dan menyediakan habitat bagi puluhan ribu ikan dan organisme
lainnya. Terumbu karang terbesar di dunia, The Great Barrier Reef, membentang
lebih dari 2000 km (1200 mil) dari New Guinea selatan di sepanjang pantai timur
Australia. Karang bangunan karang memerlukan hangat, jelas, dangkal, air bersih
dan substrat perusahaan yang mereka dapat melampirkan. Karena suhu air tidak
harus pergi di bawah 18C dan suhu optimal adalah 23-25C, pertumbuhan mereka
4
dibatasi ke perairan tropis antara 30N dan 30S dan cara dari arus coldwater.
Kebanyakan karang Karibia ditemukan dalam 50 m atas (150 ft) air menyala.
( Sverdrup dkk, 2008).
Terumbu karang merupakan suatu ekosistem yang sangat rentan terhadap
gangguan akibat kegiatan manusia, pemulihannya memerlukan waktu yang lama.
Berbagai pendapat menyatakan hal yang sebaliknya, bahwa ekosistem terumbu
karag merupakan suatu ekosistem yang dinamis, tidak mapan, dan mampu
memperbaiki dirinya sendiri dari gangguan alami. Ekosistem terumbu karang
mampu memperbaiki dirinya dalam waktu relativecepat jika parameter
lingkungan utamabagi pertumbuhannya sangat mendukung ( Dahuri, 2003).
Terumbu karang merupakan salah satu yang paling spektakuler dari sifat
keajaiban. dilihat dari bawah air, depan terumbu menawarkan berbagai dan
kelimpahan kehidupan tumbuhan dan hewan yang memiliki beberapa persamaan,
namun terumbu karang ditemukan di perairan yang biasanya miskin nutrisi dan
memiliki sedikit produksi primer atau sekunder ( Man, 1982).
Parameter Lingkungan yang Mempengaruhi Keberadaan Terumbu Karang
► Suhu
Suhu perairan berperan penting bagi pertumbuhan dan perkembang
karang. Terumbu karang tidak berkembang pada suhu minimum tahunan di bawah
18 oC, dan paling optimal terjadi di perairan rata rata suhu tahunannya 25 oC - 29
oC. Batas minimum dan maksimum suhu berkisar antara 16 – 17oC dan sekitar
36 oC. terumbu karang ditemukan di perairan dangkal daerah tropis, dengan suhu
perairan rata-rata tahunan > 18 oC. Umumnya menyebar pada 32 garis tropis
antara Cancer dan Capricorn. Hal ini berkaitan dengan kebanyakan karang yang
kehilangan kemampuan menangkap makanan pada suhu di atas 33,5 Oc dan di
bawah 16 oC (Sudiono, 2008).
► Salinitas
Salah satu parameter ekologi yang berpengaruh terhadap organisme di laut
adalah salinitas. Salinitas merupakan konsentrasi seluruh garam yang terdapat
dalam air laut. Kadar garam atau salinitas yang diperoleh pada ke empat stasiun
pengamatan adalah sama yaitu sebesar 31 ppt. Salinitas pada ke empat stasiun ini
5
tergolong salintas yang baik untuk pertumbuhan terumbu karang. Salinitas
optimum bagi kehidupan karang berkisar antara 30–35 ppt, oleh karena itu karang
jarang ditemukan hidup pada muara-muara sungai besar, bercurah hujan tinggi,
dan perairan dengan kadar garam yang tinggi ( Marsuki dkk, 2007).
Salinitas berpengaruh besar terhadap produktivitas terumbu karang. Debit
air tawar dari sungai yang besar sangat berpengaruh pada salinitas perairan pantai,
yang pada gilirannya mempengaruhi pertumbuhan terumbu karang, terutama
karang tepi. Salinitas air laut rata-rata di daerah tropis adalah sekitar 35‰, dan
binatang karang hidup subur pada kisaran salinitas sekitar 34-36‰
(Sudiono, 2008).
► Kecerahan
Bedasarkan hasil pengukuran kecerahan bahwa kecerahan pada tiap
stasiun adalah sama yaitu kecerahan 11 m. Penetrasi cahaya masih dapat
menembus perairan sampai ke dasar laut. Hal ini menunjukkan tingkat kecerahan
yang baik untuk pertumbuhan terumbu karang, karena cahaya adalah salah satu
faktor yang paling penting yang membatasi terumbu karang sehubungan dengan
laju fotosintesis oleh zooxanthellae simbiotik dalam jaringan ka-rang. Tanpa
cahaya yang cukup yang masuk dalam badan air laju fotosintesis akan berkurang.
Kima seperti halnya terumbu karang dalam pertumbuhannya membutuhkan
cahaya. Hal ini terkait dengan suplai makanan, selain mendapat makanan dari
sekitarnya juga mendapatkan makanan dari simbionnya. Pada mantel kima hidup
alga bersel satu yang disebut zooxanthellae yang memberi suplai makanan pada
kima parameter ekologi yang mempengaruhi pertumbuhan dan kelangsungan
hidup karang yaitu faktor cahaya, suhu, salinitas, kekeruhan air dan pergerakan
massa air ( Marsuki dkk, 2007).
► Cahaya Matahari
Keberadaan cahaya matahari sangat penting bagi terumbu karang untuk
melakukan proses fotosintesa. Mengingat binatang karang (hermatypic atau
Reef33 build corlas) hidupnya bersimbiose dengan ganggang (zooxanthellae)
yang melakukan fotosintesa. Keadaam awan di suatu tempat akan mempengaruhi
pencahayaan pada waktu siang hari. Kondisi ini dapat mempengaruhi
pertumbuhan karang. Kebanyakan terumbu karang dapat berkembang pada
6
kedalaman 25 meter atau kurang. Pertumbuhan karang sangat berkurang saat
tingkat laju produksi primer sama dengan respirasinya (zona kompensasi) yaitu
kedalaman dimana kondisi intensitas cahaya berkurang sekitar 15 – 20 persen dari
intensitas cahaya di lapisan permukaan air. Sebaran terumbu karang berdasarkan
kedalaman yang sangat berbeda dikarenakan bentuk atau tipe-tipe terumbu karang
itu sendiri (Sudiono, 2008).
Produktivitas Terumbu Karang
Produktivitas dalam suatu ekosistem terumbu karang dapat dibedakan
menjadi produktivitas primer dan produktivitas sekunder. Produktivitas primer
dapat diartikan sebagai kemampuan perairan (ekosistem terumbu karang) untuk
menghasilkan karbon(C) yang diukur dalam satuan gram karbon permeter persegi
pertahun (C/ m²/th), sedangkan produktivitas sekunder diartikan sebagai
kemampuan suatu perairan (ekosistem terumbu karang) untuk menghasilkan ikan
persatuan luas perairan selama kurun waktu tertentu. Produktivitas primer
ekosistem ini mencapai di atas 10.000 gram /m²/th ( Haruddin dkk, 2011).
Pengelolaan Terumbu Karang
Pengelolaan terumbu karang yang berkelanjutan adalah sesuatu tantangan,
dengan banyaknya jumlah orang yang terlibat, yang banyak diantaranya tanpa
sumber protein atau pendapatan alternatif. Banyak komunitas lokal yang akan
memiliki sedikit pilihan mata pencaharaian dan kecil kemungkinan untuk
beradaptasi dengan kondisi yang baru. Hal ini menjadi perhatian yang penting
dalam pengambilan kebijakan pengelolaan terumbu karang. Pengelolaan yang
baik dapat meminimalkan ancaman-ancaman utama yang dihadapi terumbu
karang (Sudiono, 2008).
Morfologi Terumbu Karang
Berdasarkan geomorfologinya, ekosistem terumbu karang di Indonesia
dapat dibagi menjadi 4 yaitu : Terumbu karang tepi atau pantai (Fringging Reef)
tumbu sepanjang tepian pantai dengan kedalaman mencapai 40 meter, tingkat
pertumbuhan terbaik di daerah yang cukup ombak. Terumbu karang penghalang
7
berada pada jarak yang cukup jauh dari pantai dan dipisahkan dari pantai
oelehngoba (lagone) dengan kedalaman antara 45-47 meter dengan lebar puluhan
kilometer,bterumbu karang penghalang berakar pada kedalaman yang melebihi
kedalaman maksimum, dimana bentuk organisme penyusun terumbu karang bisa
hidup. Terumbu karang cincin berada pada jarak yang lebih jauh dari pantai
dengan kedalaman mencapai 45 meter bahkan ada yang mencapai100 meter,
berbentuk melingkar seperti cincin atau oval dan melingkari goba
( Haruddin dkk, 2011).
Faktor-Faktor Penyebab Kerusakan Terumbu Karang
Secara umum tingginya tutupan karang batu dan keragaman jenis
merupakan petunjuk dari karang yang sehat. Kedua indikator ini sering digunakan
dalam keperluan pemantauan berkala kondisi terumbu karang. Terumbu karang
merupakan suatu ekosistem yang sangat rentan terhadap perubahan yang terjadi di
lingkungan sekitarnya termasuk gangguan yang berasal dari kegiatan manusia dan
pemulihannya memerlukan waktu yang lama. Terdapat beberapa penyebab
kerusakan terumbu karang yaitu : (1) Pembangunan di wilayah pesisir yang tidak
dikelola dengan baik; (2) Aktivitas di laut antara lain dari kapal dan pelabuhan
termasuk akibat langsung dari pelemparan jangkar kapal; (3) Penebangan hutan
dan perubahan tata guna lahan yang menyebabkan peningkatan sedimentasi; (4)
Penangkapan ikan secara berlebihan memberikan dampak terhadap keseimbangan
yang harmonis di dalam ekosistem terumbu karang; (5) Penangkapan ikan dengan
menggunakan racun dan bom; dan (6) Perubahan iklim global (Sudiono, 2008).
Pemanfaatan Terumbu Karang Oleh Manusia
Berbagai sumber terumbu karang dapat dimanfaatkan secara langsung
maupun tak langsung oleh manusia. Usaha penangkapan ikan, udang, teripang,
dan penyu merupakan salah satu bentuk pemanfaatan langsung. Jenis pemanfaatan
langsung yang terdapat di Indonesia adalah penambangan karang batu sebagai
bahan konstruksi dan bahan baku pembuatan kapur. Penambangan karang batu
dapat menimbulkan kerusakan fisim pada terumbu sehingga terumbu karang tidak
lagi berfungsi baik sebagai penahan hempasan ombak. Akibatnya timbul erosi
8
pantai di daratan yang berhadapan dengan terumbu dan kerusakan fisik struktur
yang terdapat di pantai . Produktivitas dari ekosistem karang sangat tergantung
dari sistem pengelolaan terumbu karang dan kepedulian manusia akan kerusakan
terumbu karang dan kepedulian manusia akan kerusakan terumbu karang,
meskipun proses alami terhadap kerusakan terumbu sulit untuk dihindari
(Asryana dan Yuliana, 2012).
STUDI KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN STRATEGI PENGELOLAANNYA (STUDI KASUS PERAIRAN TELUK BAKAU KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU)
Kerusakan terumbu karang di daerah ini disebabkan oleh dua hal yaitu proses
secara alami dan adanya kegiatan manusia. Kerusakan yang disebabkan dari proses
alami adalah adanya blooming predator bintang laut dan bencana alam seperti
tsunami. Sedangkan penyebab kerusakan terumbu karang yang kedua adalah
diakibatkan oleh adanya kegiatan manusia yang secara langsung maupu tidak
langsung merusak terumbu karang, seperti penangkapan ikan yang tidak ramah
lingkungan seperti dengan bahan peledak dan bahan beracun, penggalian karang
untuk batu kapur dan limbah beracun yang masuk ke perairan, juga adanya kegiatan
wisata pantai. Dari hasil penemuan di lokasi, masalah kerusakan terumbu karang
yang diakibatkan oleh manusia dari akar permasalahan yang meliputi, inkonsistensi
dalam implementasi kebijakan yang diambil, metode pengelolaan yang kurang
memadai, instrumen penegakan hukum yang belum memadai, kurangnya kesadaran,
pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap nilai ekonomis dan arti
strategis terumbu karang serta sulitnya mencari alternatif mata pencaharian di luar
laut yang sesuai dan diminati oleh masyarakat sekitar.
Strategi pengelolaan terumbu karang berdasarkan permasalah yang
ditemukan dilokasi secara garis besar adalah sebagai berikut :
1. Memberdayakan masyarakat pesisir yang secara langsung bergantung pada
pengelolaan terumbu karang.
2.Mengurangi laku degradasi kondisi terumbu karang yang ada saat ini.
3.Mengelola terumbu karang berdasarkan karakteristik ekosistem, potensi,
pemanfaatan dan status hukumnya.
9
KESIMPULAN
Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Terumbu karang diidentifikasi sebagai sumberdaya yang memiliki nilai
konservasi yang tinggi karena memiliki keanekaragaman biologis yang tinggi,
keindahan, dan menyediakan cadangan plasma nutfah.
2. Ekosistem terumbu karang memiliki karakteristik yang spesifik dan sangat
bergantung pada kondisi perairan disekitarnya.
3. Terumbu karang sangat rentan terhadap perubahan yang terjadi di lingkungan
sekitarnya termasuk gangguan yang berasal dari kegiatan manusia dan
pemulihannya memerlukan waktu yang lama.
4. Keberadaan cahaya matahari sangat penting bagi terumbu karang untuk
melakukan proses fotosintesa.
5. Salinitas mempengaruhi tekanan osmotik dalam tubuh organisme, sehingga
organisme tersebut akan mengeluarkan energi untuk beradaptasi dengan
lingkungannya melalui mekanisme osmoregulasi.
10
DAFTAR PUSTAKA
Asryana dan Yuliana. 2012. Produktivitas Perairan. Bumi aksara jakarta.
Dahuri. R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut. Gramedia Pustaka Utama.
Haruddin. A. Edi. P. dan Sri B. Dampak Kerusakan Ekosistem Terumbu Karang Terhadap Hasil Penangkapan Ikan Oleh Nelayan Secara Tradisional Di Pulau Siompu Kabupaten Buton Propinsi Sulawesi Tenggara. Prodi Ilmu Lingkungan Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Semarang.
Kordi. M .G. H. 2010. Ekosistem Terumbu Karang. Rineka Cipta. Jakarta
Man , K.H. 1982 . Ecology of Coastal Water
Marsuki. I. Sadarun. B. dan Ratna D.P. 2007. Kondisi Terumbu Karang dan Kelimpahan Kima di Perairan Pulau Indo. Program Studi Manajemen Sumber Daya Perairan FPIK Universitas Haluoleo Kampus Bumi Tridharma Anduonohu Kendari.
Sisca. E. D. 2006. Analisis Ekonomi Manfaat Ekosistem Terumbu Karang di Pulau Ternate Provinsi Maluku Utara. Program Studi Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika Sekolah pascasarjana Institut pertanian bogor. Bogor.
Sudiono. G. 2008. Analisis Pengelolaan Terumbu Karang Pada kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Pulau Randayan Dan Sekitarnya Kabupaten Bengkayang Provinsi Kalimantan Barat. Program magister ilmu lingkungan Universitas diponegoro. Semarang.
Sunarto. 2006. Keanekaragaman Hayati Dan Degradasi Ekosistem Terumbu Karang. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran. Bandung.
Sverdrup, Keith, A., E. Virginia. A. 2008. An Introduction To The World Ocean’s. Mcgraw-Hillinternationaledition.