makalah tekben fix

15
TUGAS TERSTRUKTUR TEKNOLOGI DAN PRODUKSI BENIH PENGUJIAN VIABILITAS BENIH Semester: Genap 2013/ 2014 Disusun Oleh: Aditya Pandu P. (A1L012063) Novita Aristiani (A1L012064) Santia Budi Y. (A1L012065) Yusnia Anggreyani (A1L012066) Suci Rizqi Nelda (A1L012068) Lukman Abdurrachman (A1L012069) Fatchur Rohman (A1L012070)

Upload: lukman-abdurrachman

Post on 28-Dec-2015

5 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Tekben Fix

TUGAS TERSTRUKTURTEKNOLOGI DAN PRODUKSI BENIH

PENGUJIAN VIABILITAS BENIH

Semester:Genap 2013/ 2014

Disusun Oleh:

Aditya Pandu P. (A1L012063)

Novita Aristiani (A1L012064)

Santia Budi Y. (A1L012065)

Yusnia Anggreyani (A1L012066)

Suci Rizqi Nelda (A1L012068)

Lukman Abdurrachman (A1L012069)

Fatchur Rohman (A1L012070)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS PERTANIANPURWOKERTO

2014

Page 2: Makalah Tekben Fix

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Benih merupakan biji yang dipersiapkan untuk tanaman yang telah melalui

proses seleksi, sehingga diharapkan dapat mencapai proses tumbuh yang besar

menjadi tanaman dewasa. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

29 Tahun 2000 Bab I Ketentuan Umum Pasal 1, benih tanaman yang selanjutnya

disebut benih, adalah tanaman dan/atau bagiannya yang digunakan untuk

memperbanyak dan/atau mengembangbiakkan tanaman.

Upaya untuk meningkatkan produksi pangan dapat dilakukan melalui

peningkatan mutu benih. Peningkatan mutu benih tersebut dapat dilakukan

melalui dua cara yaitu peningkatan mutu genetis dan mutu fisiologis. Peningkatan

mutu genetis diantaranya adalah potensi hasil varietas dan kemurnian varietas.

Sedangkan peningkatan mutu fisiologis meliputi vigor benih dan viabilitas benih.

Viabilitas benih adalah daya hidup benih yang ditunjukkan melalui gejala

metabolisme dan atau gejala pertumbuhan serta daya kecambah yang merupakan

tolok ukur viabilitas benih. Viabilitas atau tingkat perkecambahan suatu benih

dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal perkecambahan

atau pertumbuhan benih berupa tingkat kemasakan benih, ukuran benih, dormansi,

dan zat penghambat. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi meliputi

keadaan lingkungan yang mendukung seperti pH, air, temperatur, oksigen,

cahaya, dan medium (Sadjad,1993).

Untuk mengetahui daya hidup benih atau tingkat perkecambahan dapat

dilakukan melalui pengujian benih yang merupakan metode untuk menentukan

nilai pertanaman di lapangan. Dalam pengujian benih mengacu pada ISTA

(International Seed Testing Association), dan beberapa penyesuaian yang telah

diambil untuk mempertimbangkan kebutuhan khusus berupa ukuran, struktur, dan

pola perkecambahan. Pengujian benih mencakup pengujian mutu fisik fisiologis

benih. Salah satu contoh pengujian benih adalah uji viabilitas benih atau uji

perkecambahan benih. Uji viabilitas benih dapat dilakukan secara tak langsung,

Page 3: Makalah Tekben Fix

misalkan dengan mengukur gejala-gejala metabolisme ataupun secara langsung

dengan mengamati dan membandingkan unsur-unsur tumbuh tertentu.

Pada uji viabilitas benih, baik uji daya kecambah atau uji kekuatan tumbuh

benih, penilaian dilakukan dengan membandingkan kecambah satu dengan yang

lain dalam satu substrat. Sebagai parameter untuk viabilitas benih digunakan

persentase perkecambahan. Pengujian kecambah atau viabilitas menggambarkan

kecambah yang potensial. Potensi perkecambahan merupakan hal yang secara

langsung didapatkan pada pengujian perkecambahan. Pengujian perkecambahan

secara luas digunakan, baik untuk pengujian benih standar maupun untuk

pengujian informal secara sederhana di persemaian.

Pengujian viabilitas ada beberapa macam yaitu pengujian dengan kertas,

tetrazolium (TZ), pengujian menggunakan pasir, dan pengujian perkecambahan

baku atau SGT (Standard Germinator Test). Pengujian benih dengan tetrazolium

merupakan salah satu uji yang efektif. Uji TZ memanfaatkan prinsip

dehidrogenase yang merupakan group enzim metabolisme pada sel hidup dan

diamati perubahan warnanya.

Page 4: Makalah Tekben Fix

II. ISI

Viabilitas benih pada umumnya diartikan sebagai kemampuan benih untuk

tumbuh menjadi kecambah. Istilah lain untuk viabilitas benih adalah daya

kecambah benih, persentase kecambah benih atau daya tumbuh benih.

Perkecambahan benih mempunyai hubungan erat dengan viabilitas benih dan

jumlah benih yang berkecambah dari sekumpulan benih merupakan indeks dari

viabilitas benih. Menurut Indriani dkk (1999) Viabilitas benih merupakan daya

hidup benih yang dapat ditunjukkan dalam fenomena pertumbuhan, gejala

metabolisme, kinerja kromosom atau garis viabilitas. Pada umumnya viabilitas

benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi kecambah.

Istilah lain untuk viabilitas benih adalah daya kecambah benih, persentase

kecambah benih atau daya tumbuh benih.

Viabilitas ini semakin meningkat dengan bertambah tuanya benih dan

mencapai perkecambahan maksimum jauh sebelum masak fisiologis atau sebelum

tercapainya berat kering maksimum, pada saat itu benih telah mencapai viabilitas

maksimum (100 persen) yang konstan tetapi sesudah itu akan menurun sesuai

dengan keadaan lingkungan (Kamil, 1979). Umumnya parameter untuk viabilitas

benih yang digunakan adalah persentase  perkecambahan yang cepat dan

pertumbuhan perkecambahan kuat dalam hal ini mencerminkan kekuatan tumbuh

yang dinyatakan sebagai laju perkecambahan. Penilaian dilakukan dengan

membandingkan kecambah satu dengan kecambah lainnya sesuai kriteria

kecambah normal, abnormal dan mati (Sutopo, 2002).

Beberapa kriteria perkecambahan tersebut yaitu :

1. Kecambah Normal

a. Akar : Kecambah mempunyai akar primer atau satu set akar-akar

sekunder yang cukup kuat untuk menambatkan kecambah bila di

tumbuhkan pada tanah atau pasir.

b. Hipokotil : Panjang atau pendek, tetap tumbuh baik tanpa ada luka

yang mungkin mengakibatkan jaringan pengangkut menjadi rusak.

Page 5: Makalah Tekben Fix

c.  Epikotil : Paling kurang ada satu daun primer dan satu tunas ujung

yang sempurna.

d. Biji terinfeksi : Infeksi pada epikotil sebagian atau seluruhnya, sedangkan

hipokotil dan akar tumbuh baik. Epikotil bibit seperti ini biasanya tidak

membusuk jika tumbuh dalam keadaan atmosfer kering, bila kotiledon

membuka secara alami. Akan tetapi apabila banyak kecambah yang

terkena infeksi, maka pengujian ulang harus dilaksanakan sebaik mungkin

pada substrat tanah atau pasir.

2. Kecambah Abnormal

a. Akar : Tidak ada akar primer atau akar-akar sekunder yang

tumbuh baik.

b. Hipokotil : Pecah atau luka yang terbuka, merusak jaringan

pengangkut, cacat, berkeriput, dan membengkak atau memendek.

c. Kotiledon : Kedua kotiledon hilang dan kecambah lemah sehingga

tidak vigorous.

d. Epikotil : Tidak ada daun primer atau tunas ujung, ada satu atau ada

daun primer, tetapi tidak ada tunas ujung, epikotil membusuk, yang

menyebabkan pembusukan menyebar dari kotiledon dan bibit lemah

(Sumarno dan Widiati, 1985)

3. Benih Tidak Berkecambah atau Mati

Benih yang tidak berkecambah adalah benih yang hingga akhir periode

pengujian tidak berkecambah. Benih yang tidak berkecambah sampai akhir masa

pengujian digolongkan menjadi tiga, yaitu:

a. Benih Segar Tidak Tumbuh

Benih yang tidak keras, yang gagal berkecambah namun tetap baik dan

sehat dan mempunyai potensi untuk tumbuh menjadi kecambah normal.

Benih dapat menyerap air, sehingga dapat terlihat benih tampak

mengembang. Namun tidak ada pemunculan struktur penting dari

perkecambahan benih. Dan jika waktu penyemaian diperpanjang benih

akan tumbuh normal.

b. Benih Keras

Page 6: Makalah Tekben Fix

Benih yang tetap keras sampai akhir masa pengujian. Benih tersebut

tidak mampu menyerap air terlihat dari besarnya benih tidak

mengembang, dan jika dibandingkan dengan benih segar tidak tumbuh

ukuran benih keras lebih kecil. Hal ini disebabkan karena kulit benih

yang impermeabel terhadap gas dan air.

c. Benih Mati

Benih yang sampai pada akhir masa pengujian tidak keras, tidak segar,

dan tidak berkecambah. Benih mati dapat dilihat dari keadaan benih

yang telah membusuk, warna benih terlihat agak kecoklatan. Hal ini

dikarenakam adanya penyakit primer yang menyerang benih. Pada saat

kultur teknis dilapangan tanaman yang menjadi induk telah terserang

hama dan penyakit sehingga pada benih tersebut berpotensi membawa

penyakit dari induknya.

Pengujian viabilitas bertujuan untuk mengetahui dengan cepat semua benih

yang hidup, baik dorman maupun tidak dorman.Selain itu tujuan dari melakukan

uji viabilitas atau daya kecambah benih adalah untuk mengkaji dan menetapkan

nilai setiap contoh benih yang perlu diuji selaras dengan faktor kualitas benih

(Kartasapoetra, 2003). Pada uji daya kecambah, benih dikatakan berkecambah

bila mampu menghasilkan kecambah dengan bagian-bagian yang normal atau

mendekati normal. Perubahan atau pola keadaan yang berbeda sangat berpengaruh

terhadap viabilitas benih yang dihasilkan.

Pengujian viabilitas benih dapat dikelompokkan menjadi metode uji secara

langsung dan tidak langsung. Metode uji langsung dapat digunakan untuk

mengetahui dan menilai struktur-struktur penting kecambah secara langsung

dengan cara mengamati dan membandingkan unsur- unsur tumbuh. Sedangkan

metode uji secara tidak langsung dapat mengetahui mutu hidup benih yang

ditunjukkan melalui gejala metabolisme. Dalam metode uji secara langsung

diperlukan substrat pengujian berupa kertas, pasir, tanah dan sebagainya. Metode

uji dengan substrat sebagai tempat, lebih cepat dan lebih mudah menilai struktur-

struktur penting kecambah dan dapat dengan mudah distandarisasi. Metode uji

dapat dilakukan untuk mendapatkan uji daya berkecambah, dan kekuatan tumbuh,

hal ini tergantung pada kondisi lingkungan pengujian benih.

Page 7: Makalah Tekben Fix

Berdasarkan pada kondisi lingkungan pengujian viabilitas benih dapat

dikelompokkan ke dalam viabilitas benih dalam kondisi lingkungan sesuai

(favourable) dan viabilitas benih dalam kondisi lingkungan tidak sesuai

(unfavourable) yang termasuk ke dalam pengujian vigor benih. Pengujian

viabilitas terhadap suatu varietas perlu dicari metode standar agar penilaian

terhadap komponen perkecambahan dapat dilakukan dengan mudah. Kita

mengenal beberapa metode pengujian yang dapat dipakai untuk menguji

viabilitas, yaitu :

1. Uji di Atas Kertas

Pada metode pengujian ini benih diletakkan di atas kertas substrat yang telah

dibasahi. Metode ini sangat baik digunakan untuk benih yang membutuhkan

cahaya bagi perkecambahannya.

2. Uji Kertas Digulung Didirikan

Pada metode pengujian ini benih diletakkan diantara kertas substrat yang

digulung dan didirikan. Dapat digunakan bagi benih yang tidak peka terhadap

cahaya untuk perkecambahannya.

3. Uji Tetrazolium

Uji tetrazolium (indikator cepat viabilitas benih) menggunakan zat indikator

2.3.5 Trifenil tetrazolium. Uji tetrazolium juga disebut uji biokhemis benih dan uji

cepat viabilitas. Disebut uji biokhemis karena uji tetrazolium mendeteksi adanya

proses biokimia yang berlangsung di dalam sel-sel benih khususnya sel-sel

embrio. Disebut uji cepat viabilitas karena indikasi yang diperoleh dari pengujian

tetrazolium bukan berupa perwujudan kecambah, melainkan pola-pola pewarnaan

pada embrio yang akan terbentuk dalam beberapa saat saja setelah diterapkan,

sehingga waktu yang diperlukan untuk pengujian tetrazolium tidak sepanjang

waktu yang diperlukan untuk pengujian yang indikasinya berupa kecambah yang

memerlukan waktu berhari-hari. Klorida atau bromida yang larut dalam air

digunakan untuk mengindikasi adanya sel-sel yang hidup. Bila indikator

diimbibisi oleh benih ke dalam sel-sel benih yang hidup dengan bantuan enzim

dehidrogenase akan terjadi proses reduksi sehingga terbentuk zat yang disebut

trifenil formazan, suatu endapan yang berwarna merah. Pada sel-sel yang mati

tidak terjadi reduksi dan tidak terbentuk trifenil formazan sehingga warnanya

Page 8: Makalah Tekben Fix

tetap. Adanya pola-pola warna merah pada bagian-bagian penting pada embrio

benih mengindikasikan bahwa benih mampu menumbuhkan embrio menjadi

kecambah yang normal. Kegunaan uji tetrazolium cukup banyak yaitu untuk

mengetahui viabilitas benih yang segera akan ditanam, untuk mengetahui

viabilitas benih dorman, untuk mengetahui hidup atau matinya benih segar tidak

tumbuh dalam pengujian daya berkecambah benih.

4. Uji pada Pasir

Untuk pengujian viabilitas bisa dipakai pasir sebagai media

perkecambahannya. Pada metode ini yang perlu diperhatikan adalah besarnya

butiran pasir dan kadar air media, karena pasir memiliki WHC (Water Holding

Capacity) yang rendah (Kuswanto, 1996).

5. Uji Perkecambahan Baku atau SGT (Standard Germinator Test)

Merupakan pengujian yang paling banyak digunakan oleh pihak yang

terlibat dalam kegiatan pengujian benih, dengan metode yang yang sangat

sederhana namun dapat memberikan hasil yang optimal. Oleh karena itu Uji

Perkecambahan Baku ini merupakan salah satu pengujian benih yang dilakukan

kegiatan pembenihan di seluruh dunia.

Metode pelaksanaan Uji Perkecambahan Baku adalah sebagai berikut:

a. Kertas stensil dibasahi sebanyak 2 lembar untuk 50 buah benih yang akan

diuji. Penyusunan benih dalam 5 baris masing-masing 10 biji.

b. Dibasahkan lagi 1 lembar kertas stensil, gunakan sebagai penutup.

c. Dilipat kedua sisi kertas kira-kira 1,5 cm kearah dalam, kemudian gulung

kertas menjadi 4 bagian.

d. Dilakukan masing-masing 2 atau 4 ulangan.

e. Letakkan digerminator secara mendatar. Lakukan pengamatan pada hari ke

3, 5, 7.

Page 9: Makalah Tekben Fix

III. KESIMPULAN

Viabilitas benih merupakan kemampuan benih untuk tumbuh menjadi

kecambah atau daya kecambah benih, persentase kecambah benih dan atau daya

tumbuh benih yang dapat ditunjukkan dalam fenomena pertumbuhan, gejala

metabolisme, kinerja kromosom atau garis viabilitas. Viabilitas ini semakin

meningkat dengan bertambah tuanya benih dan mencapai perkecambahan

maksimum jauh tetapi sesudah itu akan menurun sesuai dengan keadaan

lingkungan. Parameter untuk viabilitas benih yang digunakan adalah persentase

perkecambahan yang cepat dan pertumbuhan perkecambahan kuat. Kriteria

perkecambahan dapat dikelompokkan menjadi kecambah normal, abnormal dan

tidak berkecambah mati. Dan benih yang tidak berkecambah atau mati

digolongkan menjadi benih segar tidah tumbuh, benih keras, dan benih mati.

Pengujian viabilitas benih dapat dikelompokkan menjadi uji secara langsung

untuk mengetahui dan menilai struktur-struktur penting kecambah secara

langsung dengan cara mengamati dan membandingkan unsur- unsur tumbuh dan

tidak langsung dengan cara mengukur gejala- gejala metabolism. Beberapa

metode pengujian yang dapat digunakan untuk menguji viabilitas yaitu uji

menggunakan kertas yang dibagi menjadi uji di atas kertas dan uji kertas digulung

didirikan. Uji Tetrazolium, uji pada Pasir serta uji perkecambahan baku atau SGT

(Standard Germinator Test).

Page 10: Makalah Tekben Fix

DAFTAR PUSTAKA

Indriani, Hartati, dan Sujdindro. 1999. Pengaruh Invigorasi terhadap Viabilitas

Benih dan Pertumbuhan Tanaman Kenaf (Hibiscus cannabinus L.) Jurnal

Litri Vol.IV (6).

Kamil , Jurnalis . 1979 . Dasar Teknologi Benih . Angkasa Raya. Padang.

Kartasapoetra, Ance G. 1992. Teknologi Benih Pengolahan Benih dan Tuntunan

Pratikum. Rineka Cipta. Jakarta.

Kuswanto, H. 1996. Teknologi Pemrosesan, Pengemasan, dan Penyimpanan

Benih. Kanisius. Yogyakarta.

Sadjad, Sjamsoe’oed. 1993. Dari Benih Kepada Benih. PT Gramedia Widiasarana

Indonesia. Jakarta.

Sutopo, Lita. 2002. Teknologi Benih Fakultas Pertanian UNIBRAW . PT. Raja

Grafindo Persada. Jakarta.