makalah spp-transparansi dan akuntabilitas parlemen dpr ri

Upload: tri-suryo-nugroho

Post on 18-Oct-2015

93 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Kata Pengantar

Kata Pengantar

Pada kesempatan kali ini, kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Daryani selaku dosen Mata kuliah Sistem Perwakilan Politik yang telah memberiikan kami tugas membuat makalah mengenai Badan Perwakilan Rakyat yang untuk kesempatan ini kami mengangkat judul makalah mengenai Transparansi dan Akuntabilitas Parlemen DPR RI. Begitu juga terimakasih kami kepada para anggota kelompok ini dalam ketersediaan tenaga dan waktunya untuk menyelesaikan kewajiban membuat makalah ini.

Makalah tentang Transparansi dan Akuntabilitas Parlemen DPR RI ini ditulis untuk menganalisis dan mengkritisi tugas para anggota parlemen dalam menciptakan parlemen yang semakin terbuka dan semakin bertanggung jawab kepada rakyat. Pentingnya transparansi dan akuntabilitas parlemen DPR RI akan menjadi pokok pembahasan dalam makalah ini. Keterbukaan informasi publikm juga akan turut dibahas, yang menjelaskan mengenai perlunya akses yang mudah bagi masyarakat untuk mengetahui kerja parlemen yang terlihat didalam rapat kerja, anggaran dan laporan kegiatan.

Kami mohon maaf apabila terdapat hal-hal yang kurang berkenan dalam proses pembuatan makalah ini. Kami telah membuat makalah ini sesederhana mungkin, semoga makalah kami dapat dengan mudah dibaca dan dimengerti. Harap dimaklumkan bila ada kesalahan dalam makalah ini.

Salam Hangat,

Daftar IsiPendahuluan

Latar Belakang

Badan Legislatif (Parlemen) yaitu lembaga yang legislate atau membuat undang-undang yang anggota-anggotanya merupakan representasi dari rakyat Indonesia dimanapun dia berada (termasuk yang berdomisili di luar negeri) yang dipilih melalui pemilihan umum. Dewn Perwakilan Rakyat Republik Indonesia masa bakti 2009-2014 merupakan wakil rakyat hasil pemilu ketiga setelah masa reformasi, ujung tombak berkembangnya demokrasi di Indonesia. Dibandingkan pemilu diawal setelah reformasi, hasil pemilu tahun 2009 ini dapat dikatakan melewati prosese demokrasi yang lebih matang.Berbicara mengenai transparansi dan akuntabilitas dalam pembahasan ini ialah Transparansi adalah upaya dan sistem yang memberikan informasi, akses dan jaminan hukum kepada masyarakat untuk mengetahui informasi publik. Sementara akuntabilitas adalah pertanggungjawaban pejabat dan badan publik atas setiap penggunaan keuangan dan kewenangan publik baik dalam sisi input, proses, output maupun dampaknya.Kekuasaan legislatif (Parlemen) memainkan peranan penting untuk menciptakan negara yang demokratis dan tata pemerintahan yang baik (good governance). Dalam fungsinya sebagai organ negara yang membuat Undang-Undang, pengawasan terhadap kekuasaan eksekutif, penetapan politik anggaran dan otorisasi penggunaan sumber daya serta merepresentasikan kepentingan masyarakat peran parlemen luar biasa penting. Mereka memegang peran kunci dalam membentuk lingkungan yang kondusif untuk mempromosikan pertumbuhan dan menjamin akuntabilitas dan transparansi keseluruhan lembaga-lembaga penyelenggaraan negara dan pemerintahan.Rumusan Masalah

1. Apa peran rakyat sebagai kunci kedaulatan yang sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) ?

2. Apa hakekat dari transparansi dan akuntabilitas bagi parlemen DPR RI ?

3. Apa faktor penghambat transparansi dan akuntabilitas yang terjadi di DPR RI ? Bagaimana solusinya ?

Tujuan

Makalah ini bertujuan antar lain :

Mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik Meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan badan publik yang baik

Mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan

Manfaat

Manfaat yang terdapat dalam makalah ini adalah dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan pemahaman mengenai pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan Badan Publik untuk mengahasilkan layanan informasi yang berkualitas.PembahasanA. Pentingnya Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP).Setiap warga negara terlepas apapun latar belakang sosial, politik, ekonomi, pendidikan, suku, gender dan agamanya berhak untuk memperoleh informasi. Hak ini dijamin secara hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Undang-Undang tersebut merupakan pengejawantahan dari hak-hak konstitusinal warga negara yang tertuang dalam UUD 1945 pasal 28 F bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya. Mereka juga berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, dan menyimpan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.Dengan demikian hak untuk memperoleh informasi merupakan hak azasi manusia sebagai perwujudan kehidupan berbangsa dan bernegara yang demokratis. Jaminan konstitusional warga negara dalam UUD 1945 untuk mendapatkan informasi publik merupakan hal yang sangat mendasar dalam penciptaan transparansi dan akuntabilitas. Hanya dengan tersedianya informasi masyarakat dapat aktif terlibat baik dalam proses pengambilan keputusan terkait dengan penyelenggaraan negara maupun pelaksanaannya. Partisipasi masyarakat tidak dapat dilakukan tanpa adanya jaminan hukum atas informasi publik. Informasi publik dimaksud adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan badan publik lainnya, serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik.

Penjelasan UU No. 14 tahun 2008 menyebutkan bahwa keberadaan Undang-Undang ini dimaksudkan sebagai landasan hukum terkait dengan:

1. Hak setiap orang untuk memperoleh informasi

2. kewajiban Badan Publik menyediakan dan melayani permintaan informasi secara cepat, tepat waktu biaya ringan/proposional dan cara sederhana

3. pengecualian yang bersifat ketat dan terbatas4. kewajiban Badan Publik untuk membenahi sistem dokumentasi dan pelayanan informasi

Dengan demikian, Undang-Undang ini tidak saja memberikan hak kepada masyarakat untuk memperoleh informasi publik, tetapi juga menjamin ketersediaan dan layanan informasi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Pada dasarnya semua informasi publik harus dapat diketahui oleh masyarakat. Pembatasan terhadap informasi hanya dapat dilakukan secara terbatas dan ketat sesuai dengan UU, kepatutan dan kepentingan umum yang didasarkan pada pengujian atas konsekuensi yang timbul akibat dibukanya informasi publik kepada masyarakat.Berbagai persiapan harus dilakukan agar DPR/DPD dapat memenuhi kewajiban menyampaikan informasi kepada masyarakat. Pembenahan terutama harus dilakukan dan

dimulai dari paradigma, bahwa keberadaan DPR/DPD dan juga terpilihnya Anda sebagai

anggota dewan adalah untuk memperjuangkan sebaik-baiknya kepentingan masyarakat.

Pada dasarnya, kewajiban badan publik atas masyarakat mengenai informasi publik

meliputi tiga hal yaitu:

1. informasi yang wajib diumumkan kepada masyarakat

2. informasi yang wajib desiediakan

3. pengumuman layanan informasi publik itu sendiri

Sebagai badan publik yang membuat dan mensyahkan Undang-Undang KIP, maka DPR/DPD harus memberikan contoh teladan bagi masyarakat dan badan publik lainnya. Contoh yang baik (best practices) harus bisa dimulai dari DPR/DPD. Keterbukaan informasi publik dengan demikian menjadi tantangan tersendiri bagi DPR/DPD secara kelembagaan maupun bagi anggotanya. Demikian pula masyarakat dapat membandingkan antara program yang direncanakan dan hasil yang dicapai oleh DPR/DPD serta setiap rupiah yang dipergunakan oleh DPR/DPD untuk menjalankan fungsi legislasi, budgeting dan pengawasan. Keputusan-keputusan politik DPR/DPD harus akuntabel dan transparan, karena masyarakat setiap saat berhak memperoleh informasi yang terkait dengan fakta-fakta yang dijadikan sebagai dasar dalam pembuatan keputusan DPR/DPD.

B. Pentingnya Transparansi dan Akuntabilitas Parlemen DPR RI.

Kekuasaan legislatif (parlemen) memainkan peranan penting untuk menciptakan negara yang demokratis dan tata pemerintahan yang baik (good governance). Dalam fungsinya sebagai organ negara yang membuat Undang-Undang, pengawasan terhadap kekuasaan eksekutif, penetapan politik anggaran dan otorisasi penggunaan sumber daya serta merepresentasikan kepentingan masyarakat peran parlemen luar biasa penting. Mereka memegang peran kunci dalam membentuk lingkungan yang kondusif untuk mempromosikan pertumbuhan dan menjamin akuntabilitas dan transparansi keseluruhan lembaga-lembaga penyelenggaran negara dan pemerintahan.

Parlemen yang dipilih secara demokratis merepresentasikan spektrum kepentingan masyarakat yang luas dan menjadi tempat yang paling memungkinkan bagi masyarakat untuk menyampaikan keluhan, permintaan dan harapan. Pada sisi lainnya parlemen juga merupakan tempat terjadinya diskusi tentang preferensi-preferensi masyarakat yang kemudian menjadi kebijakan dan program. Artikulasi kepentingan dan preferensi masyarakat tersebut lazimnya dituangkan dalam produk legislasi yang menjadi kebijakan nasional atas suatu permasalahan bersama.

Dengan fungsinya itu parlemen merupakan kekuasaan negara yang sangat penting dalam sebuah sistem politik yang demokratis. Pada saat yang sama, parlemen juga dapat menjadi batu sandungan bagi demokrasi apabila terjadi penyalahgunaan wewenang dan fungsi-fungsi keparlemen. Misalnya parlemen didominasi kekuasaan tertentu, menjadi bagian dari kudeta militer atau dikendalikan kekuasaan yang diktator. Dibandingkan dengan kekuasaan eksekutif atau judikatif, sesungguhnya kekuasaan legislatif merupakan cabang kekuasaan yang paling dekat dengan masyarakat. Pengambilan keputusan dalam kekuasaan eksekutif lazimnya dilakukan secara tertutup oleh para birokrat, demikian pula pengambilan keputusan oleh para hakim dalam kekuasaan yudikatif juga dilakukan secara rahasia.

Sebaliknya dalam kekuasaan legislatif, proses pengambilan keputusan dilakukan secara terbuka, di mana argumentasi persetujuan atau penolakan atas suatu rencana Undang-Undang, atas otorisasi penggunaan anggaran dan penggunaan hak angket sebagai instrumen pengawasan terhadap eksekutif dilakukan dengan konsultasi dan sepengetahuan publik.

Kekuasaan legislatif atau parlemen berbeda dengan cabang kekuasaan negara yang lain dari beberapa atribut yang dimilikinya. Pertama, perbedaan dari sifat dasar atributnya, yaitu bahwa parlemen adalah institusi perwakilan yang primer dalam sebuah masyarakat yang demokratik. Kedua, parlemen juga berbeda dari fungsinya, yaitu menjadi instrumen utama dalam demokrasi yang menentukan dan menetapkan Undang-Undang dan kebijakan publik lainnya. Ketiga, parlemen juga berbeda dengan cabang kekuasaan lainnya dari karakteristik prosedur dan organisasinya. Dari berbagai perbedaan itulah maka parlemen memiliki atribut konstitutif (constitutive attributes) yang menjadi organ representatif dalam struktur pemerintahan; menjadi satu-satunya organ negara yang anggotanya dipilih secara geograpik, dan yang setiap anggotanya memiliki hak dan kewajiban yang sama (David M. Olson, 1994, h. 4).

Dalam praktik internasional ada empat tipe legislatif atau parlemen sesuai dengan perkembangan peran dan fungsinya sebagai organ representasi rakyat (Johnson dan Nakamura, 1999):

Tipe pertama disebut The Rubber Stamp Legislatures. Tipe ini dapat dijumpai di negara penganut otorianisme atau di negara dengan corak demokarasi terpimpin. Dalam tipe ini legislatif hanya menjadi perpanjangan kekuasaan eksekutif dan beperan mendukung penuh kebijakan eksekutif.

Tipe kedua adalah Emerging Legislatures. Dalam tipe ini parlemen telah mengalami proses perubahan yang signifikan dan merefleksikan perubahan dalam semua aspek sistem politik. Parlemen dengan tipe ini memiliki peran yang lebih besa untuk penciptaan proses governance dalam masyarakat.

Tipe ketiga adalah Arena Legislatures. Dalam tipe ini parlemen telah menjadi tempat terjadinya peran dan fungsi representasi dan artikulasi kepentingan masyarakat, diskusi kebijakan publik dalam perspektif yang berbeda, dengan pengawasan serta pengukuran kinerja pemerintah dengan berbagai kriteria.

Tipe keempat adalah Transfomational Ligislatures. Dalam tipe ini parlemen berfungsi mengartikulasikan kepentingan dan merepresentasikan berbagai prefensi sosial serta harapan mereka. Parlemen secara independent membuatkebijakan berdasarkan prefensi yang dimilikinya. Parlemen dengan tipe Transformational Legislatures ini dianut dalam sistem presidensial yang memisahkan antara kekuasaan legislatif dan kekuasaan eksekutif.Untuk konteks Indonesia, parlemen (DPR/DPD) kita tampaknya berada dalam tipe Arena Legislatures. Mereka berfungsi sebagai representasi dan mengartikulasikan kepentingan rakyat serta melakukan pengawasan terhadap penggunaan kekuasaan eksekutif melalui hak angket.

Tentu saja untuk mewujudkan DPR/DPD sebagai Arena Legislatures ini membutuhkan kapasitas internal yang memadai agar anggota DPR/DPD dapat optimal dalam menjalankan fungsi-fungsi kedewanannya. Pada umumnya parlemen kita menghadapi sejumlah persoalan untuk menjalankan fungsinya itu; sumber daya manusia yang terbatas, informasi yang dimiliki tak memadai, sumber daya keuangan yang juga terbatas, serta fasilitas infrastruktur yang lemah.

Democratic governance dalam parlemen adalah suatu keharusan karena parlemen pada dasarnya adalah rumah rakyat (house of people). Di rumah ini rakyat harus mengetahui apa yang terjadi dan apa yang dilakukan para wakilnya. Interaksi yang efektif antara konstituen dengan anggota parlemen dan proses-proses yang terjadi dalam parlemen akan memperkuat hubungan masyarakat dengan pemerintahan dan memberikan sarana bagi masyarakat untuk ikut melakukan pengawasan terhadap kebijakan dan program-program pemerintah. Interaksi antara masyarakat sebagai konstituen dengan parlemen pada dasarnya akan saling menguntungkan. Sebab di satu sisi anggota parlemen membutuhkan legitimasi dan kepercayaan dari masyarakat agar peran mereka di parlemen benar-benar punya mandat dan dapat dipilih kembali kelak. Maka interaksi dengan masyarakat akan memberikan kesempatan kepada anggota parlemen untuk menyakinkan masyarakat tentang peran dan fungsi yang dijalankannya. Pada sisi lain, masyarakat membutuhkan saluran agar pandangan dan kepentingannya dapat dijadikan kebijakan nasional. Relasi dan interaksi ini tentu akan mempengaruhi fungsi-fungsi utama seorang legislator yaitu representasi, pembuatan undang-undang, dan pengawasan pemerintahan, dengan mempertajam motivasi dan insentif bagi anggota dewan, menyediakan informasi mengenai harapan masyarakat, dan dengan menyediakan cara bagi masyarakat untuk melakukan pengukuran tidak saja atas kinerja parlemen, tetapi juga kinerja pemerintah.

Dengan demikian democratic governance adalah juga political governance, yaitu proses-proses pembuatan keputusan dan kebijakan negara yang memiliki basis legitimasi yang kuat dan otoritas yang legal. Dua kata kunci ini yaitu legitimasi dan otoritas merupakan prasyarat terbentuknya parlemen yang kuat. Legitimasi diperoleh oleh kepercayaan yang besar dari masyarakat atas penggunaan kekuasaan yang dimiliki parlemen. Sedangkan otoritas menunjukkan kekuasaan legal formal yang dimiliki oleh parlemen yang diperoleh melalui proses yang demokratis. Untuk memperoleh legitimasi dan juga penggunaan otoritas yang efektif, maka dalam menjalankan fungsinya parlemen harus bekerja secara transparan dan akuntabel. Parlemen yang transparan dan akuntabel dapat meningkatkan kapasitas pribadi anggota dan kelembagaan. Dan ini merupakan kunci untuk menghadapi tantangan sekaligus memenuhi harapan-harapan masyarakat.

Tujuan dari akuntabilitas dalam penyelenggaraan kewenangan publik, termasuk parlemen, adalah:

1. untuk mengontrol penggunaan kewenangan agar tidak terjadi penyalahgunaan

wewenang,

2. untuk menjamin penggunaan sumber daya publik secara efisien dan efektif serta

berpegang pada nilai-nilai kepentingan publik,

3. untuk mendorong dan meningkatkan proses pembelajaran kinerja yang terus menerus.

Disamping itu, transparansi parlemen juga dapat memperjelas proses dan prosedur penggunaan wewenang pengambilan kebijakan secara baik dan benar. Hal ini akan memberikan kejelasan informasi dan standar akses bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan politik di parlemen. Integritas parlemen merupakan kontinum antara akuntabilitas dan transparansi yang sinonim dengan perilaku yang tidak korup dan kejujuran. Berbagai alasan yang telah dikemukakan diatas memberikan satu justifikasi bahwa parlemen harus akuntabel dan transparan untuk menjalankan otoritasnya secara legitimatif. Hal ini akan menambah kepercayaan dan akseptabilitas keputusan-keputusan politik yang diambil oleh parlemen.

Pada level institusional hal ini terkait dengan mekanisme yang baku dalam Tatib yang mengatur mengenai kewajiban-kewajiban parlemen secara lembaga, misalnya apakah semua rapat/sidang dapat dihadiri oleh masyarakat luas, apakah hasil-hasil pembicaraan dan keputusan dalam rapat/sidang dapat diperoleh oleh masyarakat, dan apakah laporan kinerja dan laporan keuangan parlemen dapat diketahui oleh masyarakat. Pada level individual, transparansi dan akuntabilitas menyangkut tanggungjawab dan kewajiban setiap anggota dewan untuk memberikan informasi, menyerap aspirasi dan menyampaikan beban amanah yang sudah dilakukannya. Hal ini misalnya dapat dilakukan dalam Kunjungan Kerja (Kunker), media rutin yang dibuat untuk komunikasi politik, dan tentu saja sikap yang dipublikasikan atas suatu masalah yang muncul. Sebagai anggota dewan, anda harus menyampaikan kepada masyarakat hal-hal yang menjadi perdebatan atas suatu masalah dan tentu saja anda sebagai anggota dewan mengenai masalah tersebut. Misalnya, bagaimana sikap anda terhadap hak angket yang dipergunakan oleh DPR atas kasus impor beras, atas kasus Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan sebagainya. Demikian pula anda harus menyampaikan apa yang sudah anda perjuangkan selama ini seperti yang dijanjikan dalam kampanye pemilu, bagaimana pencapaianya dan apa hambatan-hambatannya. Karena itulah, laporan periodik aktivitas dalam menjalankan fungsi parlemen akan membantu setiap anggota dewan untuk meningkatkan akuntabilitas secara personal.

Hal ini dapat dijelaskan bahwa dalam transparansi harus tersedia tiga hal yaitu,

(1) disclosure informasi mengenai hal-hal yang menjadi tugas dan tanggungjawab

parlemen baik keterbukaan sidang, risalah, draft rancangan, proses pembahasan,

lobby anggota parlemen sampai dengan keputusan dan kesimpulan dalam rapat;

(2) tersedianya akses dan prosedur bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi

tersebut, dan

(3) jaminan hukum bagi terlaksananya hak-hak masyarakat untuk mendapatkan

informasi tersebut.

Karena itulah, jika semua informasi yang terkait dengan tugas-tugas parlemen dapat diketahui oleh masyarakat, maka dengan sendirinya tidak ada lagi hal-hal yang disembunyikan oleh parlemen. Dengan kata lain, jika semua pembicaraan, risalah, laporan singkat, catatan rapat, laporan kinerja dan laporan keuangan parlemen dapat diperoleh dan ketahui olah masyarakat, maka parlemen dengan sendirinya dituntut untuk dapat mempertanggungjawabkan semua keputusan dan tindakan yang dilakukan.

Mengapa pula harus akuntabel dalam pelaksanaan fungsi parlemen?. Pertama, secara secara politis akuntabilitas merupakan modal dasar bagi perolehan suara seorang anggota dewan dan partai politik pada pemilu berikutnya. Jika sebagai anggota dewan dapat mempertanggungjawabkan semua fungsi yang menjadi amanah rakyat, maka rakyat dapat menilai bahwa Anda patut dipilih pada pemilu mendatang. Namun, jika Anda tidak akuntabel, maka kemungkinan besar Anda tidak akan terpilih lagi. Akuntabel berarti Anda dapat mempertanggungjawabkan semua input sumber daya yang dipergunakan, proses pelaksanaan fungsi anggota dewa yang baik, dan tentu saja memperjuangkan kepentingan-kepentingan masyarakat yang diwakili. Kedua, secara legal, ketika Anda berlaku akuntabel, maka Anda akan terhindar dari jerat hukum yang terkait dengan penyalahgunaan wewenang. Anda bebas dari jeratan pidana korupsi. Dalam praktik selama ini, tidak sedikit anggota DPR yang terjerat kasus tindak pidana korupsi karena tidak akuntabel dalam menjalankan fungsi sebagai anggota dewan. Secara sosial, akuntabilitas anggota dewan akan menjadi teladan dan proses pembajaran yang baik dalam rangka menciptakan bangsa Indonesia yang senantiasa mempertanggungjawabkan setiap amanah yang diembannya. Dengan kata lain akuntabilitas yang dilakukan oleh anggota dewan akan menghilangkan budaya korupsi yang saat ini sedang menggerogoti bangsa dan negara Indonesia.C. Faktor Penghambat

Transparansi dan akuntabilitas parlemen di Indonesia (yaitu DPR/DPD dan DPD) masih mengalami sejumlah hambatan. Banyak hal yang menyebabkan hal ini, mulai dari faktor kultural yaitu belum berkembangnya kesadaran tentang pentingnya kewajiban untuk menciptakan transparansi dan akuntabilitas kepada masyarakat. Faktor kultural ini penting sekali, kali hal ini menyangkut nilai (value) tentang kewajiban moral anggota dewan kepada konstituennya. Faktor kedua adalah faktor struktural yaitu berupa hambatan kelembagaan untuk menciptakan transparansi dan akuntabilitas, misalnya daya dukung birokrasi, daya dukung sistem dan daya dukung teknologi informasi dan komunikasi. Faktor ketiga adalah faktor legal, yaitu masih lemahnya jaminan peraturan yang mewajibkan parlemen untuk memberikan akses dan membuat sistem yang memungkinkan masyarakat memperoleh informasi serta aktif berpartisipasi dalam pelaksanaan fungsi-fungsi parlemen.

Jika dilihat kondisi sekarang, tampaknya sudah ada sejumlah upaya untuk mewujudkan parlemen yang transparan dan akuntabel. Misalnya saja saat ini telah tersedia website DPR/DPD RI dan DPD RI yang dapat diakses untuk mendapatkan informasi atas sejumlah hal. Di dalam website DPR/DPD RI dapat diperoleh antara lain risalah rapat dan laporan singkat berdasarkan tahun sidang, pengaduan masyarakat, profil anggota dewan, serta berita-berita tentang aktivitas yang dilakukan baik oleh parlemen maupun oleh anggota dewan. Artinya, risalah rapat yang berisi proses dan pembicaraan dalam persidangan telah dapat diakses oleh masyarakat secara on line. Hanya saja sampai saat ini belum disajikan secara elektronis laporan keuangan dan laporan kinerja DPR/DPD dan DPD yang dapat diakses oleh masyarakat secara on line untuk memperoleh gambaran mengenai hasil capaian dan penggunaan dana negara oleh parlemen.

Demikian pula mekanisme persidangan, sesuai dengan Tata Tertib DPR/DPD/DPD masih adanya rapat-rapat yang bersifat tertutup sehingga masyarakat tidak mengetahui jalannya pembahasan dalam rapat. Sesuai dengan Tatib rapat yang tertutup dapat memutuskan bahwa suatu hal yang dibicarakan dan/atau diputuskan dalam rapat tersebut tidak dimasukkan dalam risalah, catatan rapat, dan/atau laporan singkat (pasal 118 Peraturan Tata Tertib DPR/DPD). Ketentuan ini sebenarnya tidak saja merugikan masyarakat, tetapi juga anggota DPR/DPD, karena tidak ada bukti otentik yang dapat dipergunakan untuk mempertanyakan implementasi dari keputusan-keputusan yang dibuat dalam rapat kepada pihak-pihak yang terlibat. Artinya anggota DPR/DPD tidak memiliki dokumen yang dapat menjadi evaluasi atas implementasi dan dampak suatu keputusan politik berdasarkan intensi yang muncul dalam pembahasan awal sampai dibuatnya keputusn tersebut. Sebagai anggota dewan, anda harus mendorong terciptanya sistem dan mekanisme koreksi atas semua risalah, catatan rapat dan laporan singkat.

Dalam pasal 96 Tatib DPR dan pasal 93 Tatib DPD dimungkinkan untuk menutup rapat terbuka menjadi rapat tertutup, hal mana akan mempersempit lagi hak masyarakat untuk menghadiri rapat/sidang di parlemen. Di beberapa negara, secara konstitusional ditetapkan bahwa semua rapat/sidang dalam parlemen bersifat terbuka.

Terkait dengan transkripsi persidangan dapat disebutkan bahwa sesuai dengan Tatib DPR/DPD hanya sidang paripurna dan sidang paripurna luar biasa yang mewajibkan untuk membuat risalah. Sedangkan rapat-rapat lainnya hanya dibuatkan laporan singkat dan catatan rapat. Hal ini akan memperkecil upaya untuk menciptakan transparansi, karena melalui risalah rapat masyarakat akan mengetahui secara rinci proses dan pembicaraan yang muncul dalam pembahasan suata RUU dan/atau keputusan politik lainnya. Demikian pula ketentuan bahwa risalah rapat, catatan rapat dan laporan singkat hanya dapat dibagikan kepada anggota dan pihak-pihak yang bersangkutan akan mengurangi hak masyarakat untuk mengakses dokumen dan informasi parlemen.

Secara umum dapat dikatakan bahwa saat ini telah terdapat berbagai sistem dan mekanisme untuk menciptakan transparansi dan akuntabilitas DPR RI dan DPD RI. Meskipun demikian masih harus dilakukan sejumlah hal, baik mencakup faktor kultural, faktor struktural maupun faktor legal. Ketiga faktor ini menjadi kunci keberhasilan untuk menciptakan parlemen yang transparan dan akuntabel.

Penutup

Kesimpulan

Tentu saja ini tidak serta merta dapat menjamin pelaksanaan fungsi yang tanpa cacat dan tanpa kritik. Sebab transparansi dan akuntabilitas hanyalah sebagian saja dari unsur yang harus ada dalam democratic governance. Masih banyak unsur lain yang harus ditegakkan agar tercipta democratic governance seperti kesamaan, efisiensi dan efektivitas. Disamping itu, faktor konstektual yang hidup dan berkembang dalam suatu negara seperti budaya, agama dan sejarah juga akan mempengaruhi berjalannnya proses demokrasi yang governance. Namun terlepas dari itu semua, akuntabilitas dan transparansi adalah elemen dan pilar yang paling esensial dalam institusi dan proses yang governance dan demokratik.Glosarium

Informasi Publik:

Informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan badan publik lainnya serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik.

Akuntabilitas:

Pertanggungjawaban pejabat dan badan publik atas setiap penggunaan keuangan dan kewenangan publik baik dalam sisi input, proses, output maupun dampaknya

Transparansi:

Upaya dan sistem yang memberikan informasi, akses dan jaminan hukum kepada masyarakat untuk mengetahui informasi publik

Democratic governance:

Pemerintahan demokratis dengan perwujudan tata kelola pemerintahan yang baik

Disclosure:

Membuka dan memberikan informasi kepada masyarakat

Transcription system:

Sistem pencatatan semua pembicaraan dan peristiwa yang terjadi dalam sidang/rapat

Daftar PustakaDPR RI, Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Keputusan 08/DPR RI/I/2005-2006.

DPD RI, Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Keputusan 29/DPD/2005.Widodo, Joko. 2001. Good Governance. Telaah dari Dimensi Akuntabilitas dan Kontrol Birokrasi pada Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah. Insan Cendekia, Surabaya.

Khatarina, Riris. 2005. Pemetaan Masalah Parlemen: Ditinjau dari Peraturan Tatib DPR/DPD, P3I, Jakarta.

Leith, Philip. 2008. Access to and Use of Publicly Available Information, in: Electronic Government: Concept, Methodologies, Tools and Aplications. Hershey, New York.