makalah seminar hukum bisnis : pembahasan mengenai undang-undang informasi dan transaksi elektronik,...

11
TUGAS KELOMPOK MATA KULIAH HUKUM BISNIS MAKALAH SEMINAR HUKUM BISNIS “PEMBAHASAN MENGENAI UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK : PERMASALAHAN DAN TANTANGAN” Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Tarumanegara Bekerja sama dengan Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Advokat Indonesia Ruang Audiotorium, Lantai 3, Gedung Utama, Kampus 1, Universitas Tarumanegara, Jalan Letjen S. Parman No. 1 Kamis, 16 Februari 2009, Pukul 14.00 18.00 WIB Di susun Oleh : Didin Solihin (1M101526) Eko Sudarmakiyanto (1M101535) Imam Aris Munandar (1M101557) Y. Dhista Priyo aji (1M101627) SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI BANK BPD JATENG SEMARANG 2012

Upload: eko-sudarmakiyanto

Post on 07-Aug-2015

199 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Makalah Seminar ini menjelaskan perkembangan IPTEK perlu diimbangi dengan kekuatan hukum yaitu Undang-undang yang mengatur pemanfaatannya sehingga tidak saling merugikan pihak satu dengan yang lain.

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Seminar Hukum Bisnis : Pembahasan Mengenai Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik, Permasalahan dan Tantangan | EKO SUDARMAKIYANTO

TUGAS KELOMPOK

MATA KULIAH HUKUM BISNIS

MAKALAH SEMINAR HUKUM BISNIS “PEMBAHASAN MENGENAI UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN

TRANSAKSI ELEKTRONIK : PERMASALAHAN DAN TANTANGAN”

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Tarumanegara

Bekerja sama dengan Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Advokat Indonesia

Ruang Audiotorium, Lantai 3, Gedung Utama, Kampus 1, Universitas

Tarumanegara, Jalan Letjen S. Parman No. 1

Kamis, 16 Februari 2009, Pukul 14.00 – 18.00 WIB

Di susun Oleh :

Didin Solihin (1M101526)

Eko Sudarmakiyanto (1M101535)

Imam Aris Munandar (1M101557)

Y. Dhista Priyo aji (1M101627)

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI

BANK BPD JATENG

SEMARANG

2012

Page 2: Makalah Seminar Hukum Bisnis : Pembahasan Mengenai Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik, Permasalahan dan Tantangan | EKO SUDARMAKIYANTO

PERANAN UNDANG-UNDANG ITE

DALAM SISTEM HUKUM NASIONAL

1. Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat dalam lima

tahun terakhir ini telah membawa dampak kepada tingkat peradaban manusia yang

membawa suatu perubahan besar dalam membentuk pola dan perilaku masyarakat2.

Kemajuan ilmu pengetahuan yang sangat pesat tersebut antara lain terjadi pada

bidang telekomunikasi, informasi, dan komputer. Terlebih dengan terjadinya

konvergensi antara telekomunikasi, informasi, dan komputer.

Dari fenomena konvergensi tersebut, saat ini orang menyebutnya sebagai

revolusi teknologi informasi. Istilah teknologi informasi sebenarnya telah mulai

dipergunakan secara luas pada awal tahun 1980-an. Teknologi ini merupakan

pengembangan dari teknologi komputer yang dipadukan dengan teknologi

telekomunikasi. Teknologi informasi sendiri diartikan sebagai suatu teknologi yang

berhubungan dengan pengolahan data menjadi informasi dan proses penyaluran

data/informasi tersebut dalam batas-batas ruang dan waktu.

Penggunaan teknologi informasi yang marak saat ini telah mengindikasikan

bahwa peradaban teknologi informasi yang merupakan ciri dari masyarakat

gelombang ketiga telah nampak. Dengan demikian wujud peradaban yang diuraikan

oleh Alvin Toffler sebagian telah dapat dilihat kenyataannya. Toffler menguraikan

bahwa peradaban yang pernah dan sedang dijalani oleh umat manusia terbagi dalam

tiga gelombang. Gelombang pertama terentang dari tahun 8000 sebelum Masehi

sampai sekitar tahun 1700. Pada tahapan ini kehidupan manusia ditandai oleh

peradaban agraris dan pemanfaatan energi yang terbarukan (renewable). Gelombang

kedua berlangsung antara tahun 1700 hingga 1970-an yang dimulai dengan

munculnya revolusi industri. Selanjutnya adalah peradaban gelombang ketiga yang

kini mulai jelas bentuknya. Peradaban ini ditandai dengan kemajuan teknologi

komunikasi dan Informasi (pengolahan data). Dampak yang ditimbulkan dari

peradaban tersebut adalah arus informasi dalam kehidupan manusia moderen tidak

Page 3: Makalah Seminar Hukum Bisnis : Pembahasan Mengenai Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik, Permasalahan dan Tantangan | EKO SUDARMAKIYANTO

mungkin lagi dapat dibatasi. Oleh Marshall MacLuhan disebut sebagai Global

Village.

Disini terlihat bahwa ungkapan Latin yang mengatakan “tempora mutantur,

nos et mutamur in Illis (artinya zaman berubah dan kita juga berubah bersamanya)”

terasa sangat relevan dalam era teknologi informasi global ini. Gambaran tentang

fenomena yang sama juga dilukiskan oleh John Naisbitt yang dikatakan bahwa kita

telah menapaki zaman baru yang dicirikan oleh adanya ledakan informasi

(Information Explosion) beserta sepuluh kecenderungan pokok yang sesungguhnya

menunjukkan bahwa kita telah beralih dari masyarakat industrial kemasyarakat

informasi. Kecenderungan terus berkembangnya teknologi tentunya membawa

perbagai implikasi yang harus segera diantisipasi dan juga diwaspadai. Upaya itu

sekarang telah melahirkan suatu produk hukum dalam bentuk Undang-Undang

Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Namun dengan lahirnya UU ITE belum semua permasalahan menyangkut masalah

ITE dapat tertangani. Persoalan tersebut antara lain dikarenakan: Pertama, dengan

lahirnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik tidak semata-mata UU ini bisa diketahui oleh masyarakat pengguna

teknologi informasi dan praktisi hukum. Kedua, berbagai bentuk perkembangan

teknologi yang menimbulkan penyelenggaraan dan jasa baru harus dapat

diidentifikasikan dalam rangka antisipasi terhadap pemecahan berbagai persoalan

teknis yang dianggap baru sehingga dapat dijadikan bahan untuk penyusunan

berbagai Peraturan Pelaksanaan. Ketiga, pengayaan akan bidang-bidang hukum yang

sifatnya sektoral (rejim hukum baru) akan makin menambah semarak dinamika

hukum yang akan menjadi bagian sistem hukum nasional.

2.2. Konvergensi Bidang Telematika dan UU ITE

Hasil konvergensi di bidang telematika salah satunya adalah aktivitas dalam

dunia siber yang telah berimplikasi luas pada seluruh aspek kehidupan. Persoalan

yang muncul adalah bagaimana untuk penggunaannya tidak terjadi singgungan-

singgungan yang menimbulkan persoalan hukum. Pastinya ini tidak mungkin, karena

pada kenyataannya kegiatan siber tidak lagi sesederhana itu. Kegiatan siber tidak lagi

Page 4: Makalah Seminar Hukum Bisnis : Pembahasan Mengenai Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik, Permasalahan dan Tantangan | EKO SUDARMAKIYANTO

bisa dibatasi oleh teritori suatu negara dan aksesnya dengan mudah dapat dilakukan

dari belahan dunia manapun, karena itu kerugian dapat terjadi baik pada pelaku

internet maupun orang lain yang tidak pernah berhubungan sekalipun misalnya dalam

pencurian dana kartu kredit melalui pembelanjaan di internet.

Meskipun secara nyata kita merasakan semua kemudahan dan manfaat atas

hasil konvergensi itu, namun bukan hal yang mustahil dalam berbagai

penggunaannya terdapat berbagai permasalahan hukum. Hal itu dirasakan dengan

adanya berbagai penggunaan yang menyimpang atas berbagai bentuk teknologi

informasi, sehingga dapat dikatakan bahwa teknologi informasi digunakan sebagai

alat untuk melakukan kejahatan, atau sebaliknya pengguna teknologi informasi

dijadikan sasaran kejahatan. Sebagai contoh misalnya, dari suatu konvergensi

didalamnya terdapat data yang harus diolah, padahal masalah data elektronik ternyata

sangat rentan untuk diubah, disadap, dipalsukan dan dikirim ke berbagai penjuru

dunia dalam waktu hitungan detik. Sehingga dampak yang diakibatkannya pun bisa

demikian cepat, bahkan sangat dahsyat.

Pesatnya perkembangan teknologi digital yang hingga pada akhirnya

menyulitkan pemisahan teknologi informasi, baik antara telekomunikasi, penyiaran

dan teknologi informasi merupakan dinamika konvergensi. Proses konvergensi

teknologi tersebut menghasilkan sebuah revolusi “broadband” yang menciptakan

berbagai aplikasi baru yang pada akhirnya mengaburkanpula batasan-batasan jenis

layanan, misalnya VoIP yang merupakan layanan turunan dari Internet, Broadcasting

via Internet (Radio Internet dan TV Internet) dsb. Dengan semakin pesatnya

perkembangan teknologi informasi, maka pengaturan teknologi informasi tidak cukup

hanya dengan peraturan perundang-undangan yang konvensional, namun dibutuhkan

pengaturan khusus yang menggambarkan keadaan sebenarnya dari kondisi

masyarakat, sehingga tidak ada jurang antara substansi peraturan hukum dengan

realitas yang berkembang dalam masyarakat. Misalnya untuk kegiatan-kegiatan siber.

Meskipun bersifat virtual, kegiatan siber dapat dikategorikan sebagai tindakan dan

perbuatan hukum yang nyata. Secara yuridis untuk ruang siber sudah tidak pada

tempatnya lagi untuk mengkategorikan sesuatu dengan ukuran dan kualifikasi hukum

konvensional untuk dapat dijadikan objek dan perbuatan, sebab jika cara ini yang

Page 5: Makalah Seminar Hukum Bisnis : Pembahasan Mengenai Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik, Permasalahan dan Tantangan | EKO SUDARMAKIYANTO

ditempuh akan terlalu banyak kesulitan dan hal-hal yang lolos dari jerat hukum.

Kegiatan siber adalah kegiatan virtual yang berdampak sangat nyata meskipun alat

buktinya bersifat elektronik. Dengan demikian subjek pelakunya harus

dikualifikasikan pula sebagai orang yang telah melakukan perbuatan hukum secara

nyata.

Aplikasi yang sangat banyak dipakai dari kegiatan siber adalah transaksi-

transaksi elektronik, sehingga transaksi secara online saat ini menjadi isu yang paling

aktual. Dan, sebenarnya hal ini menjadi persoalan hukum semenjak transaksi

elektronik mulai diperkenalkan, di samping persoalan pengamanan dalam sistem

informasi itu sendiri. Tanpa pengamanan yang ketat dan canggih, perkembangan

teknologi informasi tidak memberikan manfaat yang maksimal kepada masyarakat.

Teknologi digital memungkinkan penyalahgunaan informasi secara mudah, sehingga

masalah keamanan sistem informasi menjadi sangat penting.

Pendekatan keamanan informasi harus dilakukan secara holistik, karena itu

terdapat tiga pendekatan untuk mempertahankan keamanan di dunia maya, pertama

adalah pendekatan teknologi, kedua pendekatan sosial budaya-etika, dan ketiga

pendekatan hukum. Untuk mengatasi gangguan keamanan pendekatan teknologi

sifatnya mutlak dilakukan, sebab tanpa suatu pengamanan jaringan akan sangat

mudah disusupi, diintersepsi, atau diakses secara ilegal dan tanpa hak.

Satu langkah yang dianggap penting untuk menanggulangi itu adalah telah

diwujudkannya rambu-rambu hukum yang tertuang dalam Undang-Undang

Informasi dan Transaksi Elektronik (UU No. 11 Tahun 2008 yang disebut sebagai

UU ITE). Hal yang mendasar dari UU ITE ini sesungguhnya merupakan upaya

mengakselerasikan manfaat dan fungsi hukum (peraturan) dalam kerangka kepastian

hukum.

Dengan UU ITE diharapkan seluruh persoalan terkini berkaitan dengan

aktitivitas di dunia maya dapat diselesaikan dalam hal terjadi persengketaan dan

pelanggaran yang menimbulkan kerugian dan bahkan korban atas aktivitas di dunia

maya. Oleh karena itu UU ITE ini merupakan bentuk perlindungan kepada seluruh

masyarakat dalam rangka menjamin kepastian hukum, yang sebelumnya hal ini

Page 6: Makalah Seminar Hukum Bisnis : Pembahasan Mengenai Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik, Permasalahan dan Tantangan | EKO SUDARMAKIYANTO

menjadi kerisauan semua pihak, khususnya berkenaan dengan munculnya berbagai

kegiatan berbasis elektronik.

Ketentuan-ketentuan yang diatur dalam UU ITE meskipun pengaturannya

secara umum tetapi cukup komprehensif dan mengakomodasi semua hal terkait dunia

siber. Materi yang diatur dalam UU ITE umumnya merupakan hal baru dalam sistem

hukum kita, hal tersebut meliputi : masalah pengakuan transaksi dan alat bukti

elektronik, penyelesaian sengketa, perlindungan data, nama domain dan Hak

Kekayaan Intelektual, serta bentukbentuk perbuatan yang dilarang beserta sanksi-

sanksinya.

Bila dilihat dari sudut pandang keilmuan, UU ITE memiliki berbagai aspek

hukum, sehingga dikatakan sebagai UU multi aspek, karena banyak memiliki aspek,

dan hampir seluruh aspek hukum diatur. Aspek hukum transnasional, karena jelas-

jelas UU ini mengatur lingkup yang tidak saja di Indonesia tetapi melewati batas

negara. Aspek hukum pidana, mengatur Crime (kejahatan), Aspek Hukum Perdata

yang mengatur transaksi-transaksi di bidang bisnis. Aspek Hukum Administrasi,

karena menyangkut adanya pemberian izin oleh pemerintah dan aspek hukum acara

baik Pidana maupun Perdata. Kita harus akui bahwa kritikan yang bertubi-tubi juga

terjadi pada UU ITE. Beberapa persoalan tersebut menyangkut kepada : pertama,

apakah transaksaksi dapat berjalan, karena banyak persoalan teknis yang harus

disiapkan khususnya menyangkut pada transaksi dan penyelenggaraan sistem

elektronik; kedua, masalah berkaitan dengan hak asasi manusia dalam menyampaikan

pendapat; dan ketiga, masalah ketentuan sanksi (pidana), yang dianggap terlalu

berlebihan dan memberatkan. Masalah ini perlu kita perhatikan karena implementasi

peraturan (hukum) setidaknya harus dapat memberikan kepastian, kemanfaatan, dan

keadilan bagi masyarakat.

Di samping segala kelebihan dan manfaat dari internet, penggunaan jaringan

global maya tersebut berpotensi memiliki dampak hukum yang serius dan diperlukan

langkah-langkah konkrit untuk mengatasi masalah yang timbul sekaligus

mengantisipasi berbagai masalah hukum di masa yang akan datang. Dengan

pendekatan hukum yang saat ini telah berdasar atas Undang-Undang Nomor 11

Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, maka UU ITE merupakan

Page 7: Makalah Seminar Hukum Bisnis : Pembahasan Mengenai Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik, Permasalahan dan Tantangan | EKO SUDARMAKIYANTO

bentuk upaya perlindungan kepada masyarakat. Dan, setidaknya UU ITE mengatur

dua hal yang amat penting, Pertama : pengakuan transaksi elektronik dan dokumen

elektronik dalam kerangka hukum perikatan dan hukum pembuktian, sehingga

kepastian hukum transaksi elektronik dapat terjamin.

Kedua: diklasifikasikannya tindakan-tindakan yang termasuk kualifikasi

pelanggaran hukum terkait penyalahgunaan TI disertai sanksi pidananya termasuk

untuk tindakan carding, hacking dan cracking. Beberapa masalah hukum yang

teridentifikasi dalam penggunaan teknologi informasi adalah mulai dari penipuan,

pelanggaran, pembobolan informasi rahasia, persaingan curang sampai kejahatan

yang sifatnya pidana. Kejadian-kejadian tersebut sering terjadi tanpa dapat

diselesaikan secara memuaskan melalui hukum dan prosedur penyidikan yang ada

saat ini. Tentunya ini merupakan tantangan bagi penegak hukum. UU ITE telah

sangat tegas mengatur secara tegas baik dari tata cara penyidikannya hingga

perluasan alat bukti. Namun bagian terpenting adalah implementasi di lapangan untuk

penegakan hukum dalam kaitannya beraktivitas di dunia maya.

Dalam hukum perdata dan bisnis, urusan yang diatur dalam UU ITE adalah

didasarkan pada urusan transaksi elektronik yang meliputi transaksi bisnis dan

kontrak elektronik. Masalah yang mengemuka dan diatur dalam UU ITE tersebut

adalah hal yang berkaitan dengan masalah kekuatan dalam sistem pembuktian dari

Informasi, Dokumen, dan Tanda Tangan Elektronik. Pengaturan Informasi,

Dokumen, dan Tanda Tangan Elektronik. Juga secara umum dikatakan bahwa

Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya

merupakan alat bukti hukum yang sah, yang merupakan perluasan dari alat bukti

yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia. Demikian halnya

dengan Tanda Tangan Elektronik, memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang

sah. Disamping itu Pasal 5 ayat 1 s/d ayat 3, secara tegas menyebutkan : Informasi

Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat

bukti hukum yang sah dan merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai

dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia. Namun dalam ayat (4) ada

pengecualian yang menyebutkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik

tidak berlaku untuk: a. surat yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam

Page 8: Makalah Seminar Hukum Bisnis : Pembahasan Mengenai Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik, Permasalahan dan Tantangan | EKO SUDARMAKIYANTO

bentuk tertulis; dan b. Surat beserta dokumennya yang menurut Undang-Undang

harus dibuat dalam bentuk akta notariil atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat

akta.

Dalam kaitannya dengan Penyelenggaraan Sertifikasi Elektronik dan Sistem

Elektronik, kewajiban Penyelenggaraan Sertifikasi Elektronik menjadi hal yang

penting diatur dalam UU ini, misalnya Penyelenggara Sertifikasi Elektronik harus

menyediakan informasi yang akurat, jelas, dan pasti kepada setiap pengguna jasa,

yang meliputi: a. metode yang digunakan untuk mengidentifikasi Penanda Tangan; b.

hal yang dapat digunakan untuk mengetahui data diri pembuat Tanda Tangan

Elektronik; dan c. hal yang dapat digunakan untuk menunjukkan keberlakuan dan

keamanan Tanda Tangan Elektronik. Sedang, bagi Penyelenggaraan Sistem

Elektronik, Penyelenggara harus menyelenggarakan Sistem Elektronik secara andal

dan aman agar Sistem Elektronik beroperasi sebagaimana mestinya. Dan, untuk

memberikan perlindungan bagi masyarakat, maka dalam UU ITE diatur masalah

berkenaan dengan transaksi secara elektronik. Hal ini untuk menjaga hubungan antar

pihak dalam menentukan rambu-rambu dalam melaksanakan transaksi. Urusan

transaksi elektronik yang diatur dalam Pasal 5 s/d 22 UU ITE merupakan inti dari

masalah keperdataaan dan bisnis. Urusan ini dalam peraturan pelaksanaan dan

peraturan teknisnya harus jelas dan detail, khususnya untuk memberikan

perlindungan kepada masyarakat, khususnya konsumen. Karena peluang pelanggaran

melalui tele-marketing, seperti pemberian informasi yang benar; perlindungan untuk

memperoleh produk sesuai dengan yang dijanjikan atau ditawarkan; perlindungan

untuk memperoleh kompensasi akibat produk seringkali tidak sesuai dengan yang

ditawarkan atau dijanjikan.

3. Pembahasan

Untuk Indonesia, UU ITE (hukum siber) menjadi bagian penting dalam

sistem hukum positif secara keseluruhan. Adanya bentuk hukum baru sebagai akibat

pengaruh perkembangan teknologi dan globalisasi merupakan pengayaan bidang-

bidang hukum yang sifatnya sektoral. Hal ini tentunya akan menjadi suatu dinamika

hukum tersendiri yang akan menjadi bagian sistem hukum nasional.

Page 9: Makalah Seminar Hukum Bisnis : Pembahasan Mengenai Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik, Permasalahan dan Tantangan | EKO SUDARMAKIYANTO

Hukum nasional sesungguhnya merupakan suatu sistem. Menurut Subekti

sistem adalah suatu susunan atau tatanan yang teratur, suatu keseluruhan yang terdiri

dari bagian-bagian yang berkaitan satu sama lain, tersusun menurut suatu rencana

atau pola, hasil dari suatu pemikiran untuk mencapai suatu tujuan. Dalam pola pikir

yang disampaikan oleh Sunaryati Hartono, Sistem terdiri dari sejumlah unsur atau

komponen atau fungsi/variabel yang selalu pengaruhmempengaruhi, terkait satu sama

lain oleh satu atau beberapa asas dan berinteraksi. Semua unsur/komponen/fungsi/

variabel itu terpaut dan terorganisasi menurut suatu struktur atau pola yang tertentu,

sehingga senantiasa saling pengaruh mempengaruhi dan berinteraksi. Asas utama

yang mengaitkan semua unsur atau komponen hukum nasional itu ialah Pancasila dan

UUD 1945, di samping sejumlah asas-asas hukum yang lain seperti asas

kenusantaraan, kebangsaan, dan kebhinekaan.

Sistem hukum nasional pada dasarnya tidak hanya terdiri dari kaidahkaidah

atau norma-norma hukum belaka, tetapi juga mencakup seluruh lembaga aparatur dan

organisasi, mekanisme dan prosedur hukum, falsafah dan budaya hukum, termasuk

juga perilaku hukum pemerintah dan masyarakat.

Berdasarkan pandangan sistemik, Sistem Hukum Nasional mencakup

berbagai sub bidang-bidang hukum dan berbagai bentuk hukum yang berlaku yang

semuanya bersumber pada Pancasila. Keragaman hukum yang sebelumnya terjadi di

Indonesia (pluralisme hukum) diusahakan dapat ditransformasikan dalam bidang-

bidang hukum yang akan berkembang dan dikembangkan (ius constituendum).

Bidang-bidang hukum inilah yang merupakan fokus perhatian perkembangan

dan pengembangan Hukum Nasional menuju pada tatanan Hukum Modern Indonesia

yang bersumber pada kebiasaan-kebiasaan (lingkaran terakhir), yurisprudensi

(lingkaran keempat), peraturan perundang-undangan (lingkaran ketiga), UUD 1945

(lingkaran kedua), dan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum.

Bila dilihat dari gambar di atas, khususnya pada lingkaran kelima, akan

muncul berbagai bidang hukum baru. Oleh karena itu Prof. Sunaryati

mengantisipasinya dengan menuliskan bidang hukum lainnya. Mengutip atas

pandangan yang disampaikan oleh Prof. Sunaryati, tepat sekali apabila saat ini telah

benar terjadi dan hadirnya teknologi informasi merupakan hasil konvergensi

Page 10: Makalah Seminar Hukum Bisnis : Pembahasan Mengenai Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik, Permasalahan dan Tantangan | EKO SUDARMAKIYANTO

telekomunikasi, media dan komputer sehingga muncul suatu media yang dikenal

dengan internet. Atas itu lahirlah suatu rejim hukum baru yang dinamakan dengan

hukum siber. Dan, ini merupakan suatu dinamika dari suatu konvergensi yang

melahirkan hukum baru. Untuk pembangunan hukum siber dari sisi substansi tentu

harus pula mengantisipasi berbagai bentuk perkembangan teknologi.

4. Penutup

Dengan diundangkannya UU ITE, bukan berarti seluruh permasalahan yang

terjadi di bidang telematika sudah selesai, masih banyak persoalan yang harus juga

diantisipasi, terutama atas hasil konvergensi yang pastinya menimbulkan berbagai

bentuk layanan virtual baru dan berbagai persoalan teknis yang pastinya terus

berkembang.

Perkembangan hukum yang sifatnya sektoral sesungguhnya menjadi suatu

bagian yang perlu mendapat perhatian kita semua. Dan, sesungguhnya tidak dapat

dihindari bahwa perkembangan hukum yang sektoral telah menjadi kenyataan. Bila

kita lihat beberapa produk hukum yang ada saat ini, kekentalan anutan sektoral

nampak sering terlihat, sifat sektoral tersebut karena pengaturannya yang teknis dan

spesifik. Sesuatu yang sektoral umumnya sering berjalan tanpa melihat kepentingan

sektor-sektor lain. Untuk mengantisipasi dan menghindari pertentangan yang sifatnya

tarik menarik antar sektor, sinkronisasi dan harmonisasi dalam tahapan pra legislasi,

mulai dari kajian dan penyusunan naskah akademik untuk menunjang dasar

pengajuan legislasi menjadi sesuatu yang penting untuk dilakukan.

Untuk lebih memberikan pemahaman terhadap hukum, khususnya terhadap

produk-produk hukum yang sifatnya teknis seperti UU ITE, disamping harus

dilakukan diskusi-diskusi ilmiah, juga perlu dilakukan pembudayaan hukum melalui

sosialisasi yang intens yang ditujukan terhadap seluruh lapisan masyarakat dan aparat

penegak hukum.

Untuk melaksanakan pembinaan hukum nasional yang ditujukan untuk

pembentukan sistem hukum nasional, kajian-kajian terhadap berbagai persoalan yang

merupakan bagian dari tugas pembinaan hukum terus diupayakan agar hukum dapat

berjalan dengan baik. Dalam konteks UU ITE, kajian-kajian yang menyangkut

Page 11: Makalah Seminar Hukum Bisnis : Pembahasan Mengenai Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik, Permasalahan dan Tantangan | EKO SUDARMAKIYANTO

persoalan teknis terus dilakukan mengingat UU ITE memerlukan beberapa peraturan

pelaksanaan yang sifatnya teknis seperti : persoalan yang menyangkut sertifikasi

keandalan, tanda tangan elektronik, penyelenggaraan sistem elektronik,

penyelenggaraan transaksi elektronik, penyelenggaraan agen elektronik, pengelolaan

nama domain, masalah intersepsi, pengelolaan data strategis.

Daftar Pustaka

Richardus Eko Indrajit, Sistem Informasi dan Teknologi Informasi, Elex Media

Komputindo, Jakarta: Gramedia, 2000

Ahmad Ramli, Cyber Law dan HAKI Dalam Sistem Hukum di Indonesia, Refika

Aditama, 2004

UU No. 11 Tahun 2008, tentang Transaksi elektronik dan dan kontrak elektronik.

Subekti, Beberapa Pemikiran Mengenai Sistem Hukum Nasional, makalah

disampaikan pada Seminar Hukum Nasional IV tahun 1979.

Sunaryati Hartono, Pembinaan Hukum Nasional dalam Suasana Globalisasi

Masyarakat Dunia.

Pidato pengukuhan jabatan guru besar tetap dalam Ilmu Hukum pada

Fakultas Hukum

Universitas Padjajaran Bandung, 1991.