makalah reza1
TRANSCRIPT
5/12/2018 makalah reza1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-reza1 1/30
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hukum Ketenagakerjaan merupakan istilah baru dalam ilmu hukum pada umumnya
dan hukum perburuhan pada khususnys, Menurut UU No. 13 Tahun 2003, pengertian
ketenagakerjaan adalah lebih luas dibandingkan dengan perburuhan sebagaimana
dalam KUHPerdata. Namun demikian pelaksanaan peraturan perundang – undangan
di bidang ketenagakerjaan masih mempergunakan beberapa undang-undang yang
dikeluarkan sebelum dikeluarkan UU No. 13 Tahun 2003.
Pembangunan sektor ketenagakerjaan sebagai bagian dari upaya
pembangunan sumberdaya manusia merupakan salah satu bagian yang tak
terpisahkan dengan pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila, dan
pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945, diarahkan pada peningkatan harkat,
martabat dan kemampuan manusia, serta kepercayaan pada diri sendiri dalam rangka
mewujudkan masyarakat sejahtera, adil, dan makmur baik materiil maupun spiritual.
Peran serta tenaga kerja dalam pembangunan nasional semakin meningkat
dengan disertai berbagai tantangan dan risiko yang dihadapinya. Oleh karena itu,
kepada tenaga kerja perlu diberikan perlindungan, pemeliharaan dan peningkatan
kesejahteraan, sehingga pada gilirannya akan dapat meningkatkan produktivitas
nasional.1
Bentuk perlindungan, pemeliharaan, dan peningkatan kesejahteraan dimaksud
diselenggarakan dalam bentuk program jaminan sosial tenaga kerja yang bersifat
dasar, dengan berasaskan usaha bersama, kekeluargaan, dan gotong-royong
1 Ridwan Halim, Hukum Perburuhan Aktual, Pradnya Paramitha, Jakarta, 1987,
hal. 1.
5/12/2018 makalah reza1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-reza1 2/30
sebagaimana terkandung dalam jiwa dan semangat Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945.2
Tenaga kerja dan perusahaan merupakan dua faktor yang tidak dapat
dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Dengan terjadinya sinergi kedua faktor
itu baru perusahaan akan berjalan dengan baik. Begitu pula sebaliknya, seahli apapun
tenaga kerja tanpa adanya perusahaan hanya akan melahirkan produk pengangguran.
Sisi lain, pengusaha sebagai pemilik perusahaan berada pada posisi yang kuat ebab
didukung modal yang besar, sedangkan tenaga kerja hanya bermodalkan keahlian,
intelektual, menjadikan tenaga kerja berada pada posisi yang lemah. Hal ini sering
digunakan oleh pengusaha yang nakal berbuat semena-mena terhadap karyawannya
dalam mendapatkan hak-haknya seperti hak upah yang layak, hak mendapatkan
pesangon, hak istirahat, dan hak cuti serta hak mendapatkan Jaminan Sosial Tenaga
Kerja (Jamsostek) berupa :
1. Jaminan kecelakaan kerja,
2. Jaminan kematian,
3. Jaminan hari tua dan
4. Jaminan pemeliharaan kesehatan.
Hubungan buruh yang dalam penulisan ini disebut “tenaga kerja” dengan perusahaan
sebagai Majikan tunduk dibawah aturan ketenagakerjaan apabila diantara mereka
telah ada hubungan kerja. Hubungan kerja antara tenaga kerja dan majikan terjadi
apabila diantara mereka telah ada perjanjian kerja. Hubungan kerja sebagai bentuk
hubungan hukum lahir atau tercipta setelah adanya perjanjian kerja antara pekerja
dengan pengusaha. Perjanjian kerja yang dalam bahasa Belanda disebut
"Arbeidsoverenkoms", mempunyai beberapa pengertian.3
2 Wiwoho Soejono., Perjanjian Perburuhan dan Hubungannya dengan PerburuhanPancasila, Melpon Putra, Jakarta, 1991, hal 9.3 Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Raja GrafindoPersada, Jakarta, 2003, hal 53.
5/12/2018 makalah reza1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-reza1 3/30
Hubungan kerja saat ini juga dikenal dengan hubungan industrial dikenal
dengan Perjanjian Kerja Perorangan baik untuk pekerjaan tertentu maupun waktu
tertentu dan Perjanjian Kerja untuk waktu tidak tertentu serta Perjanjian Kerja
kolektif yang dibuat antara perwakilan pekerja Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB)
dengan pengusaha atau gabungan pengusaha. Perjanjian kerja pada masa sekarang ini
masih sangat diperlukan sebagai pendamping dari peraturan perundang-undangan
yang berlaku karena secara umum peraturan perundangundangan ketenagakerjaan
kita belum mengatur secara terperinci tentang syaratsyarat kerja, hak dan kewajiban
masing-masing pihak, khususnya dalam peningkatan kesejahteraan pekerja dan
keluarganya. Untuk pengaturan syaratsyarat kerja tersebut agar dapat dipedomani
sehari-hari dalam hubungan kerja, maka perlu diatur melalui Perjanjian Kerja,
Peraturan Perusahaan dan Perjanjian Kerja Bersama.
Secara yuridis hubungan antara pekerja dan pengusaha adalah sama,
walaupun secara social-ekonomi kedudukan antara pekerja dan pengusaha adalah
berbeda. Dan segala sesuatu mengenai hubungan kerja diserahkan kepada kedua
belah pihak, oleh karena itu untuk memenuhi trasa keadilan perlu ada peraturan
perundang-undangan untuk melindungi pekerja. Peraturan mana adalah mengatur
tentang hak dan kewajiban diantara kedua belah pihak.
Perjanjian kerja sebagai suatu bentuk perikatan antara tenaga kerja dan
majikan juga tunduk pada ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH
Perdata). Pasal 1233 KUH Perdata menentukan bahwa “Tiap-tiap perikatan
dilahirkan baik karena perjanjian, maupun karena undang-undang”. Dari ketentuan
tersebut diketahui bahwa perikatan yang lahir dari perjanjian memang dikehendaki
para pihak sedangkan perikatan yang timbul karena undang-undang menurut Pasal
1352 KUH Perdata diperinci menjadi 2 (dua), yaitu perikatan yang timbul
sematamata karena undang-undang dan perikatan yang timbul dari undang-undang
akibat dari perbuatan orang.
5/12/2018 makalah reza1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-reza1 4/30
Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata menentukan "semua persetujuan yang
dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya".
Ketentuan Pasal 1338 ayat (1) jo Pasal 1320 mengandung asas kebebasan berkontrak,
maksudnya setiap orang bebas untuk mengadakan atau tidak mengadakan perjanjian
serta bebas untuk menentukan bentuk dan isi dari perjanjian tersebut menurut yang
dikehendaki dalam batas-batas tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan
dan ketertiban umum. Asas kebebasan berkontrak ini juga mendorong para pihak
untuk saling mengadakan perjanjian yang bebas bentuknya, termasuk dalam
perjanjian kerja.
Pasal 1601 a KUH Perdata memberikan pengertian perjanjian kerja adalah
“suatu perjanjian di mana pihak kesatu (si buruh), mengikatkan dirinya untuk di
bawah perintah pihak yang lain, majikan untuk suatu waktu tertentu melakukan
pekerjaan dengan menerima upah". Perjanjian kerja merupakan titik tolak lahirnya
kerja antara seorang tenaga kerja dengan pengusaha/majikan.
Pasal 1 angka 14 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan
pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban
para pihak. Untuk sahnya suatu perjanjian kerja Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang
No. 13 Tahun 2003 menyebutkan bahwa :
Perjanjian Kerja dibuat atas dasar (1) Kesepakatan kedua belah pihak, (2)
Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum, (3) Adanya
pekerjaan yang diperjanjikan dan (4) Pekerjaan yang diperjanjikan tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Berkaitan dengan Perjanjian Kerja ini Subekti menegaskan :Perjanjian Kerja adalah perjanjian antara seseorang buruh dengan seorang
majikan, perjanjian dimana ditandai oleh ciri-ciri adanya suatu upah atau gajitertentu yang diperjanjikan dan adanya suatu hubungan diperbatas (dierst
5/12/2018 makalah reza1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-reza1 5/30
verhadning) yaitu suatu hubungan yang berdasarkan mana pihak yang satu
(majikan) berhak memberikan perintah yang harus ditaati pihak yang lain.4
Berkenaan dengan hal ini, Ridwan Halim mengemukakan bahwa :
Perjanjian Kerja adalah suatu perjanjian yang diadakan antara majikan tertentudan karyawan atau karyawan tertentu yang umumnya berkenaan dengan segala
persyaratan yang secara timbal balik harus dipenuhi oleh kedua belah pihak
selaras dengan hak dan kewajiban mereka masing-masing, terhadap satu samalainnya".5
Pakar hukum perburuhan lain memberikan pengertian dengan penekanan pada
posisi keduabelah pihak. Wiwoho Soedjono mengemukakan bahwa "Pengertian
Perjanjian Kerja merupakan hubungan antara seseorang yang bertindak sebagai pekerja atau buruh dengan seseorang yang bertindak sebagai majikan".6
Dalam ketentuan perjanjian kerja ada unsur wewenang untuk memerintah,
artinya antara keduabelah pihak ada kedudukan yang tidak sama yang disebut sub
ordinasi Seperti dikemukakan Djumialdji bahwa ada pihak yang kedudukannya di
atas, ada yang memerintah dan ada pihak yang kedudukannya di bawah yaitu yang
diperintah".7
Menyimak pengertian perjanjian kerja menurut KUH Perdata seperti tersebut
di atas tampak bahwa ciri khas perjanjian kerja ialah "di bawah perintah pihak
lain",di bawah perintah ini menunjukkan bahwa hubungan antara pekerja dan
pengusaha adalah hubungan bawahan dan atasan (sub ordinasi). Dalam hal ini Lalu
Husni mengatakan bahwa:
Pengusaha sebagai pihak yang lebih tinggi secara sosial ekonomi memberikan
perintah kepada pihak pekerja/buruh yang secara sosial ekonomi mempunyai
4 Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 1989, hal. 57.
5A.Ridwan Halim, Sari Hukum Perburuhan Aktual, Pradnya Paramita, Jakarta,1987, hal 21
6 Wiwoho, Soedjono, Op.Cit., hal 19.
7 Djumialdji, F.X., Perjanjian Kerja, Edisi kedua, Cetakan Pertama, SinarGrafika, Jakarta, 1992, hal. 18
5/12/2018 makalah reza1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-reza1 6/30
kedudukan yang lebih rendah untuk melakukan pekerjaan tertentu. Adanya
wewenang perintah inilah yang membedakan antara Perjanjian Kerja dengan
perjanjian lainnya.8
Berdasarkan pengertian perjanjian kerja di atas, dapat ditarik beberapa unsur
dari perjanjian kerja yakni :
a) Adanya unsur work atau pekerjaan Dalam suatu Perjanjian Kerja harus ada
pekerjaan yang diperjanjikan (objek perjanjian), pekerjaan tersebut haruslah
dilakukan sendiri oleh pekerja, hanya dengan seizin majikan dapat menyuruh
orang lain. Hal ini dijelaskan dalam KUH Perdata Pasal 1603a yang berbunyi : "Buruh wajib melakukan sendiri pekerjaannya; hanya dengan
seizin majikan ia dapat menyuruh orang ketiga menggantikannya".
b) Adanya unsur perintah Manifestasi dari pekerjaan yang diberikan kepada
pekerja oleh pengusaha adalah pekerja yang bersangkutan harus tunduk pada
perintah pengusaha untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan yang
diperjanjikan.
c. Adanya upah Upah memegang peranan penting dalam hubungan kerja (Perjanjian
Kerja), bahkan dapat dikatakan bahwa tujuan utama seorang pekerja bekerja pada
pengusaha adalah untuk memperoleh upah.9
Suatu hal yang menjadi ciri khas pada perjanjian kerja tidak ditemui pada
perjanjian lain, yaitu adanya pengaturan tentang penyelesaian perselisihan
perburuhan. Para pihak yang membuat perjanjian kerja biasanya menentukan sendiri
lembaga perselisihan mereka. Sedangkan mengenai syarat sahnya perjanjian kerja
mengikuti ketentuan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata,
8 Lalu Husni, Op.Cit., hal. 55.
9 Djumialdji, F.X., Ibid., hal. 55-56.
5/12/2018 makalah reza1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-reza1 7/30
dimana “untuk sahnya suatu perjanjian harus memenuhi 4 (empat) syarat”, yaitu (1)
sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, (2) Kecakapan untuk membuat suatu
perjanjian, (3) Suatu hal tertentu dan (4) Suatu sebab yang halal.
Ketentuan mengenai syarat sahnya perjanjian ini juga dipakai sebagai dasar
dibuatnya suatu Perjanjian Kerja. Hal ini tertuang dalam Pasal 52 ayat (1)
UndangUndang No. 13 Tahun 003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa
perjanjian kerja dibuat atas dasar :
1. Kesepakatan kedua belah pihak;
2. Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;
3. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan;
4. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum,
kesusilaan, dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.10
Hubungan kerja juga dilakukan sesuai dengan waktu yang ditentukan. Pada
unsur waktu ini dapat dibedakan atas :
a) Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) Perjanjian Kerja antara
pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja
dalam waktu tertentu atau untuk melakukan kerjaan tertentu.
b) Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) Perjanjian Kerja
antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan
kerja tetap. PKWTT ini diatur didalam Peraturan Perusahaan.
c) Perjanjian Kerja Harian atau Borongan Perjanjian pemborongan
pekerjaan adalah suatu perjanjian dimana pihak kesatu (pemborong)
mengikatkan diri untuk membuat suatu karya tertentu bagi pihak yang
lain yang memborongkan dengan menerima bayaran tertentu dan
10 Ibid., hal. 57.
5/12/2018 makalah reza1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-reza1 8/30
dimana pihak yang lain yang memborongkan mengikatkan diri untuk
memborongkan pekerjaan kepada pihak pemborong dengan bayaran
tertentu.11
Walaupun syarat dan ketentuan isi dari suatu perjanjian kerja telah diatur
dengan ketentuan perundang-undangan, namun tetap saja perjanjian kerja tersebut
masih memiliki kelemahan di dalam penerapannya. Dalam perjanjian kerja yang
dibuat secara sukarela dengan tertulis tidak diatur ketentuan yang menguntungkan
pekerja, bahkan cenderung merugikan bagi pekerja, dimana perusahaan dapat
melakukan pemutusan hubungan kerja apabila terjadi suatu peristiwa yang merugikan
perusahaan tanpa memberikan surat peringatan maupun hak apapun bagi tenaga kerja.
Berdasarkan uraian di atas jelaslah bahwa tenaga kerja dan perusahaan
merupakan 2 (dua) faktor yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang
lainnya. Dengan terjadinya sinergi kedua faktor itu baru perusahaan akan berjalan
dengan baik. Namun demikian, dalam praktek terjadinya hubungan hukum antara
tenaga kerja dan dan perusahaan dituangkan dalam bentuk perjanjian kerja yang
terlebih dahulu dipersiapkan oleh perusahaan.
Hal ini dapat dilihat dari beberapa perjanjian kerja yang diperoleh dari Dinas
Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan, khususnya terhadap Perjanjian Kerja Waktu
Tidak Tertentu (PKWTT) dan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) pada
perusahaan-perusahaan di Kota Medan. Berdasarkan penelaahan terhadap beberapa
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan Peraturan Perusahaan dimana di
dalamnya tercantum Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) tersebut
dimana di dalamnya belum mencerminkan perlindungan dan kepastian hukum bagi
pihak pekerja.
Perjanjian kerja tersebut diantaranya kebanyakan berbentuk perjanjian kerja
waktu tidak tertentu sehingga dianjurkan untuk dilakukan perubahan antara lain
11 FX. Djumialdji, Perjanjan Kerja, Bumi Aksara, Jakarta, 1997, hal 24 .
5/12/2018 makalah reza1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-reza1 9/30
karena sangat merugikan tenaga kerja, dimana dalam perjanjian tersebut tidak
sepenuhnya memenuhi asas kebebasan berkontrak dalam Hukum Perdata dan
Ketentuan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Perubahan yang dilakukan disebabkan karena perjanjian yang dibuat
menunjukkan adanya ketidakadilan yang merugikan tenaga kerja. Ketidakadilan
pihak perusahaan tersebut dapat mendorong pekerja melakukan berbagai macam aksi
seperti unjuk rasa dan pemogokan karena isi perjanjian kerja yang dibuat oleh
perusahaan tersebut merugikan pekerja yang bekerja di suatu perusahaan.
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut penulis tertarik untuk menelaah lebih
lanjut mengenai perjanjian kerja yang dibuat perusahaan dan akibat hukumnya
apabila terjadi pemutusan hubungan kerja. Penelaahan ini nantinya akan dilakukan
melalui suatu penelitian dengan judul “Akibat Hukum Perjanjian Kerja yang Dibuat
Perusahaan dengan Pekerja Ditinjau Dari Hukum Perdata dan UndangUndang
Ketenagakerjaan
Dalam era globalisasi dan tuntutan persaingan dunia usaha yang ketat saat ini,
maka perusahaan dituntut untuk berusaha meningkatkan kinerja usahanya melalui
pengelolaan organisasi yang efektif dan efisien. Salah satu upaya yang dilakukan
adalah dengan mempekerjakan tenaga kerja seminimal mungkin untuk dapat memberi
kontribusi maksimal sesuai sasaran perusahaan. Untuk itu perusahaan berupaya fokus
menangani pekerjaan yang menjadi bisnis inti (core business), sedangkan pekerjaan
penunjang diserahkan kepada pihak lain. Proses kegiatan ini dikenal dengan istilah
“outsourcing .”
outsourcing atau alih daya merupakan proses pemindahan tanggung jawabtenaga kerja dari perusahaan induk ke perusahaan lain diluar perusahaan induk.
Perusahaan diluar perusahaan induk bisa berupa vendor, koperasi ataupun instansi
lain yang diatur dalam suatu kesepakatan tertentu. Outsourcing dalam regulasi
ketenagakerjaan bisa hanya mencakup tenaga kerja pada proses pendukung (non--
5/12/2018 makalah reza1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-reza1 10/30
core business unit ) atau secara praktek semua lini kerja bisa dialihkan sebagai unit
outsourcing Outsourcing menjadi masalah tersendiri bagi perusahaan khususnya bagi
tenaga kerja. Oleh sebab itu terdapat pro dan kontra terhadap penggunaan
outsourcing .
Outsourcing , tidak terlepas dari perusahaan penyedia (provider) jasa tenaga
outsource. Perusahaan harus memilih provider yang sesuai dengan apa yang
dibutuhkan dimana perusahaan outsourcing tersebut harus teruji kualitas yang
dijanjikan, serta adanya kesepatan untuk membuat hubungan jangka panjang.
Jenis pekerjaan yang dapat menggunakan outsourcing adalah pekerjaan- pekerjaan yang bukan merupakan tanggungjawab inti dari perusahaan.
Masalah Umum Yang Terjadi Dalam Penggunaan Outsourcing
1. Penentuan partner outsourcing .
Hal ini menjadi sangat krusial karena partner outsourcing harus mengetahui
apa yang menjadi kebutuhan perusahaan serta menjaga hubungan baik .
. dengan partner outsourcing .
2. Perusahaan outsourcing harus berbadan hukum.
Hal ini bertujuan untuk melindungi hak-hak tenaga outsource, sehingga .
. mereka memiliki kepastian hukum.
3. Pelanggaran ketentuan outsourcing .Demi mengurangi biaya produksi,
perusahaan terkadang melanggar ketentuan-ketentuan yang berlaku. Akibat
yang terjadi adalah demonstrasi buruh yang menuntut hak-haknya. Hal ini
menjadi salah satu perhatian bagi investor asing untuk mendirikan usaha di
Indonesia.
5/12/2018 makalah reza1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-reza1 11/30
4. Perusahan outsourcing memotong gaji tenaga kerja tanpa ada batasan
sehingga,yang mereka terima, berkurang lebih banyak..12
Keefektifan Outsourcing
Dengan melihat alasan menggunakan outsourcing , faktor-faktor pemilihan
perusahaan penyedia jasa outsourcing , serta kepuasan perusahaan terhadap tenaga
outsource, sebanyak 68.2% menyatakan bahwa penggunaan tenaga outsource dinilai
efektif dan akan terus menggunakan outsourcing dalam kegiatan operasionalnya.
Untuk dapat lebih efektif disarankan adanya:
a. Komunikasi dua arah antara perusahaan dengan provider jasa outsource
(Service Level Agreement) akan kerjasama, perubahan atau permasalahan
yang terjadi.
b. Tenaga outsource telah di training terlebih dahulu agar memiliki
kemampuan/ketrampilan.
c. Memperhatikan hak dan kewajiban baik pengguna outsource maupun
tenaga kerja yang ditulis secara detail dan mengingformasikan apa yang
menjadi hak-haknya.
Sedangkan yang menyebabkan outsourcing menjadi tidak efektif adalah
karena kurangnya knowledge, skill dan attitude (K.S.A) dari tenaga outsource.
Outsourcing adalah praktek dalam dunia bisnis yang muncul sejak akhir 80an
dan menjadi strategi utama bisnis dalam iklim kompetisi yang semakin ketat.
Didefinisikan sebagai sebuah proses mengalihdayakan atau memindahkan atau
memborongkan kegiatan usaha ke pihak ketiga, tujuan utama dan terutama
12 (Sumber: “Sistem Outsourcing Banyak Disalahgunakan”,
www.fpks-dpr.or.id)
5/12/2018 makalah reza1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-reza1 12/30
melakukan outsourcing adalah untuk menghemat biaya produksi. Salah satu cara
untuk menghemat biaya produksi adalah melalui efisiensi tenaga kerja.
Diterjemahkan ke dalam ranah kebijakan ketenagakerjaan di Indonesia sebagai
bagian dari kebijakan Labour Market Flexibility atau Pasar Kerja Fleksibel yang
berintikan keleluasaan merekrut dan memecat buruh sesuai dengan situasi usaha
untuk menghindarkan kerugian, hubungan kerja kontrak dan outsourcing dilegalkan
melalui UU 13/2003 dan keputusan/peraturan menteri.
Praktek hubungan kerja kontrak dan outsourcing yang ditemukan dalam
penelitian ini mencerminkan esensi dari praktek outsourcing tenaga kerja yang lebih
merugikan buruh dan menguntungkan perusahaan. Kondisi yang merugikan buruh
semakin dimungkinkan karena (1) arah kebijakan pemerintah yang berorientasi pada
investasi dan melonggarkan prinsip dan mekanisme melindungi buruh; (2) faktor
regulasi dalam bentuk UU dan peraturan yang dibuat bersifat sangat terbuka untuk
keragaman pafsiran, (3) penegakan hukum yang amat lemah, (4) minimnya mutu dan
jumlah aparat disnakertrans dan (5) ketidakseimbangan posisi tawar antara serikat
buruh dengan perusahaan. Kondisi lain yang juga menyebabkannya adalah belum
ditetapkannya jaminan sosial sebagai alat untuk melindungi buruh yang
melengkapi/mengimbangi penerapan kebijakan pasar kerja fleksibel.
PEMUTUSAN HUBNGAN KERJA
PHK adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang
mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan pengusaha.
Apabila kita mendengar istilah PHK, yang biasa terlintas adalah pemecatan sepihak
oleh pihak pengusaha karena kesalahan pekerja. Karenanya, selama ini singkatan ini
memiliki konotasi negatif. Padahal, kalau kita tilik definisi di atas yang diambil dari
UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, dijelaskan PHK dapat terjadi karena
bermacam sebab. Intinya tidak persis sama dengan pengertian dipecat.
Tergantung alasannya, PHK mungkin membutuhkan penetapan Lembaga
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (LPPHI) mungkin juga tidak. Meski
5/12/2018 makalah reza1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-reza1 13/30
begitu, dalam praktek tidak semua PHK yang butuh penetapan dilaporkan kepada
instansi ketenagakerjaan, baik karena tidak perlu ada penetapan, PHK tidak berujung
sengketa hukum, atau karena pekerja tidak mengetahui hak mereka.
Sebelum Pengadilan Hubungan Industrial berdiri pada 2006, perselisihan
hubungan Industrial masih ditangani pemerintah lewat Panitia Penyelesaian
Perselisihan Perburuhan Pusat (P4P) dan Panitia Penyelesaian Perselisihan
Perburuhan Daerah (P4D) serta Pengadilan Tata Usaha Negara.
Pekerja kontrak dan tetap
Pengaturan kompensasi PHK berbeda untuk pekerja kontrak
(terikat Perjanjian Kerja Waktu Tertentu-PKWT) dan pekerja tetap (terikat Perjanjian
Kerja Waktu Tidak Tertentu-PKWTT). Dalam hal kontrak, pihak yang memutuskan
kontrak diperintahkan membayar sisa nilai kontrak tersebut. Sedangkan bagi pekerja
tetap, diatur soal wajib tidaknya pengusaha memberi kompensasi atas PHK tersebut.
Dalam PHK terhadap pekerja tetap, pengusaha diwajibkan membayar uang
pesangon, dan atau uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak yang
seharusnya diterima pekerja. Perlu dicatat, kewajiban ini hanya berlaku bagi
pengusaha yang melakukan PHK terhadap pekerja untuk waktu tidak tertentu. Pekerja
dengan kontrak mungkin menerima pesangon bila diatur dalam perjanjiannya.
ALASAN/SEBAB SEBAB PHK
Terdapat bermacam-masam alasan PHK, dari mulai pekerja mengundurkan
diri, tidak lulus masa percobaan hingga perusahaan pailit. Selain itu:
Selesainya PKWT
Pekerja melakukan kesalahan berat
Pekerja melanggar perjanjian kerja, perjanjian kerja bersama,
atau peraturan perusahaan.
Pekerja mengajukan PHK karena pelanggaran pengusaha
Pekerja menerima PHK meski bukan karena kesalahannya
5/12/2018 makalah reza1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-reza1 14/30
Pernikahan antar pekerja (jika diatur oleh perusahaan)
PHK mMassal - karena perusahaan rugi, force majeure, atau melakukan
efisiensi.
Peleburan, penggabungan, perubahan status
Perusahaan pailit
Pekerja meninggal dunia
Pekerja mangkir 5 hari atau lebih dan telah dipanggil 2 kali secara patut
Pekerja sakit berkepanjangan
Pekerja memasuki usia pensiun
PHK SUKARELA
Pekerja dapat mengajukan pengunduran diri kepada pengusaha secara tertulis
tanpa paksaan/intimidasi. Terdapat berbagai macam alasan pengunduran diri, seperti
pindah ke tempat lain, berhenti dengan alasan pribadi, dan lain-lain. Untuk
mengundurkan diri, pekerja harus memenuhi syarat: (i) mengajukan permohonan
selambatnya 30 hari sebelumnya, (ii) tidak ada ikatan dinas, (iii) tetap melaksanakan
kewajiban sampai mengundurkan diri.
Undang-undang melarang pengusaha memaksa pekerjanya untuk
mengundurkan diri. Namun dalam praktik, pengunduran diri kadang diminta oleh
pihak pengusaha. Kadang kala, pengunduran diri yang tidak sepenuhnya sukarela ini
merupakan solusi terbaik bagi pekerja maupun pengusaha. Disatu sisi, reputasi
pekerja tetap terjaga. Disisi lain pengusaha tidak perlu mengeluarkan pesangon lebih
besar apabila pengusaha harus melakukan PHK tanpa ada persetujuan pekerja.
Pengusaha dan pekerja juga dapat membahas besaran pesangon yang disepakati.
Pekerja yang mengajukan pengunduran diri hanya berhak atas kompensasiseperti sisa cuti yang masih ada, biaya perumahan serta pengobatan dan perawatan,
dll sesuai Pasal 156 (4). Pekerja mungkin mendapatakan lebih bila diatur lain lewat
perjanjian. Untuk biaya perumahan terdapat silang pendapat antara pekerja dan
pengusaha, terkait apakah pekerja yang mengundurkan diri berhak atas 15% dari
uang pesangon dan penghargaan masa kerja.
5/12/2018 makalah reza1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-reza1 15/30
PHK TIDAK SUKARELA
a. PHK oleh Pengusaha
Seseorang dapat dipecat (PHK tidak sukarela) karena bermacam hal, antara
lain rendahnya performa kerja, melakukan pelanggaran perjanjian kerja, peraturan
perusahaan atau kebijakan-kebijakan lain yang dikeluarkan pengusaha. Tidak semua
kesalahan dapat berakibat pemecatan. Hal ini tergantung besarnya tingkat kesalahan.
Pengusaha dimungkinkan memPHK pekerjanya dalam hal pekerja melakukan
pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau
perjanjian kerja bersama. Ini, setelah sebelumnya kepada pekerja diberikan surat
peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut. Surat peringatan masing-
masing berlaku untuk paling lama 6 (enam) bulan, kecuali ditetapkan lain dalam
perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
Pengusaha dapat memberikan surat peringatan kepada pekerja untuk berbagai
pelanggaran dan menentukan sanksi yang layak tergantung jenis pelanggaran.
Pengusaha dimungkinkan juga mengeluarkan misalnya SP 3 secara langsung, atau
terhadap perbuatan tertentu langsung memPHK. Hal ini dengan catatan hal tersebut
diatur dalam perjanjian kerja (PK), peraturan perusahaan (PP), atau perjanjian kerja
bersama (PKB), dan dalam ketiga aturan tersebut, disebutkan secara jelas jenis
pelanggaran yang dapat mengakibatkan PHK. Tak lupa penetapan lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
Selain karena kesalahan pekerja, pemecatan mungkin dilakukan karena alasan
lain. Misalnya bila perusahaan memutuskan melakukan efisiensi, penggabungan atau
peleburan, dalam keadaan merugi, pailit, maupun PHK terjadi karena keadaan diluar
kuasa pengusaha (force majeure).
Undang-Undang tegas melarang pengusaha melakukan PHK dengan alasan:
a. pekerja berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter
selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus;
5/12/2018 makalah reza1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-reza1 16/30
b. pekerja berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban
terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
c. pekerja menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;
d. pekerja.menikah;
e. pekerja perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui
bayinya;
f. pekerja mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan
pekerja lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam PK, PP,
atau PKB;
g. pekerja mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja,
pekerja melakukan kegiatan serikat pekerja di luar jam kerja, atau di dalam
jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur
dalam PK, PP, atau.PKB;
h. pekerja yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai
perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan;
i. karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan;
j. pekerja dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit
karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka
waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.
• Kesalahan Berat (eks Pasal 158)
Semenjak Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan Pasal 158 UU
Ketenagakerjaan inkonstitusional, maka pengusaha tidak lagi dapat langsung
melakukan PHK apabila ada dugaan pekerja melakukan kesalahan berat. Berdasarkan
asas praduga tak bersalah, pengusaha baru dapat melakukan PHK apabila pekerja
terbukti melakukan kesalahan berat yang termasuk tindak pidana. Atas putusan MK
ini, Depnaker mengeluarkan surat edaran yang berusaha memberikan penjelasan
tentang akibat putusan tersebut.
5/12/2018 makalah reza1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-reza1 17/30
Yang termasuk kesalahan berat ialah:
a. melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang dan/atau uang milik perusahaan;
b. memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan
perusahaan;
c. mabuk, meminum minuman keras yang memabukkan, memakai dan/atau
mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya di lingkungan
kerja;
d. melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja;
e. menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi teman sekerja atau
pengusaha di lingkungan kerja;
f. membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;dengan ceroboh atau
sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya barang milik
perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan;
g. dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau pengusaha
dalam keadaan bahaya di tempat kerja;
h. membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya
dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara; atau
i. melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam pidana
penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
b. Permohonan PHK oleh Pekerja
Pekerja juga berhak untuk mengajukan permohonan PHK ke LPPHI bila
pengusaha melakukan perbuatan seperti (i) menganiaya, menghina secara kasar atau
mengancam pekerja; (ii) membujuk dan/atau menyuruh pekerja untuk melakukan
perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan; (iii) tidak
membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3 bulan berturut-turut
atau lebih; (iv) tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada pekerja; (v)
5/12/2018 makalah reza1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-reza1 18/30
memerintahkan pekerja untuk melaksanakan pekerjaan di luar yang diperjanjikan;
(vi) memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan, kesehatan, dan
kesusilaan pekerja/buruh sedangkan pekerjaan tersebut tidak dicantumkan pada
perjanjian kerja.
c. PHK oleh Hakim
PHK dapat pula terjadi karena putusan hakim. Apabila hakim memandang
hubungan kerja tidak lagi kondusif dan tidak mungkin dipertahankan maka hakim
dapat melakukan PHK yang berlaku sejak putusan dibacakan.
d. PHK karena Peraturan Perundang-undangan
Pekerja yang meninggal dunia, Perusahaan yang pailit, dan force majeure
merupakan alasan PHK diluar keinginan para pihak. Meski begitu dlama praktek
force majeure sering dijadikan alasan pengusaha untuk mem-PHK pekerjanya.
MEKANISME PHK
Pekerja, pengusaha dan pemerintah wajib untuk melakukan segala upaya
untuk menghindari PHK. Apabila tidak ada kesepakatan antara pengusaha
pekerja/serikatnya, PHK hanya dapat dilakukan oleh pengusaha setelah memperoleh
penetapan Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (LPPHI).
Selain karena pengunduran diri dan hal-hal tertentu dibawah ini, PHK harus
dilakukan melalui penetapan Lembaga Penyelesaian Hubungan Industrial (LPPHI).
Hal-hal tersebut adalah :
a. pekerja masih dalam masa percobaan kerja, bilamana telah dipersyaratkan
secara tertulis sebelumnya;
b. pekerja mengajukan permintaan pengunduran diri, secara tertulis atas
kemauan sendiri tanpa ada indikasi adanya tekanan/intimidasi dari pengusaha,
berakhirnya hubungan kerja sesuai dengan perjanjian kerja waktu tertentu
untuk pertama kali;
5/12/2018 makalah reza1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-reza1 19/30
c. pekerja mencapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan dalam perjanjian
kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau peraturan
perundang-undangan; atau
d. pekerja meninggal dunia.
e. Pekerja ditahan
f. Pengusaha tidak terbukti melakukan pelanggaran yang dituduhkan pekerja
melakukan permohonan PHK
Selama belum ada penetapan dari LPPHI, pekerja dan pengusaha harus tetap
melaksanakan segala kewajibannya. Sambil menunggu penetapan, pengusaha dapat
melakukan skorsing, dengan tetap membayar hak-hak pekerja.
PERSELISIHAN YANG TERJADI PASCA PHK
Perselisihan PHK termasuk kategori perselisihan hubungan industrial bersama
perselisihan hak, perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja.
Perselisihan PHK timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat antara pekerja dan
pengusaha mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan salah satu pihak.
Perselisihan PHK antara lain mengenai sah atau tidaknya alasan PHK, dan besaran
kompensasi atas PHK.
Penyelesaian Perselisihan PHK
Mekanisme perselisihan PHK beragam dan berjenjang.
1. Perundingan Bipartit
Perundingan Bipartit adalah forum perundingan dua kaki antar pengusaha dan
pekerja atau serikatpe kerja. Kedua belah pihak diharapkan dapat mencapai
kesepakatan dalam penyelesaian masalah mereka, sebagai langkah awal dalam
penyelesaian perselisihan.
Dalam perundingan ini, harus dibuat risalah yang ditandatangai para Pihak. isi
risalah diatur dalam Pasal 6 Ayat 2 UU PPHI. Apabila tercapai kesepakatan maka
Para pihak membuat Perjanjian Bersama yang mereka tandatangani. Kemudian
Perjanjian Bersama ini didaftarkan pada PHI wilayah oleh para pihak ditempat
Perjanjian Bersama dilakukan. Perlkunya menddaftarkan perjanjian bersama, ialah
5/12/2018 makalah reza1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-reza1 20/30
untuk menghindari kemungkinan slah satu pihak ingkar. Bila hal ini terjadi, pihak
yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi.
Apabila gagal dicapai kesepakatan, maka pekerja dan pengusaha mungkin
harus menghadapi prosedur penyelesaian yang panjang melalui Perundingan Tripartit.
2. Perundingan Tripartit
Dalam pengaturan UUK, terdapat tiga forum penyelesaian yang dapat dipilih
oleh para pihak:
a. Mediasi
Forum Mediasi difasilitasi oleh institusi ketenagakerjaan. Dinas tenagakerja
kemudian menunjuk mediator. Mediator berusaha mendamaikan para pihak, agar
tercipta kesepakatan antar keduanya. Dalam hal tercipta kesepakatan para pihak
membuta perjanjian bersama dengan disaksikan oleh mediator. Bila tidak dicapai
kesepakatan, mediator akan mengeluarkan anjuran.
b. Konsiliasi
Forum Konsiliasi dipimpin oleh konsiliator yang ditunjuk oleh para pihak.
Seperti mediator, Konsiliator berusaha mendamaikan para pihak, agar tercipta
kesepakatan antar keduanya. Bila tidak dicapai kesepakatan, Konsiliator jugamengeluarkan produk berupa anjuran.
c. Arbitrase
Lain dengan produk Mediasi dan Konsiliasi yang berupa anjuran dan tidak
mengikat, putusan arbitrase mengikat para pihak. Satu-satunya langkah bagi pihak
yang menolak putusan tersebut ialah permohonan Pembatalan ke Mahkamah Agung.
Karena adanya kewajiban membayar arbiter, mekanisme arbitrase kurang populer.
3. Pengadilan Hubungan Industrial
Pihak yang menolak anjuran mediator/konsiliator, dapat mengajukan gugatan
ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Pengadilan ini untuk pertamakalinya
didirikan di tiap ibukota provinsi. Nantinya, PHI juga akan didirikan di tiap
kabupaten/ kota. Tugas pengadilan ini antara lain mengadili perkara perselisihan
5/12/2018 makalah reza1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-reza1 21/30
hubungan industrial, termasuk perselisihan PHK, serta menerima permohonan dan
melakukan eksekusi terhadap Perjanjian Bersama yang dilanggar.
Selain mengadili Perselisihan PHK, Pengadilan Hubungan Industrial (PHI)
mengadili jenis perselisihan lainnya: (i)Perselisihan yang timbul akibat adanya
perselisihan hak, (ii) perselisihan kepentingan dan (iii) perselisihan antar serikat
pekerja.
4. Kasasi (Mahkamah Agung)
Pihak yang menolak Putusan PHI soal Perselisihan PHK dapat langsung
mengajukan kasasi (tidak melalui banding) atas perkara tersebut ke Mahkamah
Agung, untuk diputus.
KOMPENSAASI AKIBAT PHK
Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan
membayar uang pesangon (UP) dan atau uang penghargaan masa kerja (UPMK) dan
uang penggantian hak (UPH) yang seharusnya diterima. UP, UPMK, dan UPH
dihitung berdasarkan upah karyawan dan masa kerjanya. Sebagaimana diatur dalam
bab XII Undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakrjaan.
BAB III
PERMASALAH
Perumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan yang akan diteliti
dan dibahas lebih lanjut sebagai berikut:
a) Bagaimanakah kerangka hukum perjanjian kerja yang dibuat oleh perusahaan
dengan tenaga kerja.
5/12/2018 makalah reza1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-reza1 22/30
b) Apakah faktor penyebab terjadinya permasalahan dalam pembuatan atau
pelaksanaan perjanjian kerja
c) Bagaimanakah akibat hukum dan perlindungan hukum terhadap tenaga kerja
atas perjanjian kerja tersebut ?
Melalui penulisan makalah ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara
teoritis maupun secara praktis dalam pengembangan ilmu hukum bagi penulis. Secara
Teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbang saran dalam ilmu
pengetahuan hukum perburuhan secara umum dan hubungan industrial, pembuatan
perjanjian kerja dan akibat hukumnya bagi para pekerja.
Diharapkan dapat memberikan masukan kepada masyarakat, khususnya
kepada para pihak yang terlibat dalam pembuatan perjanjian kerja serta instansi
terkait dalam pengawasan ketenagakerjaaan, agar lebih mengetahui tentang hak dan
kewajibannya dengan adanya perjanjian kerja tersebut serta akibat hukum yang dapat
timbul atas perjanjian tersebut pada saat hubungan kerja berakhir.
PEMBAHASAN
KERANGKA HUKUM PERJANJIAN KERJA YANG DIBUAT OLEH
PERUSAHAAN DENGAN TENAGA KERJA.
Dalam Hukum Ketenagakerjaan memang belum dapat diberikan batasan yang
jelas tentang definisi dari hubungan kerja, namun dapat diperoleh pengertian bahwa :
hubungan kerja itu timbul sebagai akibat dari pelaksanaan perjanjian kerja, dimana
pekerja atau serikat pekerja disatu pihak mengikatkan dirinya untuk melakukan
5/12/2018 makalah reza1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-reza1 23/30
pekerjaan pada pengusaha atau organisasi pengusaha dilain pihak selama suatu
waktu, dengan menerima upah.Peraturan yang mengatur perjanjian kerja adalah
sebagaimana diatur dalam KUHPerdata tentang perjanjian untuk melakukan
pekerjaan.
Pengertian hubungan kerja antara pelaku proses produksi baik barang maupun
jasa pada dewasa ini lebih dikenal dengan istilah "Hubungan Industrial" yang
merupakan suatu peningkatan tata nilai kaidah hukum ketenagakerjaan.
Banyaknya permasalahan yang timbul akibat dari prjanjian yang tidak
dimengerti oleh pejerja mengakibatkan kerugian pada pihak tenaga kerja.
Permasalahan ini terutama sering timbul pada sistem kerja out sourcing. Pekerja
dibidang ini kerapkali tenagannya menjadi objek perdagangan yang menggiurka
beberapa pengusaha karena keterbatasanya. Perlunya pengkajian ulang terhadap
masalah ini, karena akibat yang timbul sangat dirasakan oleh pekerja terutama bagi
pekerja yang ditempatkan pada bidang kerja yang seharusnya bukan merupakan porsi
bagi tenaga out sourcing.
Kesalahan ini sebenarnya terjadi bukan suatu tujuan bagi pengusaha untuk
dengan sengaja meletakan pekerja pada posisi yang salah, tetapi merupakan suatu
kesalahan akibat dari tidak tepanya penerapan perjanjian kerja yang sebenarnya
diterapkan karena mempunyai tujuan sebagai suatu sistem kontrol kualitas Sumber
Daya Manusia. Dengan adanya suatu penerapan perjanjian kontrak kerja pada bidang
kerja yang seharusnya bukan merupakan jenis pekerjaan sementara ini adalah
dengantujuan untuk memepermudah bagi pengusaha atau majikan melakukan kontrol
pada pekerja sehingga pekerja memeperhatikan kehati-hatian dan perhatian yang
khusus pada pekerjaanya untuk mendapatkan perpanjangan kontrak lagi pada akhir
masa kontrak berakhir.
5/12/2018 makalah reza1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-reza1 24/30
Sebagai contoh, tentu tidak tepat bahwa seorang pekerja pada bidang
pendidikan di susatu badan pendidikan formal, yang berarti bahwa pekerja terseebut
adalah seorang guru. Dengan penerapan sistim kontrak, maka lebih mudah bagi
penyelenggara badan pendidikan tersebut untuk melepaskan pekerja tersebut dengan
hanya menunggu masa kontraknya berakhir jika ternyata pekerja tersebut dianggap
tidak sejalan dengan prinsip dari pihak penyelenggara. Dengan alasan efisiensi biaya
dan waktu, sehingga pihak penyelenggara tidak perlu mengeluarkan biaya ekstra
untuk memperbaiki kinerja maupun mutu dari pekerja tersebut, tetapi cukup
melepaskanya dengan tidak memperpanjang kontrak sehingga tidak perlu
memberikan pesangon yang layak dan lalu menggantinya dengan yang baru.
Kejadian seperti di atas banjyak terjadi di kota Palembang, tetapi luput dari
perhatian pemerintah, karena tidak adanya suatu aturan mengikat yang mengandung
sanksi untuk pemberlakuan aturan tersebut. Sehingga badan-badan usaha yang tidak
terlalu banyak menyerap tenaga kerja kerja tidak merasa perlu melaporkan ataupun
mendaftarkan setiap perjanjian kerja yang berlangsung antara pekerja dan pengusaha
atau majikan.
Kerangka perjanjian yang demikian ini tentu merugikan pekerja pada
umumnya, karena hal ini memicu terjadinya suatu diskriminasi bagi pengusaha atau
yang berwenang mengambil keputusan dalam suatu badan usaha. Atau sangat tidak
menguntungkan terutama bagi pekerja yang bekerja pada badan-badan usaha
menengah dan kecil yang tidak memiliki banyak pekerja untuk melalkukan aktifitas
usahanya, seperti di bidang usaha pertokoan atau minimarket yang menjamur di kota
palembang. Hampir setiap usaha pertokoan tradisional tidak menerapkan perjanjianini, sehingga menjadikan pekerja pada posisi yang selalu genting dan tidak
terlindungi.
5/12/2018 makalah reza1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-reza1 25/30
FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA PERMASALAHAN DALAM
PEMBUATAN ATAU PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA
Dengan adanya perjanjian kerja, pengusaha harus mampu memberikan
pengarahan/penempatan kerja sehubungan dengan adanya kewajiban mengusahakan
pekerjaan atau menyediakan pekerjaan, yang tak lain untuk mengurangi jumlah
pengangguran di Indonesia. Perjanjian diartikan sebagai suatu perhubungan hukum
mengenai harta benda antar dua pihak, dalam mana suatu pihak berjanji atau
dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal berhak menuntut pelaksanaan janji
itu.13
Di satu sisi pengusaha masih melihat pihak pekerja/buruh sebagai pihak yang
lemah. Sementara itu pihak buruh / pekerja sendiri kurang mengetahui apa-apa yang
Pasal 27 angka 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia menjadi hak
dan kewajibannya. Dengan kata lain, pihak buruh/ pekerja turut saja terhadap
peraturan yang diberikan oleh pihak pengusaha. Padahal dalam suatu hubungan kerja
sama yang baik tidak ada pihak yang lebih penting karena pengusaha dan
buruh/pekerja masing-masing saling membutuhkan.
Dengan adanya suatu kewajiban tersabut, maka penguasaha terutama
pengusaha akan berusaha untuk mengurangi kemungkinan-kemungkinan adanya
pegeluaran ekstra atau kerugian akibat dari faktor-faktor tenaga kerja yang beresiko
terhadap masalah tersebut. Sebut saja masalah itu adalah akibat pekerja yang sakit
karena faktor ekonomi, tentu saja hal ini manjadi alasan cukup bagi pengusaha untuk
beralasan tentang pekerja yang tidak menjaga kesehatan.
Masalah lain adalah akibat dari rendahnya pendidikan pekerja yang berakibat
pekerja tidak memahami isi atau tujuan dari dibuatnya perjanjian. Dengan kurangnya
13 R.Wirjono Prodjodikoro,2000. Asas-asas Hukum Perjanjian. Bandung: Mandar
Maju. Hal 2
5/12/2018 makalah reza1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-reza1 26/30
pemahaman dari pekerja tersebut, membuat pihak pengusaha dengan mudah
berlindung pada perjanjian yang sebenarnya isi perjanjian tersebut merugikan satu
pihak yaitu pekerja.
AKIBAT HUKUM DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA
KERJA ATAS PERJANJIAN KERJA TERSEBUT
Permasalahan tenaga kerja dari tahun ke tahun menarik perhatian banyak
pihak, terutama oleh pemerhati tenaga kerja. Perjalanan seseorang sebagai tenaga
kerja sering diperoleh kenyataan yang tidak sesuai dengan harapan. Perselisihan
antara pengusaha dan buruh / pekerja kerap terjadi dalam dunia ketenagakerjaan di
tanah air. Seperti halnya kasus konflik perburuhan, kekerasan, penipuan, pemecatan
yang semena-mena, upah yang tidak sesuai standar, semakin hari semakin kompleks.
Salah satu faktor penyebabnya adalah masih banyaknya pihak yang belum mengerti
tentang hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang mereka miliki dalam suatu perjanjian
kerja yang notabene adalah suatu perikatan hukum. Sehingga masih banyak pekerja
yang merasa dirugikan oleh pengusaha yang memaksakan kehendaknya pada pihak
pekerja dengan mendiktekan perjanjian kerja tersebut pada pekerjanya.
Pengertian Umum Perjanjian / persetujuan kerja adalah suatu persetujuan
antara pekerja / karyawan / buruh atau pemborong / penerima kerja sebagai “pihak
pertama”, mengikat diri untuk menyerahkan tenaganya kepada yang menyuruh
melakukan kerja atau memberi borongan sebagai “pihak kedua’, guna mendapatkan
upah selama jangka “waktu tertentu”.14 Pada kasus pemutusan hubungan kerja
sepihak yang menimpa pekerja, disatu sisi merupakan efek dari daya jangkau hukum
ketenagakerjaan itu sendiri. Perlindungan bagi pekerja, jika disimak dari isi Undang-
undang ketenagakerjaan yang berlaku saat ini hanya melindungi pekerja yang
bekerja pada sektor-sektor formal, tidak menjangkau smapai pada pekerja yang
bekerja pada usaha-usaha terbatas seperti penulis uraikan di atas. Dengan adanya
14 M. Yahya harahap, 1986, Segi-Segi HukumPerjanjian, Bandung: Alumni, hlm. 6.
5/12/2018 makalah reza1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-reza1 27/30
kewajiban mendaftarkan perjanjian kerja yang hanya berlaku pada perusahaan
formal saja, maka menjadikan pekerja pada toko-toko yang dikelola oleh managemen
keluarga dengan sistem tradisional, membuat pekerja pada bidang ini tidak
terlindungi. Dengan demikian juga maka, akibat hukum yang diharapkan terjadi pada
hubungan hukum yang terjadi antara pekerja dan pengusaha tidak terjadi.
BAB VII
PENUTUP
KESIMPULAN
Bahwa sebenarnya, kerangka hukum perjanjian di Indonesia sudah jelas dan
menjadi suatu keputusan pemerintah, teerutama perjanjian kerja. Dalam perjanjian
kerja, dimana terdapat suatu ubungan hukum yang tidak seimbang antara pengusaha
dan pekerja , dimana perbedaan tersebut pada sisi perekonomian, dimana secara
ekonomi, pekerja berada di bawah derajat ekonomi pengusaha. Hal ini memicu
pemerintah untuk intervensi dalam perjanjian kerja tersebut dalam bentuk suatu
peraturan yangb ,mengikat kedua belah pihak dalam hal kewajiban dan hak yang
diterjemahkan sebagai prestasi dari suatu perjanjian kerja.
5/12/2018 makalah reza1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-reza1 28/30
Perjanjian kerja tersebut, yang telah menjadi undang-undang bagi kedua
belah pihak, harus berakibat hukum yang positif bagi kedua belah pihak, hingga perlu
adanya suatu aturan yang mengikat kedua belah pihak agar perjanjian kerja menjadi
suatu undang-undang yang berakibat hkum yang menguntungkan bagi kedua belah
pihak yang mengikatkan diri dalam perjanjian tersebut.
Untuk mencegah terjadinya suatu kesalahan yang dapat berakibat pada tidak
berlakunya perjanjian kerja atau gugurnya perjanjian kerja yang diakibatkan karena
kurang mampunya kedua belah pihak atau salah satu pihak dalam memahami isi atau
fungsi dari perjanjian kerja, maka diharapkan peran positif dari pihak yang berwenang untuk hal tersebut. Dalam arti bahwa dituntut suatu sikap yang proaktif
dari pihak-pihak terkait dalam hal ketenagakerjaan untuk turut intervensi dalam setiap
perjanjian kerja, dan memberikan suatu sanksi yang berkekuatan hukum tetap untuk
paa pihak terutama pihak pengusaha yang secara ekonomi lebih timggi derajatnya
untuk mematuhi aturan tersebut tanpa harus menunggu adanya pendaftaran dari para
pihak atas perjanjian kerja tersebut. Hal ini dapat di laksanakan dengan menagnggapi
setiap pengaduan yang masuk tanpa harus melihat atau memeriksa adanya
pendaftaran atas perusahaan terkait.
Akibat hukum dari suatu perjanjian kerja akan mengikat para pihak ketika
perjanjian tersebut dibuat sesuai dengan Undang-undang. Hal ini juga berlaku pad
perjanjian kerja, terlebih pada perjanjian kerja. Pada perjanjian kerja terdapat
perbedaan yang sangat mencolok dari perjanjian paada umunnya. Perjanjian kerja
memiliki ciri yang khas. Selain dari prestasi yang memaknai perjanjian kerja, dalam
perjanjian kerja terdapat ketidak seimbangan jika sepintas dilihat. Tetapi jikadimaknai lebih jauh, perjanjian kerja mengikat bagi pihak pengusaha untuk
memberikan jaminan kesejahteraan bagi pekerja, karena secara prinsip, dengan
adanya ikatan kerja dalam hubungan hukum yang terjadi antyara pekerja dan
pengusaha, pekerja telah menghabiskan waktunya untuk melayani pengusaha atau
5/12/2018 makalah reza1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-reza1 29/30
majikan sampai waktu tertentu yang berarti dalam waktu tersebut, pekerja tidak bisa
lagi mencari penghasilan dari tempat lain kecuali dari majikan dimana ia
mengikatkan diri.
DAFTARA PUSTAKA
1. Hukum Perburuhan Aktual, Ridwan Halim, Pradnya Paramitha, Jakarta, 1987
2. Perjanjian Perburuhan dan Hubungannya dengan Perburuhan Pancasila,
Wiwoho Soejono., Melpon Putra, Jakarta, 1991
3. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Lalu Husni, Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2003
4. Hukum Perjanjian, Intermasa, Subekti, Jakarta, 1989
5. Sari Hukum Perburuhan Aktual, A.Ridwan Halim, Pradnya Paramita, Jakarta,
1987
6. Perjanjian Kerja, Edisi kedua, Cetakan Pertama, Djumialdji, F.X., Sinar
Grafika, Jakarta, 1992
5/12/2018 makalah reza1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-reza1 30/30
7. Perjanjan Kerja, FX. Djumialdji, Bumi Aksara, Jakarta, 1997
8. Asas-asas Hukum Perjanjian. R.Wirjono Prodjodikoro, Bandung: Mandar Maju. 2000.
9. Sistem Outsourcing Banyak Disalahgunakan”, www.fpks-dpr.or.id
10. Segi-Segi HukumPerjanjian, M. Yahya harahap, Bandung: Alumni, 1986
11. HIMPUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN, Undang-undang
No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan,