makalah refrigerasi

25
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor tuna terbesar di dunia. Ikan tuna pada umumnya diekspor dalam bentuk segar utuh disiangi (fresh whole gilled and gutted); produk beku utuh disiangi (frozen whole gilled and gutted), loin (frozen loin) dan steak beku (frozen steak); serta produk dalam kaleng (canned tuna). Produk- produk tuna tersebut sebagian besar diekspor ke manca negara dan hanya sebagian kecil yang dipasarkan di dalam negeri. Dalam kurun waktu 1999-2004, volume ekspor tuna mengalami kenaikan rata-rata sebesar 2,72 per tahun yakni dari 87.581 ton menjadi 94,221 ton (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2005). Ikan tuna merupakan salah satu ikan ekonomis penting. Ikan tuna pada umumnya dimanfaatkan untuk produksi pengalengan dan pembekuan. Produk beku dalam bentuk utuh maupun dalam bentuk loin beku. Produk perikanan merupakan produk yang mudah busuk (perishible food). Oleh karena itu diperlukan penanganan yang baik untuk mempertahankan mutunya, melalui pengawetan dan pengolahan (Agus Irawan 1995). Adapun salah satu cara untuk pengawetan dari ikan tuna yaitu dengan melakukan pendinginan dan pembekuan pada ikan tuna tersebut, dan 1

Upload: 12evandrilaode

Post on 19-Jan-2016

328 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Refrigerasi

TRANSCRIPT

Page 1: makalah refrigerasi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor tuna terbesar di dunia.

Ikan tuna pada umumnya diekspor dalam bentuk segar utuh disiangi (fresh whole

gilled and gutted); produk beku utuh disiangi (frozen whole gilled and gutted), loin

(frozen loin) dan steak beku (frozen steak); serta produk dalam kaleng (canned tuna).

Produk-produk tuna tersebut sebagian besar diekspor ke manca negara dan hanya

sebagian kecil yang dipasarkan di dalam negeri. Dalam kurun waktu 1999-2004,

volume ekspor tuna mengalami kenaikan rata-rata sebesar 2,72 per tahun yakni dari

87.581 ton menjadi 94,221 ton (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2005). Ikan

tuna merupakan salah satu ikan ekonomis penting. Ikan tuna pada umumnya

dimanfaatkan untuk produksi pengalengan dan pembekuan. Produk beku dalam

bentuk utuh maupun dalam bentuk loin beku.

Produk perikanan merupakan produk yang mudah busuk (perishible food).

Oleh karena itu diperlukan penanganan yang baik untuk mempertahankan mutunya,

melalui pengawetan dan pengolahan (Agus Irawan 1995). Adapun salah satu cara

untuk pengawetan dari ikan tuna yaitu dengan melakukan pendinginan dan

pembekuan pada ikan tuna tersebut, dan itu yang dilakukan hampir sebagian besar

perusahaan – perusahaan distributor dan ekspor ikan tuna. Oleh karena itu, penulis

mengambil tugas makalah yang berhubungan dengan pendinginan dan pembekuan

ikan tuna yang diproduksi berupa tuna loin. Dengan menggunakan sistem

pendinginan dan pembekuan untuk industri penyimpanan ikan tuna, maka banyak

memberikan keuntungan bagi berjalannya proses penyimpanan sampai dengan

pendistribusian produk kepada distributor dan konsumen. Misalnya, ikan tuna yang

disimpan dengan sistem refrigerasi atau pembekuan tersebut dapat terjaga kualitas

dan kesegarannya sampai beberapa minggu hingga saat disalurkan ke berbagai

daerah.

1

Page 2: makalah refrigerasi

1.2 Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini antara lain:

1. Mengetahui karakteristik pendinginan dan pembekuan dari tuna loin.

2. Mengetahui proses dan alat yang digunakan pada pendinginan dan pembekuan

tuna loin.

3. Mengetahui pendistribusian pendinginan dan pembekuan tuna loin.

1.3 Manfaat

Adapun Manfaat penulisan makalah ini adalah untuk meningkatkan

pengetahuan dan ilmu keterampilan dalam proses pembekuan dan pendinginan,

penurunan mutu, pemeliharaan produk, alat yang digunakan serta pendistribusian

produk tuna loin.

2

Page 3: makalah refrigerasi

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Karakteristik Tuna Loin Beku

Menurut SNI  01-4104-2006, bahan baku Tuna Loin  Beku adalah semua jenis

tuna yang dapat diolah untuk dijadikan produk berupa Tuna Loin Beku.  Bahan baku

harus bersih, bebas dari setiap bau yang menandakan pembusukan, bebas dari tanda

dekomposisi dan pemalsuan,bebas dari sifat-sifat alamiah lain yang dapat

menurunkan mutu serta tidak membahayakan kesehatan, juga harus berasal dari

perairan yang tidak tercemar serta secara organoleptik bahan baku tersbut harus

mempunyai karateristik kesegaran sekurang-kurangnya sebagai berikut :

Rupa dan warna          : bersih, warna daging spesifik jenis tuna

Bau                              : segar spesifik jenis, dan berbau rumput laut segar

Rasa                            : manis spesifik jenis ikan tuna

Konsistensi                  : elstis, padat dan kompak

Tuna loin beku adalah tuna yang telah mengalami perlakuan sehingga suhu

pusatnya maksimum -18oC, merupakan produk olahan hasil perikanan dengan bahan

baku tuna segar atau beku yang mengalami perlakuan sebagai berikut: penerimaan,

penyiangan atau tanpa penyiangan, pencucian, pembuatan loin, pengulitan dan

perapihan, sortasi mutu, pembungkusan (wrapping), pembekuan, penimbangan,

pengepakan, pelabelan dan penyimpanan. Standar mencakup klasifikasi, syarat bahan

baku, bahan penolong dan bahan tambahan makanan, cara penanganan dan

pengolahan, teknik sanitasi dan higiene, syarat mutu dan keamanan pangan,

pengambilan contoh, cara uji, serta syarat penandaan dan pengemasan untuk tuna loin

beku.

Karakteristik tuna loin segar

Penanganan terhadap proses ikan tuna berbeda dengan komoditi hasil laut

lainnya. Bahan baku tuna tidak boleh dibersihkan dengan cara dicuci atau disiram air,

terutama dagingnya. Daging ikan tuna akan rusak apabila dicuci dengan air. Untuk

mencegah penurunan mutu tuna loin, maka setiap tahap proses produksi tidak pernah

3

Page 4: makalah refrigerasi

terlepas dari sistem rantai dingin. Es yang digunakan dalam proses produksi tidak

langsung bersentuhan dengan daging tuna. Menurut SNI 01-0222-1995 bahan

penolong dan bahan tambahan yang digunakan tidak merusak, mengubah komposisi

dan sifat khas tuna. Dalam hal ini bahan penolong yang dipakai dalam proses

produksi tuna loin adalah air dan es. Air yang digunakan sebagai bahan penolong

untuk kegiatan di unit pengolahan memenuhi persyaratan kualitas air minum. Es yang

digunakan dibuat dari air yang memenuhi persyaratan sesuai SNI 01-4872.1-2006.

Dalam penggunaannya, es ditangani dan disimpan di tempat yang bersih agar

terhindar dari kontaminasi.

Grade Kenampakan Bau Tekstur

A Daging berwarna merah cerah, seratdaging kuat merekat sesamanya,potongan daging rapi, tidak terikuttulang/kulit, tidak ada daging merah

Sangat segar, spesifikjenis

Elastis, padat, dan kompak

B Daging berwarna merah cerah, seratdaging merekat kuat sesamanya,potongan daging tidak rapi, tidakterikut tulang/kulit, tidak ada dagingmerah

Segar,spesifikjenis

Elastis, padat,kurang kompak

C Daging berwarna merah cerah, seratdaging merekat kuat sesamanya,potongan daging tidak rapi, sedikitterikut tulang/kulit, tidak ada dagingmerah

Kurangsegar, adasedikit bautambahan

Elastis, kurang padat, dan kurang kompak

D Daging berwarna merah cerah, seratdaging memisah, potongan dagingtidak rapi, sedikit terikut tulang dankulit, sedikit terdapat daging merah

Bau busukmulai jelas

Kurang elastis, kurang padat, dan kurang kompak

E Daging berwarna merah kusam, serat

Bau busuksangat

Tidak elastis,sangat lunak

4

Page 5: makalah refrigerasi

daging memisah, potongan dagingtidak rapi, terdapat tulang/kulit cukupbanyak, banyak terdapat dagingmerah.

tajam

2.2 Proses Pengolahan Pendinginan dan Pembekuan Tuna Loin

Berdasarkan SNI 01-4104-2006 penanganan dan pengolahan tuna loin beku

dibedakan menjadi dua berdasarkan kondisi bahan baku yang digunakan, yaitu bahan

baku tuna segar dan bahan baku tuna beku

2.2.1 Bahan Baku Tuna Segar

Penerimaan

Bahan baku yang diterima di unit pengolahan diuji secara organoleptik, untuk

mengetahui mutunya. Bahan baku kemudian ditangani secara hati-hati, cepat, cermat

dan saniter dengan suhu pusat produk maksimal 4,4°C.

            Menurut Ditjenkan (1993), Ikan terlebih dahulu dicuci untuk menghilangkan

lendir atau kotoran yang menempel pada tubuh ikan tuna, kemudian disortasi menurut

ukuran dan mutu. Ukuran tuna yang diterima untuk pengolahan tuna loin adalah yang

berukuran 30 kg keatas, mutu tuna yang dapat diterima sebagai bahan baku loin

adalah Warna daging kemerah-merahan seperti merah semangka untuk jenis

Yellowfin tuna sedangkan untuk jenis Big eye tuna merahnya seperti bunga rose

(dihindarkan warna daging ikan yang pucat/putih), Elastis atau daging masih kenyal

tidak boleh pecah atau mudah hancur, dan kecerahan tuna bila diusap seperti kaca.

            Ukuran ikan menunjukkan besar kecilnya ikan. Pada umumnya ikan dikatakan

besar apabila panjangnya melebihi ukuran 20 cm, sedangkan ikan dikatakan kecil

apabila panjang ikan kurang dari 10 cm. Ukuran panjang keseluruhan seekor ikan

adalah panjang yang diukur dari ujung mulut ikan sampai dengan ujung ekor ikan

(Hadiwiyoto, 1993).

5

Page 6: makalah refrigerasi

Pemotongan Kepala, Sirip dan Ekor

Apabila ikan yang diterima masih dalam keadaan utuh, ikan disiangi dengan

cara membuang kepala dan isi perut. Penyiangan dilakukan secara cepat, cermat dan

saniter sehingga tidak menyebabkan pencemaran pada tahap berikutnya dengan suhu

pusat produk maksimal 4,4°C.

            Pemotongan dimulai dari bagian kepala, pisau kemudian diarahkan kebagian

punggung sampai tepat pada tulang belakangnya, kemudian disayat pada bagian

samping kiri kanan daging punggung dan perut yang selanjutnya dilakukan

pembelahan dari pangkal kapala sampai pada inlet 3 dari pangkal ekor, searah dengan

linea literalis sehingga bisa lepas (Ditjenkan, 1993).

Pada saat ikan mati, enzim pencernaan yang ada dalam perut dan usus masih

aktif.  Jika usus dan alat pencernaan yang banyak mengandung enzim tidak dibuang

maka enzim ini akan memecah jaringan saluran pencernaan dan menghancurkan

dinding perut (Junianto, 2000).

Pencucian

            Ikan dicuci dengan hati-hati menggunakan air bersih dingin yang mengalir

secara cepat, cermat dan saniter untuk mempertahankan suhu pusat produk maksimal

4.4°C. Pencucian  ini bertujuan untuk menghilangkan sisa kotoran dan darah yang

menempel di tubuh  ikan sehingga  bebas dari kontaminasi bakteri pathogen.

Pencucian bahan pangan yang ditujukan untuk mengurangi populasi mikroba

alami (flora alami) yang terdapat dalam bahan pangan, sehingga populasinya tidak

berpengaruh pada proses selanjutnya. Pencucian dilakukan dalam air mengalir, bersih

dan sudah didinginkan antara suhu 0-5oC (Afrianto, 2008).

Pembuatan Loin

Pembuatan loin dilakukan dengan cara membelah ikan menjadi empat bagian

secara membujur. Proses pembuatan loin dilakukan secara cepat, cermat dan saniter

dan tetap mempertahankan suhu pusat produk 4,4°C.

6

Page 7: makalah refrigerasi

Pembuatan loin ini bertujuan untuk mendapatkan bentuk loin sesuai dengan

ukuran yang ditentukan dan bebas dari kontaminasi bakteri patogen

Pengulitan dan Perapihan

Tahap berikutnya yaitu pembuangan kulit, dilanjutkan dengan merapihkan

bentuk loin dan membuang lapisan lemak yang masih terdapat pada permukaan

daging guna mencegah terjadinya kontaminasi.

Sortasi Mutu

Sortasi mutu dilakukan dengan memeriksa loin apakah masih terdapat tulang,

duri, daging merah dan kulit secara manual. Sortasi dilakukan secara hati-hati, cepat,

cermat dan saniter dengan suhu pusat produk maksimal 4,4°C. Menurut Afrianto

(2008), sortasi pada bahan baku bertujuan untuk mendapatkan bahan baku ikan

dengan jenis, ukuran dan mutu yang seragam. Pemisahan ini akan menjaga mutu

bahan baku tetap baik. Dengan bahan baku bermutu baik akan dapat dihasilkan

produk pangan dengan mutu yang relatif sama. Menurut Ditjenkan (1997), sebelum

dimasukkan ke dalam ruang pengolahan bahan baku harus diperiksa dan disortir

dengan cara saniter hanya bahan baku yang memenuhi syarat kesegaran dan bersih

yang boleh diolah.

Pembungkusan (Wrapping)

Loin yang sudah rapih selanjutnya dikemas dalam plastik secara individual

vakum dan tidak vakum secara cepat. Proses pembungkusan dilakukan secara cepat,

cermat dan saniter dan tetap mempertahankan suhu pusat produk maksimal 4,4°C.

Pembekuan

Loin yang sudah dibungkus kemudian dibekukan dengan alat pembeku

(freezer) seperti ABF, CDF, Brain hingga suhu pusat ikan mencapai maksimal  -18°C

dalam waktu maksimal 4 jam. Pembekuan adalah cara yang paling banyak digunakan

untuk mengolah hasil perikanan. Keunggulan paling utama dibanding cara

pengolahan yang lain adalah kemapuan  pembekuan dalam mengawetkan bahan baku

atau produk hasil perikanan tanpa harus merubah sifat asli produknya. Pendinginan

7

Page 8: makalah refrigerasi

adalah pengolahan dengan cara menurunkan suhu ikan mendekati titik beku. Kondisi

ini menunda kegiatan biokomiawi dan bakteriologis dari bahan baku, sehingga dapat

memperpanjang daya awet atau masa simpan produk. Pembekuan adalah suatu cara

pengolahan dengan mengurangi suhu produk dari temperatur asal sampai mencapai

-180C dan sebagian besar dalam tubuh telah berubah menjadi es (Soen’an, 2002).

Penimbangan

Loin ditimbang satu per satu dengan menggunakan timbangan yang sudah

dikalibrasi. Penimbangan dilakukan dengan cepat, cermat dan saniter serta tetap

mempertahankan suhu pusat produk maksimal -18°C. Tujuan dari penimbangan ini

adalah mendapatkan berat loin yang sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan dan

bebas dari kontaminasi bakteri patogen.

Pengepakan

Loin yang telah dilepaskan dari pan pembeku, kemudian dikemas dengan

plastik dan dimasukkan dalam master karton secara cepat, cermat dan saniter

sehingga melindungi produk dari kontaminasi dan kerusakan selama transportasi dan

penyimpanan serta sesuai dengan label.

2.2.2 Bahan Baku Tuna Beku

Penerimaan

Bahan baku yang diterima di unit pengolahan diuji secara organoleptik, untuk

mengetahui mutunya. Bahan baku kemudian ditangani secara hati-hati, cepat, cermat

dan saniter dengan suhu pusat produk maksimal -18°C. Dengan demikian akan

didapatkan bahan baku yang bebas bakteri patogen dan memenuhi persyaratan mutu,

ukuran dan jenis.

Penyiangan Atau Tanpa Penyiangan

Apabila ikan yang diterima masih dalam keadaan utuh, ikan disiangi dengan

cara membuang kepala dan isi perut. Penyiangan dilakukan secara cepat, cermat dan

saniter sehingga tidak menyebabkan pencemaran pada tahap berikutnya dengan suhu

pusat produk maksimal -18°C. Penyiangan dilakukan bertujuan untuk mendapatkan

8

Page 9: makalah refrigerasi

ikan yang bersih, tanpa kepala dan isi perut serta mereduksi kontaminasi bakteri

patogen.

Pembuatan Loin

Pembuatan loin dilakukan dengan cara membelah ikan menjadi empat bagian

secara membujur. Proses pembuatan loin dilakukan secara cepat, cermat dan saniter

serta tetap mempertahankan suhu pusat produk maksimal -18°C

 Pengulitan dan Perapihan

Tulang, daging hitam (dark meat) dan kulit yang ada pada loin dibuang

hingga bersih. Pengkulitan dan perapihan dilakukan secara cepat, cermat dan saniter

serta tetap mempertahankan suhu pusat produk maksimal -18°C. Okada (1990) dalam

Widiastuty (2007) menyatakan bahwa daging merah mengandung mioglobin dan

hemoglobin yang bersifat prooksidan serta kaya akan lemak. Warna merah pada

daging ikan disebabkan kandungan hemoproteinnya tinggi yang tersusun atas protein

moiety, globin dan struktur heme. Di antara hemoprotein yang ada, mioglobin adalah

hemoprotein yang terbanyak. Lebih 80% hemoprotein pada daging merah adalah

mioglobin dan hemoglobin. Kandungan mioglobin pada daging merah ikan tuna

dapat lebih dari 3.500 mg/100 g (Watanabe, 1990). Hal ini yang menyebabkan

mudahnya terjadi ketengikan pada daging merah ikan tuna.

Pembekuan

Loin yang sudah disusun dalam pan pembekuan, dibekukan dalam alat

pembeku (Freezer) hingga suhu pusat ikan mencapai maksimum -18°C secara cepat.

Bertujuan untuk membekukan produk hingga mencapai suhu pusat maksimal   -18°C

secara cepat dan tidak mengakibatkan pengeringan terhadap produk.

Menurut Moeljanto (1992), proses pembekuan yaitu panas yang diambil

diikuti dengan turunnya suhu produk dibekukan dan berubahnya sebagian kadar air

yang terkandung dalam produk menjadi es.

9

Page 10: makalah refrigerasi

 Penimbangan

Loin ditimbang satu per satu dengan menggunakan timbangan yang sudah

dikalibrasi. Penimbangan dilakukan dengan cepat, cermat dan saniter serta tetap

mempertahankan suhu pusat produk maksimal -18°C. tujuannya adalah untuk

mendapatkan berat loin yang sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan dan bebas

dari kontaminasi bakteri patogen.

Pengepakan

Loin yang telah dilepaskan dari pan pembeku, kemudian dikemas dengan

plastik dan dimasukkan dalam master karton secara cepat, cermat dan saniter. Hal ini

bertujuan untuk melindungi produk dari kontaminasi dan kerusakan selama

transportasi dan penyimpanan serta sesuai dengan label.

Penyimpanan

Penyimpanan tuna loin beku dalam gudang beku (cold storage) dengan suhu

maksimal -25°C dengan fluktuasi suhu maksimal ± 2°C. Penataan produk dalam

gudang beku diatur sedemikian rupa sehingga memungkinkan sirkulasi udara dapat

merata dan memudahkan pembongkaran.

          Produk pangan yang sudah dihasilkan perlu ditangani secara baik agar tidak

mengalami rekontaminasi, sehingga mutu produk pangan tetap terjaga sampai ke

konsumen. Pengemasan merupakan salah satu cara untuk mencegah terjadinya

rekontaminasi. Pemilihan waktu untuk mengemas, jenis bahan pengemas, dan

kebersihan bahan pengemas sangat berpengaruh terhadap  upaya pencegahan

rekontaminasi (Afrianto, 2008).

2.2.3 Fasilitas Produksi dan Peralatan

Mengingat produksi (processing) tuna loin hanya memerlukan teknologi

pengolahan secara sederhana, maka fasilitas dan peralatan yang dibutuhkan juga tidak

terlalu rumit. Fasilitas dan peralatan minimal yang diperlukan dalam pengolahan tuna

loin skala kecil meliputi :

a) Ruang proses (processing room), ukuran 6 x 10 m2

10

Page 11: makalah refrigerasi

b) Meja potong stainless steel (1 buah)

c) Meja trimming stainless steel (1 buah)

d) Pisau fillet stainless steel (1 buah)

e) Pisau trimming stainless steel (3 buah)

f) Sterofoam kapasitas 80 kg AG 150 (10 buah)

g) Cutting board ukuran 1 x 2 meter (1 lembar)

h) Sepatu boot (4 pasang)

i) Basket (keranjang) biru (4 buah)

j) Basket (keranjang) merah (2 – 3 buah)

k) Blong plastik (2 buah)

l) Ruang pembuangan sirip, insang, isi perut ukuran 3 x 3,5 meter

m) Ruang pemotongan kepala ukuran 3 x 5 meter

n) Pisau potong stainless steel (1buah)

o) Talenan ukuran 0,5 x 1 meter ( 10 buah)

p) Timbangan manual kapasitas 100kg

q) Baju lab warna biru penutup kepala celemek, sarung tangan (20  pasang)

r) Timbangan digital 30 kg.

s) Alat penyentik CO

Meskipun usaha pengolahan tuna loin ini menggunakan teknologi sederhana,

namun tidak demikian dengan peralatan yang digunakannya. Peralatan yang

digunakan dalam usaha pengolahan ini cukup mahal dan spesifik. Persyaratan

peralatan menurut Standart Nasional Indonesia (SNI) 01-4104.3-2006 adalah semua

peralatan dan perlengkapan yang digunakan dalam penanganan dan pengolahan tuna

loin beku mempunyai permukaan yang halus dan rata, tidak mengelupas, tidak

berkarat, tidak merupakan sumber cemaran jasad renik, tidak retak dan mudah

dibersihkan. Semua peralatan dalam keadaan bersih, sebelum, selama dan sesudah

digunakan.

11

Page 12: makalah refrigerasi

2.3 Penurunan Mutu Produk

Pada pendinginan penyebab bahaya penurunan mutu yang mungkin terjadi

yaitu peningkatan suhu ruang pendingin loin. Bahaya ini akan mengakibatkan

terjadinya peningkatan suhu ikan di atas 3oC dan akan berdampak pada pertumbuhan

mikroba (TPC, Coliform, Esherichia coli, dan Salmonella) dan peningkatan

histamine sehingga terjadi penurunan mutu produk. Bahaya ini termasuk dalam

bahaya keamanan pangan, namun peluang terjadinya rendah karena dapat

dikendalikan oleh GMP dan SSOP. Bahaya ini memiliki dampak yang serius apabila

tidak dilakukan sesuai GMP dan SSOP. Tahapan pencegahan yang dilakukan yaitu

mempertahankan suhu ruang pendingin pada kisaran 0o – (-2)oC dengan pengawasan

suhu ruang pendinginan setiap jam. Sedangkan pada Pembekuan (Freezing) penyebab

bahaya yang mungkin terjadi yaitu peningkatan suhu ruang ABF. Bahaya ini akan

mengakibatkan terjadinya peningkatan suhu ikan di atas 3oC dan akan berdampak pada

pertumbuhan mikroba (TPC, Coliform, Esherichia coli, dan Salmonella) dan peningkatan

histamin. Bahaya ini termasuk dalam kategori keamanan makanan dan berdampak serius,

namun peluang terjadinya rendah karena dapat dikendalikan oleh GMP. Tahapan

pencegahan yang dilakukan yaitu mempertahankan suhu ruang pendingin pada suhu -

35oC dengan pengawasan suhu ruang pendinginan setiap jam. Sehingga penurunan mutu

produk dapat terhambat. Penurunan mutu lainnya yang mungkin terjadi yaitu dehidrasi

fisik tuna loin yang diakibatkan oleh waktu pembekuan yang terlalu lama.

2.4 Pemeliharaan Produk

Penyimpanan tuna loin beku dalam gudang beku (cold storage) dengan suhu

maksimal -25°C dengan fluktuasi suhu maksimal ± 2°C. Penataan produk dalam

gudang beku diatur sedemikian rupa sehingga memungkinkan sirkulasi udara dapat

merata dan memudahkan pembongkaran. Produk pangan yang sudah dihasilkan perlu

ditangani secara baik agar tidak mengalami rekontaminasi, sehingga mutu produk

pangan tetap terjaga sampai ke konsumen. Pengemasan merupakan salah satu cara

untuk mencegah terjadinya rekontaminasi. Pemilihan waktu untuk mengemas, jenis

12

Page 13: makalah refrigerasi

bahan pengemas, dan kebersihan bahan pengemas sangat berpengaruh terhadap 

upaya pencegahan rekontaminasi (Afrianto, 2008).

Sedangkan Penyimpanan ikan pada kondisi refrigerasi sejak ikan ditangkap

hingga dikonsumsi merupakan hal yang sangat penting untuk mengurangi kerusakan

ikan dan menghindari terjadinya keracunan histamin. Suhu rendah mengontrol bakteri

penghasil histamin selama ikan ditangani dan diolah (Public Health Divisin, 2002

dalam Widiastuty, 2007). Selama pendinginan kadar histamin tidak mengalami

perubahan, tetapi pada waktu pendinginan karena suatu hal tertunda sehingga menjadi

24 jam, maka kadar histaminnya akan meningkat, demikian juga jumlah bakteri akan

meningkat 100 kali lebih banyak, tetapi bila pendinginan dilakukan pada suhu 4oC

selama 24 jam tidak berpengaruh terhadap kadar histamin (Winarno,1993). Menurut

Huss (1994) dalam Widiastuty (2007), bahwa apabila histamin telah terbentuk selama

penanganan maka walau ikan tersebut dikalengkan atau dimasak pada suhu tinggi

tidak akan merubah kadar histamin sehingga tetap potensial membahayakan manusia.

Menurut Purnomo, Irianto dan Chasanah (1990) dalam penelitiannya, bahwa tuna

memiliki kandungan histamin yang bervariasi sesuai dengan asalnya pada tubuh tuna

dan lama penyimpanan.

2.5 Distribusi Produk

Pendistribusian produk atau ekspor produk harus dilakukan dengan sesegera

mungkin dan hati-hati untuk mencegah produk dari kerusakan, peningkatan suhu dan

terkena sinar matahari secara langsung. Tahap pendistribusian ini harus diterapkan

sistem FIFO atau First In, First Out yaitu barang yang pertama masuk harus segera

didistribusikan sesegera mungkin untuk mencegah kemunduran mutu dan kualitas

produk. Tuna loin beku yang siap ekspor selanjutnya diangkut ke dalam kontainer

dengan sesegera mungkin dan hati-hati untuk mencegah produk dari kerusakan fisik dan

peningkatan suhu. Pengangkutan ini perlu penerapan GMP agar tidak membahayakan

konsumen yang mengkonsumsinya. Suhu kontainer merupakan faktor penting dalam

menjaga suhu pusat ikan selama transportasi, maka dari itu pada pengangkutan dilakukan

13

Page 14: makalah refrigerasi

monitoring suhu kontainer pada saat awal pengangkutan hingga kontainer berangkat.

Selain itu pada pengangkutan dilakukan monitoring kondisi kemasan (karton dan

perekat) dan sanitasi dari kontainer.

14

Page 15: makalah refrigerasi

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Adapun karakteristik dari produk tuna loin segar dan beku yaitu bahan baku

harus bersih, bebas dari setiap bau yang menandakan pembusukan, bebas dari tanda

dekomposisi dan pemalsuan,bebas dari sifat-sifat alamiah lain yang dapat

menurunkan mutu serta tidak membahayakan kesehatan, juga harus berasal dari

perairan yang tidak tercemar.

Fasilitas dan peralatan minimal yang diperlukan dalam pengolahan tuna loin

skala kecil meliputi: ruang proses, meja potong, meja trimming, Pisau fillet, Pisau

trimming, sterofoam, cutting board, sepatu boot, basket, blong plastic, ruang

pembuangan sirip, insang, isi perut, ruang pemotongan kepala, pisau potong stainless,

talenan, timbangan manual, baju lab warna biru penutup kepala celemek, sarung

tangan, timbangan digital, alat penyentik CO

Berdasarkan SNI 01-4104-2006 penanganan dan pengolahan tuna loin beku

dibedakan menjadi dua berdasarkan kondisi bahan baku yang digunakan, yaitu bahan

baku tuna segar dan bahan baku tuna beku.

Pada pendinginan penyebab bahaya penurunan mutu yang mungkin terjadi

yaitu peningkatan suhu ruang pendingin loin. Penyimpanan tuna loin beku dalam

gudang beku (cold storage) dengan suhu maksimal -25°C dengan fluktuasi suhu

maksimal ± 2°C.

Pendistribusian produk atau ekspor produk harus dilakukan dengan sesegera

mungkin dengan menggunakan container yang dilengkapi dengan refrigerant. Tahap

pendistribusian ini harus diterapkan sistem FIFO atau First In, First Out.

3.2 Saran

Harus ada praktek agar mahasiswa dapat mengetahui lebih dalam tentang produk

tuna loin segar dan tuna loin beku.

15

Page 16: makalah refrigerasi

DAFTAR PUSTAKA

Asean Canada Fisheries Post Harvest. 1997. Improved Quality Control For The

Handling and Processing of Fresh and Frozen Tuna at Sea and On

Shore. Southeast Asian.

Balai Bimbingan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan. 1996. Laporan Tahunan.

Direktorat Jenderal Perikanan. Jakarta.

Dewan Standarisasi Nasional Indonesia. 1994. Penanganan dan Pengolahan Udang

Kupas Mentah Beku. SNI 01-3467-1994. Dewan Standarisasi Nasional

Indonesia. Jakarta.

Direktorat Jendaral Perikanan 1996/1997. Petunjuk Teknik Sanitasi dan Hygiene.

Departemen Kelautan dan Perikanan Jakarta.

Direktorat Jendral Perikanan. 1999/2000. Pedoman Penerapan PMMT Berdasarkan

Konsepsi HACCP. Departemen Kelautan dan Perikanan Jakarta.

Hadiwiyoto, S. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan Jilid I. Liberty.

Yogyakarta.

Hariadi, S. 1992. Pengolahan Udang Beku. PT. Karya Anda. Surabaya.

Lautan Bahari Sejahtera. 2005. Pabrik Pembekuan Ikan Tuna. Jakarta.

Murniati dan Sunarman. 2000. Pendinginan, Pembekuan dan Pengawetan Ikan.

Kasinius, Yogyakarta.

16