makalah puu

30
MAKALAH PERUNDANG – UNDANGAN FARMASI PEMBERIAN OBAT KADALUARSA Disusun oleh : Ufwti Regina NP (260110090099) Isma Nurlatifah (260110090100) Hawa April Yani (260110090101) Jalaludin (260110097001) Taofik Al Nur (260110097002) Rendi Mulyadi Irawan (260110097003) Jalaludin (260110097004) Fitria (260110097005) Ismail Ahsanuddien (260110097006) FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS PADJADJARAN 2013

Upload: rijal-zul-renjul

Post on 01-Dec-2015

120 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah PUU

MAKALAH PERUNDANG – UNDANGAN FARMASI

PEMBERIAN OBAT KADALUARSA

Disusun oleh :

Ufwti Regina NP (260110090099)

Isma Nurlatifah (260110090100)

Hawa April Yani (260110090101)

Jalaludin (260110097001)

Taofik Al Nur (260110097002)

Rendi Mulyadi Irawan (260110097003)

Jalaludin (260110097004)

Fitria (260110097005)

Ismail Ahsanuddien (260110097006)

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2013

Page 2: Makalah PUU

Kata Pengantar

Puji syukur kita panjatkan kehadiran Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa

yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah

ini dapat diselesaikan. Makalah ini disusun untuk diajukan sebagai tugas mata

kuliah Perundang – Undangan Farmasi dengan judul “Pemberian Obat

Kadaluarsa” di Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran. Dalam penyusunan

makalah ini, tidak sedikit hambatan yang penyusun hadapi. Namun, penyusun

menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan makalah ini tidak lain berkat

bantuan dari banyak pihak sehingga kendala-kendala yang penyusun hadapi

teratasi.

Dalam penyusunan makalah ini, penyusun merasa masih banyak

kekurangan-kekurangan baik dalam teknis penulisan maupun materi, mengingat

akan kemampuan yang dimiliki penyusun. Untuk itu, kritik dan saran dari semua

pihak sangat penyusun harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran

bagi pihak yang membutuhkan, khususnya bagi penyusun sehingga tujuan yang

diharapkan dapat tercapai, Amin.

Jatinangor, Mei 2013

Penulis

Page 3: Makalah PUU

DAFTAR ISI

Halaman

Kata Pengantar …………………………………………………… i

BAB I …………………………………………………… 1

Pendahuluan ………………………………………………… 1

Latar Belakang …………………………………………………… 1

Tujuan …………………………………………………… 2

Metode Penulisan …………………………………………………… 2

BAB II …………………………………………………… 3

Isi / Pembahasan …………………………………………………… 3

BAB III ……………………………………………………. 16

Kesimpulan …………………………………………………… 16

Daftar Pustaka……..………………………………………………….. 17

Page 4: Makalah PUU

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kasus kesalahan pemberian obat seperti obat yang sudah kadaluarsa masih

banyak terjadi di Indonesia bahkan ada yang sampai menyebabkan kematian.

Kasus ini diantaranya dialami oleh Paulus Famiardjo di rumah sakit Pondok Indah

Kapuk (PIK) Jakara dan Darmawansyah di RSUD Sanggau Pontianak.

Kasus Paulus Famiardjo terjadi pada tahun 2006. Pada tanggal 9 maret

2006, Paulus datang ke RS PIK dan menjalani pengobatan kanker paru-paru

hingga 20 Maret 2006 . Untuk membunuh sel kankernya, pada 22 Maret 2006.

Paulus datang lagi dan diberikan obat gemzar yang berfungsi membunuh sel

kanker (Firdausjuven, 2006)

Obat gemzar atau gemcitabine tergolong ke dalam kelompok obat-obatan

yang disebut dengan antimetabolites. Obat ini dapat dikonsumsi sendiri atau

dikombinasikan dengan obat lain untuk kemoterapi kanker payudara, kanker

ovarium, kanker pankreas dan kanker paru-paru. Obat ini bekerja dengan cara

memperlambat atau menghentikan pertumbuhan sel-sel kanker. Obat ini hanya

dapat diperoleh dengan resep dokter (Detik health, 2012).

Demi mengembalikan kondisi kesehatan yang melemah, pihak RS

memberikan obat berupa cairan infus lipovenous. Namun cairan obat itu ternyata

kadaluarsa 10 Maret 2006. Dan 12 jam kemudian Paulus meninggal dunia setelah

diberikan obat kadaluarsa tersebut (Firdausjuven, 2006)

Kasus berikutnya dialami oleh Darmawansyah warga Gg Karya, Jl Sultan

Syahrir Kecamatan Kapuas Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat terjadi pada

agustus 2012. Anaknya Fania (7 tahun), pasien Demam Berdarah Dengue (DBD)

di RSUD Sanggau diberikan obat kedaluarsa pihak apotek (Haryanto. 2012).

Kejadian tersebut dimulai pada Senin, 21 Agustus 2012 ketika dirinya

membawa sang buah hati memeriksakan diri ke RSUD dengan gejala demam

tinggi. Dokter kemudian memberikan resep obat untuk ditebus. Kemudian ia pergi

Page 5: Makalah PUU

ke Apotek yang ada di rumah sakit tersebut. Lalu, diberikanlah obat Aviter

sebanyak 10 bungkus. Namun, satu dari 10 bungkus obat itu tertera tanggal yang

sudah kedaluarsa. Ia melihat, sembilan bungkus lainnya tertulis masa berlaku

(expired) hingga November 2013, tapi yang satu bungkus tertulis November 2011.

Ia mengaku memang sempat mengadukan hal itu langsung ke apotek.

Pihak apotek diungkapkannya juga sudah sempat mau menukarkan. Kekecewaan

pasien terhadap pihak apotek dirumah sakit tersebut adalah seharusnya apoteker

memeriksa obat dengan teliti. Obat fungsinya untuk mengobati namun jika sudah

kedaluarsa justru dapat membahayakan jika memang sudah dikonsumsi. Pihak

pasien berencana mengadukan hal ini ke balai pengawasan obat dan makanan

(POM) (Haryanto. 2012).

Obat kadaluarsa (obat expire date) merupakan polemik tersendiri bagi

Asisten Apoteker (Tenaga Teknis Kefarmasian) dalam melaksanakan pekerjaan

kefarmasian, baik itu di puskesmas; rumah sakit; apotek; atau tempat pelayanan

kesehatan lainya. Permasalahannya ialah ketika Asisten Apoteker ataupun Tenaga

Teknis Kefarmasian yang ada disalah satu tempat pelayanan kesahatan tersebut

diminta untuk ikut bertanggung jawab atas semua obat yang kadaluarsa. Hal ini

bisa menimbulkan dampak moril dan materil yang luarbiasa bagi kita untuk dapat

menjalankan pekerjaan kefarmasian dengan baik. Karena itu perlulah kita

mengetahui bagaimana sebenarnya permasalahan obat kadaluarsa ini, sehingga

kita bisa mencari solusi yang terbaik untuk menanganinya (PAFI, 2011).

1.2. Tujuan

Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk menambah

pengetahuan yang diharapkan bermanfaat bagi kita semua.

1.3. Metode Penulisan

Penyusun mempergunakan metode studi pustaka baik

membaca buku-buku yang berkaitan dengan penyusunan makalah ini

maupun menggunakan media elektronik.

Page 6: Makalah PUU

BAB II

ISI

1. Aspek Undang – Undang

Banyaknya kasus-kasus dalam dunia kesehatan, seperti malpraktik,

pelayanan kesehatan yang tidak sesuai standar, pelayanan kesehatan yang masih

bersifat diskriminatif bagi kalangan-kalangan tertentu saja, bahkan sampai ke

kasus kesalahan/kelalaian apoteker dalam pemberian obat terhadap pasien.

Tampaknya sangat diperlukan sekali aturan hukum untuk mengatasi masalah-

masalah seperti ini. Hanya dengan mengacu pada UU kesehatan saja, dirasa masih

sangat kurang sekali. Dalam hal ini juga telah diatur dalam Undang-undang

Perlindungan Konsumen. Setidaknya ada ketentuan hukum yang melindungi baik

itu bagi tenaga maupun bagi pasien khususnya yang kerap menjadi korban akibat

kelalaian tenaga kesehatan. Akan tetapi, UUPK tidak mengatur secara jelas

mengenai pasien, pasien dalam hal ini ialah konsumen, sedangkan apoteker atau

tenaga kesehatan lainnya disebut sebagai pelaku usaha/produsen.Hubungan antara

apoteker dan pasien ini layaknya hubungan antara pelaku usaha dan konsumen

diatur dalam UUPK. Apoteker dituntut untuk melindungi pasien dari dampak

kerugian yang timbul akibat kesalahan atau kelalaian dalam menjalankan

tugasnya.

Sehubungan dengan kerugian dan tanggungjawab dalam hubungan

pasien dan apoteker dalam hal kesalahan atau kelalaian apoteker terhadap pasien

akibat kesalahan pemberian obat, maka hal ini dirasa adanya hubungan hukum

secara sukarela antara pasien dengan apoteker. Disatu pihak pasien mendapatkan

hak untuk menggugat ganti rugi berupa biaya, dan kerugian lainnya. Dilain pihak

menimbulkan kewajiban bagi apoteker untuk memenuhi tuntutan ganti rugi akibat

kesalahan/kelalaian yang telah dilakukannya. Hal tersebut diatur dalam Pasal 4

huruf h, Pasal 7 huruf f dan g, Pasal 19 ayat (1) dan (2), dan Pasal 23 UUPK.

Page 7: Makalah PUU

Apoteker yang melakukan kesalahan dalam pelayanan kefarmasian, baik

dalam proses peracikan obat maupun dalam pemberian obat terhadap pasien,

maka akan menimbulkan kerugian bagi pasien, yang mana konsekuensinya

menimbulkan pertanggungjawaban apoteker. Pertanggungjawaban tersebut

biasanya dalam bentuk tanggungjawab perdata yang berupa tuntutan ganti rugi

dari pasien sebagai pihak yang dirugikan. Salah satu jalan yang mungkin

ditempuh adalah dengan menggunakan kualifikasi perbuatan melawan hukum

(Onrechtmatigedaad).

Jika Dilihat Dari Sudut Pandang Perundang-Undangan Tentu Kasus

Tersebut Melanggar Undang-Undang Tepatnya Undang Nomor 36 Tahun 2009

Tentang Kesehatan Dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen.

a. Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009

tentang Kesehatan dibentuk demi memenuhi kebutuhan hukum

masayarakat akan pelayanan kesehatan dan juga sebagai pengganti

Undang-Undang sebelumnya yaitu undang-Undang Nomor 23 Tahun

1992. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur

kesjahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa

Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Perwujudan hak asasi

tersebut kemudian diatur lebih lanjut dalam hak dan kewajiban setiap

orang dalam memperoleh kesehatan. Hak setiap orang dalam hal kesehatan

yaitu:

a. Hak untuk mendapatkan kesehatan

b. Hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang

kesehatan;

Page 8: Makalah PUU

c. Hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan

terjangkau;

d. Hak untuk menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan

bagi dirinya;

e. Hak mendapatkan lingkungan yang sehat bagi pencapaian derajat

kesehatan;

f. fHak mendapatkan informasi dan edukasi tentang kesehatan yang dan

seimbang dan bertanggung jawab;

g. Hak memperoleh informasi tentang data kesehatan dirinya termasuk

tindakan dan pengobatan yang telah maupun akan diterimanya dari

Sanksi Bagi Apoteker

Berikut ini perlu diketahui tentang adanya sanksi pidana yang

diatur dalam undang – undang kesehatan. Secara  umum sebagian besar

sudah tercakup dalam peraturan tersebut, namun untuk sanksi berkaitan

dengan tindakan pidana yang dilakukan oleh tenaga kesehatan belum

tercakup, walaupun sebagian sudah diatur dalam Kitab Undang – undang

Hukum Pidana. Bisa juga, akan diatur lebih detail dalam Undang – undang

tentang Tenaga Kesehatan sebagaimana amanah dari undang – undang ini.

Berikut secara detail pasal – pasal yang menyangkut sanksi pidana yang

terdapat pada Bab XX tentang Ketentuan Pidana mulai pasal 190 s/d pasal

201 :

Pasal 190

(2). Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

mengakibatkan terjadinya kecacatan atau kematian, pimpinan fasilitas

pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan tersebut dipidana dengan

Page 9: Makalah PUU

pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak

Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

b. Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen

Pasien sebagai konsumen juga mendapat perlindungan hukum

sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen

(UUPK). Menurut Pasal 1 angka 1 UUPK menegaskan bahwa

perlindungan huum bagi konsumen adalah segala upaya yang

menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan

kepada konsumen. Kepastian hukum untuk memberikan perlindungan

kepada konsumen itu antara lain adalah dengan meningkatkan harkat

dan martabat konsumen serta membuka akses informasi tentang barang

dan/atau jasa baginya, dan menumbuh kembangkan sikap pelaku usaha

yang jujur dan bertanggung jawab.

Adapun hak dan kewajiban konsumen yaitu:

1) hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam

mengkonsumsi barang dan atau jasa;

2) hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang

dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta

jaminan yang dijanjikan;

3) hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi

dan jaminan barang dan/atau jasa;

4) hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau

jasa yang digunakan;

5) hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya

penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

Page 10: Makalah PUU

6) hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

7) hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta

tidak diskriminatif berdasarkan suku, agama, budaya, daerah,

pendidikan, kaya, miskin dan status sosial lainnya;

8) hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau

penggantian. Apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai

dengan prjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; dan

9) hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perudang-undangan

Sanksi bagi apoteker

Masyarakat boleh merasa lega dengan lahirnya UU No. 8 tahun

1999 tentang Perlindungan Konsumen, namun bagian terbesar dari

masyarakat kita belum tahu akan hak-haknya yang telah mendapat

perlindungan dalam undang-undang tesebut, bahkan tidak sedikit pula para

pelaku usaha yang tidak mengetahui dan mengindahkan UU Perlindungan

Konsumen ini.

Dalam pasal 62 Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen tersebut telah diatur tentang pelanggaran-

pelanggaran yang dilakukan oleh Pelaku usaha diantaranya sebagai berikut

: 1) Dihukum dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau

pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,- (dan milyard rupiah)

terhadap : pelaku usaha yang memproduksi atau memperdagangkan

barang yang tidak sesuai dengan berat, jumlah, ukuran, takaran, jaminan,

keistimewaan, kemanjuran, komposisi, mutu sebagaimana yang

dinyatakan dalam label atau keterangan tentang barang tersebut ( pasal 8

ayat 1 ), pelaku usaha yang tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa

( pasal 8 ayat 1 ), memperdagangkan barang rusak, cacat, atau tercemar

(pasal 8 ayat 2), pelaku usaha yang mencantumkan klausula baku bahwa

Page 11: Makalah PUU

pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli

konsumen di dalam dokumen dan/atau perjanjian.(pasal 18 ayat 1 huruf b).

Pasal 84 yang berbunyi: “Barang siapa mengedarkan makanan dan

atau minuman yang dikemas tanpa mencantumkan tanda atau label

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2); Serta pasal (5) yang

berbunyi menyelenggarakan sarana kesehatan yang tidak

memenuhipersyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) atau

tidak memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1);

dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan atau

pidana denda paling banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah)

(Anonim c, 2008).

2. Aspek Peraturan Pemerintah

Apotek di RSUD Sanggau Kalimantan Barat dan Rumah Sakit Pantai

Indah Kapuk (RS PIK) melakukan pelanggaran mengenai penyerahan obat yang

telah kadaluarsa, dimana apotek di RSUD tersebut telah melanggar Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2001 Tentang Badan

Perlindungan Konsumen Nasional pasal 1, yang berbunyi :

1. Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian

hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.

2. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia

dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain,

maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

Dalam hal ini apotek di RSUD Sanggau telah melakukan kelalaian yang dapat

membahayakan nyawa pasien, yaitu memberikan obat yang telah

kadaluarsa.Padahal pada PP 57 Tahun 2001 tentang perlindungan konsumen

nasional pasal tersebut telah dijelaskan, bahwa negara telah memberikan

Page 12: Makalah PUU

perlindungan hukum terhadap konsumen, sehingga dalam kasus ini RSUD dapat

dikenakan sanksi .

Apotek di RSUD Sanggau dan Rumah Sakit Pantai Indah Kapuk (RS PIK)

juga telah melakukan pelanggaran Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 72 Tahun 1998 Tentang Pengamanan Sediaan Farmasi Dan Alat

Kesehatan, dimana Barang siapa dengan sengaja memproduksi dan/atau

mengedarkan sediaan farmasi berupa obat atau bahan obat yang tidak memenuhi

persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) huruf a,

dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana

denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sesuai dengan

ketentuan dalam Pasal 80 ayat (4) Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang

Kesehatan.

Selain melanggar PP 57 Tahun 2001 dan PP 72 Tahun 2001, juga

melanggar Peraturan pemerintah No. 51 tahun 2009 tentang pekerjaan

kefarmasian

pasal 3 tentang Pekerjaan Kefarmasian dilakukan berdasarkan pada nilai ilmiah,

keadilan, kemanusiaan, keseimbangan, dan perlindungan serta keselamatan pasien

atau masyarakat yang berkaitan dengan Sediaan Farmasi yang memenuhi standar

dan persyaratan keamanan, mutu, dan kemanfaatan.

Pasal 4 point a. Yaitu memberikan perlindungan kepada pasien dan masyarakat

dalam memperoleh dan/atau menetapkan sediaan farmasi dan jasa kefarmasian.

Pasal 14 tentang Pekerjaan Kefarmasian Dalam Distribusi atau Penyaluran

Sediaan Farmasi. Dimana Apoteker sebagai penaggung jawab apotek tidak

melakukan pekerjaan yang semestinya, yaitu ditidak melakukan pengawasan dan

pengecekan obat sebelum diserahkan kepada pasien.

Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan

Farmasi dan Alat Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998

Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3781)

Page 13: Makalah PUU

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2001 Tentang Badan

Perlindungan Konsumen Nasional

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :

1. Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian

hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.

2. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia

dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain,

maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 1998 Tentang

Pengamanan Sediaan Farmasi Dan Alat Kesehatan BAB XIV Ketentuan

Pidana

Pasal 74

Barang siapa dengan sengaja memproduksi dan/atau mengedarkan sediaan

farmasi berupa obat atau bahan obat yang tidak memenuhi persyaratan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) huruf a, dipidana

dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling

banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sesuai dengan ketentuan dalam

Pasal 80 ayat (4) Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.

3. Segi Kode Etik dan Sumpah Jabatan

Pada kasus yang terjadi di apotek RSUD Sanggau, dimana seorang pasien

diberikan obat yang sudah kadaluarsa oleh pihak apotek, dapat dikategorikan ke

dalam kasus pelanggaran kode etik apoteker. Kode etik apoteker Indonesia itu

Page 14: Makalah PUU

sendiri merupakan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak dan nilai-nilai

yang dianut dan menjadi pegangandalam praktik kefarmasian. Dasar Kode Etik

sendiri yaitu agar berbuat baik, menjauhkan diri dari kejahatan dan tujuannya

adalah melindungi masyarakat, bukan hanya melindungi profesi saja .

seorang Apoteker di dalam menjalankan tugas kewajibannya serta di

dalam mengamalkan keahliannya harus senantiasa mengharapkan bimbingan dan

keridhaan Tuhan Yang Maha Esa. Apoteker di dalam pengabdiaannya kepada

nusa dan bangsa serta di dalam mengamalkan keahliannya selalu berpegang teguh

kepada Sumpah/Janji Apoteker. Menyadari akan hal tersebut Apoteker di dalam

pengabdian profesinya berpedoman pada satu ikatan moral yaitu kode etik

apoteker.

Kode etik apoteker tersebut terdiri dari :

I. Kewajiban Umum.

1. Seorang Apoteker harus menjunjung tinggi, menghayati dan

mengamalkan Sumpah Apoteker.

2. Setiap Apoteker harus berusaha dengan sungguh sungguh

menghayati dan mengamalkan Kode Etik Apoteker Indonesia.

3. Setiap Apoteker harus senantiasa menjalankan profesinya sesuai

kompetensi Apoteker Indonesia serta selalu mengutamakan dan

berpegang teguh pada prinsip kemanusiaaan dalam menjalankan

kewajibannya.

4. Setiap Apoteker harus selalu aktif mengikuti perkembangan di

bidang kesehatan pada umumnya dan di bidang farmasi pada

khususnya.

5. Dalam menjalankan tugasnya setiap Apoteker harus menjauhkan

diri dari usaha mencari keuntungan diri semata yang bertentangan

dengan martabat dan tradisi luhur jabatan kefarmasian.

Page 15: Makalah PUU

6. Seorang Apoteker harus berbudi luhur dan menjadi contoh yang

baik bagi orang lain.

7. Seorang Apoteker harus menjadi sumber informasi sesuai dengan

profesinya.

8. Seorang Apoteker harus aktif mengikuti perkembangan peraturan

perundang-undangan di bidang kesehatan pada umumnya dan di

bidang kefarmasiaan pada khususnya.

II. Kewajiban Apoteker Terhadap Penderita

Seorang Apoteker dalam melakukan pekerjaan kefarmasian

harus mengutamakan kepentingan masyarakat dan menghormati

hak asasi penderita dan melindungi makhluk hidup insani.

III. Kewajiban Apoteker Terhadap Teman Sejawat

1. Setiap Apoteker harus memperlakukan Teman Sejawatnya sebagaimana ia

sendiri diperlakukan.

2. Sesama Apoteker harus selalu saling mengingatkan dan saling menasehati

untuk mematuhi ketentuan Kode Etik.

3. Setiap Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk

meningkatkan kerjasama yang baik sesama Apoteker di dalam memelihara

keluhuran martabat jabatan kefarmasian serta mempertebal rasa saling

mempercayai di dalam melaksanakan tugasnya.

IV. Kewajiban Apoteker/Farmasis Terhadap Sejawat Petugas Kesehatan

Lainnya

1. Setiap Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk

membangun dan meningkatkan hubungan profesi, saling mempercayai,

menghargai dan menghormati sejawat petugas kesehatan.

Page 16: Makalah PUU

2. Setiap Apoteker hendaknya menjauhkan diri dari tindakan atau perbuatan

yang dapat mengakibatkan berkurangnya/ hilangnya kepercayaan masyarakat

kepada sejawat petugas kesehatan lainnya.

Jika seorang Apoteker baik dengan sengaja maupun tak sengaja melanggar

atau tidak mematuhi Kode Etik Apoteker Indonesia maka dia wajib mengakui dan

menerima sanksi dari pemerintah, ikatan/organisasi profesi farmasi yang

menanganinya (ISFI) dan mempertanggungjawabkannya kepada Tuhan Yang

Maha Esa.

Pada kasus yang telah terjadi pada apoteker di apotek RSUD sanggau

apoteker tersebut telah melanggar Kode Etik Apoteker Indonesia Bab II tentang

Kewajiban Apoteker Terhadap Pasien, dimana pasal 9 berbunyi, “Seorang

Apoteker dalam melakukan praktik kefarmasian harus mengutamakan

kepentingan masyarakat, menghormati hak azasi pasien, dan melindungi makhluk

hidup insani”, memiliki pedoman pelaksanaan dimana salah satu pedomannya

yaitu seorang Apoteker harus yakin bahwa obat yang diserahkan kepada pasien

adalah obat yang terjamin mutu, keamanan, khasiat, dan cara pakai obat yang

tepat.

Berdasarkan pasal tersebut, apoteker sebagai mitra pasien dalam menjalani

pengobatan seharusnya lebih teliti, bertanggung jawab, dan lebih mementingkan

kepentingan dan keselamatan pasien. Kasus pemberian obat kadaluarsa ini

merupakan medication eror (kesalahan medis) yang sebetulnya bisa dicegah.

Berdasarkan kasus tersebut seorang pasien dapat menuntut apoteker pada

undang-undang no 36 tahun 2009 tentang kesehatan Bab VI pasal 58 ayat 1 yang

berbunyi “Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga

kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat

kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya”.

Apoteker tersebut juga telah melanggar sumpah atau janji apoteker yang

diikrarkannya,dimana sumpah tersebut berbunyi :

Page 17: Makalah PUU

Demi Allah saya bersumpah/saya berjanji bahwa:

1. Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan

terutama dalam bidang kesehatan;

2. Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena

pekerjaan saya dan keilmuan saya sebagai Apoteker;

3. Sekalipun diancam, saya tidak akan mempergunakan pengetahuan

kefarmasian saya untuk sesuatu yang bertentangan dengan hukum

perikemanusiaan;

4. Saya akan menjalankan tugas saya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan

martabat dan tradisi luhur jabatan kefarmasian;

5. Dalam menunaikan kewajiban saya, saya akan berikhtiar dengan sungguh-

sungguh supaya tidak terpengaruh oleh pertimbangan keagamaan,

kebangsaan, kesukuan, politik kepartaian atau kedudukan sosial;

6. Saya ikrarkan Sumpah/Janji ini dengan sungguh-sungguh dan dengan

penuh keinsyafan.

Dan apotekertersebut juga tidak melaksanakan asuhan kefarmasian dengan

baik,dimana seharusnya seorang apoteker melaksanakan asuhan kefarmasian

yaitu

1. Memberikan pelayanan obat kepada pasien atas permintaan dari

dokter, dokter gigi atau dokter hewan baik verbal maupun

nonverbal

2. Memberikan pelayanan kepada pasien atas permintaan pasien itu

sendiri dalam rangka ingin melakukan pengobatan mandiri.

3. Memberikan pelayanan informasi obat.

4. Memberikan pelayanan konsultasi obat.

Page 18: Makalah PUU

5. Membuat formulasi obat untuk mendukung proses terapi.

6. Melakukan monitoring efek samping obat.

7. Melaksanakan pelayanan klinik berbasis farmakokinetika.

8. Penatalaksanaan obat sitostatika dan obat yang setara.

9. Melakukan pelayanan evaluasi penggunaan obat.

Sedangkan apoteker tersebut tidak melaksanakan poin : memberikan

pelayanan informasi obat, memberikan pelayanan konsultasi obat, melakukan

monitoring efek samping obat, serta melakukan pelayanan evaluasi penggunaan

obat.

Di dalam Kode Etik Apoteker Indonesia Bab II tentang Kewajiban Apoteker

Terhadap Pasien, dimana pasal 9 berbunyi, “Seorang Apoteker dalam melakukan

praktik kefarmasian harus mengutamakan kepentingan masyarakat, menghormati

hak azasi pasien, dan melindungi makhluk hidup insani”, memiliki pedoman

pelaksanaan dimana salah satu pedomannya yaitu seorang Apoteker harus yakin

bahwa obat yang diserahkan kepada pasien adalah obat yang terjamin mutu,

keamanan, khasiat, dan cara pakai obat. Termasuk obat yang masih layak untuk

dikonsumsi oleh pasien.

Berdasarkan pasal di atas, apoteker sebagai mitra pasien dalam menjalani

pengobatan seharusnya lebih teliti, bertanggungjawab, dan lebih mementingkan

kepentingan dan keselamatan pasien.

Kasus pemberian obat kadaluarsa ini merupakan medication eror (kesalahan

medis) yang sebetulnya bisa di cegah. Laporan dari IOM (Institute of Medicine)

1999 secara terbuka menyatakan bahwa paling sedikit 44.000 bahkan 98.000

pasien meninggal di rumah sakit dalam satu tahun akibat dari kesalahan medis

(medical errors). Kuantitas ini melebihi kematian akibat kecelakaan lalu lintas,

kankerpayudaradan AIDS. Penelitian Bates (JAMA,1995, 274; 29-34)

menunjukkan bahwa peringkat paling tinggi kesalahan pengobatan (medication

Page 19: Makalah PUU

error) pada tahap ordering (49%), diikuti tahap administration

management (26%), pharmacy management  (14%), transcribing (11%).

BAB III

KESIMPULAN

- apoteker sebagai mitra pasien dalam menjalani pengobatan seharusnya

lebih teliti, bertanggung jawab, dan lebih mementingkan kepentingan dan

keselamatan pasien. Kasus pemberian obat kadaluarsa ini merupakan

medication eror (kesalahan medis).

- Seorang Apoteker baik dengan sengaja maupun tak sengaja melanggar

atau tidak mematuhi Kode Etik Apoteker Indonesia maka dia wajib

mengakui dan menerima sanksi dari pemerintah, ikatan/organisasi profesi

farmasi yang menanganinya (ISFI) dan mempertanggungjawabkannya

kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Page 20: Makalah PUU

DAFTAR PUSTAKA

Detikhealth. 2012. Gemcitabine. http://health.detik.com/readobat/879/gemcitabine

[diakses tanggal 4 Mei 2013].

Firdausjuven. 2006. RS PIK Dilaporkan - Kasus Dugaan Pemberian Obat

Kadaluarsa. http://groups.yahoo.com/group/tionghoa-net/message/45853.

[diakses tanggal 4 Mei 2013]

Haryanto. 2012. Apotek RSUD Berikan Obat Kadaluarsa?.

http://pontianak.tribunnews.com/2012/08/24/rsud-sanggau-berikan-obat-

kadaluarsa. [diakses tanggal 4 Mei 2013]

PAFI. 2011. Obat Kadaluarsa dan Tugas Farmasi. http://pafi-blog.info/obat-

kadaluarsa-tugas-farmasi. [diakses tanggal 4 Mei 2013]