makalah presentasi pancasila
DESCRIPTION
makalah pancasilaTRANSCRIPT
MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA
PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA
KELOMPOK VI :ANGGUN EFENDI
REYNALDI UMAIDIRINI INDRIANI
SEPTINIA HASYATIARA SURYANDARI J.P
SYUDHI ISMANTO
Jurusan : Ekonomi Manajemen
Semester 1 Reguler
TAHUN AJARAN 2013-2014
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI
MUHAMMADIYAH KALIANDA
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Agar kita mengetahui suatu paham kebangsaan secara fundamental diawali perintisan
Boedi Oetomo (1908), gerakan-gerakan pemuda seperti Jong Java dan sebagainya (1920),
Pemuda Indonesia (1925) kemudian disusul Sumpah Pemuda (1928).Sudah semenjak
lahirnya paham kebangsaan bukanlah cetusan tekad para pejuang bangsa, melainkan strategi
yang kelak menjadi ideologi perjuangan untuk merdeka.
Rumusan Masalah
Untuk menghidari adanya kesimpangsiuran dalam penyusunan makalah ini, maka
membatasi masalah-masalah yang akan di bahas diantaranya:
a. Perkembangan Pancasila Sebagai Dasar Negara?
b. Makna Revitalisasi Pancasila Sebagai Dasar Negara Indonesia?
Tujuan Penulisan
Dalam penyusunan Makalah ini, penulis mempunyai beberapa tujuan, yaitu:
a. Penulis ingin mengetahui Perkembangan Pancasila Sebagai Dasar Negara Pada hakikatnya,
Pancasila mempunyai dua fungsi yaitu sebagai pandangan hidup dan sebagai dasar negara
oleh sebab itu penulis ingin menjabarkan keduanya.
b. Perkembangan Pancasila Sebagai Dasar Negara
BAB II
PEMBAHASAN
Sejak kelahirannya (1 Juni 1945) Pancasila adalah Dasar Falsafah Negara Kesatuan
Republik Indonesia, atau lebih dikenal sebagai Dasar Negara (Philosofische groundslag). Hal
ini, dapat diketahui pada saat Soekarno diminta ketua Dokuritsu zyunbi Tyoosakai untuk
berbicara di depan sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia tanggal
1 Juni 1945, menegaskan bahwa beliau akan memaparkan dasar negara merdeka, sesuai
dengan permintaan ketua. Menurut Soekarno, pembicaraan-pembicaraan terdahulu belum
menyampaikan dasar Indonesia Merdeka. Bahkan Soekarno menyatakan :
Pada bagian pidato berikutnya, Soekarno menyatakan, bahwa Philosofische
Groundslag diatas mana kita mendirikan negara Indonesia, tidak lain adalah Waltanschauung.
Bahkan Soekarno lebih menegaskan lagi Waltanschauung yang kita harapkan tidak lain
adalah persatuan philosofische graoundslag. Untuk itu Soekarno menegaskan sebagai
berikut :
Apakah itu ? Pertama-tama, saudara-saudara, saya bertanya : apakah kita hendak
mendirikan Indonesia Merdeka untuk sesuatu orang, untuk sesuatu golongan ? Mendirikan
negara Indonesia Merdeka yang namanya saya Indonesia Merdeka, tetapi hanya untuk
mengagungkan satu orang, untuk memberi kekuasaan pada satu golongan yang kaya, untuk
memberi pada satu golongan bangsawan ? Apakah maksud kita begitu ? Sudah tentu ! Baik
saudara –saudara yang bernama kaum kebangsaan yang disini, maupun saudara-saudara yang
dinamakan kaum Islam, semuanya telah mufakat, bahwa bukan negara yang demikian itulah
kita punya tujuan. Kita hendak mendidikan suatu negara “semua buat semua” Bukan buat
satu orang, bukan buat satu golongan, baik golongan bangsawan maupun golongan yang
kaya, tetapi “semau buat semua”. Inilah salah satu dasar pikiran yang akan saya kupas lagi.
Maka, yang selalu mendengung di salam saya punya jiwa, bukan saja didalam beberapa hari
didalam sidang Dokuritsu zyunbi Tyoosakai ini, akan tetapi sejak tahun 1981, 25 tahun lebih,
ialah : dasar pertama, yang baik dijadikan dasar buat negara Indonesia, ialah dasar
kebangsaan”. (sekretariat negara, 1995 : 71)
Paparan berikut Soekarno menyatakan filosofische principe yang kedua adalah
internasionalisme. Pada saat menegaskan pengertian internasionalisme, Soekarno
menyatakan bahwa internasionalisme bukanlah berarti kosmopolitisme, yang menolak
adanya kebangsaan, bahkan beliau menegaskan :
“Internasionalisme tidak dapat hidup subur kalau tidak berakar didalam buminya
nasionalisme. Nasionalisme tidak dapat hidup subur, kalau tidak hidup dalam taman sarinya
internasionalisme. “Seraya mengutip ucapan Gandhi, beliau menegaskan my nasionalisme is
humanity. Pada saat menjelaskan prinsip dasar ketiga, Soekarno menyatakan bahwa negara
Indonesia adalah negara “Semua buat semua, satu buat semua, semua buat satu”, oleh
karenanya saya yakin bahwa syarat yang mutlak untuk kuatnya negara Indonesia ialah
permusyawaratan perwakilan. Demikian berikutnya untuk prinsip dasar yang keempat
Soekarno mengusulkan prinsip kesejahteraan ialah prinsip tidak akan ada kemiskinan
didalam Indonesia merdeka. Prinsip dasar kelima adalah prinsip Indonesia merdeka dengan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pada kesempatan itu, Soekarno menjelaskan :
Prinsip-prinsip filsafati Pancasila sejak awal kelahirannya diusulkan sebagai dasar
negara (philosofische grondslag, Weltanschauung) Republik Indonesia, yang kemudian diberi
status (kedudukan) yang tegas dan jelas dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945 (18 Agustus 1945 dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia).
Perkembangan Pancasila Sebagai Dasar Negara
Generasi Soekarno-Hatta telah mampu menunjukkan keluasan dan kedalaman
wawasannya, dan dengan ketajaman intelektualnya telah berhasil merumuskan gagasan-
gagasan vital sebagaimana dicantumkan didalam pembukaan UUD 1945, dimana Pancasila
sebagai dasar negara ditegaskan dalam satu kesatuan integral dan integratif. Oleh karena itu
para tokoh menyatakan bahwa Pembukaan Undang-Undang 1945 merupakan sebuah
dokumen kemanusiaan yang terbesar dalam sejarah kontemporer setelah American
Declaration of Independent 1976. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 nyaris sempurna,
dengan nilai-nilai luhur yang bersifat universal, oleh karenanya Pancasila merupakan dasar
yang kekal dan abadi bagi kehidupan bangsa Indonesia.
Semenjak ditetapkan sebagai dasar negara (oleh PPKI 18 Agustus 1945), Pancasila
telah mengalami perkembangan sesuai dengan pasang naiknya sejarah bangsa Indonesia
(Koento Wibisono, 2001) memberikan tahapan perkembangan Pancasila sebagai dasar negara
dalam tiga tahap yaitu : (1) tahap 1945-1968 sebagai tahap politis, (2) tahap 1969-1994
sebagai tahap pembangunan ekonomi, dan (3) tahap 1995-2020 sebagai tahap repositioning
Pancasila. Penahapan ini memang tampak berbeda lazimnya para pakar hukum
ketatanegaraan melakukan penahapan perkembangan Pancasila Dasar Negara yaitu : (1)
1945-1949 masa Undang-Undang Dasar 1945 yang pertama ; (2) 1949-1950 masa konstitusi
RIS ; (3) 1950-1959 masa UUDS 1950 ; (4) 1959-1965 masa orde lama ; (5) 1966-1998 masa
orde baru dan (6) 1998-sekarang masa reformasi. Hal ini patut dipahami, karena adanya
perbedaan pendekatan, yaitu dari segi politik dan dari segi hukum.
Berdasarkan hal tersebut diatas perlunya reposisi Pancasila yaitu reposisi Pancasila
sebagai dasar negara yang mengandung makna Pancasila harus diletakkan dalam
keutuhannya dengan Pembukaan UUD 1945, dieksplorasikan pada dimensi-dimensi yang
melekat padanya yaitu :
Realitasnya bahwa nilai-nilai yang terkandung didalamnya dikonkritisasikan sebagai
ceminan kondisi obyektif yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, suatu rangkaian
nilai-nilai yang bersifat “sein im sollen dan sollen im sein”
Idealitasnya bahwa idelisme yang terkandung didalamnya bukanlah sekedar utopi
tanpa makna, melainkan diobyektifitasikan sebagai akta kerja untuk membangkitkan gairah
dan optimisme para warga masyarakat guna melihat hari depan secara prospektif menuju hari
esok yang lebih baik.
Fleksibilitasnya dalam arti bahwa Pancasila bukanlah barang jadi yang sudah selesai
dan mendeg dalam kebekuan dogmatis dan normatif, melainkan terbuka bagi tafsi-tafsir baru
untuk memenuhi kebutuhan zaman yang terus menerus berkembang, dengan demikian tanpa
kehilangan nilai hakikinya Pancasila menjadi tetap aktual, relevan serta fungsional sebagai
tiang-tiang penyangga bagi kehidupan bangsa dan negara dengan jiwa semangat Bhinneka
Tunggal Ika.
Reposisi Pancasila sebagai dasar negara harus diarahkan pada pembinaan dan
pengembangan moral, sehingga moralitas Pancasila dapat dijadikan dasar dan arah untuk
mengatasi krisis dan disintegrasi. Moralitas Pancasila harus disertai penegakkan (supremasi)
hukum.
Peranan Pancasila Di Era Reformasi
Pancasila sebagai paradigma ketatanegaraan
Pancasila sebagai paradigma ketatanegaraan artinya pancasila menjadi kerangka
berpikir atau pola berpikir bangsa Indonesia, khususnya sebagai dasar negara ia sebagai
landasa kehidupan berbangsa dan bernegara. Ini berarti, bahwa setiap gerak langkah bangsa
dan negara Indonesia harus selalu dilandasi oleh sila-sila yang terdapat dalam Pancasila.
Sebagai negara hukum setiap perbuatan, baik dari warga masyarakat maupun dari pejabat-
pejabat dan jabatan-jabatan harus berdasarkan hukum, baik yang tertulis maupun yang tidak
tertulis. Dalam kaitannya dalam pengembangan hukum, Pancasila harus menjadi
landasannya. Artinya hukum yang akan dibentuk tidak dapat dan tidak boleh bertentangan
dengan sila-sila Pancasila. Sekurang-kurangnya, substansi produk hukumnya tidak
bertentangan dengan sila-sila Pancasila.
Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional bidang sosial politik
Pancasila sebagai paradigma pembangunan bidang sosial politik mengandung arti
bahwa nilai-nilai Pancasila sebagai wujud cita-cita Indonesia merdeka di implementasikan
sbb :
a. Penerapan dan pelaksanaan keadilan sosial mencakup keadilan politik, budaya, agama, dan
ekonomi dalam kehidupan sehari-hari.
b. Mementingkan kepentingan rakyat / demokrasi dalam pemgambilan keputusan ;
c. Melaksanakan keadilan sosial dan penentuan prioritas kerakyatan berdasarkan konsep
mempertahankan kesatuan ;
d. Dalam pelaksanaan pencapaian tujuan keadilan menggunakan pendekatan kemanusiaan
yang adil dan beradab ;
e. Tidak dapat tidak, nilai-nilai keadilan, kejujuran (yang menghasilkan) dan toleransi
bersumber pada nilai ke Tuhanan Yang Maha Esa.
Perkembangan Pancasila Sebagai Dasar Negara
Jepang menjanjikan kemerdekaan Indonesia di kemudian hari melalui pembentukan
BPUPKI dan PPKI. Generasi Soekarno-Hatta menunjukan ketajaman intelektual dengan
merumuskan gagasan vital seperti yang tercantum di Pembukaan UUD 1045 dimana
Pancasila ditegaskan sebagai kesatuan integral dan integratif. Prof. Notonagoro sampai
menyatakan Pembukaan UUD 1945 adalah dokomen kemanusiaan terbesar setelah American
Declaratiom of Independence (1776).
Isi Pembukaan UUD 1945 adalah nilai-nilai luhur yang universal sehingga Pancasila
di dalamnya merupakan dasar yang kekal dan abadi bagi kehidupan bangsa. Gagasan vital
yang menjadi isi Pancasila sebagai dasar negara merupakan jawaban kepribadian bangsa
sehingga dalam kualitas awalnya Pancasila merupakan dasar negara, tetapi dalam
perkembngannya menjadi ideologi dari berbagai kegiatan yang berimplikasi positif atau
negatif. Pancasila bertolak belakang dengan kapitalisme ataupun komunisme. Pancasila justru
merombak realitas keterbelakangan yang diwariskan Belanda dan Jepang untuk mewujudkan
masyarakat adil dan makmur. Pancasila sudah berkembang menjadi berbagai tahap semenjak
ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945, yaitu :
1. Tahun 1945-1948 merupakan tahap politis. Orientasi Pancasila diarahkan pada nation and
character building. Semangat perstuan dikobarkan demi keselamatan NKRI terutama untuk
menanggulangi ancaman dalam negeri dan luar negeri. Di dalam tahap dengan atmosfer
politis dominan, perlu upaya memugar Pancasila sebagai dasar negara secara ilmiah filsafati.
Pancasila mampu dijadikan pangkal sudut pandangan dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan yang dalam karya-karyanya ditunjukkan segi ontologik, epismologik dan
aksiologiknya sebagai raison d’etre bagi Pancasila (Notonagoro, 1950)
Resonansi Pancasila yang tidak bisa diubah siapapun tecantum pada Tap MPRS No.
XX/MPRS/1966. Dengan keberhasilan menjadikan “Pancasila sebagai asas tunggal”, maka
dapatlah dinyatakan bahwa persatuan dan kesatuan nasional sebagai suatu state building.
2. Tahun 1969-1994 merupakan tahap pembangunan ekonomi sebagai upaya mengisi
kemerdekaan melalui Pembangunan Jangka Panjang Pertama (PJP I). Orientasinya diarahkan
pada ekonomi, tetapi cenderung ekonomi menjadi “ideologi”
Secara politis pada tahap ini bahaya yang dihadapi tidak sekedar bahaya latent sisa G
30S/PKI, tetapi efek PJP 1 yang menimbulkan ketidak merataan pembangunan dan sikap
konsumerisme. Hal ini menimbulkan kesenjangan sosial yang mengancam pada disintegrasi
bangsa. Distorsi di berbagai bidang kehidupan perlu diantisipasi dengan tepat tanpa perlu
mengorbankan persatuan dan kesatuan nasional. Tantangan memang trerarahkan oleh Orde
Baru, sejauh mana pelakasanaan “Pancasila secara murni dan konsekuen” harus ditunjukkan.
Komunisme telah runtuh karena adanya krisis ekonomi negara “ibu” yaitu Uni Sovyet
dan ditumpasnya harkat dan martaba tmanusia beserta hak-hak asasinya sehingga perlahan
komunisme membunuh dirinya sendiri. Negara-negara satelit mulai memisahkan diri untuk
mencoba paham demokrasi yang baru. Namun, kapitalisme yang dimotori Amerika Serikat
semakin meluas seolah menjadi penguasa tunggal. Oleh karena itu, Pancasila sebagai dasar
negara tidak hanya sekedar dihantui oleh bahaya subversinya komunis, melainkan juga harus
berhadapan dengan gelombang aneksasinya kapitalisme.
3. ahun 1995-2020 merupakan tahap “repostioning” Pancasila. Dunia kini sedang dihadapkan
pada gelombang perubahan yang cepat sebagai implikasi arus globalisasi.
Globalisasi sebagai suatu proses pada hakikatnaya telah berlangsung jauh sebelum
abad ke-20 sekarang, yaitu secara bertahap, berawal “embrionial” di abad 15 ditandai dengan
munculnya negara-negara kebangsaan, munculnya gagasan kebebasan individu yang dipacu
jiwa renaissance dan aufklarung.
Hakikat globalisasi sebagai suatu kenyataan subyektif menunjukkan suatu proses
dalam kesadran manusia yang melihat dirinya sebagai partisipan dalam masyarakat dunia
yang semakin menyatu, sedangkana kenyataan obyektif globlaisasi merupakan proses
menyempitnya ruang dan waktu, “menciutnya” dunia yang berkembang dalam kondisi penuh
paradoks. Menghadapi arus globalisasi yang semakin pesat, keurgensian Pancasila sebagai
dasar negara semakin dibutuhkan. Pancasila dengan sifat keterbukaanya melalui tafsir-tafsir
baru kita jadikan pengawal dan pemandu kita dalam menghadapi situasi yang serba tidak
pasti. Pancasila mengandung komitmen-komitmen transeden yang memiliki “mitosnya”
tersendiri yaitu semua yang “mitis kharismatis” dan “irasional” yang akan tertangkap arti
bagi mereka yang sudah terbiasa berfikir secara teknis-positivistik dan pragmatis semata.
Makna Revitalisasi Pancasila Sebagai Dasar Negara Indonesia
Nilai-nilai luhur yang telah dipupuk sejak pergerakan nasional kini telah tersapu oleh
kekuasaan Orde Lama dan Orde Baru. Orde Lama mengembangkan Pancasila sebagai dasar
negara tidak sebagai sesuatu substantif, melainkan di-instumentalisasi-kan sebagai alat politik
semata. Demikian pula di Orde Baru yang “berideologikan ekonomi”, Pancasila dijadikan
asas tunggal yang dimanipulasikan untuk KKN dan kroni-isme dengan mengatasnamakan
sebagai Mandatoris MPR. Kini terjadi krisis politik dan ekonomi karena pembangunan
menghadapi jalan buntu. Krisis moral budaya juga timbul sebagai implikasi adanya krisis
ekonomi. Masyarakat telah kehilangan orientasi nilai dan arena kehidupan menjadi hambar,
kejam, gersang dalam kemiskinan budaya dan kekeringan piritual. Pancasila malah
diplesetkan menjadi suatu satire, ejekan dan sindiran dalam kehidupan yang penuh paradoks.
Pembukaan UUD 1945 dengan nilai-nilai luhurnya menjadi suatu kesatuan integral-
integratif dengan Pancasila sebagai dasar negara. Jika itu diletakkan kembali, maka kita akan
menemukan landasan berpijak yang sama, menyelamatkan persatuan dan kesatuan nasional
yang kini sedang mengalami disintegrasi. Revitalisasi Pancasila sebagai dasar negara
mengandung makna bahwa Pancasila harus diletakkan utuh dengan pembukaan, di-
eksplorasi-kan dimensi-dimensi yang melekat padanya, yaitu :
Realitasnya: dalam arti bahwa nilai-nilai yang terkandung di dalamnya
dikonkretisasikan sebagai kondisi cerminan kondisi obyektif yang tumbuh dan berkembang
dlam masyarakat, suatu rangkaian nilai-nilai yang bersifat sein im sollen dan sollen im sein.
Idealitasnya: dalam arti bahwa idealisme yang terkandung di dalamnya bukanlah sekedar
utopi tanpa makna, melainkan diobjektivasikan sebagai “kata kerja” untuk membangkitkan
gairah dan optimisme para warga masyarakat guna melihat hari depan secara prospektif,
menuju hari esok lebih baik. Fleksibilitasnya: dalam arti bahwa Pancasila bukanlah barang
jadi yang sudah selesai dan mandeg dalam kebekuan oqmatis dan normatif, melainkan
terbuka bagi tafsir-tafsir baru untuk memenuhi kebutuhan zaman yang berkembang. Dengan
demikian tanpa kehilangan nilai hakikinya, Pancasila menjadi tetap aktual, relevan serta
fungsional sebagai tiang-tiang penyangga bagi kehidupan bangsa dan negara dengan jiwa dan
semangat “Bhinneka tunggal Ika”
Revitalisasi Pancasila Pancasila sebagai dasar negara harus diarahkan pada
pembinaan moral, sehingga moralitas Pancasila dapat dijadikan sebagai dasar dan arah dalam
upaya mengatasi krisis dan disintegrasi. Moralitas juga memerlukan hukum karena keduanya
terdapat korelasi. Moralitas yang tidak didukung oleh hukum kondusif akan terjadi
penyimpangan, sebaliknya, ketentuan hukum disusun tanpa alasan moral akan melahirkan
sesuatu yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur Pancasila.
Arti Pentingnya Peran Pendidikan Tinggi
Dalam upaya merevitalisasi Pancasila sebagai dasar negara maka disiapkan tenaga
dosen yang mampu mengembangkan MKU Pancasila untuk mempersiapkan lahirnya
generasi sadar dan terdidik. Sadar dalam arti generasi yang hati nuraninya selalu merasa
terpanggil untuk melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai Pancasila, terdidik dalam arti
generasi yang mempunyai kemampuan dan kemandirian dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan sebagai sarana pengabdian kepada bangsa dan negara. Dengan demikian akan
dimunculkan generasi yang mempunyai ide-ide segar dalam mengembangkan Pancasila.
Hanya dengan pendidikan bertahap dan berkelanjutan, generasi sadar dan terdidik
akan dibentuk, yaitu yang mengarah pada dua aspek. Pertama, pendidikan untuk memberikan
bekal pengetahuan dan pengalaman akademis, ketrampilan profesional, dan kedalaman
intelektual, kepatuhan kepada nilai-nilai (it is matter of having). Kedua, pendidikan untuk
membentuk jatidiri menjadi sarjana yang selalu komitmen dengan kepentingan bangsa (it is
matter of being). Bangsa Indonesia dihadapkan pada perubahan, tetapi tetap harus menjaga
budaya-budaya lama. Sekuat-kuatnya tradisi ingin bertahan, setiap bangsa juga selalu
mendambakan kemajuan. Setiap bangsa mempunyai daya preservasi dan di satu pihak daya
progresi di lain pihak. Kita membutuhkan telaah-telaah yang kontekstual, inspiratif dan
evaluatif. Perevitalisasikan Pancasila sebagai dasar negara dalam format MKU, kita
berpedoman pada wawasan :
1. Spiritual, untuk meletakkan landasan etik, moral, religius sebagai dasar dan arah
pengembangan profesi
2. Akademis, menunjukkan bahwa MKU Pancasila adalah aspek being, tidak sekedar aspek
having
3. Kebangsaan, menumbuhkan kesadaran nasionalisme
4. Mondial, menyadarkan manusia dan bangsa harus siap menghadapi dialektikanya
perkembangan dalam mayaraka dunia yang “terbuka”.
Sila – Sila Pancsila
1. Sila Katuhanan Yang Maha Esa
Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan oleh karenanya manuasia percaya dan taqwa terhadap Tuhan YME sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
2. Sila kemanusian Yang Adil dan Beradab
Kemanusiaan yang adil dan beradab menunjang tinggi nilai-nilai kemanusiaan, gemar melakukan kegiatan –kegiatan kemanusiaan, dan berani membela kebenaran dan keadilan. Sadar bahwa manusia adalah sederajat, maka bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia, karena itu dikembangkanlah sikap hormat dan bekerja sama dengan bangsa –bangsa lain.
3. Sila Persatuan Indonesia
Dengan sila persatuan Indonesia, manusia Indonesia menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara diatas kepentingan pribadi dan golongan. Persatuan dikembangkan atas dasar Bhineka Tunggal Ika, dengan memajukan pergaulan demi kesatuan dan persatuan bangsa.
4. Sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan
Manusia Indonesia menghayati dan menjungjung tinggi setiap hasil keputusan musyawarah, karena itu semua pihak yang bersangkutan harus menerimannya dan melaksanakannya dengan itikad baik dan penuh rasa tanggung jawab. Disini kepentingan bersamalah yang diutamakan di atas kepentingan pribadi atau golongan. Pembicaraan dalam musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur. Keputusan-keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung jawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjungjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
Dalam melaksanakan permusyawaratan, kepercayaan diberikan kepada wakil-wakil yang dipercayanya.
5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Dengan sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, manusia Indonesia menyadari hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Dalam rangka ini dikembangkan perbuatannya yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan gotong royong.
Untuk itu dikembangkan sikap adil terhadap sesama, menjaga kesinambungan antara hak dan kewajiban serta menghormati hak-hak orang lain.
Butir-butir pengamalan PancasilaKetetapan MPR no. II/MPR/1978 tentang Ekaprasetia Pancakarsa menjabarkan kelima asas dalam Pancasila menjadi 36 butir pengamalan sebagai pedoman praktis bagi pelaksanaan Pancasila.
36 BUTIR-BUTIR PANCASILA/EKA PRASETIA PANCA KARSA
A. SILA KETUHANAN YANG MAHA ESA
1. Percaya dan Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
2. Hormat menghormati dan bekerjasama antar pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup.
3. Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya.
4. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.
B. SILA KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB
1. Mengakui persamaan derajat persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama manusia.
2. Saling mencintai sesama manusia.3. Mengembangkan sikap tenggang rasa.4. Tidak semena-mena terhadap orang lain.5. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.6. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.7. Berani membela kebenaran dan keadilan.8. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia, karena
itu dikembangkan sikap hormat-menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
C. SILA PERSATUAN INDONESIA
1. Menempatkan kesatuan, persatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan.
2. Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.3. Cinta Tanah Air dan Bangsa.4. Bangga sebagai Bangsa Indonesia dan ber-Tanah Air Indonesia.5. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhinneka
Tunggal Ika.
D. SILA KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAT KEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN / PERWAKILAN
6. Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.7. Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.8. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan
bersama.
9. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi semangat kekeluargaan.10. Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil
musyawarah.11. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.12. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung jawabkan secara moral kepada
Tuhan Yang Maha Esa.13. Menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan
keadilan.
E. SILA KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA
1. Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan gotong-royong.
2. Bersikap adil.3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.4. Menghormati hak-hak orang lain.5. Suka memberi pertolongan kepada orang lain.6. Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain.7. Tidak bersifat boros.8. Tidak bergaya hidup mewah.9. Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum.10. Suka bekerja keras.11. Menghargai hasil karya orang lain.12. Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.
Ketetapan ini kemudian dicabut dengan Tap MPR no. I/MPR/2003 dengan 45 butir Pancasila. Tidak pernah dipublikasikan kajian mengenai apakah butir-butir ini benar-benar diamalkan dalam keseharian warga Indonesia.
Sila pertama
Bintang.
1. Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketakwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2. Manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
4. Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
5. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
6. Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
7. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.
Sila kedua
Rantai.
1. Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
2. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
3. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.4. Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.5. Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.6. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.7. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.8. Berani membela kebenaran dan keadilan.9. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.10. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
Sila ketiga
Pohon Beringin.
1. Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
2. Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.3. Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.4. Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.5. Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan
keadilan sosial.6. Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.7. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
Sila keempat
Kepala Banteng
1. Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama.
2. Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.3. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan
bersama.
4. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.5. Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil
musyawarah.6. Dengan iktikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil
keputusan musyawarah.7. Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi
dan golongan.8. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.9. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada
Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
10. Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan pemusyawaratan.
Sila kelima
Padi Dan Kapas.
1. Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
2. Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.4. Menghormati hak orang lain.5. Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.6. Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap
orang lain.7. Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya
hidup mewah.8. Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan
kepentingan umum.9. Suka bekerja keras.10. Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan
kesejahteraan bersama.11. Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan
berkeadilan sosial
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pancasila adalah pandangan hidup bangsa dan dasar negara Republik Indonesia. Pancasila juga merupakan sumber kejiwaan masyarakat dan negara Republik Indonesia. Maka manusia Indonesia menjadikan pengamalan Pancasila sebagai perjuangan utama dalam kehidupan kemasyarakatan dan kehidupan kengaraan. Oleh karena itu pengalamannya harus dimulai dari setiap warga negara Indonesia, setiap penyelenggara negara yang secara meluas akan berkembang menjadi pengalaman Pancasila oleh setiap lembaga kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan, baik dipusat maupun di daerah.
Saran-Saran
Berdasarkan uraian di atas kiranya kita dapat menyadari bahwa Pancasila merupakan falsafah negara kita republik Indonesia, maka kita harus menjungjung tinggi dan mengamalkan sila-sila dari Pancasila tersebut dengan setulus hati dan penuh rasa tanggung jawab.
DAFTAR PUSTAKA
1. Srijanto Djarot, Drs., Waspodo Eling, BA, Mulyadi Drs. 1994 Tata Negara Sekolah Menngah Umum. Surakarta; PT. Pabelan.
2. Pangeran Alhaj S.T.S Drs., Surya Partia Usman Drs., 1995. Materi Pokok Pendekatan Pancasila. Jakarta; Universitas Terbuka Depdikbud.
3. NN. Tanpa Tahun. Pedoman Penghayatan Dan Pengamalan Pancasila. Sekretariat Negara Republik Indonesia Tap MPR No. II/MPR/1987.
4. Buku Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi, oleh Tim Dosen PKn IKIP PGRI Madiun
http://ridwanaz.com/akademik/kewarganegaraan/mengetahui-arti-atau-pengertian-pancasila/
1. http://mlebu.blogdetik.com/2010/04/16/makalah-pancasila/ 2. http://ridwanaz.com/akademik/kewarganegaraan/mengetahui-arti-atau-pengertian-
pancasila/3. http://id.wikipedia.org/wiki/Pancasila4. http://psp.ugm.ac.id/