makalah pkn.doc
TRANSCRIPT
UPACARA MANTEN KUCING(Di Kabupaten Tulungagung Desa Pelem Kecamatan Campurdarat)
MAKALAHMakalah Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Pendidikan KewarganegaraanYang dibimbing oleh Bapak Fajar
Oleh:Aris Mbajeng Wahyu Prasiska (100533402635)
S1 Pendidikan Teknik Informatika offering A 2010
Oleh:
UNIVERSITAS NEGERI MALANGFAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK ELEKTROAPRIL 2012
A. JUDUL UPACARA MANTEN KUCUNG (Di Kabupaten Tulungagung Desa Pelem Kecamatan Campurdarat)
B. DESKRIPSI SINGKAT
Khasanah budaya daerah merupakan cerminan bagi kebudayaan Nasional.
Hal itu merupakan landasan utama untuk menunjukan jati diri Bangsa Indonesia.
Berbagai macam tradisi budaya yang dimiliki Nusantara ini sangat beragam
bentuknya, mulai dari budaya tradisi Ngaben di Bali, Sekaten di Yogyakarta,
upacara Kasada di Bromo, dan budaya Manten Kucing di Tulungagung.
Prof. S. Budhisantoso mengungkapkan, bahwasanya setiap kali orang dapat
berkata dengan bangganya, bahwa masyarakat Bangsa Indonesia yang majemuk
ini sangat kaya dengan kebudayaan. Bahkan kebudayaan yang beraneka ragam itu
dianggap sebagai modal utama yang dapat dipasarkan lewat pariwisata untuk
meningkatkan penghasilan devisa. Namun demikian tidaklah banyak orang yang
mampu menjelaskan dengan baik di mana ke-bhineka-an (keragaman) serta ke-
unggul-an masyarakat dan kebudayaan di Indonesia yang tersebar di Nusantara,
dari Sabang sampai Merauke (Zulyani Hidayah, 1999:ix).
Tradisi budaya lokal, potensinya sangat bagus apabila dikembangkan
dengan serius. Sehingga dengan budaya lokal-lah kita mampu mewujudkan
budaya tingkat Nasional. Realitanya, banyak generasi muda di daerah tidak
memperdulikan bahkan mereka tidak mengetahui tradisi budaya yang ada
didaerahnya. Hal itu membuat keprihatinan tersendiri, sebab trend mode
globalisasi lambat laun memusnahkan pola pikir anak terhadap tradisi budaya
yang ada. Generasi muda lebih suka play station, game online dari pada melihat
festival manten kucing.
Kita tidak harus mengadili yang namanya trend globalisasi, sebab kalau kita
berpikir secara aktif, dengan adanya perkembangan zaman tersebut kita mampu
memanfaatkannya untuk mengembangkan budaya tradisi (Nggugah). Seperti
halnya mempublikasikan melalui internet, media elektronik, dan facebook.
Sehingga belum tentu perkembangan zaman ini akan memusnahkan keberadaan
budaya tradisi daerah, melainkan kita harus mampu memanfaatkan perkembangan
zaman ini untuk menumbuhkembangkan budaya tradisi kedaerahan.
Demikian pula seperti membangkitkan gairah pengembangan dan pemberdayaan
tradisi lokal yang identik sebagai simbolisasi dalam memperkuat budaya
Nasional. Manten Kucing, adalah tradisi budaya yang berada di Desa Pelem,
Kecamatan Campurdarat, Kabupaten Tulungagung. Tradisi budaya Manten
Kucing ini merupakan tradisi masyarakat untuk meminta diturunkannya hujan,
ketika musim kemarau panjang. Sehingga simbolisasi Manten Kucing ini ialah
ritual untuk meminta hujan.
Tradisi yang terkemas dalam wujud budaya, tentunya bisa dijadikan sebagai
media pembelajaran. Orang Jawa, dalam tradisi budayanya memiliki unsur nilai-
nilai tinggi, dan juga penyampaian pesan moral yang biasanya terwujud dalam
bentuk upacara tradisi, seperti halnya; Manten Kucing, tradisi budaya yang
terdapat di Desa Pelem, Kecamatan Campurdarat, Kabupaten Tulungagung ini
dilaksanakan upacaranya setiap tahun oleh masyarakat sekitar, dan juga
pemerintah peran serta didalam pelaksanaannya.
Selain dijadikan media pembelajaran, tentunya upacara tradisi budaya yang
ada di daerah-daerah dapat dijadikan sebagai fokus objek wisata lokal. Menggali
(Ndudhuk) potensi upacara tradisi tersebut sangatlah diperlukan, kalau perlu kita
mempelajari nilai-nilai yang terkandung didalamnya. Seperti apa yang
diungkapkan oleh Prof. Ayu Sutarta (2004:176), untuk membangun ketahanan
budaya, kita harus menggali dan kemudian memilah-milah produk-produk budaya
yang kita warisi dari para leluhur kita. Tidak semua produk budaya yang kita
miliki konstruktif dan produktif. Ada beberapa produk budaya yang harus kita
tinggalkan, karena tidak lagi sesuai dengan kebutuhan zaman dan tidak lagi
mampu menjawab kebutuhan zaman.
Semakin majunya teknologi komunikasi di zaman sekarang, penulis merasa
takut apabila warisan budaya tradisi leluhur hanya tersimpan dalam bentuk audio-
vidio. Sedangkan wujud budaya aslinya sudah musnah ditelan perkembangan
zaman. Sehingga melihat kondisi semacam itu, generasi muda juga harus menjadi
objek didalam pembelajaran tradisi budaya. Pengembangan dan pemberdayaan
tradisi budaya yang ada di daerah selayaknya mulai dini dikenalkan kepada
generasi muda (pelajar), salah satunya dengan memuat kurikulum muatan lokal,
sanggar budaya, café budaya dan festival budaya.
C. Expresi dan Performaransi
a. Tujuan diadakannya Festival Manten Kucing ( Peralatan dan makna simbolik )
Tulungagung Adalah sebuah kabupaten di Jawa Timur, Indonesia.
Kabupaten Tulungagung dibatasi oleh Kabupaten Blitar di sebelah timur,
Kabupaten Trenggalek disebelah barat, Kabupaten Kediri di sebelah utara dan
Samudra Hindia di sebelah selatan. Secara administratif, Kabupaten Tulungagung
terbagi dalam 19 kecamatan, 257 desa, dan 14 kelurahan. Kecamatan tersebut
adalah Bandung, Besuki, Boyolangu, Campurdarat, Gondang, Kalidawir,
Karangrejo, Kauman, Kedungwaru, Ngantru, Ngunut, Pagerwojo, Pakel,
Pucanglaban, Rejotangan, Sendang, Sumbergempol, Tanggung Gunung,
Tulungagung.
Bagian barat laut Kabupaten Tulungagung merupakan daerah pegunungan
yang merupakan bagian dari pegunungan Wilis-Liman-Limas. Bagian tengah
adalah dataran rendah; dan bagian selatan adalah pegunungan yang merupakan
bagian dari rangkaian Pegunungan Kidul. Tulungagung adalah salah satu
penghasil marmer terbesar di Indonesia, yakni di daerah campurdarat & besole.
Pantai Popoh, merupakan obyek wisata pantai di Laut Selatan yang cukup
terkenal.
Manten Kucing merupakan tradisi budaya dari daerah Tulungagung. Pada
tahun 2010, keberadaan tradisi budaya Manten Kucing difestivalkan dalam rangka
memperingati Hari Jadi Tulungagung ke-805. Festival Manten Kucing tersebut di-
ikuti 19 (Sembilan belas) kecamatan yang ada di Kabupaten Tulungagung. Acara
tersebut dilaksanakan pada hari kamis, 25 November 2010, kegiatan festival
Manten Kucing tersebut berpusat di kawasan Kota Tulungagung.
Festival tersebut baru pertama kalinya diadakan di Kabupaten Tulungagung,
hal itu untuk memperkenalkan kepada generasi muda, bahwasanya Manten
Kucing adalah tradisi budaya khas Tulungagung. Tradisi Manten Kucing biasanya
diadakan di Desa Pelem, Kecamatan Campurdarat tersebut merupakan upacara
tradisi untuk meminta diturunkan hujan.
Uniknya di festival tersebut terdapat kolaborasi antara Manten Kucing
dengan kesenian lain, antara Manten Kucing dengan Reog Gendang, Jaranan Jawa
dan Hadrah (sholawatan). Sehingga kolaborasi tersebut mendapat sambuatan
hangat dari masyarakat, begitu pula para pelajar saat festival itu juga ikut serta
menonton. Secara tidak langsung akan menumbuhkan pengetahuan, pemahaman
serta mengenali asset budaya tradisi Manten Kucing.
Dalam satu sisi, diadakannya festival Manten Kucing ini memang baik
untuk memperkenalkan asset wisata budaya daerah. Namun disisi lain, kesakralan
upacara Manten Kucing didalam festival tersebut sudah tidak terasa kesakralannya
lagi. Sebab budaya sudah menjadi tontonan, bukan lagi tuntunan. Kesakralan
upacara Manten Kucing saat mengikuti prosesi upacara di Desa Pelem,
Kecamatan Campurdarat. Sehingga simpulan sederhana adalah kita harus mampu
untuk memilah-milah didalam mengembangkan dan memberdayakan asset wisata
daerah, agar nilai-nilai dan pesan moralnya tidak hilang, bukan hanya sekedar
hiburan.
Pergeseran nilai yang sangat mengkhawatirkan tersebut dapat kita lihat
jelas, karena menggejala secara mencolok di sekitar kita, yang antara lain adalah;
(1). Nilai moral lebih murah daripada nilai materi; (2). Tuhan terasa jauh dan uang
terasa dekat; (3). Produk-produk budaya asing lebih digandrungi daripada produk-
produk budaya sendiri; (4). Kepentingan agama, politik, dan ekonomi
dicampuradukan, sehingga batas-batasannya menjadi jelas; (5). Kekerasan sering
digunakan untuk menyelesaikan perbagai persoalan dalam masyarakat (Ayu
Sutarta, 2004:173).
Sehingga untuk Ndudhuk, Ndhudhah dan Nggugah asset budaya daerah
harus memiliki konsep yang matang. Mengembangkan dan memberdayakan asset
budaya daerah tidak harus mengorbankan unsur nilai-nilai positif yang sudah ada.
Dari dulu hingga sekarang, budaya adalah pembelajaran yang konkrit dan
fleksibel.
Makna dari kucing itu sendiri adalah kucing merupakan hewan yang
mempunyai banyak keturunan dan di artikan kucing mempunyai sembilan nyawa
dan itulah mengapa hewan kucing di pakai dalam ritual ini. Dalam mewujudkan
masyarakat yang sejahtera dan lingkungan yang subur makmur merupakan
idaman setiap warga disinilah makna-makna ddari kucing tersebut dimaksudkan.
b. Kronologi Tampilan
Dulu Manten Kucing dilaksanakan sebagai tatacara untuk memohon
turunnya hujan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Namun dengan perkembangan
zaman, Manten Kucing diadakan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan
bahwa permohonan turunnya telah dipenuhi. Apapun bentuknya, kita wajib
melestarikan upacara adat/tradisi lokal sebagai kekayaan budaya Tulungagung
yang bisa menambah kekayaan budaya bangsa dan aset wisata budaya.
Di Coban sana, lima hari sebelum upacara digelar, sesepuh pemimpin upacara
menggelar ritual memohon izin terkait dengan hari yang telah ditentukan untuk
menggelar Manten Kucing. Hal itu dilakukan seiring dengan persiapan
kelengkapan upacara seperti dua ekor kucing jantan dan betina. Karena tidak ada
kucing Candramawa, maka digunakan kucing telon yang diambil dari dua dusun,
Bangak dan Sumberjo.
Lalu dua orang calon pengantin yang asalnya sesuai dengan asal kucingnya.
Namun, untuk sebuah tontonan/pertunjukan (festival), persyaratannya tidak harus
begitu. Kelengkapan upacara berikutnya adalah seperangkat jaranan. Kesenian ini
mengiringi arak-arakan calon pengantin menuju tempat upacara dan dipentaskan
di tempat upacara. Ada juga rombongan Tiban yaitu sejumlah pemuda gagah
dengan kostum celana longgar dan baju hitam, serta ikat kepala.
Mereka membawa ujung yaitu lidi aren atau enau sebesar ibu jari sebagai cambuk.
Seni Tiban diiringi gambang, kendang, dan kentongan. Seni ini mengiringi arak-
arakan calon pengantin dan mengadakan pergelaran (show) Tiban di tempat
upacara.
1. Jalannya Upacara
Pada Hari H, calon pengantin dengan dandanan pengantin Jawa sambil
menggendong kucingnya diarak menuju Coban. Mereka diapit duah buah
kembang mayang. Di lokasi itu prosesi upacara Manten Kucing digelar. Pertama,
memandikan calon pengantin sambil menggendong kucing. Lalu sesepuh adat
memandikan kucing satu persatu, kemudian kedua binatang tersebut dilepas
begitu saja. Selanjutnya kedua calon pengantin menuju tempat duduk untuk
Jemuk Pengantin: tempat pertemuan pengantin pria dan wanita beralasakan tikar
dan kain panjang/jarit.
Prosesi berikutnya adalah, kedua pengantin berjalan perlahan menuju jemuk
sambil memegang gantal (selembar daun sirih yang digulung). Setelah dekat,
kedua pengantin saling lempar gantal. Lalu dipimpin seorang juru jemuk, kedua
pengantin dipertemukan sesuai adat Jawa atau adat setempat. Kedua pengantin
kemudian berdiri di atas tikar dan kain panjang/jarit. Dan juru jemuk melakukan
beberapa prosesi untuk pengantin antara lain: minum air kendi tiga kali. Kedua
pengantin bersalaman dan tangannya disiram air kendi tiga kali. Pengantin wanita
membasuh kaki pengantin pria. Setelah itu, kedua mempelai berputar/berkeliling
satu kali. Prosesi berikutnya, kedua pengantin diajak ke tempat selamatan yang
dipimpin oleh juru ujub/juru kajat. Seusai selamatan, acara pergelaran jaranan
dan tiban dimulai. Pentas jaranan digelar sampai selesai untuk member hiburan
kepada masyarakat penonton.
Upacara Manten Kucing merupakan upacara tradisional yang masih
dilaksanakan oleh masyarakat Desa Pelem. Dengan mewariskan budaya-budaya
bangsa kepada generasi penerus, diharapkan muncul rasa memiliki. Dengan
begitu, mereka tidak akan begitu saja menerima budaya asing yang mungkin akan
mendesak budaya kita. Menggali dan melestarikan upacara Manten Kucing akan
menambah aset wisata budaya dan wisata alam di Kabupaten Tulungagung.
D. Nilai-nilai Yang Terkandung Dalam Upacara
a. Nilai ketuhanan karena upacara ini meminta ke Yang Maha Esa untuk diturunkan hujan
b. Nilai sosial masyarakat saling bekerjasama agar upacara ini berlangsung dengan baik
c. Nilai persatuan masyarakat gotong royong supaya upacara bisa terselenggara.
E. Prospek nilai-nilai
1. Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa
Keyakinan adanya Tuhan Yang Maha Esa bukanlah kepercayaan yang
tidak dapat dibuktikan kebenarannya melalui penalaran, melainkan suatu
penalaran yang berpangkal dari kesadaraan manusia sebagai makhluk tuhan. Bagi
kita dan dalam negara Indonesia, tidak boleh ada pertentangan dalam hal
Ketuhanan Yang Maha Esa, tidak boleh ada sikap dan perbuatan yang anti
Ketuhanan Yang Maha Esa, serta anti kehidupan bergama. Nilai Pancasila ini juga
terdapat pada ritual ini yaitu masyarakat mengadakan upacara untuk meminta
kepada Tuhan Yang Maha Esa agar di hujan segera turun dan tanaman yang
mereka tanam bisa tumbuh subur.
2. Nilai Kemanusiaan yang adil dan beradab
Dalam sila ini kemanusiaan merupakan norma untuk menilai apapun yang
menyangkut kepentingan manusia sebagai makhluk Tuhan yang mulai dengan
kesadaran martabat dan derajatnya. Kemanusiaan yang adil dan beradap adalah
kesadaran sikapa dan perbuatan manusia yang didasarkan kepada potensi budi
nurani manusia dalam hubungan norma-norma kebudayaan pada umumnya.
Hubungan dan norma baik terhadap diri pribadi, sesame manusia dan terhadap
lingkungannya. Nilai-nilai dalam sial Kemanusiaan yang adil dan beradab itu
adalah nilai yang merupakan nilai refleksi dari martabat serta harkat manusia
yang memiliki nilai cultural. Potensi itu dihayati sebagai hal yang bersifat umum
(universal) dan dipunyai oleh semua bangsa tanpa terkecuali Dalam sila ini
tersimpul nilai kemanusiaan yang lengkap, yang adil serta bermutu tinggi, karena
kemampuannya berbudaya. Menurut sila kemanusiaan yang adil dan beradap itu,
setiap manusia Indonesia adalah bagia dari warga dunia, yang meyakini adanaya
prinsip persamaan harkat dan martabatnya sebagai hamba Tuhan. Nilai ini juga
terdapat dalam upacara Manten Kucing yaitu upacara ini diadakan untuk hujan
dan masyarakat sejahtera karena tanaman mereka tumbuh dengan subur.
3. Nilai Persatuan Indonesia
Persatuan dalam sila ketiga ini meliputi makna persatuan dan kesatuan
dalam arti ideologis, pilotik social budaya dan keamanan.Sila peratuan Indonesia
ini mengandung nilai-nilai keharmonian dan nilai etis yang mencakup nilai
kedudukan dan martabat manuisa Indonesia untuk menghargai keseimbangan
antar kepentingan pribadi dan masyarakat. Nilai yang menjunjung tinggi tradisi
kejuangan dan kerelaan untuk berkorban dan membela kehormatan bangsa dan
negara. Mengandung nilai petirotik serta penghargaan ras abangga sebagai realitas
yang dinamis.
Dalam nilai ini juga terdapat dalam upacara Manten Kucing yakni dalm
upacara ini masyarakat gotong-royong dan bersama-sama berpartisipasi dalam
menyelenggarakannya. Ini membuktikan bahwa para warga mempunyai persatuan
yang sangat baik.
4. Nilai Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan / perwakilan.
Dalam sila ini, diakui bahwa negara RI menganut asas demokrasi yang
bersumber kepada nilai-nilai kehidupan yang berakar dalam budaya bangsa
Indonesia. Perwujudan asas demokrasi itu dipersepsi sebagai paham kedaulatan
rakyat, yang bersumber kepada nilai kebersamaan, kekeluargaan dan
kegotongroyongan. Penghargaan nilai tertinggi terhadap nilai musyawarah
mencerminkan nilai kebenaran. Dalam nilai sila keempat ini, tercermin nilai yang
mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat yang harus didahulukan.
Didalam sila ini terungkap nilai yang lebih mengahrgai kesukarelaan dan
lesadaran daripada memaksakan sesuatu kepada orang lain. Sila kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan ini, menghargai sikap etis berupa tanggung
jawab yang harus ditunaikan, sebagai amanat seluruh rakyat. Tanggung jawab itu
bukan hanya ditujukan kepada manusia, tetapi tanggung jawab moral kepada
Tuhan Yang Mha Esa. Sila ini pun mengandung pengkuan atas nilai kebenaran
dan keadilan dalam menegakkan kehidupan yang bebas dan sejahtera.
dalam sebuah ritual pasti ada seorang yang memimpin jalannya ritual ini seorang
pemimpin ritual juga terdapat ritual ini. Ini membukti bahwa terdapat seorang
pemimpin yang mampu mengayomi.
5. Nila keadilan social bagi seluruh Indonesia
Nilai-nilai yang terkandung dalam sila ini mencakup bahwa keadilan social
berarti keadilan yang berlaku dalam masyarakat disegala bidang kehidupan baik
material maupun spiritual. Seluruh rakyat Indonesia berarti setiap orang yang
berdiam ditanah air, maupun bertempat tinggal dinegara asing. Keadilan social ini
juga menjamin bahwa setiap rakyat Indonesia diperlakukan dengan adil dalam
bidang hukum, elonomi, kebudayaan dan social. Dalam sila ini diakui bahwa
kedudukan pribadi tidak dapat dipisahkan kedudukannya sebagai warga
masyarakat.
Nilai-nilai yang terkandung dalam sila kelima ini meliputi nilai keselarasan,
keseimbangan dan keserasian yang menyangkut hak dan kewajiban yang dimiliki
oleh rakyat Indonesia, tanpa membedakan asal suku, agama yang dianut,
keyakinan politik, serta tingkat ekonominya. Dalam sila inipun terkandung nilai
kedermawanan terhadap sesama, nilai yang memberi sikap juga mengembangkan
nili untu kmenghargai karya dan norma yang menolak adanya kesewenang-
wenangan serta pemerasan kepada sesame. Nilai kelima ini juga mengandung
nilai vital yaitu keniscayaan secara bersama mewujudkan kemajuan yang merata
dan keadilan sosial, dalam makan untuk menjunjung tinggi harkat dan martabat
manusia. NIlai-nilai yang mencakup keadilan sosial itu memberi jaminan untuk
mencapai taraf kehidupan yang layak dan terhoemat sesuai dengan kodratnya dan
menempatkan nilai demokrasi dalam bidang ekonomi dan sosial.
Dalam upacara ini dibuktikan dengan adanya keselarasan antara masyarakat
dengan adat istiadat yang lama-kelamaan menjadikan sebuah budaya daerah yang
sara akan nilai-nilai moral dan menjadikan kebiasaan dalam sekelompok
masyarakat yang penuh akan nilai sosial.
F. Lampiran Identitas Informan
Saudara Agus Prastyo warga desa Pelem Kecamatan Campurdatat
Kabupaten Tulungagung. Merupakan warga asli dan tinggal di desa Pelem sejak
kecil hingga sekarang. Beliau merupakan seorang dari salah satu pemuda desa
yang ikut serta dalam pelestarian budaya upacara Manten Kucing, rumah beliau
juga dekat sekali dengan air terjun Cuban Rondo dimana tempat tersebut
merupakan tempat dimana upacar Manten Kucing sering diselenggarakan.