makalah munakahat (nikah)

Upload: sofiani-twin-azizah

Post on 17-Oct-2015

1.104 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUANA. Latar Belakang Secara garis besar hukum syariat terbagi menjadi dua bagian, yaitu:1. Hukum Itiqad, yaitu segala hukum yang berkaitan dengan pembinaan aqidah yang benar, penanaman keimanan kepada Allah SWT, keimanan kepada hari akhir, dan segala berita ghaib. Semua itu disampaikan kepada kita melalui wahyu Tuhan dan kitab-kitab yang diturunkan-Nya kepada para Nabi dan Rasul.2. Hukum syara atau hukum amaliah menurut tradisi ualama fiqh, yaitu hukum yang berkaitan dengan perbuatan mukallaf dan segala tindakannya, tidak dalam ibadah maupun muamalat. Hukum ini dimaksudkan dilakukan oleh manusia dalam perbuatan praktis dan dipedomani dalam segala urusan agama dan dunia secara bersama-sama. Hukum ini dibagi dua macam dan masing-masing mempunyai karakter khusus, yaitu sebagai berikut.a. Hukum ibadah, yaitu hukum yang mengatur interaksi antara manusia dan Tuhan. Jika seorang manusia melaksanakan hukum-hukum ibadah dengan baik dan mematuhi perintah-peritnah Allah, maka bertambah pula kedekatan kepada-Nya. Ia juga akan selalu mengikuti segala apa yang diwajibkan Allah kepada para hambanya, seperti shalat, zakat, puasa dan haji. Hukum ibadah ini adalah hukum asasi yang sudah dimaklumi kepastiannya dalam agama. b. Hukum mualmalat, adalah hukum yang berlaku antara sesame manusia. Hukum muamalat mengatur segala interaksi dan komunikasi antar individu satu dengan yang lain, antar masyarakat terhadap umat dan bangsa lain, seperti jual beli, sewa-menyewa, gadai, transaksi perjanjian, dan lain-lain. Hukum ini berarti meliputi segala aktivitas manusia dan segala tindakannya.Dari sini tampak bahwa muamalat dalam fiqh Islam dapat dipahami secara umum menyangkut segala permasalahan yang akan dipelajari seperti pernikahan, talak, persusunan, nafkah, pemberian/hibah, wasiat, wakaf, dan harta warisan. Semua itu tidak lepas dari sisi hukum yang mengatur hubungan interaksi hubungan antarindividu dan masyarakat. Bagian ini ditetapkan ulama ahli fiqh (fuqaha) dalam Islam. Pada masa kontemporer ini timbul pembagian baru bahwa hukum0hukum yang berkaitan dengan pernikahan, talak, nafkah, keturunan, dan lain-lain disebut al-ahwal asy-syakhshiyah (hukum keluarga, perorangan, dan harta waris) sebagai perbandinagn hukum madaniyah (mengatur hubungan manusia dalam bidang kekayaan dan pembelanjaan) dan hukum jinayah (criminal) dengan segala macamnya, di antaranya berkaitan dengan jiwa, kehormatan, harta, dan agama. Pembandingan baru ini sebagai produk perkembangan ilmu-ilmu dan bidang-bidangnya, perkembangan pembahasan, studi fiqh, dan perundang-undangan di era modern yang disebut dengan era berbagi idang ilmu dan berbagai jurusan. Dengan demikian, al-ahwal asy-syakhshiyah dimaksud adalah segala sesuatu yang berkaitan denagn seseorang sebagai pribadi, seperti pernikahan. Pernikahan ini sesungguhnya bersifat pribadi, tidak ada hubungan dengan harta, tidak ada hubungan dengan permusuhan dan tidak ada hubungand engan Negara, dan seterusnya. Diantaranya adalah hal yang berkaitan dengan inikah. Talak, masa menunggu (iddah), kembali nikah (ruju), dan sesamanya. Termasuk pemahaman al-ahwal asy-syakhsyiyah adalah nasab (keturunan) dan ahli waris. Misalnya, seseorang berstatus sebagai bapak, anak, saudara, dan lain-lain. Seseorang berstatus sebagai ahli waris yang berhak menerima harta warisan atau terhalang (mahjub) tidak mendapat harta warisan. Adapun pemberian (hibah) dan wasiat tidak tampak banyak masuk dalam al-ahwal asy-syakhshiyah. Keduanya hanya dipersamakan dengannya karena keduanya tergolong tindakan mandiri dalam harta.Atau dapat dikatakan bahwa wasiat dan waris adalah sari satu jenis, karena masing-masing memiliki tambahan serta kematian. Hibah transaksi kebaikan seeprti wasiat dimaksdukan seperti wasiat dimasukkan ke dalam wilayah al-ahwal asy-syakhshiyah. Namun yang utama, hibah termasuk kategori muamalat seperti utang piutang dan pinjam-meminjam.[footnoteRef:2] [2: Syaikh Abd. Rahman Taj, Ahkam Al-Ahwal Asy-Syakhshiyah]

B. Rumusan Masalah1. Apa pengertian nikah ?2. Apa syarat, rukun, dan hukum nikah ?3. Bagaimana cara dan bentuk pernikahan ?4. Apa syarat dan rukun talak ?5. Apa macam-macam dan proses perceraian ?6. Apa saja masalah-masalah perkawinan yang berkembang di masyarakat ?

C. Tujuan PembahasanTujuan pembahasan dari makalah ini:1. Untuk mengetahui pengertian dari nikah.2. Untuk mengetahui apa saja syarat dan rukun dari nikah dan talak.3. Untuk mengetahui bagaimana cara dan bentuk dari pernikahan.4. Untuk mengetahui apa saja macam-macam dan proses perceraian.5. Untuk mengetahui apa saja masalah-masalah perkawinan yang berkembang di masyarakat.

BAB IIPEMBAHASANA. Pengertian NikahNikah diambil dari bahasa arab yang artinya bisa mengumpulkan, menggabungkan, menjodohkan, atau bersenggama ( wath'i ). Sedangkan nikah menurut akad merupakan pengertian yang bersifat majazy, sementara Imam Safi'i berpendapat nikah hakiki adalah akad. Tarif pernikahan ialah akad yang menghalalkan pergaulan dan membatasi hak dan kewajiban serta tolong-menolong antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang bukan mahram.Dan arti nikah menurut terminologi (istilah) didefinisikan sebagai ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri, dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Karena nikah merupakan sendi pokok pergaulan manusia.Firman Allah Swt: (3)Artinya:maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja. (An-Nisa: 3)Nikah adalah salah satu asa pokok hidup yang paling utama dalam pergaulan atau masyarakat yang sempurna. Penikahan itu bukan saja merupakan satu jalan yang amat mulia untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan, tetapi juga dapat dipandang sebagai satu jalan menuju pintu perkenalan antara suatu kaum dengan kaum lain, dan perkenalan itu akan menjadi jalan untuk menyampaikan pertolongan antara satu dengan lainnya. Sebenarnya pertalian nikah adalah pertalian yang seteguh-teguhnya dalam hidup dan kehidupan manusia, bukan saja antara suami istri dan keturunannya, melainkan antara dua keluarga. Betapa tidak ? dari baiknya pergaulan antara si istri dengan suaminya, kasih-mengasihi, akan berpindahlah kebaikan itu kepada semua keluarga dari kedua belah pihaknya, sehingga mereka menjadi satu dalam segala urusan bertolong-tolongan sesamanya dalam menjalankan kebaikan dan mencegah segala kejahatan. Selain itu, dengan pernikahan seseorang akan terpelihara dari kebinasaan hawa nafsunya. Pernikahan bisa disebut juga sebagai tiang keluarga yang teguh dan kokoh. Di dalamnya terdapat hak-hak dan kewajiban yang sakral dan religius. Seseorang merasa adanya tali ikatan suci yang membuat tinggi sifat kemanusiaannya, yaitu ikatan ruhani dan jiwa yang membuat ketinggian derajat manusia dan menjadi mulia daripada tingkat kebinatangan yang hanya menjalin cinta syahwat antara jantan dan betina. Bahkan hubungan pasangan suami istri sesungguhnya adalah ketenangan jiwa, kasih sayang, dan memandang. Ghazali menjelaskan beberapa faedah nikah, di antaranya: nikah dapat menyegarkan jiwa, hati menjadi tenang, dan memperkuat ibadahnya. Jiwa itu bersifat pembosan dan lari dari kebenaran jika bertentangan dengan karakternya. Bahkan ia menjadi durhaka dan melawan, jika selalu dibebani secara paksa yang menyalahinya. Akan tetapi, jika ia disenangkan dengan kenikmatan dan kelezatan disebagian waktu, ia menjadi kuat dan semangat. Kasih sayang dan bersenang-senang dengan istri akan menghilangkan rasa sedih dan menghibur hati. Demikian disampaikan bagi orang yang bertakwa, jiwanya dapat merasakan kesenangan dengan perbuatan mubah ini (nikah) sebagaimana firman Allah: Agar ia tenang kepadanya. (QS. Ar-Rum (30): 21)Demikianlah maksud pernikahan yang sejati dalam islam. Singkatnya, untuk kemaslahatan dalam rumah tangga dan keturunan, juga untuk kemaslahatan masyarakat. Oleh sebab itu, syariat islam mengadakan beberapa peraturan untuk menjaga keselamatan pernikahan ini. Tetapi belum menerangkan syarat-syarat dan rukunnya, begitu juga kewajiban dan hak masing-masing antara suami istri, terlebih dahulu akan diuraikan tujuan pernikahan dalam anggapan yang berlaku dalam kehedak manusia. Telah berlaku anggapan kebanyakan pemuda dari dahulu sampai sekarang, mereka ingin menikah karena beberapa sebab, di antaranya:1. Karena mengharapkan harta benda.2. Karena mengharapkan kebangSawanannya.3. Karena ingin melihat kecantikannya.4. Karena agama dan busi pekertinya yang baik.Yang pertama karena harta. Kehendak ini datang baik dari pihak laki-laki maupun dari pihak perempuan. Misalnya ingin menikah dengan seorang hartawan, sekalipun dia tahu bahwa pernikahan itu tidak akan sesuai dengan keadaan dirinya dan kehendak masyarakat, orang yang mementingkan pernikahan disebabkan harta benda yang diharap-harapnya atau yang akan dipungutnya. Pandangan ini bukanlah pandangan yang sehat, lebih-lebih kalau hal ini terjadi dari pihak laki-laki, sebab hal itu sudah tentu akan menjatuhkan dirinya di bawah pengaruh perempuan dari hartanya. Hal yang demikian adalah berlawanan dengan sunnah alam dan titah Allah yang menjadikan manusia. Allah telah menerangkan dalam AL-Quran cara yang sebaik-baiknya bagi aturan kehidupan manusia, yaitu sebagai berikut:Firman Allah SWT. : (34)Artinya: Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita. (An-Nisa:34)Yang kedua, karena mengharap kebangSawanannya, berarti mengharapkan gelar atau pangkat. Ini juga tidak akan memberi faedah sebagaimana yang diharapkannya, bahkan dia akan bertambah hina dan dihinakan, karena kebangSawanan salah seorang di antara suami istri itu tidak akan berpindah kepada orang lain.Sabda Rasulullah Saw: .Artinya: Barang siapa menikahi seorang perempuan karena kebangSawanannya, niscaya Allah tidak akan menambah kecuali kehinaan.Yang ketiga, karena kecantikannya. Menikah karena hal ini sedikit lebih baik dibandingkan dengan karena harta dan kebangSawanannya, sebab harta dapat lenyap dengan cepat, tetapi kecantikan seseorang dapat bertahan sampai tua, asal dia jangan bersifat bangga dan sombong karena kecantikannya itu.Yang keempat, karena agama dan budi pekerti. Inilah yang patut dan baik menjadi ukuran untuk pergaulan yang akan kekal, serta dapat menjadi dasar kerukunan dan kemaslahatan rumah tangga serta semua keluarga. Firman Allah SWT.: (34)Artinya: Sebab itu maka wanita yang saleh ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri sepeninggal suaminya karena Allah telah memelihara (mereka). (An-Nisa : 34)Jadi jelaslah bahwa hendaknya agama dan budi pekerti itulah yang menjadi pokok yang utama untuk pemilihan dalam pernikahan. Dari keterangan-keterangan di atas, hendaklah wali-wali anak jangan sembarangan menjodohkan anaknya, sebab kalau tidak kebetulan di jalan yang benar, sudah tentu dia seolah-olah menghukum atau merusak akhlak dan jiwa anaknya yang tidak bersalah itu. Pertimbangkanlah lebih dahulu dengan sedalam-dalamnya antara manfaat dan mudaratnya yang bakal terjadi di hari kemudian, sebelum mempertalikan suatu pernikahan.B. Hukum NikahKata hukum memiliki dua makna, yang dimaksud di sini adalah: Pertama, sifat syara pada sesuatu seperti wajib, haram, makruh dan sunnah, dan mubbah.Kedua, buah dan pengaruh yang ditimbulkan sesuatu menurut syara, seperti jual beli adalah memindahkan pemilikan barang terjual kepada pembeli dan hukum sewa-menyewa (ijarah) adalah pemilikan penyewa pada manfaat barang yang disewakan. Demikian juga hukum perkawinan atau pernikahan berarti penghalalan masing-masing dari sepasang suami istri untuk bersenang-senang kepada yang lain, kewajiban suami terhadap mahar dan nafkah terhadap istri, kewajiban istri untuk taat terhadap suami dan pergaulan yang baik.Dalam tulisan ini dimaksudkan hukum makna yang pertama, yaitu sifat syara. Maksudnya hukum yang ditetapkan syara apakah ditutut mengerjakan atau tidak, itulah yang disebut dengan hukum taklifi (hukum pembebanan) menurut ulama ushul fiqh. Menurut ulama Hanafiyah, hukum nikah itu adakalanya mubah, mandub, wajib, fardu, makruh, dan haram. Sedangkan ulama mazhab-mazhab lain tidak membedakan antara wajib dan fardu. Secara personal hukum nikah berbeda di sebabkan perbedaan kondisi mukallaf, baik dari segi karakter kemanusiaannya maupun dari segi kemampuan hartanya. Hukum nikah tidak hanya satu yang berlaku bagi seluruh mukallaf. Masing-masing mukallaf mempunyai hukum tersendiri yang spesifik sesuai dengan kondisinya yang spesifik pula, baik persyaratan harta, fisik, dan atau akhlak.1. FarduHukum nikah fardu, pada kondisi seseorang yang mampu biaya wajib nikah, yakni biaya nafkah dan mahar dan adanya percaya diri bahwa ia mampu menegakkan keadilan dalam pergaulan dengan istri yakni pergaulan dengan baik. demikian juga, ia yakin bahwa jika tidak menikah pasti akan terjadi perbuatan zina, sedangkan puasa yang dianjurkan Nabi tidak akan mampu menghindarkan dari perbuatan tersebut. Nabi bersabda:

Artinya: Wahai para pemuda barang siapa di antara kalian ada kemampuan biaya nikah, maka nikahlah. Barang siapa yang tidak mamapu hendaknya berpuasalah, sesungguhnya ia sebagai perisai baginya.Pada saat seperti di atas,seorang dihukumi fardu untuk menikah, berdosa meninggalkannya dan maksiat serta melanggar keharaman. Meninggalkan zina adalah fardu dan caranya yaitu menikah dengan tidak mengurangi hak seseorang maka ia menjadi wajib. Menurut kaidah ulama ushul: Sesuatu yang tidak fardu kecuali dengan mengerjakannya, maka ia hukumnya fardu juga. Fardu wajib dikerjakan dan haram ditinggalkan. 2. Wajib Hukum nikah menjadi wajib bagi seseorang yang memiliki kemampuan biaya nikah, mampu menegakkan keadilan dalam pergaulan yang baik dengan istri yang dinikahinya, dan ia mempunyai dugaan kuat akan melakukan perzinahan apabila tidak menikah. Keadaan seseorang seperti di atas wajib untuk menikah, tetapi tidak sama dengan kewajiban pada fardu di atas. Karena dalam fardu, dalilnya pasti atau yakin (qathi) sebab-sebabnya pun juga pasti. Sedangkan dalam wajib nikah, dalil dan seba-sebabnya adalah atas dugaan kuat (zhanni), maka produk hukumnya pun tidak qathi tetapi zhanni.[footnoteRef:3] Dalam wajib nikah hanya ada unggulan dugaan kuat (zhann) dan dalilnya wajib bersifat syubhat atau samar. Jadi, kewajiban nikah pada bagian ini adalah khawatir melakukan zina jika tidak menikah, tetapi tidak sampai ke tingkat yakin. [3: Abi Zahrah, Al-Ahwal Asy-Syakhshiyah, Qismu Az-Zawaj, hlm. 21.]

3. HaramHukum nikah haram bagi seseorang yang tidak memiliki kemampuan nafkah danyakin akan terjadi penganiayaan jika menikah. Keharaman nikah ini karena nikah dijadikan alat mencapai yang haram secara pasti, sesuatu yang menyampaikan kepada yang haram secara pasti, maka ia haram juga. Jika sesorang menikahi wanita pasti akan terjadi penganiayaan dan menyakiti sebab kenakalan laki-laki itu, seperti melarang hak-hak istri, berkelahi dan menahannya untuk disakiti, maka menikahnya menjadi haram. Sesungguhnya keharaman nikah pada kondisi tersebut, karena nikah disyariatkan dalam Islam untuk mencapai kemaslahatan dunia dan akhirat. Hikmah kemaslahatan ini tidak tercapai jika tidak tercapai jika nikah dijadikan sarana mencapai bahaya, kerusakan, dan penganiayaan. Nikah orang tersebut wajib ditinggalkan dan tidak memasukinya, dengan maksud melarang perbuatan haram dan inilah alternatif yang paling utama, yakni harapan meninggalakan nikah.[footnoteRef:4] [4: M. Anis Ubadah, Nizham Al-Usrah fi Asy-Syariah Al-Islamiyah, hlm. 45]

4. MakruhNikah makruh bagi seseorang yang dalam kondisi campuran. Seseorang mempunyai kemampuan harta biaya nikah dan tidak dikhawatirkan terjadi maksiat zina, tetapi dikhawatirkan terjadi penganiayaan istri yang tidak sampai ke tingkat yakin. Terkadang orang tersebut mempunyai dua kondisi yang kontradiktif, yakni antara tuntutan dan larangan. Seperti seseorang dalam kodisi yakin atau diduga kuat akan terjadi perzinahan jika tidak menikah, berarti ia antara kondisi fardu dan wajib nikah. Di sisi lain, ia juga diyakini atau diduga kuat melakukan penganiayaan atau menyakiti istrinya jika ia menikah. Dalam hal ini, apa yang dilakukan terhadap orang tersebut? Apakah sisi keharaman nikah yang lebih kuat atau sisi fardu dan wajib nikah?Pada kondisi seperti di atas, orang tersebut tidak diperbolehkan menikah agar tidak terjadi penganiayaan dan kenakalan, karena mempergauli istri dengan buruk tergolong maksiat yang berkaitan dengan hak hamba. Sedangkan khawatir atau yakin akan terjadi perbuatan zina tergolong maksiat yang berkaitan dengan hak hamba. Sedangkan khawatir atau yakin akan terjadi perbuatan zina tergolong maksiat yang berkaitan dengan hak Allah. Hak hamba di dahulukan jika bertentangan dengan hak Allah murni. Kami maksdukan di sini, bahwa jika seseorang dikhawatirkan berselingkuh atau bermaksiat dengan berzina jika tidak menikah dan di sisi lain dikhawatirkan mempergauli istri dengan buruk jika menikah. Di sini terdapat dua kekhawatiran yang sama, maka yang uatam adalah lebih baik tidak menikah[footnoteRef:5] karena khawatir terjadi maksiat penganiayaan terhadap istri. [5: M. Muhyi Ad-Din Abd Al-Hamid, Bitasharruf min Al-Ahwal Asy-Syakhshirah, hlm. 39]

Analisis di atas lebih kuat karena maksiat penganiayaan tidak ada obat atau jalan untuk mencari keselamatan. Sedangkan meyakini akan terjadinya perselingkuhan dan hanya merasa khawatir, ada tetapi yang mengobatinya seperti petunjuk Nabi SAW dalam haditsnya tentang perintah menikag bagi orang yang ada kemampuan biaya nikah. Jika tidak ada kemampuan, diperintahkan berpuasa. Dalam kondisi seperti ini, seseorang diperintahkan berpuasa agar menjadi tetapi baginya, di mana berpuasa dapat mematahkan syahwat. Dikarenakan dengan lapar ini keringat menjadi kering, darah menjadi minim, dan kecintaan seksual menjadi berkurang, Nabi SAW bersabda: Sesungguhnya setan berjalan bersama aliran darah diseluruh urat anak Adam, maka persempitlah tempat alirannya dengan lapar.[footnoteRef:6] Tidak ada asumsi bahwa diperbolehkan berzina bagi seseorang dalam kondisi seperti di atas dan hal ini tidak mungkin pernah terlintas dalam hati seorang ahli syariah. Hal tersebut dimaksudkan mencegah kejahatannya terhadap istri dan melemahkannya agar memelihara dirinya dengan cara berpuasa sebagaimana sabda Nabi SAW bahwa berpuasa itu sebagai perisai baginya dan lain-lain. [6: Nizham Al-Authar, juz 6, hlm 7]

5. Fardu, Mandub, dan MubahSeseorang dalam kondisi normal, artinya memiliki harta, tidak khawatir dirinya melakukan maksiat zina sekalipun membujang lama dan tidak dikhawatirkan berbuat jahat terhadap istri. Para ulama dalam hal ini berbeda pendapat tentang hukum nikahnya:Pendapat pertama, fardu menurut kaum Zhahriyah, dengan alasan:Pertama, zhahirnya teks-teks ayat maupun hadis mengenai perintah nikah seperti firman Allah SWT.: (32)Artinya: Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki san hamba-hamba sahayamu yang perempuan. (QS. An-Nur (24): 32)Dan hadis Nabi SAW: Wahai para pemuda, siapa yang mampu di antara kalian akan biaya nikah, hendaklah menikahAllah dan Rasul-Nya memerintahkan menikah dan lahirnya perintah menunjukkan wajib. Pendapat ini diperkuat dengan praktik Nabi SAW dan para sahabat yang melakukannya dan tidak ada yang memutuskannya. Andaikata mandub atau sunnah tentu ada yang meninggalkannya.[footnoteRef:7] [7: Abi Zahrah, Al-Ahwal Asy-Syakhsiyah, Qismu Az-Zawaj, hlm. 23]

Kedua, Nabi SAW melarang beberapa sahabat yang membujang dan tidak menikah secara berlebih-lebihan. Sebagaimana dalam hadis shahih Al-Bukhari dan Muslim. Bahwa ada tiga golongan datang ke rumah para istri Nabi SAW seraya bertanya tentang ibadah mereka. mereka berkata: Di mana posisi kita dari Nabi SAW padahal beliau telah diampuni segala dosa yang telah lalu maupun yang akan datang? Salah satu di antara mereka berkata: Adapun aku sungguh akan melaksanakan shalat malam selamanya. Berkata yang lain: Saya akan berpuasa sepanjang masa dan tidak berbuka. Dan berkata yang lain: Saya akan menjauhi wanita dan tidak akan menikah selamanya. Datanglah Rasulullah SAW dan bersabda:

Artinya: Kalian yang berkata begini dan begini. Demi Allah sesungguhnya aku adalah orang yang paling takut di antara kalian kepada Allah dan yang paling taqwa kepada-Nya, tetapi aku berpuasa dan berbuka, shalat, tidur dan mengawini beberapa istri. Barangsiapa yang benci sunnahku maka tidak tergolong mengikuti petunjukku.Dalam hadis di atas Rasulullah SAW menolak kemauan sebagai sahabat dengan penolakan yang kuat sampai beliau lepas tenggung jawab. Hal ini menunjukkan bahwa Nabi SAW melarang membujang. Larangan membujang menunjukkan haram karena meninggalkan yang wajib (menikah). Dalil inilah yang menunjukkan kewajiban menikah. Ketiga, seseorang, walaupun dalam keadaan normal atau tidak akan melakukan maksiat zina. Akan tetapi yang menjadi wajib adalah berhati-hati terhadap dirinya dan memeliharanya dengan menikah. Nikah ini dituntu dengan tuntutan yang kuat seperti melihat aurat wanita lain hukumnya haram, karena terkadang mendatangkan perbuatan zina dan mendorong nafsu untuk mencarinya. Dalam hal ini hukumnya sama, yaitu fardu atau wajib.[footnoteRef:8] [8: Abi Zahrah, Al-Ahwal Asy-Syakhshiyah, Qism Az-Zawaj, hlm 23]

C. Rukun NikahRukun adalah bagian dari hakikat sesuatu. Rukun termasuk dalam substansinya. Adanya sesuatu itu karena adanya rukun dan tidak adanya kerena tidak ada rukun.Rukun nikah di antaranya :1. Sigat (akad), yaitu perkataan dari pihak wali perempuan atau gabungan ijab salah satu dari dua pembicara seta penerimaan yang lain. Ijab dan qabul yang mempunyai keterkaitan satu dengan yang lain. Keduanya mempunyai arti membantu maksud berdua dan menunjukkan tercapainya ridha secara batin.[footnoteRef:9] Maksud ijab dalam akad nikah seperti ijab dalam berbagai transaksi lain, yaitu pernyataan yang keluar dari salah satu pihak yang mengadakan akad atau transaksi, baik berupa kata-kata, tulisan, atau isyarat yang mengungkapkan adanya keinginan terjadinya akad, baik salah satunya dari pihak suami atau dari pihak istri. Sedangkan qabul adalah pernyataan yang datang dari pihak kedua baik berupa kata-kata, tulisan, atau isyarat yang mengungkapkan persetujuan dan ridhanya. Seperti kata wali, Saya nikahkan engkau dengan anak saya bernama[footnoteRef:10] Jawab mempelai laki-laki, saya terima menikahi[footnoteRef:11] boleh juga didahului oleh perkataan dari pihak mempelai, seperti: Nikahkanlah saya dengan anakmu. Jawab wali, Saya nikahkan engkau dengan anak saya karena maksudnya sama. Tidak sah nikah kecuali dengan lafadz nikah, tazwij, atau terjemahan dari keduanya. [9: Abd Ar-Rahman Taj, Ahkam Al-Ahwal Asy-Syakhsiyah, hlm 16] [10: Hedaklah disebutkan nama pengantin perempuan itu.] [11: Hedaklah disebutkan nama pengantin perempuan itu.]

Sabda Rasulullah Saw.:

Artinya: Takutlah kepada Allah dalam urusan perempuan. Sesungguhnya kamu ambil mereka dengan kepercayaan Allah, dan kamu halalkan kehormatan mereka dengan kalimat Allah. (Riwayat Muslim)Yang dimaksud dengan kalimat Allah dalam hadits ialah Al-Quran, dan dalam Al-Quran tidak disebutkan selain dua kalimat itu (nikah dan tazwij), maka harus dituruti agar tidak salah. Pendapat yang lain mengatakan bahwa akad sah dengan lafadz tersebut, karena asal lafadz akad tersebut maqul makna, tidak semata-mata taabudi.2. Calon suami, syarat-syaratnya ialah: beragama islam, laki-laki, jelas orangnya, dapat memberi persetujuan, dan tidak terdapat halangan perkawinan.3. Calon istri. Syaratnya ialah: Beragama islam, perempuan, jelas orangnya, dapat dimintaik persetujuannya, tidak terdapat halangan perkawinan.4. Wali nikah. Syaratnya ialah: Laki-laki, dewasa, mempunyai hak perwakilan, dan tidak terdapat halangan perkawinan.5. Saksi nikah. Syaratnya ialah: minimal dua orang laki-laki, hadir dalam ijab kabul, dapat mengerti maksud akad, islam dan dewasa. Sabda Nabi Muhammad Saw:

Artinya: Tidak sah pernikahan kecuali dengan hadirnya wali(pihak wanita) dan dua saksi serta mahar (mas kawin) sedikit maupun banyak. (HR.At Thabrani).[footnoteRef:12] [12: Ensiklopedi Walimah, M.Mufti Mubarak,hlm 18.]

a. Cara dan Bentuk PernikahanMenurut hukum Islam, praktik Nikah ada tiga perkara:1. Nikah yang sah ialah: pelaksanaan akad nikah secara benar menurut tata cara yang diatur dalam kitab fiqih penikahan, dan mengetahui ilmunya. Nikahnya seperti ini mendapat pahal dari Allah SWT.2. Nikah yang sah tetapi haram ialah: pelaksanaan akad nikah secara benar sesuai tata cara yang diatur dalam kitab fiqih pernikahan tetapi tidak mengetahui ilmunya. Praktik nikah seperti ini jelas berdosa.3. Nikah yang tidak sah dan haram ialah: pelaksanaan akad nikah yang tidak sesuai tata cara yang diatur dalam kitab fiqih pernikahan, karena tidak mengetahui ilmunya dan praktiknya juga salah. Selain tidak benar praktik nikah seperti ini mengakibatkan berdosa.[footnoteRef:13] [13: Syaikh min ahli as-Syariah wa at-Thariqah wa al Haqiqah, Tabyin al Ishlah li Muridi an-Nikah ]

b. Nikahnya Orang BisuOrang yang bisu ketika hendak menikahkan putrinya dapat membuat pernyataan tertulis yang isinya mewakilkan akad nikah (ijab) kepada wali hakim atau wali yang agak jauh untuk menikahkan putrinya.Apabila orang bisu yang mau menikah maka kabulnya dengan isyarat yang bisa dipahami secara pasti oleh wali dan saksi serta menandatangani pernyataan tertulis tentang kabulnya tersebut. Aturannya sama dengan akad jual beli, bahkan jual-beli orang bisu dianggap sah apabila dapat dimengerti dengan pasti oleh mitra bisnisnya.Orang bisu juga bisa mewakilkan kabulnya itu kepada pria lain yang dapat dipercaya dengan cara tertulis.[footnoteRef:14] [14: Drs.K.H.Miftah Faridul, 150 masalah nikah dan keluarga,hlm,32]

c. Suami-Istri Non Muslim Masuk IslamMenurut contoh yang terjadi mapa zaman Rasulullah SAW, dimana para sahabat nabi yang sebelum islam telah bersuami-istri, pada waktu mereka sudah menjadi muslim tidak ada yang diulangi nikahnya. Artinya, suami-istri nonmuslim yang bersama-sama masuk islam tidak perlu dinikahkan lagi. Demikian juga suami-istrimuslim yang murtad dan kemudian masuk islam lagi.Yang perlu dilakukan oleh mereka adalah tobatan-nasuhah, yaitu bertobat dengan sungguh-sungguh kembali ke jalan yang hak, berhenti dari perbuatan-perbuatan yang melanggar aturan Allah SWT, menyesal atas pebuatan-perbuatan dosa yang telah dilakukan, berjanji untuk tidak mengulangi lagi dosa-dosa tersebut, serta memperbanyak amal kebajikan.[footnoteRef:15] [15: Ibid, hlm 80]

D. Talak , , , , , , , [footnoteRef:16] [16: , , ]

Sesuatu yang tidak ada keraguan, bahwa Islam mengatur kehidupan keluarga. Rumah dipandang sebagai tempat tinggal. Didalamnya di dalam naunagannya segala jiwa bertemu yang didasari kecintaan, kasih sayang, menutup kekurangan, keindahan, pemeliharaan, dan kesucian. Dalam pertahanannyalah anak-anak hidup dan berkembang menjadi remaja dan dewasa. Dari situlah kekal keterpaduan kasinh sayang dan tanggungjawab.Dalam buku lain dikatakan bahwa talak ialah Talak berasal dari kata ithalaq yang berarti melepaskan atau meninggalakan. Dalam istilah agama, talak berarti melepaskan ikatan perkawinan atau bubarnya hubungan perkawinan. [footnoteRef:17] [17: Fiqih sannah,jilid 3, pengantar imam hasan al-banna]

1. Talak merupakan perbuatan makruh Langgengnya kehidupan perkawinan merupakan suatu tujuan yang sangat diinginkan oleh islam. Akad nikah bertujuan untuk selamanya dan seterusnya hingga meninggal dunia agar suami istri bersama-sama dapat mewujudkan rumah tangga tempat berlindung, menikmati naungan kasih sayang, dan dapat memelihara anak-anaknya dalam pertumbuhan yang baik. Karena itu, dikatakan bahwa ikatan antara suami istri adalah ikatan paling suci dan paling kokoh. Tidak ada suatu dalil yang lebih jelas menunjukkan tentang sifat kesuciannya yang demikian agung itu selain dari Allah sendiri yang menamakan ikatan perjanjian antara suami istri dengan mitsaqun ghalizhun (perjanjian yang kokoh).

Allah berfirman: (21) ...Dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat. (An-Nisa [4] : (21)Jika ikatan suami dan istri sedemikian itu kuatnya, tidak sepatutnya dirusak dan disepelekan. Setiap usaha untuk menyepelekan hubungan perkawinan dan mengabaikannya sangat dibenci oleh islam karena ia merusak kebaikan dan menghilangkan kemaslahatan antara suami istri. ( ) Artinya:Perbuatan halal yang sangat dibenci Allah Azza wa jalla ialah talak. (HR. Abu Dawud dan hakim yang disohihkan olehnya).Siapa saja yang mau merusak hubungan suami istri, islam memandangnya keluar dari islam dan tidak mempunyai tempat terhormat dalam islam. Rasulullah SAW bersabda: : Artinya:Tidak termasuk golongan kami orang yang merusak hubungan seorang perempuan dari suaminya.Istri yang meminta cerai tanpa sebab dan alasan yang benar, diharamkan baginya mencium bau surga. : ( )Artinya:Tsauban berkata bahwa rasulullah SAW bersabda, perempuan mana saja yang meminta cerai kepada suaminya tanpa suatu sebab maka haram baginya mencium bau surga. (HR. Ashhabus Sunan dan di sahkan oleh Tirmidzi)[footnoteRef:18] [18: Fiqih Sunnah jilid 3 Imam Hasan Al-Banna, hlm 136]

Islam mengatur keluarga dengan segala perlindungan dan pertanggungan syariatnya. Islam juga mengatur hubungan lain jenis yang didasarkan pada perasaan yang tinggi, yakni pertemuan dua tubuh, dua jiwa, dua hati, dan dua ruh. Dalam bahasa umum, pertemuan dua insan yang diikat dengan kehidupan bersama dan masa depan bersama untuk menggapai keturunan yang tinggi dan menyongsong generasi baru. Tugas ini hanya dapat dilakukan oleh dua orangtua secara bersama yang tidak dapat dipisahkan.Yang pokok dalam hubungan keluarga itu adalah ketengangan, ketentraman dan konstinuitas. Islam mengatur hubungan ini dengan segala perlindungannya yang menjamin ketentraman dan kontinuitas tersebut sehingga mencapai tigkatan taat yang tinggi. Untuk mencapai tujuan ini Islam membantu uang negara yang diberikan kepada fakir miskin. Islam mewajibkan adab yang melarang pamer perhiasan dan fitnah, agar hati menjadi tenang dan tidak tergoyahkan oleh fitnah dan perhiasan di pasar-pasar. Islam juga mewajibkan hukum bagi yang berzina dan penuduh zina. Islam menjadikan rumah sebagai tempat kehormatan dengan meminta izin antara penghuninya. Islam mengatur hubungan antara suami istri dengan syariat terbatas dan menegakkan peraturan rumah tangga atas kepemimpinan salah satunya, yakni suami. Karena ialah yang lebih mampu memimpin, mampu melerai dari segala keguncangan didasarkan pada bimbingan kasih sayang dan takwa kepada Allah. Akan tetapi, realita kehidupan manusia membuktikan banyak hal yang menjadikan rumah tngga hancur (broken home) sekalipun banyak pengarahan dan bimbingan, yakni kepada kondisi yang harus dihadapi secara praktis. Suatu kenyataan yang harus diakui dan tidak dapat diingkari ketika terjadi kehancuran rumah tangga dan mempertahankannya pun suatu perbuatan yang sia-sia dant idak berdasar. Islam tidak segera mendamaikan hubungan ini, tidak membiarkannya begitu saja tanpa ada usaha. Islam membisikkan kepada kaum laki-laki, Allah SWT. berfirman: (19)Artinya: Dan hendaklah pergauli mereka dengan cara yang baik, jik engkau tidak menyukai mereka maka boleh jadi engkau tidak menyukai sesuatu padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak padanya. (QS. An-Nisa (4): 19)Islam mengarahkan mereka agar tetap bertahan dan sabar sampai dalam keadaan yang tidak ia sukai dan Allah membukakan bagi mereka jendela yang tidak jelas tersebut, yang ditegaskan dalam firman-Nya, yakni Boleh jadi engkau membenci sesuatu padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak padanya. Mereka tidak bahwa pada wanita yang tidak disukai tersebut terdapat kebaikan dan Allah menyimpan kebaikan ini bagi mereka, maka tidak boleh melalaikannya. Bahkan lebih dalam daripada ini, yakni dalam menghidupkan perasaan kasih sayang dan menundukkan perasaan kecil serta mematikan kejahatan. Jikalau permasalahan cinta dan tidak cinta sudah dipindahkan kepada pembangkangan dan lari menjauh, langkah awal yang ditunjukkan Islam bukan talak. Akant etapi, harus ada langkah usaha yang dilakukan pihak lain dan pertolongan yang dilakukan oleh orang baik-baik. Sebagaimana firman Allah SWT: (35)Artinya: Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-istri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. An-Nisa (4): 35) (128)Artinya: Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka). (QS. An-Nisa (4): 128)Jika jalan penengah ini tidak didapatkan hasil, permasalahannya menjadi sangat kritis, kehidupan rumah tangga sudah tidak normal, tidak ada ketenangan dan ketentraman, dan mempertahankan rumah tangga seperti ini sia-sia. Pelajaran yang diterima adalah mengakhiri kehidupan rumah tangga sekalipun dibenci Islam, yakni talak; Sesungguhnya halal yang paling dibenci Allah adalah talak.[footnoteRef:19] [19: Prof. Dr. Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Muhakahat, hlm. 253]

Jika seseorang menghendaki talak, tidak boleh disembarang waktu. Sunnahnya talak dijatuhkan dalam keadaan suci dan ketika tidak dipergauli dahulu. Dengan ditangguhkannya, ia dapat melepas kebuntuan sejenak setelah emosi dan marah. Ditengah-tengah masa ini terkadang terjadi perubahan jiwa serta ketengan hati dan Allah mendamaikan antara dua manusia yang berseteru sehingga tidak terjadi talak. Setelah itu ada lagi masa Iddah tiga kali suci bagi yang menstruasi, tiga bulan bagi yang menopause (tidak menstruasi lagi) dan masa kehamilan bagi yang hamil. Ditengah-tengah masa ini ada kesempatan introspeksi, jika tumbuh cinta dan kasih sayang di hati, tali pernikahan tidak akan terputus.Akan tetapi, semua usaha ini tidak berarti melenyapkan bahwa di sana tidak terjadi pemisahan. Ada kondisi-kondisi yang harus dihadapi syariat secara praktis dan realistis. Syriat mengatur dan menertibkan posisinya serta memberikan tetapi pengaruh-pangaruhnya. Hukum fiqh Islam secara terperinci menunjukkan realita agam Islam dalam memberikan terapi atas problema hidup dan memberikan motivasi untuk maju dan meninggikan kehidupannya.Tidak halal bagi laki-laki meminta kembali mahar atau nafkah yangtelah diberikan kepada sang istri di tengah-tengah kehidupan rumah tangga sebagai konsesi terhadap pelepasan istri yang tidak layak hidup bersama. Kecuali jika sang istri yang tidak menyukai suami atau tidak mampu bergaul dengan baik karena sebab khusus yang dirasakannya secara pribadi. Istri tidak suka atau lari dari suami yang menggiringnya untuk melakukan pelanggaran-pelanggaran hukum Allah, istri tidak dapat bergaul baik dengan suami, tidak dapat memelihara dirinya dan tidak dapat memelihara etika. Dalam kondisi ini boleh memohon cerai kepada suami dan mengganti penghancuran rumah tangga yang tanpa sebab, yang disengaja ini dengan mengembalikan mahar dan nafkah secara keseluruhan atau sebagian untuk memelihara dirinya dari maksiat, pelanggaran hukum-hukum Allah, dan menganiaya diri sendiri. Demikian Islam memelihara segala kondisi yang terjadi dan tidak membiarkan istri dalam kehidupan yang merana, satu didi segala yang dikorbankan suami tidak disia-siakan tanpa sengaja dengan cara khulu, di mana wanita membeli kebebasan dirinya dengan memberikan tebusan. Tarif talak menurut bahasa Arab adalah melepaskan ikatan. Yang dimaksud di sini ialah melepaskan atau membebaskan ikatan pernikahan.[footnoteRef:20] Misalnya, naqah thaliq (unta yang terlepas tanpa ikatan). Menurut syara, melepas tali nikah dengan lafal talak atau sesamanya. Menurut Imam Nawawi dalam bukunya Tadzhib, talak adalah tindakan orang terkuasai terhadap suami yang terjadi tanpa sebab kemudian memutuskan nikah. Definisi pertama lebih baik, karena secara lahir ada relevansi antara makna secara etimologi dan syari sedangkan definisi kedua relevansinya jauh.[footnoteRef:21] [20: H. Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, hlm. 401] [21: Prof. Dr. Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqh Munakahat, hlm. 255]

Lafal talak telah ada sejak zaman Jahiliah. Syara datang untuk menguatkannya bukan secara spesifik atas umat ini.[footnoteRef:22] Penduduk Jahiliah menggunakannya ketika melepas tanggungan, tetapi dibatasi tiga kali. Hadits diriwayatkan dari Urwah bin Zubair ra. berkata: Dulunya menusia menalak istrinya tanpa batas dan bilangan. Seseorang yang menalak istri, ketika mendekati habis masa menunggu, ia kembali kemudian menalak lagi begitu seterusnya, kemudian kembali lagi dengan maksud menyakiti wanita, maka turunlah ayat: [22: Prof. Dr. Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Muhakahat, hlm. 255]

(229)Artinya: Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. (QS. Al-Baqarah (2): 229)Diriwayatkan bahwa seorang laki-laki pada zaman Jahiliah menalak istrinya kemudian kembali sebelum habis masa menunggu. Andaikata wanita ditalak seribu kali kekuasaan suami untuk kembali masih tetap ada. Maka datanglah seorang wanita kepada Aisyah ra. mengadu bahwa suamiya menalaknya dan kembali tetapi kemudian menyakitinya. Aisyah melaporkan hal tersebut kepada Rasulullah SAW, maka turunlah firman Allah: (229)Artinya: (yang dapat dirujuki) dua kali (QS. Al-Baqarah (2): 229)Dari uraian-uraian yang lalu telah dijelaskan bahwa tujuan pernikah itu ialah: 1. Untuk hidup dalam pergaulan yang sempurna.2. Suatu jalan yang amat mulia untuk mengatur rumah tangga dan keturunan.3. Sebagai suatu tali yang amat teguh guna memperkokoh tali persaudaraan antara kaum kerabat laki-laki (suami) dengan kaum kerabat perempuan (istri) sehingga pertalian itu akan menjadi suatu jalan yang membawa satu kaum (golongan) untuk tolong menolong dengan kaum yang lainnya. Apabila pergaulan kedua suami istri tidak dapat mencapai tujuan-tujuan tersebut, maka hal itu akan mengakibatkan berpiahnya dua keluarga. Karena tidak adanya kesepakatan suami istri, maka dengan keadilan Allah SWT. dibukakan-Nya suatu jalan keluar dari segala kesuakaran itu, yaitu pintu perceraian. Mudah-mudahan dengan adanya jalan itu terjadilah ketertiban dan ketentraman antara kedua belah pihak, dan supaya masing-masing dapat mencari pasangan yang cocok yang dapat mencapai apa yang di cita-citakan. Apalagi bila perselisihan suami istri itu menimbulkan permusuhan, menanam bibit kebencian antara keduanya atau terhadap kaum kerabat mereka, sehingga tidak ada jalan lain, sedangkan ikhtiyar untuk perdamaian tidak dapat disambung lagi, maka talak (perceraian) itulah jalan satu-satunya yang menjadi pemisah antara mereka; sebab menurut asalnya hukum talak itu makruh adanya, berdasarkan hadits Nabi Muhammad Saw berikut ini:Artinya: Dari Ibnu Umar. Ia berkata bahwa Rasulullah Saw telah bersabda bahwa, sesuatu yang halal yang amat dibenci Allah ialah talak. (Riwayat Abu Dawud dan Ibnu Majah)Oleh karena itu, itu menilik kemaslahatan atau kemudaratannya, maka hukum talak ada empat:1. Wajib. Apabila terjadi perselisihan antara suami istri, sedangkan dua hakim yang mengurus perkara keduanya sudah memandang perlu supaya keduanya bercerai. 2. Sunnat. Apabila suami tidak samnggup lagi membayar dan mencukupi kewajibannya (nafkahnya), atau perempuan tidak menjaga kehormatan dirinya.

Artinya: Seorang laki-laki telah datang kepada Nabi Saw Dia berkata, Istriku tidak menolak tangan orang yang menyentuhnya. Jawab Rasulullah Saw,Hendaklah engkau ceraikan saja perempuan itu. (Muhazzab, Juz II hlm.78)3. Haram (bidah) dalam dua keadaan. Pertama, menjatuhkan talak sewaktu si istri dalam keadaan haid. Kedua, menjatuhkan talak sewaktu talak yang telah dicampurinya dalam waktu suci itu. Sabda Rasulullah SAW:

Artinya: Suruhlah olehmu anakmu supaya dia rujuk (kembali) kepada istrinya itu, kemudian hendaklah dia teruskan pernikahan itu sehingga ia suci dari haid, kemudian ia haid kembali, kemudian suci pula dari haid yang kedua itu. Kemudian jika menghendaki, boleh ia teruskan pernikahn sebagaimana yang lalu; atau jika menghendaki ceraikan ia sebelum dicampuri. Demikian iddah yang diperintahkan Allah supaya perempuan ditalak ketika itu. (Riwayat sepakat ahli hadits)4. Makruh, yaitu hukum asal dari talak yang tersebut di atas.E. Syarat TalakKita mulai pembicaraan rukun pertama, yaitu perceraian (suami yang menceraikan). Perceraian merupakan tindakan kehendak yang berpengaruh dalam hukum syara. Oelh karena itu, pencerai dapat diterima apabila memenuhi beberapa persyaratan, yaitu sebagaimana berikut.1. Mukallaf Ulama sepakat bahwa suami yang diperbolehkan menceraikan istrinya dan talknya diterima apabila ia berakal, baligh (minimal sampai usia belasan tahun), dan berdasarkan pilihan sendiri.Maksudnya mukallaf adalah berakal dan baligh. Tidak sah talak seorang suami yang masih kecil, gila, mabuk dan tidur, baik talak menggunakan kalimat yang tegas maupun bergantung. Seperti perkataan anak kecil: Jika aku baligh istriku tercerai, atau orang gila berkata: Jika aku sadar engkau tercerai. Perceraian tidak terjadi sekalipun anak kecil menjadi baligh dan yang gila sudah sadar. Jika talk mereka diterima atau dianggap sah maka kita menerima perkataan mereka yang sama sekali tidak sah. Adapun talaknya orang bodoh dan orang sakit sah sekalipun bercanda. Sedangkan talaknya orang minum obat atau dipaksa minum khamr tidak sah hukumnya.Ringkasnya, sesungguhya talak diterima manakala dilakukan oleh ahli talak, yaitu berakal, baligh, dan pilihan sendiri sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Ashhab As-Sunnah dari Ali ra. dari Nabi Saw bersabda:

Artinya: Terangkat pena dari tiga orang: Orang tidur sehingga bangun, anak kecil sampai bermimpi keluar air sperma (baligh), dan orang gila sampai berakal. (HR. At-Tirmidzi)Dari Abu Hurairah ra. dari Nabi Saw. bersabda:

Artinya: Setiap talak itu boleh kecuali talanya orang yang kurang akalnya. (HR. At-Tirmidzi dan Al-Bukhari secara mauquf)Ibnu Abbas berkata kepada orang bakhil tercela yang membencikan kemudian dicerai, maka tidak apa-apa. (HR. Al-Bukhari)Ada selain mukallaf yang dikecualikan, yaitu seorang pemabuk dengan sengaja, seperti seorang peminum khamr padahal ia mengerti bahwa yang diminum itu khamr dan mengetahui bahwa khamr itu memabukkan, maka talknya terjadi sekalipun ia bukan mukallaf sebagaimana disebutkan dalam berbagai kitab Ushul. Hukum ini dimaksudkan untuk memberatkan hukuman, karena kesalahannya dengan sengaja menghilangkan akal maka ia dijadikan seperti berakal. Hukum yang digunakan adalah hukum wadhi, yakni penetapan hukum yang berkaitan dengan sebab. Mereka menolak pendapat Imam Al-Juwaini, bahwa pemabuk itu mukallaf, berdasarkan firman Allah SWT.: (43)Dan janganlah engkau mendekati shalat sedang engkau dalam keadaan mabuk. (QS. An-Nisa (4): 43)Maksdunya mabuk di sini pada permulaan mabuk yang masih ada akalnya. Oleh karena itu, sah segala perkataan dan perbuatannya yang menyangkut orang lain, seperti jual beli dan sewa-menyewa atau lari dari agama seperti Islam dan talak. Mabuk dengan sengaja berarti mengecualikan mabuk yang tidak sengaja, seperti dipaksa minum khamr atau tidak tahu bahwa yang diminum itu khamr atau minum obat yang membuat kita tidak sadar karena hajat. Untuk kemabukan seseorang dikembalikan kepada uruf (pandangan umum). Sebagian pendapat mengatakan ukuran minimal mabuk manakala sudah mengacau pembicaraannya dan menyingkap rahasia yang seharusnya disembunyikan. Banyak ungkapan Imam Asy-Syafii dalam hal ini sekalipun tidak dijadikan ukuran minimal mabuk.[footnoteRef:23] [23: Mughni Al-Muhtaj, 3:279, Al-Baijarami ala Al-Khatib, juz 3: 416]

Jikalau pemabuk setelah sadar mengatakan bahwa aku minum khamr karena terpaksa atau disertai dengan bukti atau ia megatakan, Aku tidak tahu kalau apa yang aku minum ini memabukkan, pengakuan ini dibenarkan jika disertai sumpah. Seseorang yang makan atau minum sesuatu yang menghilangkan akal karena hajat seperti untuk berobat, hukumnya seperti orang gila sebagaimana yang dijelaskan dalam kitab Al-Wajiz, Al-Muhadzdzab, dan Ashl Ar-Raudhah. Nanti akan ditambah penjelasannya.2. Pilihan SendiriTidak sah talaknya orang yang dipaksa tanpa didasarkan kebenaran, dengan alasan karena sabda Nabi Saw.:

Artinya: Terangkat dari umatku kesalahan lupa, dan dipaksa.Paksaan adalah ungkapan yang tidak benar, serupa dengan ungkapan kufur:Sabda Nabi Saw:

Artinya: Tidak ada talak sah pada orang yang tertutup.Maksudnya tertutup di sini orang yang terpaksa, nama itu diberikan karena orang yang terpaksa itu tertutup segala pintu, tidak dapat keluar melainkan harus talak.[footnoteRef:24]seperti kondisi keharusan talak yang dipaksa oleh hakim, hukumnya sah karena paksaan ini dibenarkan. Selanjutnya, akan dijelaskan lebih terperinci. [24: Hasyiyah Al-Baijarami, juz 3: 413]

3. Talak itu dijatuhkan sesudah menikah yang sah. Tidak ada artinya menceraikan perempuan yang belum dinikahi. Menurut Syariat islam seorang suami yang menjatuhkan talak terhadap istrinya, sah talaknya apabila menurut syarat-syarat sebagai berikut: tidak dipaksa, sehat akal, dan tidak dalam keadaan mabuk.[footnoteRef:25] Tiap-tiap orang yang merdeka berhak menalak istrinya dari talak satu sampai talak tiga. Talak satu atau dua masih boleh rujuk(kembali) sebelum iddahnya, dan boleh menikah kembali sesudah iddah.[footnoteRef:26] [25: Tinjauan Umum Tentang Perkawinan Islam di Indonesia, Dr Mardani, 28] [26: H. Sulaiman Rasjid,fiqih islam, hlm 403]

Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang makruf atau menceraikan dengan cara yang baik.(Al-Baqoroh:229)Adapun talak tiga tidak boleh rujukatau kawin kembali, kecuali apabila si perempuan telah menikah dengan orang lain dan telah ditalak pula oleh suaminya yang kedua itu. Firman Allah SWT: Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan istri) untuk menikah kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah.(Al-Baqoroh:230)Memang perempuan itu boleh menikah kembali dangan suaminya yang pertama jika perempuan itu sudah menikah dengan laki-laki lain, serta sudah campur dan sudah pula diceraikan oleh suaminya yang kedua itu, dan sudah habis pula iddahnya dari perceraian yang kedua.Tetapi perlu kita in gat, hendaklah pernikahan yang kedua itu dengan benar-benar menurut kemauan laki-laki yang kedua, dan benar-benar dengan kesukaan perempuan, bukan karena kehendak suami yang pertama. Tegasnya, bukan dengan maksud supaya ia dapat menikah kembali dengan suami yang pertama, memang betul-betul dengan niat akan kekal, tetapi untung dan masib tidak mengizinkan pernikahan yang kedua ini kekal. Adapun kalau disengaja supaya dia dapat kembali kepada suami yang pertama, perbuatn seperti ini tidak diizinkan oleh agama islam, bahkan dimurkai. ( )Rasulallah SAW. Mengutuk Almuhallil (suami lain yang menghalalkan suami pertama untuk menikahi bekas istrinya yang telah dicerai 3 kali) dan muhallal-lah (suami pertama).(Riwayat Ahmad, Nasai, dan Turmuzi).[footnoteRef:27] [27: Ibid, hlm 404]

F. Rukun Talak1. Kata-kata talak muthlak Jumhurul fuqoha' telah sepakat bahwa kata talak itu ada dua macam yaitu:a. kata sharih ( jelas)kata talak sharih artinya lafadz yang digunakan itu jelas menyatakan peneraian misalnya: suami berkata kepda istri "engkau ku ceraikan" atau "menjatuhkan talak padamu". Imam malik berpendapat bahwa kata talak hanyalah kalimat thalak ( ) saja.Imam syafi'i menyatakan bahwa kata-kata talak sharih itu ada tiga macam:a) Thalak ( ) ceraib) Firoq ( ) pisahc) Saroh () lepasb. kata kinayah ( samaran / sindiran )Sindiran artinya lafadz yang tidak ditetapkan untuk penceraian tetapi bisa berarti talak dan lainnya, misalnya: " engkau terpisah " maka, yang selain kata shorih termasuk sindiran.2. Orang ( suami ) yang menjatuhkan talakSyaratnya menurut fuqoha :a. berakal sehat, maka tidak sah talaknya anak kecil atau orang gilab. dewasa merdekac. tidak dipaksad. tidak sedang mabuke. tidak mai-main atau bergurauf. tidak pelupag. tidak dalam keadaan bingungh. masih ada hak untuk mentalaki. Istri yang dapat dijatuhi talakMengenai ini fuqoha sependapat bahwa mereka harus :a. perempuan yang dinikahi dengan sahb. peremupuan yang masih dalam ikatn nikah yang sahc. belum habis masa iddahnya, pada talak raj'id. tidak sedang haid atau suci yang dicampuri.G. Pendapat-pendapat Tentang Talak TigaTalak tiga itu meliputi beberapa cara, seperti tersebut dibawah ini:a. Menjatuhkan talak tiga kali pada masa berlainan. Misalnya seorang suami menalakn istrinya talak satu, pada masa iddah ditalak lagi talak satu, pada masa iddah kedua ini ditalak lagi talak satu.b. Seorang suami menalak istrinya dengan talak satu, sesudah habis iddahnya dinikahinya lagi, kemudian ditalak lagi, setelah habis iddahnya dinikahi lagi, kemudian ditalak lagi ketiga kalinya.Dalam kedua cara tersebut, para ulama sepakat bahwa talak itu jatuh menjadi talak tiga, dan berlaku hukum talak tiga seperti yang telah dijelaskan diatas.c. Suami menalak istrinya dengan ucapan,Saya talak engkau talak tiga,atau Saya talak engkau, saya talak engkau, saya talak engkau, diulang- ulangnya kalimat talak itu tiga kali berturut-turutDalam cara yang ketiga ini ulam berbeda-beda pendapatnya, yaitu sebagaimana dibawah ini:Pendapat pertama, jatuh talak tiga, berlaku segala hukum talak tiga seperti diatas.Sabda Rasulullah SAW: .( ).Dari Hasan. Ia berkata,Abdullah bin Umar telah bercerita kepada kami bahwa ia telah menalak istrinya dengan talak satu ketika istrinya sedang haid, kemudian Abdullah bermaksud menjatuhkan dua talak lagi pada masa iddah. Ketika perkara Abdullah itu disampaikan orang pada Rasulullah SAW, beliau bersabda, Hai Ibnu Umar, tidaklah begitu perintah Allah.Sesungguhnya engkau telah menyalahi sunnah, yang sebaiknya ditalak waktu suci. Maka Abdullah berkata, Rasulullah menyuruh saya rujuk kepadanya, maka saya rujuk iistri saya. Kemudian Rasulullah bersabda, Apabila ia suci, talaklah diwaktu itu, atau teruskanlah pernikahanmu dengan baik.Abdullah bertanya, Bagaimana, ya Rasulullah, kalau saya talak istri saya dengan talak tiga? Apakah boleh saya rujuk kepadanya?Jawab Rasulullah SAW, Tidak boleh, ia sudah bain, dan engkau berbuat maksiat (melanggar hukum).(Riwayat Daruqutni).Pendapat kedua, tidak jatuh sama sekali, artinya istrinya itu belum ditalak.Sabda Rasulullah SAW: . ( )Barang siapa mengerjakan suatu pekerjaan yang tidak sesuai dengan perintah kami, maka pekerjaan itu ditolak.(Riwayat Muslim).Talak tiga bukan perintah Rasulullah SAW, bahkan dilarang oleh beliau. Talak tiga ditolak, berarti tidak sah.Pendapat ketiga, jatuh talak satu. Dalam hal ini berlaku hukum talak satu seperti di atas, dan suami masih boleh rujuk kembali kepada istrinya.Sabda Rasulullah SAW: ( )Dari Ibnu Abbas, Sesungguhnya Rakanah telah menalak istrinya dengan talak tiga pada satu waktu, kemudian ia merasa sangat sedih atas perceraian itu. Maka Nabi SAW, bertanya kepadanya, Bagaimana caramu menalaknya? jawab Rakanah,Talak tiga pada suatu ketika (sekaligus). Rasulullah bersabda,Sesungguhnya talak yang demikian itu talak satu. Rujuklah engkau kepadanya.(Riwayat Ahmad dan Abu Yala. Kata Abu Yala hadis ini sahih).

,( .Dari Ibnu Abbas. Dia bercerita,Pada masa Rasulullah, masa Abu Bakar, dan dua tahun pada masa Khalifah Umar talak tiga itu satu. Maka berkata Umar, Manusia suka terburu-buru pada urusan mereka yang telah mereka putuskan. Kalau kita teruskan kehendak mereka, akan teruslah merugikan mereka.(Riwayat Ahmad dan Muslim).Firman Allah SWT: .Talaklah (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang makruf atau menceraikannya dengan cara yang baik.(Al-Baqarah:229)Dalam riwayat tersebut jelaslah bahwa talak itu dua kali, berarti terpisah antara yang satu dengan yang lain, tidak dapat diucapkan dalam satu perkataan unt HikmahnyaIbnu Sina berkata dalam kitab asy-Syifa,Seharusnya jalan untuk cerai itu diberikan dan jangan ditutup sama sekali karena menutup mati jalan perceraian akan mengakibatkan beberapa bahaya dan kerusaka.Di antaranya karena tabiat suami istri satu sama lain sudah tidak Saling berkasih sayang lagi.Jika terus menerus dipaksakan untuk tetap bersatu, justru akan tambah tidak baik, pecah, dan kehidupannya menjadi kalut.Di antaranya juga ada yang mendapatkan suami tidak sepadan, pergaulannya tidak baik, atau mempunyai sifat-sifat yang dibenci.Bisa jadi pula karena istri senang kepada lelaki lain karena sudah menjadi naluri birahi dalam hal demikian. Barangkali pula ketidak senangan terhadap sifat-sifat pasangannya menyebabkan macam-macam bahaya. Bisa jadi karena suami istri tidak beroleh keturunan dan jika masing-masing ganti dengan yang lain, barangkali bisa mempunyai anak. Karena itu, hendaknya perceraianny itu diberi jalan, tetapi jalannya wajib dipersulit.1. Talak Dalam Agama YahudiTalak bagi kaum yahudi adalah boleh walaupun tanpa alasan, seperti suami ingin menikah dengan wanita lain yang lebih cantik dari istrinya. Akan tetapi talak tanpa alasan ini dipandang tidak baik. Adapun alasan-alasan talak menurut mereka adalah sebagai berikut:a. Cacat badan: rabun, juling, napasnya bau busuk,bungkuk, pincang, dan mandul.b. Cacat akhlak :kurang rasa malu, banyak bicara, jorok, kikir, bandel, serakah, rakus, suka jajan di warung, dan bebal.Menurut mereka zina adalah alasan yang paling kuat, sekalipun baru kabar-kabar saja dan belum ada buktinya. Akan tetapi, Nabi Isa as tidak mengakui semua alasan talak tersebut kecuali zina saja. Adapun bagi perempuan, dia tidak berhak meminta cerai walau bagaimanapun cacat suaminya, bahkan sekalipun terbukti berzina.[footnoteRef:28] [28: Nidailil jinsil Lathif, 97]

2. Talak di Zaman JahiliahAisyah Ummul Muminin berkata: ( ) ( )Laki-laki sesuka hatinya saja mencerai istrinya. Perempuan tadi masih tetap jadi istrinya kalau dirujuk di waktu iddahnya, sekalipun sudah diceraikannya seratus kali atau lebih. Sampai-sampai seorang laki-laki ada yang berkata kepada istrinya,Demi Allah aku akan menceraikan kamu dengan arti betul-betulengkau lepas dariku dan akupun tidak akan tidur bersamamu selama-lamanya. Lalu ia bertanya,Bagaimana bisa begitu ? jawabnya,Aku ceraikan kamu.Kalau iddahmu sudah hampir habis, aku rujuk lagi. Begitulah seterusnya. Selanjutnya, perempuan itu datang ke rumah Aisyah lalu masuk. Lalu ia menceritakan kepadanya, tetapi Aisyah diam saja sampai Rasulullah saw datang. Hal ini lalu dikabarkan kepad beliau. Nabi diam saja sampai turunlah ayat,Talak(yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang makruf atau menceraikan dengan cara yang baik....(Al-Baqarah [2]:229)Aisyah berkata dikemudian hari, orang-orang bersikap hati-hati dalam urusan talak. Ada diantaranya yang bercerai dan ada yang tidak bercerai.(HR.Tirmidzi).3. Orang yang Sah TalaknyaPara ulama sepakat bahwa suami yang berakal, baligh, dan bebas memilih, dialah yang boleh menjatuhkan talak dan talaknya di pandang sah. Jika suaminya gila atau masih anak-anak atau dalam keadaan terpaksa (force mayoor), talaknya dipandang sia-sia, sekalipun timbul dari keputusan dirinya. Karena talak tergolong tindakan yang mempunyai akibat dan pengaruh dalam kehidupan suami istri, mau tidak mau yang menjatuhkan talak harus sempurna sehingga tindakan-tindakannya dipandang sah secara hukum.Sempurnanya kemampuan adalah adanya akal yang sehat, kedewasaan, dan kebebasan memilih. Abu Hurairah berkata bahwa Nabi saw bersabda, : ( )Semua talak boleh kecuali oleh orang yang tidak sehat akalnya.(HR.Tirmidzi dan Bukhori, tetapi hadisnya mauquf). ( )Ibnu Abbas berkata tentang orang yang dipaksa oleh pencuri untuk bercerai lalu bercerai, maka cerainya tidak sah. (HR Bukhari).Para ulama berbeda pendapat tentang masalah-masalah di bawah ini:1. Talak karena paksaan2. Talak ketika mabuk3. Talak main-main4. Talak waktu marah5. Talak waktu lalai dan lupa6. Talak ketika ia tak sadarkan diri.H. Macam-Macam dan Proses BerceraiPerceraian dapat terjadi dengan segala cara yang menunjukkan berakhirnya hubungan suami istri, baik dinyatakan dengan kata-kata, dengan surat kepada istrinya, dengan isyarat oleh orang yang bisu, maupun dengan mengirimkan seorang utusan.1. Talak dengan Kata-KataAdakalanya kata-kata yang digunakan itu terus terang, tetapi adakalanya dengan sindiran. Yang dengan kata terus terang yaitu kata-kata yang mudah dipahami artinya waktu diucapkan, seperti, Engkau tertalak, atau dengan segala kata-kata yang diambil dari kata dasar talak.Syafii berkata, Kata-kata talak yang terus terang artinya ada tiga: talak firaq dan siraah, dan kata-kata inilah yang tercantum dalam Al-Quran.a. Kata-kata SindiranKinayah (sindiran), yaitu kalimat yang masih ragu-ragu, boleh diartikan untuk perceraian nikah atau yang lain, sepertu kata suami, Pulanglah engkau ke rumah keluargamu,atau Pergilah dari sini, dan sebagainya. Kalimat sindiran ini bergantung pada niat, artinya kalau tidak diniatkan untuk perceraian nikah, tidaklah jatuh talak. Kalau diniatkan untuk menjatuhkan talak barulah menjadi talak. Adakalanya digunakan kata-kata sindiran yang bisa berarti talak dan yang lainnya, seperti,Engkau terpisah. Kalimat ini bisa berarti terpisah dengan suami dan bisa diartikan berpisah (terjatuh) dari kesejahteraan.Contoh lain, Perkaramu ada ditanganmu sendiri. Kata-kata ini bisa berarti istri bertanggung jawab atas dirinya sendiri, terlepas dari suaminya dan bisa berarti istri berhak membelanjakan hartanya.Adapun cerai dengan kata-kata sindiran tidak dianggap sah kecuali dengan niat. Sekalipun yang mengucapkan tadi berkata dengan latafadz yang jelas, tetapi maksudnya bukan untuk menalak, melainkan hanya pada makna yang lain, maka tidak benar jika diputuskan telah jatuh talak.Jadi yang dapat menjelaskan makna dari kata-kata sindiran adalah niat dan tujuan orang yang mengucapkan. Demikianlah pendapat golongan Malik dan Safii berdasarkan hadis Aisyah dalam kitab Bukhari dan lain-lainnya.Sesungguhnya anak perempuan Jaun ketika dimasukkan kerumah Rasulullah mendekatinya, berkatalah perempuan itu,Aku berlindung kepada Allah dari gangguanmu. Rasulullah lalu bersabda kepadanya Engkau berlindung dengan menyebut Nama yang Maha Agung. Karena itu, pulanglah engkau pada keluargamu.Adapun praktik yang berjalan di Mesir tertuang dalam Undang-undang No.25 Pasal 4 berbunyi ,Talak dengan sindiran, yaitu kata-kata yang bisa berarti talak atau berarti lain dan untuk sahnya menunjukkan kepada arti talak, hanyalah tergantung kepada maksudnya.b. Sarih (terang), yaitu kalimat yang tidak ragu-ragu lagi bahwa yang dimaksud adalah memutuskan ikatan perkawinan, seperti kata si suami,Engkau tertalak, atau saya ceraikan engkau. Klimat yang sarih ini tidak perlu dengan niat. Berarti apabila dikatakan oleh suami, berniat atau tidak, keduanya terus bercerai asal perkataannya itu bukan berupa hikayat.2. Talak dengan SuratDengan surat, talak dapat dijatuhkan, sekalipun yang menulisnya manpu berkata-kata. Karena suami dapat menalak istrinya dengan lafadz(ucapan), ia pun berhak menalaknya melalui surat. Dalam hal ini, para ahli fiqih mensyaratkan: hendaknya suratnya itu jelas dan terang. Yang dimaksud dengan jelas disini ialah dapat dibaca atau tertulis di atas lembaran kertas dan sebagainya. Yang dimaksudkan terang di sini ialah tertulis kepada alamat istri dengan jelas, misalnya,Wahai, Fulanah! Engkau tertalak. Jika surat itu tidak tertuju jelas kepadanya, misal di atas kertas tertulis, Engkau tertalak, atau, Istriku tertalak, yang seperti ini dianggap tidak sah talaknya kecuali dengan niat. Hal ini karena bisa jadi surat seperti ini ditulis dengan tidak sengaja dimaksudkan untuk menalak, tetapi sekedar berlatih menulis indah.3. Talak Isyarat Orang BisuIsyarat orang bisu merupakan alat menjelaskan maksud hatinya kepada orang lain. Karena itu, isyarat seperti ini dipandang sama nilainya dengan kata-kta yang diucapkan dalam menjatuhkan talak, apabila orang bisu memberikan isyarat yang maksudnya mengakhiri hubungan suami istri. Sebagian ahli fiqih mensyaratkan bahwa isyarat orang bisu itu dibolehkan apabila ia tidak dapat menulis dan tidak tahu menulis. Jika dia tahu dan dapat menulis, isyaratnya tidak diperhitungkan sebab tulisan lebih jelas maksudnya daripada isyarat tidak boleh digunakan kecuali kalau benar-benar sudah tidak mampu melakukan cara lain.4. Mengirimkan Seorang UtusanTalak dianggap sah dengan mengirim seorang utusan untuk menyampaikan kepada istrinya yang berada di tempat lain bahwa ia telah ditalak. Dalam hal ini, utusan tadi bertindak selaku orang yang menalak. Karena itu, talaknya sah.I. Adapun Termasuk Talak, Mengharamkan Berkumpul Dengan IstriSeorang suami yang mengharamkan dirinya berkumpul dengan istrinya maka haramnya itu bisa jadi ditujukan dengan arti haram biasa ataupun dengan arti bercerai, tetapi ia tidak mau menggunakan kata-kata cerai dan (talak) dengan terus terang. Dalam hal yang pertama tidak menunjukkan terjadinya talak, sebagaimana Tirmidzi pernah meriwayatkan.Aisyah berkata, : ( ).Rasulullah pernah bersumpah karena sebagian istri-istrinya. Beliau lalu mengharamkan apa yang tadinya halal kemudian beliau membayar kafarat atas sumpahnya ini.Dalam riwayat Muslim bahwa Ibnu Abbas, berkata, : ( ) ( ).

Apabila seseorang mengharamkan berkumpul dengan istrinya berarti merupakan sumpah yang wajib dibayar kafaratnyaSelanjutnya, ia berkata,Sesungguhnya, pada diri Rasulullah terdapat teladan yang baik.Adapun dalam keadaan yang kedua (haram dengan arti sebagai kata sindiran yang berarti talak), jatuhlah talaknya karena lafadz haram disini digunakan sebagai kata sindiran seperti kata-kata sindiran lainnya.J. Bersumpah menurut sumpah orang islamBarang siapa bersumpah menurut sumpah-sumpah orang islam kemudian ia menyesalinya (mencabut kembali), menurut golonga Syafii, ia wajib membayar kafarat dan tidak jatuh talak atau lain-lainnya. Tetapi dalam hal ini, Imam Malik diketahui tidak menyatakan pendapatnya. Hanya golongan Maliki belakangan yang diketahui berbeda-beda pendapatnya. Di antaranya ada yang berpendapat ia wajib istighfar saja, tetapi pendapat yang masyhur dikalangan mereka mengatakan ia wajib melakukan tiap-tiap keharusan menebus sumpah sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang islam.

BAB IIIPENUTUPA. KesimpulanNikah adalah salah satu asas pokok hidup yang paling utama dalam pergaulan atau masyarakat yang sempurna. Pernikahan itu bukan saja merupakan satu jalan yang amat mulia untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan, tetapi juga dapat dipandang sebagai satu jalan menuju pintu perkenalan antara suatu kaum dengan kaum lain, dan perkenalan itu akan menjadi jalan untuk menyampaikan pertolongan antara satu dengan yang lainnya. 1. Hukum nikah a. Jaiz (diperbolehkan), ini asal hukumnya. b. Sunah, bagi orang yang berkehendak serta mampu memberi nafkah dan lain-lainnya. c. Wajib, bagi orang yang mampu memberi nafkah dan dia takut akan tergoda pada kejahatan (zina).d. Makruh, bagi orang yang tidak mampu memberi nafkah.e. Haram, bagi orang yang berniat akan menyakiti perempuan yang dinikahinya. 2. Rukun nikah a. Sigat (akad), yaitu perkataan dari pihak wali perempuan.b. Wali (si wali perempuan).Talak menurut bahasa Arab adalah melepaskan ikatan. Yang disebut di sinin adalah melepaskan ikatan pernikahan. 1. Hukum talaka. Wajib. Apabila terjadi perselisihan antara suami dan istrib. Sunah. Apabila suami tidak sanggup menafkahi keluarganya, atau perempuan yang tidak menjaga kehormatannya. c. Haram (bidah).d. Makruh.2. Syarat talaka. Mukallaf b. Pilihan sendiric. Talak dijatuhkan setelah menikah yang sah3. Rukun talak a. kata sharih ( jelas)b. kata kinayah ( samaran / sindiran )Cara dan bentuk pernikahan1. Nikah yang sah.2. Nikah yang sah tetapi haram.3. Nikah yang tidak sah dan haram.30