makalah konika

13
FAKTOR RISIKO KOLESTASIS SEPSIS DI BAGIAN PERINATOLOGI RS DR. M. DJAMIL PADANG ENI ANDRIANI, YUSRI DIANNE JURNALIS, ENY YANTRI, YORVA SAYOETI ILMU KESEHATAN ANAK UNIVERSITAS ANDALAS/ RS DR. M. DJAMIL PADANG Latar Belakang: Neonatus dengan kolestasis terkait sepsis (SAC) memiliki risiko relatif sebesar 2,25 untuk mortalitas dibandingkan dengan neonatus tanpa kolestasis. Penelitian sebelumnya melaporkan kejadian kolestasis terkait sepsis masih tinggi (65,9%). Kolestasis terkait sepsis merupakan penanda untuk disfungsi hati dan mencerminkan beratnya sepsis. Kadar bilirubin direk merupakan salah satu tes fungsi hati sebagai marker kolestasis sepsis . Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menilai insiden,faktor risiko yang berhubungan dengan kolestasis sepsis dan mortalitas. Metode: tinjauan retrospektif dari medical record dilakukan pada 102 bayi dengan diagnosis akhir sepsis neonatorum sejak April sampai Oktober 2010. Data yang dicatat adalah jenis kelamin, maturitas, berat badan lahir, lama puasa, kadar bilirubin total, direk dan indirek, SGOT, SGPT, GGT serta kultur darah. Analisis statistik dengan Chi square dan ANOVA menggunakan SPSS versi 15.0. Hasil: Insiden kolestasis terkait sepsis adalah 51 (50%) (n=102) dari sepsis neonatorum. Mayoritas adalah neonatus laki-laki (59,8 %), berat lahir rendah (< 2500 gram) (55,9 %) , prematur (51%) dan dengan kultur darah positif ( 49 %). faktor yang berhubungan dengan kolestasis sepsis antara lain prematuritas (OD 3,667) berat badan lahir rendah (OD 7,273), puasa lebih 3 hari (OD 49) (p< 0,05). Terdapat perbedaan yang bermakna pada kadar bilirubin total, direk dan indirek dengan kolestasis terkait sepsis (p<0,05). Kolestasis terkait sepsis berhubungan lemah dengan mortalitas (OD 0,044) Kesimpulan: faktor yang berhubungan dengan kolestasis sepsis antara lain prematuritas berat badan lahir rendah , puasa lebih 3 hari. Terdapat perbedaan yang bermakna pada kadar bilirubin total, direk dan indirek dengan kolestasis terkait sepsis. Kata kunci: kolestasis sepsis, faktor risiko, mortalitas 1

Upload: rantiadriani

Post on 28-Dec-2015

8 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ccc

TRANSCRIPT

Page 1: MAKALAH KONIKA

FAKTOR RISIKO KOLESTASIS SEPSIS DI BAGIAN PERINATOLOGI RS DR. M. DJAMIL PADANG

ENI ANDRIANI, YUSRI DIANNE JURNALIS, ENY YANTRI, YORVA SAYOETIILMU KESEHATAN ANAK UNIVERSITAS ANDALAS/ RS DR. M. DJAMIL PADANG

Latar Belakang: Neonatus dengan kolestasis terkait sepsis (SAC) memiliki risiko relatif sebesar 2,25 untuk mortalitas dibandingkan dengan neonatus tanpa kolestasis. Penelitian sebelumnya melaporkan kejadian kolestasis terkait sepsis masih tinggi (65,9%). Kolestasis terkait sepsis merupakan penanda untuk disfungsi hati dan mencerminkan beratnya sepsis. Kadar bilirubin direk merupakan salah satu tes fungsi hati sebagai marker kolestasis sepsis .Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menilai insiden,faktor risiko yang berhubungan dengan kolestasis sepsis dan mortalitas.Metode: tinjauan retrospektif dari medical record dilakukan pada 102 bayi dengan diagnosis akhir sepsis neonatorum sejak April sampai Oktober 2010. Data yang dicatat adalah jenis kelamin, maturitas, berat badan lahir, lama puasa, kadar bilirubin total, direk dan indirek, SGOT, SGPT, GGT serta kultur darah. Analisis statistik dengan Chi square dan ANOVA menggunakan SPSS versi 15.0. Hasil: Insiden kolestasis terkait sepsis adalah 51 (50%) (n=102) dari sepsis neonatorum. Mayoritas adalah neonatus laki-laki (59,8 %), berat lahir rendah (< 2500 gram) (55,9 %) , prematur (51%) dan dengan kultur darah positif ( 49 %). faktor yang berhubungan dengan kolestasis sepsis antara lain prematuritas (OD 3,667) berat badan lahir rendah (OD 7,273), puasa lebih 3 hari (OD 49) (p< 0,05). Terdapat perbedaan yang bermakna pada kadar bilirubin total, direk dan indirek dengan kolestasis terkait sepsis (p<0,05). Kolestasis terkait sepsis berhubungan lemah dengan mortalitas (OD 0,044)Kesimpulan: faktor yang berhubungan dengan kolestasis sepsis antara lain prematuritas berat badan lahir rendah , puasa lebih 3 hari. Terdapat perbedaan yang bermakna pada kadar bilirubin total, direk dan indirek dengan kolestasis terkait sepsis.

Kata kunci: kolestasis sepsis, faktor risiko, mortalitas

1

Page 2: MAKALAH KONIKA

ASSOCIATED FACTORS IN SEPSIS INDUCED CHOLESTASIS AT NEONATOLOGY WARD DR. M. DJAMIL HOSPITAL

ENI ANDRIANI, YUSRI DIANNE JURNALIS, ENY YANTRI, YORVA SAYOETI

PEDIATRIC HELATH DEPARTEMENT MEDICAL FACULTY OF ANDALAS UNIVERSITY/ DR.M. DJAMIL HOSPITAL PADANG

Background: Neonates with sepsis associated cholestasis (SAC) had a relative risk of 2.25 for mortality in sepsis neonatorum. Previous study reported the incidence of SAC was high (65.9%). SAC was a marker for liver disorders and reflected the severity of sepsis. Direct bilirubin as liver function test can used as a marker of SAC and start therapy to avoid severity of liver disorders.Objective: This study aimed to mention insiden, risk factors in sepsis associated cholestasis and mortalityMethods: A retrospective review of the medical records was performed in 102 neonates with sepsis neonatorum from April to October 2010 in Perinatology Ward Dr. M. Djamil Hospital. Statistical analysis used Chi square and ANOVA.Results: The incidence SAC was 50 % from neonates with sepsis. The majorities were male (59,8%)., small for gestational age (55,9%), prematurity (51%) and positive in blood culture (49%). Risk factors ascociated cholestasis sepsis were prematurity (OD 3,667) small for gestational age (OD 7,273), nothing peroral more than 3 days (OD 49). There were significant difference between total serum bilirubin, bilirubin indirect and bilirubin direct with cholestasis associated sepsis (p<0,005). We found that SAC could increase mortality rate in few cases (OD 0,044).Conclusion: Prematurity, small for gestational age and nothing peroral more than 3 days were asscociated with SAC. total bilirubin serum , indirect and direct bilirubin was increase significantly in SAC. Key words : cholestasis sepsis, associated factors, mortality

2

Page 3: MAKALAH KONIKA

PENDAHULUAN

Kolestasis, secara fungsional didefinisikan sebagai gangguan aliran empedu.

Penurunan aliran empedu dapat terjadi secara genetik atau didapat, sebagai akibat dari

proses autoimun, obat-obatan, toksin atau infeksi yang dapat mempengaruhi sekresi

kanalikuli dari hepatosit atau kolangiosit.1

Kolestasis terkait sepsis (SAC) masih menjadi under diagnosis dan dianggap

tidak memiliki relevansi klinis karena dapat sembuh sebagai konsekuensi pemberian

antibiotik yang tepat.3 Namun,Bachtiar dkk melaporkan bahwa kolestasis terkait sepsis

yang ditemukan 65,9% dari sepsis neonatorum dapat meningkatkan mortalitas dengan

risiko relatif 2,25. Komplikasi ini juga merupakan penanda disfungsi multi organ dan

beratnya sepsis. 4

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan faktor yang berhubungan

dengan kolestasis terkait sepsis .

Metode

Penelitian retrospektif pada neonatus dengan diagnosis akhir sepsis neonatorum yang

dirawat di unit Perinatologi RS M Djamil Padang antara bulan April sampai Oktober

2010. Data diambil dari medical record untuk jenis kelamin, usia kehamilan, berat

lahir, durasi puasa , bilirubin total, bilirubin direk dan indirek serta SGOT, SGPT dan

GGT.

Sepsis didefinisikan jika terdapat gejala klinis dari sepsis. Kolestasis

didefinisikan atas peningkatan kadar bilirubin direk 1 mg/dL bila kadar bilirubin total ≤

5 mg/dL atau 20% dari bilirubin total ≥ 5 mg/dL. Ikterus neonatorum akibat

inkompatibilitas ABO tidak dimasukkan ke dalam sampel. Prognosis dibandingkan

antara kolestasis dan non kolestasis pada sepsis neonatorum, serta diklasifikasikan baik

atau buruk. Prognosis baik didefinisikan sebagai pulang dalam kondisi baik, tidak ada

episode syok septik selama masa pengobatan di rumah sakit. Prognosis buruk

didefinisikan sebagai telah sepsis berat atau syok septik selama pengobatan atau

meninggal . Data dianalisis dalam SPSS versi 15. Statistik deskriptif yang digunakan

untuk semua variabel, untuk tipe numerik dihitung median (nilai minimum-maksimum)

dan data nominal disajikan sebagai frekuensi dan persentase. Hubungan antar variabel

dilakukan dengan uji Chi-square dan ANOVA.

3

Page 4: MAKALAH KONIKA

Hasil

Terdapat 102 bayi dengan diagnosis sepsis neonatorum (ICD 10 P.36) yang di rawat di

bagian Perinatologi RS Dr. M. Djamil Padang pada bulan April sampai Oktober 2010.

Karakteristik sampel terdapat pada Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik Sampel

Karakteristik Frekuensi Persentase Total (n)

Jenis kelamin

Perempuan

Laki-laki

102

41 40,2

61 59,8

Maturitas 102

Prematur 52 51

Matur 50 49

Berat badan 102

< 2500 57 55,9

>2500 45 44,1

Sepsis 102

Kultur (+) 52 49

Kultur steril 50 51

Berdasarkan tabel 1 didapatkan sebagian besar sepsis neonatorum diderita oleh bayi

laki-laki (61%), prematur (51%), berat badan lahir rendah (55,9%) dan kultur darah

steril (51%).

Tabel 2. Mikroba penyebab sepsis

Hasil kultur darah Kolestasis Tidak kolesatasis Jumlah

Staphylococcus aureus 5 5 10

Enterobacter sp 4 0 4

Klebsiella sp 37 3 40

Proteus sp 1 0 1

Candida sp 1 0 1

Steril 7 43 50

Jumlah 51 51 102

4

Page 5: MAKALAH KONIKA

Dari tabel 2 terlihat bahwa organisme terbanyak penyebab sepsis adalah bakteri

gram negatif yaitu Klebsiella sp.

Sebanyak 51 bayi (50%) dari 102 kasus sepsis neonatorum mengalami kolestasis.

Adapun hasil pemeriksaan bilirubin serum terlihat pada tabel 3.

Tabel 3. Konsentrasi bilirubin serum

Variabel Mean SE95% CI

MedianMinimum Maksimum

Bilirubin

indirek8,541 0,276 7,992 9,089 8,15

Bilirubin

direk2,797 0,228 2,344 3,25 2,0

Bilirubin

total11,367 0,427 10,519 12,216 10,6

Dari tabel 3 terlihat konsentrasi rata-rata bilirubin total adalah 11,367 mg/dL (rentang

10,519 – 12,216 mg/dL), dengan kadar bilirubin indirek (8,541 ± 0,276) mg/dL dan

bilirubin direk (2,797 ± 0,288) mg/dL.

Terdapat 37 data mengenai hasil pemeriksaan serum transaminase (SGOT dan

SGPT) dan gamma glutamil transferase (GGT). Gambaran serum transaminase GGT

terlihat pada tabel 4.

Tabel 4. Konsentrasi tranaminase dan GGT

Variabel Mean SE95% CI

MedianMinimum Maksimum

SGOT 82,11 1,754 78,55 85,67 82,00

SGPT 52,03 ,886 50,23 53,82 52,00

GGT 124,92 1,266 122,35 127,49 123,00

Untuk menilai peluang terjadinya kolestasis pada sepsis neonatorum dilakukan

uji statistik Chi-square dan Fisher exact guna menetukan Odds ratio sebagaimana yang

terlihat pada tabel 5.

5

Page 6: MAKALAH KONIKA

Tabel 5. Peluang terjadinya kolestasis sepsis

Faktor risiko Kolestasis p OD 95% CIYa Tidak Minimum Maksimum

Jenis kelamin Laki-laki 38 23 0,005 0,281 0,122 0,649 Perempuan 13 28Maturitas Prematur 34 18 0,003 3,667 1,618 8,307 Matur 17 33BB

<2500 gr 40 11 0,000 7,273 3,000 17,672>2500 gr 11 34

Puasa > 3 hari Ya 49 17 0,000 49 10,62 226,082 Tidak 2 34Kultur darah

Positif 44 8 0,000 0,030 0,010 0,089Steril 7 43

Dari tabel 5 dapat diketahui bahwa berdasarkan uji statistik peluang terjadinya

kolestasis sepsis tidak bermakna berdasarkan jenis kelamin dan hasil kultur darah (OD

0,281 dan 0,030). Prematuritas ternyata mempunyai peluang 3,667 kali menderita

kolestasis sepsis, berat badan lahir rendah mempunyai peluang 7,273 kali dan puasa

(tidak ada intake peroral) yang lebih dari 3 hari berpeluang 49 kali mengalami kolestasis

pada sepsis neonatorum.

Tabel 6. Prognosis kolestasis sepsis

Kolestasis Prognosis Total

Buruk Baik

Ya 20 30 50

Tidak 45 3 48

Total 65 33 98

P = 0,0005 OD 0,044 (95% CI 0,012 – 0,163)

Berdasarkan tabel 6, kolestasis terkait sepsis mempunyai peluang 0,044 kali

untuk memperburuk prognosis,namun belum dapat dikatakan sebagai faktor risiko

meningkatkan mortalitas, hal ini bermakna secara statistik (p <0,05) .

6

Page 7: MAKALAH KONIKA

Diskusi

Insiden kolestasis terkait sepsis dalam penelitian ini konsisten dengan yang ditemukan

dalam studi sebelumnya oleh Gilroy dkk yaitu dominanasi laki-laki, prematur, dan

berat lahir rendah. 3

Faktor-faktor yang menyebabkan hasil kultur darah negatif pada penelitian ini

yang harus dipertimbangkan seperti penggunaan antibiotik, sampel darah yang tidak

memadai dan infeksi mikroorganisme anaerob yang tidak tumbuh di media biasa.

Sehingga diagnosis sepsis dibuat berdasarkan gejala klinis.5

Peningkatan kadar bilirubin dapat dijelaskan oleh penurunan nilai awal fungsi

sekresi hepatosit yang dicerminkan oleh nilai bilirubin, akhirnya berkembang menjadi

nekrosis hepatoseluler yang terlihat pada kecenderungan peningkatan nilai serum

transaminase. 6

Sepsis dapat mengakibatkan aliran darah ke hepar tertekan sehingga aliran

nutrisi ke hepar juga berkurang .Kerusakan hati iskemik dapat terjadi sebagai akibat dari

hipotensi atau hipoksia pada sepsis. Akibatnya dapat terjadi disfungsi sel Kupfer dan

perubahan hepatoseluler.

Pada penelitian ini didapatkan peningkatan kadar bilirubin indirek dan direk.

Pada bayi terdapat fungsi hepar yang masih immatur dan ukuran bile duct yang relatif

kecil, sehingga sintesis asam empedu masih terbatas, dan immaturitas

fungsi transportasi hepatobilier.7 Kondisi fisiologis ini membuat hati neonatal lebih

rentan terhadap kolestasis, dan sering berkembang pada akhir minggu pertama

kehidupan dan bersifat transien.8

Keadaan endotoksemia dan pembentukan endproduct karena respon terhadap

infeksi memainkan peran kunci dalam patofisiologi kolestasis karena sepsis.

Endotoksemia tidak mempengaruhi sintesis asam empedu, transportasi asam empedu ke

sitosol , atau peningkatan permeabilitas tight junction. Namun, kondisi endotoksemia

dapat mengurangi transportasi basolateral dan canalicular dari asam empedu (kolat,

taurocholate, dan chenodeoxycholate) dan anion organik. Pada penelitian ini

organisme terbanyak penyebab kolestasis sepsis adalah bakteri gram negatif yaitu

Klebsiella sp. Telah diketahui bahwa membran sel bakteri gram negatif mengandung

lipopolisakarida (LPS) yang mempunyai kemampuan untuk menstimulasi degradasi

protein membran . Selain itu LPS dan sitokin tampaknya mempengaruhi absorpsi dari

7

Page 8: MAKALAH KONIKA

hepatosit dan ekskresi asam empedu sebagai akibat respon hemolisis karena infeksi. 5, 6

Berbagai literatur telah menyebutkan terdapat korelasi antara durasi puasa

dengan insiden kolestasis neonatal. Pada penelitian ini didapatkan bahwa terda[pat

peningkatan peluang terjadinya kolestasis sepsis pada bayi yang dipuasakan lebih darai

3 hari. Hal ini sesuai dengan penelitian Tiker et al yang mendapatkan puasa yang

berkepanjangan (lebih dari 3 hari) dan nutrisi parenteral total juga memberikan

kontribusi untuk kolestasis. 9

Keterbatasan penelitian ini adalah data laboratorium yang tidak lengkap (uji

fungsi hati) , karena kadar serum SGOT dan SGPT merupakan indikator jejas pada

hepar dan mewakili penanda nekrosis hepatocelluler.7

Kesimpulan

Faktor yang berhubungan dengan kolestasis sepsis antara lain prematuritas berat badan

lahir rendah , puasa lebih 3 hari. Terdapat perbedaan yang bermakna pada kadar

bilirubin total, direk dan indirek dengan kolestasis terkait sepsis.

8

Page 9: MAKALAH KONIKA

DAFTAR PUSTAKA

1. Suchy FJ. Approach to the infant with cholestasis. In: Suchy FJ, ed. Liver

disease in children. St Louise: Mosby-Yearbook; 1994:399-55.

2. Roberts EA. The jaundiced baby. In: Kelly DA, ed. Disease of the liver and

biliary system. 2nd Ed ed: Blackwell Publishing; 2004:35-73.

3. Gilroy RK MM, Golan JL, . Cholestasis of sepsis. Best Prac Res Clin

Gastroenterol 2003;3:357-67.

4. Bachtiar KS OH, Batubara JR, Latief A, Amir I, Firman K, . Cholestasis sepsis

at neonatology ward and neonatal intensive care unit Cipto Mangunkusumo

Hospital 2007: Incidence, mortality rate and associated risk factors. Med J

Indones 2007;17:107-13.

5. Tiskumara R FS, Liu CQ, Nuntnarumit P, Lui KM, Hammoud M, et al, .

Neonatal infections in Asia. Arch Dis Child Fetal Neonatal 2009;94:144-8.

6. Ferry GD SM, Udall J, Finegold M, Nichols B, . Guide to early diagnosis of

biliary obstruction in infancy. Clin Pediatr 1985.;24:305-11.

7. Trauner M MP, Boyer JL,. Molecular pathogenesis of cholestasis. N Engl J Med

1998;339:1217-27.

8. Chand N, Sanyal AJ. Sepsis-Induced Cholestasis. Hepatology 2007 45:230-40.

9. Tiker F TA, Killicdag H, Gurakan B, . Early onset conjugated

hyperbilirubinemia in newborn infants. Indian J Pediatr 2006;73:409-12.

9