makalah komunikasi politik

21
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kampanye merupakan kegiatan mempersuasi pemilih yang bertujuan untuk meningkatkan elektabilitas dan popularitas. Pemilihan legislatif sebagai salah satu event pemilu yang secara serentak diadakan di seluruh Indonesia ikut meramaikan dinamika politik khususnya pada pemilu 2009. Para caleg yang ikut serta dalam pemilihan legislatif tentunya memiliki cara kampanye yang berbeda dengan caleg lainnya. Kampanye yang merupakan sarana untuk pencapaian cita-cita politik. strategi menjadi akan menjadi sangat penting guna pemenangan pemilu serta cita-cita yang diinginkan caleg dan partai partai pengusung untuk kedepannya. Pada pemilu 2009, partai-partai dan para caleg bersaing ketat untuk mendpatkan kursi legislatif serta target-target tertentu yang diinginkan. Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana strategi kampanye yang dilakukan oleh para mayoritas caleg dalam pemilu legislatif 2009, sehingga berhasil mendapatkan kursi di legislatif. Politik dalam suatu negara berkaitan dengan masalah kekuasaan pengambilan keputusan, kebijakan publik, dan alokasi atau distribusi. Kekuasaan merupakan salah satu konsep politik yang banyak dibahas, sebab konsep ini sangat krusial dalam ilmu politik khususnya. Politik bahkan dianggap identik dengan

Upload: cohan

Post on 17-Sep-2015

29 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

Mempengaruhi Pemberian Suara : Konsekuensi Pemilihan Umum

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar BelakangKampanye merupakan kegiatan mempersuasi pemilih yang bertujuan untuk meningkatkan elektabilitas dan popularitas. Pemilihan legislatif sebagai salah satu event pemilu yang secara serentak diadakan di seluruh Indonesia ikut meramaikan dinamika politik khususnya pada pemilu 2009. Para caleg yang ikut serta dalam pemilihan legislatif tentunya memiliki cara kampanye yang berbeda dengan caleg lainnya. Kampanye yang merupakan sarana untuk pencapaian cita-cita politik. strategi menjadi akan menjadi sangat penting guna pemenangan pemilu serta cita-cita yang diinginkan caleg dan partai partai pengusung untuk kedepannya. Pada pemilu 2009, partai-partai dan para caleg bersaing ketat untuk mendpatkan kursi legislatif serta target-target tertentu yang diinginkan. Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana strategi kampanye yang dilakukan oleh para mayoritas caleg dalam pemilu legislatif 2009, sehingga berhasil mendapatkan kursi di legislatif.Politik dalam suatu negara berkaitan dengan masalah kekuasaan pengambilan keputusan, kebijakan publik, dan alokasi atau distribusi. Kekuasaan merupakan salah satu konsep politik yang banyak dibahas, sebab konsep ini sangat krusial dalam ilmu politik khususnya. Politik bahkan dianggap identik dengan kekuasaan. Kekuasaan itu sendiri berarti suatu hubungan dimana seseorang atau sekelompok orang dapat menentukan tindakan seseorang atau kelompok lain kearah tujuan dari pihak pertama.Di beberapa negara demokrasi, pemilihan umum dianggap sebagai lambang kehidupan demokrasi sekaligus nilai ukur dari demokrasi itu sendiri. Tetapi, pemilihan umum bukan merupakan satu-satunya nilai ukur karena perlu dilengkapi dengan pengukuran beberapa kegiatan lain seperti kampanye, propaganda, lobi dan negosiasi. Salah satu kegiatan yang paling menonjol dilakukan oleh partai politik untuk memenangkan partainya dalam pemilihan umum tidak terlepas dari strategi kampanye dan propaganda. Makalah ini akan membahas strategi kampanye dan propaganda salah satu partai besar di Indonesia yakni Partai Demokrat. Partai yang berlambangnya Mercy ini menjadi satu-satunya partai politik era reformasi yang mampu menjadi partai politik besar dan memenangkan kembali pemilu tahun 2009 yang merupakan pemilu ketiga pasca Orde Baru dari pemilu 1999 dan 2004 yang dinilai sukses oleh berbagai pihak karena mampu mengantarkan Indonesia pada transisi dan konsolidasi demokrasi.Dewasa ini, fenomena-fenomena baru yang unik mengenai pelaksanaan kampanye itu sendiri. Banyak pergeseran pola pikir masyarakat maupun para politisi dalam menyikapi event 5 tahunan tersebut. Pergeseran itu sendiri banyak dipengaruhi oleh kemajuan zaman maupun kondisi sosial ekonomi yang terus berkembang. Fenomena kampanye antara lain juga dapat di ketahui melalui:1. Adanya temuan perbedaan dana kampanye yang tersedia (yang dilaporkan) dengan dana kampanye yang digunakan; (Tidak bermanfaat bagi rakyat/manfaat sesaat bersifat generik dan investasi politik bagi pengusaha)2. Kampanye ternyata memerlukan dana yang luar biasa besar (Apakah makin dana besar untuk kampanye makin efektif?)

Karena hal-hal tersebut diatas lah yang juga dapat dibaca oleh masyarakat sebagai sebuah temuan fakta baru yang akan menjadikan perubahan persepsi tersendiri bagi masyarakat sebagai objek kampanye secara utuh. Oleh karena itu, maka rasa tidak puas publik kepada kampanye menurut Lipsitz menyarankan kampanye diarahkan pada diskusi yang lebih substansial tentang isu-isu kampanye, memeperbaharui cara peliputan kampanye, sampai mengusulkan agar para kandidat/politisi mendatangani codes of conduct (tata cara bertingkah laku dalam kampanye) yang mengharuskan wacana kampanye yang lebih humanis tidak provokatif.Kampaye pemilihan umum menyajikan peluang yang sangat baik untuk meneliti konsekuensi komunikasi. Berkaitan dengan pemberian suara dan tindakan memberikan suara ialah upaya untuk mempersuasi rakyat melalui propaganda, periklanan, dan retorika yang diuraikan dalam teknik persuasi kampanye yang dilukiskan dalam opini dan minat khalayak massa dan akibat komunikasi pada sosialisasi dan politisasi. Kita akan menelaah konvergensi berbagai arah persuasi ini dalam setting politik pemilihan umum. Tekanannya ada dua: pertama pada karakter pemberian suara sebagai konstruksi sosial dan personal yang aktif dari opini politik, dan kedua pada cara pemilih memperhitungkan komunikasi kampaye dalam membentuk opini mereka.

1.2. Tujuan Penulisan :1. Untuk mengetahui pemberian suara.2. Untuk mengetahui tindakan pemberian suara.3. Untuk mengetahui definisi kampanye.4. Untuk mengetahui strategi komunikasi dalam pembrian suara.5. Untuk mengetahui citra pemberian suara.6. Untuk mengetahui fungsi kampanye.

BAB IIPEMBAHASAN

2.1.Pemberian suara dan tindakan pemberian suara: Pandangan alternatifOrang paling banyak diterpa komunikasi persuasif kampanye adalah yang paling cenderung telah sampai kepada putusan pemberian suara; yang paling besar kemungkinannya dipengaruhi oleh imbauan persuasif adalah yang paling sedikit minatnya terhadap politik dan, karena itu, paling sedikit kemungkinannya memperhatikan komunikasi kampanye.

2.2.PEMBERIAN SUARADalam studi pemberian suara kita dapat menurunkan empat cara alternatif dalam memikirkan bagaimana pemberi suara bertindak. Perspektif ini membantu kita dalam merumuskan pandangan tentang pemberian suara sebagai tindakan komunikasi. Keempat cara alternatif tersebut yaitu:1) Pemberi Suara Yang RasionalPemberi suara yang rasional adalah pemberi suara berdasarkan aksi atau tindakan dari diri sendiri dalam menentukan pilihan, orang-orang yang rasional dalam memberikan suara memiliki ciri-ciri: selalu dapat mengambil keputusan bila dihadapkan pada alternatif, memilih alternatif-alternatif sehingga masing-masing apakah lebih disukai, sama saja atau lebih rendah bila dibandingkan dengan alternatif yang lain, menyusun alternatif-alternatif dengan cara transitif: jika A disukai dari pada B, dan B lebih disukai dari pada C, maka A lebih disukai dari pada C, selalu memilih alternatif yang peringkat preferensinya lebih tinggi, dan selalu mengambil putusan yang sama bila dihadapkan pada alternatif-alternatif yang sama. Pemberi suara yang rasional selalu dimotivasi untuk bertindak jika dihadapkan pada pilihan politik, berminat secara aktif terhadap politik sehingga memperoleh informasi cukup dan berpengetahuan tentang berbagai alternatif, berdiskusi tentang politik sebagai cara untuk mencapai suatu peringkat alternative, dan bertindak berdasarkan prinsip. Bukan secara kebetulan atau serampangan, atau kebiasaan melainkan berkenaan dengan standar yang tidak hanya untuk kepentingan diri pribadi tetapi menyangkut kepentingan orang lain atau umum. Dengan demikian pemberi suara yang rasional yang bermotifasi diri, terinformasi, dan berprinsip itu bertindak secara konsisten dalam menghadapi tekanan dan kekuatan politik.2) Pemberi Suara Yang ReaktifGambaran tentang pemberi suara yang reaktif seperti yang diterangkan bahwa manusia bereaksi terhadap rangsangan dengan cara pasif dan terkondisi. Dalam kampanye politik, kandidat dan partai menyajikan syarat yang menggerakkan para pemilih dengan memicu faktor-faktor jangka panjang yang menetapkan arah perilaku dalam memberikan suara. Para peneliti mengumpulkan banyak sekali data yang mengesahkan tentang atribut sosial dan demografi yang berkolerasi dan demografi yang berkorelasi dengan keputusan dalam memberikan suara, ukuran kelas dan demografi yang berkorelasi dengan keputusan dalam memberikan suara. Ukuran kelas sosial termasuk pekerjaan, pendidikan, pendapatan, dan atribut usia, jenis kelamin, ras, agama, wilayah tempat tinggal, dan sebagainya.Sebagai contoh pandangan bahwa pemberi suara bereaksi terhadap pemilihan umum berdasarkan faktor-faktor sosial dan demografi jangka panjang, indeks ini terdiri atas seperangkat kategori sosio-demografi-agama, status sosio-ekonomi, dan tenpat tinggal diperkotaan-pedalaman-yang membantu para peneliti dalam menerangkan pemberian suara. Bergantung pada posisi seseorang pada indeks itu, kita bisa mengatakan arah mana yang akan diambil oleh orang itu dalam memberikan suara sebagai contoh di Amerika partai demokrat jika ia katolik, status rendah, dan penghuni perkotaan, partai republik jika ia protestan, status tinggi, dan penghuni pedesaan. Jika para pemberi suara memiliki karakteristik yang membuat mereka cenderung kesatu arah, tapi karakteristik lain yang lain membuat mereka cenderung kearah yang berlawanan (misalnya protestan, penghuni kota, pekerja kasar, maka tekanan silang ini menyebabkan mereka terombang ambing dan tidak menentu.Studi tentang pemberi suara pada tahun 1950-an dan awal tahun 1960-an beralih dari tekanan pada korelasi demografi kepada pandangan sikap bahwa dalam kerja sama yang erat dengan atribut, membuat para pemberi suara cenderung berperilaku dengan cara tertentu. variable penengah mentalistik (sikap, prediposisi, identifikasi, kesetiaan, dan sebagainya). Berfungsi sebagai konstruk perantara dalam urutan penyebab-akibat yang menggambarkan pemberi suara sebagi jelas pasif dan mekanistik.

Sifat-sifat fisik dan sosial (atribut) Gerakan Pasif (memberikan suara) Konstruk Mentalistik (sikap)

Diantara konstruk-konstruk yang menghubungkan pengaruh sosial dengan pemberian suara, yang paling penting bagi pemberi suara yang reaktif ialah ikatan emosional kepada partai politik. Ikatan emosional pada partai sebagai :identifikasi partai yakni sumber utama aksi diri pemberi suara yang reaktif. Sekedar mengasosiasikan lambang partai dengan nama kandidat mendorong mereka yang mengidentifikasi diri dengan partai untuk mengembangkan citra yang lebih menguntungkan tentang catatan dan pengalamannya, kemampuannya, dan atribut personalnya. Oleh karena itu, identifikasi dengan partai meningkatkan tabir perseptual. Melalui tabir itu individu melihat apa yang menguntungkan bagi orientasi kepartaiannya, semakin kuat ikatan parati itu semakin dibesar-besarkan proses seleksi dan distorsi persepsi.Fokus pada hubungan atribut, sikap sebagai penyebab utama memberikan suara membangkitkan skeptisisme bahwa kapasitas komunikasi politik dalam kampanye memilki akibat memicu yang lebih dari minimal. Kesetian kepada partai, misalnya hanya sedikit sekali berkaitan dengan perhatian para pemilih terhadap isu atau masalah kebijakan. Kesetian partai diturunkan dari ikatan emosional terhadap lambang yang diperoleh pada masa awal proses sosialisasi.Dimulai pada pertengahan tahun 1960-an, semakin banyak sarjana yang merasa ragu atas gambaran pemberi suara yang reaktif dari pemilih, presisi seperti ketika studi tentang pemberi suara yang menimbulkan model reaktif menghadapi gambaran tentang pemberi suara yang rasional. Yang jelas, hasil sejumlah besar pemilihan kepresidenan menyimpang dari apa yang diharapkan oleh para peneliti berdasarkan anggapan bahwa rakyat memberikan suara terutama berdasarkan atribut sosial atau kesetiaan terhadap partai yang kekal.Petunjuk lainnya bahwa atribut yang tetap tidak selalu mempengaruhi arah pemberian suara partisan ialah fakta bahwa sebenarnya seluruh kategori sosial dan demografi mengalihkan dukungannya diantara partai-partai dalam pemilihan umum yang satu kepemilihan umum yang lainnya. Survey menunjukkan bahwa perhatian rakyat meningkat, baik terhadap isu maupun terhadap kebijakan , dan sering menempatkan diri mereka di belakang barisan kandidat berdasarkan persepsi mereka tentang posisi isu dan mutu pribadi kandidat tersebut.

3) Pemberi Suara ResponsifIlmuwan politik Gerald pomper membuat gambaran tentang pemberi suara yang responsiv. Apabila karakter pemberi suara yang reaktif ( yang oleh pomper disebut pemberi suara yang dependen) itu tetap stabil, dan kekal maka pemberi suara yang responsiv adalah pemberi suara yang memiliki karakter impermanen, berubah mengikuti waktu, peristiwa politik, dan pengaruh yang berubah-ubah terhadap pilihan para pemberi suara. Ada beberapa perbedaan antara pemberi suara yang reaktif dengan pemberi suara yang responsiv , yaitu: Meskipun pemberi suara yang responsive dipengaruhi oleh karakteristik sosial demografis mereka, pengaruh yang pada hakikatnya merupakan atribut yang permanen ini tidak deterministik. Pemberi suara yang responsiv juga memiliki kesetiaan kepada partai, tetapi ini juga lagi-lagi tidak menentukan perilaku pemilihan. Sebenarnya, ikatan kepada partai itu lebih rasional ketimbang emosional. Sebab dengan mengasosiasikan partai dengan isu, pemberi suara yang responsiv secara rasional mengurangi biaya partisipasi pribadinya ( yaitu, pemberi suara itu menggunakan partai sebagai jalan pintas untuk mengumpulkan informasi tentang isu) dan secara efektif mengungkapkan kepentingan personal. Apabila pemberi suara yang reaktif mengidentifikasikan dirinya dengan partai sebagai pengganti untuk melakukan pertimbangan yang independen, maka identifikasi partai pada pemberi suara yang responsiv membantunya dalam tugas membuat pilihan. Pemberi suara yang responsiv lebih dipengaruhi oleh faktor-faktor jangka pendek yang penting dalam pemilihan umum. gambaran pemberi suara yang responsif bukanlah gambaran tentang pemilih yang dibelenggu oleh determinan sosial atau digerakkan oleh dorongan bawah sadar yang dipicu oleh propagandis yang luar biasa terampilnya. ia lebih merupakan gambaran tentang pemilih yeng digerakkan oleh perhatiannya terhadap masalah pokok dan relevan tentang kebijakan umum, tentang prestasi pemerintah dan tentang kapribadian eksekutif.

Bagian yang dominan dari gambaran pomper tentang wajah pemberi suara yang responsif terdiri atas pilihan yang dapat dipilih oleh pemilih dalam setiap kampanye tertentu. Variasi dalam rangsangan yang diberikan oleh kepemimpinan politik, partai, dan kandidat sangat penting dalam pandangan pemberi suara karena tanggapan rakyat akan sangat dikondisikan oleh rangsangan ini.Jika potret pemberi suara yang reaktif mengandalkan sifat aksional diri untuk menerangkan perilaku dalam pemilihan umum ( determinan sosial, demografi, dan partisipan dalam putusan pemberi suara) potret pemberi suara yang responsif berfokus pada sifat-sifat interaksional, yaitu pemberi suara dan pilihan kampanye dipandang sebagai bagian-bagian yang independen dari mesin yang bekerja di dalam gesekan yang sangat banyak.

4) Pemberi Suara Yang AktifKita kembali mengingat bahwa manusia bertindak terhadap objek berdasarkan makna objek itu bagi mereka. Manusia harus dipandang sebagai organisme yang harus berurusan dengan apa yang dilhatnya. Ia menghadapi apa yang dilihatnya dengan melakukan proses indikasi diri yang di dalamnya ia membuat suatu objek dari yang dilihatnya, memberinya makna dan menggunakan makna itu untuk sebagai dasar untuk mengarahkan tindakannya. Perilakunya terhadap apa yang dilihatnya bukanlah tanggapan yang ditimbul oleh penyajian apa yang dilihatnya, melainkan merupakan tindakan yang timbul dari interpretasi yang dibuat melalui proses indikasi diri. Dalam pengertian ini manusia yang melakukan interaksi diri bukan sekedar organisme yang menanggapi, melainkan organisme yang bertindak, organisme yang harus membentuk arah tindakan berdasarkan apa yang diperhitungkannya, bukan hanya melepaskan tanggapan terhadap permaianan suatu faktor pada organisasinya.Rangsangan kampanye politik membangkitkan tanggapan tidak dapat dianggap seragam dalam pikiran setiap orang. Ada yang memperhatikan kampanye dengan cermat, barangkali terlibat secara aktif, yang lainnya hanya melirik sedikit dan banyak yang sama sekali tidak mengindahkannya.Bila dipandang seperti ini, maka rangsangan atau pilihan yang diberikan kepada para pemberi suara dalam kampanye politik tidak lagi tetap atau terbagi merata keseluruh pemilih ketimbang atribut sosial dan kecenderungan pemilih. Akan tetapi, isi komunikasi kampanye bervariasi dalam penyajian oleh media.Keterlibatan aktif mencakup orang yang menginterpretasikan peristiwa, isu, partai, dan personalitas, dengan demikian menetapkan dan menyususn maupun menerima serangkaian pilihan yang diberikan. Para pemberi suara memutuskan citra tentang apa yang diperhitungkan oleh mereka, citra yang sangat bervariasi, dan secara terus menerus. Dengan demikian tindakan pemberian suara adalah tindakan komunikasi.

2.3.TINDAKAN PEMBERIAN SUARABanyak pertimbangan yang diperhitungkan kedalam proses yang digunakan oleh pemberi suara untuk menetapkan putusan mereka. Tiga diantaranya sangat signifikan dalam membentuk latar belakang pemberi suara mempersepsi komunikasi tentang isu dan kandidat yang diterima selama kampanye yaitu terdisi atas: atribut, perspektif, dan persepsi pemberi suara.

1) Atribut Pemberi Suara: karakteristik sosial dan demografiBanyak diantara penelitian terdahulu tentang pemberi suara, membedakan atribut sosial dan demografi dari pemberi suara partisan dan independen. Studi menunjukkan pada pertengahan tahu 1960-an menyingkapakan bahwa golongan independen kebanyakan terdiri atas orang-orang yang berpusat kearah jenjang pendapatan, pekerjaan, dan pendidikan yang paling rendah, dan paling kecil kemungkinannya berpartisipasi dalam politik apapun. Sedangkan penelitian yang lebih baru menunjukkan bahwa sekurang-kurangnya terdapat pendapat independen. Yang pertama terdiri atas nonpartisipan dalam kategori status sosio-ekonomi rendah, dan yang kedua terdiri atas orang-orang yang berpendidikan di atas sekolah menengah, dalam kelompok pendapatan menengah, dan dengan pekerjaan administrasi.Sedangkan De Vries dan Tarrance membedakan dari independen yang lama dan baru, ini satu golongan lagi, yaitu kekuatan yang baru dalam politik Amerika. Kekuatan ini adalah pemberi suara yang mengaku bahwa dalam pemilihan umum mereka memberikan suara kepada kandidat lebih dari satu partai, bukan langsung kepada satu partai. Dalam beberapa pemilihan kepresidenan terakhir terdapat peningkatan kecendrungan pada pemberi suara untuk melihat perbedaan diantara kedua partai dan kandidat terhadap isu pemilihan. Oleh karena itu pandangan Axelrod yangmengatakan bahwa kelompok pemberi suara di dalam masyarakat mengalihkan dukungan mereka dari satu partai keparatai yang lain atau dari satu kandidat kekandidat yang lain, kebanyakan sebagai tanggapan terhadap trend nasional bukan karena alasan yang menyangkut kelompok tertentu. Tetapi yang berspesialisasi memang melihat perbedaan diantara partai politik utama mengenai isu yang penting bagi mereka. Jadi, misalnya golongan itu melihat perbedaan kepartaian terhadap isu jaminan sosial dan perawatan kesehatan, pengusaha melihat perbedaan dalam ukuran ekonomi, golongan kulit hitam mengamati perbedaan dalam isu hak sipil dan kesempatan kerja, dan sebagainya. Bila isu itu menonjol bagi orang dengan atribut sosial tertentu, maka isu yang bersangkutanlah, bukan karena trend nasional, yang menerangkan tanggapan anggota kelompok sosial terhadap partai dan kandidat yang bersaingan. Dalam hal seperti itu, atribut sosial dan demografi seseorang menerangkan perspektif pemberi suara.

2) Perspektif Pemberi Suara: mengembangkan citra politikOrang belajar mengidentifikasikan diri dengan lambang-lambang signifikan melalui pembicaraan politik, persuasi, sosialisasi, dan pembentukan opini. Orang yang memasuki kampanye politik, misalnya membawa berbagai titik pandang yang terikat erat kepada citra diri politik mereka, mereka tidak hanya melihat segala sesuatu terjadi ( citra diri jangka pendek, persepsi terhadap objek-objek politik ). Mereka mengamatinya dari titik pandang individual (citra diri politik jangka panjang, atau perspektif mereka). Diantara pokok-pokok yang menguntungkan yang dibawa oleh pemberi suara yang berkembang, yaitu diteliti lima pokok: identifikasi partisan, kelas sosial, kecendrungan ideologis, konsepsi tentang sifat-sifat yang diharapkan pada pemegang jabatan yang ideal, dan kekhawatiran pribadi.

3) Persepsi pemberi suara: citra politik yang khas kampanye.Para pemberi suara secara selektif mempersepsi partai partai, kandidat, isu, dan peristiwa, dalam kampanye, memberi makna kepada mereka, dan berdasarkan itu menentukan pemberian suara. Melalui proses interpretativ, mereka tidak hanya memperhitungkan atribut dan perkembangan mereka, yaitu citra jangka panjang, tetapi jiuga menyusun citra jangka pendek tentang objek kampanye.

2.4.KOMUNIKASI POLITIK DAN CITRA PEMBERI SUARA

2.4.1.Munculnya Proses Komunikasi KampanyeJika diketahui kenyataan bahwa selama pemilihan untuk presiden, anggota kongres, gubernur, legistlasi Negara bagian, dan banyak jabatan yang lebih terendah sebagai warga Negara hampir tidak mungkin melindungi diri mereka sendiri dari imbauan para kandidat atau yang berkampanye merupakan faktor utama dalam membantu para pemeberi suara dalam mencapai pemilihan umum.Bila masing-masing diantara banyak produk makanan mempunyai sifat khusus sendiri untuk membedakannya dengan pesaingnya, begitu juga para kandidat politik.Berdasarkan kesetian sosial dan kesetiaan pada partai, orang secara selektif memantau komunikasi kampanye, membaca, mendengarkan, dan menonton apa yang mendukung pendirian mereka dan menghindari pesan-pesan yang tidak mendukungnya.Terpaan komuniaksi membawa serta akibat otomatis sehingga bila pemberi suara dapat diterpa imbauan berkali-kali sampai jumlahnya cukup banyak, mereka akan bereaksi kearah yang dimaksudkan.Tiga kemungkinan akibat komunikasi terhadap pemberian suara memperkuat keputusan partisan yang telah dibuat, mengaktifkan warga Negara yang acuh tak acuh kalau tidak diaktifkan, dan mengubah orang yang ragu-ragu, menurut taksiran, kurang dari dua diantara sepuluh pemberi suara mengalami perubahan kampenye seperti itru

2.4.2.Fungsi Komunikasi Kampanye Sebagai Katalisator

Katalisatior adalah sesuatu yang mempercepat, memodifikasi, dan sering meningkatkan proses tau peristiwa tanpa ia sendiri menjadi habis terpakai hal ini tentulah merupakan salah satu cara untuk memikirkan apa yang dilakukan oleh komunikasi politik dalam kampnye pemilihan umum.Terhadap katalisator inilah, yakni komunikasi kampanye, para pemberi suara bertindak dalam merumuskan kepercayaan, nilai, dan pengharapan mereka terhadap objek kampanye. Maka, jika dirangkumkan, komunikasi kampanye adalah katalisator dengan konsekuensi kognitif, afektif, dan konatif.1) Akibat KognitifSejauh mereka meneliti apa akaibat kampanye pada pemberi suara, studi pemberian suara generasi pertama dan kaedua. 1. Akibat terpaan media dan 2. Mengikuti prosedur sederhana untuk mengidentifikasi pengaruh yang dimaksudkan dari pesan tertentu, orang yang dimaksudkan dipengaruhi oleh pesan itu, dan akibat pengaruh tersebut pada khlayak yang dimaksudkan. Prosedur ini analog dengan menembakkan artileri medan: peluru ( pesan media) mengenai sasaran (khlayak dengan dampak (akibat) yang dapat diukur)

2) Tangggapan AfektifPerhatikan bahwa swicthers dan yang lambat mengambil putusan menggunakan televisi untuk mendapatkan informasi selama pemilihan umum mengesankan bahwa komunikasi politik mempengaruhi penilaian pemberi suara maupun tingkat pengetahuan mereka tentang isu dan kandidat. Apakah televise menyajikan bahan mentah kepada pemberi suara, yang menyebabkan berubahnya citra mereka tentang kandidat, hal itu sebagian besar bergantung pada jenis ini televise yang ditonton oleh pemberi suara dan bagaimana mereka memanfaatkannya.Perubahan dalam orientasi afektif terhadap kandidat pada pemberi suara yang diterpa bentuk lain komunikasi kampanye sangat bervariasi.

3) Konsekuensi KonatifMedia politik memainkan peran yang lebih besar dalam membantu pemberi suara dalam menyusun pilihannya, bahkan barangkali membelot dari kebiasaan memberikan suara.

BAB IIIPENUTUP

3.1. KesimpulanKampanye merupakan suatu momentum yang sangat besar sekali pengaruhnya bagi para calon legislative, di sanalah berbagai kemampuan serta cara, dikerahkan seluruhnya oleh para calon legislative untuk mendapatkan dukungan maupun suara dari masyarakat, namun para calon di hadapkan dengan 2 jalan yang kontradiktif, antara positif atau negative, masing-masing memiliki kadar yang berbeda-beda, dan ini tergantung dari para calon ingin menggunakan jalan mana, namun yang jelas, para calon jauh lebih paham dan mengerti, jalan yang di pilihnya.

3.2.Saran Kita harus memperhatikan kembali konsekuensi sosial dan politik dari komunikasi kampanye, tentang penetapan agenda. Pemberian suara harus menginterpretasikan lingkungan tempat media politik dan bagaimana pendirian kandidat yang mungkin sama dengan pendirian mereka.

DAFTAR PUSTAKA

Dan Nimmo. 2010. Komunikasi Politik: Khalayak dan Efek. Bandung: Rosda