makalah ketahanan pangan-091109
TRANSCRIPT
Evaluasi Ketahanan Pangan di Provinsi Jawa BaratBerdasarkan Angka Ketersediaan Energi (AKE), Tingkat Konsumsi
Energi (TKE), dan Kondisi Kualitas/Keamanan Pangan
Zulfadly Urufi, Salahudin, Tofan Dwi Rahardjo
Abstrak
Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhisetiap saat. Sebagai provinsi dengan jumlah penduduk yang banyak menjadi bebantersendiri bagi pemerintah untuk memenuhi kebutuhan pangan bagi penduduknya.Penelitian ketahanan pangan perlu dilakukan untuk mengetahui tingkat ketahanan pangan diProvinsi Jawa Barat.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi ketahanan pangan diProvinsi Jawa Barat. Metoda yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatanmetode evaluasi-kualitatif dengan analisis deskriptif. Penelitian ketahanan pangan inimenggunakan variabel-variabel Angka Ketersediaan Energi (AKE), Tingkat Konsumsi Energi(TKE), dan kondisi kualitas/keamanan pangan. Berdasarkan hasil penelitian ini, dapatdisimpulkan bahwa kondisi ketahanan pangan di Provinsi Jawa Barat adalah tahan pangan.Penurunan luas lahan pertanian yang terjadi di Provinsi Jawa Barat tidak mempengaruhisecara signifikan terhadap tingkat produktivitas padi. Jika dibandingkan dengan ProvinsiJawa Timur yang merupakan provinsi dengan tingkat produktivitas tertinggi, Provinsi JawaBarat masih berada di bawah tingkat produktivitas tanaman padi walaupun luas lahan panendi Jawa Barat lebih luas dibandingkan dengan luas lahan panen di Provinsi Jawa Timur.
Kata kunci : ketahanan pangan, energi
I. Pendahuluan
Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhisetiap saat. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak asasi manusia,sebagaimana tersebut dalam pasal 27 UUD 1945 maupun dalam Deklarasi Roma (1996).Pertimbangan tersebut mendasari terbitnya UU No. 7/1996 tentang Pangan.
Ketahanan pangan dan keamanan pasokan pangan bagi Indonesia yang antara laindapat dicapainya swasembada pangan pokok seperti beras, jagung, dan kedelai. Selain ituketahanan pangan dapat dicirikan juga dengan berkurangnya ketergantungan terhadapimpor. Berbagai kebijakan pangan telah diupayakan pemerintah untuk mengatasipermasalahan pangan di Indonesia. Namun, kebijakan tersebut belum dapat dinikmati olehseluruh masyarakat Indonesia khususnya rakyat kecil seperti petani, dan lain-lain. Kebijakanyang terkait pencanangan Revitalisasi Pertanian pada tahun 2005 yang lalu antara lainintensifikasi, ekstensifikasi dan diversifikasi. Diversifikasi pangan pokok sebagai panganalternatif selain beras difokuskan kepada jagung dan singkong yang termasuk di dalamnyapada pembangunan sektor agribisnisnya demi terciptanya nilai tambah untuk meraihpendapatan dan akses atas pangan yang lebih baik.
Pada krisis pangan dunia saat ini perlu dicermati juga dampak positifnya bagiIndonesia, antara lain berupa meningkatnya devisa dari hasil ekspor produk pangan denganmeningkatnya harga-harga produk pangan dunia. Krisis pangan memberikan dua dimensibagi Indonesia yaitu meningkatnya harga pangan yang mengharuskan Indonesia lebihwaspada terhadap kebutuhan pangannya, namun di sisi lain meningkatnya harga panganmerupakan kesempatan bagi Indonesia untuk menghasilkan devisa yang lebih besar. Dalamhal ini pemerintah harus memenuhi dua hal. Pertama, jaminan atas hak petani untuk
mengakses dan mengontrol berbagai sumber daya produktif dalam rangka pemenuhanpangan secara mandiri dan berkelanjutan. Kedua, jaminan atas hak setiap komunitasmasyarakat di tingkat lokal untuk menentukan sendiri kebijakan produksi, distribusi, dankonsumsi pangannya sesuai dengan kondisi ekologi, sosial, ekonomi dan budaya masing-masing komunitas (Muchtadi, 2008).
Ketahanan Pangan (food security) adalah paradoks dan lebih merupakan penemuandunia modern. Secara prosentase, lebih banyak produsen pangan di masa lalu ketimbangmasa kini; tetapi dunia hari ini lebih aman pangan ketimbang masa lalu. Paradoks ini bisaterlihat jelas di banyak Negara maju, salah satunya adalah Ingggris Raya; Prosentasepopulasi pertanian di UK tahun 1950 adalah 6 % dan terus menurun secara drastis hingga 2% di tahun 2000, dan berdasarkan prediksi FAO (Food and Agriculture Organisation), jumlahpopulasi pertanian di Inggris akan terus turun menjadi 1% di tahun 2010. Sederhananya,sekitar 896,000 petani akan memberi makan sedikitnya 60 juta penduduk.
Indonesia saat ini memiliki 90 juta petani (seratus kali dari Inggris) atau sekitar 45%penduduk “memberi makan” seluruh pendududuk (sekitar 230 juta orang). Tetapi fakta-faktadari Nusa Tenggara Barat (yang kerap dikenal sebagai daerah lumbung padi) serta daerahsemi arid seperti Nusa Tenggara Timur di semester pertama tahun 2005, justru menghadapiketahanan pangan yang rapuh, terbukti dengan tingginya tingkat kekurangan pangan dangizi buruk.
Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi yang mempunyai banyakpenduduk. Semakin banyak penduduknya, maka semakin banyak pula konsumsi bahanpangannya. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui ketahanan pangandi Provinsi Jawa Barat.
II. Teori Ketahanan PanganMusyawarah perencanaan pembangunan pertanian merumuskan bahwa kegiatan
pembangunan pertanian periode 2005-2009 dilaksanakan melalui tiga program, yaitu (1)Program peningkatan ketahanan pangan, (2) Program pengembangan agribisnis, dan (3)Program peningkatan kesejahteraan petani. Program ketahanan pangan tersebut diarahkanpada kemandirian masyarakat/petani yang berbasis sumberdaya lokal yang secaraoperasional dilakukan melalui program peningkatan produksi pangan; menjaga ketersediaanpangan yang cukup, aman dan halal di setiap daerah setiap saat; dan antisipasi agar tidakterjadi kerawanan pangan.
Definisi dan paradigma ketahanan pangan terus mengalami perkembangan sejakadanya Conference of Food and Agriculture tahun 1943 yang mencanangkan konsep“secure, adequate and suitable supply of food for everyone". Definisi ketahanan pangansangat bervariasi, namun umumnya mengacu definisi dari Bank Dunia (1986) dan Maxwelldan Frankenberger (1992) yakni "akses semua orang setiap saat pada pangan yang cukupuntuk hidup sehat (secure access at all times to sufficient food for a healthy life). Studipustaka yang dilakukan oleh IFPRI (1999) diperkirakan terdapat 200 definisi dan 450indikator tentang ketahanan pangan (Weingartner, 2000). Berikut disajikan beberapa definisiketahanan yang sering diacu :
1. Undang-Undang Pangan No.7 Tahun 1996: kondisi terpenuhinya kebutuhanpangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan secara cukup,baik dari jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau.
2. USAID (1992): kondisi ketika semua orang pada setiap saat mempunyai aksessecara fisik dan ekonomi untuk memperoleh kebutuhan konsumsinya untuk hidupsehat dan produktif.
3. FAO (1997) : situasi dimana semua rumah tangga mempunyai akses baik fisikmaupun ekonomi untuk memperoleh pangan bagi seluruh anggota keluarganya,dimana rumah tangga tidak beresiko mengalami kehilangan kedua akses tersebut.
4. FIVIMS 2005: kondisi ketika semua orang pada segala waktu secara fisik,social dan ekonomi memiliki akses pada pangan yang cukup, aman dan bergiziuntuk pemenuhan kebutuhan konsumsi dan sesuai dengan seleranya (foodpreferences) demi kehidupan yang aktif dan sehat.
5. Mercy Corps (2007) : keadaan ketika semua orang pada setiap saat mempunyaiakses fisik, sosial, dan ekonomi terhadap terhadap kecukupan pangan, amandan bergizi untuk kebutuhan gizi sesuai dengan seleranya untuk hidupproduktif dan sehat.Berdasarkan definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa ketahanan pangan
memiliki 5 unsur yang harus dipenuhi :1. Berorientasi pada rumah tangga dan individu2. Dimensi watu setiap saat pangan tersedia dan dapat diakses3. Menekankan pada akses pangan rumah tangga dan individu, baik fisik, ekonomi
dan sosial4. Berorientasi pada pemenuhan gizi5. Ditujukan untuk hidup sehat dan produktif
Istilah ketahanan pangan (food security) sebagai sebuah konsep kebijakan barupertama kali muncul pada tahun 1974, yakni ketika dilaksanakannya konferensi pangandunia (Sage 2002). Maxwell (1996) mencoba menelusuri perubahan-perubahan definisitentang ketahanan pangan sejak konferensi pangan dunia 1974 hingga pertengahan dekade90an, perubahan terjadi pada level global, nasional, skala rumah tangga dan individu; dariperspektif pangan sebagai kebutuhan dasar (food first perspective) hingga pada perspektifpenghidupan (livelihood perspective) dan dari indikator-indikator objektif ke persepsi yangsubjektif. (Lihat: Maxwell & Frankenberger 1992).
A. Kelompok Bahan PanganBahan pangan untuk konsumsi sehari-hari dapat dikelompokkan menjadi 9
(sembilan) kelompok besar. Jenis pangan pada masing-masing kelompok dapat berbedapada setiap daerah/kota sesuai sumberdaya pangan yang tersedia. Secara Nasional bahanpangan dikelompokkan sebagai berikut :
1. Padi-padian : beras, jagung, sorghum dan terigu2. Umbi-umbian : ubi kayu, ubi jalar, kentang, talas dan sagu.3. Pangan hewani : ikan, daging, susu dan telur4. Minyak dan lemak : minyak kelapa, minyak sawit5. Buah/biji berminyak : kelapa daging6. Kacang-kacangan : kedelai, kacang tanah, kacang hijau7. Gula : gula pasir, gula merah8. Sayur dan buah : semua jenis sayuran dan buah-buahan yang biasa
dikonsumsi9. Lain-lain : teh, kopi, coklat, sirup, bumbu- bumbuan, makanan
dan minuman jadi
B. Angka Ketersediaan Energi (AKE) dan Tingkat Konsumsi Energi (TKE)Angka ketersediaan energi (AKE) mencerminkan besarnya proporsi ketersediaan
energi aktual penduduk di suatau daerah. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi tahun 1998telah menetapkan standar energi ideal yang diharapkan yaitu sebesar 2.200 kkal/kap/hari ditingkat konsumsi dan 2500 kkal/kap/hari pada tingkat nasional. Untuk mengetahui polakonsumsi masyarakat baik Nasional maupun Regional, AKE tersebut perlu diterjemahkan kedalam satuan yang lebih dikenal oleh para perencana pengadaan pangan atau kelompokbahan pangan.
Untuk menjaga kelangsungan hidup dan menjalankan kegiatan hidupnya. Setiapmanusia membutuhkan energi perhari yang disesuaikan dengan berat badan dan tingkataktivitas. Tingkat Konsumsi Energi adalah Jumlah energi total yang dikonsumsi oleh setiaporang setiap harinya. Sedangkan tingkat konsumsi protein adalah jumlah protein total yangdikonsumsi oleh setiap orang setiap harinya dibandingkan dengan angka kecukupan proteinyang dianjurkan ( I Dewa Nyoman Supariasa,dkk,2001:113).
Tingkat Konsumsi Energi (TKE) menggambarkan persentase konsumsi energiterhadap Angka Kecukupan Energi (AKE) dengan kriteria menurut Departemen KesehatanTahun 1996 (PPKP BKP, 2005) sebagai berikut :
a. TKE < 70% : defisit berat.b. TKE 60%-79% : defisit tingkat sedang.c. TKE 80%-90% : defisit tingkat ringan.d. TKE 90%-119% : normal (tahan pangan)e. TKE > 120% : kelebihan/diatas AKE
C. Pola Pangan Harapan (PPH)Pola Pangan harapan (PPH) adalah suatu komposisi pangan yang seimbang untuk
dikonsumsi guna memenuhi kebutuhan gizi penduduk. PPH dapat dinyatakan (1) dalambentuk komposisi energi (kalori) anekaragam pangan dan/atau (2) dalam bentuk komposisiberat (gram atau kg) anekaragam pangan yang memenuhi kebutuhan gizi penduduk. Polapangan harapan mencerminkan susunan konsumsi pangan anjuran untuk hidup sehat, aktifdan produktif. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1 Susunan Pola Pangan Harapan NasionalNo Kelompok
PanganPPHFAO
PPHNasional
2020(%)
Kisaran(%)
KonsumsiEnergi(Kkal)
KonsumsiBahanPangan
(gram/kap/hari
Bobot Skor
123456789
Padi-padianUmbi-umbianPangan HewaniKacang-kacanganSayur dan BuahBiji BerminyakLemak dan MinyakGulaLainnya
40.05.0
20.06.05.03.0
10.08.03.0
50.06.0
12.05.06.03.0
10.05.03.0
40-600-8
5-202-103-80-3
5-152-80-5
110013226411013266
22011066
30010015035
250102530-
0,50,52,02,05,00,50,50,50,0
25,02,5
24,010,030,01,05,02,50,0
Jumlah 100 100 100 2200 - 100
Sumber : Departemen Pertanian, 2009
III. Variabel dan Indikator Ketahanan Pangan di Provinsi Jawa BaratKondisi ketahanan pangan di Provinsi Jawa Barat dapat diketahui dengan menggunakantiga variabel-variabel dan dirinci berdasarkan indikator seperti terlihat pada tabel 2.
IV. Kondisi Ketersediaan Pangan di Provinsi Jawa BaratBerdasarkan hasil penyusunan Neraca Bahan Makanan (NBM) Provinsi Jawa Barat
tahun 2007 diketahui bahwa ketersediaan energi untuk dikonsumsi penduduk Jawa Baratsebesar 2.448 kkal/kap/hari. Proporsi sumber energi tersebut terdiri dari 2.313 kkal/kap/hariatau sebesar 94,5% berasal dari pangan nabati dan 135 kkal/kap/hari atau sebesar 5,5%dari pangan hewani. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel 3
Tabel 2 Variabel dan Indikator Ketahanan PanganNo Variabel Indikator
1. Angka Ketersediaan Energi(AKE)
Standar energi ideal yaitu sebesar 2.200 kkal/kap/hari
2. Tingkat Konsumsi Energi(TKE)
Kriteria menurut Departemen Kesehatan tahun 1996 (PPKP BKP,2005) sebagai berikut :f. TKE < 70% : defisit berat.g. TKE 60%-79% : defisit tingkat sedang.h. TKE 80%-90% : defisit tingkat ringan.i. TKE 90%-119% : normal (tahan pangan)j. TKE > 120% : kelebihan/ diatas AKE
3. Kualitas/keamanan pangan Ukuran kualitas pangan dilihat dari data pengeluaran untuk konsumsimakanan (lauk-pauk) sehari-hari yang mengandung protein hewanidan/atau nabati. Berdasarkan kriteria ini rumah tangga dapatdiklasifikasikan dalam tiga kategori, yaitu:1. Rumah tangga dengan kualitas pangan baik adalah rumah tangga
yang memiliki pengeluaran untuk lauk-pauk berupa protein hewanidan nabati atau protein hewani saja.
2. Rumah tangga dengan kualitas pangan kurang baik adalah rumahtangga yang memiliki pengeluaran untuk lauk-pauk berupa proteinnabati saja.
3. Rumah tangga dengan kualitas pangan tidak baik adalah rumahtangga yang tidak memiliki pengeluaran untuk lauk-pauk berupaprotein baik hewani maupun nabati.
Sumber : Hasil analisis, 2009
Tabel 3 Ketersediaan Energi untuk Dikonsumsi Penduduk Jawa BaratTahun 2006 dan 2007
Sumber Kelompok Pangan
Ketersediaan Energi(kkal/kap/hari)
NBM 2006 NBM 2007Energi % Energi %
Nabati Padi-padian 1.406 58,6 1.480 60,5Makanan berpati 214 8,9 209 8,5Gula 101 4,2 108 4,4Buah/biji berminyak 123 5,1 111 4,5Buah-buahan 108 4,5 110 4,5Sayur-sayuran 56 2,3 52 2,1Minyak 265 11,1 251 10,3
Jumlah 2.273 94,8 2.312 94,5Hewani Daging 46 1,9 54 2,2
Telur 12 0,5 14 0,6Susu 7 0,5 8 0,3Ikan 57 2,4 58 2,4Lemak 2 0,1 2 0,1
Jumlah 124 5,2 136 5,5Total 2.398 100,0 2.448 100,0
Sumber :Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Barat, 2008
Angka Ketersediaan Energi (AKE) pada suatu daerah dikatakan ideal apabilamemiliki AKE sebesar 2.200 kkal/kap/hari. Pada tahun 2006 dan 2007, AKE di ProvinsiJawa Barat adalah 2.398 kkal/kap/hari dan 2.448 kkal/kap/hari dengan komposisi sebagianbesar bersumber pada pangan nabati dari kelompok pangan padi-padian sebanyak 60,5%.Dapat dikatakan indikator ketahanan pangan berdasarkan AKE tercapai. Walaupun AKEProvinsi Jawa Barat sudah tercapai (di atas 2.200 kkal/kap/hari), akan tetapi menurutsusunan pola pangan harapan (PPH) masih terdapat beberapa kelompok pangan dibawahstandarnya,yaitu pangan hewani, buah/biji berminyak, kacang-kacangan, gula, dan sayurdan buah-buahan. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4 Persentase Ketersediaan Energi Penduduk Jawa BaratTahun 2006 dan 2007
No Kelompok Pangan2006 2007 Standar
KonsumsiEnergi (kkal)
Energi(kkal/kap/hari)
%(AKE)
Energi(kkal/kap/hari)
% (AKE)
1. Padi-padian 1.406 63,9 1.480 67,3 1.1002. Umbi-umbian 224 10,2 210 9,6 1323. Pangan hewani 123 5,6 134 6,1 2644. Minyak dan lemak 267 12,2 253 11,5 2205. Buah/biji berminyak 18 0,8 9 0,4 666. Kacang-kacangan 105 4,8 102 4,7 1107. Gula 101 4,6 108 4,9 1108. Sayur dan buah-buahan 153 7 152 6,9 1329. Lain-lain 0 0 0 0 66
Total 2.389 109,0 2.448 111,3 2.200Sumber :Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Barat, 2008
A. Kondisi Konsumsi Pangan di Provinsi Jawa BaratAnalisis terhadap pola konsumsi pangan di masing-masing daerah sangat penting
dilakukan sebagai acuan untuk melakukan proyeksi kebutuhan pangan di masa yang akandatang. Tanpa berpegangan terhadap pola konsumsi pangan daerah setempat, maka akansangat sulit melakukan proyeksi ke arah yang ideal. Selain itu, dengan mengetahui tingkatkonsumsi energi (TKE), dapat juga menggambarkan persentase konsumsi energi terhadapangka kecukupan pangan (AKE).
Tabel 5 Komposisi Konsumsi Energi di Provinsi Jawa Barat Tahun 2005 dan 2007
Kelompok PanganStandar %
AKE
Tingkat Konsumsi EnergiKkal/kap/hari % AKE
2005 2007 2005 2007Padi-padian 50,0 1.370 1.352 68,5 67,6Umbi-umbian 6,0 52 46 2,6 2,3Pangan hewani 12,0 156 166 7,8 8,3Minyak dan lemak 10,0 211 204 10,5 10,2Buah/biji berminyak 3,0 23 21 1,2 1,1Kacang-kacangan 5,0 75 79 3,8 4,0Gula 5,0 72 68 3,6 3,4Sayur dan buah-buahan 6,0 72 82 3,6 4,1Lain-lain 3,0 31 33 1,6 1,6
Total 100,0 2.062 2.051 103,1 102,5Sumber : Biro Bina Produksi Sekretariat Daerah Jawa Barat, 2008Ket : % AKE (2000 kkal/kap/hari).
Berdasarkan data diatas, dapat diketahui bahwa tingkat konsumsi energi di JawaBarat pada tahun 2005 mencapai 103,1% atau sebesar 2.062 kkal/kap/hari. Namun tingkatkonsumsi ini sedikit menurun pada tahun 2007 yaitu menjadi 102,5% atau sebesar 2.051kkal/kap/hari mengalami penurunan sebesar 0,6%. Walaupun demikian, tingkat konsumsienergi di Provinsi Jawa Barat masih dapat dikatakan normal (tahan pangan) karena % AKEberkisar antara 90% - 119% AKE.
B. Kondisi Kualitas/Keamanan Pangan di Provinsi Jawa BaratBerdasarkan persentase pengeluaran rata-rata per kapita untuk sub golongan
makanan, dapat diketahui bahwa sebanyak 6,31% penduduk di Jawa Barat mengkonsumsiprotein hewani (ikan, daging, telur dan susu) dan sebanyak 19,71% pendudukmengkonsumsi protein nabati (padi-padian,umbi-umbian, sayur-sayuran, kacang-kacangan,buah-buahan). Dengan demikian dapat diketahui bahwa hanya 6,31% saja penduduk diJawa Barat yang memiliki kualitas pangan baik karena mampu mengkonsumsi proteinhewani. 19,71% penduduk di Jawa Barat memiliki kualitas pangan kurang baik karenahanya mampu mengkonsumsi protein nabati saja.
Tabel 5 Persentase Pengeluaran Rata-Rata per Kapitauntuk Sub Golongan Makanan
Tahun 2007Jenis Protein Jenis Makanan Rata-rata per kapita (%)
Protein nabati
Padi-padian 11,04Umbi-umbian 0,37Sayur-sayuran 3,24Kacang-kacangan 1,85Buah-buahan 3,21
Jumlah pengeluaran untuk protein nabati 19,71
Protein hewaniIkan 2,67Daging 2,01Telur dan susu 1,63
Jumlah pengeluaran untuk protein hewani 6,31Total pengeluaran 26,02
Sumber : Suseda Provinsi Jawa Barat,BPS 2007
Berdasarkan ketercapaian variable ketahanan pangan yang digunakan, maka dapatdisimpulkan bahwa Provinsi Jawa Barat tahan pangan. Walaupun demikian, harus dilihatjuga tingkat produktivitas pertanian di Provinsi Jawa Barat.
C. Produktivitas Pertanian di Provinsi Jawa Barat.Padi merupakan bahan tanaman pokok untuk dikonsumsi di Pulau Jawa. Beras
merupakan bahan makanan pokok bagi sebagian besar masyarakat di Pulau Jawa, hal iniberbeda dengan daerah lainnya yang menjadikan jagung dan sagu sebagai bahan makananpokok. Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi dengan tingkat produktivitas penghasil padiyang tinggi setelah Provinsi Jawa Timur, Provinsi Bali, dan Provinsi DI Yogyakarta padatahun 2008 pada tingkat nasional. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Tingkat Produktivitas Tanaman Padi Berdasarkan Provinsi Tahun 2008Provinsi Produktivitas
(Ku/Ha)Provinsi Produktivitas
(Ku/Ha)Nanggroe Aceh Darussalam 42,61 Nusa Tenggara Barat 48,67
Sumatera Utara 44,63 Nusa Tenggara Timur 30,75
Sumatera barat 46,59 Kalimantan Barat 31,20
Riau 33,44 Kalimantan Tengah 25,41
Jambi 40,67 Kalimantan Selatan 38,52
Sumatera Selatan 41,34 Kalimantan Timur 37,25
Bengkulu 38,03 Sulawesi Utara 47,31
Lampung 46,22 Sulawesi Tengah 46,51
Bangka Belitung 24,06 Sulawesi Selatan 48,83
Kepulauan Riau 30,15 Sulawesi Tenggara 39,53
DKI Jakarta 50,93 Gorontalo 50,67Jawa Barat 56,06 Sulawesi Barat 47,36
Jawa Tengah 55,06 Maluku 39,61DI Yogyakarta 56,95 Maluku Utara 34,79Jawa Timur 59,02 Papua Barat 34,48
Banten 50,14 Papua 35,03Bali 58,37
Sumber : www.bps.go.id
Tingkat produktivitas tanaman padi di Provinsi Jawa Barat selalu meningkat setiaptahunnya walaupun terjadi penurunan produksi pada tahun 2006. Produksi tanaman padipada tahun 2006 di Provinsi Jawa Barat adalah 9.418.572 Ku menurun dari 9.787.217 Kupada tahun 2005, akan tetapi produksi padi meningkat kembali pada tahun 2007 menjadi9.914.019 Ku pada tahun 2007. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Luas Panen, Produksi, dan Tingkat Produktivitas Padidi Provinsi Jawa Barat Tahun 2005-2008
Tahun Luas Panen (Ha) Produksi (Ku) Produktivitas (Ku/Ha)
2005 1.894.796 9.787.217 51,652006 1.798.260 9.418.572 52,382007 1.829.085 9.914.019 54,202008 1.803.628 10.111.069 56,06
Sumber : www.bps.go.id
Walaupun tingkat produktivitas tanaman padi di Provinsi Jawa Barat dapat dikatakansangat tinggi, akan tetapi masih di bawah tingkat produktivitas tanaman padi di ProvinsiJawa Timur. Provinsi Jawa Timur memiliki karakteristik yang hampir sama dengan ProvinsiJawa Barat dan menjadikan padi sebagai tanaman pokok. Luas panen di Provinsi JawaTimur ini masih di bawah luas panen Provinsi Jawa Timur, akan tetapi tingkat produktivitastanaman padinya di atas produktivitas Provinsi Jawa Barat. Untuk lebih jelasnya dapatdilihat pada tabel 8 dan gambar 1, gambar 2 dan gambar 3.
Tabel 8 Luas Panen, Produksi, dan Tingkat Produktivitas Padidi Provinsi Jawa Timur Tahun 2005-2008
Tahun Luas Panen(Ha) Produksi(Ku) Produktivitas(Ku/Ha)
2005 1.693.651 9.007.265 53,182006 1.750.903 9.346.947 53,382007 1.736.048 9.402.029 54,162008 1.774.884 10.474.773 59,02
Sumber : www.bps.go.id
1894796
17982601829085 1803628
16936511750903 1736048
1774884
1500000
1600000
1700000
1800000
1900000
2000000
2005 2006 2007 2008
Perbandingan Luas Panen Tanaman Padi diProvinsi Jawa Barat dan Provinsi Jawa Timur
Tahun 2005-2008 Luas PanenJawa Barat
Luas PanenJawa Timur
9787217
9418572
991401910111069
9007265
9346947 9402029
10474773
8000000
8500000
9000000
9500000
10000000
10500000
11000000
2005 2006 2007 2008
Perbandingan Produksi Tanaman Padi diProvinsi Jawa Barat dan
Provinsi Jawa Timur Tahun 2005-2008
ProduksiPadiJawaBarat
D. Perbandingan Guna Lahan dengan Produksi Padi di Provinsi Jawa BaratLuas pertanian di Provinsi Jawa Barat mengalami penurunan tiap tahunnya. Hal
tersebut disebabkan adanya konversi lahan pertanian menjadi lahan permukiman akibatpertumbuhan penduduk. Rata-rata perubahan guna lahan pertanian di Provinsi Jawa Baratdari tahun 1994 hingga tahun 2005 adalah sebesar -7,93%, nilai negative tersebutmempunyai arti bahwa terjadi penurunan luas lahan pertanian di Jawa Barat. Penurunanluas guna lahan terbanyak terjadi antara tahun 1997 hingga tahun 2001 sebanyak 21,4%.
Penurunan luas guna lahan tersebut berbanding searah dengan berkurangnyajumlah produksi padi di Jawa Barat, akan tetapi walaupun terjadi penurunan guna lahanpertanian pada tahun 1997, jumlah produksi padi mengalami peningkatan menjadi10.352.650 Ku atau sebesar 4,76%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 9 danGambar 4 di bawah ini.
Tabel 9 Perbandingan Guna Lahan Pertanian dengan Jumlah Produksi danProduktivitas Tanaman Padi di Jawa Barat Tahun 1994,1997,2001,dan 2005Tahun Luas Guna Lahan
Pertanian (Ha)Luas
Panen(Ha)Produktivitas
(Ku/Ha)Produksi(Ku)
1994 933.638 1 960 210 50,30 9.860.3751997 916.899 2 040 680 50,73 10.352.6502001 755.407 1 866 069 49,50 9.237.5932005 751.190 1 894 796 51,65 9.787.217
Sumber : RTRWP Jawa Barat Tahun.. dan www.bps.go.id
% Konversi Guna Lahan :o 1997 : ((916.899-933.638) : 916.899) x 100% = -1,83 %o 2001 : ((755.407-916.899) : 755.407) x 100% = -21,4 %o 2005 : ((751.190-755.407) : 751.190) x 100% = -0,56 %o Persentase rata-rata konversi lahan : ((-1,83%)+(-21,4%)+(-,56%)) : 3 = -7,93%
% Produksi Padi :o 1997 : ((10.352.650-9.860.375) : 10.352.650) x 100% = 4,76 %o 2001 : ((9.237.593-10.352.650) : 9.237.593) x 100% = -12,1 %o 2005 : ((9.787.217-9.237.593) : 9.787.217) x 100% = 5,62 %o Persentase rata-rata konversi lahan : ((4,76%)+(-12,1%)+(-5,62%)) : 3 = -0,57%
51,6552,38
54,2
56,0653,18 53,38
54,16
59,02
46
48
50
52
54
56
58
60
2005 2006 2007 2008
Perbandingan Produktivitas Tanaman Padidi Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Jawa
Timur Tahun 2005-2008
Produktivitas PadiJawa Barat
Produktivitas PadiJawa Timur
Tabel 10 Perbandingan Persentase Konversi Guna Lahandengan Persentase Produksi Padi
Tahun % Konversi Guna Lahan % Produksi Padi
1997 -1.83 4.762001 -21.4 -12.12005 -0.56 5.62
Rata-rata -7.93 -0.57
Sumber : Hasil analisis, 2009
V. KesimpulanBerdasarkan hasil penelitian mengenai kondisi ketahanan pangan di Provinsi Jawa
Barat dengan menggunakan variabel yang telah ditentukan (Angka Ketersediaan Energi,Tingkat Konsumsi Energi, dan, kondisi kualitas/keamanan pangan) maka dapat disimpulkanbahwa Provinsi Jawa Barat tahan pangan. Penurunan luas lahan pertanian yang terjadi diProvinsi Jawa Barat tidak mempengaruhi secara signifikan terhadap tingkat produktivitastanaman padi. Jika dibandingkan dengan Provinsi Jawa Timur yang merupakan provinsidengan tingkat produktivitas tertinggi, Provinsi Jawa Barat masih berada di bawahnya, diJawa Barat lebih luas dibandingkan dengan luas lahan panen di Provinsi Jawa Timur.Beberapa tindaklanjut terhadap kondisi yang dihadapi adalah :
Peningkatan teknologi pertanian untuk meningkatkan produktivitas tanaman padimengingat luas lahan pertanian yang selalu berkurang.
Pemberian disinsentif bagi orang atau perusahaan yang akan melakukan konversilahan pertanian.
Diversifikasi pangan dengan melakukan penelitian terkait untuk mengembangkansumber-sumber pangan baru
VI. Daftar Pustaka
Biro Bina Produksi Sekretariat Daerah Jawa Barat. 2008. Analisis Konsumsi PanganProvinsi Jawa Barat.
BPS. Suseda Provinsi Jawa Barat 2007
BPS. Produksi Tanaman Padi Provinsi Jawa Barat dan Jawa Timur Tahun 2008. Di bukatanggal 24 Juni 2009 <www.bps.go.id>
FAO. 1997. State of the World's Forests 1997, Food and Agricultural Organization of theUnited Nations, Rome, Italy
-1.83%
-21.38%
-0.56%
4.76%
-12.07%
5.62%
-25
-20
-15
-10
-5
0
5
10
1997 2001 2005
Grafik Konversi Guna Lahandengan Produksi Padi di Jawa
Barat
%konversigunalahah
IFPRI. 1999. Technical Guides for Operationalizing Household Food Security inDevelopment Projects. Washington, D.C: Food Consumption and Nutrition Division,IFPRI.
Maxwell, A. And Ir. Frankenbeyer. 1992. Household Food Security: Concepts, Indicators,Measurement A Technical Review. Joint Sponsored by United Nation Childrens Fundand International Fund for Agricultural Development.
Muchtadi, Tien R. 2008. Kebijakan Pangan Indonesia : Tantangan Dan Peluang Eksternal,Makalah disampaikan pada 15th INFID Conference, Hotel Millenium Jakarta tanggal28 Oktober 2008
Rome Declaration on World Food Security 1996 . di buka tanggal 14 Juni 2009<http://els.bappenas.go.id/upload/other/World Food Summit.htm>
Sage, C. 2002. Food security In Human Security and the Environment: InternationalComparisons (E.Page & M.Redclift, eds). Cheltenham : Edward Elgar.
Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Barat. 2008. Analisis Ketersediaan Pangan Provinsi JawaBarat.
Supariasa, I Dewa Nyoman. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC.
Weingärtner, L. 2000. The Concept of Food and Nutrition Security. International TrainingCourse Food and Nutrition Security Assessment Instruments and InterventionStrategies.
Undang-Undang Dasar Tahun 1945 pasal 27
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 tentang pangan
USAID. 1992. Policy Determination, Definition of Food Security. Di buka tanggal 17 Juni2009 <www.usaid.gov/policy/ads/200/pd19.pdf>
______ . 1943.Conference of Food and Agriculture. Di buka tanggal 14 Juni 2009 tahun1943 < http://www.worldfooddayusa.org/?id=16367>