makalah kasus 2 cnp 4
TRANSCRIPT
MAKALAH KASUS 2
COMMUNITY NURSING PROGRAM IV (CNP)
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Keperawatan Komunitas IV
Disusun Oleh: Tutor 4
Sarita Saraswati 220110100004
Sisca Pertiwi 220110100010
Tsaalits Muharroroh 220110100016
Yuniar 220110100022
Tri Ayu Lestari 220110100028
Hanna Khoirotun Nisa 220110100034
Nur Asiyah 220110100040
Sinta Dwi Oktaviani 220110100046
Desy Mayangsari 220110100053
Amartiwi 220110100065
Sherly Marsella 220110100059
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2014
Kasus 2
Perawat B adalah perawat komunitas yang bertanggung jawab program kerja di wilayah
kerja puskesmasnya. Perawat B melakukan pengkajian di home industri milik bapa C
meubeul kayu jati. Perawat B ingin melihat potensial hazard di home industri bapa C. di home
industri terdapat 5 karyawan, memotong kayu, amplas, karnis, cat pada body meubel, saat
dilakukan pengkajian pada 5 karyawan semua aktif merokok tidak menggunakan APD salah
satu karyawan mengeluh low back pain karena tidak ergonomis dalam menjalankan
pekerjaannya. Dari hasil observasi dari 5 karyawan ada riwayat batuk dan terasa saat mulai
bekerja di home industri. Menurut bapa C belum ada dari pihak puskesmas yang memeriksa.
Step 1
1. Potensial hazard (tsalits) : factor kemungkinan terjadinya suatu masalah (hana)
2. Ergonomik (sinta) : sesuai dengan anatomi tubuh (sarita)
Step 2
1. Bagaimana peran perawat dalam menangani kasus ini ? (sisca)
2. Indicator home industri, berapa karyawan yang membutuhkan kesehatan kerja ? (tsalits)
3. Pengkajian usaha kerja ? (Yuniar)
4. Potensial hazard yang mungkin terjadi ? (sarita)
5. Indicator healthy home industri ? (sinta)
6. Bagaimana cara bekerja yang baik untuk karyawan ? (sherly)
7. APD yang seharusnya dipakai ? (tsalits)
8. Bagaimana proses terjadinya batuk ? (Asiah)
9. Diagnose keperawatan ? (hana)
10. Keluhan, efek dari bekerja ? (sarita)
Step 3
1. Preventif, promotif, kuratif dan rehabilitative <penkes tentang home industry> (sinta)
2. LO
3. LO
4. Dilihat dari pekerja : resiko injuri, ISPA (hana)
Biologis : cat ; fisik : debu, dll (tsalits)
5. LO
6. Ergonomis : ada waktu untuk istirahat (sarita)
Memakai APD (Asiah)
7. Masker, sarung tangan, kacamata, sepatu boat, helm, dan tergantung kebutuhan dari
meubeul (sisca, yuniar, hana, sinta)
8. Riwayat kesehatan masa lalu
TB > kambuh > imun menurun > TB pada karyawan lain (hana)
Rokok : factor pemicu (ayu)
Cat dan serbuk (sherly)
9. Ketidaktahuan karyawan b/d health industry
Peningkatan pengetahuan karyawan tentang home industri yang sehat
10. Efek dari faktor kerja berdasarkan dari faktor awal (tsalits).
Step 4
Fokus pada kesehatan kerja :
Konsep
Model
Ruang lingkup
Step 5
Learning Objective (LO)
1. Indicator home industri, berapa karyawan yang membutuhkan kesehatan kerja ? (tsalits)
2. Pengkajian usaha kerja ? (Yuniar)
3. Indicator healthy home industri ? (sinta)
Step 7 (reporting)
A. Definisi
Kesehatan Kerja : upaya kapasitas kerja dan lingkungan sehat tanpa membahayakan
pekerja (hana)
Kesehatan kerja menurut WHO : promosi pemeliharaan kesejahteraan, fisik, mental atau
social (amartiwi)
K3 : usaha untuk menyalin keutuhan dan kesempurnaan pekerja (yuniar)
Keperawatan kesehatan kerja : pelayanan tenaga kerja perseorangan focus pada
pencegahan dan penanganan (tsalits)
B. Ruang Lingkup
- Kondisi menjaga dan memelihara kesehatan kerja untuk memberikan kesejahteraan
sosialnya, mencegah timbulnya gangguan kesehatan masyarakat kerja yang di akibatkan
oleh keadaan / kondisi lingkungan kerja (Ayu)
- Pemeriksaan sebelum kerja, pemeriksaan secara berkala, pemeriksaan secara khusus,
penyesuaian pekerja dengan beban kerja, sanitasi lingkungan, APD, pertolongan pertama
pada kecelakaan, rehabilitasi, perencanaan, Pembina dan pengawasan, lapor berkala,
penkes (tsalits)
C. Faktor-Faktor Kesehatan Kerja
- Faktor fisik, mekanis, kimiawi, psikologis, mental psikologis, biologis (sinta)
- Faktor lingkungan kerja, beban kerja, kapasitas kerja (sherly)
- Faktor alat kerja (tsalits)
D. Potensial Hazard
- Dipahami, identifikasi
- Di assessment
- Di evaluasi dan control potensial hazard (sarita)
- Healthy hazard : ergonomic
- Selfty hazard : bahan-bahan elektrik : bersifat urgent (yuniar)
E. Pencegahan Lingkungan Kerja
- Pengendalian lingkungan kerja : desain & tata letak yang adekuat
- Pengendalian perorangan : menggunakan APD (sisca)
- Substitusi : mengganti bahan berbahaya menjadi tidak berbahaya (tsalits)
- Ventilasi secara umum : menyerap debu
- Ventilasi keluar setempat
- Isolasi : alat pengontrol suara lebih dari 16dB
- Pendidikan kesehatan
- Penggunaan APD : menyiapkan APD secara benar, mengganti APD / membersihkan
APD, contoh APD : kacamata, topi pengaman, masker, pelindung telinga (Asiah)
F. Pelayanan Kesehatan Kerja
- Promosi : memberitahu tentang kesehatan kerja, menghindari dari potensial hazard
- Preventif : imunisasi, pelindung diri, konseling
- Kuratif : untuk yang mempunyai riwayat sakit sebelumnya
- Rehabilitatif : penyuluhan (amartiwi)
G. Jumlah Tenaga Kerja
Jumlah 200-500 orang > rendah > klinik sendiri > paramedic setiap hari, dokter 2x sehari
Jumlah 200-500 orang > tinggi > klinik sendiri > dokter tiap hari
Jumlah 100-200 orang > rendah > dokter 3x sehari
Jumlah 100-200 orang > Tinggi > dokter 2x sehari
Jumlah <100 orang > tidak harus memiliki klinik sendiri (hana)
H. Pengkajian
Individu
1. Anamnesis
2. Riwayat pekerjaan
penyakit ada sebelum / sejak kerja
kapan terjadi & bagaimana terjadinya
bahan apa yang digunakan saat bekerja
kebiasaan perilaku
3. Membandingkan timbulnya penyakit
4. Lingkungan tempat kerja
5. Pemeriksaan fisik, lab
6. Pemeriksaan pengkajian kerja <limbah>
7. Evaluasi factor fisik
8. Konsultasi dengan ahli medis (sinta)
Pengkajian perdimensi
1. Biologis manusia : usia, jenis kelamin
2. Lingkungan : potensial hazard
3. Gaya hidup : pola makan, olah raga
4. Sistem kesehatan : pelayanan rujukan
5. Psikologis : tingkat konflik, manajemen stress
6. Fisik : keamanan area parkir
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Setiap orang akan melakukan kegiatan dalam berbagai jenis pekerjaan yang ada untuk
pemenuhan kebutuhan ekonominya. Lahan pekerjaan sebagai sumber ekonomi masyarakat
dewasa ini, terutama di kota-kota besar dipenuhi sektor-sektor industri baik formal maupun
informal yang pertumbuhannya semakin pesat. Hal ini memicu perkembangan teknologi yang
juga semakin canggih. Perkembangan teknologi ini tentunya diharapkan agar dapat
meningkatkan jumlah lapangan kerja dan sumber devisa negara. Walaupun perkembangan
teknologi semakin meningkat, tidak menutup kemungkinan menimbulkan dampak negatif
terhadap masyarakat dan resiko bahaya yang beragam bentuk dan jenisnya. Oleh karenanya perlu
diadakan upaya untuk mengendalikan berbagai dampak negatif tersebut (Susilawati, 1993).
Menurut Rusman Heriawan selaku Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) di Jakarta,
angkatan kerja Indonesia pada Februari 2009 bertambah 1,79 juta menjadi 113,74 juta orang,
terjadi penambahan 1,79 juta orang dibanding jumlah angkatan kerja Agustus 2008 sebesar
111,95 juta orang atau 2,26 juta orang dibandingkan dengan Februari 2008 sebesar 111,48 orang.
Menurut perkiraan International Labour Organization (ILO), setiap tahun di seluruh
dunia 2 juta orang meninggal karena masalah-masalah akibat kerja. Dari jumlah ini, 354.000
orang mengalami kecelakaan fatal. Tingkat kecelakaan-kecelakaan fatal di negaranegara
berkembang empat kali lebih tinggi dibanding negara-negara industri. Menurut World Health
Organization (WHO), diperkirakan hanya 5-10% pekerja di negara berkembang dan 20-50%
pekerja di negara industri (dengan hanya beberapa pengecualian) mempunyai akses terhadap
pelayanan kesehatan yang memadai.
Undang-Undang RI No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pasal 86 ayat (2)
menyebutkan bahwa tenaga kerja sebagai sumber daya manusia perlu terus dikembangkan,
diberikan perlindungan terhadap pengaruh teknologi kerja dan lingkungan kerja. Untuk
melindungi keselamatan pekerja/ buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal
diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja.
Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu aspek perlindungan tenaga kerja
sekaligus meningkatkan produktivitas kerja. Hal ini tercermin dalam pokok-pokok pikiran dan
pertimbangan dikeluarkannya UU nomor 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja yaitu bahwa
tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatan dalam melakukan pekerjaan dan
setiap orang lainnya yang berada di tempat kerja perlu terjamin pula keselamatannya. Hak atas
jaminan keselamatan ini membutuhkan prasyarat adanya lingkungan kerja yang sehat dan aman
bagi tenaga kerja dan masyarakat di sekitarnya.
Upaya keselamatan dan kesehatan kerja dimaksudkan untuk memberikan jaminan
keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para pekerja/ buruh dengan cara pencegahan
kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan,
pengobatan dan rehabilitasi.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah salah satu hak dasar bagi pekerja yang
merupakan komponen dari hak asasi manusia. Keselamatan dan Kesehatan Kerja bertujuan
melindungi pekerja atas keselamatannya dalam melakukan pekerjaan demi kesejahteraan hidup
dan meningkatkan produksi serta produktivitas nasional, menjamin keselamatan setiap orang lain
yang berada di tempat kerja, dan memelihara serta menggunakan sumber-sumber produksi secara
aman dan efisien.
Kebijakan perlindungan tenaga kerja bertujuan untuk mewujudkan ketenangan bekerja
dan berusaha, sehingga tercipta hubungan industrial yang serasi antara pekerja dan pengusaha,
yang pada gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya (Silalahi, 1991).
Keselamatan kerja adalah keselamatan yang berhubungan dengan mesin, pesawat, alat
kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara
melakukan pekerjaan. Tujuan keselamatan kerja adalah melindungi tenaga kerja atas hak
keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup, meningkatkan produksi
serta produktivitas perusahaan, memelihara dan menggunakan sumber produksi secara aman dan
efisien, serta menjamin keselamatan setiap tenaga kerja lain yang ada di tempat kerja (Suardi,
2005).
Pelaksanaan program Keselamatan dan Kesehatan Kerja dapat meningkatkan
pengetahuan karyawan tentang keselamatan kerja yang tinggi dan pengalaman kerja bahaya-
bahaya kecelakaan mendapat perhatian dari tenaga kerja yang bersangkutan. Pelaksanaan
program Keselamatan dan Kesehatan Kerja sangat perlu dan penting, karena membantu
terwujudnya pemeliharaan karyawan yang baik, sehingga mereka menyadari arti penting dari
pelaksanaan program keselamatan dan kesehatan kerja bagi dirinya maupun perusahaan
(Mangkunegara, 2001)
1.2 Tujuan Pelaksanaan K3
Usaha keselamatan dan kesehatan kerja pada dasarnya mempunyai tujuan umum dan tujuan
khusus.
Tujuan umum yaitu :
Perlindungan terhadap tenaga kerja yang berada ditempat kerja agar selalu terjamin
keselamatan dan kesehatannya sehingga dapat diwujudkan peningkatkan produksi dan
produktivitas kerja.
Perlindungan setiap orang lainnya yang berada ditempat kerja agar selalu dalam keadaan
selamat dan sehat.
Perlindungan terhadap bahan dan peralatan produksi agar dapat dipakai dan digunakan
secara aman dan efisien.
Sedangkan secara khusus antara lain :
Mencegah dan atau mengurangi kecelakaan, kebakaran, peledakan dan penyakit akibat
kerja.
Mengamankan mesin, instalasi, pesawat, alat kerja, bahan baku dan bahan hasil produksi.
Menciptakan lingkungan dan tempat kerja yang aman, nyaman, sehat dan penyesuaian
antara pekerja dengan manuasi atau manusia dengan pekerjaan.
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Definisi
Menurut Undang-Undang Kesehatan Tahun 1992, upaya kesehatan kerja adalah
upaya penyerasian antara kapasitas, beban, dan lingkungan kerja agar setiap pekerja
dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan dirinya sendiri maupun masyarakat di
sekelilingnya, agar diperoleh produktivitas kerja yang optimal. Konsep dasar dari upaya
kesehatan kerja ini adalah mengidentifikasi permasalahan, mengevaluasi, dan dilanjutkan
dengan tindakan pengendalian. Sasaran kesehatan kerja ini adalah manusia dan meliputi
aspek kesehatan dari pekerja itu sendiri.
Menurut Mangkunegara, keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu pemikiran
dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah
tenaga kerja pada khususnya, dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya untuk
menuju masyarakat adil dan makmur.
Menurut Suma’mur (1981: 2), keselamatan kerja merupakan rangkaian usaha
untuk menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram bagi para karyawan yang
bekerja di perusahaan yang bersangkutan.
Menurut Simanjuntak (1994), keselamatan kerja adalah kondisi keselamatan
yang bebas dari resiko kecelakaan dan kerusakan dimana kita bekerja yang mencakup
tentang kondisi bangunan, kondisi mesin, peralatan keselamatan, dan kondisi pekerja
Mathis dan Jackson, menyatakan bahwa keselamatan adalah merujuk pada
perlindungan terhadap kesejahteraan fisik seseorang terhadap cidera yang terkait dengan
pekerjaan. Kesehatan adalah merujuk pada kondisi umum fisik, mental dan stabilitas
emosi secara umum.
Menurut Ridley, John (1983), mengartikan kesehatan dan keselamatan kerja
adalah suatu kondisi dalam pekerjaan yang sehat dan aman baik itu bagi pekerjaannya,
perusahaan maupun bagi masyarakat dan lingkungan sekitar pabrik atau tempat kerja
tersebut.
Jackson, menjelaskan bahwa kesehatan dan keselamatan kerja menunjukkan
kepada kondisi-kondisi fisiologis-fisikal dan psikologis tenaga kerja yang diakibatkan
oleh lingkungan kerja yang disediakan oleh perusahaan.
Ditinjau dari sudut keilmuan, kesehatan dan keselamatan kerja adalah ilmu
pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya
kecelakaan dan penyakit akibat kerja di tempat kerja. (Lalu Husni, 2003: 138).
Dari beberapa pengertian kesehatan keselamatan kerja tersebut dapat ditarik
kesimpulan bahwa kesehatan dan keselamatan kerja adalah suatu usaha dan upaya untuk
menciptakan perindungan dan keamanan dari resiko kecelakaan dan bahaya baik fisik,
mental maupun emosional terhadap pekerja, perusahaan, masyarakat dan lingkungan.
Sedangkan pengertian keperawatan kesehatan kerja adalah : Praktik keperawatan
spesialis yang memberi pelayanan kesehatan kepada pekerja atau populasi pekerja yang
berfokus pada promosi, proteksi dan perbaikan kesehatan pekerja dalam konteks
kesehatan lingkungan kerja (Asosiasi Perawatan Kesehatan Kerja Amerika).
B. Tujuan
a. Tujuan umum :
Meningkatnya kemampuan tenaga kerja untuk menolong dirinya sendiri sehingga
terjadi peningkatan status kesehatan dan akhirnya peningkatan produktivitas kerja
melalui Upaya Kesehatan Kerja.
b. Tujuan khusus :
1) Meningkatnya kemampuan masyarakat pekerja dalam upaya pencegahan dan
pemberantasan penyakit dan kecelakaan yang berkaitan dengan pekerjaan dan
lingkungan kerja
2) Meningkatnya pelayanan kesehatan bagi tenaga kerja informal dan keluarganya
yang belum terjangkau selama ini.
3) Meningkatnya keselamatan kerja dengan mencegah penggunaan bahan-bahan
yang dapat membahayakan lingkungan kerja dan masyarakat serta penerapan
prinsip ergonomik.
C. Model Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
1. Plan (Perencanaan)
Menetapkan sasaran dan proses yang diperlukan untuk mencapai hasil sesuai
dengan kebijakan K3 organisasi.
2. Do (Pelaksanaan)
Melaksanakan proses yang sudah dirancang.
3. Check (Pemeriksaan)
Memantau dan mengukur kegiatan proses terhadap kebijakan, sasaran, peraturan
perundang-undangan dan persyaratan K3 Iainnya serta melaporkan hasilnya.
4. Act (Tindakan)
Mengambil tindakan untuk perbaikan kinerja K3 secara berkelanjutan.
Pada tahun 1990, silabus keperawatan kesehatan kerja dikembangkan dengan
menggunakan kerangka model ‘Hanasaari’, Finlandia. Model ini dibuat untuk
memungkinkan keluwesan praktik keperawatan kesehatan kerja. Model ini disajikan
dalam uraian berikut :
1. Konsep lingkungan total
Sistem lingkungan umjum yang mencapai aspek kesehatan dan keselamatan di tamoilkan
oleh lingkaran luar besar atau satu konsep global. Didalam lingkaran luar tersebut,
pengaruh yang memberikan efek global, yang selanjutnya memberikan efek pada
kesehatan, mucul dalam bentuk faktor ekonomi, politik, sosial, ekologi, dan organisasi.
2. Konsep manusia, kerja, dan kesehatan
Diwakili oleh segitiga manusia, kerja dan kesehatan, dan berlangsung didalam
lingkungan total, aspek- aspek lingkungan total yang mempunyai efek nyata pada
kesehatan ditempat kerja. Sebagai contoh, kebijakan politik dan sosial akan memperluas
atau mempersempit pengembangan kesehatan kerja. Budaya dan strategi organisasi dapat
dipengaruhi segitiga manusia, pekerja, dan kesehatan secara langsung dan lebih kuat.
3. Interaksi keperawatan kesehatan kerja
Perawatan kesehatan kerja, disajikan di tengah- tengah model tersebut. Interaksi dipakai
untuk menggambarkan bidang- bidang yang dikenal oleh kelompok- kelompok sebagai
peranan perawat kesehatan kerja.
D. Ruang Lingkup Kesehatan Kerja
Kesehatan kerja meliputi berbagai upaya penyerasian antara pekerja dengan
pekerjaan dan lingkungan kerjana baik fisik maupun psikis dalam hal cara atau metode,
proses, dan kondisi pekerjaan yang bertujan untuk:
Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan kerja masyarakat pekerja di semua
lapangan kaerja setinggi-tingginya baik fisik, mental, maupun kesejahteraan sosialnya
Mencegah timbulnya gangguan kesehatan pada masyarakat pekarja yang diakibatkan
oleh keadaan atau kondisi lingkungan kerjanya
Memberikan pekerjaan dan perlindungan bagi pekerjan di dalam ekerjaanya dari
kemungkinan bahaya yang disebabkan oleh faktor-faktor yang membahayakan
kesehatan
Menempatlkan dan memelihara pekerja di suatu lingkungan pekerjaan yang sesuai
dengan kemampuan fisik dan psikis pekerjanya (Efendi, 2009).
Ruang lingkup hyperkes dapat dijelaskan sebagai berikut (Rachman, 1990) :
a. Kesehatan dan keselamatan kerja diterapkan di semua tempat kerja yang di dalamnya
melibatkan aspek manusia sebagai tenaga kerja, bahaya akibat kerja dan usaha yang
dikerjakan.
b. Aspek perlindungan dalam kesehatan kerja meliputi :
1. Tenaga kerja dari semua jenis dan jenjang keahlian
2. Peralatan dan bahan yang dipergunakan
3. Faktor-faktor lingkungan fisik, biologi, kimiawi, maupun sosial.
4. Proses produksi
5. Karakteristik dan sifat pekerjaan
6. Teknologi dan metodologi kerja
c. Penerapan penkes dilaksanakan secara holistik sejak perencanaan hingga perolehan
hasil dari kegiatan industri barang maupun jasa.
d. Semua pihak yang terlibat dalam proses industri/perusahaan ikut bertanggung jawab
atas keberhasilan usaha kesehatan kerja.
E. Penyakit yang disebabkan oleh Kesehatan, Keselamatan, Kerja
Penyakit Yang Timbul Akibat hubungan Kerja antara lain:
Pnemokoniosis yang disebabkan debu mineral pembentuk jaringan parut
(silikosis, antrakosilikosis, asbestosis) dan silikotuberkulosis yang silikosisnya
merupakan faktor utama penyebab cacat atau kematian.
Penyakit paru dan saluran pernapasan (bronkhopulmoner) yang disebabkan oleh
debu logam keras.
Penyakit paru dan saluran pernapasan (bronkhopulmoner) yang disebabkan oleh
debu kapas, vlas, henep dan sisal (bissinosis).
Asma akibat kerja yang disebabkan oleh penyebab sensitisasi dan zat perangsang
yang dikenal yang berada dalam proses pekerjaan.
Alveolitis allergika yang disebabkan oleh faktor dari luar sebagai akibat
penghirupan debu organik.
Penyakit yang disebabkan oleh berilium atau persenyawaannya yang beracun.
Penyakit yang disebabkan kadmium atau persenyawaannya yang beracun.
Penyakit yang disebabkan fosfor atau persenyawaannya yang beracun.
Penyakit yang disebabkan oleh krom atau persenyawaannya yang beracun.
Penyakit yang disebabkan oleh mangan atau persenyawaannya yang beracun.
Penyakit yang disebabkan oleh arsen atau persenyawaannya yang beracun.
Penyakit yang disebabkan oleh raksa atau persenyawaannya yang beracun.
Penyakit yang disebabkan oleh timbul atau persenyawaannya yang beracun.
Penyakit yang disebabkan oleh fluor atau persenyawaannya yang beracun.
Penyakit yang disebabkan oleh karbon disulfida.
Penyakit yang disebabkan oleh derivat halogen dari persenyawaan hidrokarbon
alifatik atau aromatik yang beracun.
Penyakit yang disebabkan oleh benzena atau homolognya yang beracun.
Penyakit yang disebabkan oleh derivat nitro dan amina dari benzena atau
homolognya yang beracun.
Penyakit yang disebabkan oleh nitrogliserin atau ester asam nitrat lainnya.
Penyakit yang disebabkan oleh alkohol, glikol atau keton.
Penyakit yang disebabkan oleh gas atau uap penyebab asfiksia atau keracunan
seperti karbon monoksida, hidrogensianida, hidrogen sulfida, atau derivatnya
yang beracun, amoniak seng, braso dan nikel.
Kelainan pendengaran yang disebabkan oleh kebisingan.
Penyakit yang disebabkan oleh getaran mekanik (kelainan-kelainan otot, urat,
tulang persendian, pembuluh darah tepi atau syaraf tepi).
Penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dalam udara yang bertekanan lebih.
Penyakit yang disebabkan oleh radiasi elektro magnetik dan radiasi yang
mengion.
Penyakit kulit (dermatoses) yang disebabkan oleh penyebab fisik, kimiawi atau
biologik.
Kanker kulit epitelioma primer yang disebabkan oleh ter, pic, bitumen, minyak
mineral, antrasena atau persenyawaan, produk atau residu dari zat tersebut.
Kanker paru atau mesotelioma yang disebabkan oleh asbes.
Penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri atau parasit yang didapat
dalam suatu pekerjaan yang memiliki risiko kontaminasi khusus.
Penyakit yang disebabkan oleh suhu tinggi atau rendah atau panas radiasi atau
kelembaban udara tinggi.
Penyakit yang disebabkan bahan kimia lainnya termasuk bahan obat.
Adapun akibat yang muncul atas kecelakaan kerja atau penyakit yang ditimbulkan leh
hubungan kerja dapat berupa :
Tidak mampu bekerja untuk sementara
cacat sebagian untuk selama-lamanya
cacat total untuk selama-lamanya
cacat kekurangan fungsi organ
meninggal dunia
Faktor-faktor yang berpengaruh pada kesehatan kerja meliputi:
1. Penyakit umum (penyakit infeksi yang di derita tenaga kerja seperti ISPA, Diarchea,
menyebabkan tingginya absenteisme tenaga kerja dan menurunkan produktivitas).
2. Penyakit akibat kerja (akibat hygiene perusahaan yang kurang baik, akibat gangguan
mental psikologi akibat kerja)
3. Status gizi tenaga kerja yang kurang baik (disebabkan karena penyakit endemis, parasit
atau intake makanan yang kurang, beban kerja, sehingga dapat berpengaruh pada
produktivitas)
4. Lingkungan kerja yang kurang nyaman (seperti faktor fisik, fisiologis, mental
psikologis, faktor kimia dan biologis, kondisi tersebut bila tidak optimal bisa
mengganggu kesehatan mulai dari yang ringan seperti mengganggu kenyamanan kerja
hingga yang berat yang dapat menyebabkan penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja)
5. Perencanaan ergonomi (perencanaan penserasian manusia dan mesin/alat, termasuk
perbaikan cara kerja, perencanaan ergonomi yang baik diperoleh hasil kerja optimal dan
produktivitas tinggi)
6. Faktor mental psikologi (kegairahan dan kenyamanan kerja akan sangat meningkatkan
dedikasi dan motivasi kerja.
7. Kesejahteraan tenaga kerja yang rendah (akibat pengupahan yang rendah, keluarga
berencana yang kurang terlaksana)
8. Kurang pemahaman (kurangnya pemahaman baik pengusaha maupun tenaga kerja
bahwa ada hubungan antara kondisi kesehatan dengan produktivitas).
F. Potensial Hazard
Hazard adalah sumber bahaya potensialyang dapat menyebabkan kecelakaan atau
kerusakan. Hazard dapat berupa : bahan-bahan, bagian-bagian mesin, bentuk energi,
metode kerja atau situasi kerja.
Jenis-jenis potensi hazard :
1. Physical hazard
Meliputi penerangan, suhu udara, kelembaban, cepat rambat udara, suara, vibrasi
mekanis, radiasi, tekanan udara dan lain-lain.
2. Chemical hazard
Berupa gas, uap, debu, kabut, asap, awan, cairan dan benda-benda padat.
3. Electrical hazard
Semua potensi bahaya yang berhubungan dengan listrik (pembebanan lebih,
kebocoran isolasi, dan lain-lain)
4. Mechanical hazard
Bahaya timbul dari konstruksi, alat-alat bergerak, mesin dan instalasi
5. Physiological hazard
Bahaya yang timbul karena waktu kerja yang lama, tekanan atasan, hubungan yang
kurang baik dengan rekan kerja, trauma.
6. Biological hazard
Bahaya dari jazad renik, virus, bakteri, jamur, parasit, serangga atau hewan lain di
tempat kerja, berbagai macam penyakit yang timbul seperti, infeksi, alergi dan
sengatan atau gigitan binatang yang dapat menimbulkan berbagai macam penyakit.
7. Ergonomic
Gangguan yang bersifat faal karena beban kerja yang terlalu berat, peralatan kerja
yang tidak sesuai dan tidak serasi dengan tenaga kerja, ruangan sempit, mengangkat,
mendorong, dsb. sebenarnya ergonomi tidak hanya melingkupi hal-hal ini karena
ergonomi sebenarnya adalah prinsip atau azas K3 secara keseluruhan, namun karena
istilah ergonomi mulai dikenal dari ranah postur kerja, beban kerja, MSD dan
sejenisnya maka bisa dimaklumi jika hal-hal seperti ini lebih erat dengan istilah
ergonomi.
8. Behavioral hazard
Tidak mematuhi peraturan, kurangnya keterampilan kerja
9. Environmental hazard
Cuaca buruk, api, bekerja di tempat tidak rata.
Segala macam potensial hazard tersebut harus diidentifikasi. Untuk
mempermudah pengidentifikasian, ada beberapa macam metode yang dapat digunakan
seperti What-If Analysis, Energy Barrier Analysis, dan lainnya. Setelah hazard
teridentifikasi, langkah selanjutnya adalah menilai sejauh mana pengaruhnya terhadap
keselamatan karyawan dan keseluruhan operasi. Penilaian ini umumnya menggunakan
dua parameter, yaitu : konsekuensi dari suatu hazard dan kemungkinan frekuensi
kejadian.
Bahaya-bahaya (hazard) di tempat kerja tersebut harus ditangani dengan prinsip
ergonomi yakni menyesuaikan kerja dengan keterbatasan atau kapasitas manusia (fit the
task to the worker). Misalnya kebisingan harus dikontrol karena manusia mempunyai
batasan paparan, zat-zat kimia korosif harus dikontrol karena tubuh manusia tidak
mampu kontak dengan zat tersebut.desain control dan display mesin harus disesuaikan
dengan karakteristik kognitif manusia sehingga mengurangi eror, shift kerja disesuaikan
dengan kapasitas beban kerja manusia. semua itu dilakukan melalui tiga cara yakni :
engineering control, work practice control dan alat pelindung diri (APD).
G. Alat Pelindung Diri
Alat pelindung diri (APD) adalah kelengkapan yang wajib digunakan saat bekerja
sesuai bahaya dan resiko kerja untuk menjaga keselamatan pekerja itu sendiri dan orang di
sekelilingnya. Kewajiban itu sudah disepakati oleh pemerintah melalui Departement Tenaga
Kerja Republik Indonesia. Adapun bentuk dari alat tersebut adalah:
Safety helmet
Berfungsi sebagai pelindung kepala dari benda yang mengenai kepala secara langsung.
Sabuk keselamatan
Berfungsi sebagai alat pengaman ketika mengunakan alat transportasi ataupun peralatan
lain yang serupa (mobil, pesawat, alat berat, dan lain-lain).
Sepatu karet
Berfungsi sebagai alat pengaman saat bekerja di tempat yang becek ataupun berlumpur.
Kebanyakan di lapisi dengan metal untuk melindungi kaki dari benda tajam atau berat,
benda panas, cairan kimia, dsb.
Sepatu pelindung
Seperti sepatu biasa, tapi dari bahan kulit dilapisi metal dengan sol dari karet tebal dan
kuat. Berfungsi untuk mencegah kecelakaan fatal yang menimpa kaki karena tertimpa
benda tajam atau berat, benda panas, cairan kimia, dsb.
Sarung tangan
Berfungsi sebagai alat pelindung tangan pada saat bekerja di tempat atau situasi yang
dapat mengakibatkan cedera tangan bahan dan bentuk sarung tangan di sesuaikan dengan
fungsi masing-masing pekerjaan.
Tali pengaman
berfungsi sebagai pengaman saat bekerja di ketinggian. Diwajibkan menggunakan alat ini
di ketinggian lebih dari 1,8 meter.
Penutup telinga
Berfungsi sebagai pelindung telinga pada saat bekerja di tempat yang bising.
Kacamata pengaman
Berfungsi sebagai peindung mata ketika bekerja.
Masker
Berfungsi sebagai penyaring udara yang dihirup saat bekerja di tempat dengan kualitas
udara buruk.
Pelindung wajah
Berfungsi sebagai pelindung wajah dari percikan benda asing saat bekerja.
Jas hujan
Berfungsi melindungi dari percikan air saat bekerja
Semua APD harus digunakan sebagaimana mestinya, gunakan pedoman yang benar-
benar sesuai dengan standar keselamatan kerja
H. Penerapan Konsep Lima Tingkatan Pencegahan Penyakit Akibat Kerja
Berikut ini adalah penerapan konsep lima tingkatan pencegahan penyakit (five level of
prevention diseases) pada penyakit akibat kerja:
1. Peningkatan kesehatan (health promotion) misalnya pendidikan kesehatan, meningkatkan
gizi yang baik, pengembangan kepribadian, perusahaan yang sehat dan memadai,
rekreasi, lingkungan kerja yang memadai, penyuluhan perkawinan dan pendidikan
seksual, konsultasi tentang keturunan dan pemeriksaan kesehatan periodik.
2. Perlindungan khusus (specific protection), misalnya imunisasi, higiene perorangan,
sanitasi lingkungan, serta proteksi terhadap bahaya dan kecelakaan kerja.
3. Diagnosis dini dan pengobatan tepat (early diagnosis and prompt treatment), misalnya
diagnosis dini setiap keluhan dan pengobatan segera serta pembatasan titik-titik lemah
untuk mencegah terjadinya komplikasi.
4. Membatasi kemungkinan cacat (disability limitation), misalnya: memeriksa dan
mengobati tenaga kerja secara komprehensif, mengobati tenaga kerja secara sempurna,
dan pendidikan kesehatan.
5. Pemulihan kesehatan (rehabilitation). Misalnya: rehabilitasi dan mempekerjakan kembali
para pekerja yang menderita cacat. Sedapat mungkin perusahaan mencoba menempatkan
karyawan-karyawan cacat di jabatan-jabatan yang sesuai.
I. Fungsi dan Tugas Perawat dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Fungsi dan tugas perawat dalam usaha keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di
industri adalah sebagai berikut (Nasrul Effendy, 1998)
a. Fungsi perawat
- Mengkaji masalah kesehatan.
- Menyusun rencana asuhan keperawatan pekerja.
- Melaksanakan pelayanan kesehatan dan keperawatan terhadap pekerja.
- Melakukan penilaian terhadap asuhan keperawatan yang telah dilakukan.
b. Tugas perawat
- Mengawasi lingkungan pekerja.
- Memelihara fasilitas kesehatan perusahaan.
- Berkolaborasi dengan dokter dalam pemeriksaan kesehatan pekerja.
- Melakukan penilaian terhadap keadaan kesehatan pekerja.
- Merencanakan dan melaksanakan kunjungan rumah dan perawatan di rumah
kepada pekerja dan keluarga pekerja yang mempunyai masalah kesehatan.
- Ikut berperan dalam penyelenggaraan pendidikan K3 terhadap pekerja.
- Ikut berperan dalam usaha keselamatan kerja.
- Memberikan pendidikan kesehatan mengenai KB terhadap pekerja dan
keluarganya.
- Membantu usaha penyelidikan kesehatan pekerja.
- Mengoordinasi dan mengawasi pelaksanaan K3.
J. Peraturan Hukum Tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan bagian yang sangat penting dalam
ketenagakerjaan. Oleh karena itu, dibuatlah berbagai ketentuan yang mengatur tentang
kesehatan dan keselamatan kerja. Berawal dari adanya Undang-Undang Nomor 14 Tahun
1969 tentang Pokok-Pokok Ketenagakerjaan yang dinyatakan dalam Pasal 9 bahwa
“setiap tenaga kerja berhak mendapatkan perlindungan atas keselamatan, kesehatan dan
pemeliharaan moril kerja serta perlakuan yang sesuai dengan harkat, martabat, manusia,
moral dan agama”. Undang-Undang tersebut kemudian diperbaharui dengan Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 ini ada beberapa hal yang diatur antara lain:
a. Ruang lingkup keselamatan kerja, adalah segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah,
di permukaan air, di dalam air, maupun di udara yang berada dalam wilayah hukum
kekuasaan RI. (Pasal 2).
b. Syarat-syarat keselamatan kerja adalah untuk:
Mencegah dan mengurangi kecelakaan
Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran
Mencegah dan mengurangi peledakan
Memberi pertolongan pada kecelakaan
Memberi alat-alat perlindungan diri pada pekerja
Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai
Memelihara kesehatan dan ketertiban
dll (Pasal 3 dan 4).
c. Pengawasan Undang-Undang Keselamatan Kerja, “direktur melakukan pelaksanaan umum
terhadap undang-undang ini, sedangkan para pegawai pengawas dan ahli keselamatan kerja
ditugaskan menjalankan pengawasan langsung terhadap ditaatinya undang-undang ini dan
membantu pelaksanaannya. (Pasal 5).
d. Menteri Tenaga Kerja berwenang membentuk Panitia Pembinaan Kesehatan dan
Keselamatan Kerja untuk mengembangkan kerja sama, saling pengertian dan partisipasi
yang efektif dari pengusaha atau pengurus tenaga kerja untuk melaksanakan tugas bersama
dalam rangka keselamatan dan kesehatan kerja untuk melancarkan produksi. (Pasal 10).
e. Setiap kecelakan kerja juga harus dilaporkan pada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri
Tenaga Kerja di dinas yang terkait. (Pasal 11 ayat 1). (Suma’mur. 1981: 29-34).
Dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 86 ayat 1 UU Nomor 13 Tahun 2003 diatur pula bahwa
setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas:
a. Keselamatan kerja
b. Moral dan kesusilaan
c. Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.
Selain diwujudkan dalam bentuk undang-undang, kesehatan dan keselamatan kerja juga
diatur dalam berbagai Peraturan Menteri. Diantaranya Peraturan Menteri Tenaga Kerja
Nomor Per-01/MEN/1979 tentang Pelayanan Kesehatan Kerja. Tujuan pelayanan kesehatan
kerja adalah:
a. Memberikan bantuan kepada tenaga kerja dalam penyesuaian diri dengan
pekerjaanya.
b. Melindungi tenaga kerja terhadap setiap gangguan kesehatan yang
timbul dari pekerjaan atau lingkungan kerja.
c. Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental, dan kemapuan fisik
tenaga kerja.
d. Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi bagi tenaga
kerja yang menderita sakit.
Selanjutnya Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per-02/MEN/1979 tentang
Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja. Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja meliputi:
pemeriksaan kesehatan sebelum kerja, pemeriksaan kesehatan berkala, pemeriksaan
kesehatan khusus. Aturan yang lain diantaranya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1981
tentang Wajib Lapor Ketenagaan dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 03/MEN/1984
tentang Mekanisme Pengawasan Ketenagakerjaan.
K. PELAYANAN KESEHATAN KERJA
Mengidentifikasi dan mengevaluasi risiko gangguan kesehatan di tempat kerja.
Mengadakan surveillans faktor yang mempengaruhi kesehatan pekerja akibat lingkungan
kerja dan pekerjaan, seperti: sanitasi, kantin dan perumahan yang disediakan oleh
pengusaha.
Memberikan nasihat perencanaan dan organisasi kerja, seperti: desain tempat kerja,
pemilihan, pemeliharaan dan pengevaluasian kondisi mesin dan alat lainnya serta
evaluasi bahan yang dipakai di tempat kerja.
Ikut serta mengembangkan program untuk membina tata cara bekerja, termasuk
pengujian dan pengevaluasian aspek kesehatan alat baru.
Memberikan nasihat kesehatan kerja, keselamatan, higiene, ergonomi dan alat pelindung
perorangan atau kolektif.
Mengadakan surveilans kesehatan pekerja dalam kaitannya dengan pekerjaan.
Melakukan penyesuaian pekerjaan sesuai tingkat kesehatan pekerja.
Menyumbang upaya rehabilitasi kerja.
Mengadakan kerja sama dalam memberikan informasi, pelatihan, dan pendidikan dalam
bidang kesehatan kerja, higiene dan ergonomi.
Menatalaksanakan tindakan pertolongan pertama dan gawat darurat.
Ikut serta dalam menganalisis kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.
Program Pelayanan Kesehatan Kerja menurut Dinkes
1. Pelayanan Preventif kesehatan kerja
Pelayanan ini diberikan sebagai perlindungan pada tenaga kerja sebelum adanya proses
gangguan akibat kerja.Kegiatannya antara lain meliputi :
a. Pemeriksaan kesehatan, terdiri dari pemeriksaan :
- Awal/ sebelum kerja
- Berkala
- Khusus
b. Imunisasi
c. Kesehatan Lingkungan Kerja
d. Perlindungan diri terhadap bahaya-bahaya dari pekerja
e. Penyelarasian manusia dengan mesin dan alat-alat kerjaf. Pengendalian bahaya
lingkungan kerja agar ada dalam keadaan aman (pengenalan, pengukuran dan evaluasi).
2. Pelayanan Promotif Kesehatan Kerja
Pelayanan ini diberikan kepada tenaga kerja yang sehat dengan tujuan untuk meningkatkan
kegairahan kerja,mempertinggi efesiensi dan daya produktifitas tenaga kerja.Kegiatannya
antara lain meliputi :
a. Pendidikan dan penerangan tentang kesehatan kerja.
b. Pemeliharaan berat badan ideal.
c. Perbaikan gizi : menu seimbang dan pemilihan makanan yang aman.
d. Pemeliharaan tempat, cara dan lingkungan kerja yang sehat.
e. Konsultasi (counseling) untuk perkembangan kejiwaan yang sehat nasehat perkawinan
dan keluargaberencana.Olah raga dan rekreasi.
3. Pelayanan Kuratif
Pelayanan ini diberikan kepada tenaga kerja yang sudah memperhatikan gangguan
kesehatan/gejala dini dengan mengobati penyakitnya supaya cepat sembuh dan mencegah
komplikasi atau penularan terhadap keluarganya ataupun teman sekerjanya. Pada tenaga
kerja yang sudah menderita sakit, pelayanan ini diberikan untuk menghentikan proses
penyakit sehingga dapat sembuh, mempercepat masa istirahat kerja dan mencegah terjadinya
cacat atau kematian.
4. Pelayanan Rehabilitatif
Pelayanan ini diberikan kepada pekerja yang karena penyakit parah atau kecelakaan parah
telah mengakibatkan cacat sehingga menyebabkan ketidak mampuan bekerja secara
permanen baik sebagian atau seluruh kemampuan bekerjanya yang biasanya mampu
dilakukan sehari-hari kegiatan ini meliputi antara lain :
a. Latihan dan pendidikan pekerja untuk dapat menggunakan kemampuannya yang masih
ada secara maksimal.
b. Penempatan kembali tenaga kerja yang cacat secara selektif sesuai kemampuannya.
c. Penyuluhan kepada masyarakat dan pengusaha agar mau menerima / menggunakan
tenaga kerja yang cacat.
L. JUMLAH KESEHATAN KERJA
penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja secara komprehensif dapat dipilih
alternative sebagai berikut:
a. Penyediaan satu dokter untuk sepuluh perusahaan kecil yang berkelompok
b. Menentukan dokter langganan
c. Menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan terdekat
d. Ikut serta dalam program asuransi kesehatan
Perlu diketahui bahwa penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja dapat dilakukan
sendiri oleh pengurus, diselenggarakan oleh pengurus bekerjasama dengan dokter atau
pelayanan kesehatan lain dan oleh pengurus beberapa perusahaan secara bersama.
Pengelompokkan perusahaan sebagai dasar kebutuhan tenaga dokter disarankan:
1) menyelenggarakan pelayanan kesehatan kerja berbentuk klinik dan
mempekerjakan seorang dokter yang praktek setiap hari.
2) Perusahaan yang mempunyai tenaga kerja 200-500 orang dengan tingkat bahaya
rendah harus melakukan pelayanan kesehatan kerja yang berbentuk klinik, dilayani
oleh para medis setiap hari dan dokter praktek tiap dua hari.
3) Sedang perusahaan dengan jumlah tenaga kerja 200-500 orang, dengan tingkat
bahaya tinggi, menyelenggarakan pelayanan kesehatan kerja sesuai poin 1.
4) Perusahaan dengan jumlah tenaga kerja 100-200 orang, dengan tingkat bahaya
rendah, menyediakan klinik yang dibuka setiap hari, dilayani oleh para medis,
dokter praktek tiap tiga hari.
5) Apabila perusahaan dengan jumlah tenaga kerja 100-200 orang tersebut mempunyai
tingkat bahaya tinggi, maka penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja
dilaksanakan seperti pada poin 2.
6) Perusahaan yang jumlah tenaga kerjanya kurang dari seratus orang, maka pelayanan
kesehatan kerja diselenggarakan bersama-sama dengan pengurus perusahaan lain.
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja dan dokter yang memimpin dan
melaksanakan pelayanan kesehatan kerja harus disahkan dan disetujui oleh Direktur
(pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja), dan telah memperoleh pelatihan
dibidang Hiperkes dan Keselamatan Kerja.
M. PENCEGAHAN
Berdasarkan teori domino effect penyebab kecelakaan kerja H.W. Heinrich, maka
terdapat berbagai upaya untuk mencegah kecelakaan kerja di tempat kerja, antara lain :
1. Upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja melalui Pengendalian Bahaya Di Tempat
Kerja :
o Pemantauan dan Pengendalian Kondisi Tidak Aman
o Pemantauan dan Pengendalian Tindakan Tidak Aman
2. Upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja melalui Pembinaan dan Pengawasan :
o Pelatihan dan Pendidikan
o Konseling dan Konsultasi
o Pengembangan Sumber Daya ataupun Teknologi
3. Upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja melalui Sistem Manajemen :
o Prosedur dan Aturan
o Penyediaan Sarana dan Prasarana
o Penghargaan dan Sanksi
N. ASUHAN KEPERAWATAN
LAMPIRAN
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebagai upaya untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan masalah kesehatan yang rentan
terjadi di lingkungan kerjanya. Ini dikarenakan kurangnya kesadaran dan pemahaman akan
keselamatan dan kesehatan kerja. Dalam Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang
kesehatan, Pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan secara hukum mengatur
kesehatan dan keselamatan kerja ini tertuang dalam pasal 164-166, antara lain sebagai berikut:
1. Upaya kesehatan kerja ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan
terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan.
2. Pengeloa tempat kerja wajib menaati standar kesehatan kerja yang diatur oleh ketentuan
yang berlaku dan menjamin lingkungan kerja yang sehat serta bertanggung jawab atas
terjadinya kecelakaan kerja.
3. Pengelola tempat kerja wajib melakukan segala bentuk upaya kesehatan melalui upaya
pencegahan, peningkatan, pengobatan dan pemulihan bagi tenaga kerja.
4. Dalam penyeleksian calon pegawai pada perusahaan/ instansi, hasil pemeriksaan
kesehatan secara fisik dan mental digunakan sebagai bahan pertimbangandalam
pengambilan keputusan.
5. Pengusaha wajib menjamin kesehatan pekerja melalui upaya pencegahan, peningkatan,
pengobatan, dan pemulihan serta wajib menanggung seluruh biaya pemeliharaan
kesehatan.
6. Pemerintah memberikan dorongan dan bantuan untuk perlindungan pekerja.
DAFTAR PUSTAKA
Husni, Lalu. 2003. Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Markkanen, Pia K. 2004. Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Indonesia. Jakarta
: Internasional Labour Organisation Sub Regional South-East Asia and The Pacific Manila
Philippines
Suma’mur. 1981. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta: Gunung Agung.
http://jurnalk3.com/pelaksanaan-pelayanan-kesehatan-kerja.html
Harrington, J. M. & Gill, F. S. 2003. Buku Saku Kesehatan Kerja. Edisi 3. Jakarta: EGC.