makalah jasa marga
TRANSCRIPT
A.Profil Jasa Marga
Nama Perusahaan : PT Jasa Marga (persero) Tbk.
Berkedudukan di : Jakarta
Tanggal Pendirian : 01 Maret 1978
Dasar Hukum Pendirian : PP No.4 Tahun 1978
Modal Dasar : Rp 9,52 Triliun
Modal Ditempatkan : Rp 3,4 Triliun
Modal Disetor : Rp 3,4 Triliun
Kepemilikan : Pemerintah Indonesia 70%, Masyarakat 30%
Bidang Usaha : Merencanakan, membangun, mengoperasikan dan memelihara jalan tol,serta mengembangkan dan mengusahakan lahan di ruang miliki jalan tol dan usaha lain yang terkait.
Informasi Pencatatan Saham : Saham Perseroan dicatatkan di Bursa Efek Indonesia pada tanggal 12 November 2007 dengan kode saham JSMR.
Bloomberg Ticker: JSMR IJ
Reuters: JSMR.JKYahoo! Finance Quote: JSMR.JK
Kantor Pusat : PT Jasa Marga (PERSERO) Tbk.Plaza Tol Taman Mini Indonesia IndahJakarta 13550Indonesia
Tel.: 62-21 841 3526, 841 3630
Fax.: 62-21 841 3540Website : www.jasamarga.come-mail: [email protected]
Organizational Behaviour| Page 1 of 37
Visi Misi
Visi
Visi Menjadi Perusahaan modern dalam bidang pengembangan dan
pengoperasian jalan tol, menjadi pemimpin (leader) dalam industri
jalan tol dengan mengoperasikan mayoritas jalan tol di Indonesia, serta
memiliki daya saing yang tinggi di tingkat Nasional dan Regional.
Misi
Menambah panjang jalan tol secara berkelanjutan, sehingga
Perusahaan menguasai paling sedikit 50% panjang jalan tol di
Indonesia dan usaha terkait lainnya, dengan memaksimalkan
pemanfaatan potensi keuangan Perusahaan serta meningkatkan mutu
dan efisiensi jasa pelayanan jalan tol melalui penggunaan teknologi
yang optimal dan penerapan kaidah-kaidah manajemen Perusahaan
modern dengan tata kelola yang baik.
Bentuk Layanan dan Usaha
Jasa Marga fokus pada tiga bentuk layanan, yaitu layanan lalu lintas
jalan tol, layanan transaksi jalan tol, dan layanan konstruksi jalan tol. Usaha
Jasa Marga terdiri dari dua, usaha jalan tol dan usaha non tol dengan
penjelasan sebagai berikut :
- Usaha Jalan Tol
Bidang usaha Jasa Marga adalah membangun dan menyediakan jasa
pelayanan jalan tol. Untuk itu Jasa Marga melakukan aktifitas usaha
sebagai berikut:
Organizational Behaviour| Page 2 of 37
Melakukan investasi dengan membangun jalan tol baru.
Mengoperasikan dan memelihara jalan tol.
Mengembangkan usaha lain, seperti tempat istirahat, iklan,
jaringan serat optik dan lain-lain, untuk meningkatkan pelayanan
kepada pemakai jalan dan meningkatkan hasil usaha perusahaan.
Mengembangkan usaha lain dalam koridor jalan tol.
Saat ini Jasa Marga mengelola dan mengoperasikan 13 hak
pengusahaan (konsesi) jalan tol melalui sembilan kantor cabang dan
satu anak perusahaan yaitu :
1. Jalan Tol Jagorawi
2. Jalan Tol Jakarta-Tangerang
3. Jalan Tol Jakarta- Cikampek
4. Jalan Tol Dalam Kota Jakarta
5. Jalan Tol Prof. Dr.Ir. Sedyatmo
6. Jalan Tol Serpong-Pondok Aren (dioperasikan oleh JLJ)
7. Jalan Tol Cikampek -Purwakarta-Cileunyi
8. Jalan Tol Padalarang –Cileunyi
9. Jalan Tol Palimanan-Kanci
10. Jalan Tol Semarang
11. Jalan Tol Surabaya Gempol
12. Jalan Tol Belawan-Medan-Tanjung Morawa
13. Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta (dioperasikan oleh JLJ)
Organizational Behaviour| Page 3 of 37
- Usaha Non Jalan Tol
Selain dari menambah jalan tol, Perseroan mengembangkan usaha lain
dengan mengkapitalisasi berbagai aset-aset yang dimiliki perusahaan
diantaranya adalah :
Penyewaan lahan dan Utilitas, saat ini Jasa Marga tengah
menggarap jalur Serat Optik dari Bandung hingga Jakarta
pengembangan rest area, serta properti. Sampai akhir 2009,
Perseroan telah membangun enam tempat istirahat (rest area),
empat di antaranya berada di ruas Jakarta-Cikampek, satu di
Bandung dan satu di Tangerang. Rencananya 2010 ini Perseroan
akan membangun 14 tempat istirahat lagi di lokasi berbeda.
Pemasangan iklan,
Berbagai Jasa termasuk Jasa pengoperasian jalan tol pihak lain.
Termasuk mengelola Jembatan Tol Suramadu yang menjadi
kebanggan nasional. Selain itu Jasa Marga melalui anak
perusahaan Sarana Marga Bhakti Utama telah melebarkan sayap
ke berbagai bidang Jasa Lainnya seperti trnasportasi,
pembangunan dan pemeliharaan jalan umum.Tahun 2009 lalu
usaha lain-lain ini menyumbang pendapatan sebesar Rp 42,01
miliar, naik dari Rp 31,76 milar pada tahun sebelumnya.
Tata Nilai
Tata Nilai merupakan nilai-nilai yang telah ada dalam setiap Insan Jasa
Marga.Tata nilai ini merupakan perwujudan dari sikap dan perilaku seluruh
karyawan Jasa Marga yang dilaksanakan untuk mendukung pencapaian tujuan
perusahaan secara baik dan benar.
Tata Nilai tersebut adalah:
Organizational Behaviour| Page 4 of 37
1. Integritas
o Bekerja hanya untuk kepentingan Perusahaan
o Tidak pernah menyalahgunakan wewenang untuk kepentingan
lain diluar kepentingan perusahaan
o Bertanggungjawab dan senantiasa dapat menjelaskan
keputusan dan langkah-langkah yang diambil dalam pekerjaan
o Senantiasa menggunakan etika dalam bekerja
o Senantiasa menjadi panutan bagi lingkungannya
2. Mencintai Pekerjaan (Passion)
o Semangat dan keinginan yang kuat untuk senantiasa berbuat
yang terbaik di bidangnya
o Menyenangi tugasnya dan selalu berpikir positif dalam bekerja
o Bangga terhadap Perusahaan sebagai wujud dari kebanggan
pada Bangsa dan Negara
o Senantiasa menghasilkan kualitas pekerjaan yang terbaik
3. Senang Belajar untuk Kemajuan (Learning)
o Selalu ingin mengetahui dan belajar hal-hal baru untuk
kemajuan perusahaan
o Melihat jauh kedepan dan senantiasa berusaha untuk membawa
Perusahaan ke tingkat yang lebih tinggi.
o Berani mencoba hal-hal baru dengan niat semata-mata untuk
memperbaiki kualitas proses dan produk Perusahaan.
4. Membangun Kepercayaan (Trust)
Organizational Behaviour| Page 5 of 37
o Percaya pada niat baik
o Senantiasa membangun kepercayaan (trust) diantara seluruh
jajaran Perusahaan
o Tidak terkotak-kotak, selalu saling membantu untuk
kepentingan perusahaan semata
Organizational Behaviour| Page 6 of 37
Struktur Organisasi
B.Pengantar
Organizational Behaviour| Page 7 of 37
Gambar 1. Kerangka Kelola Perusahaan Jasa Marga
Saat ini kebutuhan akan infrastrukfur jalan semakin tinggi dimana dari tahun
ke tahun jumlah kendaraan yang melewati jalan tol semakin meningkat, yang
menandakan pula bahwa keberadaan jalan tol semakin dibutuhkan oleh masyarakat
Organizational Behaviour| Page 8 of 37
luas dan merupakan sarana infrastruktur yang penting dalam menunjang pergerakan
manusia, serta distribusi barang dan jasa. Dimana hal tersebut merupakan salah satu
fungsi untuk mendukung gerak pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Menyadari peranan penting jalan tol tersebut maka Jasa Marga sebagai
perusahaan BUMN operator jalan tol mempunyai komitmen yang sangat tinggi dalam
memberikan pelayanan yang maksimal dalam pengoperasian jalan tol. Peningkatan
pelayanan terus dilakukan oleh Jasa Marga untuk memberikan pelayanan yang
terbaik bagi pengguna jalan tol. Peningkatan pelayanan jalan tol dilakukan sejak
pengguna jalan tol mulai menggunakan jalan tol, selama berada di jalan tol hingga
sampai selesai menggunakan jalan tol tersebut.
Melalui Peraturan Pemerintah No. 04 Tahun 1978, pada tanggal 01 Maret
1978 Pemerintah mendirikan PT Jasa Marga (Persero) Tbk. Tugas utama Jasa Marga
adalah merencanakan, membangun, mengoperasikan dan memelihara jalan tol serta
sarana kelengkapannya agar jalan tol dapat berfungsi sebagai jalan bebas hambatan
yang memberikan manfaat lebih tinggi daripada jalan umum bukan tol. Pada awal
berdirinya, Perseroan berperan tidak hanya sebagai operator tetapi memikul tanggung
jawab sebagai otoritas jalan tol di Indonesia. Hingga tahun 1987 Jasa Marga adalah
satu-satunya penyelenggara jalan tol di Indonesia yang pengembangannya dibiayai
Pemerintah dengan dana berasal dari pinjaman luar negeri serta penerbitan obligasi
Jasa Marga. Sebagai jalan tol pertama di Indonesia yang dioperasikan oleh Perseroan.
Tahun 2004, peran otorisator dikembalikan kepada Pemerintah dengan
dikeluarkannya Undang Undang No. 38 tahun 2004 tentang Jalan. Peran otorisator
dilaksanakan oleh Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT). Sebagai konsekuensinya, Jasa
Marga menjalankan fungsi sepenuhnya sebagai sebuah perusahaan pengembang dan
operator jalan tol dengan berorientasi pada kaidah-kaidah korporasi. Perubahan ini
mendorong Perseroan untuk lebih fokus dalam mengembangkan bisnis jalan tol,
mulai dari perencanaan, pembangunan hingga pengoperasian jalan tol. Perseroan pun
Organizational Behaviour| Page 9 of 37
semakin mendapatkan kepercayaan pemangku kepentingan terutama investor karena
Perseroan dapat lebih berkonsentrasi dalam meningkatkan nilai Perseroan.
Salah satu produk perdana Jasa Marga adalah Jalan Tol Jagorawi (Jakarta-
Bogor-Ciawi) merupakan tonggak sejarah bagi perkembangan industri jalan tol di
Tanah Air yang mulai dioperasikan sejak tahun 1978.
Pembangunan dan pengoperasian jalan tol sejak saat itu didasarkan kepada
konsep investasi dimana Perseroan sebagai investor akan berinvestasi pada jalan-jalan
tol yang mempunyai tingkat kelayakan pengembalian secara finansial sesuai dengan
masa konsesi. Proses untuk mendapatkan konsesi jalan tol baru juga harus melalui
pembentukan entitas bisnis usaha tersendiri. Melalui anak perusahaan yang dibentuk
Perseroan dengan beberapa partner usaha, sampai dengan akhir tahun 2011 Perseroan
memiliki tambahan sembilan ruas jalan tol baru dimana Perseroan mempunyai
kepemilikan mayoritas lebih dari 51%. Pada tahun 2007 Perseroan menjadi
perusahaan terbuka dan tercatat di Bursa Efek Indonesia (dahulu Bursa Efek Jakarta)
sejak Pemerintah melepas 30% sahamnya kepada masyarakat pada tanggal 12
November 2007.
Jasa Marga mengupayakan agar kecepatan, kenyamanan dan keselamatan
pengguna jalan dapat terjaga oleh pengguna jalan selama menggunakan jalan tol
dengan standar yang ditetapkan oleh regulator jalan tol dan terus mengupayakan
inovasi-inovasi pelayanan pengguna jalan yang memudahkan sekaligus memberikan
dampak efesiensi biaya pengoperasian bagi Perseroan.
Kinerja operasional jalan tol yang dilakukan oleh Jasa Marga cenderung
mengalami peningkatan secara berkala. Hal ini tentu saja didukung dengan
pelonjakan jumlah kendaraan yang melintas di jalan tol, contohnya pada ruas-ruas
jalan tol di area Jakarta dan sekitarnya pada tahun 2008 jumlah kendaraan yang
melintas mencapai 880 juta kendaraan. Jumlah tersebut meningkat sebesar 20,74 juta
kendaraan dibandingkan dengan volume lalu lintas transaksi pada tahun 2007. Dari
Organizational Behaviour| Page 10 of 37
13 ruas jalan tol yang dimiliki Jasa Marga sebagian besar mengalami kenaikan
volume lalu lintas dengan kenaikan tertinggi terjadi pada ruas Cipularang yang naik
sebesar 12,44% dan Jakarta Cikampek sebesar 12,41%. Kenaikan volume lalu lintas
di kedua ruas tersebut salah satunya merupakan dampak dari terkoneksinya ruas Jalan
Tol Jakarta-Cikampek dengan Cipularang, JORR dan Jagorawi sehingga
mempercepat waktu tempuh perjalanan dari Jakarta ke Bandung, serta memberikan
kemudahan bagi pengguna jalan tol dari arah Timur Jakarta yang menuju arah Selatan
dan Barat Jakarta tanpa harus melalui ruas Tol Dalam Kota Jakarta.
Peningkatan operasional Jasa Marga dalam memberikan pelayanan bagi
masyarakat tentu tidak lepas dari peran perusahaan dalam mendidik para karyawan
agar menjadi kompeten di bidang masing-masing. Hal ini guna mendukung sebagai
salah satu elemen untuk memaksimalkan peningkatan nilai perusahaan Jasa Marga itu
sendiri.
Bidang Organisasi dan SDM memfokuskan agar seluruh posisi formasi
jabatan organisasi yang ada telah terisi semua oleh pejabat yang berkompetensi dan
berpengalaman, memiliki keahlian di bidangnya, berintegritas dan berdedikasi,
berkemauan kuat serta memiliki jiwa dan kemampuan leadership dan aspiratif. Tentu
saja hal ini dimaksudkan agar secara manajerial, mereka mampu memimpin staf
dibawahnya agar melakukan kinerja secara maksimal. Dengan demikian apabila
kualitas kinerja karyawan baik maka akan berdampak kualitas pelayanan Jasa Marga
itu sendiri.
C.Bad Practices
Organizational Behaviour| Page 11 of 37
Sebagai perusahaan jasa penyedia Jalan Tol, PT. Jasa Marga (Persero)
selalu mengedepankan pelayanan dalam setiap usahanya. Akan tetapi pada
prakteknya, masih sering terjadi pelayanan yang jurang memuaskan kepada
konsumen (pengguna jalan tol). Kekesalan para pengguna jalan tol terhadap
pelayanan Jasa Marga yang kurang baik dirasakan juga oleh Menteri Badan
Usaha Milik Negara, Dahlan Iskan yang mengamuk di tol dekat Semanggi
menuju Slipi, Jakarta Barat pada hari Selasa, 20 Maret 2012.
Bermula, sang menteri sedang melaju dengan mobilnya ke kantor
Garuda menghadiri rapat. Namun perjalanan Dahlan tersendat ketika akan
masuk tol pada pukul 06.10 WIB itu. Pagi ini, dia menemukan antrean
panjang di pintu tol, lebih dari 30 mobil. Ini, tentu saja bertentangan dengan
instruksi Dahlan Iskan saat membenahi pelayanan jalan tol. Paling panjang,
sesuai instruksi Dahlan, antrean itu harusnya lima mobil.
Dahlan pun akhirnya langsung turun dari mobil menuju pintu tol. Dia
memeriksa, dua loket masih kosong, hanya satu loket manual dan satu
otomatis yang buka. Dua loket lainnya tertutup. Sesaat kemudian Dahlan
melihat antrean tambah panjang. Secara cepat dia putuskan membuka
penghalang pintu dan meminta agar mobil yang antre segera masuk lewat
loket kosong itu secara gratis. Lebih dari 100 mobil disuruh lewat begitu saja
tanpa bayar alias gratis.
Direktur Utama PT Jasa Marga Tbk Adityawarman mengatakan,
kemacetan panjang di depan pintu tol Semanggi yang mengakibatkan Menteri
BUMN Dahlan Iskan marah-marah terjadi akibat kelalaian petugas.
Seharusnya karyawan Jasa Marga yang bertugas sudah berada di lokasi sejak
pukul 05.00 WIB. Ada shift (petugas antar waktu), tapi hingga pukul 06.00
WIB petugas tidak ada sehingga terjadi kemacetan panjang.
Selain kasus di atas, terdapat hasil survei yang terungkap dalam
diskusi antara pimpinan PT Jasa Marga Tbk yang menunjukkan bahwa para
pengguna jalan tol ternyata masih tidak puas dengan fasilitas maupun layanan
Organizational Behaviour| Page 12 of 37
jalan tol. Bahkan di semua lokasi jalan tol yang disurvei, tidak ada pengguna
yang merasa puas. Penertiban truk yang berjalan lambat dan panjangnya
antrean di pintu masuk atau keluar tol, kualitas permukaan jalan tol yang tidak
rata, kecepatan layananan di gerbang menjadi isu utama dalam survei tersebut.
Seorang mahasiswi Universitas Diponegoro yang bernama Defeca
Marchantya dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Isi Laporan
Ketidakpuasan Pengguna Jalan Tol” menganalisa praktek pelayanan yang
kurang memuaskan dari petugas pengumpul tol (Pul-Tol) di Semarang.
Petugas pengumpul tol (Pul-Tol) di gerbang-gerbang Tol menjadi
ujung tombak komunikasi antara perusahaan dengan pengguna Jalan Tol.
Walaupun komunikasi utama di gerbang tol berupa transaksi pembayaran,
tetapi sering juga beberapa pengguna jalan tol bertanya tentang arah atau
kelancaran jalan kepada petugas Pul-Tol. Tidak sedikit pengguna Jalan Tol
yang merasa tidak puas dengan sikap petugas Pul-Tol yang seringkali tidak
ramah dan terkesan membentak jika ditanyai.
Petugas Pul-Tol seringkali tidak ramah dan ketus ketika pengguna
Jalan Tol melakukan transaksi ataupun bertanya tentang arah, arus lalu lintas,
waktu tempuh, dan lainnya. Kejadian inilah yang mendorong pengguna Jalan
Tol untuk menyampaikan ketidakpuasannya kepada PT. Jasa Marga
(Persero)Tbk. Cabang Semarang. Seperti yang dialami oleh Ibu Sri Maryono
pada tanggal 25 Februari 2011 lalu. Beliau merasa tidak puas dengan sikap
petugas Pul Tol di GT. Manyaran yang tidak sopan, dan sudah mengalami hal
serupa sebanyak dua kali.
TESTIMONI
Organizational Behaviour| Page 13 of 37
o ANDREAS HARSONO, Reporter.
Ini salah satu kejengkelan saya terhadap pelayanan Jalan Tol Dalam Kota Jakarta. Petugas tol PT Jasa Marga, yang melayani ruas jalan ini, sering seenaknya menutup loket masuk tol dan menciptakan kemacetan lalu lintas sekitar gerbang mereka.
Saya sering melihat loket tol ditutup justru saat jam sibuk. Tambah macet bukan? Ada tiga gerbang yang sering saya pakai: Semanggi, Slipi dan Kemayoran. Ini untuk keperluan antar jemput anak sekolah. Kami sekeluarga tinggal di Senayan dan anak saya sekolah di Kemayoran. Pagi hari, tentu saja, tak ada masalah karena sepi. Namun siang hari, ketika kesibukan lalu lintas tinggi, gerbang-gerbang ini bermasalah.
Bila dalam seminggu saya lewat ketiga gerbang tersebut, katakanlah 20 kali, saya kira, minimal sepuluh kali dilayani dengan buruk. Gerbang-gerbang tol tidak karuan ini dikelola oleh PT Jasa Marga.
o Suroyo Alimoeso, Direktur Jenderal Perhubungan Darat
Kementerian Perhubungan
PT Jasa Marga harus melakukan evaluasi level pelayanannya dalam mengkaji kecepatan kendaraan dan layanan di jalan tol dalam kota Jakarta untuk mengatasi kemacetan dalam dan di gerbang tiket jalan tol. Perlu adanya pembenahan sistem manajemen pelayanan. Karena bisnis utama Jasa Marga adalah pelayanan. Misalnya, dengan menghitung kembali waktu layanan atau bahkan menutup gerbang tol yang jadi biang kemacetan.
o Adityawarman, Direktur Utama Jasa Marga
Organizational Behaviour| Page 14 of 37
Tindakan Menteri Dahlan Iskan akan menjadi cambuk bagi Jasa Marga untuk bekerja lebih baik. Kejadian ini benar-benar 'accident', murni akibat kelalaian kami, bagi karyawan yang seharusnya bertugas tetap akan diberi semacam sanksi.
Meski begitu, ia mengutarakan, pemberian sanksi bukan salah satu solusi dalam menyelesaikan masalah. Tetapi semacam kontrol untuk perbaikan layanan Jasa Marga secara keseluruhan. Menurut catatan, Jasa Marga saat ini mengelola sekitar 100 pintu tol, terdiri atas pintu otomatis dan manual.
D.Landasan Teori
1. Budaya Organisasi
Organizational Behaviour| Page 15 of 37
1.1 Teori organisasi
Menurut Luthans (2006) teori organisasi dipresentasikan dari beberapa
perspektif yaitu pendekatan sistem, proses informasi, kontingensi, ekologi,
dan pembelajaran.
a. Teori sistem menekankan pada pengaruh lingkungan eksternal
b. Pendekatan proses informasi menekankan pentingnya aliran informasi
dalam organisasi untuk mengatasi perbedaan internal dan
ketidakpastian lingkungan eksternal.
c. Teori kontingensi memberikan perhatian spesifik terhadap
penyesuaian diri dengan lingkungan, dengan menghubungkannya
dengan struktur dan desain organisasi.
d. Teori ekologi mengasumsikan adanya determinisme lingkungan,
bahwa terdpat seleksi alam dan pergantian dalam organisasi.
Dasar teori baru yang berasal dari teori sistem adalah organisasi pembelajaran
yang bukan hanya menekankan pembelajran adaptif tetapi juga pembelajaran
generative, yang memimpin pada kreativitas, inovasi, terus maju dan berubah.
Desain organisasi baru adalah tanda diakhirinya model klasik. Desain
organisasi horizontal, jaringan, dan virtual muncul untuk memenuhi
kebutuhan fleksibilitas dan perubahan pada lingkungan baru.
1.2 Pengertian Budaya Organisasi
Edgar Schein dalam Luthans (2006) menyatakan bahwa budaya
organisasi adalah pola asumsi dasar-diciptakan, ditemukan, atau
dikembangkan oleh kelompok tertentu saat mereka menyesuaikan diri dengan
masalah-masalah eksternal dan integrasi internal-yang telah bekerja cukup
baik serta dianggap berharga, dan karena itu diajarkan pada anggota baru
sebagai cara yang benar untuk menyadari, berpikir, dan merasakan hubungan
dengan masalah tersebut. Sedangkan Joanne Martin dalam Luthans (2006)
menekankan perbedaan perspektif budaya pada berbagai organisasi, yaitu saat
individu berhubungan dengan organisasi, mereka berhubungan dengan norma
Organizational Behaviour| Page 16 of 37
berpakaian, cerita orang-orang mengenai apa yang terjadi, aturan dan prosedur
formal organisasi, kode perilaku formal, ritual, tugas, sistem gaji, bahasa, dan
lelucon yang hanya dimengerti oleh orang dalam, dan sebgainya. Elemen
tersebut merupakan beberapa manifestasi budaya organisasi. Budaya
organisasi menurut (Robbins, 1996) budaya organisasi adalah suatu persepsi
bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi.
1.3. Fungsi Budaya Organisasi
Menurut Robbins (1996), fungsi budaya organisasi sebagai berikut :
a. Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang
lain.
b. Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.
c. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas
daripada kepentingan diri individual seseorang.
d. Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan
organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk dilakukan
oleh karyawan.
e. Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu
dan membentuk sikap serta perilaku karyawan.
1.4. Ciri-Ciri Budaya Organisasi
Sedangkan Menurut Robbins (1996) 7 ciri-ciri budaya organisasi
adalah:
1. Inovasi dan pengambilan resiko. Sejauh mana karyawan didukung untuk
menjadi inovatif dan mengambil resiko.
2. Perhatian terhadap detail. Sejauh mana karyawan diharapkan menunjukkan
kecermatan, analisis dan perhatian terhadap detail.
3. Orientasi hasil. Sejauh mana manajemen memfokus pada hasil bukannya
pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut.
4. Orientasi orang. Sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan efek
Organizational Behaviour| Page 17 of 37
pada orang-orang di dalam organisasi itu.
5. Orientasi tim. Sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan sekitar tim-tim,
ukannya individu.
6. Keagresifan. Berkaitan dengan agresivitas karyawan.
7. Kemantapan. Organisasi menekankan dipertahankannya budaya organisasi
yang sudah baik.
Dengan menilai organisasi itu berdasarkan tujuh karakteristik ini, akan
diperoleh gambaran majemuk dari budaya organisasi itu. Gambaran ini
menjadi dasar untuk perasaan pemahaman bersama yang dimiliki para
anggota mengenai organisasi itu, bagaimana urusan diselesaikan di dalamnya,
dan cara para anggota berperilaku (Robbins, 1996).
2. Komunikasi
2.1. Pengertian Komunikasi Organisasi
Komunikasi berasal dari bahasa Latin yaitu communicato, berarti
pemberitahuan atau pertukaran pikiran. Istilah communicato bersumber dari
kata “communis” berarti sama, maksudnya sama makna. Jadi, antara orang-
orang yang terlibat dalam komunikasi terdapat kesamaan makna (Pendit &
Tatasubrata 2004). Pengertian komunikasi juga diungkap Sopiah (2008) yang
mendefinisikan komunikasi sebagai penyampaian atau pertukaran informasi
dari pengirim kepada penerima, baik secara lisan, tertulis maupun
menggunakan alat komunikasi. Pengertian komunikasi juga dijelaskan oleh
Muhammad (2008) komunikasi sebagai pertukaran pesan verbal maupun non
verbal antara pengirim dengan si penerima pesan untuk mengubah tingkah
laku.
Komunikasi penting bagi organisasi karena kenyataannya masalah
komunikasi selalu muncul dalam proses organisasi. Komunikasi dalam
organisasi menjadi sistem aliran yang menghubungkan dan membangkitkan
Organizational Behaviour| Page 18 of 37
kinerja antar bagian dalam organisasi sehingga menghasilkan sinergi, dengan
demikian komunikasi selain membangun iklim organisasi juga ikut
membangun budaya organisasi (Masmuh, 2008). Menurut Radding dan
Sanborn (dalam Masmuh, 2008) komunikasi organisasi adalah pengiriman
dan penerimaan informasi dalam organisasi yang kompleks. De Vito (dalam
Masmuh, 2008) menyatakan komunikasi organisasi merupakan pengiriman
dan penerimaan pesan di dalam organisasi di dalam kelompok formal maupun
non formal. Sedangkan menurut Sopiah( 2008) komunikasi organisasi
memegang peranan sangat penting dalam pengintegrasian dan
pengkordinasian semua bagian dan aktivitas di dalam organisasi. Hariandja
(2007) juga menyatakan dalam kehidupan organisasi, komunikasi menjadi
sesuatu yang sangat penting karena komunikasi dapat meningkatkan saling
pengertian antara atasan dan bawahan dan meningkatkan koordinasi dari
berbagai macam kegiatan atau tugas yang berbeda. Komunikasi
organisasional didefinisikan sebagai arus pesan dalam suatu jaringan
hubungan yang saling bergantung (Goldbaher dalam Tubbs & Moss, 1996).
Definisi ini sesuai untuk komunikasi dalam perusahaan, rumah sakit, lembaga
keagamaan, pemerintaha, organisasi militer, maupun lembaga akademik.
Diperhatikan disini bukan hanya kefektifan komunikasi perseorangan, tetapi
juga peranan komunikasi dalam meningkatkan kinerja organisasi secara
keseluruhan.
2.2. Pola Komunikasi dalam Organisasi
Menurut Purwanto (2006), pola komunikasi dapat dibedakan menjadi
saluran formal dan saluran komunikasi informal.
a. Komunikasi formal
1). Komunikasi dari Atas ke Bawah
Transformasi informasi dari manajer dalam semua level ke bawah
merupakan komunikasi dari atas ke bawah. Aliran komunikasi dari
manajer ke bawahan tersebut umumnya terkait dengan tanggung jawab
Organizational Behaviour| Page 19 of 37
dan kewenangannya dalam suatu organisasi. Seorang manajer yang
menggunakan jalur komunikasi ke bawah memiliki tujuan untuk
menyampaikan informasi, mengarahkan, mengoordinasikan, memotivasi,
memimpin, dan mengendalikan berbagai kegiatan yang ada di level
bawah. Jalur komunikasi yang berasal dari atas (manajer) ke bawah
(karyawan) merupakan penyampaian pesan yang dapat berbentuk
perintah, instruksi, maupun prosedur untuk dijalankan para bawahan
sebaik-baiknya. Untuk mencapai tujuan yang dikehendaki, perlu
diperhatikan penggunaan bahasa yang sama, sederhana, tidak bertele-tele,
dan mudah dipahami dalam penyampaian pesan.
2). Komunikasi dari Bawah ke Atas
Alur pesan yang disampaikan berasal dari bawah (karyawan)
menuju ke atas (manajer). Pesan yang ingin disampaikan mula-mula
berasal dari para karyawan yang selanjutnya disampaikan ke jalur yang
lebih tinggi.
3). Komunikasi Horizontal (horizontal communications)
Komunikasi yang terjadi antara bagan-bagian yang memiliki
posisi sejajar/sederajat dalam suatu organoisasi. Tujuan komunikasi
horizontal antara lain untuk melakukan persuasi, mempengaruhi, dan
memberikan informasi kepada bagian atau departemen yang memiliki
kedudukan sejajar.
4). Komunikasi Diagonal (diagonal communications)
Organizational Behaviour| Page 20 of 37
Komunikasi diagonal melibatkan komunikasi antara dua tingkat
(level) organisasi yang berbeda. Contohnya adalah komunikasi formal
antara manajer pemasaran dengan bagian pabrik
b. Saluran komunikasi Informal
Jaringan komunikasi informal, karyawan yang ada dalam suatu
organisasi, tanpa memperdulikan jenjang hierarki, pangkat dan kedudukan/
jabatan, dapat berkomunikasi secara luas. Meskipun hal-hal yang mereka
perbincangkan biasanya bersifat umum, seperti mengobrol tentang humor
yang baru didengar, keluarga, anak-anak, dunia olahraga, musik, acara film,
dan sinetron TV, kadang kala mereka juga membicarakan hal-hal yang
berkaitan dengan situasi kerja yang ada dalam organisasinya.
3. Desain Kerja
3.1. Pengertian Desain Kerja
Desain kerja (Luthans, 2006) didefinisikan sebagai metode yang
digunakan oleh manajemen untuk mengembangkan isi (content) kerja,
termasuk semua tugas yang relevan, termasuk pula proses konstruksi, dan
revisi kerja.
3.2. Pendekatan karakteristik kerja terhadap desain tugas
J. Richard Hackaman dan Greg Oldham daalam Luthans (2006)
mengembangkan teori karakteristik kerja sebagai berikut:
a. Macam-macam kemampuan mengacu kepada perkembangan
pekerjaan yang mengharuskan karyawan memiliki beberapa
kemampuan dan keterampilan yang berbeda dalam rentang ilmu
pengetahuan.
b. Identitas tugas mengacu kepada apakah pekerjaan dapat diidentifikasi
awal dan akhirnya. Seberapa lengkap modul kerja yang ditunjukkan
karyawan.
Organizational Behaviour| Page 21 of 37
c. Signifikasi tugas mencakup pentingnya tugas. Termasuk signifikasi
internal (sepenting apakah tugas ini bagi organisasi?) dan signifikasi
eksternal (seberapa banggakah seorang karyawan ketika menceritakan
kepada saudara, teman, dan tetangga apa pekerjaannya dan di mana
mereka bekerja).
d. Otonomi mengacu kepada kebebasan bekerja. Seberapa banyak
kebebasan dan kendali yang dimiliki karyawan, contohnya dalam
membuat jadwal kerja, membuat keputusan, atau menentukan alat
demi mencapai tujuan.
e. Umpan balik, mengacu kepada informasi tujuan mengenai
perkembangan dan kinerja, dapat berasal dari pekerjaan itu sendiri
atau penyedia sistem informasi.
4. Pengambilan Keputusan
4.1. Pengertian Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan menurut Luthans (2006) didefinisikan secara
universal sebagai pemilihan alternatif. Hal ini berhubungan dengan fungsi
manajemen tradisional. Misalnya, saat manajer merencanakan, meneglola, dan
mengontrol, mereka membuat keputusan. Sedangkan menurut Bernard (dalam
Luthans, 2006) menyatakan bahwa pengambilan keputusan adalah proses
keputusan dan merupakan teknik mempersempit pilihan.
4.2. Tahap Pengambilan Keputusan
Simon (dalam Luthans, 2006) mengonseptualisasikan tiga tahap
utama dalam proses pengambilan keputusan:
i. Aktivitas inteligensi. Berasal dari pengertian militer
intelligence, Simon mendeskripsikan tahap awal ini sebagai
penelusuran kondisi lingkungan yang memerlukan
pengambilan keputusan.
Organizational Behaviour| Page 22 of 37
ii. Aktivitas desain. Selama tahapa kedua, mungkin terjadi
tindakan penemuan, pengembangan dan analisis masalah.
iii. Aktivitas memilih. Tahap ketiga dan terakhir ini merupakan
pilihan sebenarnya memilih tindakan tertentu dari yang
tersedia.
Sedangkan menurut Mintzerbed dkk (dalam Luthans, 2006) ada tiga
tahap dalam pengambilan keputusan:
i. Tahap identifikasi, di mana pegenalan masalah atau
kesempatan muncul dan diagnosisi dibuat. Diketahui bahwa
masalah yang berat mendapatkan diagnosis yang eksentif dan
sistematis, tetapi masalah yang sederhana tidak.
ii. Tahap pengembangan, dimana terdapat pencarian prosedur
atau solusi standar yang ada atau mendesain solusi baru.
Diketahui bahwa proses desain merupakan proses pencarian
dan percobaan di mana pembuat keputusan hanya mempunyai
ide solusi ideal yang tidak jelas.
iii. Tahap seleksi, di mana pilihan solusi dibuat. Ada tiga cara
pembentukan seleksi: dengan penilaian pembuat keputusan,
berdasarkan pengalaman atau intuisi, bukan anlisis logis;
dengan analisis alternatif yang logis dan sistematis; dan dengan
tawar-menawar saat seleksi melibatkan kelompok pembuat
keputusan dan semua manuver politik yang ada. Sekali
keputusan diterima secara formal, otorisasi pun kemudian
dibuat.
Organizational Behaviour| Page 23 of 37
Tahap 1
Identifikasi
1. Pengenalan
2. Diagnosis
Tahap 2
Pengembangan
1. Pencarian
2. Desain
Tahap 3
Seleksi
1. Penilaian
2. Analisis
3. Penawaran
Gambar 2. Tahap Pengambilan Keputusan dalam Organisasi menurut Mintzberg
5. Pemberdayaan
5.1. Pengertian Pemberdayaan
Pemberdayaan menurut Luthans (2006) adalah mengakui dan
menggali untuk kepentingan organisasi, kekuasaaan yang ada pada seseorang
oleh karena pengetahuan mereka yang berguna dan motivasi internal di dalam
diri mereka. Pemberdayaan adalah otoritas dalam membuat keputusan di area
tanggungjawab seseorang tanpa meminta persetujuan orang lain. Walaupun
pemberdayaan sama dengan delegasi wewenang, ada dua karakteristik yang
menjadikannya unik, pertama karyawan didukung untuk memakai insiatif
mereka sendiri, kedua pemberdayaan karyawan tidak hanya memberi otoritas,
tetapi juga sumber daya sehingga mereka mampu membuat keputusan dan
memiliki kekuasaan untuk diimplementasikan.
5.2. Program Pemberdayaan
Program pemberdayaan bisa mentransformasi organisasi yang beku
menjadi organisasi yang hidup dengan menciptakan pembagian tujuan
antarkaryawan, mendukung kolaborasi yang bagus dan yang paling penting
adalah menyampaikan nialai-nilai yang baik kepada pelanggan. Dengan
demikian organisasi harus bisa mengatasi penghalang-penghalang tertentu,
seperti ketidaksabaran, menganggap semua karyawan memiliki kemampuan
tanpa melihat kualifikasi mereka, dan kontradiksi antara penghargaan dan
Organizational Behaviour| Page 24 of 37
model perilaku. Artunya, ada hubungan antara kekuasaaan dengan
kepercayaan diri, otoritas manajerial, dan penghargaan terhadap komitmen
kontributor. Agar ini bisa terjadi, pemberdayaan harus tertanam dalam nilai-
nilai budaya organisasi yang dioperasionalisasikan melaui partisipasi, inovasi,
akses ke informasi, dan akuntabilitas.
5.3. Kompleksitas pemberdayaan
Dalam pemberdayaan, karyawan diangga bersedia menerima
tanggungjawab dan be rsedia meningkatkan pekerjaan serta relasi sehari-hari
mereka. Banyak perusahaan kini menemukan bahwa pelatihan pemberdayaan
sangat membantu meningkatkan partisipasi karyawan secara lebih efektif dan
membuat segala sesuatu bisa terjadi. Pada waktu yang sama, perhatian juga
harus diberikan pada karyawan.
a. Implikasi Inovasi
Pemberdayaan membawa inovasi karena karyawan mempunyai
otoritas untuk mencoba ide baru dan membuat keputusan yang
menghasilkan sebuah cara baru untuk melakukan banyak hal.
b. Akses Informasi
Ketika karyawan diberi akses informasi sebagai bagian vital dalam
pemberdayaan, mereka lebih bersedia bekerjasama. Demikian juga, jika
karyawan menginginkan pelatihan tambahan, meskipun pelatihan tersebut
tidak berhubungan dengan pekerjaan utama mereka, pihak perusahaan
menyediakannya. Hasil pengaksesan informasi ini adalah tim kerja
sanggup mengelola dan mengontrol pengoperasian menjadi lebih efektif
dibanding dengan biroekrasi hierarkhis dan segala sesuatu yang bersifat
rahasia, hanya berdasarkan informasi yang perlu diketahui saja. Dengan
nilai budaya openbook dan teknologi internet, karyawan diberi wewenang
memiliki semua informasi (pengetahuan) organisasi yang tersedia untuk
melaksanakan tugas seefktif mungkin.
c. Akuntabilitas Dan Tanggung Jawab
Organizational Behaviour| Page 25 of 37
Meskipun karyawan diberdayakan untuk membuta keputusan yang
mereka percayai sehingga memberikan keuntungan untuk organisasi,
hasilnya juga harus dapat diandalkan dan bertanggungjawab.
Pertanggungjawaban ini bukan untuk mrnghukum suatu kesalahan atau
menghasilkan sesuatu yang segera dapat dilihat atau hasil jangka pendek.
Malahan, tujuannya adalah untuk memastikan bahwa mereka melakukan
usaha terbaik mereka, bekerja dengan berdasarkan tujuan yang telah
ditetapkan dan melakukan tanggungjjawab satu sama lain.
6. Good Corporate Governance
6.1. Pengertian dan Konsep Dasar Good Corporate Governance
Good Corporate Governance menurut ini The Organization for
Economic Corporation and Development (OECD) dan Australia Stock
Exchange (ASE) dalam Emirzon (2006) dijelaskan bahwa corporate
governance sebagai sistem yang dipergunakan untuk mengarahkan dan
mengelola kegiatan perusahaan. Sistem tersebut mempunyai pengaruh
besar dalam menentukan sasaran usaha maupun dalam upaya mencapai
sasaran tersebut. Corporate governance juga mempunyai pengaruh dalam
upaya mencapai kinerja bisnis yang optimal serta dalam analisis dan
pengendalian resiko bisnis yang dihadapi perusahaan7. Corporate
governance yang tidak sehat dapat menimbulkan godaan penyalagunaan
jabatan Dewan Pengurus dan manajemen perusahaan yang lemah etika
bisnis dan moralnya, maka ia juga dapat merugikan para anggota the
stakeholders, terutama para pemegang saham, kreditur, perusahaan
pemasok dan karyawan.
Sedangkan World Bank (dalam Emirzon, 2006) memdefinisikan
GCG adalah kumpulan hukum, peraturan dan kaidah-kaidah yang wajib
dipenuhi yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan
bekerja secara efisien, menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang
berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakt sekitar
Organizational Behaviour| Page 26 of 37
secara keseluruhan. Berbagai definisi Corporate Governance yang
disampai di atas memiliki kesamaan makna yang menekakan pada
bagaimana mengatur hubungan antara semua pihak yang berkepentingan
dengan perusahaan yang diujudkan dalam satu sistem pengendalian
perusahaan.
6.2. Prinsip dasar pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG)
Prinsip dasar pelaksanaan good corporate governance (GCG) (King
Committee in west African bankers association conference in south Africa
dalam Sukasih dan Susilawati, 2011)
a. Corporate Discipline, merupakan komitmen manajemen senior
suatu perusahaan untuk bertindak benar dan pantas serta sadar
untuk mendaftarkan diri pada tata kelola good governance.
b. Transparancy, kemudahan pihak luar untuk menganalisis tindakan
perusahaan baik dalam aspek fundamental ekonomi ataupun pada
aspek non keuangan. Sehingga investor akan mendapatkan
gambaran yang benar mengenai apa yang sedang terjadi di dalam
perusahaan.
c. Independence, kondisi ini diperlukan untuk menghindari adanya
potensi konflik kepentingan yang mungkin timbul dari para
pemegang saham mayoritas. Keputusan yang dibuat dan proses
yang terjadi harus objektif tidak dipengaruhi oleh kekuatan pihak-
pihak tertentu.
d. Accountability, individu atau kelompok dalam sebuah perusahaan
yang membuat keputusan harus bersikap akuntabilitas baik untuk
keputusan maupun untuk tindakannya. Para investor harus
memperhatikan dan menilai tindakan komisaris dan komisi-komisi
yang dibentuk dalam perusahaan.
Organizational Behaviour| Page 27 of 37
e. Responsibility, bertanggung jawab atas perilaku, melakukan
tindakan korektif dan menindak adanya mismanajemen. Manajemen
bertanggung jawab terhadap stakeholders perusahaan agar
perusahaan tetap berada pada arah yang benar.
f. Fairness, system yang dibangun harus seimbang untuk semua
pihak-pihak di dalam perusahaan untuk sekarang maupun untuk
yang akan datang.
g. Social responsibility, perusahaan yang dikelolan secara baik akan
memperhatikan dan memberikan respon terhadap isue-isue sosial
dan memberikan porsi yang seimbang dengan standart etika.
E.Analisa Kasus
Organizational Behaviour| Page 28 of 37
Menurut World Bank (dalam Emirzon, 2006) memdefinisikan GCG adalah
kumpulan hukum, peraturan dan kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi yang dapat
mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan bekerja secara efisien, menghasilkan
nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham
maupun masyarakt sekitar secara keseluruhan. Jasa Marga sebagai salah satu BUMN
terbesar selama ini telah berusaha menerapkan Good Corporate Governance dengan
mengembangkan kumpulan aturan-aturan dan kaidah-kaidah yang menjadi dasar
bekerja karyawan seperti adanya SPM (Standar Pelayanan Minimum) yang ditujukan
untuk mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan bekerja secara efisien,
menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para
pemegang saham maupun masyarakt sekitar secara keseluruhan.
Selain itu dalam penerapan SPM tersebut, selama ini Jasa Marga telah
mempunyai program untuk meningkatkan sumber daya manusianya dalam hal ini
karyawan dengan mengadakan program peningkatan kompetensi karyawan melalui
pelatihan dan pengembangan. Program pelatihan dan pengembangan karyawan Jasa
Marga dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan (knowledge),
ketrampilan (skill), dan mengembangkan sikap kerja positif (attitude) yang
diselenggarakan secara in-house training maupun public. Jasa Marga Development
Center yang didirikan sejak tahun 2009 merupakan wadah pelatihan dan peningkatan
kompetensi karyawan Jasa Marga.
Pelatihan yang dilakukan Jasa Marga Development Center pada karyawannya
dibagi dalam tiga kelompok progam, yaitu organisasi, unit dan individu.
Program diklat dalam kelompok organisasi antara lain bertujuan
untuk menyiapkan kader pimpinan, meningkatkan serta
mengembangkan kompetensi dalam rangka efektifitas organisasi serta
mengembangkan tata nilai organisasi (corporate values). Program
pelatihan kelompok organisasi mencakup, antara lain, kursus
kepemimpinan berjenjang, executive/management development
program, good corporate governance, Jasa Marga executive gathering,
Organizational Behaviour| Page 29 of 37
entrepreneurship and intrapreneurship, corporate culture, training for
trainer, pendalaman kriteria Malcolm Baldrige, pelatihan manajemen
SDM bagi manajer non-SDM, ESQ leadership training serta pelatihan
enterprise resource planning (ERP).
Program diklat dalam kelompok unit bertujuan untuk
meningkatkan dan mengembangkan kemampuan teknis sesuai
kebutuhan unit serta pengembangan sesuai tuntutan level jabatan.
Program pelatihan mencakup, antara lain, pelatihan penanggulangan
penderita gawat darurat, pertolongan pertama gawat darurat, pelatihan
pemadam kebakaran, pelatihan sistem pengumpulan tol, dan sebagainya.
Program diklat untuk individu bertujuan untuk meningkatkan dan
mengembangkan kemampuan sesuai kebutuhan individu. Program yang
diberikan, antara lain kursus komputer, kursus bahasa Inggris serta
pelatihan purna bhakti sebagai bekal bagi karyawan yang memasuki usia
pensiun.
Namun pada kenyataannya ternyata kinerja karyawan Jasa Marga yang berada
di level Kasir pintu tol tidak menunjukkan kinerja yang cukup baik dengan
munculnya kasus keluhan konsumen yang menyatakan bahwa layanan jalan tol masih
belum baik, dari mulai hanya beberapa saja pintu tol yang buka padahal saat itu ada
kemacetan panjang akibat antrean, kemudian mengenai kurang ramahnya petugas tol,
dan ada karyawan yang datang terlambat sehingga gardu tol tidak terbuka seluruhnya,
hingga pukul 6 pagi padahal dalam SPM layanan jalan tol gardu tol harus dibuka
pada pukul 5 pagi. Hingga pada puncaknya menteri BUMN Dahlan Iskan marah dan
membuka sendiri gardu tol yang masih tertutup dan mengratiskan layanan tol.
Menurut analisa kami hal itu disebabkan oleh budaya organisasi yang
dipersepsikan berbeda oleh karyawan Jasa Marga. Budaya organisasi menurut
(Robbins, 1996) adalah suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota-anggota
organisasi. Berdasarkan teori ini kasus jasa marga yang telah ditampilkan di atas
Organizational Behaviour| Page 30 of 37
disebabkan oleh adanya perbedaan persepsi bersama yang dianut oleh karyawan-
karyawan jasa marga sebagai anggota dari organisasi jasa marga. Perbedaan persepsi
ini dapat dilihat dari perbedaan kinerja karyawan jasa marga dalam memberikan
layanan tol. Jika karyawan jasa marga mempersepsikan dengan benar visi dan misi
jasa marga yaitu menjadi perusahaan modern dalam bidang pengembangan dan
pengoperasian jalan tol, menjadi pemimpin (leader) dalam industri jalan tol dengan
mengoperasikan mayoritas jalan tol di indonesia, serta memiliki daya saing yang
tinggi di tingkat nasional dan regional. Maka karyawan jasa marga akan memiliki
persepsi bahwa dia harus bekerja dengan sebaik mungkin dan mempunyai inisiatif
untuk bekerja dengan maksimal agar visi dan misi perusahaan jasa marga dapat
tercapai yang akan ditunjukkan dengan memberikan pelayanan layanan jasa tol yang
baik dan maksimal seperti datang tepat waktu, jika ada kemacetan karena ada gardu
tol yang belum dibuka, karyawan memiliki insiatif untuk bertugas membuka gardu tol
dan mengoperasikannya walaupun belum ada perintah langsung dari atasan dan
melayani konsumen dengan ramah. Namun jika karyawan mempersepsikan secara
beda visi dan misi yang menjadi tujuan bersama karyawan akan bekerja secukupnya
saja tidak berusaha bekerja secara baik mengeluarkan seluruh kemampuan terbaiknya
untuk pencapaian visi misi perusahaan organisasi yang ditunjukkan dengan datang
terlambat di tempat kerja,selain itu jika ada pintu tol yang masih ditutup karyawan
tidak memiliki inisiatif untuk membuka gerbang tol itu walaupun karyawan tahu ada
kemacetan akibat antrean tol yang panjang dan melayani konsumen dengan kurang
ramah.
Karena pada intinya karyawan merupakan agen budaya dari organisasi
sehingga dalam perbedaan persepsi bersama yang dianut karyawan Jasa Marga itu
tercipta dua agen budaya dalam organisasi jasa marga. Dua agen budaya yang
berbeda itu membuat kinerja organisasi tidak dapat maksimal karena adanya
perbedaan pandangan itu yang menghasilkan perbedaan kinerja. Karyawan yang
memiliki persepsi yang benar akan visi misi yang menjadi dasar budaya organisasi
jasa marga akan menjadi agen budaya yang memiliki esprit de corp yaitu kebanggaan
Organizational Behaviour| Page 31 of 37
terhadap organisasi dengan menunjukkan kinerja yang benar dan maksimal seperti
yang telah dijelaskan di atas. Sedangkan karyawan yang memiliki persepsi yang
berbeda tidak akan memiliki esprit de corp dan hanya menunjukkan kinerja yang ala
kadarnya atau secukupnya saja.
Dalam pembentukan budaya organisasi diperlukan komunikasi dalam
organisasi. Komunikasi dalam organisasi menjadi sistem aliran yang menghubungkan
dan membangkitkan kinerja antar bagian dalam organisasi sehingga menghasilkan
sinergi, selain itu demikian komunikasi selain membangun iklim organisasi juga ikut
membangun budaya organisasi (Masmuh, 2008). Sedangkan menurut Sopiah( 2008)
komunikasi organisasi memegang peranan sangat penting dalam pengintegrasian dan
pengkordinasian semua bagian dan aktivitas di dalam organisasi. Komunikasi sendiri
memiliki pengertian sebagai pertukaran pesan verbal maupun non verbal antara
pengirim dengan si penerima pesan untuk mengubah tingkah laku (Muhammad,
2008). Jasa Marga dalam membangun budaya organisasi yang menjadi persepsi
bersama karyawan-karyawan jasa marga memerlukan komunikasi, karena dengan
komunikasi pengintegrasian dan pengkordinasian, serta pengontrolan dalam
mengoptimalkan kinerja karyawan dapat berjalan dengan maksimal. Sehingga
karyawan Jasa Marga yang mungkin lalai atau kurang dalam bekerja seperti datang
terlambat, tidak ramah pada konsumen, menggunakan waktu istirahat yang terlalu
lama, kurang ada inisiatif untuk membuka gerbang tol yang masih tutup, dapat
dikontrol, diberi pengarahan, dan diberi peringatan untuk merubah perilaku tersebut
dan tidak mengulangi lagi. Karena dengan perilaku kinerja yang seperti itu membuat
perusahaan dalam hal ini Jasa Marga tidak dapat bekerja secara maksimal, dan
bahkan bisa mendapat sanski dari menteri BUMN dan keluhan dari masyarakat.
Oleh karena itu dalam pimpinan jasa marga dalam hal ini direktur perlu
mengambil keputusan untuk merubah dan memperbaiki SPM dari pelayanan jalan tol.
Pengambilan keputusan sendiri menurut Luthans (2006) didefinisikan secara
universal sebagai pemilihan alternatif. Hal ini berhubungan dengan fungsi
manajemen tradisional. Misalnya, saat manajer merencanakan, mengelola, dan
Organizational Behaviour| Page 32 of 37
mengontrol, mereka membuat keputusan. Jadi dalam ini direktur atau pimpinan Jasa
Marga perlu mengambil keputusan berani untuk memperbaiki SPM agar dapat
menjalankan dan mengoptimalkan fungsi manajerial dan memperbaiki kinerja
karyawan.
Dalam merubah dan memperbaiki SPM diperlukan desain kerja yang tepat
dan sesuai dengan standar layanan yang dibutuhkan dalam layanan jalan tol. Desain
kerja (Luthans, 2006) didefinisikan sebagai metode yang digunakan oleh manajemen
untuk mengembangkan isi (content) kerja, termasuk semua tugas yang relevan,
termasuk pula proses konstruksi, dan revisi kerja. Dalam membuat desain kerja yang
tepat untuk diperlukan metode yang tepat untuk mengembangkan content kerja dari
layanan jalan tol, termasuk tugas apa yang sesuai dengan layanan tol, hal-hal apa
yang boleh dan tidak boleh dilakukan saat bekerja, prosedur standar dalam
memberikan layanan tol, termasuk pula proses konstruksi dan revisi dari kinerja yang
lalu. Selain itu dalam membuat desain kerja bagi layanan tol yang menjadi acuan
karyawan jasa marga, diperlukan pula suatu desain yang dapat memunculkan inisiatif
karyawan jika ada masalah dalam layanan tol. Seperti penguaraian aspek inisiatif dan
pemberian otoritas dalam prosedur standar layanan tol untuk membuka gerbang tol
jika terlihat ada kemacetan dalam antrean tol karena masih ada gerbang tol yang
ditutup bagi karyawan yang kebetulan tidak dalam posisi bertugas sebagai kasir pintu
tol.
SPM yang menjadi dasar kinerja karyawan, sangat mempengaruhi karyawan
dalam bekerja. SPM yang jelas dan baik akan diikuti oleh pemberian otoritas atau
kewenangan pada karyawan, yang mana dalam hal ini diperlukan tanggungjawab dari
karyawan untuk dapat menjalankan SPM dengan baik dan maksimal. Disisi lain
perusahaan jasa marga dalam mendesain SPM juga perlu mengatur pemberian hak
yang sesuai bagi karyawan jika sudah melaksanakan SPM secara baik dan maksimal,
karena hal itu menjadi bagian vital dalam pemberian hak seperti gaji dan bonus. Gaji
dan bonus selalu menjadi salah satu motivasi karyawan untuk bekerja secara
maksimal (Luthans, 2006). Selain itu juga dengan pemberian hak dan penghargaan
Organizational Behaviour| Page 33 of 37
bagi karyawan yang bekerja secara baik dan maksimal, merupakan hal yang penting
bagi karyawan dan keberhasilan organisasi (Luthans, 2006).
Selain itu juga dalam perumusan perbaikan SPM, dapat juga dimasukkan
pemberdayaan karyawan. Pemberdayaan menurut Luthans (2006) adalah mengakui
dan menggali untuk kepentingan organisasi, kekuasaaan yang ada pada seseorang
oleh karena pengetahuan mereka yang berguna dan motivasi internal di dalam diri
mereka. Pemberdayaan adalah otoritas dalam membuat keputusan di area
tanggungjawab seseorang tanpa meminta persetujuan orang lain. Dengan dimasukkan
unsur pemberdayaan dalam SPM, karyawan Jasa Marga menjadi memiliki otoritas
untuk melakukan tindakan mengatasi masalah pada kasus-kasus yang membutuhkan
inisiatif karyawan, untuk melakukan penanganan cepat dalam mengatasi kasus
tersebut, yang mana tindakan tersebut berasal dari inisiatif mereka sendiri. Seperti
membuka gerbang tol yang ditutup jika ada kemacetan panjang dalam antrean mobil
bagi karyawan yang kebetulan tidak bertugas, selain itu juga karyawan dapat
memiliki inisiatif untuk datang lebih pagi untuk membuka gerbang tol bahkan
sebelum pukul 05.00 saat melihat kenyataan bahwa pada pukul 05.00 ternyata telah
banyak antrean dalam gerbang tol walaupun karyawan dalam SPM harusnya
membuka gerbang tol jam 5 pagi. Selain itu Jasa Marga bisa memfasilitasi dengan
memberikan tambahan sumberdaya seperti penambahan JMTIC (jasa marga
teknology information center), yang ada di setiap gardu tol untuk dapat membantu
karyawan memantau kondisi jalan tol.
Walaupun begitu pemberdayaan memang sama dengan delegasi wewenang
seperti yang dijelaskan di atas, namun ada dua karakteristik yang menjadikannya
unik, pertama karyawan didukung untuk memakai insiatif mereka sendiri, kedua
pemberdayaan karyawan tidak hanya memberi otoritas, tetapi juga sumber daya
sehingga mereka mampu membuat keputusan dan memiliki kekuasaan untuk
diimplementasikan.
F. Kesimpulan
Organizational Behaviour| Page 34 of 37
Kinerja karyawan Jasa Marga yang masih belum cukup baik disebabkan oleh
perbedaan persepsi dalam memahami budaya organisasi Jasa Marga. Sehingga Jasa
Marga perlu melakukan perbaikan/kontrol ulang terhadap sistem yg sudah berlaku.
Karena ternyata sistem yang sudah berlaku itu ternyata belum mampu secara
maksimal merangkul, menyatukan seluruh bagian organisasi untuk memahami
dengan benar budaya organisasi Jasa Marga.
DAFTAR PUSTAKA
Organizational Behaviour| Page 35 of 37
__________. 2009. Konsumen Tak Puas dengan Kualitas Jalan Tol. Diakses pada 10 Mei 2012. http://vlog.viva.co.id/news/read/54237-konsumen_tak_puas_dengan_kualitas_jalan_tol
__________. 2012. Dahlan Iskan: Tidak Boleh Ada Antrean Panjang! Diakses pada 13 Mei 2012.esq-news.com/.../dahlan-iskan-tidak-boleh-ada-antrean-panjang.html
__________. 2012. Jasa Marga: Pintu Tol Semanggi Macet akibat Kelalaian Petugas. Diakses pada 13 Mei 2012.http://metrotvnews.com/read/news/2012/03/20/85627/Jasa-Marga-Pintu-Tol-Semanggi-Macet-akibat-Kelalaian-Petugas/3
_________.2006. Perilaku Organisasi Edisi Kesepuluh. Yogyakarta: Andi.
______. 2012. Jasa Marga: Pintu Tol Semanggi Macet akibat Kelalaian Petugas. Diakses 12 Mei 2012.
Cornila D. 2012. Dahlan Iskan Ngamuk di Pintu Tol. Diakses pada 13 Mei 2012. http://www.tempo.co/read/news/2012/03/20/219391339/Dahlan-Iskan-Ngamuk-di-Pintu-Tol
Emirzon, Joni. 2006. Regulatory Driven Dalam Implementasi Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance Pada Perusahaan Di Indonesia. Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006, 92-114
Ester, Louise. 2010. Kondisi Manajemen dan Organisasi PT Jasa Marga. Diakses pada 12 Mei 2012. http://louiseester.wordpress.com/2010/06/08/kondisi-management-dan-organisasi-pada-pt-jasa-marga/
Hariandja, E. T.M. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Grasindo
Harsono, Andreas. Pelayanan Gerbang Tol Buruk. Diakses pada 13 Mei 2012. www.andreasharsono.net/2010/04/pelayanan-gerbang-tol-buruk.html
Luthans, F. 2005. Organizational Behaviour. New York: McGraw Hill.
Organizational Behaviour| Page 36 of 37
Marchantya, Defeca. 2011. Analisis Isi Laporan Ketidakpuasan Pengguna Jalan Saat Transaksi di Gerbang Tol. Diakses pada 13 Mei 2012. http://eprints.undip.ac.id/29117/1/SUMMARY_PENELITIAN_Defeca.pdf
Masmuh, A. 2008. Komunikasi Organisasi dalam Perspektif Teori dan Praktek. Malang : UMM Press.
Muhammad, A. 2008. Komunikasi Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara
Pendit, I. N .R &Sudarta, T. 2004. Psychology of Service (Sebuah Pengantar dalam Memberikan Pelayanan Secara Paripurna). Yogyakarta: Graha Ilmu.
Pujaatmaka, H. Jakarta: Prenhallindo.
Purwanto, D. 2006. Komunikasi Bisnis Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga
Rusadi, Idris. Diakses pada 13 Mei 2012. Layanan Jasa Marga harus dievaluasi.www.merdeka.com/uang/layanan-jasa-marga-harus-dievaluasi.html
Robbins, S. 1996. Perilaku Organisasi Konsep Kontroversi Aplikasi. Alih bahasa:
Sopiah. 2008. Perilaku Organisasional.Yogyakarta: Andi Offset.
Sukasih, N. K dan Susilawati, N. 2011. Dampak Good Corporate Governance (GCG) Terhadap Kinerja Perusahaan (Study kasus di Bursa Efek Indonesia). Jurnal Bisnis dan Kewirausahaan. Vol. 7 No.3 Nopember 2011, 197-2005
Tim Jasa Marga. 2010. Annual Report 2010- Sustainable Growth. Diakses pada 13 Mei 2012. http://www.jasamarga.com/annual_report/ar2008/indonesia/10.html.
Tubbs , S. L, dan Moss, S. 1974. Human Communication: Prinsip-Prinsip Dasar. Terjemahan oleh Deddy Mulyana dan Gembirasari. 2000. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Organizational Behaviour| Page 37 of 37