makalah inflasi
TRANSCRIPT
INFLASI
1. PENEGRTIAN INFLASI.
Arti atau definisi umum dari inflasi adalah gejala kenaikan harga
secara umum (artinya semua harga terpengaruhi) oleh karena “terlalu
banyak uang mengejar jumlah barang yang jumlahnya tidak
bertambah”. Inflasi dalam artian ini adalah gejala effective demand yang
terlalu besar, entah oleh karena akibat kebijakan fiskal (anggaran
belanja pemerintah) atau oleh kebijakan moneter dari bank sentral.
Misalnya, dalam masa pertama RI inflasinya tinggi sekali oleh karena
kebijakan fiskal terlalu “gampangan” (loose). Artinya, kalau pemerintah
memerlukan uang maka ditempuh jalan yang mudah, yakni cetak saja
uang baru.
Usaha untuk mengumpulkan pajak baru merupakan usaha serius
di zaman yang mutakhir. Pada tahap berikutnya maka dalil untuk
“mencetak saja uang kalau diperlukan pemerintah” dikoreksi.
Pembiayaan defisit anggaran belanja pemerintah diusahakan dengan
cara yang tidak langsung menuju ke pencetakan uang baru. Maka pada
tahap itu menarik pinjaman luar negeri menjadi jalan keluar yang sering
ditempuh oleh pemerintah. Ini sesuai dengan prinsip umum pembiayaan
defisit anggaran belanja pemerintah yang non-inflator, yakni berhutang
saja dari luar dan dalam negeri, atau/dan menjual asset negara. Menjual
asset negara untuk menutup defisit juga merupakan upaya yang lebih
mutakhir, yakni dengan menjual BUMN, entah sebagian sahamnya atau
secara keseluruhan (privatisasi).
1
2. DAMPAK DARI INFLASI
Inflasi yang tinggi akan mengurangi daya beli masyarakat.
Konsumsi rumah tangga akan menurun. Adanya inflasi tentunya menjadi
kekhawatiran semua pihak, khususnya pada sektor ekonomi di tingkat
mikro. Bila melihat perkembangan inflasi nasional di bulan ini, secara
parsial angka kumulatif inflasi sekira 17 persen, sementara secara
keseluruhan pada 2005 rata rata kumulatif 10 persen. Sedangkan pihak
pemerintah sendiri mengharapkan angka-angka tersebut pada 2006
yang dapat ditekan menjadi rata-rata sekira 8 persen.
Bagi Bank Indonesia, munculnya angka persentase ini dirasakan
tinggi untuk menekannya melalui kebijakan uang ketat (tight money
policy). Harapan BI dengan adanya kebijakan setidaknya perputaran
uang di tengah masyarakat dapat dikurangi. Dan pengurangan dapat
menekan angka inflasi. Kebijakan uang ketat ini bisa berjalan efektif
selama masyarakat komitmen memegang rupiah. Rupiah dirasakan lebih
untung jika dibandingkan memegang dolar Amerika Serikat.
Dalam menekan laju inflasi melalui tight money policy ada
beberapa faktor yang juga ikut menentukan tinggi rendahnya inflasi.
1. pasokan kebutuhan dan kelancaran distribusinya, infrastruktur
serta sarana transportasi.
2. perdagangan luar negeri, peraturan kepabeanan serta sarana
kepelabuhan.
3. faktor musim, bencana alam
4. kondisi moneter regional/internasional, kebijakan moneter federal
reserve bank.
2
Masalah yang sangat pelik saat ini, yakni pengangguran jauh lebih
berbahaya dibanding penanganan masalah inflasi. Persoalannya
masalah pengangguran tidak bisa hanya diatasi dengan berbagai
kebijakan. Penyelesaiannya harus diimbangi dengan tindakan nyata dan
rasional, yakni mengembangkan dan memberdayakan pada sektor riil.
Ini semua membutuhkan dana investasi yang besar.
3. CARA MENGATASI INFLASI.
BI bisa melakukan Kebijakan uang ketat meliputi :
1. peningkatan tingkat suku bunga;
2. penjualan surat berharga (SBI);
3. peningkatan cadangan kas;
4. pengetatan pemberian kredit
Dalam pemulihan perekonomian makro, tim ekonomi pemerintah,
harus mampu menciptakan kestabilan makro ekonomi, dengan menekan
inflation rate menjadi single digit, sekitar 8 persen. Makro ekonomi yang
menyangkut tiga komponen yaitu interest rate, inflation rate dan
exchange rate, yang semuanya saling ketergantungan dan saling
mempengaruhi satu sama lainnya.
Di sisi lain, dengan diturunkannya BI rate, hal tersebut berpengaruh
pada turunnya suku bunga perbankan dan akan mendorong investor
menanamkan investasi lebih banyak. Aktivitas perekonomian terus
berputar. Dengan demikian akan mampu menyerap tenaga kerja dalam
jumlah yang lebih besar secara bertahap, sehingga pendapatan
masyarakat akan ikut naik. Dalam rangka meningkatkan iklim investasi
secara nasional guna menanggulangi dan meningkatkan di berbagai
3
sektor riil. Selain itu, pemerintah semestinya memfokuskan Free Trade
Zone (FTZ) atau Zona Perdagangan Bebas, yang belum lama ini digagas
Wapres Jusuf Kalla. Tidak kurang tujuh daerah baru yang akan ditunjuk
untuk itu. Salah satunya adalah Propinsi Sumatra Utara. Namun,
lokasinya belum ditetapkan. Namun sayang, pemerintah daerah
setempat kurang meresponsnya dengan alasan tak jelas atau mungkin
ketidaksiapan pemda, sehingga daerah ini akan kehilangan peluang
untuk ditunjuk menjadi calon lokasi FTZ.
Adanya FTZ ini, semua ekonom sepakat bahwa FTZ adalah salah satu
pilihan upaya yang efektif mendinamisasi atau bahkan mengakselerasi
pertumbuhan ekonomi di satu kawasan. Para Perencana Wilayah
mempunyai banyak pilihan untuk itu. Sebut saja, penetapan satu
kawasan menjadi satu cluster bussines center (CBC), kawasan daerah
pertumbuhan atau bahkan dalam kerangka kerja sama multilateral
seperti IMT-GT (Indonesia, Malaysia, Thailand Growth Triangle, Segitiga
Pertumbuhan Indonesia, Malaysia, dan Thailand).
Demikian pula halnya dengan AFTA (ASEAN Free Trade Area, daerah
perdagangan bebas ASEAN). Dalam persfektif lokal yang relatif sama,
Batam juga dimaksudkan untuk itu. Dan kita bisa menyaksikan betapa
besar kontribusi Otorita Batam sebagai daerah kawasan industri dan
perdagangan bebas kepada kemajuan Provinsi Riau yang kemudian
mampu mendorong terbentuknya satu Provinsi baru, Kepulauan Riau.
Bentuk perdagangan bebas dalam bentuk cluster kecil dalam satu
negara, misalnya Batam (dulu ada juga Pulau Sabang) atau antara
beberapa negara seperti AFTA, APEC, dan NAFTA merupakan
implementasi daripada integrasi ekonomi yang bertujuan memacu atau
4
mengakselerasi pertumbuhan ekonomi sebagaimana diutarakan
Kindledger dan Linders (1978). Ada lima bentuk perdagangan yakni ; (1).
Kawasan perdagangan bebas, (2). Custom union, (3). Pasar bersama,
(4). Economic union, dan (5). Supranational union.
Dalam perspektif terbatas, kawasan perdagangan bebas (FTZ), hanya
mengambil sebagaian kecil daripada dimensi integrasi ekonomi itu. Hal
itu terutama dimaksudkan untuk memperluas pasar, manfaat timbal
balik dari perdagangan dan sebagai katalis untuk mencapai
pertumbuhan dan pembangunan tatanan perekonomian nasional.
Ketika terjadi inflasi masyarakat akan menempatkan kebutuhan
pangan se- bagai prioritas utama dalam belanja rumah tangga. Sedang
kebutuhan lainnya, termasuk pendidikan dan kesehatan, tidak masuk
dalam prioritas.
Untuk itu, sebaiknya pemerintah dan Bank Indonesia (BI) betul-
betul bekerja keras meminimalisasi dampak inflasi terhadap ekonomi,
terutama di tingkat rumah tangga, dengan memberikan insentif dan
stimulus dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang
dinilai cukup longgar pascakenaikan BBM.
5