makalah geologi
DESCRIPTION
lapindoTRANSCRIPT
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Puji syukur kepada Allah SWT karena ata izinNya lah kami sebagai
pembuat makalah bias melaksanakan pembuatan makalah ini dengan maksud
dan tujuan menyelesaikan tugas untuk pembuatan makalah mengenai mud /
atau lumpur lapindo. Tragedi Lumpur Lapindo dimulai pada tanggal 27 Mei
2006.Masih teringat oleh kita tentang terjadinya semburan lumpur yang di
sebabkan oleh semakin melebarnya lubang sumur yang dibor oleh PT.
Lapindo Brantas. Oleh karena itu sangat memungkinkan adanya kesalahan
dalam penulisan makalah ini karena kami juga masih dalam tahap
pembelajaran untuk membuat makalah dengan baik dan benar, karena itu kami
selaku pembuat makalah memohon maaf apabila ada kesalahan kesalahan
dalam pembuatan makalah ini. Jika ada hal positif ataupun kebenaran dalam
makalah ini itu semua tidak lepas atas izin Allah SWT.
1.2 TUJUAN
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengupas apakah
penyebab lumpur lapindo yang sampai saat ini terus menyembur serta
dampak dampak yang ada terhadap lingkungan dan juga masyarakat sekitar
serta memberikan solusi terhadap masalah lumpur lapindo ini dan juga
menurut pengamatan dari segi ilmu geologi sehingga dapat diketahui alasan
yang logis untuk masaalah lumpur lapindo ini bagaimana sebenarnya sebab
adanya semburan lumpur ini.
-
2
Gambar 1.2.1
1.3 RUANG LINGKUP MATERI
Ruang lingkup dari materi lumpur lapindo ini meliputi dari berbagai
aspek, yaitu asapek sosial, aspek politik dan juga aspek ekonomi. Berdasarkan
prinsip geologi semburan lumpur lapindo secara teori tidak mungkin ada jika
tekanan di daerah semburan itu tidak tinggi dan juga formasi batuan yang
berada di sumur tersebut mempunyai tingkat kekerasan yang tinggi serta
mempunyai porositas yang tidak terlalu besar dan juga permeabilitas yang
tidak melebihi standar yang ada. Serta terdapat miss komunikasi antar sesama
engineer dari berbagai bidang pengamatan dan juga teknisi pemboran. Serta
kekurang akuratan data yang akhirnya menimbulkan kesalahan dalam
memprediksi formasi batuan yang ada pada suatu sumur.
-
3
BAB II
LANDASAN TEORI
PT Lapindo membor sumur yg di kemudian hari lubang pemboran tersebut
menjadi jalan keluar lumpur Lapindo. Berarti lumpur keluar melalui lubang yg
sama, kemudian semakin ke atas semakin melebar - mencari sendiri2 jalan keluar
yg paling dekat/paling mudah dijangkau. Solusinya yaitu menutup kembali lubang
tersebut, misalnya menggunakan semen cepat kering. masalahnya, "lubang
pangkal" tersebut berada di dalam perut bumi 4-6 kilometer dari permukaan bumi.
Jika masih memungkinkan menggunakan sumur yg sama ketika pengeboran untuk
memasukkan cairan beton ke dalam lubang untuk menutup "lubang pangkal"
tersebut. Masalah lain yaitu bagaimana memasukkan semen sambil melawan
tekanan lumpur yg datang dari dalam tanah, dibutuhkan pompa yg sangat kuat
sehingga mampu melawan pressure lumpur yg keluar sampai semen membeku -
meskipun dengan resiko pompa akan rusak.
Sebelumnya pernah dicoba menghentikan semburan lumpur dg
menggunakan bola beton. Cara ini hanya menutup lubang di permukaan - padahal
lubang yg seharusnya ditutup ada di dalam perut bumi, sehingga fluida akan
mencari jalan keluar yg lain - apalagi bentuknya bulat sehingga meski ditutuppun
masih terdapat rongga-rongga. Mungkin bola2 beton ini juga akan menghambat
upaya memasukkan semen ke lubang pangkal.
-
4
Gambar 2.1
Ilustrasi di atas sangat sederhana untuk dipelajari dan dipahami dan sudah
jelas bagaimana sumur itu dihindarkan dari adanya blowout. Jadi hal yang terjadi
pada keadaan di lapangan kemungkinan karena tidak melakukakan hal hal
pencegahan blowout dan juga bias disebut blowout prevention system ( BOP
system ). Bisa juga terjadi karena BOP system yang ada tidak memenuhi standard
an ketenteuan ketentuan yang ada.
-
5
BAB III
PEMBAHASAN
Pada awalnya sumur tersebut direncanakan hingga kedalaman 8500 kaki
(2590 meter) untuk mencapai formasi Kujung (batu gamping). Sumur tersebut
akan dipasang selubung bor (casing ) yang ukurannya bervariasi sesuai dengan
kedalaman untuk mengantisipasi potensi circulation loss (hilangnya lumpur dalam
formasi) dan kick (masuknya fluida formasi tersebut ke dalam sumur) sebelum
pengeboran menembus formasi Kujung.
Sesuai dengan desain awalnya, Lapindo sudah memasang casing 30
inchi pada kedalaman 150 kaki, casing 20 inchi pada 1195 kaki, casing (liner) 16
inchi pada 2385 kaki dan casing 13-3/8 inchi pada 3580 kaki (Lapindo Press Rilis
ke wartawan, 15 Juni 2006). Ketika Lapindo mengebor lapisan bumi dari
kedalaman 3580 kaki sampai ke 9297 kaki, mereka belum memasang casing 9-
5/8 inchi yang rencananya akan dipasang tepat di kedalaman batas antara formasi
Kalibeng Bawah dengan Formasi Kujung (8500 kaki).
Diperkirakan bahwa Lapindo, sejak awal merencanakan kegiatan
pemboran ini dengan membuat prognosis pengeboran yang salah. Mereka
membuat prognosis dengan mengasumsikan zona pemboran mereka di zona
Rembang dengan target pemborannya adalah formasi Kujung. Padahal mereka
membor di zona Kendeng yang tidak ada formasi Kujung-nya. Alhasil, mereka
merencanakan memasang casing setelah menyentuh target yaitu batu gamping
formasi Kujung yang sebenarnya tidak ada. Selama mengebor mereka tidak
meng-casing lubang karena kegiatan pemboran masih berlangsung. Selama
pemboran, lumpur overpressure (bertekanan tinggi) dari formasi Pucangan sudah
berusaha menerobos (blow out) tetapi dapat diatasi dengan pompa lumpurnya
Lapindo (Medici).
-
6
Gambar 3.1
Underground Blowout (semburan liar bawah tanah)
Setelah kedalaman 9297 kaki, akhirnya mata bor menyentuh batu gamping.
Lapindo mengira target formasi Kujung sudah tercapai, padahal mereka hanya
menyentuh formasi Klitik. Batu gamping formasi Klitik sangat porous (bolong-
bolong). Akibatnya lumpur yang digunakan untuk melawan lumpur formasi
Pucangan hilang (masuk ke lubang di batu gamping formasi Klitik)
atau circulation loss sehingga Lapindo kehilangan/kehabisan lumpur di
permukaan.
Akibat dari habisnya lumpur Lapindo, maka lumpur formasi Pucangan
berusaha menerobos ke luar (terjadi kick). Mata bor berusaha ditarik tetapi terjepit
sehingga dipotong. Sesuai prosedur standard, operasi pemboran dihentikan,
perangkap Blow Out Preventer (BOP) di rig segera ditutup & segera dipompakan
lumpur pemboran berdensitas berat ke dalam sumur dengan tujuan
mematikan kick. Kemungkinan yang terjadi, fluida formasi bertekanan tinggi
sudah terlanjur naik ke atas sampai ke batas antara open-hole dengan selubung di
permukaan (surface casing) 13 3/8 inchi. Di kedalaman tersebut, diperkirakan
kondisi geologis tanah tidak stabil & kemungkinan banyak terdapat rekahan alami
(natural fissures) yang bisa sampai ke permukaan. Karena tidak dapat
-
7
melanjutkan perjalanannya terus ke atas melalui lubang sumur disebabkan BOP
sudah ditutup, maka fluida formasi bertekanan tadi akan berusaha mencari jalan
lain yang lebih mudah yaitu melewati rekahan alami tadi & berhasil. Inilah
mengapa surface blowout terjadi di berbagai tempat di sekitar area sumur, bukan
di sumur itu sendiri.
Perlu diketahui bahwa untuk operasi sebuah kegiatan pemboran MIGAS di
Indonesia setiap tindakan harus seijin BP MIGAS, semua dokumen terutama
tentang pemasangan casing sudah disetujui oleh BP MIGAS.
Dalam AAPG 2008 International Conference & Exhibition dilaksanakan
di Cape Town International Conference Center, Afrika Selatan, tanggal 26-29
Oktober 2008, merupakan kegiatan tahunan yang diselenggarakan oleh American
Association of Petroleum Geologists (AAPG) dihadiri oleh ahli geologi seluruh
dunia, menghasilan pendapat ahli: 3 (tiga) ahli dari Indonesia mendukung
GEMPA YOGYA sebagai penyebab, 42 (empat puluh dua) suara ahli menyatakan
PEMBORAN sebagai penyebab, 13 (tiga belas) suara ahli menyatakan
KOMBINASI Gempa dan Pemboran sebagai penyebab, dan 16 (enam belas suara)
ahli menyatakan belum bisa mengambil opini. Laporan audit Badan Pemeriksa
Keuangan tertanggal 29 Mei 2007 juga menemukan kesalahan-kesalahan teknis
dalam proses pemboran.
Menurut data dari sumber yang ada korban dari lumpur lapindo adalah
sekitar 1.200. Kejadian ini bisa dikategorikan sebagai musibah karena banyak
terjadi semburan semburan yang lain yang lokasinya jauh dari lokasi
pengeboran. Ini dibebabkan karena berbagai macam factor yaitu aktifnya kembali
gunung lumpur yang berusia 150 200 tahun dan bukan aktifitas pengeboran.
Aktifnya gunung lumpur disebabkan oleh seismic bumi. Selain itu, gempa bumi
berkekuatan 4,4 pada skala Richter yang terjadi 9 Juli 2005 juga telah membantu
pembukaan saluran lumpur. Tetapi dari pernyataan ilmuan Amerika dinyatakan
bahwa 99 % dari musibah lumpur lapindo ini disebabkan oleh kesalahan oleh
drilling engineer yang melakukan pengeboran sumur saat itu. Padahal jika diamati
para teknisi pengeboran tidak mungkin melakukan pengeboran jika tidak
mendapatkan instruksi dari orang orang yang sudah terpercaya dalam ilmu
geologi. Jadi hasil penelitian penelitian yang ada itu sebenarnya tidak terlalu
-
8
valid untuk d nyatakan sangat benar. Sehingga menurut pendapat kami hal itu bisa
disebut sebagai bencana alam. Hal ini juga mempengaruhi kondisi perekonomian
rakyat dimana tanah tempat tinggal mereka tenggelam oleh lumpur lapindo yang
sampai sekarang semburannya masih terus berlanjut sehingga sampai sekarang
masyarakat yang menjadi korban bahkan belum mendapatkan ganti rugi atas apa
yang terjadi terhadap tanah tempat tinggal mereka. Dan juga dari pihak PT.
Lapindo Brantas tidak pernah bertindak tegas dalam pertanggung jawabannya
terhadap masyarakat sekitar.
Gambar 3.2
Para ahli geologi juga telah melakukan survey lapangan dimana telah
didapatkan data bahwa lumpur panas Sidoarjo berasal dari batuan gunung api
dengan temperatur dan tekanan tinggi berumur sekitar 4,9 juta tahun dan
diendapkan pada lingkungan laut. Semburan lumpur panas tersebut merupakan
proses pembentukan mud vulcano, yang semburannya akan terus berjalan dan
bertambah dan tidak akan berhenti dalam waktu singkat. Semburan itu akan terus
berjalan karena di dalam lapisan bumi ada gunung lumpur yang bercampur
dengan gas dan fluida. Dari data seismik diperoleh bahwa total volume lumpur
secara keseluruhan diperkirakan sebesar 1.55 miliar m3 . Apa bila debit semburan
lumpur diperkirakan sebesar 100.000 m3 per hari, maka semburan lumpur di
-
9
Sidoarjo akan berhenti setelah 31 tahun. Dan hal ini juga masih bergantung
terhadap tekanan hidrostatik yang ada di daerah sekitar sumur.
Berdasarkan pengujian toksikologis di 3 laboratorium terakreditasi
(Sucofindo, Corelab dan Bogorlab) diperoleh kesimpulan ternyata lumpur
Sidoarjo tidak termasuk limbah B3 baik untuk bahan anorganik seperti Arsen,
Barium, Boron, Timbal, Raksa, Sianida Bebas dan sebagainya, maupun untuk
untuk bahan organik seperti Trichlorophenol, Chlordane, Chlorobenzene,
Chloroform dan sebagainya. Hasil pengujian menunjukkan semua parameter
bahan kimia itu berada di bawah baku mutu.[1]
Hasil pengujian LC50 terhadap larva udang windu (Penaeus monodon)
maupun organisme akuatik lainnya (Daphnia carinata) menunjukkan bahwa
lumpur tersebut tidak berbahaya dan tidak beracun bagi biota akuatik. LC50
adalah pengujian konsentrasi bahan pencemar yang dapat menyebabkan 50 persen
hewan uji mati. Hasil pengujian membuktikan lumpur tersebut memiliki nilai
LC50 antara 56.623,93 sampai 70.631,75 ppm Suspended Particulate Phase (SPP)
terhadap larva udang windu dan di atas 1.000.000 ppm SPP terhadap Daphnia
carinata. Sementara berdasarkan standar EDP-BPPKA Pertamina, lumpur
dikatakan beracun bila nilai LC50-nya sama atau kurang dari 30.000 mg/L SPP.
Di beberapa negara, pengujian semacam ini memang diperlukan untuk
membuang lumpur bekas pengeboran (used drilling mud) ke dalam laut. Jika nilai
LC50 lebih besar dari 30.000 Mg/L SPP, lumpur dapat dibuang ke perairan.
Namun Simpulan dari Wahana Lingkungan Hidup menunjukkan hasil
berbeda, dari hasil penelitian Walhi dinyatakan bahwa secara umum pada area
luberan lumpur dan sungai Porong telah tercemar oleh logam kadmium (Cd)
dan timbal (Pb) yang cukup berbahaya bagi manusia apalagi kadarnya jauh di atas
ambang batas. Dan perlu sangat diwaspadai bahwa ternyata lumpur Lapindo dan
sedimen Sungai Porong kadar timbal-nya sangat besar yaitu mencapai 146 kali
dari ambang batas yang telah ditentukan. (lihat: Logam Berat dan PAH
Mengancam Korban Lapindo)
Berdasarkan PP No 41 tahun 1999 dijelaskan bahwa ambang batas PAH
yang diizinkan dalam lingkungan adalah 230 g/m3 atau setara dengan 0,23
g/m3 atau setara dengan 0,23 g/kg. Maka dari hasil analisis di atas diketahui
-
10
bahwa seluruh titik pengambilan sampel lumpur Lapindo mengandung
kadar Chrysene diatas ambang batas. Sedangkan untuk Benz(a)anthracene hanya
terdeteksi di tiga titik yaitu titik 7,15 dan 20, yang kesemunya diatas ambang
batas.
Dengan fakta sedemikian rupa, yaitu kadar PAH
(Chrysene dan Benz(a)anthracene) dalam lumpur Lapindo yang mencapai 2000
kali diatas ambang batas bahkan ada yang lebih dari itu. Maka bahaya adanya
kandungan PAH (Chrysene dan Benz(a)anthracene) tersebut telah mengancam
keberadaan manusia dan lingkungan:
Bioakumulasi dalam jaringan lemak manusia (dan hewan)
Kulit merah, iritasi, melepuh, dan kanker kulit jika kontak langsung dengan
kulit
Kanker
Permasalahan reproduksi
Membahayakan organ tubuh seperti liver, paru-paru, dan kulit
Dampak PAH dalam lumpur Lapindo bagi manusia dan lingkungan
mungkin tidak akan terlihat sekarang, melainkan nanti 5-10 tahun kedepan. Dan
yang paling berbahaya adalah keberadaan PAH ini akan mengancam kehidupan
anak cucu, khususnya bagi mereka yang tinggal di sekitar semburan lumpur
Lapindo beserta ancaman terhadap kerusakan lingkungan. Namun sampai Mei
2009 atau tiga tahun dari kejadian awal ternyata belum terdapat adanya korban
sakit atau meninggal akibat lumpur tersebut.
-
11
Hasil analisa logam pada materi
Tabel 3.1
Tabel material yang terkandung dalam lumpur lapindo
Parameter Satuan
Kep.
MenKes no
907/2002
Lumpur
Lapindo
Air
Lumpur
Lapindo
Sedimen
Sungai
Porong
Air
Sungai
Porong
Kromium
(Cr) mg/L 0,05 nd nd nd nd
Kadmium
(Cd) mg/L 0,003 0,3063 0,0314 0,2571 0,0271
Tembaga
(Cu) mg/L 1 0,4379 0,008 0,4919 0,0144
Timbal (Pb) mg/L 0,05 7,2876 0,8776 3,1018 0,6949
-
12
Tabel 3.2
Tabel hasil pengujian terhadap lumpur lapindo
Semburan lumpur ini membawa dampak yang luar biasa bagi masyarakat
sekitar maupun bagi aktivitas perekonomian di Jawa Timur. Sampai Mei 2009, PT
Lapindo, melalui PT Minarak Lapindo Jaya telah mengeluarkan uang baik untuk
mengganti tanah masyarakat maupun membuat tanggul sebesar Rp. 6 Triliun.
Lumpur menggenangi 16 desa di tiga kecamatan. Semula hanya menggenangi
empat desa dengan ketinggian sekitar 6 meter, yang membuat dievakuasinya
warga setempat untuk diungsikan serta rusaknya areal pertanian. Luapan
lumpur ini juga menggenangi sarana pendidikan dan Markas Koramil Porong.
Hingga bulan Agustus 2006, luapan lumpur ini telah menggenangi sejumlah
desa/kelurahan di Kecamatan Porong, Jabon, dan Tanggulangin, dengan total
Beberapa hasil pengujian
Parameter Hasil uji maks Baku Mutu
(PP Nomor 18/1999)
Arsen 0,045 Mg/L 5 Mg/L
Barium 1,066 Mg/L 100 Mg/L
Boron 5,097 Mg/L 500 Mg/L
Timbal 0,05 Mg/L 5 Mg/L
Raksa 0,004 Mg/L 0,2 Mg/L
Sianida Bebas 0,02 Mg/L 20 Mg/L
Trichlorophenol 0,017 Mg/L 2 Mg/L (2,4,6 Trichlorophenol)
400 Mg/L (2,4,4 Trichlorophenol)
-
13
warga yang dievakuasi sebanyak lebih dari 8.200 jiwa dan tak 25.000 jiwa
mengungsi. Karena tak kurang 10.426 unit rumah terendam lumpur dan 77
unit rumah ibadah terendam lumpur.
Lahan dan ternak yang tercatat terkena dampak lumpur hingga Agustus 2006
antara lain: lahan tebu seluas 25,61 ha di Renokenongo, Jatirejo dan
Kedungcangkring; lahan padi seluas 172,39 ha di Siring, Renokenongo,
Jatirejo, Kedungbendo, Sentul, Besuki Jabon dan Pejarakan Jabon; serta 1.605
ekor unggas, 30 ekor kambing, 2 sapi dan 7 ekor kijang.
Sekitar 30 pabrik yang tergenang terpaksa menghentikan aktivitas produksi
dan merumahkan ribuan tenaga kerja. Tercatat 1.873 orang tenaga kerja yang
terkena dampak lumpur ini.
Empat kantor pemerintah juga tak berfungsi dan para pegawai juga terancam
tak bekerja.
Tidak berfungsinya sarana pendidikan (SD, SMP), Markas Koramil Porong,
serta rusaknya sarana dan prasarana infrastruktur (jaringan listrik dan telepon)
Rumah/tempat tinggal yang rusak akibat diterjang lumpur dan rusak sebanyak
1.683 unit. Rinciannya: Tempat tinggal 1.810 (Siring 142, Jatirejo 480,
Renokenongo 428, Kedungbendo 590, Besuki 170), sekolah 18 (7 sekolah
negeri), kantor 2 (Kantor Koramil dan Kelurahan Jatirejo), pabrik 15, masjid
dan musala 15 unit.
Kerusakan lingkungan terhadap wilayah yang tergenangi, termasuk areal
persawahan
Pihak Lapindo melalui Imam P. Agustino, Gene-ral Manager PT Lapindo
Brantas, mengaku telah menyisihkan US$ 70 juta (sekitar Rp 665 miliar)
untuk dana darurat penanggulangan lumpur.
Akibat amblesnya permukaan tanah di sekitar semburan lumpur, pipa air
milik PDAM Surabaya patah [2]
.
Meledaknya pipa gas milik Pertamina akibat penurunan tanah karena tekanan
lumpur dan sekitar 2,5 kilometer pipa gas terendam [3]
.
Ditutupnya ruas jalan tol Surabaya-Gempol hingga waktu yang tidak
ditentukan, dan mengakibatkan kemacetan di jalur-jalur alternatif, yaitu
melalui Sidoarjo-Mojosari-Porong dan jalur Waru-tol-Porong.
Tak kurang 600 hektar lahan terendam.
-
14
Sebuah SUTET milik PT PLN dan seluruh jaringan telepon dan listrik di
empat desa serta satu jembatan di Jalan Raya Porong tak dapat difungsikan.
Penutupan ruas jalan tol ini juga menyebabkan terganggunya jalur
transportasi Surabaya-Malang dan Surabaya-Banyuwangi serta kota-kota lain di
bagian timur pulau Jawa. Ini berakibat pula terhadap aktivitas produksi di
kawasan Ngoro (Mojokerto) dan Pasuruan yang selama ini merupakan salah satu
kawasan industri utama di Jawa Timur.
Sejumlah upaya telah dilakukan untuk menanggulangi luapan lumpur,
diantaranya dengan membuat tanggul untuk membendung area genangan lumpur.
Namun demikian, lumpur terus menyembur setiap harinya, sehingga sewaktu-
waktu tanggul dapat jebol, yang mengancam tergenanginya lumpur pada
permukiman di dekat tanggul. Jika dalam tiga bulan bencana tidak tertangani,
adalah membuat waduk dengan beton pada lahan seluas 342 hektar, dengan
mengungsikan 12.000 warga. Kementerian Lingkungan Hidup mengatakan, untuk
menampung lumpur sampai Desember 2006, mereka menyiapkan 150 hektare
waduk baru. Juga ada cadangan 342 hektare lagi yang sanggup memenuhi
kebutuhan hingga Juni 2007. Akhir Oktober, diperkirakan volume lumpur sudah
mencapai 7 juta m3.Namun rencana itu batal tanpa sebab yang jelas.
Badan Meteorologi dan Geofisika meramal musim hujan bakal datang dua
bulanan lagi. Jika perkira-an itu tepat, waduk terancam kelebihan daya tampung.
Lumpur pun meluap ke segala arah, mengotori sekitarnya.
Institut Teknologi 10 Nopember Surabaya (ITS) memperkirakan, musim
hujan bisa membuat tanggul jebol, waduk-waduk lumpur meluber, jalan tol
terendam, dan lumpur diperkirakan mulai melibas rel kereta. Ini adalah bahaya
yang bakal terjadi dalam hitungan jangka pendek.
Sudah ada tiga tim ahli yang dibentuk untuk memadamkan lumpur berikut
menanggulangi dampaknya. Mereka bekerja secara paralel. Tiap tim terdiri dari
perwakilan Lapindo, pemerintah, dan sejumlah ahli dari beberapa universitas
terkemuka. Di antaranya, para pakar dari ITS, Institut Teknologi Bandung,
dan Universitas Gadjah Mada. Tim Satu, yang menangani penanggulangan
lumpur, berkutat dengan skenario pemadaman. Tujuan jangka pendeknya adalah
-
15
memadamkan lumpur dan mencari penyelesaian cepat untuk jutaan kubik lumpur
yang telah terhampar di atas tanah.
Ada pihak-pihak yang mengatakan luapan lumpur ini bisa dihentikan,
dengan beberapa skenario dibawah ini, namun asumsi luapan bisa dihentikan
sampai tahun 2009 tidak berhasil sama sekali, yang mengartikan luapan ini adalah
fenomena alam.
Skenario pertama, menghentikan luapan lumpur dengan
menggunakan snubbing unit pada sumur Banjar Panji-1. Snubbing unit adalah
suatu sistem peralatan bertenaga hidrolik yang umumnya digunakan untuk
pekerjaan well-intervention & workover (melakukan suatu pekerjaan ke dalam
sumur yang sudah ada). Snubbing unit ini digunakan untuk mencapai rangkaian
mata bor seberat 25 ton dan panjang 400 meter yang tertinggal pada pemboran
awal. Diharapkan bila mata bor tersebut ditemukan maka ia dapat didorong masuk
ke dasar sumur (9297 kaki) dan kemudian sumur ditutup dengan menyuntikan
semen dan lumpur berat. Akan tetapi skenario ini gagal total. Rangkaian mata bor
tersebut berhasil ditemukan di kedalaman 2991 kaki tetapi snubbing unit gagal
mendorongnya ke dalam dasar sumur.
Skenario kedua dilakukan dengan cara melakukan pengeboran miring
(sidetracking) menghindari mata bor yang tertinggal tersebut. Pengeboran
dilakukan dengan menggunakan rig milik PT Pertamina (persero). Skenario kedua
ini juga gagal karena telah ditemukan terjadinya kerusakan selubung di beberapa
kedalaman antara 1.060-1.500 kaki, serta terjadinya pergerakan lateral di lokasi
pemboran BJP-1. Kondisi itu mempersulit pelaksanaan sidetracking. Selain itu
muncul gelembung-gelembung gas bumi di lokasi pemboran yang dikhawatirkan
membahayakan keselamatan pekerja, ketinggian tanggul di sekitar lokasi
pemboran telah lebih dari 15 meter dari permukaan tanah sehingga tidak layak
untuk ditinggikan lagi. Karena itu, Lapindo Brantas melaksanakan penutupan
secara permanen sumur BJP-1.
Skenario ketiga, pada tahap ini, pemadaman lumpur dilakukan dengan
terlebih dulu membuat tiga sumur baru (relief well). Tiga lokasi tersebut antara
lain: Pertama, sekitar 500 meter barat daya Sumur Banjar Panji-1. Kedua, sekitar
500 meter barat barat laut sumur Banjar Panji 1. Ketiga, sekitar utara timur laut
dari Sumur Banjar Panji-1. Sampai saat ini skenario ini masih dijalankan.
-
16
Ketiga skenario beranjak dari hipotesis bahwa lumpur berasal dari retakan
di dinding sumur Banjar Panji-1. Padahal ada hipotesis lain, bahwa yang terjadi
adalah fenomena gunung lumpur (mud volcano), seperti di Bledug
Kuwu di Purwodadi, Jawa Tengah. Sampai sekarang, Bledug Kuwu terus
memuntahkan lumpur cair hingga membentuk rawa.
Rudi Rubiandini, anggota Tim Pertama, mengatakan bahwa gunung
lumpur hanya bisa dilawan dengan mengoperasikan empat atau lima relief
well sekaligus. Semua sumur dipakai untuk mengepung retakan-retakan tempat
keluarnya lumpur. Kendalanya pekerjaan ini mahal dan memakan waktu.
Contohnya, sebuah rig (anjungan pengeboran) berikut ongkos operasionalnya
membutuhkan Rp 95 miliar. Biaya bisa membengkak karena kontraktor dan rental
alat pengeboran biasanya memasang tarif lebih mahal di wilayah berbahaya.
Paling tidak kelima sumur akan membutuhkan Rp 475 miliar. Saat ini pun sulit
mendapatkan rig yang menganggur di tengah melambungnya harga minyak.
Rovicky Dwi Putrohari, seorang geolog independen, menulis bahwa di
lokasi sumur Porong-1, tujuh kilometer sebelah timur Banjar Panji-1, terlihat
tanda-tanda geologi yang menunjukkan luapan lumpur pada zaman dulu,
demikian analisanya. Rovicky mencatat sebuah hal yang mencemaskan: semburan
lumpur di Porong baru berhenti dalam rentang waktu puluhan hingga ratusan
tahun.
Dalam dokumen Laporan Audit Badan Pemeriksa Keuangan tertanggal 29
Mei 2007 disebutkan temuan-temuan bahwa upaya penghentian semburan lumpur
tersebut dengan teknik relief well tidak berhasil disebabkan oleh faktor-faktor
nonteknis, diantaranya: peralatan yang dibutuhkan tidak disediakan. Senada
dengan temuan Badan Pemeriksa Keuangan, Rudi Rubiandini juga menyatakan
bahwa upaya penghentian semburan lumpur dengan teknik relief well tersebut
tidak dilanjutkan dengan alasan kekurangan dana.
Jika skenario penghentian lumpur terlambat atau gagal maka tanggul yang
disediakan tidak akan mampu menyimpan lumpur panas sebesar 126,000 m3 per
hari. Pilihan penyaluran lumpur panas yang tersedia pada pertengahan September
2006 hanya tinggal dua.Skenario ini dibuat kalau luapan lumpur adalah kesalahan
manusia, seandainya luapan lumpur dianggap sebagai fenomena alam, maka
-
17
skenario yang wajar adalah 'bagaimana mengalirkan lumpur kelaut' dan belajar
bagaimana hidup dengan lumpur.
Pilihan pertama adalah meneruskan upaya penangangan lumpur di lokasi
semburan dengan membangun waduk tambahan di sebelah tanggul-tanggul yang
ada sekarang. Dengan sedikit upaya untuk menggali lahan ditempat yang akan
dijadikan waduk tambahan tersebut agar daya tampungnya menjadi lebih besar.
Masalahnya, untuk membebaskan lahan disekitar waduk diperlukan waktu, begitu
juga untuk menyiapkan tanggul yang baru, sementara semburan lumpur secara
terus menerus, dari hari ke hari, volumenya terus membesar.
Pilihan kedua adalah membuang langsung lumpur panas itu ke Kali
Porong. Sebagai tempat penyimpanan lumpur, Kali Porong ibarat waduk yang
telah tersedia, tanpa perlu digali, memiliki potensi volume penampungan lumpur
panas yang cukup besar. Dengan kedalaman 10 meter di bagian tengah kali
tersebut, bila separuhnya akan diisi lumpur panas Sidoardjo, maka potensi
penyimpanan lumpur di Kali Porong sekitar 300,000 m3 setiap kilometernya.
Dengan kata lain, kali Porong dapat membantu menyimpan lumpur sekitar 5 juta
m3, atau akan memberikan tambahan waktu sampai lima bulan bila volume
lumpur yang dipompakan ke Kali Porong tidak melebihi 50,000 m3 per hari. Bila
yang akan dialirkan ke Kali Porong adalah keseluruhan lumpur yang menyembur
sejak awal Oktober 2006, maka volume lumpur yang akan pindah ke Kali Porong
mencapai 10 juta m3 pada bulan Desember 2006. Volume lumpur yang begitu
besar membutuhkan frekuensi dan volume penggelontoran air dari Sungai
Brantas yang tinggi, dan kegiatan pengerukan dasar sungai yang terus menerus,
agar Kali Porong tidak berubah menjadi waduk lumpur. Sedangkan untuk
mencegah pengembaraan koloida lumpur Sidoardjo di perairan Selat
Madura,diperlukan upaya pengendapan dan stabilisasi lumpur tersebut di kawasan
pantai Sidoardjo.
Para pakar yang melakukan simposium di ITS pada minggu kedua
September, menyampaikan informasi bahwa kawasan pantai di Kabupaten
Sidoardjo mengalami proses reklamasi pantai secara alamiah dalam beberapa
dekade terakhir disebabkan oleh proses sedimentasi dan dinamika perairan Selat
Madura. Setiap tahunnya, pantai Sidoardjo bertambah 40 meter. Sehingga upaya
membentuk kawasan lahan basah di pantai yang terbuat dari lumpur panas
-
18
Sidoardjo, merupakan hal yang selaras dengan proses alamiah reklamasi pantai
yang sudah berjalan beberapa dekade terakhir.
Dengan mengumpulkan lumpur panas Sidoarjo ke tempat yang kemudian
menjadi lahan basah yang akan ditanami oleh mangrove, lumpur tersebut dapat
dicegah masuk ke Selat Madura sehingga tidak mengancam kehidupan nelayan
tambak di kawasan pantai Sidoardjo dan nelayan penangkap ikan di Selat Madura.
Pantai rawa baru yang akan menjadi lahan reklamasi tersebut dikembangkan
menjadi hutan bakau yang lebat dan subur, yang bermanfaat bagi pemijahan ikan,
daerah penyangga untuk pertambakan udang. Pantai baru dengan hutan bakau
diatasnya dapat ditetapkan sebagai kawasan lindung yang menjadi sumber
inspirasi dan sarana pendidikan bagi masyarakat terhadap pentingnya pelestarian
kawasan pantai.
Pada 9 September 2006, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
menandatangani surat keputusan pembentukan Tim Nasional Penanggulangan
Semburan Lumpur di Sidoarjo, yaitu Keppres Nomor 13 Tahun 2006. Dalam
Keppres itu disebutkan, tim dibentuk untuk menyelamatkan penduduk di sekitar
lokasi bencana, menjaga infrastruktur dasar, dan menyelesaikan masalah
semburan lumpur dengan risiko lingkungan paling kecil. Tim dipimpin Basuki
Hadi Muljono, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen
Pekerjaan Umum, dengan tim pengarah sejumlah menteri, diberi mandat selama
enam bulan. Seluruh biaya untuk pelaksanaan tugas tim nasional ini dibebankan
pada PT Lapindo Brantas.Namun upaya Timnas yang didukung oleh Rudy
Rubiandini ternyata gagal total walaupun telah menelan biaya 900 milyar rupiah.
Hal hal yang kompleks ini sebenarnya bisa terjadi karena dari aspek keseluruhan
masih terdapat ketidak tegasan dan juga kesalahan dalam segi perhitungan,
perizinan, dan juga pelaksanaan pengeboran sumur yang ada.
-
19
BAB IV
PENUTUP
4.1.KESIMPULAN
Pada dasarnya lumpur lapindo bisa menyembur karena adanya lobang
dari permukaan yang terbentuk dan didalam surface memang sudah terjadi
pergeseran dan juga pembentukan gunung lumpur yang berusia 150 200
tahun dan melakukan aktifitas lagi. Jadi pengeboran itu bukan faktor utama
dari kejadian lumpur lapindo ini tetapi hanya sebagai faktor pemicu yang
mempercepat keluarnya lumpur dari dalam lapisan tanah. Jika tidak ada yang
melakukan pengeboran pada kawasan itu tetap saja lumpur akan menyembur
suatu saat nanti karena tekanan hidrostatik yang semakin meningkat. Dampak
yang ditimbulkan tidak bisa dihindari lagi karena semburan ini akan
berlangsung lebih dari 30 tahun baru akan berakhir. Jadi yang dipikirkan
sekarang ini adalah bagaimana lumpur yang menyembur dan mnenggelamkan
pemukiman warga ini bisa diolah menjadi suatu hal yang berguna untuk
masyarakat sekitar pada khususnya dan bagi Negara pada umumnya.
Lumpur lapindo dengan berbagai data yang diperoleh sevara valid
dapat disimpulakan bahwa fenomena ini adalah sebuah bencana alam. Dan
bukan karena faktor pihak pihak yang berkepentingan dalam daerah
tersebut yang ingin melakukan hal hal untuk menguntungkan sekumpulan
orang dan merugikan masyarakat yang ada dikitarnya.
4.2.KRITIK DAN SARAN
Hendaknya warga yang menjadi korban mendapatkan tunjangan dan
fasilitas tempat tinggal untuk sementara.
-
20
Pemerintah dianggap tidak serius menangani kasus luapan lumpur
panas ini. Masyarakat adalah korban yang paling dirugikan, di mana mereka
harus mengungsi dan kehilangan mata pencaharian tanpa adanya kompensasi
yang layak. Pemerintah hanya membebankan kepada Lapindo pembelian
lahan bersertifikat dengan harga berlipat-lipat dari harga NJOP yang rata-rata
harga tanah dibawah Rp. 100 ribu- dibeli oleh Lapindo sebesar Rp 1 juta dan
bangunan Rp 1,5 juta masing-masing permeter persegi. untuk 4 desa (Kedung
Bendo, Renokenongo, Siring, dan jatirejo) sementara desa-desa lainnya
ditanggung APBN, juga penanganan infrastruktur yang rusak.Hal ini
dianggap wajar karena banyak media hanya menuliskan data yang tidak
akurat tentang penyebab semburan lumpur ini.
Salah satu pihak yang paling mengecam penanganan bencana lumpur
Lapindo adalah aktivis lingkungan hidup. Selain mengecam lambatnya
pemerintah dalam menangani lumpur, mereka juga menganggap aneka solusi
yang ditawarkan pemerintah dalam menangani lumpur akan melahirkan
masalah baru, salah satunya adalah soal wacana bahwa lumpur akan dibuang
ke laut karena tindakan tersebut justru berpotensi merusak lingkungan sekitar
muara.
Pemerintah seharusnya cepat dan peduli terhadap masyarakat yang
menjadi korban lumpur lapindo.
Penilaian terhadap sebuah kejadian seharusnya didasarkan pada ilmu
pengetahuan juga agar isu yang menyebar itu dapat terbukti kebenarannya..
-
21
DAFTAR PUSTAKA
http://smkn2banjar.justdiscussion.com/t7-susunan-format-makalah-paper
http://solusi-lumpur-lapindo.blogspot.com/2010/06/asal-mula-terjadinya-semburan-
lumpur.html
http://hotmudflow.wordpress.com/2006/10/29/lumpur-lapindo-dapat-dikategorikan-
sebagai-bencana-alam/
http://agorsiloku.wordpress.com/2006/10/11/tragedi-lumpur-lapindo/
http://www.medantalk.com/inilah-penyebab-fenomena-lapindo/
http://id.wikipedia.org/wiki/Banjir_lumpur_panas_Sidoarjo