makalah fix
DESCRIPTION
Acute Respiratory SindromeTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Acute respiratory distress syndrome (ARDS) awalnya digambarkan pada tahun
1967 sebagai penyakit akut dimanifestasikan oleh dypsnea, takipnea dan penurunan
komplians paru. Definisi ARDS telah diperluas dan disempurnakan selama bertahun-
tahun. Pada tahun 1994, American European Consensus Conference merekomendasikan
definisi ARDS sebagai bagian dari cedera paru akut. Definisi termasuk tiga kriteria: rasio
PaO2 / FiO2 kurang dari 200, infiltrat bilateral pada rontgen dada, dan tekanan oklusi
arteri pulmonalis kurang dari 18mmHg atau tidak ada bukti klinis hipertensi atrium kiri.
Perubahan patofisiologi yang terjadi pada ARDS adalah edema paru interstistial dan
penurunan kapasitas residu fungsional (KRF) karena atelektasis kongestif difus.
Acute respiratory distress syndrome (ARDS) adalah salah satu penyakit paru akut
yang memerlukan perawatan di Intensive Care Unit (ICU) dan mempunyai angka
kematian yang tinggi yaitu mencapai 60%. Estimasi yang akurat tentang insidensi ARDS
sulit karena definisi yang tidak seragam serta heterogenitas penyebab dan manifestasi
klinis. Estimasi insidensi ARDS di Amerika Serikat sebesar 100.000-150.000 jumlah
penduduk per tahun (1996). Dahulu ARDS memiliki banyak nama lain seperti wet lung,
shock lung, leaky-capillary pulmonary edema dan adult respiratory distress syndr ome.
Tidak ada tindakan yang spesifik untuk mencegah kejadian ARDS meskipun faktor risiko
sudah diidentifikasi sebelumnya. Pendekatan dalam penggunaan model ventilasi mekanis
pada pasien ARDS masih kontroversial. American European Concencus Conference
Committee (AECC) merekomendasikan pembatasan volume tidal, positive end
expiratory pressure (PEEP) dan hiperkapne.
Penggunaan ventilasi mekanis invasif pada pasien ARDS merupakan pendekatan
yang masih kontroversial. Penggunaan ventilator mekanis pada ARDS perlu diketahui
aspek fisiologi ventilasi mekanis, kapasitas residu fungsional, gerakan diapragma,
resistensi paru, pengaruh intermittent positif pressure ventilation (IPPV) atau positive end
expiratory pressure (PEEP) terhadap hemodinamik, pengaruh IPPV terhadap hubungan
ventilasi-perfusi dan pertukaran gas.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
1.2.2 Tujuan Khusus
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Gagal nafas akut/ARDS adalah kegagalan sistem pernafasan untuk
mempertahankan pertukaran oksigen dankarbondioksida dalam jumlah yangdapat
mengakibatkan gangguan pada kehidupan (RS Jantung “Harapan Kita”, 2001)
Gagal nafas akut/ARDS terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap
karbondioksida dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju komsumsioksigen dan
pembentukan karbon dioksida dalam sel-sel tubuh. Sehingga menyebabkan tegangan
oksigen kurang dari 50 mmHg (Hipoksemia) dan peningkatan tekanan karbondioksida
lebih besar dari 45 mmHg (hiperkapnia). (Brunner & Sudarth, 2001)
Adult Respirator Distress Syndrome (ARDS) merupakan keadaaan gagal napas
mendadak yang timbul pada kilen dewasa tanpa kelainan paru yang mendasari
sebelumnya. Sulit untuk membuat definisi secara tepat, karena patogenesisnya belum
jelas dan terdapat banyak factor predisposisi seperti syok karena perdarahan, sepsis,
rudakpaksa / trauma pada paru atau bagian tubuh lainnya, pancreatitis akut, aspirasi
cairan lambung, intoksikasi heroin, atau metadon. (Arif Muttaqin, 2009).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa ARDS (Gagal nafas Akut)
merupakan ketidakmampuan atau kegagalan sitem pernapasan oksigen dalam darah
sehingga pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam paru - paru tidak dapat
memelihara laju konsumsi oksigen dan pembentukan karbondioksida dalam sel–sel
tubuh.sehingga tegangan oksigen berkurang dan akan peningkatan karbondioksida akan
menjadi lebih besar.
2.2 Etiologi
Penyebab dari ARDS antara lain :
1. Depresi Sistem saraf pusat
Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak adekuat. Pusat pernafasan yang
menngendalikan pernapasan, terletak dibawah batang otak (pons dan medulla)
sehingga pernafasan lambat dan dangkal.
2. Kelainan neurologis primer
Akan memperngaruhi fungsi pernapasan. Impuls yang timbul dalam pusat
pernafasan menjalar melalui saraf yang membentang dari batang otak terus ke saraf
spinal ke reseptor pada otot-otot pernafasan. Penyakit pada saraf seperti gangguan
medulla spinalis, otot-otot pernapasan atau pertemuan neuromuslular yang terjadi
pada pernapasan akan sangat mempengaruhi ventilasi.
3. Efusi pleura, hemotoraks dan pneumothoraks
Merupakan kondisi yang mengganggu ventilasi melalui penghambatan ekspansi
paru. Kondisi ini biasanya diakibatkan penyakti paru yang mendasari, penyakit
pleura atau trauma dan cedera dan dapat menyebabkan gagal nafas.
4. Trauma
Disebabkan oleh kendaraan bermotor dapat menjadi penyebab gagal nafas.
Kecelakaan yang mengakibatkan cidera kepala, ketidaksadaran dan perdarahan dari
hidung dan mulut dapat mnegarah pada obstruksi jalan nafas atas dan depresi
pernapasan. Hemothoraks, pnemothoraks dan fraktur tulang iga dapat terjadi dan
mungkin meyebabkan gagal nafas. Flail chest dapat terjadi dan dapat mengarah
pada gagal nafas. Pengobatannya adalah untuk memperbaiki patologi yang
mendasar.
5. Penyakit akut paru
Pnemonia disebabkan oleh bakteri dan virus. Pnemonia kimiawi atau pnemonia
diakibatkan oleh mengaspirasi uap yang mengritasi dan materi lambung yang
bersifat asam. Asma bronkial, atelektasis, embolisme paru dan edema paru adalah
beberapa kondisi lain yang menyababkan gagal nafas.
2.3 Manifestasi Klinis
Gejala klinis utama pada kasus ARDS :
1. Peningkatan jumlah pernapasan
2. Klien mengeluh sulit bernapas, retraksi dan sianosis
3. Pada Auskultasi mungkin terdapat suara napas tambahan
4. Penurunan kesadaran mental
5. Takikardi, takipnea
6. Dispnea dengan kesulitan bernafas
7. Terdapat retraksi interkosta
8. Sianosis
9. Hipoksemia
10. Auskultasi paru : ronkhi basah, krekels, stridor, wheezing
11. Auskultasi jantung : BJ normal tanpa murmur atau gallop
2.4 Patofisiologi
Sindrom gagal pernafasan pada orang dewasa selalu berhubungan dengan
penambahan cairan dalam paru, merupakan suatu edema paru yang berbeda dari edema
patu karena kelainan jantung olah karena tidak adanya peningkatan tekanan hidrostatik
kapiler paru. Mula-mula terjadi kerusakan membran kapiler alveoli, kemudian terjadi
peningkatan permeabilitas enditel kapiler paru dan epitel alveoli yang mengakibatkan
edema alveoli dan interstitial. Adanya peningkatan permeabilitas kapiler akan
menyebabkan cairan merembes ke jaringan interstitial dan alveoli, menyebabkan edema
paru dan atelektasis kongesti yang luas. Terjadi pengurangan volume paru, paru menjadi
kaku dan keluwesan paru (compliance) menurun. Kapasitas sisa berfungsi (fungsional
residual capacity) juga menurun. Hipoksemia yang berat merupakan gejala penting
sindrom gagal pernafasan pada orang dewasa dan penyebab hipoksemia adalah ketidak
seimbangan ventilasi-perfusi, hubungan arterio-venus (aliran darah mengalir ke alveoli
yang kolaps) dan kel;ainan difusi alveoli-kapiler sebab penebalan dinding alveoli-kapiler.
Meskipun kejadian presipitasi spectrum luas berhubungan dengan ARDS, patogenesis
pada umumnya adalah kerusakan difusi pada membrane alveolokapiler, teorinya karena
satu dari dua kategori mekanisme Aspirasi bahan kimia tertentu atau inhalasi gas
berbahaya kedalam jalan nafas yang secara langsung toksik terhadap epithelium alveolar,
menyebabkan kerusakan dan peningkatan permeabilitas membrane alveolokapilar.
Kerusakan pada membrane alveolokapilar dapat diawali pada mikrovaskular pulmonal.
ARDS biasanya terjadi pada individu yang sudah pernah mengalami trauma fisik,
meskipun dapat juga terjadi pada individu yang terlihat sangat sehat segera sebelum
awitan (misal awitan mendadak infeksi akut). Biasanya terdapat periode laten sekitar
18-24 jam dari waktu cedera paru sampai berkembangnya gejala. Durasi sindrom dapat
beragam dari beberapa hari sampai minggu. Pasien yang tampak akan pulih dari ARDS
dapat secara mendadak relaps kedalam penyakit pulmonari akut akibat serangan
sekunder seperti pneumotoraks atau infeksi berat.
2.5 Penatalaksanaan
Penatalaksaan yang dapat dilakukan pada pasien ARDS antara lain :
a. Terapi oksigen
Pemberian oksigen kecepatan rendah : masker Venturi atau nasal prong
b. Ventilator mekanik dengan tekanan jalan nafas positif kontinu (CPAP) atau
positive end expiratory pressure (PEEP)
c. Inhalasi nebulizer
d. Fisioterapi dada
e. Pemantauan hemodinamik/jantung
f. Pengobatan Brokodilator Steroid
g. Dukungan nutrisi sesuai kebutuha
2.6 Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan fungsi ventilasi
a) Frekuensi pernafasan per menit
b) Volume tidal
c) Ventilasi semenit
d) Kapasitas vital paksa
e) Volume ekspirasi paksa dalam 1 detik
f) Daya inspirasi maksimum
g) Rasio ruang mati/volume tidal
h) PaCO2, mmHg
2) Pemeriksaan status oksigen
3) Pemeriksaan status asam-basa
4) Arteri gas darah (AGD) menunjukkan penyimpangan dari nilai normal pada
PaO2, PaCO2, dan pH dari pasien normal; atau PaO2 kurang dari 50 mmHg,
PaCO2 lebih dari 50 mmHg, dan pH < 7,35.
5) Oksimetri nadi untuk mendeteksi penurunan SaO2
6) Pemantauan CO2 tidal akhir (kapnografi) menunjukkan peningkatan
7) Hitung darah lengkap, serum elektrolit, urinalisis dan kultur (darah, sputum)
untuk menentukan penyebab utama dari kondisi pasien.
8) Sinar-X dada dapat menunjukkan penyakit yang mendasarinya.
9) EKG, mungkin memperlihatkan bukti-bukti regangan jantung di sisi kanan,
disritmia.
b.Pemeriksaan hasil Analisa Gas Darah :
1) Hipoksemia ( pe ↓ PaO2 ) 2. Hipokapnia ( pe ↓ PCO2 ) pada tahap awal karena
hiperventilasi
2) Hiperkapnia ( pe ↑ PCO2 ) menunjukkan gagal ventilasi
3) Alkalosis respiratori ( pH > 7,45 ) pada tahap dini
4) Asidosis respiratori / metabolik terjadi pada tahap lanjut
c. Pemeriksaan Rontgent Dada :
1) Tahap awal ; sedikit normal, infiltrasi pada perihilir paru
2) Tahap lanjut ; Interstisial bilateral difus pada paru, infiltrate di alveoli
d.Tes Fungsi paru :
1) Pe ↓ komplain paru dan volume paru
2) Pirau kanan-kiri meningkat
2.7 Asuhan Keperawatan
2.7.1 Pengkajian
1. Survey Primer
a. Airway
1) Peningkatan sekresi pernapasan
2) Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi
b. Breathing
1) Distress pernapasan: pernapasan cuping hidung, takipneu/bradipneu,
retraksi.
2) Menggunakan otot aksesori pernapasan
3) Kesulitan bernafas : lapar udara, diaforesis, sianosis
c. Circulation
1) Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia
2) Sakit kepala
3) Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental,
mengantuk
4) Papiledema
5) Penurunan haluaran urine
2. Survey Sekunder
a. Mata
1) Konjungtiva pucat (karena anemia)
2) Konjungtiva sianosis (karena hipoksia)
3) Konjungtiva terdapat pethechia (karena emboli lemak atau endokarditis)
b. Kulit
1) Sianosis perifer (vasokontriksi dan menurunnya aliran darah perifer)
2) Sianosis secara umum (hipoksemia)
3) Penurunan turgor (dehidrasi)
4) Edema
5) Edema periorbital
c. Jari dan kuku
1) Sianosis
2) Clubbing finger
d. Mulut dan bibir
1) Membrane mukosa sianosis
2) Bernafas dengan mengerutkan mulut
e. Hidung
Pernapasan dengan cuping hidung
f. Vena leher
Adanya distensi/bendungan
g. Dada
1) Retraksi otot bantu pernafasan (karena peningkatan aktivitas pernafasan,
dispnea, atau obstruksi jalan pernafasan)
2) Pergerakan tidak simetris antara dada kiri dengan kanan
3) Tactil fremitus, thrill, (getaran pada dada karena udara/suara melewati saluran
/rongga pernafasan)
4) Suara nafas normal (vesikuler, bronchovesikuler, bronchial)
5) Suara nafas tidak normal (crekler/reles, ronchi, wheezing, friction rub, pleural
friction)
6) Bunyi perkusi (resonan, hiperresonan, dullness)
h. Pola pernafasan
1) Pernafasan normal (eupnea)
2) Pernafasan cepat (tacypnea)
3) Pernafasan lambat (bradypnea)
2.7.2 Diagnosa
1. Resiko bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk batuk, adanya selang endotrakeal, sekret yang kental,
kelelahan.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan pertukaran gas tidak adekuat,
peningkatan sekresi, penurunan kemampuan untuk oksigenasi dengan
adekuat.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan alveolar hipoventilasi,
penumpukan cairan di permukaan alveoli, hilangnya surfaktan pada
permukaan alveoli.
2.7.3 Intervensi
Rencana Asuhan Keperawatan Pasien dengan Kegagalan Pernafasan Akut
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Resiko bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan ketidakmampuan untuk
batuk, adanya selang endotrakeal, sekret yang kental, kelelahan.
KRITERIA HASIL
Jalan nafas bebas sekret
Bunyi nafas di paru terdengar jelas.
INTERVENSI KEPERAWATAN
Menilai suara paru-paru.
Ubah posisi pasien setiap 2 jam.
Dorong pasien untuk batuk dan
napas dalam.
Suction (nasotrakeal atau
endotrakeal) sebagaimana ditentukan
oleh penilaian pasien.
Menyediakan humidifikasi memadai
dengan oksigen tambahan atau
ventilasi mekanis.
Menilai jumlah, warna, konsistensi
sekret.
RASIONAL
Ronki mungkin terdengar dengan
penumpukan sekret.
Memobilisasi sekret.
Meningkatkan kapasitas paru-paru
dan memfasilitasi pertukaran gas.
"Sesuai kebutuhan" pengisapan
mencegah kerusakan pada saluran
napas dari prosedur pengisapan.
Mencegah pengeringan sekret dan
memfasilitasi penghapusan sekresi.
Mengindikasikan perlu untuk
humidifikasi dan / atau tanda-tanda
infeksi.