makalah fitomedisin

41
MAKALAH FITOMEDISINAL PENGEMBANGAN OBAT TRADISIONAL MENJADI SEDIAAN FITOFARMAKA ”Penggunaan Seledri ( Apium graveolens L. ) Sebagai Terapi Antihipertensi” Disusun oleh : Nama : YENI ADHANINGRUM NIM : 1041011197 PROGRAM STUDI S1 FARMASI SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI "YAYASAN PHARMASI"

Upload: yeni-adhaningrum

Post on 27-Oct-2015

1.087 views

Category:

Documents


77 download

DESCRIPTION

fitomedisin

TRANSCRIPT

Page 1: MAKALAH FITOMEDISIN

MAKALAH FITOMEDISINAL

PENGEMBANGAN OBAT TRADISIONAL MENJADI SEDIAAN FITOFARMAKA

”Penggunaan Seledri (Apium graveolens L.) Sebagai Terapi Antihipertensi”

Disusun oleh :

Nama : YENI ADHANINGRUM

NIM : 1041011197

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI "YAYASAN PHARMASI"

SEMARANG

2013

Page 2: MAKALAH FITOMEDISIN

BAB I

PENDAHULUAN

Indonesia dengan iklim tropis memiliki kekayaan flora yang sangat melimpah.

Salah satu pemanfaatan yang sering ada di masyarakat adalah dalam bidang kesehatan.

Indonesia memiliki banyak sekali jenis tanaman obat yang tersebar di seluruh wilayahnya.

Sejak lama hingga sekarang telah banyak dikembangkan obat dari bahan alam untuk berbagai

macam penyakit. Seiring dengan semakin majunya ilmu pengetahuan dan teknologi maka

pengembangan obat-obatan tersebut juga semakin baik. Sampai saat ini obat-obat dari bahan

alam dibagi menjadi 3 level yaitu; jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka.

Fitofarmaka merupakan level tertinggi, dimana telah dipersyaratkan adanya uji

klinik terhadap obat bahan alam tersebut. Adanya uji tersebut, dilakukan untuk memastikan

khasiat serta keamanannya secara scientific. Uji klinik tersebut membutuhkan biaya yang

sangat besar dan tidak mudah dilakukan. Sampai saat ini belum banyak tanaman yang telah

dilakukan uji klinik. Oleh karena itu, masih perlu adanya pengembangan herbal untuk dapat

dijadikan sediaan fitofarmaka.

Hipertensi adalah salah satu penyakit yang banyak diderita baik di Indonesia

maupun di luar negeri. Data WHO tahun 2000 menunjukkan di seluruh dunia, sekitar 972 juta

orang atau 26,4% penghuni bumi mengidap hipertensi dengan perbandingan 26,6% pria dan

26,1% wanita. Angka ini kemungkinan akan meningkat menjadi 29,2% pada tahun 2025.

Dari 972 juta pengidap hipertensi, 333 juta berada di negara maju dan 639 sisanya berada di

negara sedang berkembang, temasuk Indonesia. Sedangkan, menurut Kartari (1988)

melaporkan hasil survei populasi hipertensi pada berbagai daerah di Indonesia, dan hasilnya

menunjukkan 68,4% tergolong hipertensi ringan (diastolik 95-104 mmHg) dan 28,1%

hipertensi sedang (diastolik 105-129 mmHg) dan hanya 3,5% dengan hipertensi berat

(diastolik sama atau lebih besar dengan 130 mmHg). Mulai tahun 1995, saat batasan

hipertensi berubah, mulai dilakukan penelitian berskala nasional, antara lain; Susenas,

Surkesnas, dan SKRT. Dimana, Survei Kesehatan Nasional (Surkesnas) 2001, menunjukkan

proporsi hipertensi pada pria 27% dan wanita 29%. Sedangkan, hasil Survesi Kesehatan

Rumah Tangga (SKRT) 2004, menunjukkan proporsi hipertensi pada pria 12,2% dan wanita

15,5% (Anonim, 2007).

Salah satu pengobatan hipertensi adalah dengan terapi herbal. Pada masa saat ini,

terapi herbal merupakan pengobatan yang banyak diminati oleh masyarakat karena efek

sampingnya yang lebih rendah bila dibandingkan dengan pengobatan kimia. Oleh karena itu,

Page 3: MAKALAH FITOMEDISIN

masyarakat lebih memilih pengobatan herbal untuk menangani berbagai penyakit, salah

satunya adalah hipertensi.

Dalam makalah ini, akan dibahas mengenai salah satu tanaman yang banyak

tumbuh di Indonesia yaitu seledri, dimana seledri dapat berkhasiat untuk menurunkan

tekanan darah tinggi (antihipertensi). Seledri diketahui mengandung senyawa aktif apigenin

yang dapat menurunkan tekanan darah tinggi.

Page 4: MAKALAH FITOMEDISIN

BAB II

ISI

I. DEFINISI TANAMAN

Seledri (Apium graveolens L.)

Seledri (Apium graveolens L) adalah sayuran daun dan tumbuhan obat yang

biasa digunakan sebagai bumbu masakan. Beberapa Negara termasuk Jepang, Cina,

dan Korea mempergunakan bagian tangkai daun sebagai makanan. Di Indonesia

tumbuhan ini, diperkenalkan oleh penjajah Belanda dan digunakan daunnya untuk

menyedapkan sup atau sebagai lalapan. Penggunaan seledri paling lengkap adalah di

Eropa: daun, tangkai daun, buah, dan umbinya semua dimanfaatkan (Volkov, 2010).

Menurut Volkov (2010), dalam taksonomi tumbuhan, seledri diklasifikasikan

sebagai berikut;

Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Apiales

Famili : Apiaceae

Genus : Apium

Spesies : Apium graveolens

Nama binominal : Apium graveolens L.

Gambar. Tanaman Seledri

Page 5: MAKALAH FITOMEDISIN

Nama Simplisia : Apii graveolentis Herba (herba seledri), Apii graveolentis

Radix (akar seledri), Apii graveolentis folium (daun seledri), Apii graveolentis

fructus (buah seledri) (Dalimartha, 2000).

Morfologi :

“Tanaman”

Seledri berasal dari subtropik Eropa dan Asia, dan merupakan tanaman

dataran tinggi yang ditemukan pada ketinggian diatas 900 m dpl. Di daerah ini

seledri yang tumbuh memiliki tangkai daun yang menebal. Untuk

pertumbuhannya, seledri memerlukan cuaca yang lembab. Seledri juga bisa

ditanam didataran rendah. Hanya saja ukuran batangnya menjadi lebih kecil dan

digunakan sebagai penyedap masakan. Seledri terdiri dari tiga jenis yaitu seledri

daun, seledri potongan dan seledri berumbi (Dalimartha, 2005).

Tanaman seledri tumbuh tegak, tinggi sekitar 50 cm dengan bau

aromatic yang khas. Batang persegi, beralur, beruas, tidak berambut, bercabang

banyak, berwarna hijau pucat. Daun majemuk menyirip ganjil dengan anak daun

3-7 helai. Anak daun bertangkai yang panjangnya 1-2,7 cm, helaian daun tipis

dan rapuh, pangkal dan ujung runcing, tepi berimpit, panjang 2-7,5 cm, lebar 2-5

cm, pertulangan menyirip, berwarna hijau keputih-putihan. Bunga majemuk

berbentuk payung, 8-12 buah, kecil-kecil, berwarna putih, mekar secara

bertahap. Buahnya buah kotak, berbentuk kerucut,panjang 1-1,5 mm, berwarna

hijau kekuningan (Dalimartha, 2005).

“Simplisia”

Daun berwarna hijau, hijau kecoklatan sampai hijau kekuningan. Bau

aromatik, khas, rasa agak asin, agak pedas dan menimbulkan rasa tebal di lidah.

Daun majemuk, menyirip, tipis, rapuh, jumlah anak daun 3-7 helai; batang

dengan rusuk dan alur membujur, sisa pangkal tangkai daun terdapat di bagian

ujung. Warna daun hijau mengkilat, bentuk belah ketupat miring, panjang 2-7,5

cm dan lebar 2-5 cm, pangkal dan ujung anak daun runcing, panjang ibu tangkai

daun sampai 2,5 cm, terputar, beralur membujur, panjang tangkai anak daun 1-

2,7 cm.

Sifat dan Khasiat :

Akar seledri berkhasiat memacu enzim pencernaan dan peluruh

kencing (diuretic), sedangkan buah dan bijinya sebagai pereda kejang

(antipasmodik), menurunkan kadar asam urat darah, antirematik, peluruh kentut

Page 6: MAKALAH FITOMEDISIN

(karminatif), afrodisiak dan penenang. Seledri berbau aromatic, rasanya manis,

sedikit pedas dan sifatnya sejuk. Seledri bersifat tonik, memacu enzim

pencernaan (stomatik), menurunkan tekanan darah (hipotensif), penghenti

pendarahan (hemostatis), peluruh haid, pembersih darah dan memperbaiki

fungsi hormone yang terganggu (Dalimartha, 2005).

Kandungan Kimia :

Herba seledri mengandung flavonoid, saponin, tannin 1%, minyak

atsiri 0,033%, flavon-glukosida (apiin), apigenin, kolin, lipase, asparagines, zat

pahit, vitamin A, vitamin B, vitamin C. Setiap 100 g herba seledri mengandung

air sebanyak 93 ml, protein 0,9 g, lemak 0,1 g, karbohidrat 4 g, serat 0,9 g,

kalsium 50 mg, besi 1 mg, fosfor 40 mg, yodium 150 mg, kalium 400 mg,

magnesium 85 mg, vitamin A 130 IU, vitamin C 15 mg, riboflavin 0,5 mg,

tiamin 0,3 mg dan nikotinamid 0,4 mg. Di dalam akar seledri mengandung

asparagin, manit, zat pati, lender, minyak atsiri, pentosan, glutamine, dan tirosin.

Sedangkan, pada biji mengandung apiin, minyak menguap, apigenin dan

alkaloid (Dalimartha, 2005).

II. DEFINISI HIPERTENSI

Hipertensi adalah keadaan dimana tekanan systolic dan diastolic mengalami

kenaikan yang melebihi batas normal (tekanan systole di atas 140 mmHg, diastole di

atas 90 mmHg). Harga tekanan darah menurut WHO yaitu berkisar antara 120/80

mmHg – 140/90 mmHg (Arita, 2008).

Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi medis dimana terjadi

peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu lama). Penderita yang

mempunyai sekurang-kurangnya tiga bacaan tekanan darah melebihi 140/90 mmHg saat

istirahat diperkirakan mempunyai keadaan darah tinggi. Tekanan darah yang selalu

tinggi adalah salah satu faktor resiko untuk stroke, serangan jantung, gagal jantung dan

aneurisma arterial, dan merupakan penyebab utama gagal jantung kronis (Tekanan

Darah Tinggi, 2009). Faktor yang mempengaruhi hipertensi seperti; ras, usia, obesitas,

asupan garam yang tinggi, adanya riwayat hipertensi dalam keluarga, gangguan emosi,

konsumsi alkohol yang berlebihan, rangsangan kopi yang berlebihan, merokok, faktor

keturunan, dan penyakit ini banyak menyerang wanita dari para pria (Smeltzer & Bare,

2001).

Page 7: MAKALAH FITOMEDISIN

III. Seledri Dalam Hubungannya Dengan Penurunan Tekanan Darah

Unsur-unsur yang terdapat dalam seledri yang dapat menurunkan tekanan

darah adalah flavonoid, apigenin, vitamin C, fitosterol dan vitamin K yang dapat

berperan dalam metabolism gula (mengatur kadar gula darah), metabolism lemak, efek

diuretic dan mempertahankan elastisitas pembuluh darah. Dengan demikian seledri

memiliki peranan mekanisme penurunan tekanan darah.

Kandungan seledri yang dapat menurunkan tekanan darah antara lain;

a) Flavonoid;

Flavonoid dapat menghalau penyakit degeneratif. Flavonoid dapat bertindak

sebagai quencher atau penstabil oksigen siglet. Salah satu flavonoid yang berkhasiat

seperti itu adalah quercetin. Senyawa ini beraktivitas sebagai antioksidan dengan

melepaskan atau menyumbangkan ion hydrogen kepada radikal bebas peroksi agar

menjadi lebih stabil. Aktivitas tersebut menghalangi reaksi oksidasi kolesterol jahat

(LDL) yang menyebabkan darah mengental, sehingga mencegah pengendapan

lemak pada dinding pembuluh darah (Jupiter, 2008).

b) Apigenin;

Apigenin yang terdapat pada seledri sangat bermanfaat untuk mencegah

penyempitan pembuluh darah, sehingga peredaran darah lancar dan mencegah

terjadinya tekanan darah tinggi (Seledri Penyedap yang Berkhasiat, 2010).

c) Vitamin C;

Vitamin C dapat memperkuat otot jantung dan berperan penting melalui

proses metabolisme kolesterol, karena dalam proses metabolisme kolesterol vitamin

C dapat meningkatkan laju kolesterol yang dibuang dalam bentuk asam empedu dan

Page 8: MAKALAH FITOMEDISIN

mengatur metabolisme kolesterol. Vitamin C juga dapat meningkatkan kadar HDL

dan berfungsi sebagai pencahar, sehingga dapat meningkatkan pembuangan kotoran

(Kusuma, 2010).

d) Fitosterol;

Fitosterol adalah sterol yang terdapat dalam tanaman dan mempunyai struktur

mirip kolesterol. Secara alami fitosterol dapat ditentukan di dalam sayuran, kacang-

kacangan, dan gandum. Fitosterol dapat membantu menurunkan kadar kolesterol

dengan cara menghambat penyerapan kolesterol di usus, sehingga membantu

menurunkan jumlah kolesterol yang memasuki aliran darah. Sehingga, fitosterol

dapat membantu untuk menurunkan tekanan darah (Grandfa, 2007).

e) Vitamin K;

Vitamin K berfungsi membantu proses pembekuan darah. Vitamin K

berpotensi mencegah penyakit serius seperti; penyakit jantung dan stroke, karena

efeknya mengurangi pengerasan pembuluh darah oleh factor-faktor seperti

timbunan plak kalsium (Astawan, 2010).

f) Apiin;

Apiin bersifat diuretic yaitu membantu ginjal untuk mengeluarkan kelebihan

cairan dan garam dari dalam tubuh, sehingga berkurangnya cairan dalam darah akan

membantu menurunkan tekanan darah (Materyen, 2009).

IV. Parameter Standarisasi Mutu Ekstrak

Produk bahan alam seledri aman dikonsumsi apabila memenuhi standar mutu

yang telah dipersyaratkan. Suatu produk obat bahan alam seledri yang dibuat dengan

cara mengekstraksi herba tumbuhan tersebut harus memenuhi ketentuan yaitu

mengandung apiin sebagai senyawa identitas tidak kurang dari 1,4% dan minyak atsiri

tidak kurang dari 0,1%. Ekstraksi dilakukan menggunakan pelarut etanol 50% dan hasil

rendemen yang diperoleh harus tidak kurang dari 10,54% dengan kadar air tidak lebih

dari 9,3%, kadar abu total tidak lebih dari 16,1% dan kadar abu tidak larut asam tidak

lebih dari 1,6%. Residu pestisida yang dipersyaratkan tidak lebih dari 5 μg/kg,

sedangkan cemaran logam berat yang dipersyaratkan adalah Pb tidak lebih dari 10

mg/kg, Cd tidak lebih dari 0,3 mg/kg dan As tidak lebih dari 10 μg/kg. Di samping itu,

suatu produk seledri sebisa mungkin bebas dari cemaran aflatoksin atau tidak lebih dari

20 μg/kg. Adapun cemaran mikroba yang dipersyaratkan adalah Angka Lempeng Total

(ALT) tidak lebih dari 10 kol/g, Angka Kapang/Khamir (AKK) tidak lebih dari 10

Page 9: MAKALAH FITOMEDISIN

kol/g, dan tidak boleh mengandung bakteri patogen seperti; Pseudomonas aeruginosa,

Staphylococcus aureus, Clostridia sp., Shigella sp., dan Salmonella sp.

V. Isolasi dan Identifikasi Komponen Kimia Ekstrak Seledri

Kandungan kimia yang telah diisolasi dari tanaman Apium graveolens Linn.

antara lain ialah; senyawa fenol, asam miristisat (senyawa golongan alkohol gula),

manitol (senyawa golongan kumarin) terdiri dari senyawa umbeliferon dan psoralen

serta derivatnya; senyawa golongan flavonoid, luteolin dan senyawa golongan mineral,

kalium nitrat.

Untuk memperkirakan adanya komponen kimia dalam tanaman seledri yang

mempunyai daya menurunkan tekanan darah pada binatang percobaan seperti

dilaporkan dalam pustaka, maka dilakukan isolasi dan identifikasi komponen kimia

Ekstrak etanol 95% dari tanaman seledri. Dimana, komponen kimia serbuk kering

seluruh tanaman seledri diisolasi dengan metode ekstraksi cair padat sinambung,

berturut-turut menggunakan pelarut; petroleum eter, kloroform dan etanol 95% dengan

memakai alat Soxhlet.

Ekstrak etanol 95% pada suhu kamar membentuk endapan, kemudian endapan

disaring. Dan filtrat yang diperoleh dipekatkan dengan penguap putar vakum, sehingga

diperoleh ekstrak kental. Selanjutnya, ekstrak etanol 95% dikromatografi cair vakum

berulang, menggunakan silika gel G 60 dengan campuran pelarut non polar dan polar

dalam bermacam-macam perbandingan. Dari kromatografi cair vakum ini diperoleh

Kristal. Selanjutnya, endapan dilakukan rekristalisasi berulang dengan pelarut metanol

dan etanol 95% : air dengan perbandingan 3:2, sehingga diperoleh Kristal. Dan

dilakukan lagi rekristalisasi berulang dari endapan dengan pelarut metanol, sehingga

menghasilkan Kristal murni.

Senyawa hasil isolasi diidentifikasi berdasarkan uji kimia, sifat fisika serta

penentuan spektrum inframerah, spektrum ultraviolet, spektrum massa dan spektrum

resonansi magnet inti proton.

Dari ekstrak etanol 95% tanaman seledri tersebut telah diisolasi empat

senyawa, yaitu;

Pertama, kalium nitrat dengan kadar 3,14%, yang diidentifikasi melalui

pembandingan data titik leleh, hasil analisis ion kalium dengan spektroskopi emisi

nyala dengan data pustaka dan hasil analisis ion nirat dengan menggunakan uji

difenilamin. Dimana, pada uji farmakologi diuresis oleh Siswono et al. kalium nitrat

Page 10: MAKALAH FITOMEDISIN

hasil isolasi yang diberikan secara per oral dengan dosis 0,150 gram dan 0,300 gram per

kg berat badan hewan percobaan, keduanya memberikan pengaruh natriuresis pada

tikus putih jantan strain Wistar.

Kedua, Manitol dengan kadar 0,47%, yang diidentifikasi melalui

pembandingan titik leleh, spektrum inframerah, spektrum resonansi magnet inti proton

dan spektrum massa, dihasilkan senyawa asetilasi dengan titik leleh dan spektrum

manitol heksaasetat otentik. Dimana, manitol merupakan suatu diuretik osmotic yang

digunakan terutama sebagai bahan diagnosis fungsi ginjal.

Ketiga, Apigenin-7-0-glukosida dengan kadar 0,016%, yang telah

diidentifikasi melalui pembandingan spektrum inframerah dan spektrum ultraviolet

dengan spektrum apigenin-7-0-glukosida otentik, spektrum massa aglikon dengan

spektrum apigenin otentik, spektrum resonansi magnet inti proton dengan data pustaka

dan pada kromatografi kertas Rf dan warna bercak glikon dengan Rf dan warna bercak

glukosida otentik. Berdasarkan dari telaah pustaka, ternyata bahwa pada penelitian efek

farmakologi apigenin oleh Chang et al. menunjukkan bahwa apigenin dapat

menurunkan tekanan darah normal anjing dan kelinci sebesar 50 mmHg bila diberikan

secara intravena dengan dosis sebesar 10 mg per kg berat badan binatang percobaan.

Selain itu, Apigenin-7-0-glukosida pada pemberian per oral, akan menurunkan tekanan

darah penderita hipertensi, karena akan terhidrolisis menjadi apigenin dan glukosa

dalam saluran cerna.

Keempat, 7,7-di-0-metilamentoflavon dengan kadar 0,014%, yang telah

diidentifikasi melalui pengamatan spektrum inframerah, spektrum ultraviolet dan

pembandingan spektrum resonansi magnet inti proton dengan amentoflavon otentik.

Dimana, senyawa biflavonoid tersebut, terdistribusi tidak merata pada dunia tanaman.

Sepanjang telaah pustaka, belum pernah dilaporkan adanya biflavonoid dalam

tumbuhan suku Apiaceae, dengan demikian ditemukannya 7,7-di-0-metilamentoflavon

merupakan penemuan pertama adanya biflavonoid dalam suku Apiaceae, karena

senyawa tersebut baru ditemukan dalam satu tanaman yaitu Araucaria excelsa dari suku

Araucariaceae.

Berdasarkan empat senyawa yang teridentifikasi dalam ekstrak etanol 95%

dari tanaman seledri tersebut, menunjukkan bahwa kemungkinan Apigenin-7-0-

glukosida yang paling berperan dapat menurunkan tekanan darah pada binatang

percobaan.

Page 11: MAKALAH FITOMEDISIN

VI. Tahapan Pengembangan Obat Tradisional di Indonesia

Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab kematian yang utama dan 80%

kasus terjadi di negara berkembang (Gaziano, 2007). Hipertensi merupakan salah satu

faktor resiko kardiovaskular yang paling banyak menyebabkan kematian di seluruh

dunia (Gaziano, 2007). Pemahaman dan penanganan hipertensi sudah banyak dibuat

dan dikerjakan tetapi penyakit hipertensi dan komplikasi yang menyertainya tetap saja

bertambah dengan tidak terkendali. Selain pengobatan menggunakan obat-obat sintetis,

pengobatan menggunakan tumbuhan obat juga digunakan dan bermanfaat untuk

penyakit ini.

Banyak pengobatan tradisional yang telah direkomendasikan sebagai alternatif

untuk mengobati hipertensi. Mekanisme dari herbal-herbal untuk pengobatan hipertensi

belum diketahui dengan pasti. Anti hipertensi yang berasal dari tumbuhan dapat bekerja

dengan berbagai cara, antara lain dengan cara menurunkan volume cairan tubuh

(diuresis), mengurangi tahanan perifer (vasodilator), atau mempengaruhi kerja jantung

itu sendiri. Kebanyakan tumbuhan yang telah ditemukan berisi senyawa-senyawa

seperti; glikosida, alkaloid, terpenoid, flavonoid, dan lain-lain. Tapi sedikit yang telah

diketahui aksi yang spesifik dari tumbuhan tersebut dalam pengobatan hipertensi (Loew

& Kaszkin, 2002). Penggunaan tanaman obat dan formulasi herbal menjadi

pertimbangan untuk mengurangi efek toksik dan memiliki efek samping yang minimal

dibandingkan dengan obat-obat sintetik (Halberstein, 2005), tetapi perlu diperhatikan

lebih lanjut mengenai kepastian bahan aktif dan keamanannya, tidak ada jaminan

terutama untuk penggunaan tanaman obat secara rutin (Katno, 2007).

Tanaman Seledri (Apium graveolens L) sudah tidak asing lagi bagi sebagian

besar masyarakat Indonesia. Tanaman ini sudah lama dikenal sebagai bahan obat

tradisional yang dipercaya dapat menurunkan tekanan darah (Dalimartha, 2003).

Dari hasil penelitian terdahulu dilaporkan bahwa tanaman seledri memiliki

kandungan senyawa terpenoid dan flavonoid (Yao et al. 2009; Zhou et al. 2009). Pada

penelitian terdahulu terbukti bahwa flavonoid memiliki aktivitas sebagai anti

aterosklerosis, anti inflamatori, antioksidan dan antihipertensi (Gross, 2004). Senyawa

flavonoid yang terbukti berkhasiat sebagai antihipertensi adalah apigenin. Apigenin

memberikan efek menurunkan tekanan darah dari 120 mmHg menjadi 70 mmHg. Pada

penelitian tersebut, apigenin diberikan melalui injeksi pada anjing dan tikus teranestesi

dengan dosis 10 mg/kgbb (Hapsari, 2006).

Page 12: MAKALAH FITOMEDISIN

Penelitian tentang khasiat antihipertensi tanaman seledri kian berkembang dari

herba hingga ke bagian tertentu tanaman ini seperti batang dan daunnya. Sayangnya,

salah satu bagian tanaman yang berfungsi sebagai penyokong berdirinya tanaman ini

kerap dilupakan. Akar seledri hanya digunakan sebagai penyedap makanan saja, bahkan

tak jarang bagian tanaman ini hanya dijadikan sampah. Dari hasil penelitian terdahulu

dilaporkan bahwa fraksi kloroform (Sunaryo et al, 2007) dan fraksi etanol (Siska &

Fith, 2007) akar seledri terbukti dapat menurunkan tekanan darah tikus hipertensi.

Penelitian lain yang dilaporkan bahwa fraksi kloroform (Budiman, 2008) dan fraksi

etanol (Zainudin, 2008) dapat meningkatkan volume urin dan kandungan natrium dalam

urin mencit. Hasil penelitian tersebut memperkuat dugaan bahwa akar seledri memiliki

kandungan kimia yang berkhasiat sebagai obat. Berdasarkan penelitian sebelumnya,

dapat diasumsikan bahwa akar seledri mempunyai prospek yang baik untuk

dikembangkan sebagai obat sehingga layak untuk diteliti lebih lanjut.

Pada penelitian ini akan dipelajari manfaat akar seledri sebagai antihipertensi.

Penelitian ini menggunakan model tikus hipertensi dengan metode induksi NaCl +

prednison (Yuliandra, 2007) yang diharapkan dapat mewakili hipertensi pada manusia.

Penelitian ini akan menggunakan beberapa fraksi akar seledri dengan tujuan mencari

fraksi yang efektif dalam menurunkan tekanan darah. Alat yang digunakan untuk

mengukur parameter tekanan darah adalah Biopac® System MP 150. Hasil penelitian

ini diharapkan dapat berguna untuk menambah informasi ilmiah tentang akar seledri

sehingga dapat digunakan sebagai pengobatan penyakit hipertensi.

VII. EFEK FARMAKOLOGI

BAHAN DAN METODE UJI FARMAKOLOGI

Ekstraksi dan Fraksinasi

Akar Apium graveolens L. didapat dari Pasar Induk Kramat Jati dan

dideterminasi di LIPI cibinong. Akar yang sudah kering kemudian diserbukkan dan

dilakukan maserasi selama 9 hari dengan larutan penyari etanol 70%. Maserat diuapkan

dengan menggunakan alat rotary evaporator dengan suhu tidak lebih 40°C hingga

diperoleh ekstrak yang kental dan pekat tetapi masih dapat mengalir. Ekstrak kental

difraksinasi dengan menggunakan pelarut etil asetat dan n-heksan, sehingga didapat

fraksi etil asetat, fraksi n-heksan, dan fraksi etanol-air. Fraksi yang digunakan untuk uji

efek antihipertensi adalah fraksi etil asetat dan fraksi etanol-air. Fraksi yang didapat

dikeringkan dan dibuat suspensi dengan tween 80 untuk digunakan pada penelitian.

Page 13: MAKALAH FITOMEDISIN

Hewan Percobaan

Tikus-tikus percobaan diaklimatisasi selama 7 hari, kemudian diinduksi

hipertensi dengan menggunakan kombinasi prednison 1,5 mg/KgBB dan NaCl 2,5 %.

Sebagai pensuspensi digunakan Tween 80. Formula ini diberikan peroral setiap hari

selama 2 minggu untuk memperoleh tekanan darah di atas normal. Hewan yang

digunakan adalah hewan dengan tekanan darah sistol ³ 150 mmHg.

Prosedur Percobaan

Hewan uji dikelompokkan menjadi beberapa kelompok dengan tiap kelompok

terdiri dari 3 ekor tikus dan diperlakukan seperti terlihat dalam table berikut;

Alat yang digunakan untuk mengukur tekanan darah hewan percobaan pada

penelitian ini adalah BiopacÒ system MP 150. Pada percobaan ini, tikus dianestesi

dengan Pentobarbital Na 60 mg/kgBB secara intra peritonial. Setelah tikus teranestesi

sempurna, tikus ditelentangkan di atas meja operasi dan keempat kakinya diikat. Tubuh

tikus disinari dengan lampu pijar untuk menjaga suhu tubuhnya supaya tidak turun.

Rambut hewan bagian leher dicukur lalu dioperasi dan dipasang kanula pada trakea

untuk memfasilitasi pernafasan. Vena juguler dikanulasi untuk memasukkan infus NaCl

fisiologis yang mengandung heparin 30-50 IU/ml dan pentobarbital 2 mg/kgBBjam

dengan kecepatan infus 2 ml/jam. Arteri karotid dikanulasi melalui transducer dan

dihubungkan dengan alat Biopac System yang terhubung dengan komputer untuk

mengamati tekanan darah tikus. Kanula ini harus terisi penuh dengan larutan NaCl-

heparin dengan konsentrasi 30-50 IU/ml. Untuk memfasilitasi keluarnya urin spontan,

dipasangkan pula kanula pada kandung kemih tikus.

Page 14: MAKALAH FITOMEDISIN

Setelah diberi bolus NaCl 1 ml, tikus diistirahatkan selama 1 jam untuk

menstabilkan kondisinya. Setelah kondisi tikus stabil, data baseline tekanan darah sistol,

diastol, laju jantung, dan tekanan arteri rata-rata tikus direkam. Ekstrak atau kaptopril

diberikan masing-masing sebagai bolus dose secara intra peritoneal sesuai dosis yang

telah direncanakan. Setiap hewan mendapatkan 2 kali pengulangan dosis dan masing-

masing dosis dengan interval 15 menit. Selama interval ini, semua parameter di atas

tetap dimonitor. Selama percobaan berlangsung, infus tetap diberikan dengan kecepatan

2 ml/jam melalui vena juguler.

ANALISA DATA

Data kuantitatif dianalisis secara statistik menggunakan ANAVA dua arah

yang dilanjutkan dengan Uji Beda Duncan dan kebermaknaan diambil pada tingkat

kepercayaan 95%. Data ini akan dianalisa menggunakan software statistic SPSS. Semua

data ditunjukkan sebagai rataan ± Standar Error Baku (SE) (Sulaiman, 2003).

HASIL

Hasil fraksinasi dapat dilihat pada tabel 2. Hasil pengukuran parameter

tekanan darah diolah menggunakan statistik Anova 2 arah dengan kebermaknaan

p<0.05 dan dilanjutkan dengan uji Tukey HSD. Hasil peningkatan parameter tekanan

tekanan darah meliputi tekanan darah sistol (TDS), tekanan darah diastol (TDD),

tekanan arteri rata-rata (mean BP), dan laju jantung setelah diinduksi dengan NaCl dan

prednison dapat dilihat pada table 3,4,5, dan 6. Uji statistik menunjukkan adanya

penurunan TDS, TDD, dan Mean BP secara bermakna (p<0,05), jika dibandingkan

dengan kelompok kontrol negative (tabel 7,8, dan 9). Laju jantung tidak dipengaruhi

oleh pemberian fraksi. Kemampuan fraksi dalam menurunkan TDS, TDD, dan Mean

BP sebanding dengan kaptopril dosis 2,5 mg/kgBB. Tabel terdapat pada LAMPIRAN.

PEMBAHASAN

Setelah dilakukan ekstraksi, tahap selanjutnya adalah fraksinasi yaitu

memisahkan senyawa-senyawa yang terkandung di dalam maserat berdasarkan tingkat

kepolarannya. Pelarut yang digunakan dalam fraksinasi adalah heksan dan etil asetat.

Pelarut heksan dapat menarik senyawa-senyawa yang bersifat non polar sedangkan

pelarut etil asetat digunakan untuk menarik senyawa-senyawa bersifat semi polar. Pada

penelitian ini yang digunakan adalah hasil fraksinasi etil asetat dan etanol-air, karena

berdasarkan penelitian terdahulu fraksi non polar tidak memiliki aktivitas sebagai

antihipertensi.

Page 15: MAKALAH FITOMEDISIN

Pada penelitian ini, komponen tekanan darah diukur secara langsung

menggunakan alat Biopac® system MP 150 (Anonim, 2001). Tikus teranesteri

diletakkan terlentang pada papan bedah dan selanjutnya dilakukan pembedahan dan

kanulasi pada trakea, pembuluh darah arteri karotis, dan vena jugularis. Pemberian

fraksi dilakukan melalui intra vena dan dilakukan sebanyak dua kali dengan rentang

pemberian selama 15 menit. Hasil pengukuran dapat dibaca langsung pada monitor

komputer. Komponen tekanan darah yang dimonitor adalah tekanan darah sistol,

tekanan darah diastol, tekanan darah arteri rata-rata, dan laju jantung.

Data yang diperoleh kemudian dihitung prosentase perubahan tekanan darah

dari seluruh kelompok. Prosentase perubahan tekanan darah yang diperoleh kemudian

dilakukan uji statistik menggunakan Anova dua arah (two way Anova) dan uji lanjut

Tukey HSD. Induksi hipertensi menggunakan NaCl 2,5 % dan prednison 1,5 mg/kgbb

yang diberikan peroral terbukti dapat menaikkan tekanan darah sistol, tekanan darah

diastol, tekanan darah arteri rata-rata, dan laju jantung berturut-turut sebesar 181

mmHg, 157 mmHg, 170 mmHg, dan 330 mmHg.

Kelompok uji fraksi etanol-air dosis 20 mg/kgbb dan 40 mg/kgbb dan fraksi

etil asetat dosis 40 mg/kgbb terbukti dapat menurunkan tekanan darah sistol, diastol,

dan tekanan darah arteri rata-rata. Penurunan terhadap komponen tekanan darah

tersebut sebanding dengan penurunan pada kelompok yang diberikan kaptopril dosis 2,5

mg/kgbb. Sedangkan pada kelompok yang diberikan fraksi etil asetat dosis 20 mg/kgbb

juga dapat menurunkan komponen tekanan darah tersebut tetapi secara statistik

penurunan tidak berbeda nyata jika dibandingkan dengan kelompok hipertensi. Laju

jantung tidak dipengaruhi oleh perlakuan yang diberikan. Selain itu juga terlihat tidak

adanya pengaruh pada dua kali pemberian dosis dan tidak ada interaksi antara

kelompok perlakuan dengan banyaknya penyuntikan.

Dari beberapa dosis fraksi yang diujikan, prosentase penurunan tekanan darah

menjadi semakin kecil dengan bertambahnya dosis. Artinya efek antihipertensi fraksi

semakin rendah dengan bertambahnya dosis pemberian. Fraksi akar seledri terdiri dari

senyawa-senyawa kimia yang secara keseluruhan belum diketahui jenis dan

pengaruhnya terhadap tubuh. Oleh karena itu pemberian fraksi mencapai kadar tertentu

yang lebih besar kemungkinan akan memberikan pengaruh dalam menaikkan tekanan

darah.

Laju jantung tidak diturunkan secara nyata oleh pemberian fraksi. Walaupun

terjadi penurunan laju jantung, tetapi nilainya cukup kecil. Secara fisiologis, tekanan

Page 16: MAKALAH FITOMEDISIN

darah ditentukan oleh curah jantung dan resistensi perifer. Curah jantung adalah hasil

kali denyut dengan volume sekuncup. Resistensi perifer merupakan resultan dari

resistensi pada pembuluh darah (arteri dan arteriol) dengan viskositas darah. Resistensi

pembuluh darah ditentukan oleh tonus otot polos arteri dan arteriol dan elastisitas

dinding pembuluh darah (Guyton, 2007).

Penelitian sebelumnya melaporkan bahwa fraksi akar seledri ini mempunyai

aktivitas sebagai diuretik (Budiman, 2009; Zainudin, 2009). Diduga fraksi ini

menurunkan tekanan darah melalui mekanisme penurunan tahanan perifer pembuluh

darah tanpa menyebabkan penurunan laju jantung yang berarti. Hal ini juga diperkuat

oleh gejala lain yang diamati selama percobaan, yakni terjadinya diuresis pada tikus

(data tidak ditampilkan). Terjadinya diuresis menunjukkan adanya penambahan volume

urin yang diproduksi dan menunjukkan peningkatan jumlah pengeluaran zat-zat terlarut

dalam air. Sebagai akibatnya terjadi penurunan cairan volume ekstrasel. Pada kondisi

hipertensi, proses diuresis akan menurunkan kadar natrium dalam cairan tubuh dan

dengan adanya efek vasodilatasi maka terjadi penurunan resistensi perifer yang

kemudian menurunkan tekanan darah (Setiawati, 2004).

Dari uraian di atas, dapat dilihat bahwa fraksi akar seledri kecuali fraksi etil

asetat dosis 20 mg/kgbb memiliki efek antihipertensi yang nyata dalam menurunkan

tekanan darah tikus hipertensi. Pada dosis yang digunakan, fraksi mempunyai efek yang

sebanding dengan kaptopril dalam menurunkan tekanan darah sistol, tekanan darah

diastol, dan tekanan arteri rata-rata hewan percobaan. Dengan demikian dapat

diasumsikan bahwa akar seledri merupakan tanaman obat yang mempunyai prospek

yang baik untuk dikembangkan sebagai obat antihipertensi sehingga layak untuk diteliti

lebih lanjut.

VIII.UJI TOKSISITAS

Metode Penelitian Uji Toksisitas

Uji toksisitas ekstrak terhadap Artemia Salina L.

Tahap awal uji toksisitas adalah penetasan kista Artemia Salina L. Kista

Artemia Salina L. ditimbang sebanyak 50 mg kemudian dimasukkan kedalam wadah

yang berisi air laut bersih dilengkapi aeroton dan dibiarkan selama 48 jam dibawah

pencahayaan lampu agar menetas sempurna. Larva yang sudah menetas digunakan

dalam uji sitotoksin. Dalam uji sitotoksin sebanyak 10 ekor larva Artemia Salina L.

dimasukkan dalam vial yang berisi air laut lalu ditambahkan larutan ekstrak etanol

Page 17: MAKALAH FITOMEDISIN

(ekstrak kasar maupun hasil fraksinasi) sehingga konsentrasi akhir ekstrak menjadi

1000, 100, 10 ppm. Pengamatan dilakukan setelah 24 jam dengan menghitung jumlah

larva yang mati (Finney 1971). Pengolahan data persen mortalitas komulatif dilakukan

dengan analisis probit (LC50) menggunakan program Minitab 14 pada selang

kepercayaan 95%.

Fraksinasi Ekstrak Kasar etanol

Fraksinasi dilakukan untuk memurnikan ekstrak kasar etanol akar seledri yang

didapat. Fraksinasi dilakukan pada kolom silika gel G40-63 menggunakan eluen

kombinasi terbaiknya (kloroform : metanol : 9,5 : 0,5). Untuk memilih eluen terbaik

dicoba dengan berbagai eluen heksana, kloroform, etil asetat, aseton, etanol, metanol

dan air. Eluen tunggal dengan pemisahan terbaik kemudian dikombinasikan satu dengan

yang lainnya dengan berbagai perbandingan.

Elusidasi ekstrak dalam kolom silika gel dilakukan dengan eluen kombinasi

terbaiknya secara gradien. Dari sini diharapkan senyawa aktif seledri dapat lebih

banyak terpisah dan proses purifikasi dapat berlangsung dengan lebih cepat. Elusidasi

dilakukan terhadap 10 gram ekstrak kasar etanol akar seledri yang terbagi dalam dua

kali periode kolom, yaitu 5 g pada kolom berukuran 15 cm x 44 mm dengan laju alir

dijaga konstan 10 ml/menit.

Eluat hasil fraksinasi kolom ditampung setiap 5 ml, menggunakan tabung

reaksi kaca, dilakukan penggabungan fraksi dengan mengacu pada nilai Rf dan

kesamaan pola kromatogram menggunakan bantuan KLT analitik, dan setiap fraksi

gabungan yang terbentuk dikering bekukan, dihitung rendemennya, serta diuji

aktivitasnya terhadap Artemia salina L., dari hasil uji Artemia akan diperoleh informasi

awal tingkat toksisitas fraksi (LC50). Pemeriksaan toksisitas diperlukan untuk

mengetahui tingkat konsentrasi yang tepat dalam pengujian dan untuk menghindari efek

toksik bagi senyawa yang akan dijadikan sebagai calon obat.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji Sitotoksin (LC50)

Uji toksisitas adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui jumlah konsentrasi yang

tepat dari suatu senyawa bioaktif sebagai calon obat. Uji toksisitas yang digunakan

dalam penelitian ini adalah uji letal Consentrasi (LC50). Uji ini digunakan untuk

menentukan batas tingkat konsentrasi yang menyebabkan keracunan. Hasil analisis

Probit diperoleh bahwa ekstrak etanol herba memiliki nilai LC50 sebesar 1969,18 ppm.

Menurut Meyer (1982) senyawa yang dapat dikatakan sebagai obat dan bersifat bioaktif

Page 18: MAKALAH FITOMEDISIN

adalah senyawa yang memiliki nilai LC50 kurang dari 1000 ppm. Berdasarkan hasil

analisis nilai LC50 pada penetian ini menunjukkan bahwa ekstrak kasar etanol seledri

masih kurang berpotensi sebagai obat antihipertensi maupun senyawa yang bersifat

sebagai bioaktivitas. Hal ini diduga dalam ekstrak kasar tersebut masih banyak sekali

golongan senyawa sehingga mengakibatkan ekstrak memiliki daya bunuh yang rendah.

Tetapi setelah dilakukan Fraksinasi terhadap ekstrak kasar etanol kemampuan daya

bunuhnya meningkat, hal ini dapat dilihat dari nilai LC50 pada berbagai fraksi

(Lampiran 9).

Lampiran 9. Nilai toksisitas hasil fraksinasi

Nilai LC50 pada berbagai fraksi hasil kolom menunjukkan bahwa ekstrak tersebut

sangat berpotensi sebagai calon obat dan bersifat bioaktivitas. Hal ini karena nilai LC50

pada berbagai fraksi kurang dari 1000 ppm. Meningkatnya nilai LC50 setelah di

fraksinasi menguatkan dugaan bahwa kandungan senyawa yang ada dalam esktrak

tersebut semakin murni sehingga semakin berpotensi untuk menimbulkan efek. Oleh

karena itu, hasil fraksinasi dari ekstrak etanol akar seledri dapat dikembangkan untuk

diformulasikan sebagai zat aktif dalam bentuk sediaan obat.

Page 19: MAKALAH FITOMEDISIN

IX. PENGEMBANGAN FORMULASI SEDIAAN

ANALISIS PEMILIHAN ZAT AKTIF

Berdasarkan hasil uji farmakologi yang telah dilakukan terhadap tanaman

seledri sebagai antihipertensi diatas. Maka, akar seledri (Apium Graveolens L) yang

memiliki aktivitas antihipertensi adalah pada fraksi etanol-air dosis 20 mg/kgBB dan 40

mg/kgBB dan fraksi etil asetat dosis 40 mg/kgBB yang terbukti dapat menurunkan

tekanan darah sistol, diastol, dan tekanan darah arteri rata-rata yang sebanding dengan

Kaptopril 2,5 mg/KgBB pada percobaan menggunakan tikus (Siska, 2008). Oleh karena

itu, dapat dilakukan pengembangan formulasi sediaan dengan zat aktif berupa salah satu

dari faksi diatas untuk dibuat dalam sediaan tablet.

Pada formulasi ini, akan dikembangkan formulasi sediaan tablet dengan zat

aktif berupa fraksi etanol-air akar seledri dengan dosis 40 mg/KgBB tikus, sehingga

dosis yang dapat digunakan pada manusia adalah sebesar;

Dosis tikus = 40 mg/KgBB = 40 mg/1000 gramBB

Dosis tikus 200 g = 200 g/1000 g x 40 mg = 8 mg/200 gramBB

Konversi dosis ke manusia = 8 mg x 56,0 = 448 mg/70 kgBB manusia

Dosis untuk manusia = 448 mg/70 kgBB manusia

Maka, konsentrasi fraksi etanol-air akar seledri per tablet adalah 448 mg dan

direncanakan bobot tablet yang akan dibuat adalah 600 mg.

ANALISIS PEMILIHAN EKSIPIEN

Dalam khasiatnya sebagai antihipertensi, diketahui bahwa senyawa aktif yang

bekerja sebagai antihipertensi adalah senyawa apigenin yang berasal dari golongan

flavonoid, sehingga senyawa ini diperkirakan tidak stabil dan tidak tahan terhadap

pemanasan. Oleh karena itu, metode yang sesuai dengan sifat senyawa aktif ini adalah

dengan granulasi kering.

Bahan-bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan tablet meluputi; zat aktif,

bahan penghancur, bahan pengisi, lubrikan dan eksipien. Berbagai macam eksipien

yang digunakan dalam metode granulasi kering antara lain; amilum, PVP, Avicel, Mg

stearat, dan Talk.

FORMULASI, METODE DAN PEMBUATAN SEDIAAN

Master Formula

R/ Akar Apium Graveolens L

Amilum

Avicel

Page 20: MAKALAH FITOMEDISIN

PVP

Mg-stearat

Talk

Perhitungan dan Penimbangan

Pembuatan tablet direncanakan sebanyak 1 batch atau 10.000 tablet. Direncanakan

bobot tablet 600 mg dengan kandungan zat aktif per tablet adalah 448 mg.

Perhitungan Formula :

Fase Dalam (92% x 600 mg = 552 mg)

Fraksi etanol-air akar seledri = 448 mg

PVP = 5% x 600 mg = 30 mg

Amilum = 5% x 600 mg = 30 mg

Avicel = 552 – (448+30+30) = 44 mg

Total fase dalam = 92% x 600 mg = 552 mg

Fase Luar (8% x 600 mg = 48 mg)

Mg-stearat = 1% x 48 mg = 0,48 mg

Talk = 2% x 48 mg = 0,96 mg

Amilum kering = 5% x 48 mg = 2,4 mg

Slug (93,5%) fase dalam + ½ (mg-stearat dan talk)

Fraksi etanol-air akar seledri = 448 mg

PVP = 30 mg

Amilum = 30 mg

Avicel = 44 mg

Mg-stearat = 0,48 mg

Talk = 0,96 mg +

TOTAL Slug = 553,44 mg

Misalnya:

Slug yang diperoleh = 553,44 mg

Jumlah tablet yang diperoleh = 552 mg : 553,44 mg x 10000 tablet = 9973 tablet

Maka, Fase luar yang ditambahkan :

Mg-stearat = 0,5/93,5 x 552 mg = 2,95 mg

Talk = 1/93,5 x 552 mg = 5,9 mg

Page 21: MAKALAH FITOMEDISIN

Amilum kering= 5/93,5 x 552 mg = 29,51 mg

Bobot tablet yang diperoleh = 591,35 mg.

Penimbangan :

Zat Aktif dan tambahan

Berat per tablet (mg) Berat per 10000 tablet (kg)

Apium Graveolens L 448 44.8*Amilum 30 3.0Avicel 44 4.4PVP 30 3.0Mg-stearat 2.95 0.29Talk 5.9 0.59Amilum kering 29.51 2.951

*diketahui % rendemen fraksi etanol-air akar seledri adalah sebesar 1,67%, sehingga

jika bobot ekstrak yang digunakan adalah 44,8 kg, maka berat simplisia yang

dibutuhkan adalah 2790,41 kg.

METODE PEMBUATAN SEDIAAN

a) Pembuatan Ekstrak

Akar Apium graveolens L. yang sudah kering diserbukkan dan dilakukan

maserasi selama 1x2 jam dengan larutan penyari etanol 70%. Maserat diuapkan

dengan menggunakan alat rotary evaporator dengan suhu tidak lebih 40°C hingga

diperoleh ekstrak yang kental dan pekat tetapi masih dapat mengalir. Ekstrak kental

difraksinasi dengan menggunakan pelarut etil asetat dan n-heksan, sehingga didapat

fraksi etil asetat, fraksi n-heksan, dan fraksi etanol-air. Fraksi yang digunakan

sebagai zat aktif dalam sediaan tablet antihipertensi adalah fraksi etanol-air.

b) Pembuatan Tablet Granul Kering

Talk dikeringkan terlebih dahulu dengan oven untuk mengurangi kadar air

yang mungkin masih terkandung, kemudian dilakukan pencampuran bahan-bahan

untuk pembuatan slug. Dilakukan IPC berupa uji homogenitas, dilakukan proses

slugging dengan chilsonator, kemudian dilakukan pengayakan slug. Dan dilakukan

proses IPC berupa kecepatan alir, BJ nyata, BJ mampat dan % kompresibilitas,

distribusi ukuran granul serta kadar zat aktif dalam granul. Kemudian, ditambahkan

lubrikan dan disintegran. Selanjutnya, dilakukan proses kompresi sediaan, dikemas

Page 22: MAKALAH FITOMEDISIN

dan dilakukan proses evaluasi sediaan meliputi; organoleptik, bentuk dan ukuran,

kekerasan tablet, friabilitas, kekerasan tablet, waktu hancur tablet, dan disolusi.

c) IPC dan Pengawasan Mutu

Pengemasan dan Penyimpanan Sediaan Akhir (Primer/Sekunder):

~ Obat disimpan pada suhu ruangan 25-30°C dan terlindung dari cahaya dikarenakan

obat kurang tahan terhadap pemanasan.

~ Obat jadi kemudian dikemas pada kemasan strip (kemasan primer) dengan tiap strip

mengandung 4 tablet (catch cover).

~ Setiap 50 strip dikemas dalam 1 kotak (kemasan sekunder) sehingga 10000 tablet

dikemas dalam 2500 strip yang dikemas lagi dalam 50 kotak/dus.

~ Kemasan strip dipilih karena senyawa aktif tidak tahan terhadap pemanasan, kemasan

strip lebih melindungi sediaan dari panas dan lebab. Obat jadi ini akan didistribusikan

dalam zona IV (panas dan lembab) sehingga kemasan strip paling tepat digunakan

(Hall,et.al, 2005)

~ Bentuk catch cover (1 kemasan terdiri dari 4 tablet) dipilih karena lebih praktis dan

mudah dibawa serta mencakup pemakaian untuk 1 hari.

Page 23: MAKALAH FITOMEDISIN

Sebelum sediaan tablet antihipertensi dengan zat aktif ekstrak akar seledri

tersebut dipasarkan, perlu dilakukan tahap pengujian klinik terlebih dahulu yang terdiri

dari 4 fase yaitu;

a) Fase I; calon obat diuji pada sukarelawan sehat untuk mengetahui apakah sifat yang

diamati pada hewan percobaan juga terlihat pada manusia. Pada fase ini ditentukan

hubungan dosis dengan efek yang ditimbulkannya dan profil farmakokinetik obat

pada manusia.

b) Fase II; calon obat diuji pada pasien tertentu, diamati efikasi pada penyakit yang

diobati, yang diharapkan dari obat adalah mempunyai efek potensial dengan efek

samping rendah atau tidak toksik. Pada fase ini, mulai dilakukan pengembangan dan

uji stabilitas bentuk sediaan obat.

c) Fase III; melibatkan kelompok besar pasien, disini obat baru dibandingkan efek dan

keamanannya terhadap obat pembanding yang sudah diketahui.

d) Fase IV; setelah obat dipasarkan masih dilakukan studi pasca pemasaran (post

marketing surveillance) yang diamati pada pasien dengan berbagai kondisi, berbagai

usia dan ras, studi inu dilakukan dalam jangka waktu lama untuk melihat nilai

terapeutik dan pengalaman jangka panjang dalam menggunakan obat. Selain itu,

juga dilakukan pemantauan terhadap toksisitas pada obat yang sudah beredar.

Setelah, calon obat melewati beberapa tahapan tersebut, dan apabila terbukti

khasiatnya lebih besar daripada resikonya serta aman dikonsumsi oleh manusia maka

calon obat tersebut dapat digunakan sebagai obat baru sebagai pengganti obat kimia.

Namun, dalam pelaksanaan uji klinik ini membutuhkan waktu yang lama dan biaya

yang sangat mahal, serta sulit dilakukan.

Page 24: MAKALAH FITOMEDISIN

BAB III

PENUTUP

Berdasarkan berbagai data pengujian yang telah dilakukan terhadap tanaman herbal

seledri sebagai terapi antihipertensi yang meliputi; identifikasi senyawa aktif yang berperan

dalam penurunan tekanan darah, uji farmakologi, uji toksisitas dan adanya pengembangan

formulasi sediaan tablet antihipertensi dengan zat aktif akar seledri (Apium Graveolens

Radix) tersebut telah membuktikan bahwa seledri mengandung senyawa aktif apigenin yang

dapat menurunkan tekanan darah tinggi.

Berdasarkan data farmakologi, dari penelitian pengaruh fraksi etanol air dan etil asetat

akar seledri (Apium graveolens L) terhadap darah tikus hipertensi yang diinduksi dengan

NaCl dan prednison, dapat disimpulkan bahwa fraksi etanol-air dosis 20 mg/kgbb dan 40

mg/kgbb dan fraksi etil asetat dosis 40 mg/kgbb dapat menurunkan tekanan darah sistol,

diastol, dan tekanan arteri rata-rata pada tikus hipertensi secara signifikan (P‹0,05) dengan

potensi efek antihipertensi sebanding dengan kaptopril 2,5 mg/kgbb.

Berdasarkan uji toksisitas, menunjukkan nilai LC50 pada berbagai fraksi kurang dari

1000 ppm. Nilai LC50 pada berbagai fraksi hasil kolom menunjukkan bahwa ekstrak tersebut

sangat berpotensi sebagai calon obat dan bersifat bioaktivitas. Menurut Meyer (1982)

senyawa yang dapat dikatakan sebagai obat dan bersifat bioaktif adalah senyawa yang

memiliki nilai LC50 kurang dari 1000 ppm.

Berdasarkan data-data tersebut, maka ekstrak akar seledri dapat diformulasikan dalam

sediaan tablet antihipertensi yang diharapkan dapat dikembangkan menjadi sediaan

fitofarmaka, sehingga sediaan obat dengan zat aktif herbal ini dapat menggantikan obat-obat

kimia antihipertensi yang sudah ada dipasaran. Sehingga, dapat meminimalkan efek samping

obat, hal ini karena obat antihipertensi dikonsumsi dalam jangka panjang, sehingga obat

dengan zat aktif bahan alam tentunya akan memiliki efek samping yang relative lebih rendah

bila dibandingkan dengan obat kimia.

Page 25: MAKALAH FITOMEDISIN

LAMPIRAN

DATA UJI FARMAKOLOGI

Page 26: MAKALAH FITOMEDISIN
Page 27: MAKALAH FITOMEDISIN
Page 28: MAKALAH FITOMEDISIN
Page 29: MAKALAH FITOMEDISIN

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2008. Naturakos. Volume 3,

Nomor 7. Jakarta : Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia.

Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2010. Acuan Sediaan Herbal.

Volume kelima Edisi Kelima. Jakarta : Badan Pengawasan Obat dan Makanan

Republik Indonesia.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1989. Materia Medika. Jilid V. Jakarta :

Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

M, Djatmiko, Pramono, S. 2001. Standarisasi Sediaan Daun Seledri (Apium graveolens L.)

Secara KLT-Densitometri Menggunakan Apigenin Sebagai Parameter. Jurnal

Penelitian : Majalah Farmasi Indonesia.

Nadiah. 2008. Kinetika Inhibisi Ekstrak Etanol Seledri (Apium graveolens L.) Dan Fraksinya

Terhadap Enzim Xantin Oksidasi Serta Penentuan Senyawa Aktifnya. Jurnal

Penelitian : Institut Pertanian Bogor.

Siska, Armenia, Arifin, H. 2008. The Effect Of Multiple Fractions Of Celery Root (Apium

graveolens L.) On Blood Pressure Of Hypertension Rats. Jurnal Penelitian :

Universitas Hamka.

Siswono, Hadi. 2008. Isolasi dan Identifikasi Ekstrak Etanol 95 % Dari Apium graveolens L.

Jurnal Penelitian : Mathematics and Natural Sciences.