makalah fitokim

17
I. Penapisan Fitokimia (skrining fitokimia) Pendekatan skrining fitokimia meliputi analisis kualitatif kandungan kimia dalam tumbuhan atau bagian tumbuhan (akar, batang, daun, bunga, buah, biji), terutama kandungan metabolit sekunder yang bioaktif. Adapun tujuan utama pendekatan skrining fitokimia adalah untuk mensurvei tumbuhan untuk mendapatkan kandungan bioaktif atau kandungan yang berguna untuk pengobatan (Robinson, 1995). Pada proses skrinning fitokimia,dilakukan sortasi basah artinya adalah pemisahan kotoran–kotoran atau bahan–bahan asing lainnya yang terdapat pada simplisia.Contohnya pada simplisia yang dibuat dari akar suatu tanaman obat, biasanya seperti tanah, kerikil, rumput, batang, daun, akar yang sudah rusakdan pengotor lainnya harus dibuang (Agoes,2007). Penapisan Fitokimia adalah pemeriksaan kandungan kimia secara kualitatif untuk mengetahui golongan senyawa yang terkandung dalam suatu tumbuhan. Pemeriksaan dilakukan pada senyawa metabolit sekunder yang memiliki khasiat bagi kesehatan, seperti alkaloid, glikosida, flavonoid, terpenoid, tanin, dan saponin (Harborne, 1987). 1

Upload: andhini-virgiannisa

Post on 19-Oct-2015

110 views

Category:

Documents


32 download

TRANSCRIPT

I. Penapisan Fitokimia (skrining fitokimia)Pendekatan skrining fitokimia meliputi analisis kualitatif kandungan kimia dalam tumbuhan atau bagian tumbuhan (akar, batang, daun, bunga, buah, biji), terutama kandungan metabolit sekunder yang bioaktif. Adapun tujuan utama pendekatan skrining fitokimia adalah untuk mensurvei tumbuhan untuk mendapatkan kandungan bioaktif atau kandungan yang berguna untuk pengobatan (Robinson, 1995). Pada proses skrinning fitokimia,dilakukan sortasi basah artinya adalah pemisahan kotorankotoran atau bahanbahan asing lainnya yang terdapat pada simplisia.Contohnya pada simplisia yang dibuat dari akar suatu tanaman obat, biasanya seperti tanah, kerikil, rumput, batang, daun, akar yang sudah rusakdan pengotor lainnya harus dibuang (Agoes,2007).Penapisan Fitokimia adalah pemeriksaan kandungan kimia secara kualitatif untuk mengetahui golongan senyawa yang terkandung dalam suatu tumbuhan. Pemeriksaan dilakukan pada senyawa metabolit sekunder yang memiliki khasiat bagi kesehatan, seperti alkaloid, glikosida, flavonoid, terpenoid, tanin, dan saponin (Harborne, 1987).Penapisan fitokimia dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui informasi awal golongan senyawa sehingga memudahkan proses pengisolasiannya. Selain itujuga bertujuan untuk mengetahuiapakahsuatujenistumbuhantersebutpotensialuntukdimanfaatkan. Metode-metode dasar penapisan fitokimia harus memenuhi syarat-syarat sederhana, cepat,limitdeteksi rendah dan tegas (Harbone, 1987).Skrining fitokimia merupakan tahap pendahuluan dalam suatu penelitian fitokimia yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang golongan senyawa yang terkandung dalam tanaman yang sedang diteliti. Metode skrining fitokimia dilakukan dengan melihat reaksi pengujian warna dengan menggunakan suatu pereaksi warna. Hal penting yang berperan penting dalam skrining fitokimia adalah pemilihan pelarut dan metode ekstraksi (Kristianti dkk., 2008).Metode yang digunakan atau dipilih untuk melakukan skrining fitokimia harus memenuhi beberapa persyaratan antara lain (Robinson, 1995):1. Sederhana 2. Cepat 3. Dapat dilakukan dengan peralatan minimal 4. Selektif terhadap golongan senyawa yang dipelajari 5. Bersifat semikuantitatif, yaitu memiliki batas kepekaan untuk senyawa yang dipelajari 6. Dapat memberikan keterangan tambahan ada/tidaknya senyawa tertentu dari golongan senyawa yang dipelajari

1.1. Pemeriksaan alkaloidLarutan ekstrak uji sebanyak 2 mL diuapkan di atas cawan porselin hingga di dapat residu. Residu kemudian dilarutkan dengan 5 mL HCl 2 N. Larutan yang didapat kemudian dibagi ke dalam 3 tabung reaksi. Tabung pertama ditambahkan dengan HCl 2 N yang berfungsi sebagai blanko. Tabung kedua ditambahkan pereaksi Dragendorff sebanyak 3 tetes dan tabung ketiga ditambahkan pereaksi Mayer sebanyak 3 tetes. Terbentuknya endapan jingga pada tabung kedua dan endapan putih hingga kekuningan pada tabung ketiga menunjukkan adanya alkaloid (Jones and Kinghorn, 2006).1.2. Pemeriksaan glikosidaPemeriksaan glikosida dilakukan dengan reaksi Liebermann-Burchard. Serbuk simplisa uji dilarutkan dalam pelarut etanol, diuapkan diatas tangas air, larutkan sisanya dalam 5 mL asam asetat anhidrat P, ditambahkan 10 tetes asam sulfat P. terjadinya warna biru atau hijau menunjukkan adanya glikosida (reaksi Liebermann-Burchard) (Depkes RI, 1989)1.3. Pemeriksaan sterol dan triterpenoidLarutan uji sebanyak 2 mL diuapkan. Residu yang diperoleh dilarutkan dalam 0,5 mL kloroform, lalu ditambah dengan 0,5 mL asam asetat anhidrat. Selanjutnya, campuran ini ditetesi dengan 2 mL asam sulfat pekat melalui dinding tabung tersebut. Bila terbentuk warna hijau kebiruan menunjukkan adanya sterol. Jika hasil yang diperoleh berupa cincin kecokelatan atau violet pada perbatasan dua pelarut, menunjukkan adanya triterpenoid (Jones and Kinghorn, 2006; Evans, 2009).1.4. Pemeriksaan saponinEkstrak uji dimasukkan ke dalam tabungreaksi, ditambahkan 10 mL air panas, dinginkan dan kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik. Terbentuk buih yang mantap selama tidak kurang dari 10 menit setinggi 1-10 cm. Pada penambahan HCl 2 N, buih tidak hilang (Depkes RI, 1995).1.5. Pemeriksaan polifenol dan taninLarutan ekstrak uji sebanyak 1 mL direaksikan dengan larutan besi (III) klorida 10%, jika terjadi warna biru tua, biru kehitaman atau hitam kehijauan menunjukkan adanya senyawa polifenol dan tanin (Robinson, 1991; Jones and Kinghorn, 2006).1.6. Pemeriksaan flavonoidLarutan ekstrak uji sebanyak 1 mL diuapkan hingga kering, sisanya dibasahkan dengan aseton P, ditambahkan sedikit serbuk halus asam borat P dan serbuk halus asam oksalat P, dipanaskan hati-hati di atas tangas air dan dihindari pemanasan berlebihan. Sisa yang diperoleh dicampur dengan 10 mL eter P. Diamati dengan sinar UV 366 nm; larutan berfluorosensi kuning intensif, menunjukkan ada flavonoid (Depkes RI, 1995).

II. EkstraksiEkstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Terdapat beberapa Metode ekstraksi antara lain cara dingin dan cara panas. Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang diperoleh diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan. Cairan pelarut dalam proses pembuatan ekstrak adalah pelarut yang baik untuk senyawa kandungan yang berkhasiat atau yang aktif, dengan demikian senyawa tersebut dapat terpisahkan dari bahan dan dari senyawa kandungan lainnya, serta ekstrak hanya mengandung sebagian besar senyawa yang diinginkan (Depkes RI, 2000)2.1. Cara DinginEkstraksi cara dingin dapat dilakukan dengan maserasi atau perkolasi. 2.1.1. MaserasiMaserasi adalah proses ekstraksi simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beebrapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan. Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang terus menerus. Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya. 2.1.2. PerkolasiPerkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna (exhaustive extraction) yang umunya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahap pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak). Hal ini terus menerus sampai diperoleh ekstrak yang jumlahnya 1-5 kali bahan.2.2. Cara PanasEkstraksi dengan cara panas dapat dilakukan dengan refluks, soxhlet, digesti, infus, atau dekok. 2.2.1. RefluksRefluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umunya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna. 2.2.2. SoxhletSoxhlet adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru. Soxhlet umumnya dilakukan dengan alat khusus sehinga terjadi ekstraksi yang berkelanjutan dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik. 2.2.3. DigestiDigesti adalah maserasi kinetik, yaitu dengan pengadukan secara terus-menerus pada temperatur yang lebih tinggi dan temperatur ruangan. Digesti umumnya dilakukan pada temperatur 40-50o. 2.2.4. InfusInfus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98o selama waktu tertentu (15-20 menit). 2.2.5. DekokDekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur sampai titik didih air.

III. FraksionalKristalisasi fraksional, yang umumnya dikenal dengan istilah fraksinasi, adalah proses modifikasi minyak/lemak tertua dan telah mendasari pengembangan industri produk olahan lemak dan minyak makan modern. Pengolahan minyak yang secara komposisional bersifat heterogen menjadi fraksi yang lebih homogen dengan nilai tambah yang tinggi selalu menjadi tantangan dalam teknologi fraksinasi. Ada banyak metode fraksinasi yang dapat diterapkan dalam penyiapan bahan baku produk olahan berbasis minyak, tetapi yang paling sederhana dan banyak dipakai adalah fraksinasi kering.Fraksinasi kering merupakan salah satu metode modifikasi lemak secara fisik dengan memanfaatkan sifat-sifat kristalisasi dari trigliserida atau triacyl glycerol (TAG) penyusun lemak tersebut (Sarmidi et al., 2009). Sifat-sifat kristalisasi yang dimaksud, diantaranya adalah perbedaan titik leleh (Huey et al., 2009), karakteristik polimorfik, dan komposisi campuran TAG (Calliauw et al., 2010). Ketiga sifat TAG ini disebut sebagai karakter fase dari TAG (Timms, 2005; Calliauw et al., 2010)Minyak kelapa sebanyak 112 kg dipanaskan pada suhu 70C selama 10 menit kemudian didinginkan secara perlahan dengan berbagai variasi laju pendinginan (0,1-0,8C/menit) hingga dicapai suhu kristalisasi yang diinginkan, bervariasi dari 18,0-22,5C. Setelah suhu kristalisasi tercapai, suhu minyak dijaga tetap konstan hingga akhir proses. Pengamatan dilakukan secara periodik sebanyak enam kali dimulai setelah beberapa saat minyak mencapai suhu kristalisasi. Selama proses pendinginan, minyak diaduk dengan kecepatan 15 rpm. Fraksinasi dilakukan dengan penyaringan vakuum menggunakan kertas Whatman #40 pada suhu yang sama dengan suhu kristalisasi sehingga dihasilkan fraksi padat (stearin) dan fraksi cair (olein) (Zaliha et al., 2004; Chaleepa et al.,2010)Kristalisator yang digunakan terdiri dari tujuh rangkaian peralatan utama yaitu: 1. Tangki kristalisator minyak dengan sistem double jacket berkapasitas 120 kg dilengkapi dengan pengaduk mekanis yang bisa diatur kecepatannya, thermocople dan heat exchanger di bagian tengah tangki. 2. Chamber pensuplai air dingin yang terhubung dengan heat exchanger dalam tangki minyak dilengkapi dengan thermocople dan pompa. 3. Sirkuit elektronik untuk mengatur suhu air di chamber dilengkapi dengan pompa otomatis untuk mengalirkan air dingin dari chiller berdasarkan program pendinginan yang ditetapkan.4. Chiller yang digunakan untuk mensuplay air dingin ke chamber pendingin. 5. Komputer untuk mengatur sistem sequensi perlakuan pendinginan dan untuk merekam perubahan suhu minyak dan air pendingin selama pendinginan dan kristalisasi. 6. Outlet air dari chamber pendingin jika tidak ingin disirkulasikan ke chiller. 7. Inlet air dari kran ke chamber pendingin jika tidak ingin digunakan air dingin dari chiller.

IV. Uji KemurnianKriteria yang biasa digunakan untuk menyatakan kemurnian suatu materi/bahan diantaranya ialah:1. Sifat-sifat fisika misalnya:a. Titik leleh, titik didih, titik beku.b. Kerapatan (massa jenis).c. Indeks refraksi (diukur pada suhu tertentu dan panjang gelombang tertentu).d. Spektrum absorpsi (daerahultra violet, sinar tampak, infra merah, gelombang mikro).e. Daya hantar listrik spesifik (biasanya digunakan untuk menyatakan adanya pengotor air, garam, asam/basa organik dan anorganik yang terdapat dalam suatu materi non-elektrolit).f. Rotasi optik (pemutaran bidang polarisasi cahaya).g. Spektrum massa.2. Analisis perbandingan, misalnya kadar karbon, nitrogen, hidrogen, abu dan lain-lainnya3. Testkimia untuk jenis pengotor tertentu, misalnya kadar peroksida, air, asam, basa dan lainnya.4. Test fisik untuk jenis pengotor tertentu, misalnya :a. Spektroskopi Emisi Nyala/ Absorbsi atom, untuk mendeteksi adanya pengotor ion-ion logamb. Kromatografi (cair,gas,kertas,lapis tipis,penukar ion,gel).c. Resonansi spin elektron, untuk mendeteksi adanya radikal bebas.d. Spektroskopi sinar Xe. Fluorometri5. Metode elektro kimia (elektro gravimetri, elektro foresis, polarografi dan lainnya)6. Metode kimia inti.

Adanya perbedaan metode analisis yang digunakan akan memberikan hasil yang berbeda pula , sebab setiap metode analisis mempunyai sensitifitas dan batas deteksi yang berbeda. Sehingga dalam menyatakan hasil suatu pengujian perlu dicantumkan pula metode analisis yang digunakan. Bahkan bila perlu kondisi lingkungan waktu melakukan pengujian juga dicantumkan misalnya, temperatur, tekanan udara, kelembaban, panjang gelombang cahaya yang digunakan dan lain-lain.

V. Isolasi Minyak AtsiriMinyak atsiri umumnya diisolasi dengan empat metode yang lazim digunakan, yaitu: 1. Metode destilasi terhadap bagian tanaman yang mengandung minyak. Dasar dari metode ini adalah memanfaatkan perbedaan titik didih. 2. Metode penyarian dengan menggunakan pelarut penyari yang cocok. Dasar dari metode ini adalah adanya perbedaan kelarutan. Minyak atsiri sangat mudah larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air. 3. Metode pengepresan atau pemerasan. Metode ini hanya bisa dilakukan terhadap simplisia yang mengandung minyak atsiri dalam kadar yang cukup besar. Bila tidak, nantinya hanya akan habis di dalam proses. 4. Metode perlekatan bau dengan memanfaatkan media lilin (enfleurage). Metode ini disebut juga metode enfleurage. Metode ini memanfaatkan aktivitas enzim yang diyakini masih terus aktif selama sekitar 15 hari sejak bahan minyak atsiri dipanen.

VI. Isolasi PreparatifPrinsip dari pemisahan (isolasi) adalah adanya perbedaan sifat fisik dan kimia dari senyawa yaitu kecendrungan dari molekul untuk melarut dalam cairan (kelarutan), kecenderungan molekul untuk menguap (keatsirian), kecenderungan molekul untuk melekat pada permukaan serbuk labus (adsorpsi, penserapan) (Harborne, 1987).Kromatografi adalah suatu nama yang diberikan untuk teknik pemisahan tertentu. Pada dasarnya semua cara kromatografi menggunakan dua fase yaitu fasa tetap (stationary) dan fasa gerak (mobile), pemisahan tergantung pada gerakan relatif dari dua fasa tersebut. Kromatografi secara garis besar dapat dibedakan menjadi kromatografi kolom dankromatografi planar. Kromatografi kolom terdiri atas kromatografi gas dan kromatografi cair, sedangkan kromatografi planar terdiri ataskromatografi lapis tipis dan kromatografi kertas.Kromatografi Lapis Tipis Preparatif merupakan proses isolasi yang terjadi berdasarkan perbedaan daya serap dan daya partisi serta kelarutan dari komponen-komponen kimia yang akan bergerak mengikuti kepolaran eluen oleh karena daya serap adsorben terhadap komponen kimia tidak sama, maka komponen bergerak dengan kecepatan yang berbeda sehingga hal inilah yang menyebabkan pemisahan.Kromatografi lapis tipis adalah metode pemisahan fitokimia. Lapisan yang memisahkan terdiri atas bahan berbutir-butir (fase diam), ditempatkan pada penyangga berupa pelat gelas, logam, atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisah, berupa larutan, ditotolkan berupa bercak atau pita (awal), kemudian pelat dimasukkan di dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak). Pemisahan terjadi selama perambatan kapiler (pengembangan) dan selanjutnya senyawa yang tidak berwarna harus ditampakkan (Stahl, 1985).Pelaksaanan kromatografi lapis tipis menggunakan sebuah lapis tipis silika atau alumina yang seragam pada sebuah lempeng gelas atau logam atau plastik yang keras. Gel silika (atau alumina) merupakan fase diam. Fase diam untuk kromatografi lapis tipis seringkali juga mengandung substansi yang mana dapat berpendarflour dalam sinar ultra violet. Fase gerak merupakan pelarut atau campuran pelarut yang sesuai (Harborne, 1987).Keuntungan kromatografi lapis tipis adalah dapat memisahkan senyawa yang sangat berbeda seperti senyawa organik alam dan senyawa organik sintesis, kompleks organik dan anorganik serta ion anorganik dalam waktu singkat menggunakan alat yang tidak terlalu mahal. Metode ini kepekaannya cukup tinggi dengan jumlah cuplikan beberapa mikrogram. Kelebihan metode ini jika dibandingkan dengan kromatografi kertas adalah dapat digunakan pereaksi asam sulfat pekat yang bersifat korosif, kelemahannya adalah harga RF yang tidak tetap (Gritter, et. al., 1991).10