makalah deptan

17
Dit. Pengelolaan Air, Ditjen PLA PENDAYAGUNAAN LAHAN RAWA UNTUK PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN DAN PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI Gatot Irianto Direktur Pengelolaan Air, Direktorat Jenderal PLA, Deptan e mail: [email protected] I. LATAR BELAKANG Secara matematis telah terjadi penurunan luas lahan sawah baku 483 381 hektar di Jawa berdasarkan neraca lahan sawah periode 1981- 1999 (Tabel 1) (Irawan et al., 2001). Diprakirakan setelah tahun 1999 kondisinya semakin memprihatinkan, karena laju alih fungsi lahan untuk kebutuhan infrastruktur dan industri serta perumahan semakin meningkat, sementara kemampuan pemerintah dalam mengendalikan alih fungsi lahan sawah semakin terbatas. Kondisi ini diperburuk dengan tidak memungkinkannya dilakukan lagi program cetak sawah baru di Jawa, karena lahannya sudah tidak tersedia dan potensi sumberdaya airnya semakin menurun. Tabel 1. Neraca Lahan Sawah di Indonesia Periode 1981-1999 Wilayah Pengurangan Penambahan Neraca - ha - - % - - ha - - % - - ha - Jawa 1.002.055 62 518.224 16 - 483.831 Luar Jawa 625.459 38 2.702.939 84 + 2.077.480 Indonesia 1.627.514 100 3.221.163 100 + 1.593.649 Sumber: Diolah oleh Irawan et al. (2001) dari data yang diterbitkan BPS Sementara itu, kondisi neraca lahan sawah periode 1981-1999 di luar Jawa dilaporkan masih positif (+2.077.480) karena luas cetak sawah baru masih melebihi laju pengurangannya. Kondisi neraca positif ini akan semakin sulit dipertahankan, apabila tidak ada perubahan strategi mendasar dalam menentukan arah perluasan sawah baru, karena lahan potensial untuk cetak sawah semakin sulit didapatkan dan pasokan sumber airnya sulit dijamin keandalannya. Berdasarkan ilustrasi trend neraca alih fungsi lahan sawah di Jawa dan luar Jawa, maka meskipun secara nasional neraca alih fungsi lahan sawah sampai dengan tahun 1999 masih positif dari segi kuantitas, tetapi secara kualitas sulit dibandingkan, karena produktivitas lahan sawah yang dialihfungsikan di Jawa jauh lebih tinggi dibandingkan lahan sawah baru yang dicetak di luas Jawa. Pendayagunaan Lahan Rawa untuk Pemenuhan Kebutuhan Pangan dan Peningkatan Pendapatan Petani 1

Upload: muharruddin

Post on 18-Jun-2015

483 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Pendayagunaan Lahan Rawa untuk Pemenuhan Kebutuhan Pangandan Peningkatan Pendapatan Petani

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Deptan

Dit. Pengelolaan Air, Ditjen PLA

PENDAYAGUNAAN LAHAN RAWA UNTUK PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN DAN PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI

Gatot IriantoDirektur Pengelolaan Air, Direktorat Jenderal PLA, Deptan

e mail: [email protected]

I. LATAR BELAKANG

Secara matematis telah terjadi penurunan luas lahan sawah baku 483 381 hektar di Jawa berdasarkan neraca lahan sawah periode 1981-1999 (Tabel 1) (Irawan et al., 2001). Diprakirakan setelah tahun 1999 kondisinya semakin memprihatinkan, karena laju alih fungsi lahan untuk kebutuhan infrastruktur dan industri serta perumahan semakin meningkat, sementara kemampuan pemerintah dalam mengendalikan alih fungsi lahan sawah semakin terbatas. Kondisi ini diperburuk dengan tidak memungkinkannya dilakukan lagi program cetak sawah baru di Jawa, karena lahannya sudah tidak tersedia dan potensi sumberdaya airnya semakin menurun.

Tabel 1. Neraca Lahan Sawah di Indonesia Periode 1981-1999

WilayahPengurangan Penambahan Neraca

- ha - - % - - ha - - % - - ha -

Jawa 1.002.055 62 518.224 16 - 483.831

Luar Jawa 625.459 38 2.702.939 84 + 2.077.480

Indonesia 1.627.514 100 3.221.163 100 + 1.593.649

Sumber: Diolah oleh Irawan et al. (2001) dari data yang diterbitkan BPS

Sementara itu, kondisi neraca lahan sawah periode 1981-1999 di luar Jawa dilaporkan masih positif (+2.077.480) karena luas cetak sawah baru masih melebihi laju pengurangannya. Kondisi neraca positif ini akan semakin sulit dipertahankan, apabila tidak ada perubahan strategi mendasar dalam menentukan arah perluasan sawah baru, karena lahan potensial untuk cetak sawah semakin sulit didapatkan dan pasokan sumber airnya sulit dijamin keandalannya.

Berdasarkan ilustrasi trend neraca alih fungsi lahan sawah di Jawa dan luar Jawa, maka meskipun secara nasional neraca alih fungsi lahan sawah sampai dengan tahun 1999 masih positif dari segi kuantitas, tetapi secara kualitas sulit dibandingkan, karena produktivitas lahan sawah yang dialihfungsikan di Jawa jauh lebih tinggi dibandingkan lahan sawah baru yang dicetak di luas Jawa. Aih fungsi lahan sawah di Jawa akan memerlukan kompensasi cetak sawah baru yang jauh lebih luas agar dapat mengimbangi kehilangan produksi yang terjadi. Neraca alih fungsi lahan yang demikian ini bersifat semu, karena fakta di lapangan menunjukkan bahwa lahan cetak sawah baru seringkali menghadapi berbagai kendala seperti: infrastruktur irigasi belum mantap, kemampuan layanan irigasi belum optimal, sehingga beberapa areal cetak sawah baru masih underutilized.

Diperlukan perubahan mendasar dalam hal strategi dan pendekatan dalam mengantisipasi masalah alih fungsi lahan sawah yang semakin mengkawatirkan baik dari segi: pengelolaan alih fungsi maupun pencetakan sawah baru. Tulisan ini membahas

Pendayagunaan Lahan Rawa untuk Pemenuhan Kebutuhan Pangandan Peningkatan Pendapatan Petani

1

Page 2: Makalah Deptan

Dit. Pengelolaan Air, Ditjen PLA

pendayagunaan lahan rawa untuk menambah luas baku lahan (cetak sawah baru) maupun pengelolaan lahan rawa eksisting (optimasi) untuk pemenuhan kebutuhan pangan dan peningkatan pendapatan petani.

Perluasan lahan sawah baru di 4 (empat) pulau utama Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan Papua ini dengan pertimbangan bahwa ada sekitar 90 kabupaten (sebelum pemekaran 1992) yang dapat dikembangkan lahan rawanya baik pasang surut maupun lebak. Kondisi ini didukung fakta bahwa: (1) ada pelajaran keberhasilan pengelolaan lahan rawa di Telang Sumatra Selatan (2) produktivitas lahan rawa dapat mendekati produktivitas lahan sawah irigasi teknis apabila tata airnya dikelola dengan baik. Keberhasilan ini menjadi momentum sekaligus dapat dimanfaatkan sebagai entry point bagi pemerintah untuk mendayagunakan lahan rawa yang sampai saat ini masih dipandang sebelah mata, karena dianggap sarat permasalahan seperti dalam pembukaan lahan sejuta hektar.

Pendayagunaan Lahan Rawa untuk Pemenuhan Kebutuhan Pangandan Peningkatan Pendapatan Petani

2

Page 3: Makalah Deptan

Dit. Pengelolaan Air, Ditjen PLA

II. DINAMIKA NERACA SUMBERDAYA LAHAN NASIONAL

Meskipun neraca sumberdaya lahan pertanian global periode 1986-2002 masih tumbuh positif terutama subsektor perkebunan dan pengembangan lahan kering (Gambar 1), Namun kondisi ini harus diwaspadai, karena ada kecenderungan bahwa peningkatan luas lahan perkebunan akan merambah lahan sawah eksisting maupun lahan yang secara potensial dapat dicetak menjadi lahan sawah baru.

Gambar 1. Perkembangan Lahan Pertanian di Indonesia, 1986-2002

Kondisi persaingan penggunaan lahan ini harus diwaspadai agar tidak terjadi benturan kepentingan yang dapat menurunkan kemampuan pemenuhan pangan nasional (Tabel 2). Kebutuhan pangan nasional dari negara dengan populasi penduduk sangat tinggi akan sangat sulit apabila menggantungkan sepenuhnya dari impor karena volume beras yang diperdagangkan di pasar dunia sangat terbatas, sehingga akan mendorong terjadinya gejolak harga yang akan menyulitkan keuangan negara.

Tabel 2. Penggunaan Lahan per Pulau di Indonesia pada Tahun 2002

Uraian

Sumatera Jawa Bali + NT

Kalimantan

Sulawesi Jumlah

Pekarangan 2.093.861 1.784.099 238.148 823.585 476.725 5.416.418 Tegal/kebun ladang/huma 5.159.433 3.106.889 1.109.844 1.764.987 2.035.597 13.176.750 Padang rumput 534.509 37.950 774.926 342.742 474.888 2.165.015 Tambak 91.857 122.754 10.450 76.754 145.170 446.985 Kolam/tebat/empang 101.417 40.242 4.678 36.109 16.564 199.010 Lahan tdk diusahakan 1.936.849 66.882 786.041 5.510.496 1.042.054 9.342.322 Lahan untuk kayu-kayuan 4.096.556 476.904 603.261 3.619.266 1.303.854 10.099.841 Perkebunan negara/swasta 10.097.129 595.674 1.384.102 5.839.877 1.992.883 19.909.665 Sawah 2.097.939 3.339.168 413.377 992.165 937.084 7.779.733

Jumlah 26.209.550 9.570.562 5.324.827 19.005.981 8.424.819 68.535.739

Sumber: BPS (2002)

Sementara itu apabila dilihat di dalam Tabel 3 perkembangan produksi komoditas utama yaitu padi, jagung dan kedelai dari tahun 2001 sampai dengan 2005 meningkat, namun

Pendayagunaan Lahan Rawa untuk Pemenuhan Kebutuhan Pangandan Peningkatan Pendapatan Petani

3

Page 4: Makalah Deptan

Dit. Pengelolaan Air, Ditjen PLA

dengan peningkatan jumlah penduduk yang 1,6 persen per tahun, Indonesia masih diharapkan peningkatan produksi sampai dengan tahun 2025 mendatang rata-rata 0,85 persen per tahun untuk tanaman padi, 4,26 per tahun untuk tanaman jagung, 7 persen per tahun untuk tanaman kedelai. Pemenuhan atas kebutuhan peningkatan produksi ini harus dijawab melalui pendayagunaan sumberdaya lahan yang tersedia yang peluangnya masih besar. Lahan rawa baik lebak maupun pasang surut merupakan pilihan yang sangat menjanjikan, karena selain potensi luasnya menjanjikan, teknologinya sudah dikuasai juga senjang produksi (yield gap) antara produktivitas aktualdan potensialnya masih sangat tinggi.

Tabel 3. Perkembangan Produksi Komoditas Utama Tahun 2001 – 2005

No. TahunPadi(Ton)

Jagung(Ton)

Kedelai(Ton)

Tebu(Ton)

Daging Sapi(Ton)

1 2001 50.451.000 9.347.000 827.000 1.755.345 338.685

2 2002 51.490.000 9.654.000 673.000 1.755.354 330.290

3 2003 52.138.000 10.886.000 672.000 1.634.358 369.711

4 2004 54.088.000 11.225.000 723.000 2.171.714 447.573

5 2005*) 54.056.282 12.413.353 808.054 -) 463.819

Sumber : Rencana Stratejik Departemen Pertanian 2005-2009

Pilihan lima komoditas strategis padi, jagung, kedelai, tebu, dan daging ini sangat sesuai dengan karakteristik lahan rawa yang secara umum dapat dibudidayakan komoditas tersebut.

Pendayagunaan Lahan Rawa untuk Pemenuhan Kebutuhan Pangandan Peningkatan Pendapatan Petani

4

Page 5: Makalah Deptan

Dit. Pengelolaan Air, Ditjen PLA

III. SKENARIO PENDAYAGUNAAN LAHAN RAWA

Ada dua pendekatan strategi yang dianggap mewakili untuk mendayagunakan lahan rawa yaitu strategi budidaya (on-farm) dan strategi non budidaya (off-farm). Skenario pendayagunaannya dapat dijelaskan sebagai berikut:

3.1. Strategi Budidaya (Strategi On-farm)

Paling tidak ada 4 (empat) faktor penting yang dapat didorong didalam pendayagunaan lahan rawa melalui pendekatan strategi budidaya (strategi on-farm), yaitu: (1) Peningkat-an luas areal baku (2) Peningkatan IP (3) Diversifikasi komoditas dan (4) Operasional dan Pemeliharaan.

1. Peningkatan Luas Areal Baku

Sangat penting ditingkatkan adalah luas areal baku lahan rawa. Mengapa faktor ini penting, karena dengan ditingkatkannya areal lahan rawa yang siap untuk dibudidayakan akan mampu menambah pasokan pangan yang diproyeksikan akan surplus pada tahun 2008 s/d 2010 untuk beras dan jagung serta masih minus untuk tanaman kedelai (Tabel 4). Peningkatan luas areal baku lahan rawa dapat dilakukan pada lahan rawa yang sudah dikembangkan jaringan utamanya seluas 1.385.665 Ha, yang terdiri dari lahan rawa pasang surut 1.044.039 Ha dan lahan non pasang surut 671.421 Ha (Tabel 5). Sangat boleh jadi kondisi lahan rawa ini pemanfaatannya belum optimal karena belum dilengkapi dengan tata air mikro (TAM), atau memang belum tercetak lahan sawahnya.

Penambahan luas areal baku lahan rawa sangat urgen untuk diimplementasikan mengingat potensi lahan rawa Indonesia cukup besar seluas 33.413.570 Ha tersebar di pulau Sumatera, Kalimantan, dan Papua. Kejelasan pewilayahan pendayagunaan lahan rawa, kesiapan sumberdaya manusia, ketersediaan dana, keterpaduan program dan kegiatan menjadi kunci utama (key point) keberhasilan pengembangan lahan rawa.Tabel 4. Proyeksi Produksi, Konsumsi dan Neraca Beras, Jagung dan Kedelai

Tahun 

Beras Jagung Kedelai

Produksi Konsumsi Senjang Produksi Konsumsi Senjang Produksi Konsumsi Senjang

- ton -

2003 28881273 31287227 -2405954 9881347 10638651 -757304 680737 2284095 -1603358

2004 29656932 31515231 -1858299 10244957 10828992 -584035 675860 2349128 -1673268

2005 30444394 31740850 -1296455 10617990 11022539 -404549 671099 2416014 -1744915

2006 31243498 31964146 -720647 11000488 11219350 -218861 666453 2484803 -1818350

2007 32054067 32185182 -131116 11392485 11419481 -26997 661924 2555552 -1893628

2008 32875906 32404020 471886 11794002 11622993 171008 657511 2628314 -1970803

2009 33708809 32620722 1088088 12205050 11829946 375104 653215 2703148 -2049934

2010 34552553 32835347 1717205 12625628 12040400 585228 649037 2780113 -2131076

Sumber: Simatupang et. al., 2003

Pendayagunaan Lahan Rawa untuk Pemenuhan Kebutuhan Pangandan Peningkatan Pendapatan Petani

5

Page 6: Makalah Deptan

Dit. Pengelolaan Air, Ditjen PLA

Tabel 5. Lahan Rawa Yang Telah Dikembangkan

No. Propinsi

Total Luas lahan yang telah

dikembangkan(Ha)

Pemanfaatan(Ha)

BelumDimanfaatkan

(Ha)

Lain-Lain(Ha)

I PASANG SURUT 1.044.039 671.421 221.024 151.594

A Wilayah Barat 691.704 381.512 172.797 139.395

DI AcehSumatera UtaraRiauSumatera BaratJambiBengkuluSumatera SelatanLampung

5.79051.905

163.622-

68.544-

359.25042.593

5.42231.41089.771

-60.859

-154.572

39.478

27920.49573.706

7.685-

70.632-

89-

145---

134.0463.115

B Wilayah Tengah 280.500 218.774 47.852 13.874

1234

Kalimantan SelatanKalimantan TengahKalimantan BaratKalimantan Timur

85.977115.127

79.396-

58.316102.989

57.469-

21.5778.348

17.927-

6.1843.7904.000

-

C Wilayah Timur 71.835 71.135 375 325

1234

Sulawesi SelatanSulawesi TengahSulawesi TenggaraIrian Jaya

59.0138.5724.250

-

59.0138.5723.550

-

--

375-

--

325-

II NON PASANG SURUT

341.526 222.001 112.704 6.821

A Wilayah Barat 110.176 71.364 33.658 5.156

DI AcehSumatera UtaraRiauSumatera BaratJambiBengkuluSumatera SelatanLampung

9.45027.986

-29.315

2.10016.000

-25.325

5.7594.977

-23.805

2.1009.398

-25.325

2.73723.009

-3.740

-4.170

--

954--

1.770-

2.432--

B Wilayah Tengah 194.765 123.749 70.026 990

1234

Kalimantan SelatanKalimantan TengahKalimantan BaratKalimantan Timur

76.63459.31122.02036.800

49.74940.86813.93919.193

26.34518.403

7.67117.607

54040

410-

C Wilayah Timur 36.585 26.888 9.022 675

1234

Sulawesi SelatanSulawesi TengahSulawesi TenggaraIrian Jaya

-4.6755.000

17.213

-2.000

5256.497

--

675-

-6.6756.200

23.710

Sumber: Ditjen Pengairan, 1998

Pendayagunaan Lahan Rawa untuk Pemenuhan Kebutuhan Pangandan Peningkatan Pendapatan Petani

6

Page 7: Makalah Deptan

Dit. Pengelolaan Air, Ditjen PLA

2. Peningkatan IP

Walaupun pada Tabel 6 menunjukkan bahwa sebenarnya luas sawah baik pada kondisi normal dan terjadi El Nino terjadi penurunan areal pertanaman padi, tetapi selisih indek pertanaman aktual dan potensial rata-rata antara 0,06 s/d 1,46. Ini berarti masih ada peluang untuk meningkatkan produksinya. Peluang ini dapat diimplemantasikan dengan salahsatunya adalaha pendayagunaan lahan rawa.

Pengalaman menunjukkan bahwa peluang peningkatan intensitas pertanaman (IP) dapat dicapai sampai dengan 200 persen atau lebih, sebagaimana pengalaman pendayagunaan lahan rawa pasang surut yang telah dikelola di Telang Saleh, Propinsi Sumatera Selatan, hingga produktifitasnya mencapai 4 – 6 Ton/Ha.

Data dalam Tabel 5 memperlihatkan bahwa lahan rawa yang telah dimanfaatkan saat ini seluas 893.422 Ha, terdiri dari lahan rawa pasang surut 671.421 Ha, dan non pasang surut (lebak) 222.001 Ha. Apabila lahan rawa yang telah dimanfaatkan ini dapat dikelola dengan baik dengan intensitas tanam meningkat dari 0 kali menjadi 1 kali, maka dapat dipastikan menghasilkan produksi padi sekitar 1.786.844 Ton atau 3.573.688 Ton dari 1 kali menjadi 2 kali tanam dengan rata-rata produktivitas 2 Ton/Ha. Hasilnya akan terjadi lompatan produksi yang sangat signifikan, apabila produktivitasnya bisa direalisasikan mencapai 4 Ton/Ha atau bahkan 6 Ton/Ha, sehingga produksi pangan nasional dapat ditingkatkan secara meyakinkan. Kejelasan pendayagunaan lahan rawa dengan dukungan teknologi pengelolaan air baik makro maupun mikro dengan asupan teknologi pertanian seharusnya dapat dibuktikan pada lahan rawa ini.

Potensi peningkatan IP di luar Jawa diprakirakan akan lebih bersumber pada lahan rawa lebak maupun lahan pasang surut yang sampai saat ini masih diusahakan secara tradisional. Potensi lahan rawa yang bersifat sadaptif terhadap anomali iklim baik el nino maupun la nina, memungkinkan lahan rawa menjadi sumber pangan nasional masa depan. Untuk itu pemerintah perlu berinvestasi secara signifikan agar kemampuan lahan rawa dapat dioptimalkan sesuai potensi produksinya.

Tabel 6. Peluang Peningkatan Produksi Padi, Jagung, Kedelaidari Peningkatan IP di Lahan Sawah Irigasi

Luas Sawah (Ha) Indeks Pertanaman (IP) Peningkatan Produksi (Ton)Normal El-nino Aktual Potensial Selisih Padi Jagung Kedelai

877.781 398.110 1,92 2,65 0,73 348.744 244.121 139.498702.047 219.958 1,82 2,44 0,62 163.649 114.554 65.460897.616 226.033 1,64 1,7 0,06 16.274 11.392 6.510294.705 159.829 1,82 1,91 0,09 17.262 12.083 6.905179.224 94.727 1,96 2,4 0,44 50.016 35.011 20.006

49.584 45.758 1,21 2,67 1,46 80.168 56.118 32.06740.554 32.274 1,36 2,46 1,1 42.602 29.821 17.04160.962 37.403 1,45 2,51 1,06 47.577 33.304 19.031

163.366 52.875 1,75 2,23 0,48 30.456 21.319 12.18283.456 53.772 1,42 2,39 0,97 62.591 43.813 25.036

197.300 80.296 1,61 2,23 0,62 59.740 41.818 23.89693.100 49.373 1,81 2,09 0,28 16.589 11.613 6.636

3.639.695 1.450.408 935.667 654.967 374.267

Keterangan: Produktivitas padi sawah = 4 t/ha, jagung = 2,8 t/ha, kedelai = 1,2 t/haAlokasi lahan 30% untuk padi, 30% untuk jagung, dan 40% untuk kedelai

Pendayagunaan Lahan Rawa untuk Pemenuhan Kebutuhan Pangandan Peningkatan Pendapatan Petani

7

Page 8: Makalah Deptan

Dit. Pengelolaan Air, Ditjen PLA

3. Diversifikasi komoditas

Salah satu keberhasilan usahatani baik pada tipologi lahan tadah hujan, irigasi, dan rawa adalah diversifikasi tanaman. Budidaya tanaman di lahan rawa pada umumnya menggunakan sistem surjan. Sistem ini merupakan salah satu upaya mengatasi pengaruh luapan air pasang agar budi daya selain padi dapat dilakukan sebagai upaya optimalisasi pemanfaatan lahan. Dengan sistem ini pengembangan pola tanam dan penganekaragaman jenis komoditas dapat diusahakan. Pembuatan surjan ini dapat dilakukan secara bertahap, bagian lahan tabukan (sunken beds) pada sistem surjan dapat ditanami padi, sedangkan bagian guludan (raised beds) dapat ditanami palawija, hortikultura atau tanaman perkebunan. Apabila hal ini dapat diimplemen-tasikan tentunya akan dapat meningkatkan pendapatan petani secara signifikan.

Usahatani di lahan rawa dapat berkelanjutan apabila juga memperhatikan potensi dan kendala baik fisik, teknologi maupun finansial.

4. Operasi dan Pemeliharaan (OP)

Banyak ditengarai bahwa dari 1,80 juta hektar jaringan irigasi rawa yang telah dibangun hanya sekitar 0,8 juta hektar (44 persen) yang berfungsi. Selain itu, pada jaringan irigasi yang berfungsi juga mengalami kerusakan terutama disebabkan oleh rendahnya kualitas operasi dan pemeliharaan. Diperkirakan total area kerusakan jaringan irigasi tersebut mencapai sekitar 30 persen.

Sebenarnya jaringan irigasi rawa yang telah dibangun dapat dipertahankan fungsi ekonomisnya apabila penanganan operasi dan pemeliharaan berkesinambungan, tentunya dengan melibatkan berbagai stakeholder. Pertanyaannya adalah bagaimana operasi dan pemeliharaan dapat berlangsung dengan baik dan berkelanjutan. Kata kunci keberhasilan operasi dan pemeliharaan adalah melibatkan berbagai stakeholder dengan membagi tugas siapa berbuat apa, kapan dan bagaimana. Diperlukan pemberdayaan petani dan kelompoknya agar semakin dapat mengkases pasar, harga dan modal serta teknologi, sehingga mampu mengembangkan lahan rawa secara maksimal. Diperlukan penumbuhan kelembagaan petani yang mandiri sesuai dengan tantangan yang dihadapi. Kelembagaan petani yang mandiri inilah yang diharapkan tidak saja mengelola sumberdaya lahan rawa, tetapi lebih dari itu dapat mengakses secara vertikal maupun horizontal aspek terkait yang berkaitan dengan masa depan lahan rawa.

Secara skematis, model penumbuhan kelembagaan ekonomi kawasan partisipatif yang bersifat common properties, non sectoral dapat dilakukan melalui tahapan: (1) identifikasi dan karakterisasi besaran kelembagaan existing, (2) seleksi dan rancang bangun model penumbuhan kelembagaan payung berdasarkan kondisi kelembagaan existing dan tantangan serta dinamika kebutuhan ke depan. Identifikasi besaran kelembagaan existing: jenis, jumlah, kualitasnya dimaksudkan agar potret awal dan karakteristik kelembagaan existing dapat dipetakan (mapping) dan dikelompokkan (regrouping), sehingga dapat dijadikan acuan (reference) dalam penentuan arah dan model penumbuhan kelembagaan.

Berdasarkan hasil identifikasi, karakterisasi dan pemetaan kelembagaan existing, tantangan dan dinamika kebutuhan kelembagaan, maka dapat diseleksi jenis dan jumlah serta kinerja kelembagaan baik, sejenis, bersinergi, overlap, kontradiktif, untuk menentukan pilihan model penumbuhan dan pengembangannya. Tahapan ini masyarakat secara partisipatif dapat bermusyawarah untuk melakukan: (1) seleksi jenis kelembagaan, (2) mengidentifikasi kendala pengembangan, dan (3) menentukan pilihan penyelesaian

Pendayagunaan Lahan Rawa untuk Pemenuhan Kebutuhan Pangandan Peningkatan Pendapatan Petani

8

Page 9: Makalah Deptan

Dit. Pengelolaan Air, Ditjen PLA

penumbuhan kelembagaan. Alternatifnya dapat: ditutup, dikembangkan sesuai dengan tantangan dan kebutuhan bahkan ditumbuhkan kelembagaan baru yang lebih operasional. Pilihan alternatif tersebut selanjutnya digunakan untuk menyusun alat bantu model pengambilan keputusan (decission support model tool) dalam rekronstruksi kelembagaan payung (institution umbrella) dan penumbuhan kelembagaan partisipatif melalui: integrasi dan atau modifikasi kelembagaan existing.

Berdasarkan ilustrasi tentang kompleksitas kelembagaan antar wilayah dan waktu di kawasan irigasi, maka secara partisipatif penumbuhan kelembagaan ekonomi kawasan antara lain dapat dilakukan melalui: rekonstruksi (reconstruction), penajaman (focussing), modifikasi (modification) agar dapat tumbuh dan berkembang dalam mengantisipasi perubahan dan tantangan yang dihadapi.

Lembaga Ekonomi Masyarakat Kawasan Rawa (LEM-KR) yang merupakan “derivat lembaga ekonomi kawasan baru” di kawasan irigasi memiliki wilayah kerja satu hamparan blok sekunder daerah irigasi (250-600 Ha). Keanggotaan LEM-KR berasal dari petani dalam perkumpulan petani pemakai air (P3A/GP3A), yang keanggotaannya dapat diperluas sampai masyarakat petani di luar kelompok tersebut. Departemen Pertanian bersama sektor terkait dan PEMDA secara khusus dapat menginisiasi proses penumbuhan lembaga melakukan kegiatan PRA (Participatory Rural Appraisal) dan FGD (Focus Group Discussion). Pendekatan tersebut memungkinkan kebutuhan mendasar lapisan masyarakat petani dapat teridentifikasi, termasuk harapan (expectasi) masyarakat terhadap lembaga ekonomi tersebut (Gambar 2).

Gambar 2. Alur Proses Penumbuhan LEM-KR

Tahap selanjutnya adalah pembentukan kepanitiaan sementara yang berfungsi mempersiapkan kebutuhan awal dari LEM-KR yang akan dibentuk, misalnya rencana kepengurusan (pengurus inti), permodalan (modal awal pengembangan), rancangan AD/ ART, dan yang berkaitan dengan pengembangan lembaga selanjutnya. Selanjutnya para pengurus mulai membentuk kepengurusan organisasi yang lengkap sesuai dengan tujuan lembaga seperti pengelola lembaga (manager) dan pengurus lainnya yang bertanggung

Pendayagunaan Lahan Rawa untuk Pemenuhan Kebutuhan Pangandan Peningkatan Pendapatan Petani

9

DEPTAN

P3AP3A

P3APENGURUS LEM-KR

Pembentukan Inisiatif Modal

1. Sosialisasi2. CP/CL3. PRA4. FGD5. Musyawarah P3A

1. Capacity Building2. Fasilitasi Badan Hukum3. Pedoman/Modul-modul4. Pendampingan

- Pembinaan- Bantuan Modal

Page 10: Makalah Deptan

1

2b2a36

7

5

8

2c

Dit. Pengelolaan Air, Ditjen PLA

jawab dalam pengembangan bidang usaha lembaga serta merencanakan program-program dalam rangka pembentukan permodalan (insiatif modal).

Penguatan kemampuan pengurus, pengelola, dan aspek permodalan lembaga ekonomi tersebut, dapat dilakukan melalui pelatihan atau pendampingan serta pemberian bantuan operasional oleh sektor terkait secara bersinergi sebagai fasilitator dalam pembangunan. Kegiatan-kegiatan pendampingan selama proses awal pembentukan harus diberikan, baik oleh pemerintah maupun lembaga tertentu (LSM). Peningkatan kualitas kemampuan melalui pelatihan-pelatihan dan magang kerja sesuai dengan bidang usaha yang akan dikelola harus diberikan secara berkala terhadap pengelola (manager dan pengurus usaha lembaga lainnya) secara berkelanjutan (Gambar 3).

Gambar 3. Penumbuhan LEM-KR

Operasionalisasi LEM-KR diharapkan dapat membangun sinergi horizontal dan vertikal dengan mitranya untuk mempercepat penumbuhan lembaga. Untuk memperkuat permodalan lembaga, LEM-KR dapat memanfaatkan dukungan perbankan atau sumber pendanaan lainnya untuk mendukung operasionalisasi usaha dan kemampuan permodalannya lembaga. Dalam pengembangan usaha, LEM-KR dapat berhubungan dengan pasar langsung (kaitan proses produksi) dengan lembaga lain seperti P3A/GP3A, kelompok tani, atau masyarakat tani, dalam hal penjualan sarana produksi pertanian (bibit, pupuk, pestisida, jasa alsin, maupun pengelolaan irigasi). LEM-KR juga dapat difungsikan sebagai lembaga penampung hasil produksi dari masyarakat petani yang selanjutnya disalurkan ke pasar (Gambar 4).

Pendayagunaan Lahan Rawa untuk Pemenuhan Kebutuhan Pangandan Peningkatan Pendapatan Petani

10

PRA FGDPanitia

Pembentukan

Pengurus Terbentuk

Dukungan Pendiri

Modal Perangsang

Pengelola (Manager)

Modal Awal

Lembaga Pendamping

- Sarana & Prasarana Operasional- Badan Hukum

Pelatihan & Magang

LEMBAGA EKONOMI MASYARAKAT

KAWASAN RAWA (LEM-Kr)

Page 11: Makalah Deptan

LEM-KRManager :- Ass. Manager Kredit, Saprodi & Jasa Alsin- Ass. Manager Pemasaran- Ass Manager Irigasi. Ass Manager Personalia

Pemasaran Hasil Produksi

Pengumpulan Hasil Produksi

Jasa/Usaha :- Bibit Bersertifikat- Pupuk, Pestisida- Jasa Alsin- Irigasi

PendampinganBantuan Operasional/

Honor

Alur Pembinaan

Dit. Pengelolaan Air, Ditjen PLA

Gambar 4. Alur Operasional LEM-KR

3.1. Strategi Non Budidaya (Off-farm)

Skenario lanjutan didalam mendorong pendayagunaan lahan rawa adalah strategi non budidaya (off-farm). Kendala utama didalam pengembangan lahan rawa adalah keterbatasan tenaga kerja baik pada saat pengolahan lahan maupun pada saat pasca panen. Terkait dengan pasca panen sering dijumpai bahwa karena keterbatasan tenaga kerja, areal sawah yang seharusnya dipanen pada waktunya tertunda, sehingga berakibat mutu gabah kurang (kenampakan gabah suram), padahal ini dapat diatasi apabila tersedia alat panen combine harvester. Selain itu pada saat panen, khususnya pada musim rendengan sering petani mengandalkan sinar matahari untuk mengeringkan gabahnya, karena cuaca yang tidak memungkinkan, sehingga berakibat mutu gabah turun. Kondisi ini sebenarnya dapat dihindari apabila petani menggunakan box dryer.

Disamping itu, sebagian besar lahan rawa umumnya berada di daerah yang terpencil (remote area), sehingga aksesibilitasnya minimal, sehingga diperlukan political will, political decission, dan political action dari pemerintah pusat dan daerah untuk menyiapkan unit-unit pengolahan dan sekaligus pemasaran hasilnya, sehingga harga komoditi tidak jatuh pada saat panen tiba.

Pendayagunaan Lahan Rawa untuk Pemenuhan Kebutuhan Pangandan Peningkatan Pendapatan Petani

11

ANGGOTA KELOMPOK P3A/POKTAN

Hamparan Blok Sekunder(250 – 600 Ha)

PASAR

Page 12: Makalah Deptan

Dit. Pengelolaan Air, Ditjen PLA

IV. KESIMPULAN

Pengalaman dalam pengelolaan lahan rawa di Telang Saleh sebagai Pilot Project perlu dijadikan teladan bagaimana mengelola lahan rawa secara benar dan berkelanjutan. Investasi paling mahal yang harus dilakukan pemerintah dalam pengembangan lahan rawa adalah investasi sumberdaya manusia yang berkualitas, program yang down to the earth dan pendanaan yang proporsional dibandingkan lahan sawah atau lahan kering. Melalui azas proporsionalitas ini, maka akan memunculkan energi dan semangat serta motivasi baru bagi semua pemangku kepentingan dalam pengembangan lahan rawa. Tanpa stimulant yang memadai, maka pengembangan lahan rawa akan hanya dibicarakan pada pertemuan ilmiah saja dan tidak pernah dilaksanakan di lapangan. Diperlukan kejelasan siapa berbuat apa, kapan dan bagaimana.

Peran dan komitmen pemerintah pusat sudah sangat jelas dalam penentuan prioritas pengembangan lahan rawa. Saat ini yang diperlukan adalah tanggung jawab implementasi program dari dana yang sudah sepenuhnya di desentralisir ke propinsi, kabupaten/kota. Tanpa komitmen tersebut, maka investasi tenaga, waktu dan dana yang sudah dilakukan akan sia sia tanpa memberikan efek ganda yang bermakna.

Aspek penting lain yang perlu mendapatkan dukungan Pemerintah Pusat, Propinsi, Kabupaten, Kota adalah pengembangan infrastruktur lahan rawa yang sangat marginal dan kebijakan harga. Pengembangan infrastruktur yang proporsional akan mengaselerasi dan memecahkan persoalan ikutan yang selama ini tidak dapat disentuh secara sektoral. Masalah harga dapat tertolong, manakala biaya angkutan dari sentra produksi ke pusat perdagangan reasonable, sehingga kebijakan stabilisasi harga melalui pengembangan infrastruktur dan kebijakan perdagangan akan sangat diperlukan dalam pengembangan lahan rawa untuk menyongsong masa depan bangsa yang lebih baik. Mari kita laksanakan bersama sesuai dengan tugas dan kompetensi kita.

Pendayagunaan Lahan Rawa untuk Pemenuhan Kebutuhan Pangandan Peningkatan Pendapatan Petani

12

Page 13: Makalah Deptan

Dit. Pengelolaan Air, Ditjen PLA

DAFTAR PUSTAKA

BPS. 2002. Statistik Indonesia. Biro Pusat Statistik, Jakarta.

Irawan, B., S. Friyatno, A. Supriyatna, I.S. Anugrah; N.A. Kirom, B. Rachman, and B. Wiryono. 2001. Perumusan Modal Kelembagaan Konversi Lahan Pertanian. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. 2001. Atlas Arahan Tata Ruang Pertanian Nasional skala 1:1.000.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor.

Simatupang, P., B. Sayaka, Saktyanu K.D., S. Marianto, M. Ariani, N. Syafa’at. 2003. Analisis Kebijakan Ketahanan Pangan dalam Era Globalisasi dan Otonomi Daerah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Makalah disampaikan pada Prawidyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII, LIPI-Jakarta, 14-15 Oktober 2003.

Pendayagunaan Lahan Rawa untuk Pemenuhan Kebutuhan Pangandan Peningkatan Pendapatan Petani

13