makalah demam berdarah dengue
DESCRIPTION
PBL Blok 12 Infeksi Imunitas, FK Ukrida 2008TRANSCRIPT
I. Pemeriksaan
1. Anamnesis
Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara
melakukan serangkaian wawancara dengan pasien atau keluarga pasien atau dalam keadaan
tertentu dengan penolong pasien. Berbeda dengan wawancara biasa, anamnesis dilakukan
dengan cara yang khas, berdasarkan pengetahuan tentang penyakit dan dasar-dasar
pengetahuan yang ada di balik terjadinya suatu penyakit serta bertolak dari masalah yang
dikeluhkan oleh pasien. Berdasarkan anamnesis yang baik dokter akan menentukan beberapa
hal mengenai hal-hal berikut.
1. Penyakit atau kondisi yang paling mungkin mendasari keluhan pasien (kemungkinan
diagnosis)
2. Penyakit atau kondisi lain yang menjadi kemungkinan lain penyebab munculnya keluhan
pasien (diagnosis banding)
3. Faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit tersebut (faktor
predisposisi dan faktor risiko)
4. Kemungkinan penyebab penyakit (kausa/etiologi)
5. Faktor-faktor yang dapat memperbaiki dan yang memperburuk keluhan pasien (faktor
prognostik, termasuk upaya pengobatan)
6. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang medis yang diperlukan untuk menentukan
diagnosisnya
Selain pengetahuan kedokterannya, seorang dokter diharapkan juga mempunyai
kemampuan untuk menciptakan dan membina komunikasi dengan pasien dan keluarganya
untuk mendapatkan data yang lengkap dan akurat dalam anamnesis. Lengkap artinya
mencakup semua data yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis, sedangkan akurat
berhubungan dengan ketepatan atau tingkat kebenaran informasi yang diperoleh.
Melalui keluhan pasien yang terdapat pada scenario didapatkan informasi bahwa terdapat
mimisan sejak 1 jam sebelum masuk ke rumah sakit. Pasien menderita demam sejak 5 hari
yang lalu, disertai adanya nyeri ulu hati, mual, dan muntah, Terlihat bintik-bintik kemerahan
pada tungkai bawah pasien dan tidak ada batuk pilek. Dari pemeriksaan laboratorium terdapat
hasil Hb = 16 g/dL, Ht = 50%, Leukosit = 3000/μL, Trombosit = 40.000/μL. Tetangga pasien
pun 1 minggu lalu di rawat di rumah sakit dengan gejala penyakit yang sama.
Dari keluhan-keluhan tersebut dan dasar teori dari anamnesis, maka dapat kita ketahui
data-data sebagai berikut.
1
1. Keluhan utama
Terdapat bintik-bintik merah pada ekstremitas bawah, mimisan, dan demam
2. Riwayat penyakit sekarang
Demam sejak 5 hari yang lalu, terdapat bintik merah pada ektremitas bawah, nyeri pada
ulu hati, mual, dan muntah. Tidak terdapat pilek dan batuk.
3. Riwayat kesehatan lingkungan
Tetangga pasien pun 1 minggu lalu di rawat di rumah sakit dengan gejala penyakit yang
sama.
b. Pemeriksaan Fisik
Dalam pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda sebagai berikut;
1) Keadaan umum dan tanda-tanda vital
Adanya penurunan kesadaran, kejang dan kelemahan; suhu tinggi; nadi cepat,lemah,kecil
sampai tidak teraba; tekanan darah menurun (sistolok menurun sampai 80 mmHg atau
kurang.
2) Body system :
Pernapasan (B1 : Breathing)
Anamnesa : Pada derajat 1 dan 2 awal jarang terdapat gangguan pada sistem pernapasan
kecuali bila pada derajat 3 dan 4 sering disertai keluhan sesak napas sehingga
memerlukan pemasangan O2.
Pemeriksaan fisik : Pada derajat 1 dan 2 kadang terdapat batuk dan pharingitis karena
demam yang tinggi,suara napas tambahan (ronchi; wheezing), pada derajat 3 dan 4
napas dangkal dan cepat disertai penurunan kesadaran.
Cardiovaskuler (B2 : Bleeding)
Anamnesa : Pada derajat 1dan 2 keluhan memdadak demam tinggi 2 – 7 hari badan
lemah, pusing, mual – muntah, derajat 3 dan 4 orang tua/keluarga melaporkan pasien
mengalami penurunan kesadaran gelisah dan kejang.
Pemeriksaan fisik :
Derajat 1 uji torniquet positif, merupakan satu-satunya manifestasi perdarahan.
Derajat 2 petekie, purpura, echymosis dan perdarahan konjungtiva.
Derajat 3 kulit dingin pada daerah akral, nadi cepat ,hipotensi, sakit kepala ,
menurunnya volome plasma, meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah,
trombositopenia dan diatesis hemoragic.
2
Derajat 4 nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur.
3) Persarafan (B3: Brain)
Anamnesa : Pasien gelisah, cengeng dan rewel karena demam tinggi derajat 1 dan 2 serta
penurunan tingkat kesadaran pada derajat 3 dan 4.
Pemeriksaan fisik : Pada derajat 2 konjungtiva mengalami perdarahan, sedang penurun-
anTingkat kesadaran (composmentis, keapatis, kesomnolent, kesoporkekoma)atau gelisah,
GCS menurun, pupil miosis atau midriasis, reflek fisiologis atau patologis sering terjadi
pada derajat 3 dan 4.
4) Perkemihan – Eliminasi Uri (B4: Bladder)
Anamnesa : Derajat 3 dan 4 kencing sedikit bahkan tidak ada kencing.
Pemeriksaan fisik : Produksi urin menurun(oliguria sampai anuria),warna berubah pakat
dan berwana coklat tua pada derajat 3 dan 4.
5) Pencernaan – Eliminasi Alvi (B5: Bowel)
Anamnesa : pada derajat 1 dan 2 mual dan muntah/tidak ada nafsu makan,haus,sakit
menelan,derajat 3 terdapat nyeri tekan pada ulu hati.
Pemeriksaan fisik :
Derajat 1 dan 2, mukosa mulut kering, hiperemia tenggorokan,
Derajat 3 dan 4 terdapat pembesaran hati dan nyeri tekan, sakit menelan, pembesaran
limfe, nyeri tekan epigastrik, hematemisis dan melena.
6) Tulang – otot – integumen (B6: Bone)
Anamnesa : pasien mengeluh otot,persendian dan punggung,kepanas-an,wajah tampak
merah pada derajat 1 dan 2,derajat 3 dan 4 terdapat kekakuan otot/kelemahan otot dan
tulang akibat kejang atau tirah baring lama.
Pemeriksaan fisik : Nyeri pada sendi, otot,punggung dan kepala; kulit terasa panas, wajah
tampak merah dapat disertai tanda kesakitan, pegal seluruh tubuh derajat 1 dan 2
sedangkan derajat 3 dan 4 pasien mengalami parese atau kekakuan bahkan kelumpuhan.
c. Pemeriksaan Penunjang dan Laboratorium
Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam dengue
adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematori, jumlah tromboit, dan hapusan darah
tepi untuk melihat adanya limfosit realtif disertai gambarn limfosit plasma biru.
Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun deteksi
antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reserve Transciptase Polymersae Chain
3
Reaction), namun karena teknik yang lebih rumit, saat ini test serologis yang mendeteksi
adanya antibody spesifik terhaap dengue berupa antibodi total, IgM, maupun IgG.
Parameter laboratoris yang dapat diperiksa antara lain;
Leukosit : dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat dietmui limfositosis
relative (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (LPB) >15% dari
jumlah total leukosit yang pada fse syok akan meningkat.
Tromboist : umumnya terdapat trombositopenia pad ahari ke 3-8
Hematokrit : kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya penigkatan hematokrit
≥20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke 3 demam.
Hemostasis : dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, ataua FDP pada
keadaan yang dicurigai terjadi perdarhan atau kelainan pembekuan darah.
Protein/albumin : dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.
SGOT/SGPT (serum lain aminotarnsferase) : dapat meningkat
Ureum, kreatinin : bila didapatkan gangguan fungsi ginjal
Elektrolit : sebagai parameter pemantauan pemberian cairan
Golongan darah dan cross match (uji cocok serasi) : bila akan diberikan transfuse darah
atau komponen darah
Imuno serologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue
IgM : terdeteksi muali hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke -3 , menghilang setelah
60-90 hari
IgG : pad ainfeksi primer, IgG mulai terdeteksi pad ahari ke-14, pad ainfeksi sekunder IgG
muali terdeeksi hari ke2
Uji HI : dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama, serta saat pulang dari perawatan,
uji ini digunakan untuk kepentingan surveilans.
Pada DBD hasil pemeriksaan laboratorium umumnya memberikan hasil sebagai berikut.
Leukopenia dan limfositosis
Beberapa peneliti mengungkapkan bahwa pada pemeriksaan sumsum tulang penderita
DBD pada masa awal demam,terdapat hipoplasia sumsum tulang dengan hambatan
pematangan dari semua sistem hemopoesis.
Pada penderita DBD dapat terjadi leukopenia ringan sampai leukositosis sedang.
Leukopenia dapat dijumpai antara hari pertama dan ketiga dengan hitung jenis yang masih
dalam batas normal. Jumlah granulosit menurun pada hari ketiga sampai kedelapan. Dalam
4
sediaan apus darah tepi penderita DBD dapat ditemukan limfosit bertransformasi atau
atipik, terutama pada infeksi sekunder.
Trombositopenia
Penyebab trombositopenia pada DBD antara lain diduga trombopoesis yang menurun
dan destruksi trombosit dalam darah meningkat serta gangguan fungsi trombosit.
Ditemukannya kompleks imun pada permukaan trombosit diduga sebagai penyebab
agregasi trombosit yang kemudian akan dimusnahkan oleh sistem retikuloendotelial
khususnya dalam limpa dan hati.
Hemokonsentrasi, hiponatremia, hipoalbuminemia
Hemakonsentrasi, hiponatremia, hipoalbuminea rendah adalah suatu tanda
hemokensentrasi yang disebabkan oleh kebocoran plasma sebagai akibat permeabilitas
vaskuler yang meningkat.
PTT dan APTT memanjang, FDP meningkat.
Kompleks virus antibodi atau mediator dari fagosit yang terinfeksi virus pada DBD
dapat mengaktifkan sistem koagulasi, dimulai oleh aktivasi faktor XII menjadi XIIa, faktor
koagulasi kemudian akan diaktifkan secara berurutan mengikuti suatu kaskade sehingga
akhirnya terbentuk fibrin. Selain itu Faktor XIIa juga mengaktifkan sistem fibrinolisis yang
menyebabkan perubahan plasminogen menjadi plasmin. Plasmin mempunyai sifat
proteolitik dengan sasaran fibrin. Aktivasi sistem koagulasi dan fibrinolisis yang
berkepanjangan berakibat menurunnya berbagai faktor koagulasi seperti
fibrinogen,V,VII,VIII, IX dan X serta plasminogen. dan sebagai imbasnya FDP meningkat,
PTT dan APTT memanjang.
Aspartate transaminase dan alanine transaminase
Hepatitis atau nekrosis fokal pada hepar yang disebabkan oleh infeksi virus dengue
pada hepatosit menyebabkan peningkatan aspartate transaminase dan alanine transaminase.
Pemeriksaan Serologi
Diagnosis pasti DBD ditegakkan dengan pemeriksaan serologis. Pemeriksaan serologi adalah
salah satu alat untuk membantu membuat konfirmasi diagnosis infeksi virus dengue. Yang
dibahas kali ini hanya 2 macam pemeriksaan serologi yang banyak dipakai dalam praktek
sehari-hari yaitu Hemaglutinasi Inhibisi dan Eliza. Namun kedua tes ini cukup mahal
harganya.
5
Hemaglutinasi Inhibisi
Sampai sekarang ini uji H.I. masih menjadi patokan baku WHO untuk konfirmasi dan
klasifikasi infeksi virus Dengue. Dilakukan berdasarkan metode Clark & Cassal , yang
memerlukan serum sepasang, yang serumnya diambil saat akut, yaitu pada waktu penderita
datang dan saat konfalesence, yaitu 2 sampai 3 minggu dari saat sakit, dengan interval
minimal 1 minggu dari pengambilan serum yang pertama. Karena harus melakukan
pemeriksaan serum sepasang ini, maka dalam praktek sering kali menimbulkan kesulitan
Prinsip metode ini adalah mengukur kadar IgM dan IgG melalui kemampuan antibodi
antidengue yang dapat menghambat reaksi hemaglutinasi darah angsa oleh virus Dengue.
Dalam menafsirkan hasil pemeriksaan uji Hemaglutinasi Inhibisi, WHO ( 1986 ) memberikan
pedoman sbb :
RESPONSE
ANTIBODI
INTERVAL
S1 dan S2
TITER
KONVALESEN
INTERPRETASI
Kenaikan 4 x
Kenaikan 4 x
Kenaikan 4 x
Kenaikan -
Kenaikan -
Kenaikan -
-
7 hari
Berapa saja
7 hari
Berapa saja
7 hari
7 hari
Hanya 1 serum
1 / 1280
1 / 2560
1 / 1280
1 / 2560
1 / 1280
1 / 1280
1 / 1280
Infeksi primer
Infeksi sekunder
Infeksi primer / sekunder
Diduga infeksi sekunder
Bukan infeksi dengue
Tidak dapat dinilai
Tidak dapat dinilai
Keterangan :
S1 dan S2 adalah Serum pengambilan pertama dan pengambilan kedua
Uji E LISA anti dengue
Dikatakan bahwa uji Elisa anti dengue ini mempunyai sensitivitas yang sama dengan uji HI,
bahkan ada yang mengatakan bahwa uji Elisa lebih sensitif dari pada uji HI.
Prinsip dari metode ini adalah mendeteksi adanya antibodi IgM dan IgG dalam serum
penderita dengan cara menangkap antibodi yang beredar dalam darah penderita.
Uji Elisa ini tidak mengadakan reaksi silang dengan golongan flavi virus yang lain, sehingga
metode ini lebih spesifik dibandingkan dengan metode Hi.
Berikut adalah salah satu pemeriksaan Eliza Dengue ” Panbio ”
6
TITER M A K N A INTERPRETASI
IgM < 0.9 NEGATIP TIDAK ADA INFEKSI VIRUS DENGUE
IgM 0.9 – 1.1 EQUIVOKAL PERLU TES ULANG
IgM > 1.1 POSITIP DUGAAN INFEKSI VIRUS DENGUE
BARU
IgG < 1.8 NEGATIP TIDAK ADA INFEKSI VIRUS DENGUE
IgG 1.8 – 2.2 EQUIVOKAL PERLU TES ULANG
IgG > 2.2 POSITIP DUGAAN INFEKSI VIRUS DENGUE
BARU
Pemeriksaan IgM dan IgG dapat untuk menentukan jenis infeksi virus dengue apakah primer
atau sekunder. Pada anak diatas 1 tahun infeksi primer biasanya terkait dengan penampilan
klinis ringan, sedang infeksi sekunder dapat tampil klinis berat.
II. Deferential Diagnosis
1. Demam Berdarah Dengue (DBD)
Penyakit ini ditunjukkan melalui munculnya demam secara tiba-tiba, disertai sakit kepala
berat, sakit pada sendi dan otot (myalgia dan arthralgia) dan ruam; ruam demam berdarah
mempunyai ciri-ciri merah terang, patekial dan biasanya muncul dulu pada bagian bawah
badan-pada beberapa pasien, ia menyebar hingga menyelimuti hamper seluruh tubuh. Selain
itu, radang perut bisa juga muncul dengan kombinasi sakit di perut, rasa mual, muntah-
muntah atau diare, pilek ringan disertai batuk-batuk. Demam berdarah umumnya lamanya
sekitar enam atau tujuh hari dengan puncak demam yang lebih kecil terjadi pada akhir masa
demam.
2. Demam Dengue (DD)
Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan atau lebih manifestasi
klisis sebagai berikut;
Nyeri kepala
7
Nyeri retro-orbital
Mialgia/artaglia
Ruam kulit
Manifestasi pendarahan (petekie atau uji bending positif)
Leukopenia. Dan pemeriksaan serologo dengue positif; atau ditemukan pasien DD/DBD
yang sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama
3. Demam Tifoid
Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan gejala serupa
dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu demam, nyeri kepala, pusing, neri otot,
anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk, dan
epitaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu tubuh meningkat. Sifat demam
adalah meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore hingga malam hari. Dalam minggu
kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardia relative, lidah yang
berselaput, hepatomegali, splenomegali, meteroismus, gangguan mental berupa somnolen,
stupor, koma, delirium, atau psikosis. Roseole jarang terjadi pada orang Indonesia.
4. Malaria
Malaria mempunyai gambaran karateristik demam periodic, anemia dan splenomegali.
Masa inkubasi bervariasi pada masing-masing plasmodium. Keluhan prodromal dapat terjadi
sebelum terjadinya demam berupa kelesuan, malaise, sakit kepala, sakit belakang, merasa
dingin di punggung, nyeri sendi dan tulang, demam ringan anoreksia, perut tak enak, diare
ringan dan kadang-kadang dingin.
Gejala yang klasik yaitu terjadinya “Trias Malaria” secara berurutan: periode dingin (15-
60 menit): mulai menggigil, diikuti dengan periode panas: penderita muka merah, nadi cepat,
dan panas badan tetap tinggi beberapa jam, diikuti dengan keadaan berkeringat; kemudian
periode berkeringat: penderita berkeringat banyak dan temperature turun, dan penderita
merasa sehat. Anemia dan splenomegali juga merupakan gejala yang sering dijumpai pada
malaria.
5. Leptospirosis
Pasien biasa datang dengan meningitis, hepatitis, nefritis, pneumonia, influenza,
sindroma syok toksik, demam yang tidak diketahui asalnya dan diatetesis hemoragik, bahkan
beberapa kasus datang sebagai pancreatitis. Pada anamnesis, penting diketahui tentang
riwayat pekerjaan pasien, apakah termasuk riwayat resiko tinggi. Gejala/keluhan didapati
demam yang muncul mendadak, sakit kepala terutama di bagian frontal, nyeri otot, mata
8
merah/fotofobia, mual atau muntah. Pada pemeriksaan fisik dijumpai demam, bradikardia,
nyeri tekan otot, hepatomegali, dan lain-lain. Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin bisa
dijumpai lekositosis, normal atau sedikit menurun disertai gambaran neutrofilia dan laju
endap darah yang meninggi. Pada urine dijumpai protein uria, lekosituria dan torak (cast).
Bila organ hati terlibat,bilirubin direk meningkat tanpa peningkatan transaminase. BUN,
ureum dan kreatinin bisa meninggi bila terjadi komplikasi pada ginjal. Trombositopenia
terdapat pada 50% kasus. Diagnosa pasti dengan isolasi leptospira dari cairan tubuh dan
serologi.
6. Purpura Thrombocytopenic
Penyakit ini biasa terjadi pada orang dewasa pada umur 18-40 tahun dan 2-3 kali lebih
sering mengenai wanita daripada pria. Ditemukan juga splenomegali ringan (hanya ruang
traube yang terisi), tidak ada limfadenopati. Selain trombositopenia hitung darah yang lain
normal. Pemeriksaan darah tepi diperlukan untuk menyingkirkan sering terlihat pada
pemeriksaan darah tepi, trombosit muda ini bisa dideteksi oleh slow sitometri berdasarkan
messenger RNA yang menerangkan bahwa pendarahan pada PTI tidak sejelas gambaran pada
kegagalan sumsum tulang pada hitung trombosit serupa. Salah satu diagnosis penting adalah
fungsi sumsum tulang. Pada sumsum tulang dijumpai banyak megakariositdan agrunel atau
tidak mengandung trombosit.
7. Chikungunya
Chikungunya adalah suatu infeksi arbovirus yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti.
Penyakit ini terdapat di daerah tropis, khususnya di perkotaan wilayah Asia, India, dan Afrika
Timur. Masa inkubasi diantara 2-4 hari dan bersifat self-limiting dengan gejala akut (demam
onset mendadak (>40°C,104°F), sakit kepala, nyeri sendi (sendi-sendi dari ekstrimitas
menjadi bengkak dan nyeri bila diraba, mual, muntah,, nyeri abdomen, sakit tenggorokan,
limfadenopati, malaise, kadang timbul ruam, perdarahan juga jarang terjadi) berlangsung 3-10
hari. Gejala diare, perdarahan saluran cerna, refleks abnormal, syok dan koma tidak
ditemukan pada chikungunya. Sisa arthralgia suatu problem untuk beberapa minggu hingga
beberapa bulan setelah fase akut. Kejang demam bisa terjadi pada anak. Belum ada terapi
spesifik yang tersedia, pengobatan bersifat suportif untuk demam dan nyeri (analgesik dan
antikonvulsan).
III. Working Diagnosis
9
Pada analisis deferential diagnosis sebelumnya, didapatkan berbagai ciri-ciri klinik. Ciri-
ciri tersebut lalu dicocokan dengan kasus yang ada pada skenario. Sehingga dapat ditarik
suatu kesimpulan bahwa diagnose pada kasus dalam skenario tersebut adalah demam
berdarah dengue.
Diagnosis demam berdarah biasa dilakukan secara klinis. Penyakit ini ditunjukkan
melalui munculnya demam secara tiba-tiba, disertai sakit kepala berat, sakit pada sendi dan
otot (myalgias dan arthralgias) dan ruam. Ruam demam berdarah mempunyai ciri-ciri merah
terang dan biasanya mucul dulu pada bagian bawah badan pada beberapa pasien, ia menyebar
hingga menyelimuti hampir seluruh tubuh. Selain itu, radang perut bisa juga muncul dengan
kombinasi sakit di perut, rasa mual, muntah-muntah atau diare.
Demam berdarah umumnya lamanya sekitar enam atau tujuh hari dengan puncak
demam yang lebih kecil terjadi pada akhir masa demam. Gejala klinis demam berdarah
menunjukkan demam yang lebih tinggi, pendarahan, trombositopenia dan hemokonsentrasi .
Sejumlah kecil kasus bisa menyebabkan sindrom shock dengue yang mempunyai tingkat
kematian tinggi.
Pada bayi dan anak-anak kecil biasanya berupa demam disertai Ruam-ruam
makulopapular. Pada anak-anak yang lebih besar dan dewasa, bisa dimulai dengan demam
ringan atau demam tinggi (>39 derajat C) yang tiba-tiba dan berlangsung selama 2 - 7 hari,
disertai sakit kepala hebat, nyeri di belakang mata, nyeri sendi dan otot, mual-muntah dan
ruam-ruam. Bintik-bintik perdarahan di kulit sering terjadi, kadang kadang disertai bintik-
bintik perdarahan di farings dan konjungtiva.
Penderita juga sering mengeluh nyeri menelan, tidak enak di ulu hati, nyeri di tulang
rusuk kanan dan nyeri seluruh perut. Kadang-kadang demam mencapai 40-410C dan terjadi
kejang demam pada bayi. Perlu diperhatikan bahwa terjangkitnya Demam Berdarah Dengue
tidak selalu ditandai dengan munculnya bintik-bintik merah pada kulit. Mendiagnosis secara
dini dapat mengurangi resiko kematian daripada menunggu akut.
Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari), timbul gejala
prodormal yang tidak khas seperti : nyeri kepala, nyeri tukang belakang, dan persaaan lelah.
Demam berdarah dengue (DBD). Berdasarkan criteria WHO tahun 1997 diagnosis
ditegakkan bila semua hal di bawah ini dipenuhi:
Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.
Terdapat minimal 1 dari manisvestasi pendarahan berikut:
- Uji bending positif
10
- Petekie, ekimosis, purpura.
- Perdarahan mukosa ( tersering epitaksis, atau pendarahan gusi), pendarahan dari tempat
lain
- Hematemesis atau melena
Trombositoprenia (jumlah trombosit < 100.000/mikroliter)
Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai berikut:
- Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan jenis
kelamin.
- Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan niali
hematokrit sebelumnya.
- Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.
Dari keterangan di atas terlihat bahwa, perbedaan utama antara DD dan DBD adalah
pada DBD ditemukan adanya kebocoran plasma. Selain itu perbedaan yang paling utama
adalah pada demam dengue tidak ditemukan manifestasi perdarahan pada pasien. Pada kulit
pasien dengan demam dengue hanya tampak ruam kemerahan saja sementara pada pasien
demam berdarah dengue akan tampak bintik bintik perdarahan. Selain perdarahan pada kulit,
penderita demam berdarah dengue juga dapat mengalami perdarahan dari gusi, hidung, usus
dan lain lain
Derajat beratnya DBD secara klinis dibagi sebagai berikut:
1. Derajat I (ringan), terdapat demam mendadak selama 2-7 hari disertai gejala klinis lain
yang tidak spesifik, dengan manifestasi perdarahan teringan, yaitu uji turniket yang positif
atau mudah memar.
2. Derajat II (sedang), gejala yang ada pada tingkat I ditambah pula dengan perdarahan kulit
dan manifestasi perdarahan lain dengan ditandai oleh denyut nadi yang cepat dan lemah,
hipotensi, suhu tubuh yang rendah, kulit lembab dan penderita gelisah.
3. Derajat III, ditemukan tanda-tanda renjatandan pendarahan spontan Pendarahan bisa terjadi
di kulit atau tempat lain.
4. Derajat IV, syok berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat
diperiksa, hal ini biasaq disebut dengue shock syndrome atau biasa disingkat DSS. Fase
kritis pada penyakit ini terjadi pada akhir masa demam. Setelah demam selama 2 - 7 hari,
penurunan suhu biasanya disertai dengan tanda-tanda gangguan sirkulasi darah. Penderita
berkeringat, gelisah, tangan dan kakinya dingin, dan mengalami perubahan tekanan darah
dan denyut nadi.
11
Diagnosis klinis perlu disokong pemeriksaan serologi. Serologi dan reaksi berantai
polymerase tersedia untuk memastikan diagnose demam berdarah jika terindikasi secara
klinis.
IV. Etiologi
Penyakit DBD disebabkan oleh Virus Dengue yang dapat dibedakan menjadi 4 strain
yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4. Virus tersebut termasuk dalam group B Arthropod
borne viruses (arbovirus) dan sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae
(1,13).
Virus dengue merupakan virus RNA untai tunggal. Virus ini hidup (survive) di alam lewat
dua mekanisme yaitu:
1. Melalui transmisi vertikal dalam tubuh nyamuk. Dimana virus dapat ditularkan oleh
nyamuk betina dan telurnya yang nantinya akan menjadi nyamuk. Virus juga dapat
ditularkan dari nyamuk jantan kepada nyamuk betina melalui kontak seksual.
2. Melalui transmisi virus yang berasal dari nyamuk masuk ke dalam tubuh vertebrata seperti
manusia dan kelompok kera tertentu atau sebaliknya.
Nyamuk mendapatkan virus pada saat menggigit manusia yang terinfeksi virus dengue.
Virus yang berada di lambung nyamuk akan mengalami replikasi, kemudian akan bermigrasi
dan akhirnya sampai ke kelenjar ludah. Virus masuk tubuh manusia lewat gigitan nyamuk
yang menembus kulit, kemudian masuk sirkulasi darah dengan cepat.
Reaksi tubuh terhadap virus dengue dapat berbeda. Sehingga manifestasi gejala klinis
dan perjalanan penyakitpun akan berbeda. Bentuk reaksi tubuh terhadap adanya virus dengue
itu adalah seperti:
1. Mengendapnya bentuk netralisasi komplek Ig serum pada pembuluh darah kecil di kulit
berupa gejala ruam (rash).
2. Gangguan fungsi pembekuan darah sebagai akibat dari penurunan jumlah dan kualitas
faktor koagulasi yang menimbulkan manifestasi perdarahan.
3. Terjadi kebocoran pada pembuluh darah yang mengakibatkan keluarnya komponen plasma
menuju ke ruang ekstravaskuler dengan manifestasi asites dan efusi pleura.
Jika tubuh manusia hanya memberi reaksi pertama dan kedua, orang itu akan menderita
demam dengue. Sementara, jika ketiga reaksi terjadi, orang itu akan mengalami DBD.
Pada tahun 1944 Sabin berhasil mengisolasi 2 jenis virus yang berkaitan namun secara
imunologis menimbulkan reaksi yang berbeda yakni yang dikenal sekarang sebagai DEN-1
12
dan DEN-2 dari pasien yang secara klinis terdiagnosis DBD. Kemudian pada tahun 1956
Hammon dkk, telah mengisolasi dua serotipe baru virus dengue yang dinamakan sebagai
DEN-3 dan DEN-4 selama epidemi DBD di Philipina.
Survei virologi penderita DBD yang telah dilakukan di beberapa rumah sakit Indonesia
sejak tahun 1972 sampai dengan tahun 1995 melaporkan keempat serotipe virus dengue yang
berhasil diisolasi baik dari penderita DBD derajat ringan maupun berat. Selama 17 tahun,
serotipe yang mendominasi ialah DEN 2 atau 3 namun virus dengue tipe 3 sangat berkaitan
dengan kasus DBD berat.
Vektor
Virus Dengue ditularkan dari orang ke orang melalui gigitan nyamuk kebun Aedes (Ae.)
dari subgenus Stegomyia. Ae. aegypti merupakan vektor epidemi yang paling utama, namun
spesies lain seperti Ae. albopictus, Ae. polynesiensis, anggota dari Ae. Scutellaris complex,
dan Ae. (Finlaya) niveus juga dianggap sebagai vektor sekunder. Kecuali Ae. aegyti
semuanya mempunyai daerah distribusi geografis sendiri-sendiri yang terbatas. Meskipun
mereka merupakan host yang sangat baik untuk virus Dengue, biasanya mereka merupakan
vektor epidemi yang kurang efisien dibanding Ae. aegypti. Vektor potensialnya adalah Aedes
albopictus.
Morfologi Daur Hidup
Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan ukuran nyamuk
rumah (Culex quinquefasciatus), mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih
terutama pada kakinya. Morfologinya khas yaitu mempunyai gambaran lira (lyre-form) yang
putih pada punggungnya (mesonotum). Telur Ae. Aegypti mempunyai dinding yang bergaris-
garis dan menyerupai gambaran kain kasa. Larva Ae. Aegypti mempunyai pelana yan terbuka
dan gigi sisir yang berduri lateral.
Nyamuk betina meletakkan telurnya di dinding tempat perindukannya 1-2cm di atas
permukaan air. Seekor nyamuk betina dapat meletakkan rata-rata100 butir telur tiap kali
bertelur. Setelah kira-kira 2 hari telur menetas menjadi larva lalu mengadakan pengelupasan
kulit sebanyak 4 kali, tumbuh menjadi dewasa. Pertumbuhan dari telur sampai dewasa
memerlukan waktu kira-kira 9 hari. Tempat perindukan utama Ae. Aegypti adalah tempat-
tempat berisi air bersih yang berdekatan letaknya dengan rumah penduduk, biasanya tidak
melebihi jarak 500 meter dari rumah. Tempat perindukan tersebut berupa tempat perindukan
13
buatan manusia; seperti tempayan/gentong tempat penyimpanan air minum, bak mandi, pot
bunga, kaleng, botol, drum, ban mobil yang terdapat di halaman rumah atau di kebun yan
berisi air hujan, juga berupa tempat perindukan alamiah; seperti kelopak daun tanaman
(keladi, pisang), tempurung kelapa, tongak bamboo, dan lubang pohon yang berisi air hujan.
Di tempat perindukan Ae.aegypti seringkali ditemukan larva Ae. Albopictus yang hidup
bersama-sama.
Ae. Aegypti tersebar luas di seluruh Indonesia. Species ini ditemukan di kota-kota
pelabuhan dimana penduduknya padat, Nyamuk ini juga ditemukan di pedesaan. Penyebaran
Ae. Aegypti dari pelabuhan ke desa disebabkan larva Ae.Aegypti terbawa melalui
transportasi. Walaupun umurnya pendek yaitu kira-kira sepuluh hari. Ae. Aegypti dapat
menularkan virus dengue yang masa inkubasinya antara 3-10 hari.
Perilaku Nyamuk Betina
Nyamuk betina menisap darah manusia pada siang hari yang dilakukan baik di dalam
rumah ataupun di luar rumah. Pengisapan darah dilakukan dari pagi sampai petang dengan
dua puncak waktu yaitu setelah matahari terbit(08:00-12:00) dan sebelum matahari terbenam
(15:00-17:00). Tempat istirahat Ae. Aegypti berupa semak-semak atau tanaman rendah
termasuk rerumputan yang terdapat di halaman / kebun / pekarangan rumah. Juga berupa
benda-benda yan tergantung di dalam rumah seperti pakaian, sarung, kopiah, dan lain
sebagainya. Umur nyamuk dewasa betina di alam bebas kira-kira 10 hari, sedangkan di
laboratorium mencapai 2 bulan. Ae.aegypti mampu terbang sejauh 2 kilometer, walaupun
umumnya jarak terbangnya adalah pendek yaitu kurang lebih 40 meter.
Mekanisme Penularan
Penyakit Demam Berdarah Dengue ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk ini
mendapat virus Dengue sewaktu mengigit mengisap darah orang yang sakit Demam Berdarah
Dengue atau tidak sakit tetapi didalam darahnya terdapat virus dengue. Seseorang yang
didalam darahnya mengandung virus dengue merupakan sumber penularan penyakit demam
berdarah. Virus dengue berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam.
Bila penderita tersebut digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terisap
masuk kedalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan memperbanyak diri dan tersebar
diberbagai jaringan tubuh nyamuk termasuk didalam kelenjar liurnya. Kira-kira 1 minggu
setelah mengisap darah penderita, nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada orang lain
14
(masa inkubasi ekstrinsik). Virus ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk sepanjang
hidupnya. Oleh karena itu nyamuk Aedes Aegypti yang telah mengisap virus dengue itu
menjadi penular (infektif) sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi karena setiapkali nyamuk
menusuk/mengigit, sebelum mengisap darah akan mengeluarkan air liur melalui alat tusuknya
(proboscis) agar darah yang diisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus dengue
dipindahkan dari nyamuk ke orang lain.
V. Patogenesis
Virus dengue dibawa oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus sebagai vector ke
tubuh manusia melalui gigitan nyamuk tersebut. Infeksi yang pertama kali dapat memberi
gejala sebagai DD. Apabila orang itu mendapat infeksi berulang oleh tipe virus dengue yang
berlainan akan menimbulkan reaksi yang berbeda. DBD dapat terjadi bila seseorang yang
telah terinfeksi dengue pertama kali, mendapat infeksi berulang virus dengue lainnya. Virus
akan bereplikasi di nodus limfatikus regional dan menyebar ke jaringan lain, terutama ke
system retikuloendotelial dan kulit secara bronkogen maupun hematogen. Tubuh akan
membentuk kompleks virus-antibodi dalam sirkulasi darah sehingga akan mengaktivasi
system komplemen yang berakibat akan dilepaskannya anafilatoksin C3a dan C5a sehingga
permeabilitas dinding pembuluh darah meningkat. Akan terjadi juga agregasi trombosit yang
melepaskan ADP, trombosit melepaskan vasoaktif yang bersifat meningkatkan permeabilitas
kapiler dan melepaskan trombosit faktor 3 yang merangsang koagulasi intravaskuler.
Terjadinya aktivasi faktor Hageman (faktorXII) akan menyebabkan pembekuan intravascular
yang meluas dan meningkatkan permeabilitas dinding pembuluh darah.
Dua perubahan patofisiologi utama yang terjadi yaitu peningkatan permeabilitas vaskuler
dan hemostasis yang abnormal. Permeabilitas vaskuler yang meningkat mengakibatkan
kebocoran plasma, hipovolemi dan syok. Kebocoran plasma dapat menyebabkan asites.
Gangguan homeostasis dapat menimbulkan vaskulopati, trombositopeni dan koagulopati,
sehingga memunculkan manifestasi perdarahan seperti petekie, ekimosis, perdarahan gusi,
epistaksis, hematemesis dan melena.
Berikut ini gambaran skema terjadinya endarahan dan syok pada demam berdarah dengue;
15
VI. Gejala Klinik
Gambaran klinis amat bervariasi, dari yang ringan, sedang seperti DD, sampai ke DBD
dengan manifestasi demam akutperdarahan, serta kecenderungan terjadi renjatan yang dapat
berakibat fatal. Masa inkubasi dengue antara 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari.
Pada DD terdapat peningkatan suhu secara tiba-tiba, disertai sakit kepala, nyeri yang
hebat pada otot dan tulang, mual, kadang muntah, dan batuk ringan.
Sakit kepala dapat menyeluruh atau berpusat pada supraorbital atau retroorbital. Nyeri di
bagian otot terutama dirasakan bila tendon dan otot perut ditekan. Pada mata dapat ditemukan
pembengkakan, injeksi konjungtiva, lakrimasi, dan fotofobia. Otot-otot sekitar mata terasa
pegal. Eksantem dapat muncul pada awal demam yang terlihat jelas di muka dan dada,
berlangsung beberapa jam lalu akan muncul kembali pada hari ke 3-6 berupa bercak petekie
di lengan dan kaki lalu ke seluruh tubuh. Pada saat suhu turun ke normal, ruam berkurang dan
cepat menghilang, bekas-bekasnya kadang terasa gatal. Pada sebagian pasien dapat ditemukan
kurva suhu yang bifasik. Dalam pemeriksaan fisik pasien DD hampir tidak ditemukan
kelainan. Nadi pasien mula-mula cepat kemudian menjadi normal atau lebih lambat pada hari
ke-4 dan ke-5. Bradikardi dapat menetap beberapa hari dalam masa penyembuhan. Dapat
ditemukan lidah kotor dan kesulitan buang air besar. Pada pasien DBD dapat terjadi gejala
16
perdarahan pada hari ke-3 atau ke-5 berupa petekie, purpura, ekimosis, hematemesis, melena,
dan epitaksis. Hati umumnya membesar dan terdapat nyeri tekan yang tidak sesuai dengan
beratnya penyakit. Pada pasien DSS, gejala renjatan ditandai dengan kulit yang terasa lembab
dan dingin, sianosis perifer yang terutama tampak pada ujung hidung, jari-jari tangan dan
kaki, serta dijumpai penurunan tekanan darah. Renjatan biasanya terjadi pada waktu demam
atau saat demam turun antara hari ke-3 dan hari ke-7.
VII. Penatalaksanaan
Pada dasarnya terapi DBD adalah bersifat suportif dan simtomatis. Penatalaksanaan
ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat kebocoran plasma dan memberikan terapi
substitusi komponen darah bilamana diperlukan. Dalam pemberian terapi cairan, hal
terpenting yang perlu dilakukan adalah pemantauan baik secara klinis maupun laboratoris.
Proses kebocoran plasma dan terjadinya trombositopenia pada umumnya terjadi antara hari ke
4 hingga 6 sejak demam berlangsung. Pada hari ke-7 proses kebocoran plasma akan
berkurang dan cairan akan kembali dari ruang interstitial ke intravaskular. Terapi cairan pada
kondisi tersebut secara bertahap dikurangi. Selain pemantauan untuk menilai apakah
pemberian cairan sudah cukup atau kurang, pemantauan terhadap kemungkinan terjadinya
kelebihan cairan serta terjadinya efusi pleura ataupun asites yang masif perlu selalu
diwaspadai.
Terapi nonfarmakologis yang diberikan meliputi tirah baring (pada trombositopenia yang
berat) dan pemberian makanan dengan kandungan gizi yang cukup, lunak dan tidak
mengandung zat atau bumbu yang mengiritasi saluaran cerna. Sebagai terapi simptomatis,
dapat diberikan antipiretik berupa parasetamol, serta obat simptomatis untuk mengatasi
keluhan dispepsia. Pemberian aspirin ataupun obat antiinflamasi nonsteroid sebaiknya
dihindari karena berisiko terjadinya perdarahan pada saluran cerna bagaian atas
(lambung/duodenum).
Protokol pemberian cairan sebagai komponen utama penatalaksanaan DBD dewasa
mengikuti 5 protokol, mengacu pada protokol WHO. Protokol ini terbagi dalam 5 kategori,
sebagai berikut.
1. Penanganan pasien DBD tanpa syok.
2. Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat.
3. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit >20%.
4. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewasa.
17
5. Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa.
Berikut ini pembahasannya secara rinci;
1. Penanganan penderita DBD dewasa tanpa syok
Jika Hb,Ht dan trombosit normal atau trombosit antara 100000-150000,pasien dapat
dipulangkan(rawat jalan) dengan syarat menjaga volume cairan sirkulasi dengan cara
menjaga asupan cairan oral pasien lewat makanan.Makanan yang dianjurkan adalah
makanan yang lunak dan bila belum nafsu makan diberi minum 1,5-2 liter susu,air gula
dalam 24 jam atau minum air tawar ditambah garam.selain itu pasien harus banyak
beristirahat atau tidur.(lakukan pemeriksaan HB,HT,trombosit tiap 24 jam),jika
memburuk,langsung bawa ke instalasi gawat darurat.
Hb,Ht normal,tetapi trombosit <100000 dianjurkan untuk dirawat
Hb,Ht meningkat dan trombosit normal atau turun juga dianjurkan untuk dirawat
2. Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa diruang rawat
Pasien yang tersangka DBD tanpa pendarahan spontan dan massif dan tanpa syok
maka diruang rawat diberikan cairan infuse kristaloid, dengan rumusan Volume =
1500+(20x(BB dalam Kg-20))
Setelah pemberian cairan dilakukan pemeriksaan Hb,Ht tiap 24 jam:
Bila Hb,Ht meningkat 10-20% dan trombosit<100000 jumlah pemberian cairan seperti
rumusan diatas.
Bila Hb,Ht meningkat >20% dan trombosit<100000,maka pemberian cairan sesuai
dengan protocol pelaksanaan DBD dengan peningkatan Ht>20%
3. Penanganan DBD dengan peningkatan Ht>20%
Peningkatan Ht>20% artinya tubuh terjadi deficit cairan sebanyak 5%.pada keadaan
ini maka terapi awalnya dengan memberikan infuse kristaloid sebanyak
6-7ml/kg/jam.setelah 3-4 jam,maka lakukan pemeriksaan.jika Ht menurun,tekanan darah
stabil,freekuensi nadi menurun,produksi urin meningkat,maka cairan infuse dikurangi
sampai 5ml.setelah 2jam,lakukan pemeriksaan kembali,jika ada perbaikan lagi,maka infuse
dikurangi sampai 3ml.jika ketika dilakukan pemantauan kembali,dan tetap membaik,maka
setelah 24-48 jam,infuse dapat dihentikan.
Namun bila setelah pemberian infuse 6-7ml diatas tidak mengalami perbaikan,malah
justru menurun,maka infuse dinaikan sampai 10ml.2jam kemudian lakukan
pemantauan,dan bila hasil membaik,maka infuse diturunkan sampai 5ml,namun jika
18
tambah buruk,maka infuse dinaikkan sampai 15ml.jika dalam perkembangannya kondisi
semakin memburuk,bahkan muncul tanda-tanda syok,maka pasien ditangani sesuai dengan
penanganan sindrom syok dengue pada dewasa.bila syok teratasi,maka pemberian cairan
dimulai lagi seperti terapi awal.
4. Penanganan pendarahan spontan pada DBD dewasa
Pendarahan spontan contohnya pendarahan hidung saluran cerna, saluran kencing,
otak atau pendarahan sebanyak 4 – 5 ml/kg bb/jam. Pada keadaan ini jumlah dan kecepatan
pemberian cairan tetap seperti pada keadaan DBD tanpa shock lainnya. Pemeriksaan
tekanan darah, nadi, pernapasan dan jumlah urine dilakukan sesering mungkin dengan
kewaspadaan Hb, Ht, dan thrombosis serta hemostase harus segera dilakukan dan
pemeriksaan Hb, Ht, dan thrombosis sebaiknya diulang setiap 4-6 jam.
Pemberian heparim diberikan jika ada tanda-tanda koagulasi intravascular di seminata.
Transfusi komponen darah diberikan sesuai indikasi. FFP diberikan bila didaptakan
defisiensi fakta-fakta pembekuan, PRC diberikan bila nilai Hb kurang dari 10 gr/dl.
Transfusi trombosit hanya diberikan pada pasien DBD dengan pendarahan spontan dan
massif dengan jumlah trombosit kurang dari 100 ribu / mm3 disertai atau tanpa KID.
5. Penanganan sindrom shock DBD pada dewasa
Hal pertama adalah penggantian cairan intravascular yang hilang. Pada kasus SSD
cairan kristaloit adalah pilihan utama yang diberikan. Selain resusitasi cairan, penderita
juga diberikan oksigen 2 – 4 liter / menit. Pemeriksaan yang harus dilakukan adalah
pemeriksaan darah perifer lengkap, hemostasis, analisis gas darah, kadar natrium, kalium
dan klorida serta ureum dan kreatinin.
Pada fase awal cairan kristaloit diberikan sebanyak 10 – 20 ml. Kemudian di evaluasi
15 – 30 menit. Bila serangan telah teratasi ( ditandai dengan tekanan darah sistolik 100
mmHg, tekanan nadi > 20 mmHg, frekuensi nadi < 100 kali / menit, kulit tidak pucat serta
diuresis 0,5 – 1 ml / kg bb / jam ). Jumlah cairan dikurangi menjadi 7 ml. Bila dalam 60 –
120 menit keadaan tetap stabil, pemberian cairan menjadi 5 ml. Bila dalam waktu 60 – 120
menit kemudian keadaan tetap stabil, pemberian cairan menjadi 3 ml. Bila 24 – 48 jam
setelah serangan teratasi, tanda – tanda vital dan hematokrit tetap stabil serta diuresis cukup
maka pemberian cairan per infus harus dihentikan ( karena jika reabsorpsi cairan plasma
yang mengalami ekstravasasi telah terjadi, ditandai dengan turunnya hematokrit, cairan
infus terus diberikan maka keadaan hiperfolemi, edema paru atau gagal jantung dapat
terjadi ).
19
Pengawasan harus dilakukan terutama pada 48 jam pertama sejak terjadi serangan
(karena selain proses pathogenesis, penyakit masih berlangsung, ternyata cairan kristaloit
hanya sekitar 20 % saja yang menetap dalam pembuluh darah setelah 1 jam saat
pemberian). Untuk mengetahui apakah serangan sudah teratasi, diperlukan pemantauan
tanda vital, yaitu status kesadaran, tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi jantung dan
nafas, pembesaran hati, nyeri tekan daerah hipokondrium kanan dan epigastrik, serta
jumlah diuresis. Diuresis diusahakan 2 ml. Pemantauan kadar hemoglobin, hemotokrit dan
jumlah trombosit dapat dipergunakan untuk pemantauan perjalanan penyakit.
Bila setelah fase awal pemberian cairan, serangan belum teratasi, maka pemberian
kristaloit dapat ditingkatkan menjadi 20 – 30 ml, kemudian di evaluasi setelah 20 – 30
menit. Bila keadaan tetap belum teratasi maka lihat nilai hemtokrit. Bila nilai hematokrit
meningkat berarti perembesan plasma masih berlangsung maka pemberian cairan koloid
merupakan pilihan, tetapi bila nilai hematokrit menurun, berari terjadi pendarahan maka
penderita diberikan transfuse darah segar sebanyak 10 ml dan diulang sesuai kebutuhan.
Pemberian koloid mula – mula dengan tetesan cepat 10 -20 ml dan di evaluasi setelah
10 – 30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi maka untuk memantau kecukupan cairan
dilakukan pemasangan kateter venesentral, dan pemeberian koloid dapat ditambah hingga
jumlah maksimum 30 ml dengan sasaran tekanan venesentral 15 -18 cm H2O. Bila keadaan
tetap belum teratasi harus diperhatikan dan dilakukan koreksi terhadap gangguan asam
basa, elektrolit, hipoglekimia, anemia, KID, infeksi sekunder. Bila tekanan venesentral
penderita sudah sesuai dengan target, tetapi serangan belum dapat teratasi maka dapat
diberikan obat inotropik atau vasopresor.
VIII. Prognosis
Demam berdarah dengue dapat menjadi fatal bila kebocoran plasma tidak dideteksi lebih
dini. Namun, dengan manajemen medis yang baik yaitu monitoring trombosit dan hematokrit
maka mortalitasnya dapat diturunkan. Jika trombosit <100.000/ul dan hematokrit meningkat
waspadai DSS.
IX. Pencegahan Demam Berdarah Dengue
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu
nyamuk aides aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan
beberapa metode yang tepat baik secara lingkungan, biologis maupun secara kimiawi yaitu:
20
a. Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan
pemberantasan sarang nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modofikasi tempat
perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia, dan perbaikan desain rumah.
PSN pada dasarnya merupakan pemberantasan jentik atau mencegah agar nyamuk tidak
berkembang tidak dapat berkembang biak. Pada dasarnya PNS ini dapat dilakukan dengan:
1. Menguras bak mandi dan tempat-tempat panampungan air sekurang-kurangnya seminggu
sekali,. Ini dilakukan atas dasar pertimbangan bahwa perkembangan telur agar berkembang
menjadi nyamuk adalah 7-10 hari.
2. Menutup rapat tempat penampungan air seperti tempayan, drum, dan tempat air lain
dengan tujuan agar nyamuk tidak dapat bertelur pada tempat-tempat tersebut.
3. Mengganti air pada vas bunga dan tempat minum burung setidaknya seminggu sekali.
4. Membersihkan pekarangan dan halaman rumah dari barang-barang bekas terutama yang
berpotensi menjadi tempat berkembangnya jentik-jentik nyamuk, seperti sampah keleng,
botol pecah, dan ember plastik.
5. Munutup lubang-lubang pada pohon terutama pohon bambu dangan menggunakan tanah.
6. Membersihkan air yang tergenang di atap rumah serta membersihkan salurannya kembali
jika salurannya tersumbat oleh sampah-sampah dari daun.
b. Biologis
Pengendalian secara biologis adalah pengandalian perkambangan nyamuk dan jentiknya
dengan menggunakan hewan atau tumbuhan. seperti memelihara ikan cupang pada kolam
atau menambahkannya dengan bakteri Bt H-14.
c. Kimiawi
Pengendalian secara kimiawi merupakan cara pengandalian serta pembasmian nyamuk
serta jentiknya dengan menggunakan bahan-bahan kimia. Cara pengendalian ini antara lain
dengan:
Pengasapan/fogging dengan menggunakan malathion dan fenthion yang berguna untuk
mengurangi kemungkinan penularan aides aegypti sampai batas tertentu.
Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti
gentong air, vas bunga, kolam dan lain-lain.
Cara yang paling mudah namun efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara diatas yang sering kita sebut dengan istilah 3M plus yaitu
21
dengan menutup tempat penampungan air, menguras bak mandi dan tempat penampungan air
sekurang-kurangnya seminggu sekali serta menimbun sempah-sampah dan lubang-lubang
pohon yang berpotensi sebagai tempat perkembangan jentik-jentik nyamuk. Selain itu juga
dapat dilakukan dengan melakukan tindakan plus seperti memelihara ikan pemakan jentik-
jentik nyamuk, menur larvasida, menggunakan kelambu saat tidur, memesang kasa,
menyemprot dengan insektisida, menggunakan repellent, memesang obat nyamuk, memeriksa
jentik nyamuk secara berkala serta tindakan lain yang sesuai dengan kondisi setempat.
Pengendalian Vektor
Pemberantasan sarang nyamuk, merupakan tindakan upaya untuk mengendalikan vektor
dari penyakit demam berdarah dengue, yaitu nyamuk aedes aegypti. Untuk memutus mata
rantai perkembangan nyamuk tersebut, maka dapat dilakukan berbagai cara. Tindakan
tersebut terdiri atas beberapa kegiatan antara lain:
a. 3 M
3M adalah tindakan yang dilakukan secara teratur untuk memberantas jentik dan
menghindari gigitan nyamuk Demam Berdarah dengan cara:
1. Menguras
Menguras tempat-tempat penampungan air seperti bak mandi, tempayan, ember, vas
bunga, tempat minum burung dan lain-lain seminggu sekali.
2. Menutup
Menutup rapat semua tempat penampungan air seperti ember, gentong, drum, dan lain-
lain.
3. Mengubur
Mengubur semua barang-barang bekas yang ada di sekitar rumah yang dapat
menampung air hujan.
b. Memelihara ikan pemakan jentik-jentik nyamuk
c. Cegah gigitan nyamuk dengan cara:
1. Membunuh jentik nyamuk Demam Berdarah di tempat air yang sulit dikuras atau sulit
air dengan menaburkan bubuk Temephos (abate) atau Altosoid 2-3 bulan sekali dengan
takaran 1 gram abate untuk 10 liter air atau 2,5 gram Altosoid untuk 100 liter air.Abate
dapat di peroleh/dibeli di Puskesmas atau di apotik.
2. Mengusir nyamuk dengan obat anti nyamuk.
3. Mencegah gigitan nyamuk dengan memakai obat nyamuk gosok.
22
4. Memasang kawat kasa dijendela dan di ventilasi
5. Tidak membiasakan menggantung pakaian di dalam kamar.
6. Gunakan sarung klambu waktu tidur.
X. Epidemiologi
Demam berdarah dengue telah menjadi endemis di 112 negara di wilayah tropis dan
subtropis yang meliputi benua Amerika, Eropa Selatan,Timur Tengah, Afrika Utara, Asia, dan
Australia serta pada beberapa pulau di Samudera Hindia, Pasifik dan Karibia. Distribusi
geografis DBD tersebar luas dan jumlah kasusnya terus meningkat selama 3 dekade terakhir.
Empat puluh persen dari populasi dunia (2.5-3 milyar orang) memiliki risiko terinfeksi, dan
diprediksikan terjadi 50 juta infeksi pertahun.
Setiap tahun diperkirakan 250.000-500.000 kasus DBD dengan mortalitas sekitar 5%
atau 25.000 kematian dilaporkan oleh World Health Organization (WHO).
Demam berdarah dengue merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas pada anak
di negara tropis dan subtropis. Sekitar 95% kasus DBD terjadi pada anak usia <15 tahun dan
5% terjadi pada bayi.
Epidemi pertama kali di wilayah Asia Tenggara terjadi pada tahun 1954 di
Manila,Philipina. Selanjutnya secara berangsur-angsur menyebar ke negara yang berdekatan.
Pada tahun 2005 jumlah kasus DBD di Asia Tenggara cenderung meningkat 19% dan
mortalitas meningkat sekitar 43% dibandingkan tahun 2004 dan Indonesia merupakan
penyumbang terbesar kasus DBD untuk wilayah Asia Tenggara.
Demam berdarah dengue masuk wilayah Indonesia tahun 1968. Kasus di Indonesia
pertama kali di laporkan terjadi di Surabaya dan Jakarta dengan jumlah kematian sebanyak 24
orang. Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD terbesar terjadi pada tahun 1998, dengan Incidence
Rate (IR) 35,19 per 100.000 penduduk dan CFR 2 %.
Seluruh wilayah Indonesia mempunyai risiko terjangkit DBD karena virus penyebab dan
vektornya sudah tersebar luas di perumahan penduduk maupun fasilitas umum. Laporan yang
ada sampai saat ini penyakit demam berdarah dengue sudah menjadi masalah yang endemis
pada 122 daerah tingkat II, 605 daerah kecamatan dan 1800 desa/kelurahan di Indonesia.
Morbiditas DBD cenderung meningkat dari tahun ke tahun, sebaliknya mortalitas cenderung
menurun. Akhir tahun 60-an atau awal tahun 70-an sebesar 41,3% menjadi berkisar antara 3-
5% pada saat ini. World Health Organization pada tahun 2004 merekomendasikan kepada
negara endemis DBD agar dapat menurunkan Case Fatality Rate (CFR) menjadi kurang 1%.
8 8
23
Epidemi demam berdarah dengue dilaporkan di Kalimantan Selatan pada tahun 1974.
Berdasarkan data kasus DBD Dinas Kesehatan Propinsi Kalimantan Selatan tahun 2005
terdapat 341 kasus dan 9 diantaranya meninggal, dengan IR per 100.000 penduduk sebesar
9,3 dan CFR 2,6%. Pada tahun 2006 jumlah kasusnya mengalami peningkatan menjadi 457
kasus dan 7 diantaranya meninggal, dengan IR per 100.000 penduduk sebesar 12,45 dan CFR
1,53%.
Demam berdarah dengue dapat terjadi pada semua usia kehidupan, di Asia Tenggara
yang merupakan wilayah hiperendemis DBD seringkali terjadi pada anak di bawah usia 15
tahun, di Indonesia penderita DBD terbanyak adalah anak usia 5-11 tahun. Secara
keseluruhan tidak terdapat perbedaan jenis kelamin penderita tetapi kematian lebih banyak
pada anak perempuan daripada anak laki-laki. Demam berdarah dengue juga dapat terjadi
pada semua ras.
Faktor yang berkaitan dengan kembalinya epidemi DBD antara lain pertumbuhan
penduduk, urbanisasi, pengolahan limbah dan persediaan air, distribusi vektor, kepadatan
vektor dan transportasi.
24
Daftar Pustaka
1. Sudoyo W.Aru, et al. Buku Ajar IPD. Jilid II & III. Jakarta: Departemen IPD FK UI;
2006. H.1731-35, 1754-66, 1774-79, 1845-47, 669-674
2. Mansjoer Arif, et al. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I. Jakarta: Media Aesculapius
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2001. H.428-433
3. Demam Berdarah Dengue. Edisi 2005. Diunduh dari www.e-dukasi.net, 27 November
2009
4. Diagnosis dan Penatalaksanaan Infeksi Virus Dengue. Edisi 1998. Diunduh dari
www.scribd.com, 27 November 2009
5. Korelasi Nilai Trombosit dan Hematokrit dengan Derajat Demam Berdarah Dengue
(DBD). Azeli Riswan 2006
6. Pencegahan Demam Berdarah Melalui Metode PemberantasanSarang Nyamuk (PSN).
2008. Novitasari Sherly, et al
7. Demam Dengue (Dengue fever)/Demam Berdarah Dengue. Edisi 2008. Diunduh dari
www.dokterku.net, 21 November 2009
8. Apakah Dengue Itu?. Edisi 2008. Diunduh dari www.blogdokter.net, 27 November 2009
25