makalah budha

43
M A K A L A H PROSES MASUKNYA AGAMA BUDDHA DI INDONESIA DISUSUN OLEH : 1. PANGESTUTI PURWANINGSIH (NPM. 08.231.044 / P) 2. SRI PURWANINGSIH (NPM. 08.231.049 / P) 3. KARTI (NPM. 08.231.042 / P) PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL IKIP PGRI MADIUN

Upload: iwanhariyanto

Post on 03-Jan-2016

277 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Budha

M A K A L A H

PROSES MASUKNYA AGAMA BUDDHA DI INDONESIA

DISUSUN OLEH :

1. PANGESTUTI PURWANINGSIH (NPM. 08.231.044 / P)

2. SRI PURWANINGSIH (NPM. 08.231.049 / P)

3. KARTI (NPM. 08.231.042 / P)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

IKIP PGRI MADIUN

2009

Page 2: Makalah Budha

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Permasalahan

Agama Buddha di Indonesia merupakan salah satu dari enam agama

yang diakui keberadaannya. Agama Buddha juga merupakan salah satu agama

tertua yang masih dianut di dunia. Seperti agama-agama yang lain, agama

Buddha juga merupakan agama pendatang, dalam arti bukan merupakan

produk asli bangsa Indonesia. Agama Buddha masuk di Indonesia bersamaan

dengan masuknya agama Buddha.

Dilihat dari proses masuk dan penyebarannya di Indonesia, antara

agama Hundu dengan agama Buddha, memiliki banyak kemiripan. Oleh

karena itu, biasanya proses masuknya kedua agama tersebut satu paket, yaitu

masuknya agama Buddha-Buddha di Indonesia. Untuk mempelajari proses

masuknya agama Buddha di Indonesia juga tidak dapat terlepas dari proses

masuknya agama Buddha di negara ini.

Pembahasan dalam makalah ini akan menguraikan tentang proses

masuk dan berkembangnya agama Buddha di Indonesia. Diharapkan, uraian

ini akan dapat dijadikan sebagai sumber informasi yang berguna dalam hal

sejarah perkembangan dan keberadaan agama Buddha di Indonesia.

Page 3: Makalah Budha

B. Permasalahan

Pada makalah tentang proses masuknya agama Buddha di Indonesia

ini, pembahasan akan difokuskan pada beberapa permasalahan sebagai

berikut:

1. Apakah agama Buddha itu?

2. Bagaimana isi ajaran yang ada pada agama Buddha?

3. Bagaimana proses masuknya agama Buddha di Indonesia?

4. Bagaimana reaksi masyarakat Indonesia terhadap masuk dan

berkembangnya agama Buddha di negara tersebut?

5. Bagaimana pengaruh kultur atau budaya Indonesia asli terhadap

perkembangan agama Buddha tersebut?

C. Tujuan Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis dan pembahasan

tentang hal-hal sebagai berikut:

1. Sejarah tentang agama Buddha

2. Isi ajaran yang ada pada agama Buddha

3. Proses masuknya agama Buddha di Indonesia.

4. Reaksi masyarakat Indonesia terhadap masuk dan berkembangnya agama

Buddha di negara tersebut.

5. Pengaruh kultur atau budaya Indonesia asli terhadap perkembangan agama

Buddha tersebut.

Page 4: Makalah Budha

BAB II

PEMBAHASAN

Pembahasan dalam makalah ini difokuskan pada hal-hal yang berkaitan

tentang arti atau sejarah dari agama Buddha, isi ajaran dari agama Buddha, proses

masuknya agama Buddha ke Indonesia, reaksi masyarakat Indonesia terhadap

agama Buddha, serta pengaruh kultur asli Indonesia terhadap perkembangan

agama Buddha di Indonesia.

A. Sejarah Agama Buddha

Sejarah agama Buddha mulai dari abad ke-6 SM sampai sekarang

dari lahirnya sang Buddha Siddharta Gautama. Dengan ini, ini adalah salah

satu agama tertua yang masih dianut di dunia. Selama masa ini, agama ini

sementara berkembang, unsur kebudayaan India, ditambah dengan unsur-

unsur kebudayaan Helenistik (Yunani), Asia Tengah, Asia Timur dan Asia

Tenggara. Dalam proses perkembangannya ini, agama ini praktis telah

menyentuh hampir seluruh benua Asia. Sejarah agama Buddha juga ditandai

dengan perkembangan banyak aliran dan mazhab, serta perpecahan-

perpecahan. Yang utama di antaranya adalah aliran tradisi Theravada ,

Mahayana, dan Vajrayana (Bajrayana), yang sejarahnya ditandai dengan masa

pasang dan surut.

Menurut tradisi Buddha, tokoh historis Buddha Siddharta Gautama

dilahirkan dari klan Sakya pada awal masa Magadha (546–324 SM), di sebuah

kota, selatan pegunungan Himalaya yang bernama Lumbini. Sekarang kota ini

Page 5: Makalah Budha

terletak di Nepal sebelah selatan. Beliau juga dikenal dengan nama Sakyamuni

(harafiah: orang bijak dari kaum Sakya).

Setelah kehidupan awalnya yang penuh kemewahan di bawah

perlindungan ayahnya, raja Kapilavastu (kemudian hari digabungkan pada

kerajaan Magadha), Siddharta melihat kenyataan kehidupan sehari-hari dan

menarik kesimpulan bahwa kehidupan nyata, pada hakekatnya adalah

kesengsaraan yang tak dapat dihindari. Siddharta kemudian meninggalkan

kehidupan mewahnya yang tak ada artinya lalu menjadi seorang pertapa.

Kemudian ia berpendapat bahwa bertapa juga tak ada artinya, dan lalu

mencari jalan tengah (majhima patipada). Jalan tengah ini merupakan sebuah

kompromis antara kehidupan berfoya-foya yang terlalu memuaskan hawa

nafsu dan kehidupan bertapa yang terlalu menyiksa diri.

Di bawah sebuah pohon bodhi, ia berkaul tidak akan pernah

meninggalkan posisinya sampai ia menemukan Kebenaran. Pada usia 35

tahun, ia mencapai Pencerahan. Pada saat itu ia dikenal sebagai Gautama

Buddha, atau hanya "Buddha" saja, sebuah kata Sansekerta yang berarti "ia

yang sadar" (dari kata budh+ta).

Untuk 45 tahun selanjutnya, ia menelusuri dataran Gangga di tengah

India (daerah mengalirnya sungai Gangga dan anak-anak sungainya), sembari

menyebarkan ajarannya kepada sejumlah orang yang berbeda-beda.

Keengganan Buddha untuk mengangkat seorang penerus atau meresmikan

ajarannya mengakibatkan munculnya banyak aliran dalam waktu 400 tahun

selanjutnya: pertama-tama aliran-aliran mazhab Buddha Nikaya, yang

Page 6: Makalah Budha

sekarang hanya masih tersisa Theravada, dan kemudian terbentuknya mazhab

Mahayana, sebuah gerakan pan-Buddha yang didasarkan pada penerimaan

kitab-kitab baru.

1. Tahap awal agama Buddha

Sebelum disebarkan di bawah perlindungan maharaja Asoka pada

abad ke-3 SM, agama Buddha kelihatannya hanya sebuah fenomena kecil

saja, dan sejarah peristiwa-peristiwa yang membentuk agama ini tidaklah

banyak tercatat. Dua konsili (sidang umum) pembentukan dikatakan

pernah terjadi, meski pengetahuan kita akan ini berdasarkan catatan-

catatan dari kemudian hari. Konsili-konsili (juga disebut pasamuhan

agung) ini berusaha membahas formalisasi doktrin-doktrin Buddhis, dan

beberapa perpecahan dalam gerakan Buddha.

2. Konsili Buddha Pertama (abad ke-5 SM)

Konsili pertama Buddha diadakan tidak lama setelah Buddha wafat

di bawah perlindungan raja Ajatasattu dari Kekaisaran Magadha, dan

dikepalai oleh seorang rahib bernama Mahakassapa, di Rajagaha(sekarang

disebut Rajgir). Tujuan konsili ini adalah untuk menetapkan kutipan-

kutipan Buddha (sutta (Buddha)) dan mengkodifikasikan hukum-hukum

monastik (vinaya): Ananda, salah seorang murid utama Buddha dan

saudara sepupunya, diundang untuk meresitasikan ajaran-ajaran Buddha,

dan Upali, seorang murid lainnya, meresitasikan hukum-hukum vinaya. Ini

kemudian menjadi dasar kanon Pali, yang telah menjadi teks rujukan dasar

pada seluruh masa sejarah agama Buddha.

Page 7: Makalah Budha

3. Konsili Kedua Buddha (383 SM)

Konsili kedua Buddha diadakan oleh raja Kalasoka di Vaisali,

mengikuti konflik-konflik antara mazhab tradisionalis dan gerakan-

gerakan yang lebih liberal dan menyebut diri mereka sendiri kaum

Mahasanghika.

Mazhab-mazhab tradisional menganggap Buddha adalah seorang

manusia biasa yang mencapai pencerahan, yang juga bisa dicapai oleh para

bhiksu yang mentaati peraturan monastik dan mempraktekkan ajaran

Buddha demi mengatasi samsara dan mencapai arhat. Namun kaum

Mahasanghika yang ingin memisahkan diri, menganggap ini terlalu

individualistis dan egois. Mereka menganggap bahwa tujuan untuk

menjadi arhat tidak cukup, dan menyatakan bahwa tujuan yang sejati

adalah mencapai status Buddha penuh, dalam arti membuka jalan paham

Mahayana yang kelak muncul. Mereka menjadi pendukung peraturan

monastik yang lebih longgar dan lebih menarik bagi sebagian besar kaum

rohaniawan dan kaum awam (itulah makanya nama mereka berarti

kumpulan "besar" atau "mayoritas").

Konsili ini berakhir dengan penolakan ajaran kaum Mahasanghika.

Mereka meninggalkan sidang dan bertahan selama beberapa abad di Indian

barat laut dan Asia Tengah menurut prasasti-prasasti Kharoshti yang

ditemukan dekat Oxus dan bertarikh abad pertama.

Maharaja Asoka dari Kekaisaran Maurya (273–232 SM) masuk

agama Buddha setelah menaklukkan wilayah Kalingga (sekarang Orissa)

Page 8: Makalah Budha

di India timur secara berdarah. Karena menyesali perbuatannya yang keji,

sang maharaja ini lalu memutuskan untuk meninggalkan kekerasan dan

menyebarkan ajaran Buddha dengan membangun stupa-stupa dan pilar-

pilar di mana ia menghimbau untuk menghormati segala makhluk hidup

dan mengajak orang-orang untuk mentaati Dharma. Asoka juga

membangun jalan-jalan dan rumah sakit-rumah sakit di seluruh negeri.

Periode ini menandai penyebaran agama Buddha di luar India.

Menurut prasasti dan pilar yang ditinggalkan Asoka (piagam-piagam

Asoka), utusan dikirimkan ke pelbagai negara untuk menyebarkan agama

Buddha, sampai sejauh kerajaan-kerajaan Yunani di barat dan terutama di

kerajaan Baktria-Yunani yang merupakan wilayah tetangga. Kemungkinan

besar mereka juga sampai di daerah Laut Tengah menurut prasasti-prasasti

Asoka.

4. Konsili Buddha Ketiga (+/- 250 SM)

Maharaja Asoka memprakarsai Konsili Buddha ketiga sekitar

tahun 250 SM di Pataliputra (sekarang Patna). Konsili ini dipimpin oleh

rahib Moggaliputta. Tujuan konsili adalah rekonsiliasi mazhab-mazhab

Buddha yang berbeda-beda, memurnikan gerakan Buddha, terutama dari

faksi-faksi oportunistik yang tertarik dengan perlindungan kerajaan dan

organisasi pengiriman misionaris-misionaris Buddha ke dunia yang

dikenal.

Kanon Pali (Tipitaka, atau Tripitaka dalam bahasa Sansekerta, dan

secara harafiah berarti "Tiga Keranjang"), yang memuat teks-teks rujukan

Page 9: Makalah Budha

tradisional Buddha dan dianggap diturunkan langsung dari sang Buddha,

diresmikan penggunaannya saat itu. Tipitaka terdiri dari doktrin (Sutra

Pitaka), peraturan monastik (Vinaya Pitaka) dan ditambah dengan

kumpulan filsafat (Abhidharma Pitaka).

Usaha-usaha Asoka untuk memurnikan agama Buddha juga

mengakibatkan pengucilan gerakan-gerakan lain yang muncul. Terutama,

setelah tahun 250 SM, kaum Sarvastidin (yang telah ditolak konsili ketiga,

menurut tradisi Theravada) dan kaum Dharmaguptaka menjadi

berpengaruh di India barat laut dan Asia Tengah, sampai masa Kekaisaran

Kushan pada abad-abad pertama Masehi. Para pengikut Dharmaguptaka

memiliki ciri khas kepercayaan mereka bahwa sang Buddha berada di atas

dan terpisah dari anggota komunitas Buddha lainnya. Sedangkan kaum

Sarvastivadin percaya bahwa masa lampau, masa kini dan masa depan

terjadi pada saat yang sama.

B. Ajaran Agama Buddha

Agama Buddha lahir di negara India, lebih tepatnya lagi di wilayah

Nepal sekarang, sebagai reaksi terhadap agama Brahmanisme. Pencetusnya

ialah Siddhartha Gautama yang dikenal sebagai Gautama Buddha oleh

pengikut-pengikutnya. Ajaran Buddha sampai ke negara Tiongkok pada tahun

399 Masehi, dibawa oleh seorang bhiksu bernama Fa Hsien. Masyarakat

Tiongkok mendapat pengaruhnya dari Tibet disesuaikan dengan tuntutan dan

nilai lokal.

Page 10: Makalah Budha

Setiap aliran Buddha berpegang kepada Tripitaka sebagai rujukan

utama karena dalamnya tercatat sabda dan ajaran sang hyang Buddha

Gautama. Pengikut-pengikutnya kemudian mencatat dan mengklasifikasikan

ajarannya dalam 3 buku yaitu Sutta Piṭaka (kotbah-kotbah Sang Buddha),

Vinaya Piṭaka (peraturan atau tata tertib para bhikkhu) dan Abhidhamma

Piṭaka (ajaran hukum metafisika dan psikologi).

Perlu ditekankan bahwa Buddha bukan Tuhan. Konsep ketuhanan

dalam agama Buddha berbeda dengan konsep dalam agama Samawi dimana

alam semesta diciptakan oleh Tuhan dan tujuan akhir dari hidup manusia

adalah kembali ke sorga ciptaan Tuhan yang kekal.

Ketahuilah para Bhikkhu bahwa ada sesuatu Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak. Duhai para Bhikkhu, apabila Tidak ada Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Diciptakan, Yang Mutlak, maka tidak akan mungkin kita dapat bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu. Tetapi para Bhikkhu, karena ada Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak, maka ada kemungkinan untuk bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu.

Ungkapan di atas adalah pernyataan dari Sang Buddha yang terdapat

dalam Sutta Pitaka, Udana VIII: 3, yang merupakan konsep Ketuhanan Yang

Mahaesa dalam agama Buddha. Ketuhanan Yang Mahaesa dalam bahasa Pali

adalah "Atthi Ajatang Abhutang Akatang Asamkhatang" yang artinya "Suatu

Yang Tidak Dilahirkan, Tidak Dijelmakan, Tidak Diciptakan dan Yang

Mutlak". Dalam hal ini, Ketuhanan Yang Maha Esa adalah suatu yang tanpa

aku (anatta), yang tidak dapat dipersonifikasikan dan yang tidak dapat

digambarkan dalam bentuk apa pun. Tetapi dengan adanya Yang Mutlak, yang

Page 11: Makalah Budha

tidak berkondisi (asamkhata) maka manusia yang berkondisi (samkhata) dapat

mencapai kebebasan dari lingkaran kehidupan (samsara) dengan cara

bermeditasi.

Dengan membaca konsep Ketuhanan Yang Maha Esa ini, dapat dilihat

bahwa konsep Ketuhanan dalam agama Buddha adalah berlainan dengan

konsep Ketuhanan yang diyakini oleh agama-agama lain. Perbedaan konsep

tentang Ketuhanan ini perlu ditekankan di sini, sebab masih banyak umat

Buddha yang mencampur-adukkan konsep Ketuhanan menurut agama Buddha

dengan konsep Ketuhanan menurut agama-agama lain sehingga banyak umat

Buddha yang menganggap bahwa konsep Ketuhanan dalam agama Buddha

adalah sama dengan konsep Ketuhanan dalam agama-agama lain.

Bila mempelajari ajaran agama Buddha seperti yang terdapat dalam

kitab suci Tripitaka, maka bukan hanya konsep Ketuhanan yang berbeda

dengan konsep Ketuhanan dalam agama lain, tetapi banyak konsep lain yang

tidak sama pula. Konsep-konsep agama Buddha yang berlainan dengan

konsep-konsep dari agama lain antara lain adalah konsep-konsep tentang alam

semesta, terbentuknya Bumi dan manusia, kehidupan manusia di alam

semesta, kiamat dan Keselamatan atau Kebebasan.

Di dalam agama Buddha tujuan akhir hidup manusia adalah mencapai

kebuddhaan (anuttara samyak sambodhi) atau pencerahan sejati dimana roh

manusia tidak perlu lagi mengalami proses tumimbal lahir. Untuk mencapai

itu pertolongan dan bantuan pihak lain tidak ada pengaruhnya. Tidak ada

dewa-dewi yang dapat membantu, hanya dengan usaha sendirilah kebuddhaan

Page 12: Makalah Budha

dapat dicapai. Buddha hanya merupakan contoh, juru pandu, dan guru bagi

makhluk yang perlu melalui jalan mereka sendiri, mencapai pencerahan

rohani, dan melihat kebenaran & realitas sebenar-benarnya.

a. Moral Buddha

Sebagaimana agama Islam dan Kristen, ajaran Buddha juga

menjunjung tinggi nilai-nilai kemoralan. Nilai-nilai kemoralan yang

diharuskan untuk umat awam umat Buddha biasanya dikenal dengan

Pancasila. Kelima nilai-nilai kemoralan untuk umat awam adalah:

bertekad melatih diri menghindari pembunuhan makhluk hidup.

bertekad melatih diri menghindari pencurian/mengambil barang yang

tidak diberikan.

bertekad melatih diri menghindari melakukan perbuatan asusila

bertekad melatih diri menghidari melakukan perkataan dusta

bertekad melatih diri menghindari makan makanan atau minuman yang

dapat menyebabkan lemahnya kesadaran dan menimbulkan ketagihan.

b. Aliran Buddha

Ada beberapa aliran dalam agama Buddha:

1) Buddha Theravada

2) Buddha Mahayana

3) Buddha Vajrayana

4) Buddha Tantrayana

5) Zen

Page 13: Makalah Budha

c. Buddha Mahayana

Lotus Sutra merupakan rujukan sampingan penganut Buddha aliran

Mahayana. Tokoh Kuan Yin yang bermaksud "maha mendengar" atau

nama Sansekertanya "Avalokiteśvara" merupakan tokoh Mahayana dan

dipercayai telah menitis beberapa kali dalam alam manusia untuk

memimpin umat manusia ke jalan kebenaran. Dia diberikan sifat-sifat

keibuan seperti penyayang dan lemah lembut. Menurut sejarahnya

Avalokitesvara adalah seorang lelaki murid Buddha, akan tetapi setelah

pengaruh Buddha masuk ke Tiongkok, profil ini perlahan-lahan berubah

menjadi sosok feminin dan dihubungkan dengan legenda yang ada di

Tiongkok sebagai seorang dewi.

Penyembahan kepada Amitabha Buddha (Amitayus) merupakan

salah satu aliran utama Buddha Mahayana. Sorga Barat merupakan tempat

tujuan umat Buddha aliran Sukhavati selepas mereka meninggal dunia

dengan berkat kebaktian mereka terhadap Buddha Amitabha dimana

mereka tidak perlu lagi mengalami proses reinkarnasi dan dari sana

menolong semua makhluk hidup yang masih menderita di bumi.

Mereka mempercayai mereka akan lahir semula di Sorga Barat

untuk menunggu saat Buddha Amitabha memberikan khotbah Dhamma

dan Buddha Amitabha akan memimpin mereka ke tahap mencapai

'Buddhi' (tahap kesempurnaan dimana kejahilan, kebencian dan ketamakan

tidak ada lagi). Ia merupakan pemahaman Buddha yang paling disukai

oleh orang Tionghoa.

Page 14: Makalah Budha

Seorang Buddha bukannya dewa atau makhluk suci yang

memberikan kesejahteraan. Semua Buddha adalah pemimpin segala

kehidupan ke arah mencapai kebebasan daripada kesengsaraan. Hasil

amalan ajaran Buddha inilah yang akan membawa kesejahteraan kepada

pengamalnya.

Menurut Buddha Gautama, kenikmatan Kesadaran Nirwana yang

dicapainya di bawah pohon Bodhi, tersedia kepada semua makhluk apabila

mereka dilahirkan sebagai manusia. Menekankan konsep ini, aliran

Buddha Mahayana khususnya merujuk kepada banyak Buddha dan juga

bodhisattva (makhluk yang tekad "committed" pada Kesadaran tetapi

menangguhkan Nirvana mereka agar dapat membantu orang lain pada

jalan itu). Dalam Tipitaka suci - intipati teks suci Buddha - tidak terbilang

Buddha yang lalu dan hidup mereka telah disebut "spoken of", termasuk

Buddha yang akan datang, Buddha Maitreya .

d. Buddha Theravada

Aliran Theravada adalah aliran yang memiliki sekolah Buddha

tertua yang tinggal sampai saat ini, dan untuk berapa abad mendominasi

Sri Langka dan wilayah Asia Tenggara (sebagian dari Tiongkok bagian

barat daya, Kamboja, Laos, Myanmar, Malaysia, Indonesia dan Thailand)

dan juga sebagian Vietnam. Selain itu populer pula di Singapura dan

Australia.

Theravada berasal dari bahasa Pali yang terdiri dari dua kata yaitu

thera dan vada. Thera berarti sesepuh khususnya sesepuh terdahulu , dan

Page 15: Makalah Budha

vada berarti perkataan atau ajaran. Jadi Theravada berarti Ajaran Para

Sesepuh.

Istilah Theravada muncul sebagai salah satu aliran agama Buddha

dalam Dipavamsa, catatan awal sejarah Sri Lanka pada abad ke-4 Masehi.

Istilah ini juga tercatat dalam Mahavamsa, sebuah catatan sejarah penting

yang berasal dari abad ke-5 Di yakini Theravada merupakan wujud lain

dari salah satu aliran agama Buddha terdahulu yaitu Sthaviravada (Bahasa

Sanskerta: Ajaran Para Sesepuh) , sebuah aliran agama Buddha awal yang

terbentuk pada Sidang Agung Sangha ke-2 (443 SM). Dan juga

merupakan wujud dari aliran Vibhajjavada yang berarti Ajaran Analisis

(Doctrine of Analysis) atau Agama Akal Budi (Religion of Reason).

Sejarah Theravada tidak lepas dari sejarah Buddha Gotama sebagai

pendiri agama Buddha. Setelah Sang Buddha parinibbana (543 SM), tiga

bulan kemudian diadakan Sidang Agung Sangha (Sangha Samaya).

Diadakan pada tahun 543 SM (3 bulan setelah bulan Mei), berlangsung

selama 2 bulan Dipimpin oleh Y.A. Maha Kassapa dan dihadiri oleh 500

orang Bhikkhu yang semuanya Arahat. Sidang diadakan di Goa Satapani

di kota Rajagaha. Sponsor sidang agung ini adalah Raja Ajatasatu. Tujuan

Sidang adalah menghimpun Ajaran Sang Buddha yang diajarkan kepada

orang yang berlainan, di tempat yang berlainan dan dalam waktu yang

berlainan. Mengulang Dhamma dan Vinaya agar Ajaran Sang Buddha

tetap murni, kuat, melebihi ajaran-ajaran lainnya. Y.A. Upali mengulang

Vinaya dan Y.A. Ananda mengulang Dhamma.

Page 16: Makalah Budha

Sidang Agung Sangha ke-2, pada tahun 443 SM , dimana awal

Buddhisme mulai terbagi menjadi 2. Di satu sisi kelompok yang ingin

perubahan beberapa peraturan minor dalam Vinaya, disisi lain kelompok

yang mempertahankan Vinaya apa adanya. Kelompok yang ingin

perubahan Vinaya memisahkan diri dan dikenal dengan Mahasanghika

yang merupakan cikal bakal Mahayana. Sedangkan yang mempertahankan

Vinaya disebut Sthaviravada.

Sidang Agung Sangha ke-3 (313 SM), Sidang ini hanya diikuti

oleh kelompok Sthaviravada. Sidang ini memutuskan untuk tidak merubah

Vinaya, dan Moggaliputta Tissa sebagai pimpinan sidang menyelesaikan

buku Kathavatthu yang berisi penyimpangan-penyimpangan dari aliran

lain. Saat itu pula Abhidhamma dimasukkan. Setelah itu ajaran-ajaran ini

di tulis dan disahkan oleh sidang. Kemudian Y.M. Mahinda (putra Raja

Asoka) membawa Tipitaka ini ke Sri Lanka tanpa ada yang hilang sampai

sekarang dan menyebarkan Buddha Dhamma di sana. Di sana ajaran ini

dikenal sebagai Theravada.

e. Kitab Suci

Kitab Suci yang dipergunakan dalam agama Buddha Theravada

adalah Kitab Suci Tipitaka yang dikenal sebagai Kanon Pali (Pali Canon).

Kitab suci Agama Buddha yang paling tua, yang diketahui hingga

sekarang, tertulis dalam Bahasa Pali, yang terbagi dalam tiga kelompok

besar (yang disebut sebagai "pitaka" atau "keranjang") yaitu: Vinaya

Pitaka, Sutta Pitaka, dan Abhidhamma Pitaka. Karena terdiri dari tiga

Page 17: Makalah Budha

kelompok tersebut, maka Kitab Suci Agama Buddha dinamakan Tipitaka

(Pali).

f. Ajaran

Ajaran dasar dikenal sebagai Empat Kebenaran Arya, meliputi:

Dukkha Ariya Sacca (Kebenaran Arya tentang Dukkha),

Dukkha Samudaya Ariya Sacca (Kebenaran Ariya tentang Asal Mula

Dukkha),

Dukkha Nirodha Ariya Sacca (Kebenaran Ariya tentang Terhentinya

Dukkha),

Dukkha Nirodha Ariya Sacca (Kebenaran Ariya tentang Jalan yang

Menuju Terhentinya Dukkha).

Secara umum sama dengan aliran agama Buddha lainnya,

Theravada mengajarkan mengenai pembebasan akan dukkha (penderitaan)

yang ditempuh dengan menjalankan sila (kemoralan), samadhi

(konsentrasi) dan panna (kebijaksanaan).

Agama Buddha Theravada hanya mengakui Buddha Gotama

sebagai Buddha sejarah yang hidup pada masa sekarang. Meskipun

demikian Theravada mengakui pernah ada dan akan muncul Buddha-

Buddha lainnya.

Dalam Theravada terdapat 2 jalan yang dapat ditempuh untuk

mencapai Pencerahan Sempurna yaitu Jalan Arahat (Arahatship) dan Jalan

Kebuddhaan (Buddhahood).

Page 18: Makalah Budha

g. Waisak

Penganut Buddha merayakan Hari Waisak yang merupakan

peringatan 3 peristiwa. Yaitu, hari kelahiran Pangeran Siddharta (nama

sebelum menjadi Buddha), hari pencapaian Pencerahan Sempurna Pertapa

Gautama, dan hari Sang Buddha mangkat mencapai Nibbana/Nirwana.

Tempat ibadah agama Buddha disebut vihara.

C. Proses Masuknya Agama Buddha ke Indonesia

Para ahli sejarah masih meneliti kapan sebenarnya agama Buddha

masuk ke Indonesia. Namun banyak orang sependapat bahwa kedatangan Aji

Saka merupakan tanggal kedatangan agama Buddha di Indonesia.

Apabila kita meneliti arti kata "Aji Saka" ini, kita akan menemukan: "Aji"

dalam bahasa Kawi berarti "ilmu kitab suci" sedang "Saka" berasal dari kata

"Sakya". Sehingga "Aji Saka" dapat diartikan sebagai "Pakar dalam Kitab

Suci Sakya" atau Pakar Buddha Dharma. Dari sini dapat diketahui bahwa Aji

Saka sebenarnya bukanlah sebuah nama, tetapi sebuah gelar. Gelar ini

diberikan rakyat kepada rajanya yang sebenarnya bernama Tritustha.

Kata "Dewata" artinya dewa dan "Cengkar" artinya jahat, jadi "Dewata

Cengkar" tidak lain berarti dewa jahat (awidya). Dengan demikian legenda

yang telah merakyat di Jawa Tengah tentang perang dahsyat antara Aji Saka

melawan Raja Dewata Cengkar, kiranya dapat diartikan sebagai perang antara

Buddha Dharma melawan Kejahatan/Kebodohan (Awidya). Aji Saka bukan

Page 19: Makalah Budha

hanya pakar dalam Buddha Dharma, tetapi juga seorang pakar astronomi dan

sastra.

Dalam legenda Jawa dikatakan bahwa untuk menandai kekhilafan

beliau dalam memberi perintah kepada dua orang panglimanya yang setia,

yang menyebabkan mereka berperang tanding sendiri dan keduanya gugur

karena sama jayanya, beliau membuat Aksara Jawa.

Kalau Ha Na Ca Ra Ka dipakai untuk mengenang kedua panglimanya yang

setia, Dora dan Sembada, maka untuk mengingat kedatangannya, sebuah

candrasangkala telah dibuat oleh Aji Saka. Penanggalan tahun Saka (tahun

Jawa) ini dimulai pada tanggal beliau mendarat di pulau Jawa. "Nir Wuk

Tanpa Jalu" adalah tanggal 0001, karena: Nir = kosong = 0; Wuk = tidak jadi

= 0; Tanpa = 0; dan Jalu = 1. Permulaan waktu penanggalan tahun Saka ini

sama dengan tanggal 14 Maret tahun 78 Masehi.

Kalau legenda Aji Saka ini kelak ternyata benar, maka dapatlah dikatakan

agama Buddha telah masuk ke Indonesia (Jawadwipa) pada abad I Masehi,

jadi jauh sebelum Candi Borobudur didirikan oleh raja-raja Wangsa Sailendra

pada abad VII.

Secara singkat, dapat disusun kurang lebih perkembangan agama

Buddha di Indonesia sebagai berikut:

Abad I (14 Maret 78), kedatangan Aji Saka Tritustha menandai masuknya

agama Buddha di Indonesia (Jawadwipa).

Abad II, III, dan IV di Indonesia (Jawa) agama Buddha sudah

berkembang. Ini terbukti dari catatan-catatan Bhiksu Fa-hien yang datang

Page 20: Makalah Budha

ke Jawa pada abad V. Beliau menyatakan bahwa sewaktu beliau datang di

Jawa agama Buddha sudah ada bersama-sama agama Hindu.

Abad IV dan V, bukti perkembangan agama Buddha dapat dilihat dari

prasasti-prasasti kerajaan Purnawarman di Jawa Barat dan Mulawarman di

Kalimantan.

Abad VII dan VIII adalah jaman keemasan perkembangan agama Buddha

di Jawa, di bawah raja-raja Kerajaan Mataram Purba dan Sailendra. Pada

abad VII ini Candi Borobudur dibangun, pembangunannya dikatakan

memakan waktu kira-kira delapan puluh tahun.

Abad VIII dan IX, berdiri Kerajaan Sriwijaya di Sumatera, di mana

Bhiksu I-tsing pernah datang belajar agama Buddha dan bahasa Sanskerta.

Abad XI, Atisa Dipankara seorang bhiksu yang mengajarkan Vajrayana di

Tibet, sewaktu mudanya juga belajar pada Bhiksu Dharmakirti di

Swarnadwipa (Sumatera).

Tahun 1100-1478, berdirilah kerajaan-kerajaan: Kediri, Singasari,

Tumapel, Daha, Lumajang, dan Majapahit. Akhirnya Keprabuan

Majapahit runtuh, berdiri Kerajaan Islam Demak (tahun 1481) dengan

rajanya Raden Patah. Agama Buddha kemudian "hilang" dan tidak pernah

dibicarakan orang lagi, hanya peninggalan-peninggalan candi-candinya

masih terus dikagumi orang.

Tahun 1901, Sanghanata Aryamula Maha Upadhyaya (Pen Ching Lau He

Sang) datang ke Indonesia, mula-mula menata sejumlah vihara yang

Page 21: Makalah Budha

dibangun umat Buddha keturunan Tionghoa dan akhirnya membangun

Vihara Kuang Hua Se Jakarta.

Tahun 1912, ajaran Theosofi masuk ke Indonesia dan di kalangan para

anggotanya agama Buddha mulai kembali dipelajari. Kelak ternyata bahwa

kebanyakan dari para aktivis agama Buddha pada Jaman Kemerdekaan

belajar agama Buddha melalui Perhimpunan Theosofi selain dari Sam

Kauw Hwee.

Tahun 1934, Narada Thera datang ke Jawa dan bersama umat Buddha

menanam pohon Bodhi di halaman Candi Borobudur.

Tahun 1944, Kwee Tek Hoay menerbitkan majalah "Mustika Dharma".

Tahun 1953, (Waisak 2497) Anagarika Tee Boan An dan Drs. Khoe Soe

Kiam memimpin upacara peringatan Waisak pada tanggal 22 Mei di Candi

Borobudur. Dengan demikian api Buddha Dharma kembali menyala di

Indonesia. Bulan Juli tahun 1953 Anagarika Tee Boan An memasuki

kehidupan sebagai seorang sramanera dengan menerima diksa secara

Mahayana dari Sanghanata Aryamula Maha Upadhyaya (Pen Ching Lau

He Sang) di Vihara Kuang Hua Se Jakarta dan diberi nama Seck Tee Tjen.

Kemudian atas saran gurunya, pada tahun yang sama beliau berangkat ke

Burma untuk memperdalam pengetahuannya tentang agama Buddha.

Bulan April tahun 1954 beliau menerima upasampada sebagai bhikkhu

dengan Upajjhaya Agga Maha Pandita Bhaddanta U Ashin Sobhana

Mahathera (Mahasi Sayadaw), dan diberi nama Bhikkhu Ashin

Jinarakkhita. Dengan demikian Bhikkhu Ashin Jinarakkhita adalah putera

Page 22: Makalah Budha

Indonesia pertama yang menjadi bhikkhu sesudah runtuhnya Keprabuan

Majapahit kira-kira 500 tahun yang lampau.

Pada Hari Suci Asadha 2498 BE (tahun 1954), untuk membantu

perkembangan agama Buddha secara nasional oleh Bhikkhu Ashin

Jinarakkhita didirikanlah Persaudaraan Upasaka Upasika Indonesia

(PUUI) yang lambangnya sampai sekarang masih dipakai oleh Majelis

Buddhayana Indonesia (MBI).

Tahun 1956, diadakan Perayaan Waisak di Candi Borobudur. Perayaan

Waisak ini merupakan perayaan yang besar, karena tahun itu tepat 2500

tahun mahaparinirvananya Sang Buddha (2500 Buddhajayanti). PUUI

Semarang menerbitkan buku peringatan 2500 Buddhajayanti yang berisi

banyak penerangan tentang agama Buddha, antara lain mengenai Candi

Borobudur, Candi Mendut, dan Perbedaan Hinayana dan Mahayana.

Tahun 1958, terbentuklah Perbudhi (Perhimpunan Buddhis Indonesia).

Tahun 1959, untuk pertama kalinya sejak runtuhnya Majapahit, diadakan

penahbisan bhikkhu di Indonesia. Untuk penahbisan ini, 13 (tiga belas)

orang bhikkhu senior dari berbagai negara datang ke Indonesia. Dua orang

bhikkhu yang ditahbiskan saat itu adalah Bhikkhu Jinaputta dan Bhikkhu

Jinapiya.

Tahun 1963, terbentuk Maha Sangha Indonesia yang beranggotakan baik

bhikkhu-bhikkhu Theravada maupun bhiksu-bhiksu Mahayana.

Tahun 1972, nama Persaudaraan Upasaka Upasika Indonesia (PUUI)

diubah menjadi Majelis Ulama Agama Buddha Indonesia (MUABI).

Page 23: Makalah Budha

Kemudian nama ini disempurnakan lagi menjadi Majelis Upasaka-Pandita

Agama Buddha Indonesia dengan singkatan tetap MUABI. Akhirnya pada

tahun 1979 nama MUABI ini diubah menjadi Majelis Buddhayana

Indonesia (MBI).

Tahun 1974, Maha Sangha Indonesia dan Sangha Indonesia (terbentuk

tahun 1972 dipimpin Bhikkhu Girirakkhito) bersatu dengan nama Sangha

Agung Indonesia, nama yang diberikan oleh Dirjen Bimas Hindu dan

Buddha Depertemen Agama RI. Sebagai Ketua Sangha Agung Indonesia

adalah Bhikkhu Ashin Jinarakkhita, dengan tiga orang wakil ketua, yaitu

Bhikkhu Jinapiya, Bhikkhu Girirakkhito, dan Bhikkhu Uggadhammo.

Tahun 1976, terbentuk Gabungan Umat Buddha Seluruh Indonesia

(GUBSI) sebagai wadah tunggal organisasi kemasyarakatan umat Buddha

Indonesia yang melebur Perbudhi, Buddha Dharma Indonesia (Budhi), dan

sebagainya.

Tahun 1976, terbentuk pula federasi dari beberapa majelis agama Buddha,

yang diberi nama Majelis Agung Agama Buddha Indonesia (MABI).

MABI diketuai oleh Soeparto Hs. dari Majelis Pandita Buddha Dhamma

Indonesia (Mapanbudhi) dengan sekretaris Ir. T. Soekarno dari Niciren

Syosyu Indonesia (NSI).

Tahun 1976, terbentuk Sangha Theravada yang dipimpin oleh Bhikkhu

Aggabalo.

Tahun 1978, terbentuk Sangha Mahayana Indonesia yang dipimpin Bhiksu

Dharmasagaro.

Page 24: Makalah Budha

Tahun 1978, diadakan Lokakarya Pemantapan Agama Buddha

Berkepribadian Indonesia yang diikuti semua majelis agama Buddha di

Indonesia.

Tahun 1979, tepatnya tanggal 7-9 Mei, diadakan Kongres Umat Buddha

Indonesia di Yogyakarta yang melahirkan Perwalian Umat Buddha

Indonesia (Walubi) sebagai federasi dari sangha-sangha dan majelis-

majelis agama Buddha di Indonesia yang bersifat koordinatif dan

konsultatif. Panitia Kongres diketuai oleh Soewarto Kolopaking, S.H.

dengan sekretaris Johan Sani Viryanata, B.A., keduanya pimpinan pusat

MBI. Walubi untuk pertama kalinya dipimpin oleh seorang Sekjen, yaitu

Soeparto Hs. dari Mapanbudhi. Sedang jabatan Ketua Dewan Pembina

Walubi dipegang oleh Brigjen (Purn.) Soemantri M.S. dari MBI.

Tahun 1981, terbentuk Sekretariat Bersama Generasi Muda Buddhis

Indonesia (Sekber GMBI) yang merupakan konfederasi dari organisasi-

organisasi pemuda di lingkungan vihara. Atas permintaan DP Walubi pada

tahun 1985 Sekber GMBI berganti nama menjadi Sekretariat Bersama

Persaudaraan Muda-mudi Vihara-vihara Buddhayana Indonesia (Sekber

PMVBI).

Tahun 1982, terbentuk Sangha Tantrayana Indonesia dalam naungan

Sangha Agung Indonesia, dipimpin oleh Mahawiku Dharma-aji

Uggadhammo.

Tahun 1983, Hari Waisak ditetapkan sebagai hari libur nasional.

Page 25: Makalah Budha

Tahun 1986, terbentuk Gemabudhi (Generasi Muda Buddhis Indonesia)

sebagai wadah tunggal generasi muda Buddhis Indonesia dan tergabung di

KNPI. Ketua Umum DPP Gemabudhi saat ini adalah Lieus Sungkharisma

dari MBI.

Tahun 1987, terbentuk KBWBI (Keluarga Besar Wanita Buddhis

Indonesia) sebagai wadah tunggal wanita Buddhis Indonesia dan

tergabung di Kowani. Ketua Umum PB KBWBI saat ini adalah Dr.

Parwati Soepangat, M.A. dari MBI.

Tahun 1987, Niciren Syosyu Indonesia (NSI) secara resmi dikeluarkan

dari Walubi.

Tahun 1994, Sangha Agung Indonesia (Sagin) dan Majelis Buddhayana

Indonesia (MBI) juga memilih berada di luar Walubi. Sagin dan MBI

konsisten dalam mempertahankan AD/ART Walubi hasil Munas II (1992)

dan menolak AD/ART Walubi hasil Sidang Paripurna (1993).

Tahun 1994, terbentuk Keluarga Cendekiawan Buddhis Indonesia (KCBI),

dipimpin oleh Dra. Siti Hartati Murdaya, MBA.

Tahun 1996, terbentuk lima wadah fungsional di lingkungan Sekber

PMVBI, yaitu: Ikatan Pembina Gelanggang Anak-anak Buddhis Indonesia

(IPGABI), Forum Komunikasi Dharmaduta Muda Buddhis Indonesia

(FKDMBI), Ikatan Mahasiswa Buddhis Indonesia (Imabi), Forum

Komunikasi Sarjana Buddhis Indonesia (FKSBI), dan Ikatan Pengelola

Media Komunikasi Buddhis Indonesia (IPMKBI).

Page 26: Makalah Budha

D. Reaksi Masyarakat terhadap Agama Buddha

E. Pengaruh Kultur Indonesia

Page 27: Makalah Budha

BAB III

PENUTUP

Page 28: Makalah Budha

REFERENSI

Anak Agung Gde Oka Netra. 2009. www.parisadaBuddhadharmaindonesia.com., diakses Oktober 2009.

Depdiknas. 2008. Wawasan Sosial untuk Kelas VII. Jakarta: Depdiknas.

Dwi Hartini. 2007. Pertumbuhan dan Perkembangan Agama Serta Kebudayaan Buddha-Buddha di Indonesia. Modul Sejarah I.06. Jakarta: Universitas Terbuka.

www.wikipediaindonesia.com. Buddha. diakses Oktober 2009