makalah bahasa indonesia
DESCRIPTION
Komunikasi TerapeutikTRANSCRIPT
KOMUNIKASI TERAPEUTIK DALAM PELAYANAN
KESEHATAN DI RUMAH SAKIT
DI SUSUN OLEH :
Dewi Nur Kholifah
Leni Sintya Dewi
Salma Rayanti
Ulfi Apriyani
Yuyun Wahyuni
SARJANA KEPERAWATAN REGULER
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERTAMINA BINA MEDIKA
TAHUN AKADEMIK 2014
KATA PENGANTAR
Dengan segala kerendahan hati, puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan karuniaNya, sehingga mendapat petunjuk dan kesabaran dalam menyelesaikan tugas
makalah ini. Tidak lupa shalawat dan salam semoga Allah SWT curahkan selalu kepada junjungan
kita Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam kegelapan menuju alam yang
diridhoiNya.
Makalah ini berisi sedikit pengetahuan tentang Komunikasi Terapeutik dalam Pelayanan
Kesehatan, melalui pembahasan pengertian komunikasi terapeutik dan bagaimana cara
penerapannya dalam dunia kerja kesehatan yang nantinya diharap dapat menambah pengetahuan
pembaca tentang Bahasa Indonesia. Selama pembuatan makalah ini, telah banyak arahan dan
petunjuk yang didapat dari dosen pengajar mata kuliah Bahasa Indonesia. Namun dalam penulisan
makalah ini, mungkin jauh dari apa yang dinamakan sempurna karena masih dalam tahap belajar.
Oleh sebab itu, dengan senang hati atas saran dan kritiknya untuk disusun selanjutnya.
Demikianlah makalah sederhana ini disusun, mudah-mudahan bermanfaat bagi kita semua.
Jakarta,6 Oktober 2014
Penyusun
Kelompok 3
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………………i
DAFTAR ISI…….…………………………………………………………………ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang………………………………………………………………1B. Rumusan Masalah…………………………………………………………...1C. Tujuan Makalah....…………………………………………………………..2
BAB II LANDASAN TEORI
A. Landasan Teori…………………………………………………………........31. Hakikat Komunikasi Terapeutik…………………………………………32. Fase-fase Komunikasi Terapeutik……………………………………….43. Tehnik-tehnik Komunikasi Terapeutik…………………………………..84. Faktor-faktor Komunikasi Terapeutik…………………………………..125. Proses Komunikasi Terapeutik dalam Keperawatan……………………14
B. Metode Pengumpulan Data…………………………………………………16C. Pembahasan………………………………………………………………....16
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………………………………………23B. Saran………………………………………………………………………..23
DAFTAR PUSTAKA
ii
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Komunikasi merupakan proses yang sangat khusus dan berarti dalam hubungan
antar manusia. Pada profesi keperawatan komunikasi menjadi lebih bermakna karena
merupakan metode utama dalam mengimplementasikan proses keperawatan. Pengalaman
ilmu untuk menolong sesama memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial
yang besar.
Untuk itu perawat memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang
mencakup ketrampilan intelektual, tehnikal dan interpersonal yang tercermin dalam
perilaku “caring” atau kasih sayang / cinta dalam berkomunikasi dengan orang lain.
Perawat yang memiliki keterampilan berkomunikasi secara terapeutik tidak saja
akan mudah menjalin hubungan rasa percaya dengan klien, mencegah terjadinya masalah
legal, memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan dan
meningkatkan citra profesi keperawatan serta citra rumah sakit, tetapi yang paling
penting adalah mengamalkan ilmunya untuk memberikan pertolongan terhadap sesama
manusia.
Dalam tulisan ini akan dibahas tentang pengertian komunikasi termasuk
“therapeutic use of self” dan “helping relationship” untuk praktek keperawatan, sikap dan
tehnik serta dimensi hubungan dari komunikasi terapeutik.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis perlu merumuskan masalah yang akan
dibahas. Penulis merumuskan masalah sebagai berikut “Bagaimana komunikasi
terapeutik dalam pelayanan kesehatan”
1
C. Tujuan Makalah
Tujuan penulisan makalah ini sebagai berikut untuk mengetahui bagaimana
komunikasi terapeutik dalam pelayanan kesehatan.
1. Membekali perawat pada saat akan melakukan tindakan komunikasi kepada pasien.
2. Agar perawat dan pasien terjalin komunikasi yang baik.
3. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran
serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya
pada hal yang diperlukan.
4. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan
mempertahankan kekuatan egonya.
2
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Landasan Teori
1. Hakikat Komunikasi Terapeutik
Komunikasi terapeutik adalah suatu pengalaman bersama antara perawat klien yang
bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien yang mempengaruhi perilaku pasien.
Hubungan perawat klien yang terapeutik adalah pengalaman belajar bersama dan
pengalaman dengan menggunakan berbagai tekhnik komunikasi agar perilaku klien
berubah ke arah positif seoptimal mungkin. Untuk melaksanakan komunikasi terapeutik
yang efektif perawat harus mempunyai keterampilan yang cukup dan memahami tentang
dirinya.
Teori komunikasi sangat sesuai dalam praktek keperawatan (Stuart dan Sundeen,
1987: 111) karena :
1. Komunikasi merupakan cara untuk membina hubungan yang terapeutik. Dalam proses komunikasi terjadi penyampaian informasi dan pertukaran perasaan dan pikiran.
2. Maksud komunikasi adalah mempengaruhi perilaku orang lain. Berarti, keberhasilan intervensi keperawatan bergantung pada komunikasi karena proses keperawatan ditujukan untuk merubah perilaku dalam mencapai tingkat kesehatan yang normal.
3. Komunikasi adalah berhubungan. Hubungan perawat dan klien yang terapeutik tidak mungkin dicapai tanpa komunikasi.
Dalam membina hubungan terpeutik dengan klien, perawat perlu mengetahui proses
komunikasi dan keterampilan berkomunikasi dalam membantu klien memecahkan
masalahnya.
Elemen yang harus ada pada proses komunikasi adalah pengirim pesan, penerima
pesan, media dan umpan balik. Semua perilaku individu pengirim dan penerima adalah
komunikasi yang akan member efek pada perilaku. Pesan yang disampaikan dapat berupa
verbal dan nonverbal. Bermain merupakan cara berkomunikasi dan berhubungan yang baik
dengan klien anak.
3
Perawat dapat menyampaikan atau mengkaji secara nonverbal antara lain : Vokal;
nada, kualitas, keras atau lembut, kecepatan, yang semuanya menggambarkan suasana
emosi.
1. Gerakan; reflex, postur, ekspresi muka, gerakan yang berulang, atau gerakan-gerakan yang lain. Khusus gerakan dan ekspresi muka dapat diartikan sebagai suasana hati.
2. Jarak (space) Jarak dalam berkomunikasi dengan orang lain menggambarkan keintiman.
3. Sentuhan : dikatakan sangat penting, namun perlu mempertimbangkan aspek budaya dan kebiasaaan.
Agar perawat dapat berperan efektif dalam terapeutik ia harus menganalisa
dirinya: kesadaran diri klarifikasi nilai, perasaan dan mampu menjadi model yang
bertanggung jawab. Seorang perawat tidak akan dapat mengetahui kondisi klien jika tidak
ada kemampuan menghargai keunikan klien. Komunikasi terapeutik tidak dapat
berlangsung sendirinya, tetapi harus di rencanakan, di pertimbangkan dan di lakukan
secara profesional. Pada saat pertama kali perawat melakukan komunikasi terapeutik
proses komunikasi umumnya berlangsung singkat, canggung, semu dan seperti di buat-
buat.hal ini akan lebih membantu untuk mempersepsikan masing-masing hubungan pasien
karena adanya kesempatan untuk mencapai hubungan antar manusia yang positif sehingga
akan mempermudah pencapaian tujuan terapeutik.
2. Fase-fase Komunikasi Terapeutik
a. Tahap Persiapan (Prainteraksi)
Tahap Persiapan atau prainteraksi sangat penting dilakukan sebelum
berinteraksi dengan klien (Christina, dkk, 2002). Pada tahap ini perawat menggali
perasaan dan mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya. Pada tahap ini perawat
juga mencari informasi tentang klien. Kemudian perawat merancang strategi untuk
pertemuan pertama dengan klien. Tahap ini harus dilakukan oleh seorang perawat
untuk memahami dirinya, mengatasi kecemasannya, dan meyakinkan dirinya bahwa
dia siap untuk berinteraksi dengan klien (Suryani, 2005).
Tugas perawat pada tahap ini antara lain:
4
a) Mengeksplorasi perasaan, harapan, dan kecemasan. Sebelum berinteraksi dengan klien, perawat perlu mengkaji perasaannya sendiri (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005). Perasaan apa yang muncul sehubungan dengan interaksi yang akan dilakukan. Apakah ada perasaan cemas? Apa yang dicemaskan? (Suryani, 2005).
b) Menganalisis kekuatan dan kelemanhan sendiri. Kegiatan ini sangat penting dilakukan agar perawat mampu mengatasi kelemahannya secara maksimal pada saat berinteraksi dengan klien. Misalnya seorang perawat mungkin mempunyai kekuatan mampu memulai pembicaraan dan sensitif terhadap perasaan orang lain, keadaan ini mungkin bisa dimanfaatkan perawat untuk memudahkannya dalam membuka pembicaraan dengan klien dan membina hubungan saling percaya (Suryani, 2005).
c) Mengumpulkan data tentang klien. Kegiatan ini juga sangat penting karena dengan mengetahui informasi tentang klien perawat bisa memahami klien. Paling tidak perawat bisa mengetahui identitas klien yang bisa digunakan pada saat memulai interaksi (Suryani, 2005).
d) Merencanakan pertemuan yang pertama dengan klien. Perawat perlu merencanakan pertemuan pertama dengan klien. Hal yang direncanakan mencakup kapan, dimana, dan strategi apa yang akan dilakukan untuk pertemuan pertama tersebut (Suryani, 2005).
b. Tahap Perkenalan
Perkenalan merupakan kegiatan yang dilakukan saat pertama kali bertemu
atau kontak dengan klien (Christina, dkk, 2002). Pada saat berkenalan, perawat harus
memperkenalkan dirinya terlebih dahulu kepada klien (Brammer dalam Suryani,
2005). Dengan memperkenalkan dirinya berarti perawat telah bersikap terbuka pada
klien dan ini diharapkan akan mendorong klien untuk membuka dirinya (Suryani,
2005). Tujuan tahap ini adalah untuk memvalidasi keakuratan data dan rencana yang
telah dibuat dengan keadaan klien saat ini, serta mengevaluasi hasil tindakan yang
lalu (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005).
Tugas perawat pada tahap ini antara lain:
a) Membina rasa saling percaya, menunjukkan penerimaan, dan komunikasi terbuka. Hubungan saling percaya merupakan kunci dari keberhasilan hubungan terapeutik (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005), karena tanpa adanya rasa saling. percaya tidak mungkin akan terjadi keterbukaan antara kedua belah pihak.
5
Hubungan yang dibina tidak bersifat statis, bisa berubah tergantung pada situasi dan kondisi (Rahmat, J dalam Suryani 2005). Karena itu, untuk mempertahankan atau membina hubungan saling percaya perawat harus bersikap terbuka, jujur, ikhlas, menerima klien apa adanya, menepati janji, dan menghargai klien (Suryani, 2005).
b) Merumuskan kontrak pada klien (Christina, dkk, 2002). Kontrak ini sangat penting untuk menjamin kelangsungan sebuah interaksi (Barammer dalam Suryani, 2005). Pada saat merumuskan kontrak perawat juga perlu menjelaskan atau mengklarifikasi peran-peran perawat dan klien agar tidak terjadi kesalah pahaman klien terhadap kehadiran perawat. Disamping itu juga untuk menghindari adanya harapan yang terlalu tinggi dari klien terhadap perawat karena karena klien menganggap perawat seperti dewa penolong yang serba bisa dan serba tahu (Gerald, D dalam Suryani, 2005). Perawat perlu menekankan bahwa perawat hanya membantu, sedangkan kekuatan dan keinginan untuk berubah ada pada diri klien sendiri (Suryani, 2005).
c) Menggali pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi masalah klien. Pada tahap ini perawat mendorong klien untuk mengekspresikan perasaannya. Dengan memberikan pertanyaan terbuka, diharapkan perawat dapat mendorong klien untuk mengekspresikan pikiran dan perasaannya sehingga dapat mengidentifikasi masalah klien.
d) merumuskan tujuan dengan klien. Perawat perlu merumuskan tujuan interaksi bersama klien karena tanpa keterlibatan klien mungkin tujuan sulit dicapai. Tujuan ini dirumuskan setelah klien diidentifikasi.
Fase orientasi, fase ini dilaksanakan pada awal setiap pertemuan kedua dan
seterusnya, tujuan fase ini adalah memvalidasi keakuratan data, rencana yang telah
dibuat dengan keadaan klien saat ini, dan mengevaluasi hasil tindakan yang lalu.
Umumnya dikaitkan dengan hal yang telah dilakukan bersama klien (Cristina, dkk,
2002).
c. Tahap Kerja
Tahap kerja ini merupakan tahap inti dari keseluruhan proses komunikasi
terapeutik (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005). Pada tahap ini perawat dan klien
bekerja bersama-sama untuk mengatasi masalah yang dihadapi klien. Pada tahap
kerja ini dituntut kemampuan perawat dalam mendorong klien mengungkap perasaan
6
dan pikirannya. Perawat juga dituntut untuk mempunyai kepekaan dan tingkat
analisis yang tinggi terhadap adanya perubahan dalam respons verbal maupun
nonverbal klien.
Pada tahap ini perawat perlu melakukan active listening karena tugas perawat
pada tahap kerja ini bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien. Melalui active
listening, perawat membantu klien untuk mendefinisikan masalah yang dihadapi,
bagaimana cara mengatasi masalahnya, dan mengevaluasi cara atau alternatif
pemecahan masalah yang telah dipilih.
Perawat juga diharapkan mampu menyimpulkan percakapannya dengan klien.
Tehnik menyimpulkan ini merupakan usaha untuk memadukan dan menegaskan hal-
hal penting dalam percakapan, dan membantu perawat-klien memiliki pikiran dan
ide yang sama (Murray, B & Judth dalam Suryani, 2005). Tujuan tehnik
menyimpulkan adalah membantu klien menggali hal-hal dan tema emosional yang
penting (Fontaine & Fletcner dalam Suryani, 2005)
d. Tahap Terminasi
Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dengan klien (Christina,
dkk, 2002). Tahap ini dibagi dua yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir
(Stuart, G.W dalam Suryani, 2005).
a) Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan perawat-klien, setelah terminasi sementara, perawat akan bertemu kembali dengan klien pada waktu yang telah ditentukan.
b) Terminasi akhir terjadi jika perawat telah menyelesaikan proses keperawatan secara keseluruhan.
Tugas perawat pada tahap ini antara lain:
a) Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah dilaksanakan. Evaluasi ini juga disebut evaluasi objektif. Dalam mengevaluasi, perawat tidak boleh terkesan menguji kemampuan klien, akan tetapi sebaiknya terkesan sekedar mengulang atau menyimpulkan.
b) Melakukan evaluasi subjektif. Evaluasi subjektif dilakukan dengan menanyakan perasaan klien setelah berinteraksi dengan perawat. Perawat perlu mengetahui bagaimana perasaan klien setelah berinteraksi dengan perawat. Apakah klien merasa bahwa interaksi itu dapat menurunkan kecemasannya? Apakah klien
7
merasa bahwa interaksi itu ada gunanya? Atau apakah interaksi itu justru menimbulkan masalah baru bagi klien.
c) Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan. Tindakan ini juga disebut sebagai pekerjaan rumah untuk klien. Tindak lanjut yang diberikan harus relevan dengan interaksi yang akan dilakukan berikutnya. Misalnya pada akhir interaksi klien sudah memahami tentang beberapa alternative mengatasi marah. Maka untuk tindak lanjut perawat mungkin bisa meminta klien untuk mencoba salah satu dari alternative tersebut.
d) Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya. Kontrak ini penting dibuat agar terdapat kesepakatan antara perawat dan klien untuk pertemuan berikutnya. Kontrak yang dibuat termasuk tempat, waktu, dan tujuan interaksi.
Stuart G.W. (1998) dalam Suryani (2005), menyatakan bahwa proses terminasi
perawat-klien merupakan aspek penting dalam asuhan keperawatan, sehingga jika
hal tersebut tidak dilakukan dengan baik oleh perawat, maka regresi dan kecemasan
dapat terjadi lagi pada klien. Timbulnya respon tersebut sangat dipengaruhi oleh
kemampuan perawat untuk terbuka, empati dan responsif terhadap kebutuhan klien
pada pelaksanaan tahap sebelumnya.
3. Tehnik – tehnik Komunikasi Terapeutik
1. Bertanya
Bertanya (questioning) merupakan tehnik yang dapat mendorong klien untuk
mengungkapkan perasaan dan pikirannya. Tehnik berikut sering digunakan pada tahap
orientasi.
a) Pertanyaan fasilitatif dan nonfasilitatif
Pertanyaan fasilitatif (facilitative question) terjadi jika pada saat bertanya
perawat sensitif terhadap pikiran dan perasaan serta secara langsung berhubungan
dengan masalah klien, sedangkan pertanyaan nonfasilitatif (nonfacilitative
question) adalah pertanyaan yang tidak efektif karena memberikan pertanyaan
yang tidak fokus pada masalah atau pembicaraan, bersifat mengancam, dan
tampak kurang pengertian terhadap klien (Gerald, D dalam Suryani, 2005).
b) Pertanyaan terbuka dan tertutup
8
Pertanyaan terbuka (open question) digunakan apabila perawat membutuhkan
jawaban yang banyak dari klien. Dengan pertanyaan terbuka, perawat mampu
mendorong klien mengekspresikan dirinya (Antai-Otong dalam Suryani, 2005).
Pertanyaan tertutup (closed question) digunakan ketika perawat
membutuhkan jawaban yang singkat.
c) Inapropriate quantity question
1. Yaitu pertanyaan yang kurang baik dari sisi jumlah pertanyaan, yang mengakibatkan klien bingung dalam menjawab. Terlalu banyak pertanyaan merupakan tindakan yang tidak tepat karena menimbulkan kebingungan klien untuk menjawab (Long, L dalam Suryani, 2005).
2. Yaitu pertanyaan yang tidak baik diberikan pada klien dan biasanya dimulai dengan kata “why” (mengapa). Why question ini dipertimbangkan tidak tepat karena :
a. Terkesan menginterogasi, sehingga klien merasa seolah-olah diintimidasi (Sturat, G.W dalam Suryani, 2005). Hal ini bisa menghambat keterbukaan klien terhadap perawat.
b. Tidak akan dapat menggali perasaan klien yang sebenarnya karena why question mengiring klien untuk menjawab secara rasional atau mengemukakan alasan dari suatu perbuatan atau keadaan, bukan bagaimana perasaanya terhadap kejadian (Gerald, D dalam Suryani, 2005)
2. Klarifikasi
Klarifikasi (clarification) adalah menjelaskan kembali ide atau pikiran klien
yang tidak jelas atau meminta klien untuk menjelaskan arti dari ungkapannya (Gerald,
D dalam Suryani, 2005). Pada saat klarifikasi, perawat tidak boleh
menginterpretasikan apa yang dikatakan klien, juga tidak boleh menambahkan
informasi (Gerald, D dalam Suryani, 2005). Apabila perawat menginterpretasikan
pembicaraan klien, maka penilaiannya akan berdasarkan pandangan dan perasaannya.
Fokus utama klarifikasi adalah pada perasaan, karena pengertian terhadap perasaan
klien sangat penting dalam memahami klien.
9
3. Refleksi
Refleksi (reflection) adalah mengarahkan kembali ide, perasaan, pertanyaan,
dan isi pembicaraan kepada klien. Hal ini digunakan untuk memvalidasi pengertian
perawat tentang apa yang diucapkan klien dan menekankan empati, minat, dan
penghargaan terhadap klien (Antai-Otong dalam Suryani, 2005).
Tehnik-tehnik refleksi terdiri dari: (Keliat, Budi Anna, 1992)
a) Refleksi visi, yaitu memvalidasi apa yang didengar. Klarifikasi ide yang
diekspresikan klien dengan pengertian perawat.
b) Refleksi perasaan, yaitu memberi respon pada perasaan klien terhadap isi
pembicaraan, agar klien mengetahui dan menerima perasaanya.
Gunanya adalah untuk :
1) Mengetahui dan menerima ide dan perasaan.
2) Mengoreksi.
3) Memberi keterangan lebih jelas.
Ruginya adalah :
1) Mengulang terlalu sering dan sama.
2) Dapat menimbulkan marah, iritasi, dan frustasi
4. Memberi Informasi
Memberikan tambahan informasi (informing) merupakan tindakan
penyuluhan kesehatan klien. Tehnik ini sangat membantu dalam mengajarkan
kesehatan atau pendidikan pada klien tentang aspek-aspek yang relevan dengan
perawatan diri dan penyembuhan klien. Informasi yang diberikan pada klien harus
dapat memberikan pengertian dan pemahaman tentang masalah yang dihadapi klien
serta membantu dalam memberikan alternatif pemecahan masalah (Suryani, 2005).
10
5. Menyimpulkan
Menyimpulkan (summerizing) adalah tehnik komunikasi yang membantu klien
mengeksplorasi poin penting dari interaksi perawat-klien. Tehnik ini membantu
perawat dan klien untuk memiliki pikiran dan ide yang sama saat mengakhiri
pertemuan. Poin utama dari menyimpulkan yaitu peninjauan kembali komunikasi
yang telah dilakukan (Murray, B & Judith dalam Suryani, 2005).
Manfaat dari menyimpulkan antara lain : (Suryani, 2005)
a) Memfokuskan pada topik yang relevan.
b) Menolong perawat dalam mengulang aspek utama interaksi.
c) Membantu klien untuk merasa bahwa perawat memahami perasaannya.
d) Membantu klien untuk dapat mengulang informasi dan membuat tambahan atau
koreksi terhadap informasi sebelumnya.
6. Mengubah Cara Pandang
Tehnik mengubah cara pandang (refarming) ini digunakan untuk memberikan
cara pandang lain sehingga klien tidak melihat sesuatu atau masalah dari aspek
negatifnya saja (Gerald, D dalam Suryani, 2005). Tehnik ini sangat bermanfaan
terutama ketika klien berfikiran negatif terhadap sesuatu, atau memandang sesuatu
dari sisi negatifnya. Seorang perawat kadang memberikan tanggapan yang kurang
tepat ketika klien mengungkapkan masalah, misalnya menyatakan : “sebenarnya apa
yang anda pikirkan tidak seburuk itu kejadiannya”. Reframing akan membuat klien
mampu melihat apa yang dialaminya dari sisi positif (Gerald, D dalam Suryani,
2005) sehingga memungkinkan klien untuk membuat perencanaan yang lebih baik
dalam mengatasi masalah yang dihadapinya.
7. Membagi Persepsi
Stuart G.W (1998) dalam Suryani (2005) menyatakan, membagi persepsi
(sharing peception) adalah meminta pendapat klien tentang hal yang perawat rasakan
11
atau pikirkan. Tehnik ini digunakan ketika perawat merasakan atau melihat ada
perbedaan antara respos verbal dan respons nonverbal klien.
8. Humor
Humor bisa mempunyai beberapa fungsi dalam hubungan terapeutik.
Florence Nightingale dalam Anonymous (1999) dalam Suryani (2005) pernah
mengatakan suatu pengalaman pahit sangat baik ditangani dengan humor. Humor
dapat meningkatkan kesadaran mental dan kreativitas, serta menurunkan tekanan
darah dan nadi.
Dalam beberapa kondisi berikut humor mungkin bisa dilakukan :
a) Pada saat klien mengalami kecemasan ringan sampai sedang, humor mungkin
bisa menurunkan kecemasan klien.
b) Jika relevan dan konsisten dengan sosial budaya klien.
c) Membantu klien mengatasi masalah lebih efektif.
9. Memberikan Pujian
Memberikan Pujian (reinforcement) merupakan keuntungan psikologis yang
didapatkan klien ketika berinteraksi dengan perawat. Reinforcement berguna untuk
meningkatkan harga diri dan menguatkan perilaku klien (Gerald, D dalam Suryani,
2005). Reniforcement bisa diungkapkan dengan kata-kata ataupun melalui isyarat
nonverbal.
4. Faktor-faktor Komunikasi Terapeutik
a. Faktor – faktor penghambat dalam proses komunikasi terpeutik adalah : (Purwanto,
Heri, 1994)
1) Memberikan jaminan yang tidak mungkin2) Memberitahu apa yang harus dilakukan kepada penderita3) Membicarakan hal-hal yang bersifat pribadi4) Menuntut bukti, tantangan serta penjelasan dari pasien mengenai tindakannya5) Memberikan kritik mengenai perasaan penderita
12
b. Faktor penghambat komunikasi : (Kariyoso, 1994)
1) Kecakapan yang kurang dalam berkomunikasi2) Sikap yang kurang tepat3) Kurang pengetahuan4) Prasangka yang tidak beralasan5) Tidak ada persamaan persepsi6) Berbicara yang berlebihan
c. Faktor yang mempengaruhi komunikasi : (Suryani, 2005)
1) KredibilitasKredibilitas (credibility) terdapat dan berpengaruh pada sumber atau
komunikator. Kredibilitas komunikasi sangat mempengaruhi keberhasilan proses komunikasi, karena hal ini mempengaruhi tingakat kepercayaan sasaran atau komunikasi terhadap pesan yang disampaikan.
2) Isi pesanPesan yang disampaikan hendaknya mengandung isi yang bermanfaat bagi
sasaran. Hasil komunikasi akan lebih baik jika isi pesan besar manfaatnya bagi kepentingan sasaran.
3) Kesesuaian dengan kepentingan sasaranKesesuaian dengan kepentingan sasaran (context) terdapat dan berperan pada
pesan. Pesan yang disampaikan harus berhubungan dengan kepentingan sasaran.
4) KejelasanKejelasan (clarity) terdapat dan berperan pada pesan. Kejelasan pesan yang
disampaikan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan komunikasi.
5) Kesinambungan dan konsistensiKesinambungan dan konsistensi (continuity and consistency) terdapat pada
pesan. Pesan yang akan disampaikan harus konsistensi dan berkesinambungan.
6) SaluranSaluran (channel) terdapat dan berperan pada media. Media yang digunakan
harus disesuaikan dengan pesan yang ingin disampaikan.
13
7) Kapabilitas sasaranKapabilitas sasaran (capability of the audience) terdapat pada komunikan.
Dalam menyampaikan pesan, komunikator harus memperhitungkan kemampuan sasaran dalam menerima pesan.
8) Psikologis (Rahmat, J dalam Suryani, 2005)Seperti sikap, pengalaman hidup, motivasi, kepribadian, dan konsep.
9) Sosial (Ellis, Gates & Kenwarthy dalam Suryani, 2005)
10) Seperti usia, jenis kelamin, kelas sosial, suku, bahasa, kekuasaan, dan peran sosial.
5. Proses Komunikasi Terapeutik dalam Keperawatan
1. Proses komunikasi : (Mubarak, Wahid Iqbal, dkk, 2007)
a. Reference, stimulus yang memotifasi seseorang untuk berkomunikasi dengan
orang lain. Dapat berupa pengalaman, ide atau tindakan
b. Pengirim/ sumber/ encorder, disebut juga komunikator. Bisa perorangan atau
kelompok.
c. Pesan/ berita, informasi yang dikirimkan. Dapat berupa kata-kata, gerakan
tubuh atau ekspresi wajah.
d. Media/ saluran, alat atau sarana yang dipilih pengirim untuk menyampaikan
pesan pada penerima/ sasaran.
e. Penerimaan/ sasaran/ decoder, kepada siapa pesan yang ingin disampaikan
tersebut dituju.
f. Umpan balik/ feed back/ respons, reaksi dari sasaran terhadap pesan yang
disampaikan.
2. Komunikasi Terapeutik dalam Perawatan.
a. Pengkajian (Purwanto, Heri, 1994)
1) Menentukan kemampuan seseorang dalam proses informasi.
2) Mengevaluasi data tentang status mental pasien untuk menentukan batas
intervensi.
14
3) Mengevaluasi kemampuan pasien dalam berkomunikasi secara verbal.
4) Mengobservasi apa yang terjadi pada pasien tersebut saat ini.
5) Mengidentifikasi tingkat perkembangan pasien sehingga interaksi yang
diharapkan bisa realistik.
6) Menentukan apakah pasien memperlihatkan sikap verbal dan nonverbal
yang sesuai.
7) Mengkaji tingkat kecemasan pasien sehingga dapat mengantisipasi
intervensi yang dibutuhkan.
b. Diagnosa keperawatan (Potter & Perry, 1999)
1) Analisa tertulis dari penemuan pengkajian.
2) Sesi perencanaan tim kesehatan.
3) Diskusi dengan klien dan keluarga untuk menentukan metoda
implementasi.
4) Membuat rujukan.
c. Rencana tujuan (Purwanto, Heri,1994)
1) Rencana asuhan tertulis (Potter & Perry, 1999).
2) Membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan sendiri.
3) Membantu pasien agar dapat menerima pengalaman yang pernah
dirasakan.
4) Meningkatkan harga diri pasien.
5) Memberikan support karena adanya perubahan lingkungan.
6) Perawat dan pasien sepakat untuk berkomunikasi secara lebih terbuka.
d. Implementasi (Purwanto, Heri, 1994)
1) Memperkenalkan diri kepada pasien.
2) Memulai interaksi dangan pasien.
3) Membantu pasien untuk dapat menggambarkan pengalaman pribadinya.
15
4) Menganjurkan kepada pasien untuk dapat mengungkapkan perasaan
kebutuhannya.
5) Menggunakan komunikasi untuk meningkatkan harga diri pasien.
e. Evaluasi (Purwanto, Heri, 1994)
1) Pasien dapat mengembangkan kemampuan dalam mengkaji dan memenuhi
kebutuhan sendiri.
2) Komunikasi menjadi lebih jelas, lebih terbuka dan berfokus pada masalah.
3) Membantu menciptakan lingkungan yang dapat mengurangi tingkat
kecemasan.
B. Metode Pengumpulan Data
Penulisan makalah ini menggunakan metode diskritip pendekatan studi kasus uang meliputi
pengumpulan data, analisa data, dan menarik kesimpulan. Metode ini dilakukan dengan cara
mempelajari sumber-sumber lain (internet) yang berhubungan dengan judul dan pokok
permasalahan.
C. Pembahasan
1. Tehnik – tehnik Komunikasi Terapeutik
a) Bertanya
Contoh :
1) Pertanyaan nonfasilitatif
Perawat : Pagi bu, gimana keadaan sekarang ??
Pasien : badan saya panas sus!!
Perawat : ooh panas minum obatnya aja buu kalo ga kompres air dingin
Pasien : tapi saya gak mampu kekamar mandinya sus, boleh minta tolong ambilin
anduk kecilnya?
16
Perawat : maaf buu saya lagi sibuk , pasien kan bukan ibu ajaa minta tolong
keluarga ibu ajaa ya
2) Pertanyaan fasilitatif
Perawat : selamat pagi ibu, saya suster dewi disini saya akan melihat kondisi
ibu, bagaimana kondisi ibu saat ini ??
Pasien : badan saya demam sus terus kepala saya pusing
Perawat : sudah diminum belum obatnya ibu? Apa tadi malam ibu tidak tidur?
Pasien : Belum sus gada obatnya, iya saya gak bisa tidur sus
Perawat : Baik nanti saya akan buatkan resep obat penurun panas ya ibu , nanti saya coba ambil kompres dingin agar demam ibu dapat menurun , jelas kepala ibu pusing karena ibu kurang istirahat , nanti setelah minum obat ini langsung istirahat ya ibu.
Pasien : iyaa suster terima kasih
3) Pertanyaan terbuka dan tertutup
Contoh :
Mari kita bandingkan kedua pertanyaan ini :
a) “ada apa dirumah sehingga ibu membawa anak ibu ke UGD ??
b) “apakah anak ibu kejang sehingga ibu datang ke UGD ??
Keterangan : Pada pertanyaan poin (a) akan kita dapatkan data yang mungkin
lebihdari satu kalimat atau satu kata, karena pertanyaan itu sifatnya
pertanyaan “TERBUKA” yang memberikan peluang kepada ibu
untuk menceritakan kejadian kejadian yang dialmi anaknya selama
dirumah sehingga perawat akan lebih mudah untuk menentukan
asuhan keperawatan yang akan diberikan kepada klien.
Beda pada pertanyaan poin (b) yang mempersempit gerak atau
imajinasi ibu dalam mengungkapkan apa yang dialami anaknya
17
sewaktu dirumah, dan mungkin ibut hanya menjawab dengan
jawaban YA atau TIDAK tanpa mampu mengembangkan tanda dan
gejala yang ada pada anaknya ini termasuk pertanyaan
“TERTUTUP”
b) Klarifikasi
Contoh :
1) Komunikasi Terapeutik yang tidak baik :
Klien : Suster saya sudah bosen berada di rumah sakit terus menerus saya
ingin pulang sekarang ?
Perawat : Apakah ibu dan keluarga bisa melunasi adminitrasinya
Klien : Saya memakai kartu BPJS sus
Perawat : Ibu kan sudah tahu bagaimana cara memakai kartu BPJS itu
sangat rumit dan banyak surat-surat yang harus di selesaikan
terlebih dahulu
Keterangan : sebaiknya perawat harus mengklarifikasi dengan sopan dan ramah
sehingga tidak menyinggung perasaan klien tersebut
Berbeda dengan contoh dibawah ini :
2) Komunikasi Terapeutik yang baik :
Perawat : Pagi ibu, gimana keadaan nya sekarang sudah enakan
Klien : sudah suster ini saya habis mandi
Perawat : Baik, kata dokter hendra ibu sudah di bolehkan untuk pulang
Klien : Alhamdulillah akhirnya sudah boleh pulang, tetapi saja membayar
administrasinya dengan kartu BPJS sus
Perawat : Iya bisa ibu, keluarga ibu hanya mengurus surat-surat nya saja di kasir
dan setelah itu keluarga ibu bisa memberikannya ke tempat perawat
untuk menandatanganinya
Keterangan : seorang perawat wajib menjelaskan kembali ide atau pikiran klien
18
yang tidak jelas.
c) Refleksi
Contoh :
1) Komunikasi terapeutik yang tidak baik
Klien : Sus apakah saya sudah boleh pulang ?
Perawat : Tidak, kondisi ibu belum membaik
Klien : Tetangga saya tiga hari di rumah sakit sudah boleh pulang ?
Perawat : Tanyakan saja kepada dokter saya sedang sibuk.
Keterangan : Seorang perawat tidak di anjurkan untuk tidak mau menjawab
pertanyaan dari klien dan perawat terkesan jutek.
Berbeda dengan contoh di bawah ini:
2) Komunikasi terapeutik yang baik
Klien : Suster apakah saya sudah di bolehkan pulang ?
Perawat : Coba saya cek terlebih dahulu ya bu, kondisi ibu sekarang sudah
membaik atau belum
Klien : iya suster soalnya tetangga saya tiga hari di rumah sakit sudah boleh
pulang ?
Perawat : Mungkin tetangga ibu demam di rumah sudah lama, jadi di rumah
sakit tinggal fase pemulihan saja bu
Klien : Oh seperti itu ya sus
Perawat : iya bu, kondisi ibu saat ini sudah membaik keterangan lebih lanjut
nanti bisa di tanyakan ke dokter
Keterangan : Seorang perawat harus memberikan informasi yang lebih jelas
terhadap klien sehingga klien lebih paham apa yang klien rasakan.
19
d) Memberi Informasi
Contoh :
1) Komunikasi terapeutik yang baik
Klien : “suster kenapa suhu tubuh saya masih tinggi? Padahal saya sudah
minum obat kira kira kenapa ya suster ??
Perawat : “baik saya jelaskan, panas tubuh atau suhu tubuh meningkat dapat
disebabkan oleh beberapa hal diantaranya karena ada proses infeksi
dehidrasi atau karena metabolisme tubub yang meningkat.
Keterangan : seorang perawat harus memberikan informasi secara jelas dan
diberikan penjelasan agar klien mudah mengerti.
Berbeda dengan contoh kalimat dibawah ini :
2) Komunikasi terapeutik yang tidak baik
Klien : “suster kenapa suhu tubuh saya tetap tinggi / padahal saya sudah minum
obat ?
Perawat : mungkin ibu kecapean atau kurang bergerak.
Keterangan :sangat tidak dianjurkan bagi seorang perawat jika ada klien bertanya
mengenai kondisi nya tetapi perawat memberikan informasi yang tidak disertai
dengan penjelasannya.
e) Menyimpulkan
Contoh :
1) Komunikasi terapeutik yang tidak baik
Klien : Suster kenapa ya kok tangan saya bintik-bintik merah ?
Perawat : Mungkin ibu tidurnya tidak memakai selimut jadi di gigit oleh
nyamuk
Klien : Tetapi badan saya lemas dan di sertai mual ?
Perawat : Mungkin ibu kecapean dan harus banyak minum air putih
20
Keterangan : Sebagai perawat harus memberikan komunikasi yang baik untuk
meningkatkan pemahaman
Berbeda dengan contoh di bawah ini :
2) Komunikasi terapeutik yang baik
Klien : Suster kenapa yak kok tangan saya bintik-bintik merah ?
Perawat : Keluhan apa saja yang sekarang ibu alami
Klien : Badan saya terasa lemas dan di sertai mual sus ?
Perawat : Baik saya akan mengambil darah ibu untuk di cek di laboratorium,
penyakit apa yang ibu sedang alami
Klien : Baik suster
Perawat : Ternyata dari hasil pengkajian disini ibu menderita penyakit DBD
Keterangan : Sebagai perawat sangat penting untuk memberikan komunikasi agar
sama dengan ide dalam pemikiran
f) Mengubah Cara Pandang
1) Komunikasi terapeutik yang tidak baik
Contoh:
Klien : Saya jadi tidak yakin dengan kesembuhan saya sus
Perawat : Ya sabar aja bu, ibu banyak banyak berdoa
Klien : Tapi apakah masih ada harapan bagi saya untuk sembuh?
Perawat : Mungkin tapi penyakit seperti ini memang sangat tipis harapannya
Berbeda dengan contoh di bawah ini:
2) Komunikasi yang baik
Klien : Saya jadi tidak yakin dengan kesembuhan saya sus
Perawat : Ibu jangan berkata seperti itu, segala sesuatu bisa saja terjadi atas
Kehendak Allah swt. Terus berdoa dan harus yakin bu
Klien : Tapi apakah masih ada harapan bagi saya untuk sembuh?
Perawat : Insyaallah ada... ibu berusaha jangan pantang menyerah, kamipun
21
sebagai tenaga medis akan berusaha yang terbaik
Keterangan : Sebagai perawat yang menghadapi pasien terminal, seharusnya
memberikan semangat, penuh harapan, serta memandang sesuatu
dengan hal yang positif.
g) Memberi Pujian
Contoh :
Perawat : “Selamat pagi ibu sinta? Saya perhatikam ibu sudah bisa berjalan dan bisa
beraktifitas kembali”
Keterangan : ini adalah salah satu teknik yang digunakan kepada perawat agar klien
termotivasi untuk cepat sembuh yaitu dengan memberikan kalimat
berupa pujian yang membuat klien senang.
22
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Kemampuan menerapkan teknik komunikasi terapeutik memerlukan latihan dan
kepekaan serta ketajaman perasaan, karena komunikasi terjadi tidak dalam kemampuan tetapi
dalam dimensi nilai, waktu dan ruang yang turut mempengaruhi keberhasilan komunikasi
yang terlihat melalui dampak terapeutiknya bagi klien dan juga kepuasan bagi perawat.
Komunikasi juga akan memberikan dampak terapeutik bila dalam penggunaanya
diperhatikan sikap dan tehnik komunikasi terapeutik. Hal lain yang cukup penting
diperhatikan adalah dimensi hubungan. Dimensi ini merupakan factor penunjang yang sangat
berpengaruh dalam mengembangkan kemampuan berhubungan terapeutik.
B. Saran
Dalam melayani klien hendaknya perawat selalu berkomunikasi dengan klien untuk
mendapatkan persetujuan tindakan yang akan di lakukan. Dalam berkomunikasi dengan klien
hendaknya perawat menggunakan bahasa yang mudah di mengerti oleh klien sehingga tidak
terjadi kesalahpahaman komunikasi. Dalam menjalankan profesinya hendaknya perawat
selalu memegang teguh etika keperawatan.
23
DAFTAR PUSTAKA
Dalami,Ermawati.2009. Buku Saku Komunikasi Keperawatan. Jakarta : Trans Info Media
http://dhanwaode.wordpress.com/2010/10/09/komunikasi-dalam-proses-pembangunan-
dalam-proses-keperawatan/
http://riff46.wordpress.com/2011/05/21/integrasi-konsep-komunikasi-dan-etika-dalam-pemberian-
obat