makalah

28
MAKALAH MANAJEMEN KINERJA KETERKAITAN VARIABEL KINERJA DOSEN PENGAMPU : MAULIDYAH AMALINA RIZQI KELOMPOK 7 1. AQONIA LIDITAS FIRDAUSI (13311073) 2. ROSITA MUAZATI (133110) PROGRAM STUDi MANAJEMEN

Upload: aqonia

Post on 14-Jul-2016

39 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

makalah keterkaitan variabel kinerja

TRANSCRIPT

MAKALAH

MANAJEMEN KINERJA

KETERKAITAN VARIABEL KINERJA

DOSEN PENGAMPU :

MAULIDYAH AMALINA RIZQI

KELOMPOK 71. AQONIA LIDITAS FIRDAUSI (13311073)

2. ROSITA MUAZATI (133110)

PROGRAM STUDi MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GRESIK

TAHUN AKADEMIK 2015-2016

KETERKAITAN VARIABEL KINERJA

1.1. KETERKAITAN VARIABEL KINERJA

Terdapat empat level dalam struktur organisasi perusahaan pada umumnya, yang

berkaitan dengan manajemen kinerja, yaitu korporat (corporate level), satuan unit bisnis

(business unit level), manajemen operasi (operational management level), dan bagian operasi

sehari-hari (shopfloor level). Diantara level tersebut, harus terdapat keterkaitan antar variabel

kinerjanya, yang saling mendukung keunggulan perusahaan untuk berkompetisi. Keterkaitan

variabel kinerja tersebut seringkali melibatkan lintas sector departemen dimana otoritas atau

levelnya tidak harus memiliki hubungan secara vertical. Pada gambar 1.1, diperlihatkan

keterkaitan antar variabel kinerja dalam suatu perusahaan komponen okomotif di Negara

bagian Victoria, Australia (Wibisono, 1999).

Dari gambar tersebut terlihat bahwa dengan memiliki data keterkaitan variabel kinerja,

akan memudahkan proses perbaikan yang harus dilakukan terhadap varabel kinerja yang

tidak mencapai standar yang dipersyaratkan. Sebagai contoh, kualitas produk di perusahaan

komponen otomotif di atas dipengaruhi oleh produk cacat, pengerjaan ulang, kualitas bahan

baku, material terbuang. Sedangkan produk cacat dipengaruhi oleh kendala karyawan, tingkat

keluar masuk karyawan, serta pelatihan dan teknologi yang diterapkan. Oleh karena itu,

untuk meningkatkan kualitas produk , persahaan harus meletakkan prioritas perbaikan pada

empat faktor dalam sumber daya tersebut.

Keterkaitan varriabel kinerja ini disadari merupakan hal yang sangat penting dalam

manajemen kinerja, namun belum banyak perusahaan (terutama di Indonesia) yang

mengeksploitasi keterkaitan tersebut secara ilmiah dengan menggunanakan metode ilmiah

yang ada. Banyak perusahaan tidak memiliki sistem database yang terpelihara dan jika

memiliki data pengukuran variabel kinerja tersebut, jarang yang dieksplorasi lebih jauh

sehingga mendapatkan keterkaitan yang valid antar variabel kinerja itu. Beberapa metode

yang dapat digunakan untuk mengeksplorasi keterkaitan variabel kinerja ini, antara lain

analisis faktor, analisis korelasi, penggunaan diagram tulang ikan, dan penggunaan Analitic

Hierarchy Process.

Gambar 1.1 Keterkaitan Antar Variabel Kinerja Perusahaan Komponen Otomotif

1.2. ANALISIS FAKTOR

Dalam menganalisis kinerja organisasi atau perusahaan, seringkali kita mencari faktor-

faktor apa saja yang menjadi penyebab suatu masalah. Misalnya, perusahaan otomotif ingin

mengetahui apa saja yang menyebabkan konsumen lebih memilih mobil van dibandingkan

dengan mobil sedan. Pengamatan semacam ini tidak jarang meliputi sejumlah variabel atau

faktor penyebab yang banyak dan beragam. Hal ini tentu saja akan menyulitkan dalam

menganalisis dan menarik kesimpulan tentang data tersebut. Agar lebih mudah, faktor-faktor

tersebut dapat dikelompokkan ke dalam dimensi yang lebih kecil. Misalnya, faktor-faktor

yang menyebabkan konsumen memilih mobil van dibandingkan dengan mobil sedan adalah :

1. Ruangan yang lebih luas

2. Bagasi yang mempunyai kapasitas

lebih besar

3. Harga yang lebih murah

4. Bahan bakar lebih irit

5. Kapasitas penumpang lebih banyak

6. Biaya perwatan lebih murah

7. Daya mesin besar

Ketujuh faktor di atas dapat direduksi dengan mengelompokkan faktor-faktor yang

berkaitan dalam satu faktor baru, yaitu :

a. Efisiensi biaya, meliputi faktor (3), (4), (6)

b. Kenyamanan, meliputi faktor (1), (2), (5)

c. Daya mesin

Setelah mengelompokkan , sekarang hanya perlu mengolah 3 kelompok data saja. Alat

yang digunakan untuk mereduksi faktor dan menarik kesimpulan dari faktor tersebut adalah

analisis faktor, yang merupakan salah satu bagian dari analisis multivarian (analisis yang

banyak melibatkan variabel). Metode analisis faktor pertama kali digunakan oleh Charles

Spearman untuk memecahkan masalah psikologi dalam tulisannya di American Journal of

Psychology pada tahun 1904, mengenai penetapan dan pengukuran intelektual.

Analisis faktor menyederhanakan hubungan yang beragan dan kompleks pada set

data/variabel amatan dengan meyatukan faktor atau dimensi yang saling

berhubungan/memiliki korelasi dalam suatu struktur data yang baru, yang mempunyai set

faktor yang lebih kecil. Fungsi dari analisis faktor adalah sebagai berikut :

1. Menetukan himpunan dari dimensi yang tidak mudah diamati dalam himpunan variabel

(R factor analysis).

2. Mengelompokkan orang-orang (misalnya, responden kuis0 ke dalam kelompok-kelompok

yang berbeda di dalam populasi (Q factor analysis).

3. Mengidentifikasi variabel-variabel yang akan digunakan dalam analisi lanjutan (regresi,

korelasi, atau diskriminan).

4. Membentuk himpunan dari variabel (dengan jumlah yang lebih sedikit) untuk

menggantikan (sebagian/seluruh) himpunan variabel awal.

5. Menganilisis suatu fenomena dengan data yang sangat besar.

6. Menguaraikan/menjabarkan suatu kaitan yang kompleks di antara fenomena ke dalam

fungsi kesatua-kesatuan atau ke dalam bagian-bagiannya, dan dapat mengidentifikasikan

pengaruh dari luar (independen).

Penggunaan metode analisis faktor dapat diklasifikasikan menjadi :

1. Penyelidikan Untuk Penemuan (Exploratory). Analisis faktor digunakan untuk

menyelidiki dan mendetksi suatu pola dari variabel-variabel yang ada, dengan tujuan

untuk menemukan suatu konsep baru dan kemungkinan pengurangan data dari data dasar.

2. Penegasan Suatu Hipotesis (Confirmatory Uses). Analisis faktor digunakan untuk

menguji suatu hipotesis mengenai struktur dan variabel-variabel baru yang berkaitan

dengan sejumlah faktor yang signifikan dan faktor loading yang diharapkan.

3. Alat Pengukur (Measuring Devices). Analisis faktor digunakan untuk membentuk

variabel-variabel agar dapat digunakan sebagai variabel baru pada analisis berikutnya.

Ada beberapa teknik analisis keterkaitan variabel yang dapat digolongkan ke dalam

analisis faktor, yaitu :

a. Analisis Komponen Utama (Principle Component Analysis) merupakan teknik reduksi

data yang bertujuan untuk membentuk suatu kombinasi linier dari variabel awal, dengan

memperhitungkan sebanyak mungkin jumlah variasi dari variabel awal.

b. Analisis Faktor Umum (Common Component Analysis) merupakan model faktor yang

digunakan untuk mengidentifikasi sejumlah dimensi dalam data(faktor) yang tidak mudah

untuk dikenali. Tujuan utamanya adalah untuk mengidentifikasi dimensi laten yang

direpresentasikan dalam himpunan variabel awal.

1.2.1. Metode Analisis Faktor

Perbedaan kedua macam teknik tersebut terutama teletak pada jumlah variansi yang

dianalisis, apakah variansi total atau hanya common variance (variansi dapat dibagi menjadi

common variance dan unique variance). Common variance adalah variansi suatu variabel

yang merupakan variansi bersama dengan variabel lain, sedangkan unique variance adalah

variansi suatu variabel yang digunakan oleh variabel itu sendiri. Analisis faktor juga dapat

digunakan untuk melakukan validasi. Metode ini berguna untuk mengukur korelasi antar

variabel-variabel manifes yang akan membentuk variabel laten. Dari semua variabel manifes

yang diolah, beberapa diantaranya akan diagregasikan ke dalam sejumlah variabel laten yang

lebih sedikit. Variabel manifes diwakili oleh satu item pertanyaan dalam kuisioner.

Hubungan antara variabel laten, manifes, dan item-item pertanyaan dalam kuisioner

ditunjukkan dalam bagan berikut ini :

Gambar 1.2 Hubungan Antara Variabel Laten, Manifes, dan Item Pertanyaan

Variabel laten dibentuk oleh beberapa variabel manifes yang mengalami proses

agregasi. Setiap variabel manifes diwakili oleh satu item pertanyaan dalam kuisioner. Jadi,

terdapat hubungan korespondensi satu-satu antara satu item pertanyaan dengan satu variabel

manifes tertentu, untuk setiap item yang terdapat dalam kuisioner. Hubungan antara variabel

manifes dengan variabel laten ditunjukkan oleh bobot faktor (factor loading). Untuk

mengelompokkan variabel manifes menjadi variabel laten, setiap variabel manifes harus

dihitung korelasinya dengan variabel manifes lain. Bobot faktor akan menunjukkan korelasi

antara suatu variabel manifes dengan variabel manifes lain dalam variabel laten yang

terbentuk.

Analisis faktor digunakan untuk menjamin bahwa item-item pertanyaan dalam

kuisioner dapat merepresentasikan dengan baik variabel-variabel laten yang diselidiki.

Analisis faktor berusaha menyerdehanakan hubungan yang kompleks dan beragam di antara

sekumpulan variabel penelitian yang diamati, dengan jalan mengungkapkan dimensi-dimensi

atau faktor-faktor yang sama, yang dapat menghubungkan variabel-variabel tersebut, serta

dapat memperhatikan struktur laten dari data penelitian. Analisis faktor dapat mereduksi data

variabel manifes menjadi beberapa variabel laten yang jumlahnya lebih sedikit dengan

memanfaatkan tingkat hubungan antarvariabel. Prinsip kerja analisis faktor ini dapat dilihat

pada gambar berikut ini.

Gambar 1.3 Esensi dari Analisis Faktor

Pada gambar tersebut terdapat 9 variabel yang saling berkorelasi antara satu dengan

yang lainnya. Analisis faktor mengagregasikan variabel manifes tadi ke dalam tiga faktor

berdasarkan keterkaitan antar variabel. Demikian sehingga faktor 1 dibentuk oleh variabel

manifes X1,X3,X4, DAN X6; faktor 2 oleh X2, X7; dan faktor 3 oleh X5, X8, X9. Variabel laten

yang satu dengan yang lainnya memiliki variabel bebas linier orthogonal, artinya tidak ada

korelasi antar variabel-variabel laten tersebut. Variabel laten yang terbentuk tidak dapat

enjelaskan semua variansi yang ada dalam variabel-variabel manifes pembentuknya. Ada

bagian unik yang merupakan karakteristik masing-masing variabel manifes. Sisa variansi

yang tidak terjelaskan oleh variabel laten ini digambarkan sebagai error atau kesalahan.

Terdapat dua model analisis untuk analisis faktor, yaitu model analisis faktor eksploratori

(exploratory factor analysis model) dan model analisis faktor konfirmatori (confirmatory

factor analysis model). Gambaran untuk kedua model itu dapat dilihat dalam diagram

berikut:

Gambar 1.4 Model Analisis Faktor Eksploratori

Gambar 1.5 Model Analisis Faktor Konfirmatori

Dengan penjelasan sebagai berikut : F1, F2, F3 merupakan uncorrelated factor

(unobservable factor). Xi merupakan observable yi merupakan faktor loading yang

menghubungkan antar unobservable factor dengan observable variable yang secara aljabar

dapat ditulis :

a. Untuk analisis eksploratori b. Untuk model analisis faktor

konfirmatori

Bila teknik analisis faktor tersebut digunakan tanpa terlebih dahulu menentukan

batasan-batasan awal dalam perkiraan jumlah komponen/faktor yang akan diekstrasi, teknik

tersebut dinamakan eksploratori. Sedangkan konfirmatori ialah bila seorang analis

menggunakan analisis faktor untuk menguji hipotesis yang berkaitan dengan pengelompokan

jumlah variabel atau jumlah faktor.

1.2.2. Dasar Matematis Analisis Faktor

Pengertian statistic mengenai analisis faktor pada dasarnya melibatkan suatu proses

populasi data dan pengukuran atas sampel- sampel atau objek penelitian yang dinamakan

variabel. Misalkan, dalam pemilihan suatu variabel Xi (i = 1, 2, 3,…, n) yang masing-masing

mempunyai mean ui (i = 1, 2, 3,…, n), koefesien dari korelasi antara variabel Xi dan Xj-nya

dapat didefinisikan sebagaimana berikut ini :

Di mana :

Sedangkan, untuk menghitung korelasi antara variabel-variabel yang diamati, terdapat

rumus sebagai berikut :

Atau :

Di mana

1.2.3. Model Matematis Analisis Faktor

Prinsip kerja analisis faktor adalah n dari variabel yan diamati, terdapat beberapa

variabel yang mempunyai korelasi, di mana variabel-variabel tersebut memiliki p faktor

kesamaan (common factor) yang mendasari komponen antarvariabel dan juga m faktor unik

(unique factor0 yang membedakan tiap variabel. Faktor umum dilambangkan dengan F1 , F2,

F3, F4,… FP dan faktor unik u1, u2, u3, u4, …., um. model matematis dasar dari analisis faktor

yang digunakan untuk setiap variabel independen Xi adalah :

Di mana :

Koefesien Aij (loading Aij) menyatakan besarnya konstribusi variabel Xi pada satu faktor

kesamaan Fj dan memegang peranan dalam mengambil suatu kesimpulan mengenai seberapa

jauh pengaruh variabel Xi terhadap faktor kesamaan Fj . koefisien faktor unik Bi berfungsi

untuk membantu satuan fsktor unik agar dapat dipilih sesederhana mungkin. Faktor kesamaan

dapat pula menyatakan korelasi antar variabel, sedangkan faktor unik menerangkan sisa

variansi dari faktor kesamaan atau menunjukkan kegagalan faktor kesamaan dalam

menjelaskan variansi total variael.

1.2.4. Langkah-Langkah Analisis Faktor

Tahap 1 (Penentuan Variabel)

a. Variable yang dipilih : variable yang relevan dengan penelitian yang dilakukan

b. Banyaknya variable : sesuai dengan jumlah variable yang relevan

c. Cara pengukuran variabel :

Data mentah diasumsikan sebagai hasil pengukuran matriks

Dapat digunakan variable dummy (0-1)

d. Ukuran/jumlah sampel :

Sampel berukuran lebih dari 50 observasi, atau hendaknya lebih dari 100 observasi

Aturan umum : jumlah observasi 4-5 kali jumlah variable

Matriks data mentah dapat diperoleh dari data asli yang berasal dari kuisioner, yaitu

apabila data-data yang akan dianalisis merupakan hasil dari kuisioner. Matriks ini berukuran

p x q (p baris dari kolom q); p= banyaknya responden yang mengisi kuisioner, q=banyaknya

variable manifest/banyaknya item pertanyaan kuisioner. Tiap jawaban responden diberi skala

nilai, biasanya dengan skala likert, sehingga dapat disusun dalam suatu bentuk matrik.

Tahap 2 (Matriks Korelasi)

Matrik korelasi merupakan matriks yang memuat koefisien korelasi dari semua pasangan

variable yang terdapat dalam penelitian. Jadi, matriks ini digunakan untuk mendapatkan nilai

kedekatan hubungan antar variable manifest. Nilai kedekatan ini dapat digunakan untuk

melakukan beberapa pengujian guna melihat kesesuaian nilai korelasi yang diperoleh dari

analisis factor. Analisis factor yang baik memiliki nilai korelasi yang tinggi (rata-rata lebih

besar dari 0,3). Dalam hal ini, determinan matriks yang mendekati nol menunjukkan nilia

korelasi yang tinggi. Selanjutnya, perlu diuji apakah matriks korelasi ini merupakan matriks

identitas atau bukan, karena matriks identitas tidak dapat digunakan untuk analisis berikut.

Metode yang biasa dilakukan adalah metode Barlet Test of Sphericity. Kemudian perlu

ditantukan nilai koefisien dari korelasi parsia, yaitu estimasi antar faktor unik dan nilainya

harus mendekati nol untuk memenuhi asumsi analisis faktor. Untuk menguji kesesuaian

penggunaan analisis factor, digunakan metode Kaiser-Meyer-okin (KMO). KMO merupakan

indeks pembanding besarnya koefisien korelasi observasi dengan besarnya koefisien korelasi

parsial. Jika nilai kuadrat koefisien korelasi parsial dari semua pasangan variabel ebih kecil

daripada jumlah kuadrat koefisien korelasi, harga KMO mendekati satu, yang menunjukkan

kesesuaian penggunaan analisis faktor. Menurut Kaiser (1974) :

a. Harga KMO sebesar 0,9 adaah sangat memuaskan

b. Harga KMO sebesar 0,8 adalah memuaskan

c. Harga KMO sebesar 0,7 adalah harga menengah

d. Harga KMO sebesar 0,6 adalah cukup

e. Harga KMO sebesar 0,5 adalah kurang memuaskan

f. Harga KMO sebesar 0,4 adalah tidak dapat diterima

Untuk menentukan apakah proses pengambilan sampel telah memadai atau tidak,

digunakan pengukuran Measure of Sampling Adequacy (MSA). Harga MSA yang rendah

merupakan pertimbangan untuk membuang variabel tersebut pada tahap analisis selanjutnya.

Sering kali, karena jumlah data yang banyak, perhitungan KMO dan MSA hanya

dimungkinkan dengan bantuan komputer.

Tahap 3 (Ekstraksi Faktor)

Menentukan jumlah fakor yang diekstrak dapat dianalogikan dengan proses

memfokuskan lensa mikroskop. Pengaturan yang terlalu dekat ataupun teralu jauh

menyebabkan ketidakjelasan dan posisi lensa yang tepat hanya bias diperoleh setelah

beberapakali pengaturan/pergeseran, begitu pula untuk menentukan jumah faktor yang

diekstraksi dengan tepat. Untuk sejumlah prosedur, sebaiknya ditentukan beberapa factor

saja, yang akan digunakan lebih lanjut. Salah satu prosedur mengatakan bahwa hanya faktor

yang melibatkan nilai variansi total lebih besar dari satulah yang perlu diperhitungkan, karena

factor yang memiliki nilai total variansi yang lebih kecil dari satu dapat dikatakan tidak

signifikan atau sama saja dengan menggunakan satu variable saja. Namun keabsahan

prosedur ini juga masih diperdebatkan. Untuk mengekstraksi factor, dikenal 2 metode rotasi,

yaitu :

a. Orthogonal factor, ekstraksi factor dengan cara merotasikan seumbu faktor sehingga

kedudukannya saling tegak lurus satu dengan yang lainnya. Dengan melakukan rotasi ini,

setiap faktor akan independen terhadap faktor lain, karena sumbunya saling tegak lurus.

Orthogonal factor solution digunakan apabila analisis bertujuan untuk mereduksi jumlah

variabel tanpa memertimbangkan seberapa berartinya faktor yang diekstraksi.

b. Oblique factor, ekstraksi faktor dilakukan dengan merotasikan sumbu faktor sehingga

kedudukannya saling membentuk sudut dengan besar sudut tertentu. Dengan rotasi ini,

korelasi antarfaktor masih diperhitungkan, karena sumbu factor tidak saling tegak lurus

satu dengan lainnya. Oblique factor solution digunakan untuk memperoleh sejumlah

faktor yang secara teoritis cukup berarti.

Ekstraksi faktor digunakan untuk menentukan jenis-jenis faktor yang akan dipakai.

Estimasi faktor dapat menggunakan metode principal component analysis (selain itu, terdapat

metode common factor analysis). Dengan metode ini, akan terbentuk kombinasi linier dari

variabel-variabel observasi. Daam analisis faktor, variansi tota (communality) terbentuk dari :

1. Common (variansi umum), menunjukkan variansi bersama antara tiap variabel

penelitian.

2. Spesific (variansi unik), menunjukkan variansi variabel yang spesifik.

3. Error, akibat ketidakandalan dalam proses pengambilan data

Tahap 4 (Matriks Factor Sebelum Dirotasi)

Matriks Faktor :

Tiap entri daam matriks tersebut menyatakan bobot variabel pada masing-masing faktor.

Jumah baris (n) selalu lebih besar dari kolom (m) karena jumlah faktor yang diekstraksi

selalu lebih kecil dari jumlah variabel awal. Matriks factor sebelum dirotasi digunakan utntuk

mengeksplorasi kemungkinan-kemungkinan pengelompokan variabel ke dalam sejumlah

faktor yang telah diekstraksi. Matriks ini merangkum informasi mengenai bobot variabel

pada setiap faktor. Informasi yang terkandung di dalam matriks ini belum dapat digunakan

untuk menginterpretasikan dengan jelas mengenai pengelompokkan variabel daam setiap

faktor karena bobot masing-masing variabel pada setia faktor tidak jauh berbeda. Agar dapat

diperoleh bobot variabel yang mudah untuk diinterpretasikan, matriks faktor ini harus

dirotasikan.

Tahap 5 (Matriks Factor Setelah Dirotasi)

Matriks factor ini bertujuan untuk mempermudah interpretasi dalam menentukan

variabel-variabel mana saja yang tercantum daam suatu faktor. Beberapa metode yang

digunakan untuk merotasikan faktor, antara lain :

a. Metode quartimax, bertujuan untuk merotasi faktor awal hasil ekstraksi, sehingga

akhirnya diperoleh hasil rotasi, di mana setiap variabe member bobot yang tinggi di satu

faktor dan sekecil mungkin di faktor lain.

b. Metode varimax, bertujuan untuk merotasi faktor awa hasil ekstraksi, sehingga pada

akhirnya diperoleh hasil rotasi, di mana dalam satu kolom, nilai yang ada sebanyak

mungkin mendekati nol. Hal ini berarti di dalam setiap faktor tercakup sedikit mungkin

variabel.

c. Metode equimax, bertujuan untuk mengkombinasikan metode quartimax dan varimax.

Kelanjutan dari rotasi faktor adalah tahap interpretasi faktor berdasarkan bobot masing-

masing variabel dalam setiap faktor. Tahapan interpretasi :

1. Dimulai variabel pada urutan pertama. Interpretasi dimulai dengan bergerak dari faktor

paling kiri ke faktor paling kanan pada setiap baris guna mencari bilangan yang nilai

mutlaknya paling besar dalam setiap baris tersebut.

2. Bilangan yang paling besar menunjukkan dalam faktor mana setiap variabel termasuk.

Dengan demikian, dapat diketahui variabel-variabel mana yang masuk daam suatu faktor.

3. Poin 1 dan 2 dilakukan beruang kali, sehingga semua variable telah mencakup dalam

faktor-faktor hasil ekstraksi.

4. Bila ada variable yang belum termasuk dalam saah satu factor (karena bobotnya kurang

dari keberartian) terdapat dua pilihan yang bias dilakukan :

a. Mengenterpretasikan solusi apa adanya tanpa mengikutkan variabel yang bobotnya

tidak signifikan.

b. Mengevaluasi variable yang yang tidak memiliki bobotnya signifikan tersebut. Tujuan

dari evaluasi ini adalah untuk mengetahui relevansi variabel dalam penelitian yang

dilakukan.

Dari hasil pembobotan faktor awal, biasanya akan diperoleh bahwa konstribusi faktor

pada variabel kesamaan pertama sangat besar. Dalam hal ini, matriks faktor awal (yang

belum dirotasi) akan menunjukkan bahwa pola pembobotan pertama menggambarkan pola

terbesar mengenai hubungan dengan data dan seterusnya., dimana pola-pola ini tidak saling

berkorelasi satu sama lain. Matriks faktor seperti ini akan sulit untuk di interpretasikan,

karena berdasrkan teori, jumlah variansi yang terbesar pada faktor pertama dapat diartikan

bahwa semua distribusi variabel dibebankan pada faktor pertama saja, sementara faktor lain

bersifat bipolar (beberapa variabel berbobot positif dan beberapa lainnya negatif).

Oleh karena itu, biasanya matriks faktor yang belum dirotasi hanya merupakan perantara

untuk mendapatkan solusi akhir yang diinginkan. Solusi yang lebih diinginkan akan diperoleh

apabila matriks faktor tersebut dirotasikan dulu sedemikian rupa sehingga akan dihasilkan

suatu struktur pembobotan factor yang lebih sederhana, yang lebih mudah diidentifikasikan

dan diinterpretasikan. Metode rotasi yang paling sering digunakan adalah rotasi varimax.

Tujuan rotasi varimax ini adalah untuk mencari harga maksimum dari konstribusi variabel

manifes pada salah satu variabel laten, sehingga memudahkan interpretasi variabel laten

tersebut. Jadi, rotasi varimax sebaiknya dilakukan jika pada proses pembobotan faktor masih

terdapat variabel manifes yang menyebar di antara lebih dari satu faktor, atau jika sebagian

bobot faktor dari variabel memiliki niai di bawah nilai terkecil yang telah ditetapkan.

Tahap 6 (Menentukan Bobot Faktor)

Bobot faktor adaah ukuran yang menyatakan representasi suatu variabel oleh masing-

masing faktor. Bobot faktor merupakan data mentah bagi analisis lanjutan seperti analisis

regresi dan diskriminan. Bobot faktor menunjukkan bahwa suatu data memiliki karakteristik

khusus yang direpresentasikan oleh faktor. Bobot faktor ini selanjutnya d igunakan untuk

analisis lanjutan. Bobot factor menunjukkan kedekatan hubungan antara variable dengan

faktornya atau dapat dikatakan kontribusi dari variabel manifes terhadap variabel laten. faktor

dengan bobot faktor tinggi untuk suatu variable, menunjukkan tingginya hubungan faktor itu

dengan variabelnya. Beberapa pedoman dalam pembobotan faktor ini, antara lain :

1. Sebagai pengujian awal yang paling sederhana, bobot faktor ≥0,3 dianggap signifikan,

bobot faktor ≥ 0,4, dianggap lebih penting, dan bobot faktor ≥0,5 dianggap sangat

signifikan. Patokan ini biasanya berguna untuk ukuran sampel yang lebih besar dari 50.

2. Dengan pendekatan yang mirip koefisien korelasi, dapat ditentukan tingkat

signifikansi dalam menginterpretasikan pembobotan, yaitu :

a. Untuk ukuran sampel = 100, bobot minimal 0,19 dan 0,26 masing-masing untuk

tingkat keberartian 0,05 dan 0,01.

b. Untuk ukuran sampel = 200, bobot minimal 0,14 dan 0,18 masing-masing untuk

tingkat keberartian 0,05 dan 0,01.

c. Untuk ukuran sampel = 300, bobot minimal 0,11 dan 0,15 masing-masing untuk

tingkat keberartian 0,05 dan 0,01.

Karena sulit untuk menentukn jumlah error yang terjadi dalam analisis faktor,

lebih baik digunakan tingkat keberartian 0,05 dan 0,01.

3. Kelemahan kedua metode di atas adalah tidak diperhitungkannya jumlah variabel yang

dianalisis dan faktor unik yang diuji. Ketika penulis bergerak dari faktor pertama ke

faktor berikut, leve signifikansi yang dapat diterima harusnya juga meningkat.

1.3. ANALISIS KORELASI

Analisis korelasi digunakan untuk menyelidiki hubungan antarvariabel dan untuk

membuat kesimpulan mengenai salah satu variabel dengan basis variabel lainnya. Hubungan

antara berbagai variabel dapat terjadi hanya karena faktor kebetulan, tetapi dapat juga

memang merupakan hubungan yang terpola atau sering disebut sebagai hubungan “join

behavior” antara variabel-variabel tersebut. Dua variabel dikatakan berkorelasi apbila

perubahan pada variabel yang satu akan berpengaruh pada variabel yang lain secara

beraturan, dengan arah yang sama atau berlawanan. Arah hubungan antara dua variabel dapat

dibedakan menjadi :

1. Korelasi langsung (direct correlation/positive correlation). Perubahan nilai salah satu

variabel diikutu perubahan pada variabel lain yang searah. Jika nilai variabel X naik maka

nilai variabel Y juga naik, jika nilai variabel X turun maka nilai variabel Y juga turun.

2. Korelasi berlawanan (inverse correlation/negative correlation). Perubahan nilai salah

satu variabel diikuti oleh perubahan nilai variabel lain secara teratur dengan arah yang

berlawanan. Peningkatan nilai variabel X diikuti oleh penurunan nilai variabel Y, dan

sebaliknya.

3. Tidak berkorelasi (nill correlation). Kenaikan nilai salah satu variabel kadang-kadang

diikuti oleh penurunan nilai variabel lyang lain, kadang-kadang pula diikuti ole naiknyaa

nilai lain tersebut. Arah hubungannya tidak teratur, kadang berlawanan, kadang searah.

Manfaat mempelajari berbagai jenis hubungan yang terjadi pada dua atau lebih variabel

adalah sebagai berikut :

1. Apabila kita dapat menentukan keberadaan hubungan antara dua fenome dan juga seluk-

beluk hubungan yang ada, kita dapat menyelesaikan masalah-masalah yang berkaitan

dengan variabel tersebut. Misalnya jika diketahui hubungan antara merokok dengan

jumlah penderita kanker adalah positif, dapat dilakukan penekanan jumlah penderita

penyakit kanker dengan cara menurunkan jumlah perokok, membatasi area

diperkenankan merokok, membatasi umur minimum boleh merokok, dan sebagainya.

2. Dengan mengetahui hubungan antara dua atau lebih variabel, kita dapat

memperkirakan/meramalkan apa yang akan terjadi di masa yang akan dating. Misalnya,

apabila produksi tepung terigu meningkat, dengan mengasumsikan faktor-faktor lain tidak

mengalami perubahan, kita dapat memperkirakan harga tepung tersebut akan menurun.

3. Setelah kita mengetahui bahwa dua variabel memiliki hubungan yang cukup dekat, kita

dapat memperkirakan nilai dari satu variabel berdasrkan nilai dari variabel yang lain.

1.4. DIAGRAM TULANG IKAN

Selain menggunakan analisis korelasi keterkaitan antarvariabel, juga dapat digunakan alat

bantu berupa diagram tulang ikan. Diagram Tulang Ikan (Fishbone Diagram) atau Ishikawa

Diagram (sesuai dengan nama penemunya, Dr. Kaoru Ishikawa), adalah alat analisis yang

memberikan cara pandang yang sistematis terhadap sebab dan akibat yang akan timbul, atau

kontribusi pada suatu akibat. Karena fungsi inilah diagram tulang ikan juga disebut sebagai

cause-effect diagram. Apapun nama yang dipilih, yang harus diinggat adalah bahwa diagram

ini berguna untuk membantu melakukan kategorisasi dari penyebab potensial suatu masalah

atau isu, dan mengidentifikasikan penyebab utamanya. Langkah-langkah untuk membuat

diagram tulang ikan adalah sebagai berikut :

1. Gambarkan diagram tulang ikan

2. Buat daftar masalah/isu yang dipelajari pada “kepala ikan”

3. Berikan label pada tiap-tiap “tulang”. Kategori utama yang biasa dipakai adalah :

a. 4 M (Method, Machine, Material, Manpower)

b. 4 P (Place, Procedure, People, Policies)

c. 4 S (Surrounding, Supplier, System, Skill)

Kategori tersebut dapat dikombinasikan untuk meperkaya ide dan membantu dalam

pengorganisasian ide.

4. Gunakan teknik idea-generating, misalnya : brainstorming untuk mengidentifikasi faktor

pada tiap kategori yang

mungkin menyebabkan

masalah/isu dan/atau akibat

yang sering dihadapi. Tim

seharusnya memperkaya ide

dengan memunculkan

pertanyaan seperti : “apa yang

menyebabkan/mengakibatkan

masalah yang sering terjadi..”

5. Ulangi prosedur di atas untuk

masing-masing faktor yang

menghasilkan subfaktor.

Lanjutkan dengan pertanyaan :

“mengapa ini terjadi…” dan

masukkan segmen tambahan

pada tiap faktor juga pada tiap

subfaktor.

6. Lanjutkan sampai tidak ada lagi informasi penting yang tertinggal saat timbul

pertanyaan : “mengapa itu terjadi…”

7. Analisis hasil dari diagram tulang ikan dilakukan setelah anggota tim menyetujui bahwa

jumlah yang tepat telah ditambahkan dan digambarkan secara detail pada tiap

kategori/subkategori. Jika terdapat beberapa hal yang sepertinya berulang pada kategori

yang lain, ini disebut sebagai “penyebab yang paling umum”

8. Untuk masing-masing item yang masuk dalam kategori “penyebab yang paling umum”,

tim harus meraih consensus dalam daftar menurut prioritas, di mana prioritas pertama

adalah “penyebab paling mungkin”

Contoh lain dari diagram tulang ikan yang digunakan sebagai proses pemecahan masalah

di perusahaan Rank Xerox dapat dilihat pada gambar 1.6.

1.5. ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS

Untuk melihat bobot keterkaitan antarvariabel juga dapat digunakan metode Analytical

Hierarchy Process (AHP). Analytical Hierarchy Process adalah alat bantu pengambilan

keputusan yang sederhana, untuk menangani masalah yang kompleks., tidak terstruktur,

bahkan multiatribut. Metode ini dikembangkan olaeh Saaty (1980). Aplikasi dari AHP telah

diberlakukan di bebagai wilayah, seperti resolusi konflik, transportasi, kesehatan, dan

manufaktur. Kekuatan metode AHP terletak pada kemampuan meniru pendapat manusia

tentang aturan yang penting dalam faktor yang berbeda untuk mewujudkan tujuan atau hasil,

serta untuk membantu menstrukturkan masalah yang komplek dan multiatribut. Penyusunan

AHP terdiri dari tiga langkah dasar yaitu :

1. Disain hierarki

Yang dilakukan AHP pertama kali adalah memecah persoalan yang kompleks dan multi

criteria menjadi hierarki. Proses dekomposisi, menyusun masalah berdasrkan komponen

utama. Hierarki paling atas, menunjuk pada fokus, terdiri dari satu elemen, yang menjadi

tujuan yang menyeluruh. Elemen yang mempengaruhi keputusan disebut sebagai “atribut”

atau “kreteria”, yang menunjukkan tingkat hierarki yang lebih bawah, yang mungkin

memiliki beberapa elemen. Atribut merupakan “mutually exclusive” dan prioritasnya tidak

bergantung pada elemen di bawahnya. Tingkatan paling bawah dari hierarki disebut sebagai

“alternative”. Ini merupakan pilihan keputusan yang biasa diambil, seperti gambar di bawah

ini

2. Memprioritaskan prosedur

Setelah maslah berhasil dipecahkan menjadi struktur hierarki, dipilih prioritas prosedur untuk

memperoleh nilai keberartian relative dari masing-masing elemen tiap level. Penilaian

berpasangan dimulai dari level kedua (level pertama atribut) dan diakhiri pada level paling

bawah (alternatif). Pada tiap level, masing-masing elemen dibandingkan berpasangan satu

dengan lainnya untuk mendapatkan nilai tingkat keberartian, berdasrkan elemen yang berada

langsung di atasnya. Pembuat keputusan harus mengekspresikan preferensinya di antara

pasangan elemen. Setiap penilaian berpasangan dilakukan perhitungan menurut Saaty (1980

dan 1982), sebagai berikut:

a. Sama penting (1)

b. Sedikit lebih penting (3)

c. Kurang lebih penting (5)

d. Sangat kuat lebih penting (7)

e. Absolute lebih penting (9)

Metode rangking tersebut menjadikan pembuat keputusan dapat menggabungkan antara

pengalaman dan pengetahuan dengan cara yang alami dan intuitif

3. Menghitung hasil

Setelah membentuk matriks preferensi, proses matetis dimulai untuk melakan normalisasi

dan menemukan bobot prioritas pada tiap matriks. AHP menentukan berapa besar konsistensi

perbandingan berpasangan tersebut dengan rasio konsistensi (CR/Consistency Ratio) pada

tiap matriks. Jika CR lebih besar dari 0,10, artinya terdapat 10% peluang bahwa masing-

masing elemen tidak dibandingkan dengan layak. Dalam kasus ini, pembuat keputusan harus

mengkaji ulang proses perbandingan yang telah dilakukan. Selanjutnya, dilakukan

perhitungan matematis untuk mendapatkan nilai konsistensi yang lebih kecil dari 0,10.

Berikutnya,dilakukan perhitungan

untuk semua level dan matriks

perbandingan, sampai pada level

alternatif meski proses matematis

AHP cukup rumit, hal ini dapat

dilakukan dengan mudah

menggunakan alat bantu software

Expert Choice yang lebih mudah

dan akurat. ( Turban, 1993; Partovi

and Hopton, 1994).