makalah
DESCRIPTION
teori manajemen publikTRANSCRIPT
ANALISA KUALITAS PELAYANAN PUSKESMAS BERORIENTASI PELANGGAN
( STUDI KOMPARASI ANTARA PUSKESMAS DI SURABAYA DENGAN PUSKESMAS DI MALANG TERKAIT DENGAN PEMERINTAHAN
BERORIENTASI PELANGGAN : MEMENUHI KEBUTUHAN PELANGGAN BUKAN BIROKRASI )
Tugas ini dibuat untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah Teori Manajemen Publik
Dosen :
Drs. Mochammad Rozikin, MAP
Disusun Oleh :
Naili Salamah 115030101111072
Retno Handayani 115030100111099
Waming Okinawa
Ilmu Administrasi Publik
Fakultas Ilmu Administrasi
Universitas Brawijaya
November 20121
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pelayanan publik merupakan tanggung jawab pemerintah dan dilaksanakan oleh
instansi pemerintah, baik itu di pusat, di Daerah, dan dilingkungan Badan Usaha Milik
Negara. Pelayanan publik berbentuk pelayanan barang publik maupun pelayanan jasa.
Dewasa ini Masyarakat semakin terbuka dalam memberikan kritik terhadap pelayanan
publik. Oleh sebab itu substansi administrasi sangat berperan dalam mengatur dan
mengarahkan seluruh kegiatan organisasi pelayanan dalam mencapai tujuan yang
diinginkan. Pelayanan publik merupakan dasar dan bentuk aktualisasi dari eksistensi
birokrasi pemerintahan. Wajah birokrasi dapat tercermin dari sikap dan perilaku petugas
dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Bergesernya paradigma pelayanan
yang lebih berorientasi kepada pelanggan/ masyarakat hendaknya dijadikan nilai yang
melekat dalam jiwa aparatur pemerintah dan tercermin melalui sikap dan perilaku aparat
dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Salah satu bentuk pelayanan publik yang dilaksanakan oleh pemerintah adalah
pemenuhan kebutuhan kesehatan masyarakat. Reformasi merupakan salah satu bentuk
pelayanan publik yang dilaksanakan oleh pemerintah adalah pemenuhan kebutuhan
kesehatan masyarakat. Reformasi dibidang kesehatan dilaksanakan untuk
meningkatkan pelayanan kesehatan dan menjadikannya lebih efisien, efektif serta dapat
dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Seperti yang tertuang dalam Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 951/Menkes/SK/VI/2000 yaitu bahwa
“tujuan pembangunan kesehatan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat
yang optimal”.
Dengan meningkatnya tingkat pendidikan dan keadaan sosial dalam masyarakat
maka, meningkat pula kesadaran akan arti hidup sehat dan keadaaan tersebut
menyebabkan tuntutan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang bermutu, nyaman
dan berorientasi pada kepuasan konsumen semakin mendesak dimana diperlukan
kinerja pelayanan yang tinggi. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah pada Bab IV pasal 11 ayat (2) ditetapkan bahwa bidang
pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten dan Daerah Kota adalah
2
pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan,
industry dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi,
dan tenaga kerja. Berdasarkan undang-undang tersebut, bidang kesehatan menempati
urutan kedua (setelah bidang pekerjaan umum) dari bidang pemerintahan yang wajib
dilaksanakan oleh pemerintah daerah kabupaten dan kota. Ini berarti bahwa dalam
rangka Otonomi Daerah, Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Kota bertanggung
jawab sepenuhnya dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di wilayahnya, dengan memberikan
pelayanan yang memuaskan.
Adapaun proses pelayanan kesehatan dan kualitas pelayanan berkaitan dengan
ketersediaan sarana kesehatan yang terdiri dari pelayanan kesehatan dasar (Puskesmas,
Balai Pengobatan), pelayanan rujukan (rumah sakit), ketersediaan tenaga kesehatan,
peralatan dan obat-obatan.
Kinerja pelayanan menyangkut hasil pekerjaan, kecepatan kerja, pekerjaan yang
dilakukan sesuai dengan harapan pelanngan, dan ketepatan waktu dalam menyelesaikan
pekerjaan.
Pemerintah telah berusaha memenuhi kebutuhan masyarakat akan pelayanan
kesehatan dengan mendirikan Rumah Sakit dan Pusat Kesehatan Masyarakat
(PUSKESMAS) di seluruh wilayah Indonesia.Puskesmas adalah unit pelaksana teknis
dinas kesehatan kabupaten / kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan
pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja tertentu. Puskesmas berfungsi sebagai :
1. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan .
2. Pusat pemberdayaan keluarga dan masyarakat.
3. Pusat pelayanan kesehatan strata pertama.
Namun, sampai saat ini usaha pemerintah dalam memenuhi kebutuhan masyarakat akan
kesehatan masih belum dapat memenuhi harapan masyarakat. Banyak anggota
masyarakat yang mengeluh dan merasa tidak puas dengan pelayanan yang diberikan
oleh Puskesmas milik pemerintah ini baik itu dari segi pemeriksaan yang kurang
diperhatikan oleh petugas kesehatan, lama waktu pelayanan, keterampilan petugas,
sarana/fasilitas, serta waktu tunggu untuk mendapatkan pelayanan.
Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS) sebagai salah satu sarana
kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat memiliki peran
yang sangat strategis dalam mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat.
3
Oleh karena itu Puskesmas dituntut untuk memberikan pelayanan yang bermutu yang
memuaskan bagi pasiennya sesuai dengan standar yang ditetapkan dan dapat
menjangkau seluruh lapisan masyarakatnya.
Salah satu keluhan yang sering terdengar dari masyarakat yang berhubungan
dengan aparatur pemerintah adalah selain berbelit–belit akibat birokrasi yang kaku,
perilaku oknum aparatur yang kadang kala kurang bersahabat, juga kinerja pegawai
dalam memberikan pelayanan dalam hal ini ketepatan waktu dalam memberikan
pelayanan, kuantitas dan kualitas pelayanan yang masih sangat rendah.
Rendahnya kinerja pelayanan akan membangun citra buruk pada Puskesmas,
dimana pasien yang merasa tidak puas akan menceritakan kepada rekan-rekannya.
Begitu juga sebaliknya, semakin tinggi kinerjapelayanan yang diberikan akan menjadi
nilai plus bagi Puskesmas, dalam hal ini pasien akan merasa puas terhadap pelayanan
yang diberikan oleh Puskesmas.
Puskesmas dapat mengetahui kinerja pelayanan dari para pasien melalui umpan
balik yang diberikan pasien kepada Puskesmas tersebut sehingga dapat menjadi
masukan untuk peningkatan kinerja pelayanan.
Contohnya saja di beberapa Puskesmas di daerah Blitar diketahui bahwa pada
umumnya pasien mengeluh dengan antrian pada saat pengurusan administrasi yang
mampu mencapai 15 sampai 20 menit. Hal ini merupakan salah satu penyebab
rendahnya jumlah kunjungan di Puskesmas.
Secara teori,sebuah negara dibentuk oleh masyarakat di suatu wilayah yang
tidak lain bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup bersama setiap anggotanya
dalam koridor kebersamaan. Dalam angan setiap anggota masyarakat, negara yang
dibentuk oleh mereka ini akan melaksanakan fungsinya menyediakan kebutuhan hidup
anggota berkaitan dengan konstelasi hidup berdampingan dengan orang lain di
sekelilingnya.Di kehidupan sehari-hari, kebutuhan bersama itu sering kita artikan
sebagai “kebutuhan publik”. Salah satu contoh kebutuhan publik yang mendasar adalah
kesehatan.
Kesehatan adalah pelayanan publik yang bersifat mutlak dan erat
kaitannya dengan kesejahteraan masyarakat. Untuk semua pelayanan yang bersifat
mutlak, negara dan aparaturnya berkewajiban untuk menyediakan layanan yang
bermutu dan mudah didapatkan setiap saat. Salah satu wujud nyata penyediaan layanan
publik di bidang kesehatan adalah adanya Puskesmas. Tujuan utama dari adanya
4
Puskesmas adalah menyediakanlayanan kesehatan yang bermutu namun dengan biaya
yanng relatif terjangkau untuk masyarakat, terutama masyarakat dengan kelas ekonomi
menengah ke bawah.
Dalam makalah ini, kami akan membahas mengenai “Pelayanan Puskesmas”
karena Puskesmas sebagai bentuk nyata peran birokrasi dalam memberikan pelayanan
publik kepada masyarakat, khususnya dalam bidang kesehatan dan karena Puskesmas
merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan masyarakat.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja faktor penyebab terjadinya masalah-masalah di PUSKESMAS?
2. Bagaimana penyelenggaraan layanan kesehatan di PUSKESMAS?
3. Apa contoh fenomena/kasus yang terjadi di PUSKESMAS?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya masalah-masalah yang ada di
PUSKESMAS.
2. Untuk mengetahui penyelenggaraan layanan kesehatan di PUSKESMAS.
3. Untuk mengetahui dan menganalisis fenomena/kasus yang terjadi di
PUSKESMAS
5
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Puskesmas
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis (UPT) dinas kesehatan kabupaten/kota
yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah
kerja. UPT sendiri memiliki tugas untuk menyelenggarakan sebagian tugas teknis
Dinas Kesehatan. Pembangunan Kesehatan sendiri maksudnya adalah penyelenggara
upaya kesehatan, sedangkan pertanggungjawaban secara keseluruhan ada di Dinas
Kesehatan dan sebagian ada di Puskesmas. Wilayah Kerja dapat berdasarkan
kecamatan, penduduk, atau daerah terpencil. Puskesmas sendiri memliki beberapa
fungsi diantaranya yaitu sebagai Pusat Penggerak Pembangunan Berwawasan
Kesehatan, Pusat Pemberdayaan Masyarakat, Pusat Pelayanan Kesehatan Strata
Pertama, Pelayanan Kesehatan Perorangan, dan juga sebagai Pelayanan Kesehatan
Masyarakat. Perlu diketahui juga bahwa tujuan dari Puskesmas adalah mendukung
tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional yakni meningkatkan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang bertempat tinggal di
wilayah kerja puskesmas. Serta visi dan misi dari Puskesmas ialah:
Visi Puskesmas :
Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas
adalah tercapainya Kecamatan Sehat menuju terwujudnya Indonesia Sehat
Indikator Kecamatan Sehat:
1. Lingkungan sehat
2. Perilaku sehat
3. Cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu
4. Derajat kesehatan penduduk kecamatan
Misi Puskesmas:
Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerjanya
1. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di
wilayah kerjanya.
6
2. Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan
pelayanan kesehatan yang diselenggarakan.
3. Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan
masyarakat beserta lingkungannya.
Di dalam prakteknya puskesmas memiliki beberapa Azaz Penyelanggaraan yaitu:
1. Azas Pertanggungjawaban Wilayah → bertanggung jawab meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya .
2. Azas Pemberdayaan Masyarakat → Puskesmas wajib memberdayakan
perorangan, keluarga dan masyarakat, agar berperan aktif dalam
penyelenggaraan setiap upaya Puskesmas
3. Azas Keterpaduan → Azas keterpaduan lintas program → MTBS, UKS,
PUSLING, POSYANDU serta Azas Keterpaduan Lintas Sektor → UKS,
GSI, UKK.
4. Azas Rujukan → Rujukan Upaya Kesehatan Perorangan → kasus,
spesimen, ilmu pengetahuan dan juga Rujukan Upaya Kesehatan
Masyarakat → sarana dan logistik, tenaga, operasional.
Kedudukan Puskesmas sebagai Sistem Kesehatan Nasional → sebagai sarana
pelayanan kesehatan strata pertama yang bertanggungjawab menyelenggarakan UKP
dan UKM di wilayah kerjanya. Sistem Kesehatan Kabupaten/Kota → sebagai UPT
Dinas Kesehatan yang bertanggungjawab menyelenggarakan sebagian tugas
pembangunan kesehatan Kabupaten/kota di wilayah kerjanya. adalah sebagai unit
pelaksana teknis Sistem Pemerintahan Daerah dinas kesehatan kabupaten/kota yang
merupakan unit struktural Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota bidang kesehatan di
tingkat kecamatan. Antar Sarana Pelayanan Kesehatan Strata Pertama → sebagai mitra
dan sebagai pembina upaya kesehatan berbasis dan bersumberdaya masyarakat seperti
Posyandu, Polindes, Pos Obat Desa dan Pos UKK.
(sumber:http://jurnalpendidikanislam.blogspot.com/2012/01/artikel-kesehatan- konsep-puskesmas.html)
2.2 Konsep Pelayanan Publik7
Pelayanan publik menjadi konsep yang sering digunakan oleh banyak pihak,
baik dari kalangan praktisi maupun ilmuan, dengan makna yang berbeda-beda. Dalam
sejarah perjalanan administrasi publik, pelayanan publik semula dipahami secara
sederhana sebagai pelayanan yang diselenggarakan oleh pemerintah. Semua barang dan
jasa yang diselenggarakan oleh pemerintah kemudian disebut sebagai pelayanan publik.
Literatur terdahulu umumnya menjelaskan bahwa “whatever government does is public
service”. Pendapat seperti itu dahulu dapat dimaklumi karena pemerintah pada masa itu
hanya peduli untuk menyelenggarakan pelayanan yang menjadi barang publik atau
pelayanan yang menurut kesepakatan politik dan pertimbangan moral dinilai penting
bagi kehidupan warganya. Namun ketika telah terjadi perubahan peran pemerintah dan
lembaga non-pemerintah dalam penyelenggaraan layanan yang menjadi hajat hidup
orang banyak dalam era sekarang ini maka definisi pelayanan publik seperti yang telah
disebutkan diatas perlu difikirkan kembali.
Mendefinisikan pelayanan publik tidak lagi dapat ditentukan dengan hanya
melihat lembaga penyelenggaraannya, yaitu pemerintah atau swasta. Pelayanan publik
tidak lagi tepat untuk dapat dipahami sebagai pelayanan dari pemerintah, begitu juga
pelayanan swasta yang tidak dapat dipahami hanya sebagai pelayanan yang diberikan
oleh lembaga non pemerintah. Pelayan publik harus dilihat dari karakteristik dan sifat
dan sifat dari pelayanan itu sendiri, bukan dari karakterisktik
lembagapenyelenggaraannya atau sumber pembiayaannya semata. Kriteria yang selama
ini secara konvensional digunakan untuk membedakan antara pelayan dan pelayanan
privat tidak lagi dapat digunakan dengan mudah untuk mendefinisikan pelayanan
publik.
Pelayanan publik atau pelayanan umum dapat didefinisikan sebagai segala
bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada
prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat,
di Daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik
Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka
pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2.2 Reinventing Government
8
Perkembangan pasar global yang momentumnya bersamaan dengan proses
reformasi di Indonesia harus dihadapi dengan perubahan sikap profesional, untuk itu
sikap profesional harus di miliki oleh semua pihak, terutama kalangan pemerintah,
swasta, dan generasi muda. Titik berat otonomi daerah, sesuai dengan UU No. 22 Tahun
1999, terletak di daerah tingkat kabupaten/kota. Untuk itu, dalam melaksanakan
otonomi daerah yang nyata, dinamis dan bertanggung jawab, diperlukan sumber
pembiayaan agar pemerintah daerah dapat menyelenggarakan pemerintahan dan
pembangunan dengan kemampuan daerahnya sendiri. Pada pasal 79 UU No. 22 Tahun
1999 dan pasal 5 UU No. 25/1999 menyebutkan bahwa sumber-sumber pendapatan
daerah dapat berupa pendapatan asli daerah, dana perimbangan, pinjaman daerah dan
pendapatan lain yang sah. Untuk pendapatan asli daerah (PAD) meliputi hasil pajak
daerah, retribusi, hasil perusahaan daerah dan pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan, serta pendapatan daerah lainnya yang sah. pendapatan asli daerah (PAD)
dipergunakan untuk pembiayaan penyelenggaraan otonomi daerah, untuk itu
pendapatan asli daerah (PAD) diupayakan agar selalu meningkat seiring dengan
peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Untuk itu setiap daerah berlomba-lomba
untuk dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD)nya melalui pembangunan
sarana dan prasarana umum salah satunya pembangunan pusat perbelanjaan atau pasar.
Dimana dari hasil kegiatan tersebut dapat ditarik berbagai macam pajak dan retribusi.
Tetapi dalam pelaksanaan seringkali tidak sesuai dengan prinsip-prinsip pemerintahan
yang baik ( Good Governance ).
Senada dengan perubahan di dalam manajemen pemerintahan,muncul paradigma
baru dalam pengelolaan aset, dimana pengelolaan kabupaten/kota harus dilaksanakan
secara profesional selayaknya perusahaan yang berbentuk holding company. Dengan
paradigma tersebut, pengelolaan daerah termasuk aset-aset pemda bisa dilakukan secara
benar dan optimal. Aset pemda baik berupa Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
maupun kekayaan alam lainnya seperti pertambangan, kehutanan, perikanan harus
dikelola seperti pengelolaan perusahaan swasta. Fokus utama pengelolaan adalah
optimalisasi profit, disamping aspek sosial sebagai public good tetap harus diperhatikan
dari sisi yang lain. Pengelolaan aset secara profesional ini mengarah pada privatisasi,
karena dengan privatisasi, pengelolaan aset pemda benar-benar dapat dioptimalkan.
2.3 Pemerintahan Berorientasi Pelanggan (Customer Driven Government)
9
Salah satu prinsip Reinventing Government, Pemerintah diharuskan berorientasi
pada pelanggan (Customer Driven Government) yang berarti menempatkan pelanggan
(masyarakat) pada urutan yang paling depan. Customer Driven Government merupakan
prinsip ke-enam dari sepuluh prinsip mewirausahakan birokrasi yang diajukan oleh
David Osborne dan Ted Gaebler (1992 : 191). Prinsip ini menguraikan bahwa
pemerintahan yang berorientasi pelanggan adalah pemerintah yang memenuhi
kebutuhan pengguna layanannya, bukan birokrasi. Budiono (2003 : 3) dalam Djumiarti
(2012) mendefinisikan pemerintah yang berorientasi pelanggan (customer driven
government) yaitu pemerintah yang meletakkan pengguna layanan sebagai hal yang
paling depan. Oleh karena itu, kepuasan pengguna layanan ditempatkan sebagai sasaran
penyampaian tujuan, dengan mendengarkan suara pengguna layanan. Dengan
memperhatikan kebutuhan dasar pengguna layanan, pemerintah lebih responsif dan
inovatif.
Oleh karena itu, kepuasan masyarakat sebagai pelanggan ditempatkan sebagai
sasaran pencapaian tujuan dengan memperhatikan kebutuhan dasar masyarakat.
Kenyataan ini menunjukkan bahwa telah terjadi pergeseran paradigma dalam pelayanan
birokrasi yang semula berorientasi pada birokrat berubah lebih berorientasi pada
kepentingan masyarakat. Perubahan paradigma ini menuntut aparatur pemerintah untuk
lebih mencermati berbagai dinamika aktual yang berkembang di masyarakat dan
melakukan tindakan proaktif untuk dapat melakukan penyesuaian terhadap perubahan
tersebut, untuk dapat memberi pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat.
Masyarakat sebagai pelanggan membutuhkan pelayanan yang cepat dan akurat seiring
dengan perkembangan teknologi sehingga prosedur birokrasi yang berbelit-belit,
lamban dan tidak efisien harus ditinggalkan.
Lembaga Administrasi Negara (2003 : 27) dalam Dwimawanti (2004 : 5)
memberikan ciri-ciri dari paradigma pelayanan Customer Driven Government, antara
lain sebagai berikut :
1) Lebih fokus pada kegiatan fasilitasi untuk berkembangnya iklim yang kondusif
bagi kegiatan pelayanan masyarakat
2) Lebih fokus pada pemberdayaan masyarakat
3) Fokus pada pencapaian visi, misi, tujuan, sasaran dan hasil (outcomes)
4) Fokus pada kebutuhan dan keinginan masyarakat
10
5) Pada hal tertentu, organisasi pemberi layanan juga berperan untuk memperoleh
pendapatan dari pelayanan yang dilaksanakan
6) Fokus pada antisipasi terhadap permasalahan pelayanan; dan
7) Lebih mengutamakan desentralisasi dalam pelaksanaan pelayanan.
Berdasarkan uraian di atas, maka paradigma customer driven government adalah
paradigma pelayanan publik yang menempatkan pengguna layanan sebagai hal yang
terdepan dan merupakan fokus terpenting dari penyelenggaraan suatu pelayanan atau
lebih populer dengan istilah “putting the customer on the driver seat”.
11
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Faktor penyebab terjadinya masalah-masalah di PUSKESMAS
Dalam realitanya pelayanan Puskesmas sekarang banyak memiliki masalah-masalah.
Adapun masalah-masalah yang telah diungkapkan di atas itu diakibatkan oleh faktor-
faktor sebagai berikut:
Faktor Internal
a. Pelaksanaan Manajemen
Pelaksanaan manajemen merupakan hal penting yang menentukan dalam
mencapai tujuan yang efisien dan efektif dari tujuan Puskesmas. Dimana fungsi
manajemen itu untuk planning,organaizing, leading, dan controling. Pada kegiatan
perencanaan setiap tahunnya sering kali tidak berjalan sehingga kegiatan berjalan apa
adanya sesuai kebiasaan yang dianggap ‘baik/sudah biasa’.Bahkan terasa sekali bahwa
tidak pernah adanya upaya pengembangan. Serta tidak pernah terpikir untuk
mempersoalkan kendali mutu pelayanan yang disebabkan kurangnya
pengetahuan, peralatan, dan perhatian tersita pada upaya pengobatan. Dapatdi katakan
bahwa kepala Puskesmas lebih sibuk pada masalah-masalah manajerial daripada kasus-
kasus klinik. Dapat dikatakan juga bahwa kurangnya pengetahuan para Kepala
Puskesmas dan rendahnya disiplin/etos kerja staff, menjadikan unsur manajemen ini
tidak berjalan. Tentu hal ini menghambat kinerja Puskesmas untuk melayani
masyarakat dalam bidang kesehatan.
b. Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana merupakan suatu aspek terpenting dalam mencapai target
dari program-program Puskesmas. Tetapi apa yang terjadi pada Puskesmas di Indonesia
terkesan tidak diperhatian oleh pemerintah dengan alasan wilayah geografis yang sulit
untuk dijangkau, sehingga sarana dan prasarana yang ada di dalam Puskesmas sangat
terbatas, baik berupa alat medis maupun obat-obatan. Hal ini terjadi akibat dari sumber
keuangan yang dimiliki Puskesmas terbatas sehingga mutu pelayanan puskesmas pun
menjadi rendah karena tidak sesuai dengan standart kesehatan.
c . Tenaga medis
12
Jumlah tenaga medis yang sangat sedikit mengakibatkan ketidak mampuannya
melaksanakan program dari Dinas Kesehatan. Misalanya program Posyandu yang tidak
tepat sasaran. Jumlah tenaga medis sedikit karena insentif dari pemerintah daerah.
Faktor kesejahteraan pegawai memang hal penting karena berkaitan dengan satu-
satunya pendapatan resmi mereka adalah gaji. Untuk mencapai penyelenggaraan
pelayanan kesehatan di Puskesmas di perlukan pimpinan yang mau memotivasi
pegawainya dengan cara memenuhi kebutuhan hidupnya.
d . Psiko-sosial antara tenaga medis dengan penduduk
Perbedaan psiko-sosial antara tenaga kesehatan yang ada di Puskesmas dengan
penduduk menimbulkan hambatan dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan
Puskesmas.Tenaga-tenaga yang diperbantukan di Puskesmas biasanya terdiri dari
orang-orangterpelajar dan bukan berasal dari daerah tersebut, sehingga penduduk
menganggapnya sebagai orang asing. Apalagi jika bahasa yang digunakan adalah
bahasa yang tidak dimengerti oleh penduduk, maka akibatnya penduduk segan untuk
datang ke Puskesmas.
b. Faktor Eksternal
1. Kondisi Geografis
Kondisi geografis Puskesmas umumnya terletak pada daerah pelosok atau
setingkat dengan kecamatan. Dimana kecamatan tiap-tiap daerah memilki keadaan yang
berbeda-beda dalam memenuhikebutuhan pelayanan kesehatan puskesmas. Memang
ada kecamatan-kecamatan yang hanya dengan satu Puskesmas sudah dapat menjangkau
seluruh penduduk. Tetapi ada juga puskesmas yang hanya dapat dijangkau oleh
penduduk yang bermukim didekatnya karena penduduk yang lain bertempat tinggal
jauh dari Puskesmas. Hal ini terkait pada dana yang tidak cukup untuk menggunakan
alat-alat transportasi atau memang tempat tinggalnya terpencil sehingga penduduknya
lebih senang tinggal di rumahnya daripada pergi ke Puskesmas.
2. Pemerintah Daerah
Peran Pemerintah Daerah yang terkesan gagap ini terlihat atas pemahaman
pembangunan kesehatan yang setengah-setengah dari pihak legslatif dan eksekutif yang
tercermin dari dijadikannya pelayanan kesehatan sebagai tulang punggung pendapatan
daerah.Ini berarti orang sakit dijadikan tualng punggung pendapatan daerah. Padahal
upaya menyehatkan masyarakat sejatinya termasuk dalam hakikat dan semangat UU.
No.22 dan UU No. 25tahun 1999 yang pada intinya adalah untuk meningkatkan
13
kualitas pelayanan publik dan mengembangkan demokrasi menuju peningkatan
kesejahteraan rakyat. Disamping itu alokasi anggaran kesehatan berbagai daerah
mencerminkan kurangnya perhatian terhadap investasi hak-hak dasar pembangunan
manusia diantaranya pelayanan kesehatan dasar.
3. Keadaan Ekonomi Penduduk
Keadaan ekonomi penduduk memberikan andil dalam sulitnya mengupayakan
pelayanan kesehatan pada masyarakat. Jumlahwarga negara Indonesia mayoritas
bermata pencarian petani dan nelayan yang mana kondisi ekonominya kurang
memadai. Walaupun ada ketentuan yang memperbolehkan mereka yang tidak mampu
untuk tidak usah membayar retribusi di Puskesmas, namun kenyataannya orang-orang
yang demikian justru enggan datang kePuskesmas.
4. Kondisi Pendidikan Penduduk
Masalah pendidikan penduduk juga berperan dalam menghambat pelayanan
yang dihadapi oleh Puskesmas sebagai pusat pelayanankesehatan pada tingkat pertama,
karena pada umumnya pendidikan masyarakat desa masih rendah, maka pola pikir
mereka sangat sederhana dan kurang atau bahkan belum paham akan artikesehatan.
Mereka cenderung mengikuti sifat-sifat tradisional yang sejak dulu dipegang oleh
masyarakat dan lingkungannya.Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia
memilikitingkat pendidikan yang rendah yang mana sebagian besar penduduk
Indonesia lulusan SD terutama di daerah pelosok- pelosok Indonesia, sehingga hal
berdampak pada rendahnya partisipasi masyarakat dalam mewujudkan masyarakat
Indonesia sehat terutama pada lembaga Puskesmas yang letaknya dekat dengan
masyarakat tersebut. Selain itu juga disebabkan Rumah Sakit lebih baik sarana dan
prasarananya, padahal Puskesmas merupakan pelayanan kesehatan yang paling dasar
dalam lingkungan masyarakat setempat.
5. Dinas Kesehatan
Dinas Kesehatan yang berada di Propinsi bekerja pada aspek melayani
penyembuhan penyakit yang sudah diderita oleh penduduk dibandingkan dengan
melayani obat-obatan yang dapatdigunakan sebagai upaya pencegahan timbulnya suatu
penyakit pada penduduk. Dengan kata lain pelayanan kesehatan Puskesmas lebih
banyak ditekankan pada tindakan kuratif dibandingkan pada tindakan preventif apalagi
promotif. Selain itu Dinas Kesehatan juga kurang melakukan koordinasi dan
14
pengawasan terhadap pelaksanaan program-program Puskesmas yang sudah ada
sehingga tidak terwujudnya pelayanan kesehatan di tingkat basis.
3.2 Penyelenggaraan layanan kesehatan di PUSKESMAS
Visi dan misi Puskesmas di Indonesia merujuk pada program Indonesia Sehat.
Hal ini dapat kita lihat pula dalam SPM (Standar PelayananMinimal). Standar
Pelayanan Minimal adalah suatu standar dengan batas - batas tertentu untuk mengukur
kinerja penyelenggaraan kewenangan wajib daerah yang berkaitan dengan pelayanan
dasar kepada masyarakat yang mencakup : jenis pelayanan, indikator, dan nilai
(benchmark). Pelaksanaan Urusan Wajib dan Standar Pelayanan Minimal (UW-SPM)
diatur dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.1457/MENKES/SK/X/2003 dibedakan atas : UW-SPM yang wajib diselenggarakan
oleh seluruh kabupaten-kota di seluruh Indonesia dan UW-SPM spesifik yang hanya
diselenggarakan oleh kabupaten-kota tertentu sesuai keadaan setempat. UW-SPM wajib
meliputi penyelenggaraan pelayanan kesehatan dasar, penyelenggaraan perbaikan gizi
masyarakat, penyelenggaraan pemberantasan penyakit menular, penyelenggaraan
promosi kesehatan, dll. Sedangkan UW-SPM spesifik meliputi pelayanan kesehatan
kerja, pencegahan dan pemberantasan penyakit malaria, dll. Hal ini diperkuat dengan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 65 Tahun 2005 tentang Pedoman
Penyusunan dan Penerapan Standard Pelayanan Minimal.
Pelaksanaan kegiatan pokok Puskesmas diarahkan kepada keluarga sebagai
satuan masyarakat terkecil. Karenanya, kegiatan pokok Puskesmas ditujukan untuk
kepentingan kesehatan keluarga sebagai bagian darimasyarakat di wilayah kerjanya.
Setiap kegiatan pokok Puskesmas dilaksanakan dengan pendekatan Pembangunan
Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD ). Disamping penyelenggaraan usaha-usaha
kegiatan pokok Puskesmas seperti tersebut di atas, Puskesmas sewaktu-waktu dapat
diminta untuk melaksanakan program kesehatan tertentu oleh Pemerintah
Pusat( contoh: Pekan Imunisasi Nasional ). Dalam hal demikian, baik
petunjuk pelaksanaan maupun perbekalan akan diberikan oleh Pemerintah
Pusat bersama Pemerintah Daerah. Keadaan darurat mengenai kesehatan dapat terjadi,
misalnya karena timbulnya wabah penyakit menular atau bencana alam. Untuk
mengatasi kejadian darurat seperti di atas bisa mengurangi atau menunda kegiatan lain.
Azas Penyelenggaraan Puskesmas Menurut Kepmenkes No 128 Tahun2004
15
1. Azas pertanggung jawaban wilayah
Puskesmas bertanggung jawab meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya.
Dilakukan kegiatan dalam gedung dan luar gedung.
Ditunjang dengan puskesmas pembantu, Bidan di desa, puskesmas
keliling
2. Azas pemberdayaan masyarakat
a. Puskesmas harus memberdayakan perorangan, keluarga dan masyarakat
agar berperan aktif dalam menyelenggarakan setiap upaya Puskesmas.
b. Potensi masyarakat perlu dihimpun.
3.Azas keterpaduan
Setiap upaya diselenggarakan secara terpadu :
a . Keterpaduan lintas program
1) UKS : keterpaduan Promkes, Pengobatan, Kesehatan Gigi,
Kespro,Remaja, Kesehatan Jiwa
b. Keterpaduan lintassektoral
1) Upaya Perbaikan Gizi : keterpaduan sektor kesehatan dengan
camat,lurah/kades, pertanian, pendidikan, agama, dunia usaha,
koperasi,PKK
2) Upaya Promosi Kesehatan : keterpaduan sektor kesehatan
dengancamat, lurah / kades, pertanian, pendidikan, agama
4 . Azas rujukan
a. Rujukan medis/upaya kesehatan perorangan
Rujukan kasus
Bahan pemeriksaan
Ilmu pengetahuan
b . Rujukan upaya kesehatan masyarakat
Rujukan sarana dan logistik
Rujukan tenaga
Rujukan operasional
3.3 Analisis Kasus
16
Judul : “LAYANAN PUSKESMAS DI SURABAYA MASIH
BURUK”
Lokasi : Surabaya
Waktu : Senin, 5 Januari 2009. 17:12 WIB
SURABAYA, SURYA Online – Warga Kota Surabaya, Jawa Timur (Jatim)
masih mengeluhkan buruknya pelayanan kesehatan di sejumlah Pusat Kesehatan
Masyarakat (Puskesmas) di Surabaya, kata sekretaris Komisi D Bidang Kesra dan
Pendidikan DPRD Surabaya, Muhammad Alyas. “Hasil jaring asmara (jaring
aspirasi masyarakat) di lima kecamatan, ternyata banyak warga yang masih
mengeluhkan buruknya pelayanan yang diberikan puskesmas, ”katanya
di Surabaya, Senin (5/1) Menurutnya warga mengeluhakan mahalnya biaya karcis
untuk sekali layanan, yang lebih fatal lagi kurang ramahnya petugas medis saat
memberikan pelayanan. Akhirnya, warga jera untuk berobat ke puskesmas.
Padahal selama ini, pihaknya terus menekankan kepada Dinas Kesehatan untuk
menginstruksikan Puskesmas di Surabaya agar memberikan pelayanan yang baik.
Apalagi hal ini dibarengi dengan meningkatnya anggaran kesehatan di setiap
tahun anggaran.
Petugas Puskesmas masih menganggap pasien sebagai beban. Mestinya
Puskesmas harus membangun paradigma baru yang “care” dan simpatik,” kata
Alyas. Alyas juga menyebutkan, minimnya stok obat-obatan di puskesmas juga
menjadi keluhan masyarakat. Padahal, beberapa warga menuturkan hanya
menerima obat yang sama meski keluhan sakit mereka berbeda. “Ini karena stok
obat dan variasi obat yang minim”katanya. Selain itu, lanjut Alyas, beratnya
retribusi karcis sangat memberatkan masyarakat. Dalam aturan, masyarakat hanya
dibebani biaya karcis Rp 2.500. Namun, dalam praktiknya mereka harus
mengeluarkan uang antara Rp 10.000 hingga Rp 15.000 sekali berobat. Ini tidak
bisa dibenarkan, sebab anggaran untuk obat-obatan sudah cukup tersedia banyak,”
kata Alyas.
Judul: “PUSKESMAS DINOYO MELAYANI DENGAN IDEAL”
Puskesmas dinoyo merupakan salah satu puskesmas yang ada di Kota
Malang. letaknya tidak jauh dari Universitas Brawijaya yaitu di jalan Mt. Haryono
Gg.IX No.13 Malang. Puskesmas ini melayani masyarakat dengan ideal karena
ada beberapa pelayanan yang di konsep dengan efektif dan efisien yaitu; terdapat
17
pembagian wilayah kerja yang tersebar di enam kelurahan, terdapat pula empat
puskesmas pembantu, ada beberapa sarana kesehatan yang memadai, memiliki
tenaga kerja yang disiapkan efektif dan efisien untuk melayani masyarakat sesuai
dengan ahlinya, serta terdapat jenis pelayanan khusus yang hampir sama
keberadaanya dengan rumah sakit umum.
Dari situlah, beberapa masyarakat sekitar yang juga merasakan pelayanan
kesehatan di puskesmas dinoyo memiliki kepuasan tersendiri. Karena menurut
mereka, para tenaga medis melayani dengan ramah dan sigap. Selain itu pula,
ketersediaan obat yang cukup dan menunjang dengan biaya yang murah.
Sehingga, tidak ada efek jenuh untuk para pelanggan berobat di puskesmas
dinoyo.
(Sumber: http://dinoyo-puskesmas.com)
Analisis Kasus
Dari kasus pertama mengenai “pelayanan kesehatan di puskesmas
Surabaya yang masih buruk” menandakan bahwa puskesmas di Surabaya
memiliki pencitraan yang rendah pada masa kini. Dilihat dari sarana, puskesmas
diberikan fasilitas yang lengkap dengan dana yang cukup sebagai subsidi
layanan kesehatan masyarakat yang berasal dari Dinas Kesehatan. Masalah lain
yang membuat masyarakat menjadi malas berobat ke puskesmas adalah petugas
yang tidak cepat tanggap terhadap masyarakat dengan keluhan kesehatan yang
dialaminya, biaya administrasi yang mahal untuk sekali berobat, dan petugas
yang tidak ramah dalam memberikan pelayanan. Selain itu juga ironis jika setiap
pasien diberikan obat yang sama padahal dilihat dari keluhan penyakitnya
adalah berbeda. Dari kasus “Layanan Puskesmas di Kota Surabaya yang Masih
Buruk” dapat diambil kesimpulan bahwa masih adanya hambatan untuk
memberikan pelayanan yang prima bagi masyarakat yang membutuhkan layanan
kesehatan.
Namun jika dibandingkan dengan kasus kedua di puskesmas dinoyo
yang memiliki pelayanan ideal. Sehingga masyarakat pun memiliki kepuasan
tersendiri terhadap pelayanan yang diberikan oleh puskesmas tersebut. Dengan
biaya administrasi yang murah dan sesuai dengan standar yang ditetapkan
pemerintah, selain itu layanan obat dan keramahan pegawai dirasa cukup
18
memenuhi kepuasan pelanggan, dalam hal ini adalah masyarakat yang ada di
sekitar puskesmas dinoyo tersebut.
Disinilah kita mengetahui bahwa puskesmas merupakan ujung tombak
pelayanan kesehatan masyarakat. Sehinga diharapkan bagi puskesmas-
puskesmas yang belum memenuhi standar ideal, seharusnya mengutip pelayanan
dari puskesmas yang ada di dinoyo. ,Dari uraian diatas, dapat diambil
kesimpulan bahwa puskesmas menjadi pihak yang akan disalahkan dalam
pelaksanaan program kesehatan yang ada, padahal semua kesalahan mungkin
datang dari berbagai pihak, Dinkes ikut bertanggung jawab dalam hal ini, serta
masyarakat akan ikut terlibat juga. Kemandirian puskesmas yang diidam-
idamkan masyarakat tidak bisa diwujudkan begitu saja tanpa peran mereka
sebagai penerima layanan.
19
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) merupakan ujung tombak pelayanan
kesehatan bagi masyarakat karena cukup efektif membantu masyarakat dalam
memberikan pertolongan pertama dengan standar pelayanan kesehatan. Pelayanan
kesehatan yang dikenal murah seharusnya menjadikan Puskesmas sebagai tempat
pelayanan kesehatan utama bagi masyarakat, namun pada kenyataannya banyak
masyarakat yang lebihmemilih pelayanan kesehatan pada dokter praktek swasta atau
petugas kesehatan praktek lainnya. Kondisi ini didasari oleh persepsi awal yang negatif
dari masyarakat terhadap pelayanan Puskesmas, misalnya anggapan bahwa mutu
pelayanan yang terkesan seadanya, artinya Puskesmas tidak cukup memadai dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat, baik dilihat dari sarana dan prasarananya
maupun dari tenaga medis atau anggaran yang digunakan untuk menunjang kegiatannya
sehari-hari. Sehingga banyak sekali pelayanan yang diberikan kepada masyarakat itu
tidak sesuai dengan Standar Operating Procedure (SOP) yang telah ditetapkan.
Misalnya: sikap tidak disiplin petugas medis pada unit pelayanan puskesmas Sutojayan,
yang dikeluhkan masyarakat. Mereka selalu diperlakukan kurang baik oleh para petugas
medis yang dinilai cenderung arogan, berdalih terbatasnya persediaan obat-obatan pada
puskesmas telah menyebabkan banyak diantara pasien terpaksa membeli obat pada
apotik. Di samping itu, ketika membawa salah seorang warga yang jatuh sakit saat
mengikuti kegiatan perkampungan pemuda, kemudian warga yang lain mengantarnya
ke Puskesmas Sutojayan, pasien itu tidak dilayani dengan baik bahkan mereka mengaku
telah kehabisan stok obat. Hal tersebut, tentu telah merusak citra Puskesmas sebagai
pemberi layanan kesehatan kepada masyarakat yang dianggap dapat membantu dalam
memberikan pertolongan pertama yang sesuai dengan standar pelayanan kesehatan.
Selain itu, tidak berjalannya tugas edukatif di Puskesmas yang berkaitan dengan
penyuluhan kesehatan yang sekaligus berkaitan dengan tugas promotif. Menurut
masyarakat, petugas puskesmas sangat jarang berkunjung, kalaupun ada, yaitu ketika
keluarga mempunyai masalah kesehatan seperti anggota keluarga mengalami gizi buruk
20
atau penderita TB. Berarti tugas ini lebih untuk memberikan laporan dan
kuratif dibanding upaya promotif. Kemudian, perawat puskesmas biasanya aktif dalam
BP, puskesmas keliling, dan puskesmas pembantu. Jelas dalam tugas tersebut, perawat
melakukan pemeriksaan pasien, mendiagnosa pasien,melakukan pengobatan pada
pasien dengan membuat resep pada pasien. Namun, ketika melakukan tugas tersebut
tidak ada supervisi dari siapapun,khususnya penanggung jawab dalam tindakan
pengobatan/medis. Tenaga perawat seolah-olah tidak menghargai kegiatan-kegitan
formalnya sendiri,karena mungkin tugas kuratif lebih penting. Hal ini berdampak
kepada statuskesehatan masyarakat, status gizi, penyakit infeksi menular dan mungkin
upaya kesehatan ibu dan anak tidak mendapatkan porsi yang sesuai sehingga berdampak
pada kondisi kesehatan masyarakat. Kalaulah memang tugas tenaga kesehatan di
Puskesmas lebih banyak ke arah kuratif, maka Puskesmas menjadi unit dari pelayanan
Rumah sakit karena Rumah Sakit akan memiliki banyak sumber daya manusia dan
fasilitas medik. Tapi kalaulah Puskesmas ini menjadi lebih dominan dalam tugas
promotif dan preventif maka tugas eksekutif bagi perawat haruslah digiatkan, dan
puskesmas menjadi bagian dari unit Dinas kesehatan, atau bagian tersendiri yang
memiliki otonomi yang kuat dalam mengatur program-programnya, sedangkan Dinas
kesehatan hanya sebagai regulator, pemberi dana dan pengadaan petugas, untuk
pelayanan kesehatan masyarakat diberikan kepada Puskesmas, atau pelayanan
kesehatan dapat ditenderkan kepada pihak swasta. Tidak hanya hal-hal yang telah
diungkapkan di atas, lebih dari itu, masih ada permasalahan yang muncul dilingkup
puskesmas, misalnya: Jam kerja Puskesmas yang sangat singkathanya sampai jam 14.00
WIB, kemampuan keuangan daerah yang terbatas, puskesmas yang kurang memiliki
otoritas untuk memanfaatkan peluang yang ada, puskesmas belum terbiasa mengelola
kegiatannya secara mandiri, serta kurangnya kesejahteraan karyawan yang berpengaruh
terhadap motivasi dalam melaksanakan tugas di puskesmas.
4.,2 Saran
Diharapkan kepada berbagai pihak yang ikut terlibat dan bertanggung jawab
terhadap mutu pelayanan puskesmas agar tidak hanya melimpahkan semua wewenang
dan kesalahan yang ada pada puskesmas setempat. Diharapkan kepada dinas kesehatan
untuk tetap mengawasi jalannya program yang telah dibuat sedemikian rupa. Demi
kemandirian puskesmas dalam melaksanakan layanan yang maksimal kepada
21
masyarakat luas. Diharapkan ada perbaikan struktur yang ada kearah yang lebih baik,
dan peran masyarakat untuk terlibat demi keberhasilan program kesehatan kedepan.
Kepuasan masyarakat dalam pelayanan di puskesmas juga merupakan salah satu tolak
ukur apakah sebuah Puskesmas telah melayani masyarakat dengan menggunakan
prinsip berorientasi pada masyarakat atau belum. Di dalam sebuah pelayanan publik
sendiri terdapat beberapa tolak ukur yaitu dimulai dari ketepatan waktu pelayanan,
akurasi pelayanan, kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan, tanggung
jawab, kelengkapan, menyangkut lingkup pelayanan dan ketersediaan sarana,
kemudahan mendapatkan pelayanan dan masih banyak lagi. Tentunya poin-poin
tersebut perlu diterapkan di seluruh puskesmas di Indonesia agar kasus yang terjadi dan
merugikan banyak masyarakat tidak terulang kembali.
Aparatur pemerintah sebagai pelayan masyarakat harus selalu mengedepankan
profesionalisme, sesuai bidang tugas dan tanggung jawabnya serta selalu mengacu pada
ketentuan yang berlaku sebagai pedoman dalam setiap proses pelayanan. Standar
pelayanan minimal sebagai wujud transparansi proses pelayanan harus dimiliki setiap
unit pelayanan untuk mewujudkan pelayanan masyarakat yang berkualitas (cheaper,
better, faster). Pelayanan tidak hanya sebagai wacana saja tetapi dengan sepenuh hati
diimplementasikan dalam perilaku melayani sehari-hari. Masyarakat diharapkan ikut
berpartisipasi memberikan informasi bila ada pelayanan yang tidak sesuai dengan
ketentuan.Dengan demikian diharapkan akan terwujud pelayanan masyarakat yang
berkualitas yaitu pelayanan yang memuaskan masyarakat.
22
Daftar Pustaka
________. 2012. Kesehatan Konsep Puskesmas. Diakses melalui: jurnalpendidikanislam.blogspot.com [25 November 2012].
Djumiarti. Titik. Menggagas Strategi Reinventing Government Dalam Memantapkan Kehidupan Bangsa. Diakses melalui: eprints.undip.ac.id [10 November 2012].
Dwimawanti Hayu, Ida. 2004. Kualitas Pelayanan Publik (Salah Satu Parameter Keberhasilan Otonomi Daerah). Dalam Jurnal “Dialogue” JIAKP, Vol.1, No.1, Januari 2004 : 109-116.
Harjanto, Imam. 2012. Teori Manajemen Publik. Malang.
Makmur, Mochammad. Dasar-Dasar Administrasi Publik dan Manajemen Publik. Malang.
Osborne, David. & Ted Gabler.1996. Mewirausahakan Birokrasi.Jakarta: Pustaka BinawanPressindo.
Sianipar. 1998. Manajemen Pelayanan Masyarakat. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara.
Tjiptoherijanto. 1994. Ekonomi Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.
Wijaya, Stevanus. 2007. Budaya Organisasi dan Efektifitas Penerapan E-Government. Diakses melalui: journal.uii.ac.id [10 N0vember 2012].
Yuningsih, Tri. Dasar-Dasar Pelayanan Instansi Pemerintah Menuju Pelayanan Prima : Suatu Telaah Teoritis. .Dalam Jurnal “Dialogue”. JIAKP, Vol.1, No.1, Januari 2004 : 117-130.
23